komprehensif

15
Berbagai profesi: Cara pandang profesional , program program pendidikan guru Organisasi profesional Pemimpin organisasi nasional powered by Sederet national leadership organization Kepemimpinan nasional organisasi ~ Cara pandang profesional , program program pendidikan guru Ucla program pendidikan guru ( tep ) mempersiapkan untuk calon guru menjadi pendidik keadilan sosial di perkotaan .Untuk melayani berbagai calon pengajar lalu terjadi , guru pendidikan menawarkan berbagai program jalur culminate yang mengajar di sebuah credential / dan atau memiliki tingkat pendidikan . 1. A.

Upload: fitria-nh

Post on 18-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

landasan pembelajaran

TRANSCRIPT

Page 1: komprehensif

Berbagai profesi:

Cara pandang profesional , program program pendidikan guru

Organisasi profesional

Pemimpin organisasi nasionalpowered by Sederetnational leadership organization Kepemimpinan nasional organisasi ~

Cara pandang profesional , program program pendidikan guru

Ucla program pendidikan guru ( tep ) mempersiapkan untuk calon guru menjadi pendidik keadilan sosial diperkotaan .Untuk melayani berbagai calon pengajar lalu terjadi , guru pendidikan menawarkan berbagai programjalur culminate yang mengajar di sebuah credential / dan atau memiliki tingkat pendidikan .

1. A.

Page 2: komprehensif

Sri Andriyani

Pendidikan Berkarakter Memerlukan GuruBerkarakterOPINI | 23 May 2012 | 19:21 Dibaca: 2232 Komentar: 12 0

Pendidikan karakter kini menjadi isu hangat dalam dunia pendidikan kita. Sayangnya, pendidikan kitaselama ini hanya mengejar target-target angka-angka, seperti hasil ujian nasional, jumlah yang diterimadiperguruan tinggi negeri , hasil akreditasi dan sebagainya. Hal-hal yang berkaitan dengan karaktersepertinya kurang mendapat perhatian serius.

Pada sekolah-sekolah yang mengusung konsep pendidikan berkarakter saja hasilnya tidak sesuai yangdiharapkan. Masih banyak siswa-siswi kita yang sering menyontek, bergaul semaunya, yang lebih parahnyalagi siswa-siswi kita yang ikut tawuran apalagi sampai menyimpan gambar-gambar porno juga menontonvideonya. Menyedihkan sekali apabila ini terjadi pada anak didik kita sebagai agen perubahan bangsa.

Sebagai isu hangat tentang pendidikan karakter maka setiap Administrasi gurupun harus di masukkankonsep pendidikan berkarakter ini. Dari silabus, RPP, PROTA, prosem dan sebagainya. Akhirnya guru sibukdengan administrasi sekolah. Bukan dengan siswa-siswinya.

Pendidikan karakter tidak cukup hanya pengenalan nilai secara kognitif saja, tetapi harus dibarengi denganpenghayatan nilai secara afektif. Dan akhirnya pengamalan nilai secara nyata di luar sekolah.

Saya mengamati hal ini bahwasannya pendidikan berkarakter tidak akan berhasil ketika sang guru tidakberkarakter. Guru yang memiliki sifat positif terhadap siswa. Yang tidak saja mengajarkan pengetahuan,tetapi juga menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengetahuan yang dia ajarkan disekolah.

Sebagai contoh misalnya, Guru mengajarkan makan dan minum tidak boleh berdiri, tatapi gurunya sendirimakan dan minum sambil berdiri, guru mengajarkan jangan menyontek, tetapi gurunya sendiri menyontekbila ada ujian kompetensi, guru mengajarkan kejujuran, tetapi gurunya sendiri suka berbohong. Saya pernahbaca dibeberapa artikel, tapi saya lupa dimana, tentang kejujuran ini. Ada seorang guru yang berbohongmenuduh siswanya mencuri pada saat ulangtahun siswanya itu. Ini dilakukan di sekolah dan disepakati olehguru dan teman-temannya. Alasannya untuk memberi kejutan di hari ulangtahun siswanya itu. Namunternyata yang didapat adalah siswanya langsung masuk rumah sakit karena jantungan mendengar tuduhanguru dan teman-temannya itu..Ironis sekali seorang guru bisa seperti ini. Apakah ada metode pembelajaranseperti itu???? Tentu tidak ada.

Menurut saya karena pendidikan karakter merupakan system penanaman nilai, maka semua elemen tidakhanya kurikulum, proses pembelajaran, administrasi guru yang memasukkan pendidikan berkarakter sajayang ikut dalam pengamalan pendidikan berkarakter ini. Namun orangtua, masyarakat dan lingkungan jugaharus membantu mewujudkan pendidikan berkarakter ini. Agar anak-anak bangsa ini menjadi anak-anakyang cerdas dan sholeh. Tentunya disitu ada anak-anak kita yang menjadi baik, cerdas dan sholeh…Pastimau dong, anak-anak kita jadi anak yang cerdas dan sholeh. So Pasti…. gurunya juga harus cerdas dansoleh.

Page 3: komprehensif

PENDIDIKAN KARAKTER ITU DIBIASAKAN, BUKAN DIBACAKANUSMAN . J @makkiobaji

26 August 2014

I

Isu-isu moral dikalangan remaja seperti tindak kekerasan, kebebasan seksual, penggunaan obat terlarang danisu-isu moral yang lain tidak boleh lagi dianggap sebagai persoalan yang sederhana. Isu-isu ini sudah cukupserius karena terkait dengan proses regenerasi kepemimpinan nasional dimasa yang akan datang, apalagi isu-isu moral ini sudah menjurus kepada tindakan kriminial yang meresahkan masyarakat. Unjuk kekerasanantar sekolah yang berujung pada kematian adalah fenomena yang sudah lazim kita saksikan baik dalamkehidupan nyata sehari-hari maupun dalam pemberitaan di media sosial.Menyambut hari guru yang akan jatuh pada tanggal 25 November yang akan datang, maka hendaknyasemua guru harus lebih berbenah menghadapi isu-isu ini. Ini bukan berarti bahwa tugas dan tanggungjwabterhadap isu-isu moralitas remaja hanya menjadi tanggungjwab guru semata. Akan tetapi beban sebagaipendidik sangatlah besar yang mengharuskannya bekerja lebih keras guna memiliki langkah-langkahantisipatif. Bukankah menciptakan generasi unggul, cerdas, bermoral, terampil dan berwawasan kebangsaanadalah cita-cita yang hampir semua sekolah mencantumkannya sebagai visi sekolah?. Maka sudah saatnyapara guru bergerak cepat mempersiapkan pendidikan karakter, atau kita akan kehilangan generasi unggulyang siap melanjutkan kepemimpinan nasional.

II

Lerner, Entwisle dan Mauser dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa bahwa banyak remaja yang tidakmemperoleh cukup kesempatan dan dukungan untuk menjadi orang dewasa yang lebih kompeten. Padahalmasa remaja adalah tahapan transisi menuju kestatus dewasa. Sebagai remaja, akan terus melakukanpencarian dirinya sendiri, mengkritisi sikap hidup yang lama dan mencoba yang baru untuk menjadi dewasayang lebih menetap. Untuk itu diperlukan pendidikan dan bimbingan yang cukup sehingga para siswa yangumumnya remaja memperoleh beragam pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam hidupdan kehidupannya, mampu melakukan transmisi nilai-nilai dan sistem moral yang menopang struktur sosialmasyarakat.Pada wilayah inilah pendidikan karekter itu penting. Membimbing remaja untuk memahami beragam sistemnilai, adalah tugas utama kita sebagai guru. Menurut Milson & Mehlig dalam Eggen & Kauchak (2004)bahwa pendidikan karakter itu menekankan pada transmisi nilai-nilai moral seperti kejujuran dan prinsip-prinsip bermasyarakat kemudian menerjemahkan nilai-nilai tersebut ke dalam beberapa perilaku. Salah satupendekatan yang dapat digunakan untuk menginternalisasi nilai-nilai tersebut adalah melalui modeling.Ditambahkan oleh Eggen & Kauchak (2004) bahwa nilai-nilai dari pendidikan karakter seperti kejujuran,kepedulian dan penghormatan terhadap sesama seharusnya mendasari struktur kelas dan interaksi dengansiswa.Bagaimana memahamkan pendidikan karakter itu, penulis mengarah kepada pandangan Bandura dalamWedding (2010), bahwa belajar akan sangat melelahkan, jika orang-orang hanya mengandalkan efek daritindakan mereka sendiri untuk memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Untungnya, sebagian besarperilaku manusia dipelajari melalui pemodelan. Dengan mengamati perilaku orang lain akan melahirkaninformasi yang akan dikode sebagai panduan dalam bertindak. Konsep Bandura inilah yang disebut denganpembelajaran sosial yakni pembelajaran yang dikembangkan melalui pemodelan.Maka tidaklah berlebihan kiranya jika penulis mengatakan bahwa pendidikan karakter itu dibiasakan danbukan dibacakan. Masih teringat dalam benak kita bagaimana sibuknya para guru membacakan satu persatuaturan tata tertib sekolah disetiap penerimaan siswa baru. Celakanya, sebagian guru sudah beranggapanbahwa dengan dibacakannya aturan-aturan itu maka siswa sudah memahami apa yang baik dan apa yangburuk. Pandangan ini adalah pandangan yang tidak didasarkan atas pemahaman yang utuh terhadap

Page 4: komprehensif

perkembangan siswa yang senantiasa berubah menyesuaikan dengan perkembangan konsep dirinya. Artinyaapa?. Aturan –aturan itu tidak cukup hanya dibacakan semata akan tetapi dilaksanakan dengan konsisten dansepenuh hati oleh para gurunya sebagai subjek pengamatan.Menurut Sweeney (2009), bahwa seorang siswa memiliki seorang model yang dia hargai dia hormati dalamkehidupannya. Model ini terkadang dia jadikan sebagai bagian dari identitas diri mereka dalamkehidupannya. Untuk mendorong perkembangan karakternya, maka guru dapat mengarahkan anak untukmengeksplorasi dan mengidentifikasi serta membandingkan beberapa model yang mereka kagumi dalamkehidupan mereka.Tindakan konsistensi guru dengan aturan-aturan inilah yang akan memiliki efek kontruksi kepada para siswasebagaimana disampaikan oleh Bandura (2006) bahwa modeling adalah sarana yang dominan untukmengajarkan gagasan dan nilai-nilai baru karena mampu mempengaruhi perubahan sosial dan fungsi pribadiseperti dalam pembelajaran, motivasi dan fungsi konstruksi sosial. Dalam masyarakat, model bertindaksebagai pemancar pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan perilaku baru. Sedangkan pengamat akanmemperoleh pengalaman emosional, mampu meningkatkan strategi dan teknik untuk sukses sebagaimanayang diperagakan oleh model. Menutut Bandura bahwa jenis model yang mendominasi dalam lingkungansosial tertentu akan menentukan kualitas manusia pada lingkungan tersebut. Model dominan akanmempengaruhi peran sosial, kekuatan hubungan, norma-norma sehingga terbentuk kesadaran masyarakat.Modeling menjadi penting dalam proses pembelajaran karakter karena melibatkan pembelajaran sosial.Terjadi proses retensi yakni transformasi aktif dan strukturisasi peristiwa. Pembelajaran sosial menggunakandua sistem utama yakni imaginasi dan verbalisasi. Setelah aktivitas model dikode ke dalam imaginasikemudian diverbalisasi secara simbolis, kemudian konsep tersebut mengarahkan lahirnya sebuah tindakan(Bandura, 2004).Dalam konteks sekolah, modeling akan memproduksi perilaku dimana konsepsi simbolik diterjemahkan kedalam tindakan. Berdasarkan informasi pembanding dari konsep model, maka perilaku dimodifiksi untukmencapai hubungan antara konsep dengan tindakan. Fungsi penting dari konsep modeling adalah fungsimotivasi. Dengan mengamati model maka akan menghasilkan motivasi untuk berperilaku sama denganmodel. Melihat orang lain mendapatkan hasil yang diinginkan dengan tindakan mereka akan menjadimotivasi positif bagi pengamat dalam hal ini adalah siswa yang mengamati gurunya.Kepribadian atau karakter merupakan diri kita yang sesungguhnya yang terbentuk melalui lingkungan,pendidikan dan penghayatan nilai-nilai tertentu yang ditanamkan oleh lingkungan kepada kita. Semua orangmemiliki karakternya sendiri. Karakter bisa berkembang sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan,pendidikan, dan pergaulan. Karena itu, sangatlah penting bagi seseorang untuk mengembangkan pribadinyapada hal-hal yang positif. Dalam hubungannya dengan karir, mengenal karakter sangat penting bagiseseorang karena dengan mengenal karakternya seseorang bisa mengidentifikasi tipe pekerjaan yang tepatuntuknya di masa depan dan dengan dapat mengembangkan karakternya sesuai dengan kebutuhan pekerjaanyang diimpikannya.Apa yang disampaikan oleh Bandura ini kemudian menginspiirasi kita bahwa selayaknya pendidikan modeladalah segala-galanya. Guru yang harus menjadi panutan ditengah-tengah membanjirnya panutan-panutanbaru yang justru meruntuhkan moralitas remaja itu sendiri. Lihatlah bagaimana film Crow and Zero dariJepang yang mempertonkan kekerasan remaja di sekolah menjadi film wajib bagi siswa.Jika pendidikan karakter tetap bertahan dengan polanya yang konvensional yang hanya dijadikan bahanbacaan semata maka tidak akan berimplikasi pada pendalaman nilai-nilai. Bahan bacaan itu hanya hinggappada proses pikir dan tidak membudaya menjadi kebiasaan. Hal ini kita bisa melihat bagaimana anak-anaktetap melanggar tata tertib sekolah padahal mereka tahu bahkan hafal diluar kepala. Kita juga bisa melihatbagaimana mata pelajaran tertentu di sekolah hanya menjadi bahan hafalan dan tidak menjiwai karakter anakitu sendiri. Lihatlah bagaimana pelajaran matematika hanya menghasilkan siswa yang mampu menghafalrumus-rumus akan tetapi tidak tumbuh menjadi pribadi yang logis dan rasional sebagai jiwa utama pelajaranmatematika.Lihatlah bagaimana pelajaran PPKN hanya menjadi ajang untuk menghafal undang-undang tapi tidakmenghasilkan anak-anak yang taat aturan serta bertindak dengan lebih arif dan bijaksana. Pelajaran bahasaindonesia hanya menjadi kumpula tata berbahsa akan tetapi tidak menjadikan anak-anak kita sebagaipenurut yan sopan, lembut dan sederhana sebagaimana jiwa pelajaran bahasa indonesia itu sendiri.

III

Page 5: komprehensif

Khittah perjuangan guru yang dirumuskan pada tanggal 25 November 1945 silam harus tetap terjaga. Jiwapengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan adalah khittah yang harus dipertahankan, dijiwai dandibudayakan kepada para siswa sebagai bagian dari pendidikan karakter. Guru tidak lagi membacakanpengetahuan akan tetapi membiasakan pengetahuan kepada siswa. Mari menjadi pemancar pengetahuan dansubjek pengamatan yang baik bagi siswa.

continuing education melanjutkan pendidikan;

sustainability education Kesinambungan program pendidikan

Bukan rahasia lagi bahwa antara output dan outcome yang dihasilkan oleh sebuah proses lembagapendidikan di Indonesia tidak memuaskan dari tahun ketahun. Maka tidak heran bahwa demopun tidakterhindarkan, walaupun masih dalam koridor yang wajar.

Demo yang kritis muncul karena distorsi di bidang pendidikan di tiap wilayah berbeda di Indonesia.Kita tidak bisa membandingkan kualitas pendidikan di Papua dan di Jakarta. Itu tidak ubahnyamembandingkan kecepatan lari kuda dengan siput. Semua orang tahu bahwa ada disparitas. Lalu ketika adaujian nasional yang terstandarisasi, kita memakai standar yang mana? Ada yang dilupakan oleh parapenentu kebijakan pendidikan di Negara ini, yakni filosofi pendidikan, hasil ujian bukanlah salah satuindikator keberhasilan pendidikan. Proses sebuah pendidikan jauh lebih esensial. Maka keberhasilanpendidikan juga tidak bisa dilihat dari kertas nilai hasil ujian dengan nilai sekian dan ada cap LULUS (yangditentukan pemerintah).Pendidikan adalah proses membangun manusia seutuhnya. Bukan hanya membangun kecerdasan(intelektual) belaka, tapi juga membangun dan meningkatkan afeksi dan motorik. Pemerintah tentu tidakperlu diajari lagi masalah ini.

Akhir-akhir ini muncul lagi kebijakan yang meresahkan lembaga pendidikan swasta. DitetapkannyaBHP yang mana oleh pemerintah dianggap sebagai instrument untuk menakar pendirian dan rekrutmenpeserta didik dalam suatu wilayah, sangatlah memberatkan. Lembaga swasta adalah lembaga independentyang mencari peluang dari menjual kualitas jasa pendidikan. Jika dibatasi, diatur dengan Permen danketentuan lain, akan banyak lembaga pendidikan swasta yang gulung tikar. Selanjutnya akan muncullahpeodalisme pendidikan. Sekolah negeri dengan materai milik pemerintah akan menjadi raksasa di wilayahpendidikan? Jelas adalah kebijakan yang tidak arif dan melanggar Undang-Undang Dasar 1945 tentangkemerdekaan setiap warga untuk mendapatkan pendidikan.

Selama kurun waktu hampir 60 tahun lebih sejak Indonesia merdeka, sekolah swasta adalah mitrakerja dalam upaya memajukan pendidikan di tanah air Indonesia. Kalau boleh jujur, sekolah swasta bahkanmerupakah pilihan utama (primadona) masyarakat dalam menentukan dimana anaknya harus disekolahkan.Swasta yang tertib, desiplin, lengkap sarananya, dan lain-lain, merupakan image positive yang tidak bisadilihat sebelah mata. Maka adalah tidak fair jika kemudian ada aturan semacam BHP. Adakah pemerintahakan menjadikan proses pengembangan baik kuantitas maupun kualitas pendidikan dengan pendirian danrekrutmen siswa sebagai proyek? Hanya yang memikirkan BHP yang tahu jawabnya. Jika itu maksud dantujuannya maka niscaya Negara kita ini akan semakin terpuruk dan terperosok dalam lubang problematikaantara mutu dan proyek para pemegang otoritas.

Tidak kalah ramainya, terkait dengan Kurikulum berbasis KTSP yang berbanding linear denganpelaksanaan desentralisasi. Yang benar saja. KTSP kini menjadi sebuah “ Joke”. KTSP bukanlahkepanjangan dari kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, namun “Kurikulum Tidak Siap Pakai.” Tentugunjingan ini sangat beralasan. Semua perubahan instrument yang dirujuk oleh Pemerintah tak lebihhanyalah sebuah inovasi” trial and error”. Hal hasil, semakin tampak bahwa karakter dan mutu pendidikankita semakin tidak jelas arah dan tujuannya.

isu-isu kritis pengembangan dan pembinaan profesi guru dan tenaga kependidikan jugamempengaruhi kurangnya mutu pendidikan di Indonesia. Sebelumnya, membuka kuliah umum ini, Ir.Maruli Gultom, rektor Universitas Kristen Indonesia Jakarta, menyampaikan bahwa pendidikan di daerahterpencil harus diperhatikan oleh pemerintah. Beliau menyampaikan bagaimana FKIP UKI pernahmelakukan kerjasama dengan PT. Astra Tbk., untuk mengadakan survey dan assessment sekolah-sekolah

Page 6: komprehensif

binaan Astra, dan dari hasil assessment, FKIP UKI melakukan tindakan nyata dengan malakukan pelatihansoft skill dan hardskill guru-guru di sekolah-sekolah binaan. Hasil dari pelatihan tersebut, sekarang sekolah-sekolah binaan tersebut menjadi sekolah unggulan di daerahnya.

Isu-isu kritis tersebut diantaranya menyinggung otonomi daerah, kualifikasi dan penilaian kinerjaguru, pembinaan karir guru. Sekarang ini pengelolaan guru desentralisasi karena otonomi daerah. Hal inimenjadi kendala dalam distribusi guru dan kebijakan-kebijakan yang lain dalam hal pemerataan baik secarakualitas apalagi secara kwantitas dan matapelajaran. Apakah perlu disentralisiskan? Kemungkinan lebihbaik, tapi harus adanya Peraturan Pemerintah atau Revisi UU No. 32 tentang Otomoni daerah.

Kualifikasi guru juga salah satu isu penting yang harus segera diperhatikan pemerintah. Datasekarang, 48.69% guru belum S1/D4, dan banyak yang belum linier, serta sebanyak 70% guru juga belummemiliki sertifikat pendidik. Ditambah lagi Penilaian Kinerja Guru (PKG) belum jelas pemetaan perantentang pelaksanaan dan sistem pengendaliannya. Hal ini menyebabkan tidak bisa berlanjutnya PenilaianKinerja Berkelanjutan karena belum ada database berbasis sistem informasi dan kurikulum untuk setiapjenjang kepangkatan.

Selain itu, pelaksanaan pembinaan dan system kenaikan pangkat dilakukan secara manual dankonvensional, bahkan pengangkatan kepala sekolah belum berdasarkan karir. Belum lagi sistemperlindungan terhadap profesi guru masih sangat minim, terutama di sekolah swasta.

Tunjangan guru juga perlu diperhatikan mengingat yang terjadi sekarang adalah masih menjadimasalah pada mekanisme pembayaran, komitmen daerah untuk pembayaran, dukungan data base lemah,juga terjadi kelemahan pada pengawasandan pengendalian, dan tunjangan yang seharusnya berdampak padapeningkatan kinerja belum tampak.Isu strategis yang lain adalah peningkatan pendidikan di daerah khusus, yaitu daerah-daerah yang masihbelum tersentuh pendidikan yang layak. Hal ini menjadi perhatian karena sekarang ini belum ada kriteriadaerah khusus yang menyebabkan kualifikasi dan kompetensi guru sangatlah lemah.

Yang perlu diperhatikan lagi adalah mengenai guru honor (Guru Bantu, HONDA, GYT, dan GTT)dan asosiasi profesi guru karena belum adanya regulasi guru honor dan pendirian asosiasi profesi yangmenyebabkan tidak optimalnya pembinaan profesi. Seharusnya ada regulasi bagi guru honor danperlindungan dan pembinaan profesi.Isu isu kritis ini perlu diperhatikan pemerintah dalam membuat undang-udang dan kebijakan-kebijakanuntuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Dihimbau juga kepada para peneliti atau praktisi pendidikanagar melakukan penelitian tentang isu-isu tersebut sehingga tersedianya data yang memberikan kontribusibagi kebijakan pemerintah.

III. ANTARA REALITAS DAN SOLUSI?Pendekatan Holistis PendidikanJumat, 12 Desember 2014, 14:00 WIB

Semangat pemerintahan baru dalam bidang pendidikan telah ditunjukkan oleh Menteri Pendidikan danKebudayaan Anies Baswedan. Kebijakan yang terbaru adalah menghentikan Kurikulum 2013.

Kebijakan ini diambil dengan alasan, di antaranya, Kurikulum 2013 belum cukup matang dan terkesandipaksakan. Evaluasi tentang Kurikulum 2013 belum memadai dan dianggap membuat guru disibukkandengan administrasi karena perubahan yang terburu-buru.

Solusi yang diterapkan adalah kembali menjalankan Kurikulum 2006. Menteri Anies menguraikan dalamKurikulum 2006 itu juga ada pendekatan tematik integratif, ada ruang untuk kurikulum tingkat satuanpendidikan. Jadi, tujuan kembali ke Kurikulum 2006 untuk membuat anak-anak belajar dengan baik.

Beragam pro dan kontra segera bermunculan. Bahkan, menteri penggagas Kurikulum 2013, M Nuh, turutmemberikan komentar dengan menyayangkan keputusan tersebut. M Nuh menilai, kebijakan itu sebagailangkah mundur karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru(dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP.

Dalam tulisan ini, penulis tidak perlu lagi menambahkan komentar, baik pro maupun kontra, pencabutanKurikulum 2013. Penulis lebih tertarik untuk melihat dari sisi yang lain, yaitu ternyata konsentrasi

Page 7: komprehensif

pendidikan kita saat ini masih berkutat pada kurikulum.

Kurikulum memang penting, tapi aspek pendidikan selain kurikulum juga penting dan harus dipikirkan.Perhatian pada prestasi belajar siswa, sarana prasarana pendidikan, kompetensi guru, pemerataan guru,keterlibatan orang tua dan masyarakat, dan juga faktor dari murid itu sendiri jangan sampai terkaburkan—bahkan tersisihkan—oleh isu Kurikulum 2013.

Membaca hasil penelitian internasional tentang kualitas pendidikan di Indonesia tentu membuat kita miris.Mayoritas hasil penelitian tersebut menempatkan Indonesia pada posisi yang menyedihkan. PenelitianProgram for International Student Assessment (PISA) yang terbaru tentang kemampuan siswa padamatematika, membaca, dan sains menempatkan Indonesia pada posisi 64 dari 65 negara. Penelitian TheLearning Curve (2014) tentang skill kognitif dan pencapaian akademis menempatkan Indonesia pada posisipaling buncit, yaitu posisi 40 dari 40 negara. Kemudian, hasil penelitian dari United Nations DevelopmentProgram (UNDP) tentang Human Development Index yang terbaru (2014) menempatkan Indonesia beradapada posisi ke-108 dari 187 negara.

Hasil penelitian international tersebut menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia belum mampu bersaingdengan negara-negara lain, bahkan dibandingkan dengan negera-negara ASEAN sekalipun.

Untuk itu, bangsa Indonesia harus melakukan langkah-langkah yang solutif integratif untuk meningkatkankualitas pendidikannya. Janganlah isu pergantian kurikulum ini menguras energi secara berlebihan. Bahasasederhananya, ayo segera move on dari isu pergantian Kurikulum 2013.

Berbicara tentang peningkatan kualitas pendidikan, laporan dari Education International Analysis (EIA)"Education For All by 2015" (2008) mengungkapkan, paling tidak ada tiga tantangan utama dalamkaitannya dengan kualitas pendidikan. Pertama, hasil belajar harus dipantau. Kedua, peningkatan lingkunganbelajar. Ketiga, memberi perhatian yang lebih baik pada guru, dan yang ketiga inilah yang utama.

Dengan menggunakan analisis EIA, kurikulum yang digunakan—baik Kurikulum 2006 maupun Kurikulum2013—harus memperhatikan tiga parameter tersebut. Pertama, pemantauan hasil belajar siswa jangan hanyadilakukan pada akhir masa sekolah atau hanya dilihat dari hasil ujian. Namun, hendaknya dilihat juga dariproses saat pembelajaran berlangsung. Pemantauan juga dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan hasilbelajar antara murid di perkotaan dan perdesaan, antara murid yang berlatar belakang sosial ekonomi rendahdan yang tinggi. Pemantauan itu harus diikuti dengan usaha untuk meningkatkan keterlibatan dan keaktifansiswa dalam belajar, juga penggunaan metode mengajar yang menarik.

Kedua, peningkatan lingkungan belajar. Akses ke sumber belajar perlu ditingkatkan. Buku-buku teks danbuku penunjang serta media pembelajaran semestinya dimiliki dan mudah diakses oleh guru dan murid.Kenyamanan ruang kelas dan sekolah juga harus diperhatikan. Ruang sekolah yang bocor, ventilasi udarayang tidak baik, kebisingan dan pengap harus diperbaiki. Kemudian pada era modern ini, akses ke teknologi,seperti penggunaan IT dalam dunia pendidikan juga perlu ditingkatkan.

Ketiga, guru adalah ujung tombak dari keberhasilan pendidikan. Untuk itu, masalah yang terkait denganguru harus segera diatasi. Problem pemerataan guru harus segera dilakukan. Saat ini, masih terjadikekurangan guru di sekolah-sekolah terpecil, sementara di perkotaan kelebihan guru sehingga malahkekurangan jam mengajar. Pengetahuan dan keterampilan guru juga perlu ditingkatkan melalui pelatihansecara berkala.

Sebelum menggulirkan kebijakan pergantian kurikulum, Menteri Anies telah mengusung kebijakan mem-VIP-kan guru. Menurut hemat penulis, kebijakan perhatian pada guru ini justru lebih seksi dan menemukanmomentumnya. Mari move on dari isu kurikulum. n

M Nanang SuprayogiPhD Student di Department of Educational Studies Gent Universty Belgia, Dosen Psikologi PendidikanBinus University Jakarta

Page 8: komprehensif

Problematika Implementasi Kurikulum 2013Rabu, 10 Juli 2013 | 11:27 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Tulisan di bawah ini merupakan hasil refleksi dari lapangan setelah bertemudengan banyak guru dalam rangka sosialisasi Kurikulum 2013. Sosialisasi itu sendiri bukan dilaksanakanoleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melainkan oleh yayasan sekolah swasta atau kampusperguruan tinggi. Mereka penasaran ingin mengetahui grand design (desain induk) Kurikulum 2013, yangselama ini diwacanakan melalui media massa saja. Ternyata para guru, kepala sekolah, pengurus yayasan,dosen, maupun mahasiswa banyak yang belum mengetahui desain induk Kurikulum 2013. Ini artinyamasalah sosialisasi itu sendiri minim.

Perubahan kurikulum, di mana pun, sebetulnya hampir sama, selalu membutuhkan penyesuaian pola pikirpara pemangku kepentingan (stake holder). Demikian pula yang terjadi pada Kurikulum 2013 ini, ia hanyamungkin sukses bila ada perubahan paradigma atau lebih tepatnya mindset para guru dalam prosespembelajaran. Hal itu mengingat substansi perubahan dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013 iniadalah perubahan proses pembelajaran, dari pola pembelajaran ala bank, yaitu guru menulis di papan tulisdan murid mencatat di buku serta guru menerangkan--sedangkan murid mendengarkan--menjadi prosespembelajaran yang lebih mengedepankan murid untuk melakukan pengamatan, bertanya, mengeksplorasi,mencoba, dan mengekspresikannya. Proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif tersebut hanyamungkin terwujud bila mindset guru telah berubah. Mereka tidak lagi memiliki mindset bahwa mengajarharus di dalam kelas dan menghadap ke papan tulis. Mengajar bisa dilakukan di perpustakaan, kebun, tanahlapang, atau juga di sungai. Media pembelajaran pun tidak harus buku, alat peraga, atau komputer. Tanam-tanaman dan pohon di kebun, sungai, dan sejenisnya juga dapat menjadi media pembelajaran.

Mengubah mindset guru seperti itu tidak mudah, karena sudah berpuluh tahun guru mengajar dengan modelala bank. Tidak mudah bila tiba-tiba guru harus berubah menjadi seorang fasilitator dan motivator.Mengubah mindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemendikbud dalam mengimplementasikanKurikulum 2013. Kegagalan mengubah mindset guru akan menjadi sumber kegagalan implementasiKurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat,melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahal Kurikulum 2013 itu harus dilaksanakan dalam waktusecepatnya. Komprominya adalah persoalan teknis dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi perubahanmindset harus dilakukan terus-menerus dengan cara mendorong guru untuk terus belajar.

Problem di lapangan

Implementasi Kurikulum 2013 akan menemui sejumlah masalah di lapangan. Selain persoalan paradigmatik,seperti mengubah mindset guru tersebut, ada problem teknis yang berkaitan dengan perubahan strukturkurikulum yang menyebabkan adanya pelajaran yang hilang maupun bertambahnya jam. Semuanya ituberimplikasi pada nasib guru.

Pertama, penghapusan mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komputer) di SMP berimplikasi besarterhadap eksistensi para pengampu bidang TIK yang latar belakang pendidikannya TIK. Mereka akandisalurkan ke mana? Pengajar TIK dengan latar belakang IPA, matematika, atau lainnya dapat denganmudah disalurkan ke mata pelajaran lain sesuai dengan kompetensinya. Tapi tidak mudah bagi pengajarbidang TIK yang sudah tersertifikasi. Mungkin mereka dapat disalurkan untuk mengajar prakarya yangberbasiskan teknologi. Tapi masalahnya adalah apakah regulasi yang menyangkut sertifikasi mendukungkebijakan tersebut. Bila tidak, guru pula yang akan menjadi korban. Perebutan jam mengajar tetap akanterjadi untuk tetap dapat mempertahankan sertifikasi.

Kedua, penjurusan/peminatan di SMA yang dimulai begitu murid masuk di kelas I menimbulkan persoalanmanajerial baru ihwal persyaratan pemilihan jurusan/minat. Terutama bila para murid baru memilihjurusan/peminatan di kelompok tertentu, misalnya kelompok matematika dan IPA saja. Para kepalasekolah/guru di SMA harus cermat sekali dalam menampung minat para calon murid agar tidak sering

Page 9: komprehensif

terjadi perpindahan jurusan/minat. Hal itu mengingat murid boleh pindah minat. Tapi seringnya pindahminat murid akan menyulitkan pengelolaan sekolah.

Masalah pilihan jurusan/minat itu sebaiknya disosialisasi di kelas III SMP agar, ketika lulus SMP, muridsudah memiliki gambaran mengenai jurusan/minat yang akan diambil saat masuk SMA. Penulismenggunakan istilah “penjurusan” di sini, karena ternyata apa yang disebut peminatan itu sama denganpenjurusan, hanya ditambah dengan boleh mengambil bidang studi disiplin lain. Misalnya, kelompokmatematika dan IPA boleh mengambil antropologi. Atau, kelompok IPS boleh mengambil biologi. Tapisetiap murid wajib mengambil semua mata pelajaran di kelompok peminatan. Ketika perdebatan awalgagasan peminatan ini muncul, tidaklah demikian. Pada waktu itu, diharapkan murid betul-betul mengambilmateri yang diminati dan sesuai dengan orientasi belajarnya di perguruan tinggi nantinya.

Ketiga, soal penambahan jam pelajaran di semua jenjang pendidikan juga inkonsisten antara latar belakangpenambahan dan penerjemahannya dalam struktur kurikulum. Latar belakangnya adalah karena adanyaperubahan pendekatan proses pembelajaran, tapi dalam struktur kurikulum terjadi penambahan jumlah jammata pelajaran. Sebagai contoh, pendidikan agama di SD kelas I-III dari dua menjadi empat jam seminggu,yang diikuti dengan perumusan kompetensi dasar (KD) yang seimbang dengan jumlah jamnya, sehinggayang terjadi tetap mengejar materi, bukan proses pembelajarannya yang dibenahi. Semestinya yang diubahadalah lamanya tatap muka untuk setiap mata pelajaran, misalnya tatap muka di SD kelas I-III saat ini perjam mata pelajaran itu selama 35 menit, bisa ditambah menjadi 45 menit. Di SMP-SMTA, dari 45 menit perjam pelajaran dapat ditambah menjadi 60 menit per jam pelajaran, sehingga proses pembelajarannya lebihleluasa.

Problem lain yang dimunculkan dari penambahan jam pelajaran per minggu itu adalah makinmenghilangkan otonomi sekolah, karena waktu yang tersedia untuk mengembangkan kurikulum sendirimakin sempit. Bagi sekolah-sekolah swasta, kurikulum baru jelas menimbulkan beban baru bagi yayasan,karena harus memfasilitasi peningkatan kualitas guru lewat pelatihan, pengadaan perpustakaan yanglengkap, dan pendidikan tambahan agar guru dapat mengimplementasikan kurikulum baru tersebut secarabaik, dengan biaya ditanggung sendiri oleh pihak yayasan, yang ujungnya dipikul oleh para orang tuamurid.

DARMANINGTYAS, TAMANSISWA JAKARTA

Kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dantantangan masyarakat. Secara etimologis, kurikulum merupakan tejemahan darikata curriculumdalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal daribahasa latincurrere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk.Banyak defenisi kurikulum yang pernah dikemukakan para ahli. Defenisi-defenisi tersebut bersifatoperasioanl dan sangat membantu proses pengembangan kurikulum tetapi pengertian yangdiajukan tidak pernah lengkap. Ada ahli yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalahpernyataan mengenai tujuan (MacDonald; Popham), ada juga yang mengemukakan bahwakurikulum adalah suatu rencana tertulis (Tanner, 1980).

Perubahan kurikulum, di mana pun, sebetulnya hampir sama, selalu membutuhkan penyesuaianpola pikir para pemangku kepentingan (stake holder). Demikian pula yang terjadi pada Kurikulum2013 ini, ia hanya mungkin sukses bila ada perubahan paradigma atau lebih tepatnya mindsetpara guru dalam proses pembelajaran. Hal itu mengingat substansi perubahan dari Kurikulum2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013 ini adalah perubahan proses pembelajaran, dari polapembelajaran ala bank, yaitu guru menulis di papan tulis dan murid mencatat di buku serta gurumenerangkansedangkan murid mendengarkanmenjadi proses pembelajaran yang lebihmengedepankan murid untuk melakukan pengamatan, bertanya, mengeksplorasi, mencoba, danmengekspresikannya. Proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif tersebut hanya

Page 10: komprehensif

mungkin terwujud bila mindset guru telah berubah. Mereka tidak lagi memiliki mindset bahwamengajar harus di dalam kelas dan menghadap ke papan tulis. Mengajar bisa dilakukan diperpustakaan, kebun, tanah lapang, atau juga di sungai. Media pembelajaran pun tidak harusbuku, alat peraga, atau komputer. Tanam-tanaman dan pohon di kebun, sungai, dan sejenisnyajuga dapat menjadi media pembelajaran.

Mengubah mindset guru seperti itu tidak mudah, karena sudah berpuluh tahun guru mengajardengan model ala bank. Tidak mudah bila tiba-tiba guru harus berubah menjadi seorang fasilitatordan motivator. Mengubah mindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemendikbuddalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kegagalan mengubah mindset guru akan menjadisumber kegagalan implementasi Kurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset gurutidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahalKurikulum 2013 itu harus dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Komprominya adalah persoalanteknis dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi perubahan mindset harus dilakukan terus-menerus dengan cara mendorong guru untuk terus belajar. Implementasi Kurikulum 2013 akanmenemui sejumlah masalah di lapangan. Selain persoalan paradigmatik, seperti mengubahmindset guru tersebut, ada problem teknis yang berkaitan dengan perubahan struktur kurikulumyang menyebabkan adanya pelajaran yang hilang maupun bertambahnya jam. Semuanya ituberimplikasi pada nasib guru.

Pertama, penghapusan mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komputer) di SMPberimplikasi besar terhadap eksistensi para pengampu bidang TIK yang latar belakangpendidikannya TIK. Mereka akan disalurkan ke mana? Pengajar TIK dengan latar belakang IPA,matematika, atau lainnya dapat dengan mudah disalurkan ke mata pelajaran lain sesuai dengankompetensinya. Tapi tidak mudah bagi pengajar bidang TIK yang sudah tersertifikasi. Mungkinmereka dapat disalurkan untuk mengajar prakarya yang berbasiskan teknologi. Tapi masalahnyaadalah apakah regulasi yang menyangkut sertifikasi mendukung kebijakan tersebut. Bila tidak,guru pula yang akan menjadi korban. Perebutan jam mengajar tetap akan terjadi untuk tetapdapat mempertahankan sertifikasi.

Kedua, penjurusan/peminatan di SMA yang dimulai begitu murid masuk di kelas I menimbulkanpersoalan manajerial baru ihwal persyaratan pemilihan jurusan/minat. Terutama bila para muridbaru memilih jurusan/peminatan di kelompok tertentu, misalnya kelompok matematika dan IPAsaja. Para kepala sekolah/guru di SMA harus cermat sekali dalam menampung minat para calonmurid agar tidak sering terjadi perpindahan jurusan/minat. Hal itu mengingat murid boleh pindahminat. Tapi seringnya pindah minat murid akan menyulitkan pengelolaan sekolah.

Masalah pilihan jurusan/minat itu sebaiknya disosialisasi di kelas III SMP agar, ketika lulus SMP,murid sudah memiliki gambaran mengenai jurusan/minat yang akan diambil saat masuk SMA.Penulis menggunakan istilah "penjurusan" di sini, karena ternyata apa yang disebut peminatan itusama dengan penjurusan, hanya ditambah dengan boleh mengambil bidang studi disiplin lain.Misalnya, kelompok matematika dan IPA boleh mengambil antropologi. Atau, kelompok IPS bolehmengambil biologi. Tapi setiap murid wajib mengambil semua mata pelajaran di kelompokpeminatan. Ketika perdebatan awal gagasan peminatan ini muncul, tidaklah demikian. Pada waktuitu, diharapkan murid betul-betul mengambil materi yang diminati dan sesuai dengan orientasibelajarnya di perguruan tinggi nantinya.

Ketiga, soal penambahan jam pelajaran di semua jenjang pendidikan juga inkonsisten antara latarbelakang penambahan dan penerjemahannya dalam struktur kurikulum. Latar belakangnyaadalah karena adanya perubahan pendekatan proses pembelajaran, tapi dalam struktur kurikulumterjadi penambahan jumlah jam mata pelajaran. Sebagai contoh, pendidikan agama di SD kelas I-III dari dua menjadi empat jam seminggu, yang diikuti dengan perumusan kompetensi dasar (KD)yang seimbang dengan jumlah jamnya, sehingga yang terjadi tetap mengejar materi, bukanproses pembelajarannya yang dibenahi. Semestinya yang diubah adalah lamanya tatap mukauntuk setiap mata pelajaran, misalnya tatap muka di SD kelas I-III saat ini per jam mata pelajaranitu selama 35 menit, bisa ditambah menjadi 45 menit. Di SMP-SMTA, dari 45 menit per jam

Page 11: komprehensif

pelajaran dapat ditambah menjadi 60 menit per jam pelajaran, sehingga proses pembelajarannyalebih leluasa.Dalam kurikulum 2013 ada beberapa hal menarik yang harus and baca.

1. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab X tentang Kurikulum pasal 37 :“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : Pendidikan Agama, PendidikanKewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Ketrampilan/Kejuruan, danMuatan Lokal”Artinya, kurikulum 2013 menyalahi UU Sisdiknas karena menghilangkan IPA & IPS.

2. Didalam kurikulum 2013, SD hanya belajar 6 mata pelajaran yaitu Matematika, BahasaIndonesia, Agama, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, danKesenian.

J Jam belajar akan bertambah menjadi

- SD kelas 1 dari 26 jam per minggu menjadi 30 jam.- SD kelas 2 dari 27 jam menjadi 32 jam.- SD kelas 3 dari dari 28 jam menjadi 34 jam- SD kelas 4, 5, 6 SD dari 32 menjadi 36 jam per minggu.3. Kurikulum 2013 diterapkan bertahapsejak Senin (15/07/2013) hingga dua tahun ke depan,

tepatnya tahun 2015. Untuk itu, Ujian Nasional (UN) hingga 2015 masih memakai kurikulum yanglama.

4. Kurikulum 2013 diterapkan pada kelas 1 dan kelas 4 SD dan kelas 1 SMP, SMA dan SMK.5. Ada 6.326 sekolah sasaran dariSD, SMP, SMA, SMK, yang akan menerapkan kurikulum 2013

tahap pertama. Sekolah-sekolah iu terletak di 295 kabupaten/kot di 33 provinsi.6. Ada 1.006 sekolah di luar sekolah sasaran mengajukan diri untuk menerapkann kurikulum 2013

secara mandiri.7. Ada 61.074 guru telah menerima pelatihan Kurikulum 2013. Jumlah itu terdiri atas 572 orang

instruktur nasional, 4.740 oran guru inti, 55.662 guru asaran.

Tujuan pengurangan materi dan penambahan menurut menteri pendidikan “Yang paling esensialdari 2013 yang kita rancang, untuk SD itu pendekatan yang kita gunakan semua berbasis science.Itu oleh anak dikenalkan, mulai melihat memperhatikan bertanya, observasi, sehingga tidak lagidiorientasikan kepada hafalan-hafalan”, “pendekatan pembelajaran tematik integratif contohnyaGuru Bahasa Indonesia bisa juga menjelaskan tentang fenomena alam dalam pelajaran IPA.”

Perubahan kurikulum, sebenarnya merupakan hal yang wajar karena tidak ada yang tetap didalam hidup ini. Akan tetapi, daripada mengubah kurikulum dalam bentuk yang radikal, mengapatidak dilakukan perubahan terhadap materi-materi, indikator, silabus dll di dalam kurikulumtersebut. Sebagai contoh:

1. Apakah memang perlu anak SD belajar struktur pemerintahan mulai dari rt sampai ke presiden,dari legislatif sampai eksekutif beserta tugas dan kewajibannya? Bukankah itu cuma menghafalsesuatu yang tidak ‘perlu’?2. Apakah perlu siswa/i belajar ukuran lapangan bola, badminton dll serta peraturan yangdipergunakan untuk pertandingan internasional?3. Apakah perlu siswa/i belajar nama latin berbagai jenis binatang, tumbuhan, penyakit dll,berbagai jenis penyakit yang menyerang orang tua seperti osteporosis (Saya aja susah untukmengejanya).Masih banyak guru-guru belum memahami tetang kurikulum 2013, karena dalam kurikulum 2013tidak semua sekolah yang ada di Indonesia sudah menrapkan kurikulum 2013 ini, hanya beberapasekolah saja yang menjadi target percobaan dari kurikulum 2013 ini. Seperti contoh SMKN 1Karawang dan SMKN 2 Karawang, dua di antara sekolah yang sudaah menerapkan kurikulum2013 dalam sisem pembelajarannya. Tapi dalam pelaksanaannya masih banyak kendala. Salahsatunya adalah kurangnya distribusi buku-buku dar pusat. Kendala lain juga diungkapkan oleh

Page 12: komprehensif

beberapa guru yaitu terkait mengneai format penilaian yang lebih banyak dalam pengisiannya. Halini menuntut kerja keras guru dalam menilai siswanya karena yang menjadi tujuan penilaian bukanhanya tingkat pengetahuan siswa, tapi uga sikap budi pekertinya.Beberapa guru juga memaparkan bahwa pada kurikulum 2013 ada pengurangan jam pelajaran,khususnya pada mata pelajaran yang diikutsertakan dalam ujian nasional. Menurut beberapaguru, pengurangan jam pelajaran ini dapat berimbas pada keberhasilan siswa dalam ujian.Pemerlakuan kurikulum 2013 tepat di tahun 2013 pula ini terkesan dipaksakan, karena dinilai beitubelum matang dari segi persiapan.“ Menurut saya kurikulum 2013 tidakharus diberlakukan tepat di tahun 2013 jika memangpersiapannya belum matangsecara maksimal, bisa saja di tahun 2014 atau 2015”.Walaupundemikian, banyak pihak yang menyambut baik dengan adanya perubahan KurikulumKTSPmenjadi kurikulum 2013. Sebab dengan kurikulum 2013 ini guru diokuskan untukmengajar,tidak lagi dibebankan mengurusi hal-hal yang berhubungan denganperangkat pembelajaranseperti RPP danSilabus. Saya tetap berharap kepada pemerintah pusat agarlebihmempertimbangkan tingkat kematangan persiapan sebelum akhrnya kurikulm 2013diajikanuntuk semua sekolah di seluruh Indoneia.

Pelatihan Guru untuk Penerapan Kurikulum 2013

Kamis, 29 November 2012 | 18:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak pihak menilai bahwa jalannya penerapan kurikulum baru pada tahun2013 di lapangan akan terseok. Pasalnya, persiapan perubahan kurikulum yang dikabarkan telah dilakukansejak 2010 tidak menyentuh guru sama sekali. Padahal guru merupakan ujung tombak dari implementasikurikulum ini.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim mengatakan bahwaada waktu sekitar enam bulan pelatihan komprehensif terhadap guru yang ada di seluruh Indonesia untukmengenal kurikulum 2013 agar implementasi di lapangan kepada anak didiknya dapat berjalan denganlancar.

"Kami sudah siapkan pelatihan bagi para guru agar mampu menjalankan kurikulum baru pada 2013 inidengan baik," kata Musliar saat dihubungi, Kamis (29/11/2012).

Tidak hanya itu, pelatihan yang didasarkan pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) beberapa waktu lalujuga akan dijadikan wadah untuk membina para guru agar mampu memahami konsep kurikulum 2013.Dengan demikian, saat penerapan kurikulum dilaksanakan tidak ada lagi kendala yang berakibat tidaktercapainya sasaran kurikulum baru ini.

Ia juga mengungkapkan bahwa saat uji publik, para guru ini juga akan diberi ruang untuk berpendapatterkait kurikulum baru ini. Sehingga kurikulum yang diberlakukan pada tahun depan juga merupakan hasildari urun rembug semua elemen masyarakat termasuk guru.

"Guru ini yang tahu bagaimana baiknya di lapangan. Mereka yang akan melakukannya. Jadi mereka haruspaham benar. Jadi tentu saja, kami libatkan mereka dan kami persiapkan mereka dengan baik," tandasnya.

Rangkuman Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013

Posted by Fatur Thok

Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 telah selesai dilaksanakan, pemahaman masing-masing instrukturnasional, guru inti,kepala sekolah dan guru sasaran tidak semuanya sama. Beberapa persepsi yang berbeda

Page 13: komprehensif

mengalir di sekolah masing-masing. Kondisi ini sedikit banyak menimbulkan beberapa pertanyaan yangtidak bertepi dan dapat menjadi resistansi berkelanjutan terhadap implementasi Kurikulum 2013. Dalamkesempatan ini saya mencoba membuat resume atas beberapa pertanyaan yang berkembang selama ini,dimana saya mulai dengan memberikan gambaran konsep inti Kurikulum 2013 diantaranya :

Bahwa Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan dan hasilbelajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi

Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu

bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Dimana hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia

yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hardskills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakanpendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksudmeliputi mengamati, (Observing) menanya (Questioning), menalar (Associating) , mencoba (Experimenting)membentuk jejaring (Networking) untuk semua mata pelajaran.

Dengan demikian Implementasi Kurikulum 2013 disekolah SMA/SMK yang benar-benar murnimenggunakan Kurikulum 2013 hanya 3 Mata Pelajaran yaitu Matematika, Sejarah Indonesia dan BahasaIndonesia. Selain ke 3 Mata Pelajaran tersebut sekolah MASIH TETAP menggunakan KTSP namun denganPendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dan Integrasi Ke-3 Ranah..

Jadi yang perlu serius digarap oleh sekolah sekarang ini baik yang menjadi sekolah sasaran atau tidak,adalah mengubah paradigm guru untuk mengadopsi model pembelajaran menuju kearah penguatan sikap,ketrapilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan Scientific Approach terhadap mata pelajaran masing.-masing dengan mulai melakukan perubahan pada Silabus dan RPP yang ada di KTSP sertamengimplementasikan dalam pembelajaran di kelas.

Khusus untuk SMK, salah satu acuan baku yang bisa dipakai pegangan dalam Implementasi Kurikulum2013 adalah Permendikbud 70/2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MA Kejuruan.Pada Permen ini tertuang mata pelajaran dari Kelompok A, B dan C (C1). Masalah mulai timbul, karenabeberapa sekolah sudah harus menyusul Jadwal Pelajaran 1 Tahun, sedangkan Kelomok C2 dan C3 belumada tertulis matapelajaran apa yang harus diajarkan. Untuk diketahui Kelompok C (Peminatan) berisi C1(Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian), C2 (Kelompok Mata Pelajaran Dasar ProgramKeahlian) dan C3 (Kelompok Mata Pelajaran Paket Keahlian). Khusus Kelompok C2 dan C3 akanditetapkan oleh Direjn Pendidikan Menengah.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menjadi solusi dalam menyikapi belum keluarnyaketetapan untuk C2 dan C3, dari hasil diklat Implementasi Kurikulum 2013, beberapa inovasi diberikan olehnarasumber diantaranya, pertama sepanjang C2 dan C3 belum ditetapkan maka sekolah dapat mengisinyadengan menggunakan matapelajaran produktif dari KTSP, dan yang kedua adalah memberikan draft strukturyang memang belum ditetapkan untuk dapat digunakan sebagai acuan penyusunan. Kedua solusi itu bagusuntuk mempercepat penyusunan jadwal namun mubasir dan melelahkan (terutama perdebatan yang timbulsaat penyusunan di tingkat sekolah). Contohnya untuk solusi kedua, dimana dinamikan yang timbul daripenentuan C2, sekarang ini telah ada penambahan mata pelajaran Simulasi Digital 3 jam/minggu untuk klasX, sehingga draft yang ada juga tidak bisa digunakan secara pasti sebelum ditetapkan oleh DirjenPendidikan Menengah.

Alternatif yang terbaik adalah menuggu ketetapan yang akan dikeluarkan, karena proses penyusunan sampaidengan silabus telah dilaksanakan di P4TK dan sekarang ini tinggal finalisasi di Direktorat PSMK.Sedangkan untuk menyiasati penyusunan jadwal, maka C3 tidak perlu dibuat dulu, karena matapelajaran ini

Page 14: komprehensif

akan diajarkan Kelas XI, sedangkan C2 dari 48 Jam yang diamanatkan, 30 jam telah ada ditetapkanmapelnya sesuai dengan Pemendikbud 70/2013, tinggal 18 jam yang belum, dimana dengan menggunakansistem blok 18 jam ini mungkin bisa diletakan di semester genap (semester 2). Untuk materi selain 3 mapel(bahasa indonesia, sejarah indonesia dan metematika), materinya belum disusun dan ditetapkan olehkemendikbud, maka materi masih menggunakan KTSP dengan perubahan paradigma pada modelpembelajarannya yaitu Integrasi 3 ranah dan Scientific Approach.

Makna Profesionalisme Guru

by Profesionalisme Guru

Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baikdikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud denganprofesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanyamungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuanyang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorangguru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”ateacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways”(Cooper, 1990).

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajarmeliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiapguru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepalasekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolahsebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengankesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumberpenghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standarmutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guruyang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :

(1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalamyang meliputi:(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budayanasional.

(2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:(a) mantap;(b) stabil;(c) dewasa;d) arif dan bijaksana;(e) berwibawa;(f) berakhlak mulia;(g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan

Page 15: komprehensif

(i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

(3) Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luasdan mendalam yang meliputi:(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budayanasional.

(4) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :(a) berkomunikasi lisan dan tulisan;(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;(c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/walipeserta didik; dan(d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Menurut Suryasubroto (2002) tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tigakegiatan yaitu(a) menyusun program pengajaran seperti program tahunan pelaksanaan kurikulum, programsemester/catur wulan, program satuan pengajaran,(b) menyajikan/melaksanakan pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode mengajar,menggunakan media /sumber, mengelola kelas/mengelola interaksi belajar mengajar,(c) melaksanakan evaluasi belajar: menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil evaluasi belajar,dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.

”Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satukomponen utama pendidikan yang amat penting” (Suparlan, 2006). Guru, siswa, dan kurikulum merupakantiga komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan itu merupakancondition sine quanon´ atau syarat mutlak dalam proses pendidikan di sekolah.

Melalui mediator guru atau pendidik, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dalamkurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang yang memiliki tugassebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya

secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupunmasyarakat atau swasta.

Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak hanya dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih,dan pembimbing tetapi juga sebagai “social agent hired by society to help facilitate member of society whoattend schools” (Cooper,1986).

Ke depan tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional lagi hangat dibicarakan dan diupayakanoleh pemerintah sekarang. Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai robot,tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kerativitas. ”Tugasseorang guru profesional meliputi tiga bidang utama(1) dalam bidang profesi,(2) dalam bidang kemanusiaan, dan(3) dalam bidang kemasyarakatan” (Isjoni, 2006).