kinetika_yeremia adi w_12.70.0152_a1

31
1. HASIL PENGAMATAN 1.1.Tabel Pengamatan Kinetika Pertumbuhan Mikroba Pada Fermentai !inegar. Hasil pengamatan kinetika pertumbuhan mikroorganisme dalam pembuatan vinegar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kinetikan Pertumbuhan Mikrooganisme dalam Pembuatan Vinegar Ke l Perlakuan "aktu M# tia$ $etak Ʃ %ata&rata' Ʃ M# tia$ $etak %ata&rata' Ʃ M# tia$ (( #) *nm+ $H Total Aam *mg'ml+ 1 , - A1 Sari Apel + S. cerevisiae N 1! " " # #$%& '$' ( 1 ! $1) '$1 " 1$&* N %" !1 &" &# *% *1$%& %$"& ( 1 # $"))& '$11 1'$"" N "# '# ') ' '% '"$!& 1$') ( 1 # $*"%# '$% 1%$*! N !% '* '1 % %! %#$& 1$1" ( 1 # 1$%#1% '$% " 1%$"# N )* %1 %* 1) # 1#$& !$" ( 1 ! $#&" '$' # 1%$*! A% Sari Apel + S. cerevisiae N & # 1 % " 1$* ( 1 ! $##) '$1 ' 1$&* N %" !# # ) )* #* '$"" ( 1 # $*&!# '$11 1%$"# N "# 1%! 1' 1%) 1%* 1%# &$1% ( 1 # $!)'& '$% 1%$%) N !% 1! 1#& 1*# 1*% 1!1$%& *$#& ( 1 # 1$%*'1 '$% & 1%$1 N )* 1# 1)# 1)% #' 1##$%& !$&' ( 1 # $*"1& '$% # 1%$"# A' Sari Apel + S. cerevisiae N % ' % 1 % # ( 1 * $1"& '$1 " 1$'! N %" !* *" !% # !' %$)% ( 1 # $!'!* '$1 1'$* 1

Upload: james-gomez

Post on 05-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kinetika pertumbuhan mikroba selama proses fermentasi vinegar

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Pertumbuhan Mikroba Pada Fermentasi Vinegar.Hasil pengamatan kinetika pertumbuhan mikroorganisme dalam pembuatan vinegar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kinetikan Pertumbuhan Mikrooganisme dalam Pembuatan VinegarKelPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam (mg/ml)

1234

A1Sari Apel + S. cerevisiaeN0174488,253,3 x 1070,10903,1410,56

N247154586261,252,45 x 1080,49953,1113,44

N483839303234,751,39 x 1080,64283,2012,67

N723631202728,51,14 x 1081,28123,2412,48

N96212619818,57,4 x 1070,80543,3812,67

A2Sari Apel + S. cerevisiaeN0581241,6 x 1070,08893,1310,56

N2478809096863,44 x 1080,65783,1112,48

N481271301291261285,12 x 1080,79353,2012,29

N72170185168162171,256,85 x 1081,26313,2512,10

N9618019819283188,257,53 x 1080,64153,2812,48

A3Sari Apel + S. cerevisiaeN0232128 x 1060,10453,1410,37

N2476647280732,92 x 1080,73763,1313,06

N488077858180,753,23 x 1080,85303,1912,67

N728894909892,53,7 x 1081,16752,9012,48

N96140152177182162,756,51 x 1080,53773,2912,86

A4Sari Apel + S. cerevisiaeN0422841,6 x 1070,10033,1610,94

N2483961129596,53,86 x 1080,82733,1312,29

N4810615449109104,54,18 x 1080,73863,0912,10

N721071034510389,53,58 x 1081,38323,2312,48

N961071051371311204,8 x 1081,10553,2912,48

Tabel 1. Kinetikan Pertumbuhan Mikrooganisme dalam Pembuatan Vinegar (lanjutan)KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam

1234

A5Sari Apel + S. cerevisiaeN0445341,6 x 1070,10223,1811,14

N24119835753783,12 x 1080,65393,1412,86

N483636403937,751,51 x 1080,71913,1912,67

N723447454141,751,67 x 1081,32563,2612,10

N9625363726311,04 x 1080,32423,2912,81

Dari hasil pengamatan pada tabel 1, kinetika pertumbuhan dari masing-masing kelompok menunjukan fase pertumbuhan maksimal yang berbeda-beda. Data tersebut dilihat dari nilai rata-rata jumlah mikroba tiap petak dan rata-rata jumlah mikroba tiap cc. Hasil yang serupa juga nampak pada data pengamatan optical density. Namun demikian, data kinetika pertumbuhan antara optical density dengan rata-rata pertumbuhan mikroba tiap petak tidak menunjukan adanya korelasi yang baik. Secara keseluruhan, tingkat keasaman menunjukan tingkat yang semakin basa seiring lamanya waktu fermentasi. Hal ini nampak secara umum pada semua kelompok.25

24

1.2. Pengamatan Kinetika Pertumbuhan Mikroba Pada Fermentasi Vinegar

1.2.1. Grafik Hubungan Optical Density (OD) Terhadap Waktu FermentasiPengamatan untuk mengetahui hubungan antara OD terhadap waktu; jumlah sel terhadap waktu; jumlah sel terhadap pH; jumlah sel terhadap OD dan jumlah sel terhadap total asam dapat dilihat pada grafik 1 hingga grafik 5

Grafik 1. Hubungan Optical Density (OD) Terhadap Waktu Dalam Kinetika Pertumbuhan

Berdasarkan grafik 1, tampak ada keseragaman hasil pada tiap kelompok. Berdasarkan data dari pengamatan optical density tampak bahwa hari ketiga menunjukan puncak fase log pertumbuhan mikroorganisme. Hari keempat menunjukan adanya penurunan absorbansi yang drastis pada semua kelompok kecuali kelompok 4. Kelompok 4 menunjukan fase stasioner yang lebih lama dibanding kelompok yang lain. 1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel Terhadap Waktu FermentasiHubungan lamanya fermentasi terhadap kinetika pertumbuhan mikroorganisme dalam fermentasi vinegar dapat dilihat pada grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel terhadap Waktu Fermentasi

Pada pengamatan grafik 2, tampak dimana semakin lama waktu fermentasi jumlah sel cenderung semakin banyak (A2 dan A3). Namun demikian, sebagian kelompok (A1 dan A5) cenderung semakin menurun seiring lamanya waktu fermentasi dengan jumlah tertinggi pada N24. Hasil fluktuatif ditunjukan pada pengamatan kelompok A4.

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel Terhadap pHHubungan jumlah sel terhadap tingkat keasaman bahan dapat dilihat pada grafik 2.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel terhadap Tingkat Keasaman

Berdasarkan data pada grafik 2, tampak dimana data menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara pH dengan jumlah mikroba, selain itu data yang didapatkan cenderung fluktuatif. Data sebagian besar kelompok menunjukan bahwa semakin banyak mikroorganisme justru menyebabkan nilai yang cenderung semakin basa.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel Terhadap Optical Density (OD)Hubungan antara jumlah sel yang terbentuk selama fermentasi terhadap nilai optical density dapat dilihat pada grafik 3.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel terhadap Optical Density (OD)

Nilai optical density pada semua kelompok menunjukan peningkatan hingga mencapai nilai tertingginya pada pengamatan hari ketiga (N72) yang kemudian kembali mengalami penurunan. Hubungan nilai OD disini tidak menunjukan hubungan yang sebanding dengan jumlah sel yang terbentuk. Jumlah sel yang terbentuk cenderung fluktuatif dari satu hari ke hari berikutnya.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel Terhadap Total AsamHubungan antara jumlah sel terhadap total asam yang terbentuk selama proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 4.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel terhadap Total Asam Selama Fermentasi

Grafik 4 menunjukan hasil dimana total asam yang terbentuk cenderung fluktuatif dan tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah sel yang terbentuk tiap harinya. Namun demikian, jumlah asam yang terbentuk pada tiap kelompok memiliki kisaran yang saling berdekatan dengan nilai rata-rata antara 11 mg/ml 12 mg/ml.

2. PEMBAHASAN

Pada berbagai macam kasus, mikroorganisme umum menggunakan bahan pangan sebagai substrat pertumbuhan. Hal ini terjadi karena banyaknya nutrisi yang terdapat didalam bahan pangan. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan secara umum tidak diinginkan, karena diketahui menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Degradasi pada bahan pangan dilakukan oleh mikroorganisme melalui berbagai macam cara seperti memperbanyak diri, menghasilkan enzim, memanfaatkan nutrisi dalam bahan dan menghasilkan aroma yang tidak sedap. Namun demikian, terkadang keberadaan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat memiliki manfaat yang menguntungkan. Manfaat tersebut tampak diantaranya dalam suatu proses fermentasi bahan pangan dan pengawetan bahan pangan (Frazier & Westhoff, 1988).

Fermentasi merupakan suatu proses pengolahan pangan, dimana, mikroorganisme tertentu secara sengaja ditumbuhkan dalam produk tersebut (Kilinc et al, 2006). Secara ilmiah dikatakan oleh Kilinc et al (2006) bahwa fermentasi pangan merupakan proses dimana akan terjadi perubahan pada bahan pangan oleh karena aktivitas mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme merujuk pada penambahan jumlah sel yang terjadi melalui pembelahan biner (Tang et al, 2014). Kinetika pertumbuhan mikroba menjelaskan bagaimana mikroorganisme tumbuh dalam suatu fermentor. Pada proses fermentasi, pertumbuhan mikrooganisme akan mengikuti pola pertumbuhan sigmoid (model kinetika Monod). Pertumbuhan mikroorganisme dalam suatu fermentor berdasarkan kinetika Monod maka dipecah menjadi empat fase yaitu fase pertumbuhan lag, fase pertumbuhan log, fase stasioner dan fase kematian (Panikov, 1995; Okpowasili & Nweke, 2005; Monod, 1949). Panjang dan lama dari tiap fase dikatakan dalam Longobardi (1994) akan sangat bergantung pada sistem fermentasi yang digunakan. Sistem fermentasi secara batch menunjukan kinetika pertumbuhan paling sesuai dengan model kinetika Monod, oleh karenanya, lebih efisien untuk pembelajaran mengenai kinetika pertumbuhan dari suatu mikroorganisme (Longobardi, 1994). Dalam Okpowasili & Nweke (2005) bahwa kinetika pertumbuhan mikroba selama fermentasi merupakan informasi penting untuk mengetahui waktu pemanenan yang optimal.

Vinegar menurut Budak et al (2014) dan Frazier & Westhoff (1988) merupakan produk yang dihasilkan melalui fermentasi alkohol oleh yeast, diikuti oleh adanya oksidasi alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat. Secara definisi dikatakan dalam Frazier & Westhoff (1988) bahwa vinegar sendiri merupakan produk yang berasal dari gula atau pati yang mengalami proses fermentasi alkohol diikuti dengan fermentasi asetat. Produk vinegar yang baik dikatakan harus terdapat minimal 4 gram asam asetat per 100 ml vinegar. Nama produk vinegar beragam tergantung bahan baku yang digunakan. Cider vinegar merupakan vinegar yang berasal dari apel (Frazier & Westhoff, 1988)

Pada praktikum ini akan dipelajari kinetika pertumbuhan mikroorganisme menggunakan beberapa metode analisis. Apel dalam pengolahan vinegar akan dimanfaatkan sebagai substrat pertumbuhan mikroba. Metode pengolahan vinegar dilakukan secara batch, dimana pada proses ini tidak akan ada substrat yang ditambahkan ataupun produk yang keluar. Apabila proses analisis berjalan dengan baik, maka akan tampak kinetika pertumbuhan mikroba sesuai dengan model kinetika Monod (Longobardi, 1994). Rainieri & Zambonelli (2009) mengatakan bahwa fase pertama dalam pengolahan vinegar adalah proses fermentasi alkohol secara anaerob oleh yeast Saccharomyces cereviceae, oleh karenanya, dalam praktikum juga dimanfaatkan yeast Saccharomyces cereviceae. Frazier & Westhoff (1988) mengatakan bahwa pertumbuhan mikroba akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti konsentrasi sel awal, pH, kadar oksigen dan waktu fermentasi, oleh karenanya, dalam praktikum dicari hubungan dari beberapa parameter tersebut terhadap jumlah sel yang terbentuk.2.1. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerAnalisa dengan metode Haemocytometer untuk mengukur jumlah sel yang terbentuk merupakan metode konvensional yang telah lama digunakan. Metode analisis ini merupakan salah satu metode analisis langsung yang dilakukan dibawah mikroskop (Hadioetomo, 1993; Lai, 2005). Alat haemocytometer memiliki dua ruang petak dimana pada tiap ruang petak terdapat garis-garis kotak dengan luas berkisar 1 mm2. Pengukuran jumlah sel dengan haemocytometer dilakukan dengan perhitungan manual dan kemudian dilakukan perhitungan rata-rata terhadap jumlah sel yang terdapat pada tiap petaknya pada suatu cairan. Pada analisis ini, sampel yang ingin diketahui jumlah mikrobanya diteteskan diantara coverclip dari haemocytometer dan dianalisis jumlahnya menggunakan mikroskop. Pada tahap ini, harus dipastikan tidak ada gelembung yang terbentuk (Lai, 2005).

Langkah kerja pengukuran biomassa menggunakan haemocytometer diawali dengan adanya sterilisasi media pertumbuhan yang digunakan. Huang et al (2011) mengatakan bahwa sterilisasi merupakan salah satu heat-treatment yang sering diaplikasikan pada bahan pangan untuk mengeliminasi mikroba yang bersifat patogen dan yang tidak diinginkan untuk tumbuh didalam suatu produk pangan. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan keberhasilan dalam proses fermentasi vinegar. Media yang sudah dilakukan heat treatment kemudian didinginkan hingga suhu media mencapai berkisar 25C - 30C. Dalam frazier & Westhoff (1988) diketahui bahwa yeast Saccharomyces cereviceae merupakan mikroorganisme mesofilik yang diketahui memiliki suhu optimal pertumbuhan pada suhu ruang. Berdasarkan hal tersebut, maka pendinginan media hingga mencapai suhu berkisar 25C - 30C adalah untuk mengkondisikan supaya yeast yang digunakan dapat tumbuh dengan optimal.

Gambar 1. Proses Pengambilan Sari Apel dan Pendinginan

Setelah didinginkan, dilakukan proses inokulasi. Proses ini dilakukan dengan memindahkan media sebanyak 30 ml kedalam erlenmeyer yang berisi sari apel. Pada proses ini, apel merupakan substrat yang digunakan untuk menumbuhkan yeast tersebut. Metode aseptis adalah hal penting dan harus dilakukan pada tahap ini. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikrooganisme yang ada dilingkungan sekitar. Metode aseptis tidak hanya dilakukan pada proses inokulasi, namun, juga diaplikasikan pada haemocytometer yang digunakan (Hadioetomo, 1993). Setelah dilakukan inokulasi barulah dilakukan analisis dengan menggunakan haemocytometer.

Gambar 2. Proses Inokulasi Saccharomyces cereviceae

2.2. Penentuan Total Asam selama Fermentasi Metode TitrasiAnalisis terhadap total asam yang dihasilkan selama proses fermentasi diukur dengan menggunakan metode standar yaitu metode titrasi. Pada analisis ini digunakan NaOH sebagai titran dan PP (Phenolphtalein) sebagai indikator. Titrasi sendiri pada dasarnya merupakan metode analisa yang dapat digunakan untuk mengukur secara kuantitatif total senyawa yang terlarut didalam suatu sampel. Metode ini didasarkan pada reaksi yang terjadi antara analit terhadap reagen yang sudah diketahui konsentrasinya. Pada proses ini, titran akan terus ditambahkan hingga keseluruhan reaksi selesai. PP digunakan sebagai indikator untuk mengetahui titik akhir titrasi yang terjadi (Toledo, 2009).

Proses fermentasi vinegar seperti dikatakan oleh Budak et al (2014) sebagai produk yang dihasilkan melalui adanya fermentasi alkohol oleh yeast dan dilanjutkan dengan adanya fermentasi asam oleh bakteri asam asetat. Asam asetat (CH3COOH) yang terbentuk selama proses fermentasi akan diukur jumlahnya dengan menggunakan metode titrasi tersebut. Selama proses titrasi tersebut maka akan terjadi reaksi antara asam asetat dengan senyawa natrium yang mengakibatkan adanya pemecahan senyawa diantara keduanya. Berikut reaksi yang terjadi selama titrasi asam asetat :CH3COOH + NaOH CH3COO- + Na+ + H2O(Toledo, 2009)

2.3. Pengukuran pH Minuman VinegarDalam Rainieri & Zambonelli (2009) diketahui bahwa fermentasi vinegar pada fase kedua akan terjadi fermentasi asam oleh sejumlah bakteri asam asetat. Bakteri Acetobacter spp diketahui berperan penting dalam fermentasi tersebut. Secara ilmiah diketahui dalam frazier & Westhoff (1988) bahwa semakin lama proses fermentasi maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan, namun, jumlah tersebut akan stabil ketika mikroorganisme memasuki fase stasioner. Jumlah asam yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah mikroba yang tumbuh, oleh karenanya, hal ini dapat digunakan untuk analisa kinetika pertumbuhan mikroba. Namun demikian, hal ini dianggap bukan metode yang efisien, karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kontaminasi terhadap mikroba dilingkungan, kondisi lingkungan sekitar, kadar nutrisi yang ada dilingkungan serta aktivitas yeast pada awal proses fermentasi (Hadioetomo, 1993).

Analisa tingkat keasaman dalam praktikum dilakukan dengan menggunakan pH meter, dimana elektroda pada pH meter akan dimasukan pada sampel vinegar dan nilai tingkat keasaman akan muncul pada alat pH meter yang digunakan. Posisi elektroda pada pH meter tidak boleh menyentuh dasar selama proses analisis dilakukan. Hal ini dilakukan untuk miminimalkan error pada hasil akhir Analisis dengan menggunakan pH meter memiliki keunggulan karena mudah digunakan, cepat dan akurat (Day & Underwood,1992).

2.4. Penentuan Hubungan Absorbansi dengan Kepadatan SelMenurut Green & Goldman (2008) terdapat dua metode standar yang dapat digunakan untuk mengukur secara kuantitatif total populasi mikroba yang tumbuh pada suatu substrat. Kedua metode tersebut adalah metode mikroskopis langsung dan metode turbidimetri. Metode mikroskopis langsung dilakukan dengan menganalisa total mikroorganisme yang tumbuh dengan menggunakan bantuan mikroskop. Hal ini dilakukan seperti menggunakan haemocytometer pada poin 2.1. Analisis turbidimetri merupakan metode alternatif dalam mengukur tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bantuan spektrofotometer.

Sutton (2011) mengatakan bahwa metode turbidimetri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan dari suatu larutan atau media yang diinokulasikan dengan mikroorganisme. Pengujian ini didasarkan pada korelasi antara turbiditas yang terbentuk dengan perubahan jumlah sel dalam suspensinya. Dalam Green & Goldman (2008) dikatakan bahwa, penambahan jumlah sel dalam suatu suspensi akan meningkatkan turbiditas pada suspensi tersebut. Peningkatan turbiditas disini diketahui setara dengan fungsi kinetika pertumbuhan mikroorganisme (gambar 3), oleh karenanya, dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kinetika pertumbuhan mikroba pada suatu media. Metode analisa secara turbidimetri diketahui memiliki keunggulan berupa metode yang cepat dan mudah dilakukan, namun demikian, metode ini tidak dapat membedakan apakah kekeruhan yang terbentuk disebabkan oleh sel hidup atau mati serta memiliki penurunan sensitivitas terhadap total bakteri yang lebih tinggi dari 107 (Green & Goldman, 2008).

Gambar 3. Kinetika Pertumbuhan Berdasarkan Tingkat Kekeruhan (Green & Goldman, 2008)

Pada analisa turbidimetri, digunakan juga alat spektrofotometer untuk menguji intensitas kekeruhan dari larutan yang terbentuk. Pada analisis spektrofotometer, semakin sedikit cahaya yang ditransmisikan atau cahaya yang diteruskan mengindikasikan adanya peningkatan jumlah sel dalam media. Cahaya yang ditransmisikan akan diubah menjadi energi elektromagnetik dan dikirimkan kedalam galvanometer sehingga bisa diketahui hasil analisisnya. Hasil pembacaan disini dinyatakan dalam bentuk absorbansi atau optical density, dimana hasil tersebut merefleksikan jumlah bakteri pada media (Walker & Wilson, 2011).

Analisis tingkat kepadatan sel dengan metode turbidimetri dilakukan dengan mengambil biakan sebanyak 10 ml dan diukur optical density atau absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran ini dilakukan setiap hari selama 5 hari dan kemudian dibuat sebuah grafik untuk melihat kinetika pertumbuhan mikrobanya. Pada analisis spektrofotometer, kebersihan cuvet, pencucian cuvet setiap pergantian sampel dalam analisis dan panjang gelombang yang digunakan merupakan aspek penting yang diketahui berpengaruh signifikan terhadap hasil analisis yang didapatkan (Walker & Wilson, 2011)

Gambar 4. Uji Turbidimetri Pertumbuhan Mikroba dengan Spektrofotometer

2.5. Analisis Pengamatan2.5.1. Hubungan Optical Density (OD) terhadap WaktuLongobardi (1994) mengatakan bahwa, pertumbuhan mikroorganisme dalam sistem fermentasi batch akan mengikuti kinetika pertumbuhan monod. Dalam Green & Goldman (2008) dikatakan bahwa pertumbuhan sel selama proses fermentasi akan sebanding dengan tingkat turbiditas atau kekeruhan yang didapatkan, oleh karenanya, kinetika pertumbuhan tersebut juga dapat dianalisis berdasarkan pada tingkat kekeruhan yang terbentuk pada media atau suspensi. Absorbansi yang didapatkan selama hari pengamatan dibuat dalam bentuk grafik sehingga bisa diketahui bagaimana pola pertumbuhan mikroba tersebut selama lima hari analisa. Analisis yang sesuai maka akan tampak seperti penjelasan Green & Goldman (2008) pada gambar 3. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa ketika awal proses inokulasi, mikroba dalam suspensi ada pada fase lag dalam fase pertumbuhan. Fase ini dalam Frazier & Westhoff (1988) dikatakan sebagai fase adaptasi, oleh karenanya, tingkat kekeruhan yang didapatkan pada fase ini tampak tidak signifikan. Peningkatan jumlah sel akan mulai terjadi pada fase log. Peningkatan jumlah ini akan ditandai dengan adanya peningkatan tingkat kekeruhan secara signifikan. Pada fase stasioner, tingkat pertumbuhan mikrooganisme dalam substrat mulai stabil. Namun, pada fase ini mulai terdapat beberapa sel yang mati. Matinya sel dalam suspensi akan ditandai dengan penurunan nilai optical density yang tidak signifikan. Penurunan nilai optical density yang signifikan menunjukan pertumbuhan mikroorganisme yang telah memasuki fase kematian (Frazier & Westhoff, 1988; Green & Goldman, 2008; Okpowasili & Nweke, 2005).

Fase logFase lagGambar 5. Fase Pertumbuhan Mikroba dalam Vinergar Berdasarkan Nilai OD

Kinetika pertumbuhan yang terjadi pada semua kelompok menunjukan trend yang kurang lebih sama, dimana menunjukan fase lag yang cukup panjang diikuti dengan adanya fase log yang singkat dan fase stasioner yang tampak sangat singkat. Fase stasioner terjadi diantara N72 dan N96. Dalam kajian industri fermentasi, panjangnya fase lag merupakan sesuatu yang tidak diinginkan. Hal karena akan menurunkan produktivitas volumetrik dan meningkatkan nilai fix cost, oleh karenanya, dalam suatu indsutri selalu diusahakan supaya fase lag terjadi sesingkat mungkin. Dalam Swinnen et al (2004), diketahui bahwa panjang fase lah dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti komposisi kimia, umur inokulum, konsentrasi inokulum yang ditambahkan serta morfologi dari inokulum.Terkait komposisi kimia, diketahui bahwa inokulum yang ditambahkan kedalam suatu media baru dengan sumber karbon yang berbeda merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perpanjangan fase lag. Hal ini adalah penyebab paling memungkinkan yang terjadi pada analisa praktikum (Swinnen et al, 2004).

Okpowasili & Nweke (2005) mengatakan bahwa keterbatasan substrat dalam fermentasi batch merupakan kendala yang umum didapat terkait dengan lamanya fase log dalam kinetika pertumbuhan mikroba. Pada fase log, akan mulai terjadi pertumbuhan sejumlah mikroba dengan memanfaatkan substrat pada lingkungan media pertumbuhan. Semakin banyak substrat yang ditambahkan dalam media maka akan memperpanjang fase log. Hal ini tampak terutama pada sistem fermentasi secara fed-batch atau kontinyu (Longobardi, 1994). Pertumbuhan yang relatif cepat diikuti fase stasioner yang juga cepat pada pengamatan, berdasarkan penjelasan Longobardi (1994) dan Okpowasili & Nweke (2005), mengindikasikan adanya jumlah substrat yang sangat terbatas pada media.

2.5.2. Hubungan Jumlah Sel Terhadap WaktuDalam model kinetika pertumbuhan, peningkatan jumlah sel akan signifikan terjadi ketika mulai memasuki fase log dalam kinetika pertumbuhan. Pada awal fase lag juga terjadi peningkatan jumlah sel, namun, peningkatan tersebut terjadi dalam jumlah yang sangat kecil dan tidak signifikan. Pertambahan jumlah sel akan stabil ketika mikroorganisme mulai memasuki fase stasioner dan kemudian kembali menurun pada fase kematian (Longobardi, 1994; Frazier & Westhoff, 1988). Berdasarkan pada penjelasan Longobardi (1994) dan Frazier & Westhoff (1988), tampak dimana hasil pengamatan jauh dari model kinetika pertumbuhan. Hasil pengamatan cenderung menunjukan data yang sangat fluktuatif.

N96N72N48N24N0 Gambar 6. Pengamatan Pertumbuhan Yeast dengan Haemocytometer

Jumlah sel dalam pengamatan dianalisis dengan menggunakan metode haemocytometer dengan bantuan mikroskop. Terkait dengan perhitungan yang dilakukan secara manual seperti yang dikatakan oleh Lai (2005), maka kesalahan perhitungan merupakan salah satu aspek yang mungkin terjadi dan juga yang mungkin terjadi pada hasil analisa. Namun demikian apabila dikaitkan dengan penjelasan secara ilmiah, dapat dikatakan bahwa umur dan morfologi inokulum yang berbeda, konsentrasi nutrisi pada substrat yang berbeda serta konsentrasi inokulum yang sedikit berbeda merupakan faktor yang menjelaskan terjadinya fluktuatif pada hasil pengamatan tersebut (Swinnen et al, 2004). Faktor aseptis bisa menjadi penyebab minoritas terhadap fluktuatifnya hasil pengamatan.

2.5.3. Hubungan Jumlah Sel terhadap pH Telah dijelaskan diawal paragraf dimana dikatakan oleh Rainieri & Zambonelli (2009) bahwa fermentasi vinegar diawali dengan adanya proses fermentasi oleh yeast. Lebih lanjut dijelaskan dalam Diering et al (2013), bahwa pada proses ini akan terjadi perombakan oleh yeast baik yang terdapat secara alami dalam bahan ataupun oleh kultur yang ditambahkan. Dalam tahap awal fermentasi akan terjadi pembentukan alkohol oleh sejumlah yeast tersebut. Saccharomyces cereviceae dikatakan oleh Diering et al (2013) sebagai salah satu yeast yang berperan penting dalam mekanisme fermentasi vinegar. Alkohol etanol yang terbentuk dalam fermentasi alkohol akan mengalami oksidasi menjadi asam asetat. Proses ini merupakan proses aerobik yang dibawakan oleh sejumlah bakteri asam asetat. Dalam proses fermentasi vinegar, banyaknya asam yang terbentuk akan sangat bergantung pada sejumlah faktor seperti jumlah etanol yang dihasilkan, konsentrasi bakteri asam asetat dalam kultur, konsentrasi substrat ketika proses fermentasi oleh bakteri penghasil asam terjadi serta kondisi lingkungan selama proses fermentasi tersebut dilakukan (Frazier & Westhoff, 1988; Diering et al, 2013; Rainieri & Zambonelli, 2009).

Berdasarkan penjelasan pada paragraph pertama maka dapat diketahui bahwa jumlah sel akan sangat berpengaruh terhadap derajat keasaman yang terbentuk. Pada hasil pengamatan tampak dimana didapatkan hasil yang sangat fluktuatif dan sama sekali tidak sesuai dengan kinetika pertumbuhan mikroba. Hadioetomo (1993) mengatakan bahwa analisa derajat keasaman sangat tidak cocok untuk mengukur kinetika pertumbuhan mikroba yang dihasilkan melalui proses fermentasi campuran. Hal ini disebabkan karena tingkat keasaman akan sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terjadi dimulai ketika awal proses inokulasi, awal proses fermentasi alkohol dan awal proses fermentasi asam.

Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan terkait fermentasi vinegar, diketahui bahwa bakteri penghasil asam dapat ditumbuhkan secara spontan dan dapat juga ditambahkan secara sengaja (Diering et al, 2013; Rainieri & Zambonelli, 2009). Pada praktikum, fermentasi asam dilakukan secara spontan. Proses fermentasi secara spontan memiliki kelemahan diantaranya tidak diketahui secara pasti seberapa banyak bakteri yang akan tumbuh dalam bahan. Pada pembuatan vinegar, bakteri berperan penting dalam menghasilkan sejumlah asam, oleh karenanya, proses fermentasi secara spontan secara umum juga akan menyebabkan pembentukan asam dengan jumlah yang tidak dapat diprediksi. Tidak diketahuinya seberapa banyak jumlah awal bakteri pada awal tahap fermentasi serta tidak diketahuinya morfologi dan umur bakteri selama fermentasi merupakan kelemahan utama yang menyebabkan tidak cocoknya fermentasi spontan untuk analisa kinetika berdasarkan pada derajat keasaman (Green & Goldman, 2008; Frazier & Westhoff, 1988). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu penjelasan yang paling berpotensi terkait analisa yang fluktuatif adalah karena proses fermentasi asam yang dilakukan secara spontan.

2.5.4. Hubungan Jumlah Sel Terhadap Optical DensityDalam analisa praktikum, perhitungan jumlah sel dilakukan dengan haemocytometer dengan bantuan mikroskop dan optical density yang merupakan pengukuran jumlah sel berdasarkan tingkat kekeruhan larutan yang kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer (Green & Goldman, 2008). Terkait metodologi dalam analisa jumlah mikroba yang tumbuh dalam suatu bahan, sebelumnya telah dikatakan oleh Green & Goldman (2008) bahwa terdapat dua metode analisa yaitu metode analisa secara langsung dan tidak langsung. Secara logis maka dapat dikatakan bahwa perbedaan diantara kedua metode analisis tersebut hanyalah pada tipe metode yang dilakukan. Hasil analisa yang tepat seharus menunjukan adanya kecocokan antara kedua metode pengujian tersebut (Green & Goldman, 2008).

Metode haemocytometer dan metode spektrofotometer memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Metode haemocytometer seperti dikatakan oleh Lai (2005) bahwa dilakukan secara manual untuk perhitungan. Metode analisis haemocytometer memang diketahui sebagai salah satu metode yang mudah dilakukan dan cepat namun demikian, ketelitian dan keakuratan merupakan salah satu kendala yang terkadang dihadapi dalam analisis haemocytometer. Metode analisis spektrofotometer dikatakan oleh Walker & Wilson (2011) sebagai salah satu metode yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dan juga salah satu metode yang cepat dalam analisis. Namun demikian, sensitivitas analisa pada metode spektrofotometer untuk analisa pertumbuhan mikroba terbatas hingga konsentrasi 107 saja, selain itu, kebersihan dan ketelitian selama analisa juga merupakan faktor yang menjadi perhatian (Walker & Wilson, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara hasil yang didapatkan berdasarkan metode haemocytometer dan analisa berdasarkan optical density. Ketelitian selama analisa merupakan permasalahan yang paling berpotensi terkait perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Tingkat ketelitian yang sangat kurang terutama nampak pada pengamatan menggunakan haemocytometer. Masalah ini juga merupakan salah satu permasalahan yang ditemukan terkait hasil analisa pada grafik 2 yaitu tentang hubungan jumlah sel dengan waktu (Walker & Wilson, 2011; Lai, 2005).

2.5.5. Hubungan Jumlah Sel Terhadap Total AsamSecara ilmiah, semakin lama proses fermentasi dilakukan maka akan semakin banyak juga asam yang dihasilkan oleh bakteri asam asetat. Seperti dijelaskan oleh Diering et al (2013) dan Frazier & Westhoff (1988) sebelumnya bahwa, bakteri penghasil asam akan memanfaatkan sejumlah alkohol etanol yang dihasilkan untuk menghasilkan asam. Secara proses fermentasi, seperti halnya penjelasan pada poin 2.5.3, proses fermentasi asam dalam praktikum dilakukan secara spontan. Proses yang terjadi secara spontan akan mengakibatkan adanya keberagaman umur dan morfologi bakteri pada tiap batch serta konsentrasi awal bakteri pada tiap batch. Keberagaman karakteristik bakteri pada masing-masing batch inilah yang menyebabkan adanya hasil yang fluktuatif pada grafik 5. Hasil inipun juga tampak sebanding dengan pengamatan pada grafik 3.

Analisa total asam dalam praktikum dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi menggunakan NaOH sebagai titran dan PP sebagai indikator. Analisa dengan metode titrasi dijelaskan oleh Toledo (2009) sebagai salah satu metode yang mudah dilakukan dan cepat, namun, keakuratan merupakan permasalahan yang sering dihadapi. Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka dibutuhkan ketelitian yang tinggi untuk menentukan titik akhir titrasi yang tepat. Berdasarkan penjelasan Toledo (2009) maka dapat juga dimungkinkan bahwa keakuratan yang kurang selama titrasi adalah aspek yang mempengaruhi hasil akhir analisa yang fluktuatif terkait analisa total asam yang dihasilkan selama proses fermentasi.

3. KESIMPULAN

Pertumbuhan mikroorganisme dalam suatu produk akan membentuk sebuah pola pertumbuhan sigmoid atau model kinetika Monod. Berdasarkan model kinetika monod, pertumbuhan mikroba akan melewati fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Kinetika pertumbuhan mikroorganisme dalam suatu bahan dapat dianalisis baik menggunakan analisa langsung maupun tidak langsung. Metode haemocytometer merupakan metode analisa langsung sedangkan uji optical density dengan spektrofotometer merupakan metode analisa tidak langsung. Analisa dengan metode haemocytometer dilakukan dengan perhitungan manual terhadap jumlah mikroba yang tampak pada mikroskop. Analisa dengan metode spektrofotometer menunjukan bahwa semakin keruh larutan maka menunjukan pertumbuhan mikroba yang semakin tinggi. Apel dalam fermentasi cider vinegar dimanfaatkan sebagai sumber substrat bagi mikroorganisme. Konsentrasi awal mikroorganisme, kandungan nutrisi dalam bahan pangan serta umur dan morfologi mikroorganisme merupakan faktor yang akan mempengaruhi lama dari tiap fase pertumbuhan mikroorganisme Ketelitian merupakan masalah utama terkait nilai fluktuatif pada hasil analisa.

Semarang, 26 Juni 2015Asisten Dosen :- Bernardus Daniel- Chaterine Meilani- Metta Meliani

Yeremia Adi Wijaya12.70.01524. DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A & A.I.Underwood. (1992 ). Analisa Kimia Kuantitatif . Erlangga . Jakarta.

Dierings, R; C.M. Braga; K. Marques da Silva; G. Wosiacki; dan A. Nogueira. (2013). Population Dynamics of Mixed Culture of Yeast and Lactic Acid Bacteria in Cider Conditions. An International Journal: Brazilian Archives of Biology and Technology Vol. 56(5): 837 847.

Frazier, W.C & D.C, Westhoff. (1988). Food Microbiology 4th Edition. McGraw Hill. New York.

Green, L.H & E, Goldman. (2008). Practical Handbook of Microbiology 2nd Edition. CRC Press. Boca Raton.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Huang, L, Hwang, A & J. Phillips. (2011). Effect of Temperature on Microbial Growth Rate Mathematical Analysis: The Arrhenius and Errying Polany Connections. Journal of Food Science Vol 76(8):553-560

Kilinc, B, Cakli, S, Tolasa, S & T, Dincer. (2006). Chemical, Microbiological and Sensory Changed Associated with Fish Sauce Processing. Eur.Food.Res.Technol Vol 222:604-613.

Lai, J. (2005). Automated Cell Count and Characterization. Departement of Mechanical Engineering. Standford University Press. USA.

Longobardi, G.P. (1994). Fed-Batch Versus Batch Fermentation. Didalam Bolz, D.W. (1994). Bioprocess and Biosystem Engineering. Springer-Verlag. Germany.

Monod, J. (1949). The Growth of Bacterial Culture. Annu.Rev.Microbiol.Vol 3:371-394.

Okpowasili, G.C & C.O, Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetics. African Journal of Biotechnology Vol 5(4):305-317

Panikov, N.S. (1995). Microbial Growth Kinetics. Springer Science & Business Media. New York.

Raineri, S & C, Zambonelli. (2009). Organisms Associated with Acetic Acid Bacteria in Vinegar Production. Didalam

Sutton, S. (2011). Measurement of Cell Concentration in Suspensio by Optical Density. Pharm.Microbiol.Forum.Newslett Vol 12(3):46-49

Swinnen, I.A.M; Bernaerts, K; Dens, E.J.J; Geeraerd, A.H & J.F, Impe. (2004). Predictive Modelling of the Microbial Lag Phase : Review. International Journal of Food Microbiology Vol 94:137-159

Tang, Y; Sussman, M; Liu, D; Poxton, I & J, Schwartzman. (2014). Molecular Medical Microbiology 3rd Edition. Academic Press. Amsterdam.

Toledo, M. (2009). Basic of Titration : Titration Theory. Market Support Annachem. Switzerland.

Walker, J & K, Wilson. (2011). Principle and Technique of Biochemistry and Molecular Biology. Cambridge University Press. United Kingdom.

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan Kelompok A1Rata-rata MO tiap petakN0 = = 8,25N24 = = 61,25N48 = = 34,75N72 = = 28,5N96 = = 18,5

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 3,3 x 107N24 = = 2,45 x 108N48 = = 1,39 x 108N72 = = 1,14 x 108N96 = = 7,4 x 107

Total asamN0 = = 10,56 mg/mlN24 = = 13,44 mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,67 mg/ml

Kelompok A2Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 86N48 = = 128N72 = = 171,25N96 = = 188,25

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,44 x 108N48 = = 5,12 x 108N72 = = 6,85 x 108N96 = = 7,53 x 108

Total asamN0 = = 10,56N24 = = 12,48N48 = = 12,29N72 = = 12,10N96 = = 12,48

Kelompok A3Rata-rata MO tiap petakN0 = = 2N24 = = 73N48 = = 80.75N72 = = 92.5N96 = = 162.75

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 8,00 x 107N24 = = 29,2 x 107N48 = = 32,3x 107N72 = = 37 x 107N96 = = 65,1 x 107

Total asamN0 = = 10,368 mg/mlN24 = = 13,056mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,86 mg/ml

Kelompok A4Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 96,5N48 = = 104,5N72 = = 89,5N96 = = 120

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,86 x 108N48 = = 4,18 x 108N72 = = 3,58 x 108N96 = = 4,8 x 108

Total asamN0 = = 10,94N24 = = 12,29N48 = = 12,10N72 = = 12,48N96 = = 12,48

Kelompok A5Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 78N48 = = 37,75N72 = =41,75N96 = = 31

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,12 x 108N48 = = 1,51 x 108N72 = = 1,67 x 108N96 = = 1,04 x 108

Total asamN0 = = 11,14N24 = = 12,86N48 = = 12,67N72 = = 12,10N96 = = 12,86

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal