keratomikosis lisa edit

57
Nama : Tn. Y Umur : 49 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Suku/Bangsa : Mandar/ Indonesia RM : 648701 Agama : Islam Pekerjaan : Petani Alamat : Purnakarya Carangki Tanralili Rumah sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Dokter pemeriksa : dr. J Tgl. Pemeriksaan : 28 Januari 2014 ANAMNESIS Keluhan utama: Mata kiri kabur Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 3 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat terkena butiran padi ± 1 bulan yang lalu . Setelah 1 minggu muncul bercak putih di mata hitam. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+) seperti tertusuk-tusuk, sulit membuka mata (+), air mata 1

Upload: nadhirah-mohd-noh

Post on 14-Dec-2015

285 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Nama : Tn. Y

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Mandar/ Indonesia

RM : 648701

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Purnakarya Carangki Tanralili

Rumah sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Dokter pemeriksa : dr. J

Tgl. Pemeriksaan : 28 Januari 2014

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Mata kiri kabur

Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak ± 3 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat

terkena butiran padi ± 1 bulan yang lalu . Setelah 1 minggu muncul bercak putih

di mata hitam. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+) seperti tertusuk-tusuk, sulit

membuka mata (+), air mata berlebih (+), rasa mengganjal (+),silau (+), rasa

berpasir (+), kotoran mata berlebih (+).

Riwayat HT dan riwayat DM tidak diketahui. Riwayat berobat 1 minggu

yang lalu di RS. Maros dan oleh dokter diberi obat tetes yang tidak diketahui

namanya, merasa tidak ada perbaikan sehingga pasien dirujuk ke poli Mata

RSWS.

1

TANDA VITAL

Status Generalis : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 78x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,7 C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

1. Inspeksi

(GAMBAR)

PEMERIKSAAN OD OSPalpebra Edema (-) Edema (+) minimalApparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) hiperlakrimasi (+)Silia Normal Sekret (+) mukopurulen

Konjungtiva Hiperemis (-)Hiperemis (+), mixed injeksi (+)

Bola mata Normal NormalKornea Jernih Keruh seluruh permukaan

Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasi

Iris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasiPupil Bulat, sentral Sulit dievaluasiLensa Jernih Sulit dievaluasi

2

Mekanisme Muskular Ke segala arah Ke segala arah

2. Palpasi

PEMERIKSAAN OD OSTensi Okuler Tn TnNyeri Tekan (-) (-)Massa Tumor (-) (-)Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri

Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Visus

- VOD : 6/9,5 - VOS : 1/tak terhingga

5. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Color sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

3

++

++

++

++

8. Penyinaran oblik

No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra1

2

345

6

Konjungtiva

Kornea

Bilik Mata DepanIrisPupil

Lensa

Hiperemis (-)

Jernih

NormalCokelat, kripte (+)Bulat,sentral, refleks cahaya (+)Jernih

Hiperemis (+),Mixed injectio (+)

Keruh seluruh permukaan di daerah sentral sampai ke parasentralHipopion (+)Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi

9. Slit lamp

(Gambar)

- SLOD: Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris cokelat, kripte

(+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih.

- SLOS: Sekret mukopurulen, konjungtiva hiperemis (+), mixed

injectio (+), hipopion (+) ukuran 5x5 mm

10. Tes Fluoresens : tidak dilakukan pemeriksaan

11. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% : tidak dilakukan

pemeriksaan

12. Funduskopi :Tidak dilakukan pemeriksaan

4

RESUME

Laki laki umur 47 tahun datang ke poli Mata RS. Wahidin Sudirohusodo dengan

keluahan mata sebelah kiri kabur yang dialami sejak ± 3 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit akibat terkena butiran padi ± 1 bulan yang lalu .

Setelah 1 minggu muncul bercak putih di mata hitam. Gatal (+), mata merah (+),

nyeri (+) seperti tertusuk-tusuk, sulit membuka mata (+), air mata berlebih (+),

rasa mengganjal (+),silau (+), rasa berpasir (+), kotoran mata berlebih (+).

Riwayat HT dan riwayat DM tidak diketahui. Riwayat berobat 1 minggu

yang lalu di RS. Maros dan oleh dokter diberi obat tetes yang tidak diketahui

namanya, merasa tidak ada perbaikan sehingga pasien dirujuk ke poli Mata

RSWS.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS

hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada

silia sekret (+), apparatus lakrimalis lakrimasi (+), kornea keruh (+), BMD

hipopion (+) dan detail lain sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan

VOD : 6/7,5 VOS: 1/300.

Pada pemeriksaan slit lamp OS didapatkan Konjungtiva hiperemis (+),

injeksi konjungtiva (+), injeksi perikornea (+),kornea keruh, tes flouresens (+),

iris dan detail lain sulit dievaluasi.

DIAGNOSIS

OS Ulkus kornea susp. Keratomikosis

Differential Diagnosis

OS Keratitis Bacterial

TERAPI

Terapi Topikal

5

C. Natacen 5% ED 6x1 gtt OS

Terapi oral

Na. Diclofenat 50mg 2x1

Ketokonazole 2x1 tab hri I, lanjut 1x1 tab hari II-VII

PROGNOSIS

1.Quo ad vitam : Bonam

2.Quo ad sanationem : Dubia

3.Quo ad visam : Dubia et malam

4. Quo ad cosmeticum : Dubia

DISKUSI

Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata

kiri yang dialami sejak ± 1 bulan yang lalu, akibat terkena biji padi. Gatal

(+), mata merah (+), nyeri (+), lakrimasi (+), rasa mengganjal (+),

fotofobia (+), rasa berpasir (+), sekret (+).

Riwayat HT(-), riwayat DM (-), riwayat berobat 2 minggu yang lalu

di RS Maros dan di beri tetes mata, pasien lupa nama obat tetesnya.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS

hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada

silia sekret (+) mukopurulen, apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea

keruh (+), BMD hipopion (+) ukuran 5x5 mm dan detail lain sulit dievaluasi. Pada

pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/9,5 VOS: 1/tak terhingga.

Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan Konjungtiva hiperemis (+), injeksi

konjungtiva (+), injeksi perikornea (+), kornea keruh, iris dan detail lain sulit

dievaluasi.

Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan oftalmologi, serta

pemeriksaan penunjang tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien

menderita oculi sinistra keratomikosis.

6

Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh

jamur. Biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting

pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur

bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan

pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat. Predisposisi

utama adalah para petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau

sejenisnyadilapangan berumput tanpa memakai pelindung mata.

Kotikosteroid merupakan faktor utama lainnya yang mengaktivasi jamur

dan meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi kornea

terhadap infeksi.

Dari anamnesis didapatkan predisposisinya adalah pekerjaan pasien

yaitu petani disertai dengan riwayat terkena getah pohon sawit. Gejala

yang dirasakan oleh pasien adalahberupa nyeri pada mata kiri, gejala nyeri

terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf nyeri sehingga

setiap lesi pada kornea baik superfisial maupun dalam akan memberikan

rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada

kornea. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa berair, rasa

mengganjal dan sering silau jika melihat cahaya.Fotofobia yang terjadi

biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi

pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada

ujung serabut saraf pada kornea. Blefarospasme merupakan renjatan otot

M.orbicularis oculi akibat adanya spasme iris.

Fotofobia yang terjadi mengakibatkan gangguan pembiasan cahaya

pada retina tidak pada satu titik dikarenakan adanya kekeruhan pada

kornea sebagai media refrakta. Hal ini juga menyebabkan terjadinya

penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh karena adanya defek pada

kornea sehingga menghalangi refleks cahaya yang masuk ke media

refrakta, terutama jika letaknya di sentral.

Ditemukakan juga hiperlakrimasi karena yang mempersarafi

apparatus lakirimalis sama dengan yang mempersarafi kornea, yaitu

7

N.Trigeminus cabang I sehingga apabila terjadi inflamasi di kornea maka

berpengaruh pada apparatus lakirimalis. Injeksi perikorneal yang

merupakan pelebaran pembuluh darah perikorneal atau arteri siliaris

anterior serta injeksi konjungtiva yang merupakan pelebaran arteri

konjungtiva posterior yang terjadi akibat adanya infeksi.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan penurunan visus pada mata yang

mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga

menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta.

Pada pemeriksaan slit lamp BMD tampak hipopion (+), iris, pupil,

lensa sulit dinilai akibat adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis

didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva dan perikornea.

Berbeda dengan keratitis bacterial, dari anamnesis dan pemeriksaan

fisis umumnya didapatkan kondisi yang mengancam penglihatan. Secara

klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,

fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,

inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.

Pada pemeriksaan mikroskopik KOH 10% ditemukan hifa yang

membantu untuk menentukan mikroorganisme penyebab defek kornea

serta penegakan diagnosis untuk menyingkirkan differensial diagnosis.

Penatalaksanaan topikal yang diberikan adalah tetes mata anti fungi

natamycin suspensi ophthalmic 5% golongan polyene, yang bersifat

spectrum luas terhadap fungal filamentaous yang disebabkan oleh

fussarium spp yang paling umum penyebab keratomikosis,dengan cara

melisiskan membran jamur.

Obat oral yang diberikan adalah ketokonazole selama 7 hari sebagai

antifungi. Keratomikosis diobati dengan antimikotik seperti amfoterisin,

nistatin, dan lain-lain. Jika pengobatan topical tidak memberikan efek

perbaikan, dapat dilakukan keratoplasti. Penyulit yang dapat terjadi pada

keratomikosis adalah endoftalmitis.

8

9

KERATOMIKOSIS

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.

Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih

dan memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif

terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur).

Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka

jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan terjadi

peradangan pada kornea (keratitis).(1)

Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea

yang terkena, seperti keratitis superfisialis dan interstisial atau profunda.

Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata,

keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal dan reaksi

terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari bakteri, jamur atau virus.

Yang menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari pasien, yang

memungkinkan perkiraan diagnosis dari spesialis mata, hal ini menolong

dalam menyesuaikan pemberian terapi anti infeksi.(2)

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah

kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam

penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh

infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat

di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan

stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi jamur pada

kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara

oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini,

padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai

dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang

tropis dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah

10

pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis obat anti jamur yang

masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta perjalanan

penyakitnya yang sering menjadi kronis.(3)

Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur,

Keratomycosis disebut juga keratitis fungi yang merupakan infeksi jamur

yang menyerang kornea.(3)

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO (World Health Organization), penyakit kornea

merupakan antara penyebab utama penurunan visus dan kebutaan, dengan

katarak menduduki ranking pertama. Sedang di Asia keratomikosis

khususnya, merupakan antara kausa mayor kebutaan. Di China, insidens

keratomikosis terus meningkat sejak 8 dekade yang lalu. Manakala di

daerah bersuhu rendah seperti di Inggris dan Amerika Serikat Utara masih

jarang terjadi keratitis akibat infeksi jamur, umumnya kurang dari 5%-

10% . Keratomikosis filamentosa didapati lebih sering terjadi di daerah

Amerika Serikat yang lebih hangat dan lebih lembab dari daerah lain di

negara tersebut.(1)

Tipe Aspergillus merupakan tipe jamur penyebab keratomikosis

tersering ditemukan di seluruh dunia. Dari suatu studi di India, Aspergillus

ditemukan terbanyak dengan persentase 27-64%, diikuti Fusarium (6-

32%) dan spesis Penicillium (2-29%). Keratomikosis lebih sering terjadi

pada laki-laki dibanding wanita dan pada pasien dengan riwayat trauma

okuler.(1)

Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut

lokasi geografi dan rata – rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di

florida. Spesies Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling

umum di Amerika Selatan (45-76% fungal keratitis), spesies Candida and

Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara. Pada tahun 2006, the Centers

11

for Disease Control andPrevention (CDC) menerima laporan dari

oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan menggunakan

lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara internasional,

Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus

keratitis jamur. Keratomikosis lebih sering ditemukan pada laki – laki

dibanding perempuan dan lebih sering ditemukan pada pasien yang

mempunyai riwayat trauma ocular di luar rumah.(3)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

1. Anatomi

Gambar 1 : Anatomi kornea (1)

12

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang

menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera di

limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.(4)

Permukaan kornea dibentuk oleh epitel skuamosa non keratin yang

dapat meregenerasi dengan cepat bila terjadi kerusakan.Dalam hitungan

jam,kerusakan epitel ditutup dengan migrasi sel dan pembelahan sel yang

cepat. Namun, ini terjadi bila stem sel limbus di limbus korneatidak rusak.

Regenerasi kornea tidak akanberlangsung jika sel-sel ini rusak. Sebuah

epitel utuh berfungsi untuk melindungi bagian dalamnya terhadap infeksi,

kerusakan pada epitelakan memudahkan patogen untukmasuk ke mata.(1)

Kornea memiliki diameter horizontal 11 – 12 mm dan berkurang

menjadi 9 – 11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa

rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama: (5)

1. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata

prekornea.

2. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

3. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu

penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri

atas: (6)

1. Epitel

Tebalnya 50µm, terdiri atas lima atau enam lapis sel epitel tidak bertanduk

yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel

gepeng. Lapisan tersebut dibagi menjadi lapisan sel basal: sel kuboid

dimana pembelahan sel terjadi. Wing sel: lapisan kedua adalah berbentuk

sayap agar sesuai dengan permukaan anterior sel basal yang bulat. Sel

superfisial: tiga lapisan sel berikutnya menjadisemakin menyatu karena

13

aktivitas mitosis dalam lapisan sel basal.Sel-sel paling superfisial

melepaskan diri dari permukaan sebagaiproses normal.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.(7)

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari

ektoderm permukaan. Membrana basal sel-sel berlapis epitel skuamosa

menjadi perantara sebelum membrana Bowman. Lapisan ini sangat tahan

tetapi tidak dapat melakukan regenerasi. Akibatnya, cedera pada lapisan

Bowman biasanya menghasilkan sikatrik pada kornea. (1)

2. Membrana Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Stroma adalah jaringan yang sangat braditrofik. Sebagai jaringan avascular.

Namun, avascular yang membuatnya menjadi situs istimewa untuk dilakukan

pencangkokan. Kornea transplantasi dapat dilakukan tanpa mengambil

jaringan sebelumnya. Peningkatan risiko penolakan hanya perlu dikhawatirkan

jika kornea resipien memiliki vaskularisasi yang mungkin terjadi setelah

cedera kimia atau peradangan. Pada beberapa kasus pencangkokan

memerlukan terapi imunosupresif dengan cyclosporin.(1)

14

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara

serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat

kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.(1)

4. Dua’s Layer

Gambar diambil dari kepustakaan 14

Para ilmuwan telah menemukan sebuah lapisan yang sebelumnya tidak

diketahui pada mata manusia. Lapisan tersebut disebut dua’s layer, struktur

tipis tetapi kuat, ketebalannya hanya 15 mikron, dimana satu mikron sama

dengan satu juta meter dan lebih dari 25.000 mikron sama dengan satu inci.

Lapisan ini berada di belakang kornea, sensitif, jaringan transparan di bagian

paling depan mata yang membantu memfokuskan cahaya yang masuk.(14)

15

Lapisan ini dinamai penemunya, Harminder Dua, seorang profesor

optalmologi dan ilmu visual Universitas Nottingham. Dua mengatakan bahwa

temuan ini tidak hanya mengubah pengetahuan mengenai anatomi mata

manusia, tetapi juga akan membuat operasi lebih aman dan sederhana pada

pasien dengan cedera di lapisan ini. Dua’s layer menambahkan lima lapisan

kornea sebelumnya.(14)

Para ilmuwan mempercayai bahwa hidrops kornea, penonjolan kornea

disebabkan karena penumpukan cairan pada pasien dengan keratokonus

(deformitas kornea berbentuk kerucut), disebabkan oleh robekan pada Dua’s

layer, dimana air yang berasal dari dalam mata masuk dan menimbulkan

penumpukan.(14)

5. Membrana Descemet (1)

Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel

endotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

Membrana descement adalah membran pada posterior kornea yang

berdekatan dengan bilik mata depan.

Membran descement merupakan membran yang relatif kuat yang akan

mempengaruhi bentuk ruang anterior bahkan bila stroma kornea telah

benar-benar rusak. Karena merupakan membran basal, jaringan yang

hilang akan diregenerasi oleh sel endotel fungsional.

6. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal

20-40 um. Endotel melekat pada membran descement melalui

hemidesmosom dan zonula okluden. Endotelium kornea bertanggung

jawab atas transparansi kornea. Endotelium kornea tidak mengalami

16

regenerasi, kerusakan endothelium akan ditutup oleh pembesaran sel dan

migrasi sel.(1)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.

Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap

kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens

disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang

terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

kornea. (1)

2. Fisiologi Kornea

Fungsi utama kornea adalah sebagai membran protektif dan sebuah “jendela”

yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan

oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang bersifat deturgescence.

Deturgescence, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh

pompa aktif bikarbonat dari endothelium dan fungsi penghalang dari epitel dan

endotel. Endotelium lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan

kimia atau kerusakan fisik pada endotelium ini jauh lebih serius daripada

kerusakan epitel. Penghancuran sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan

hilangnya transparansi. Di sisi lain, kerusakan epitel hanya bersifat sementara,

edema lokal dari stroma kornea yang membersihkan ketika sel-sel epitel

beregenerasi. Penguapan air dari film air mata precorneal menghasilkan

hipertonisitas film, bahwa proses dan penguapan langsung adalah faktor-faktor

yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan

dehidrasi (7)

Penetrasi kornea utuh oleh obat adalah bifasik. Zat yang larut dalam lemak

dapat melewati epitel utuh danzat larut dalam air dapat melewati stroma utuh.

Untuk melewati kornea, obat harus memiliki kemampuan larut dalam lemak dan

larut dalam air.(4)

17

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

diperoleh dari 3 sumber, difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya, difusi dari

humor aquous, dan difusi dari film air mata.(1)

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut

dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar

dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada

film air mata juga melindungi mata dari infeksi.(1)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.

Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap

kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens

disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang

terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

kornea. (1)

IV. ETIOLOGI

Keratomikosis infeksi jamur yang biasanya dimulai dengan suatu

ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan.

Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap

sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang

tidak tepat.(4)

Organisme yang paling umum berbeda dalam wilayah geografis

yang berbeda dari Amerika Serikat: Candida albicans di utara dan timur

laut dan Fusarium di selatan. Aspergillus adalah lazim di kedua daerah.

Tidak seperti keratitis bakteri, jamur keratitis cenderung menjadi proses

yang lebih lamban. Juga tidak seperti keratitis bakteri, kerokan kornea

dangkal mungkin positif pada sampai dengan 85% dari kasus. Organisme

jamur cenderung untuk menembus jauh ke dalam substansi jaringan

18

daripada menyebar sepanjang permukaan atau di sepanjang pesawat antara

lamellae kornea. Organisme jamur mudah dapat menembus membran

suatu descemet utuh ke dalam ruang anterior, menyebabkan hypopyon

awal dalam perjalanan penyakit, bahkan sebelum jaringan episcleral

menjadi klinis meradang. Secara karakteristik, steroid topikal digunakan

sebelum organisme menjadi didirikan di jaringan kornea.(8)

Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer.

Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh Pesudomonas,Streptococcus,

virus, jamur dan alergi. Tukak kornea sentral akibat jamur pada saat

sekarang dianggap sangat penting karena insidensnya yang meningkat.

Pemakaian steroid akan menambah kemungkinan berjangkitnya infeksi

jamur pada mata. Tukak kornea akibat jamur berwarna abu – abu, kotor,

berbentuk sirkuler, dengan permukaan yang kasar dan meluas secara

perlahan – lahan. Ulkus sedikit menonjol disertai gambaran sebaran

infiltrat atau abses seperti satelit pada abses primer sehingga terdapat

gambaran yang disebut sebagai fenomena satelit. Terlihat penebalan

endotel kornea pada ulkus ini.(8)

Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun,

dan infeksi. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien,

besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri,

jamur, amuba, dan virus.1 Jamur penyebab ulkus kornea biasanya oleh

karena Aspergillus, Candida, Fusarium,Penicillium yang berkaitan dengan

trauma ( terutama yang melibatkan batang pohon, atau sayuran),

pemakaian lensa kontak, penggunaan steroid topikal, defek epitel yang

tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya tahan tubuh. Ulkus ini

memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel.

Jamur dapat berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement.(5,8)

Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan

oleh tumbuh – tumbuhan atau pada mereka dengan imunosupresi.(8)

19

Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan: (2)

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-

cabang hifa.

Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,

Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp,

Curvularia spp, Altenaria spp.

Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.

2. Jamur ragi (yeast)

Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candidaalbicans,

Cryptococcus spp, Rodotolura spp.

3. Jamur difasik

Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan

membentuk miselium: Blastomices spp,Coccidiodidies spp, Histoplasma spp,

Sporothrix spp. Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial,

secara umum gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi kornea yang

dilaporkan di klinik dari amerika serikat.

V. PATOFISIOLOGI

Keratomikosisdapat terjadi setelah memprena paparan bahan

tanaman ke dalam mata.,biasanya Aspergillus fusarium dan spesies

Cephalosporium. Pada pasien lemah atau pasien imunosupresi, infeksi

jamur cenderung lebih disebabkan oleh Candida dan ragi lainnya.(9)

Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor

resiko yang penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para

petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang

20

menggunakan peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa memakai

pelindung mata. Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa

yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis

fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor lainnya,

Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur

dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya

penggunaan kortikosteroid topical selama akhir dekade ke-empat

merupakan implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis

fungal selama periode tersebut.(10)

Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi

respon sistem imun, karena itu merupakan predisposis terjadinya keratitis

fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk operasi kornea (contohnya

keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis kronis (contohnya herpes

simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).(10)

Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi

pada mata terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan

sebagai penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di

isolasi telah dapat diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur

berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya spesies Fusarium dan

Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen, termasuk

didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk

didalamnya spesies Candida).(3)

Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada

epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada

jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium

biasanya disebabkan dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa,

benda asing, operasi kornea). Organisme dapat menembus kedalam

membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen

21

posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan

yang ada.(3)

Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis

fungal. Pada kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus

membran Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. Akumulasi ini

dapat dilihatdalam bentuk klinis dan dapat ditemukan pus atau

pembentukan abses. Organisme dan respon host berkontribusi terhadap

kerusakan kornea, termasuk ulserasi(3)

Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh

karena adanya suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya

perubahan menjadi patologi dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi

dalam empat fase, yaitu : infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan

sikatrik.(13)

1. Stadium infiltrasi progresif

Stadium ini mempunyai karakter pada infiltrasinya dimana terdapat

polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam epitel yang berasal

darisirkulasi perifer yang dipacu oleh sel yang berasal dari batas disekitar

stroma ketika jaringan ini juga terkena efeknya.(13)

2. Stadium ulserasi aktif

Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan dari epitel, membrane

bowman dan stroma. Dinding yang mengalami ulserasi aktif membuat

lamela menjadi bengkak oleh karena adanya imbibisi dari cairan dan

penumpukan leukosit diantara lapisan tersebut.(13)

3. Stadium regresi

Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh alamiah dari tubuh

dan pengobatan yang sesuai dengan respon tubuh. Batas dermacation akan

tumbuh disekitar ulkus, yang mana mengandung leukosit dan fagosit serta

22

debris seluler nekrosis. Proses ini dibentuk oleh vaskularisasi superficial

yang meningkat oleh respon imun dan humoral.(13)

4. Stadium sikatrik

Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung oleh progresifitas

epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat skar dari proses

penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada daerah

superficial dan hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai membrane

Bowman dan sedikt pada lamela stroma superficial maka akan

menimbulkan terjadinya scar yang disebut dengan nebula, yang terlihat

apabila hanya menggunakan slit lamp, macula (terlihat apabila

menggunakan pen light dengan cara iluminasi obliq), sedangkan leukoma

yang dapat terlihat secara langsung tanpa menggunakan alat.(13)

Gambar stadium ulkus. (A) infiltrasi progresif

(B) ulserasi aktif, (C) regresi, (D) sikatrik(13)

VI. GEJALA KLINIS

23

Gambar 2 : keratitis fungi (2)

Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,

tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea

yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena

kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea

menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap

sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan

membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan

penglihatan terutama jika letaknya di pusat. .(11)

Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris

beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks

yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat

pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena

hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik

berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai

penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri

purulen.(11)

Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek

pada epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga

terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueusflare (protein

24

pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan

terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,

histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya

eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva,

injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada

sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat

menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk

bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp

dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.(10)

Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan

dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan bisa memberikan tanda

injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi

superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada

permukaan kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata

yang bisa dilihat pada saat kerokan diagnostik. Bisa juga ditemukan

infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan. Sebagai

tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak

endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup

besar atau dalam.(10)

Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk

umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma

kornea, biasanya dari bahan organik. Termasuk dalam resiko tinggi adalah

trauma (benda asing, lensa kontak), penggunaan imunosupresan sistemik

atau pada mata, juga pada penyakit atau terapi dengan immunosupresan

(transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal steroid, dan

penggunaan antibiotik dalam jangka lama. Infeksi jamur juga sangat sering

ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis.(3,4)

25

Pasien dengan keratitis fungal cenderung memiliki tanda dan gejala

inflamasi sepanjang permulaan periode dibanding dengan keratitis

bakterial dan bisa terdapat sedikit atau tidak injeksio konjungtiva

sepanjang awal presentasi. Keratitis fungal filemantous sering

bermanifestasi sebagai warna putih keabu-abuan, penampakan infiltrat

kering sebagai bulu yang ireguler atau tepi filamentous. Lesi-lesi

superfisial tampak putih keabu-abuan diatas permukaan kornea, kering,

kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi dengan mengosok kornea.

Kadang-kadang, multifokal atau infiltrat satelit dapat ditemukan,

walaupun jarang dilaporkan.(3,4)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.(2,3)

1. Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan

oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika

melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya

riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya

penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka

panjang.

2. Pemeriksaan fisis

a. Visus

Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi

oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi

cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.

b. Slit lamp

Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan

pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva

26

ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang

tidak spesifik, termasuk didalamnya:

Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea

Supurasi

Infiltrasi stroma

Reaksi pada bilik depan

Hipopion

3. Pemeriksaan penunjang

a. Tes fluoresein.

Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan

kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau

menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru

menunjukkan daerah yang intak).

27

Gambar Keratomikosis(15)

b. Pewarnaan gram,KOH dan kultur.

Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.

Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada

beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif

belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah

melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula

Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat

dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India,

dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%

dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai

dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu

biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential

interference contrastmicroscope untuk melihat morfologi jamur dari

kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan.

Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak

maltosa.

c. Gambaran Histopatologi.

Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea

ditemukan adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel

28

pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma

menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya

berhubungan dengan infeksi yang progresif.

VIII. DIAGNOSA BANDING

1. Keratitis bakterial

Gambar 4 : keratitis bakterial(2)

Bakterimerupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme

yang biasanya terlibat yaitu Pseuomonas aeroginosa,Staphylococcus aureus,

S. epidermidis. Streptococcuspneumoniae, Haemophilus influenza dan

Moraxella catarrhalis.Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K.

aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh arena dapat

berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus

kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai

penyebabnya, walaupun demikian secret yang berwarna kehijauan dan bersifat

mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa. Kebanyakan

ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.(3,5)

Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh

kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi

aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya

kokus gram positif, Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus

pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat

atau lonjong, berwarna putih abu – abu pada anak tukak yang supuratif, daerah

29

kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat

infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak

akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau

terlihat melekat pada permukaan tukak.(3)

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan.

Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,

fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,

inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.

Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri

anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh.

Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi

kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bacterial.(5)

2. Keratitis viral

Gambar 5 : Keratitis herves simplex(6)

Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks,

Herpes Zoster, Adenovitus. Herpes virus menyebabkanulkus dendritik yang

bersifat rekuren pada tiap individu, akibatreaktivasi virus laten di gangglion

Gasserian, serta unilateral.Pada virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini

dimulai deganinjeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel

dipermukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul denganbentuk

dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas darikornea. Biasanya juga disertai

dengan pembesaran kelejarpreaurikuler.(4)

Pada keratitis yang disebabkan oleh virusmemberikan gambaran

seperti infiltrat halus berbintik-bintikpada daerah depan kornea, biasanya

30

bilateral dan berjalan kronistanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun

tanda akut.(4)

IX. PENATALAKSANAAN

Secara konservatif, rawat inap dianjurkan saat terapi dimulai

kerana keratomikosis memerlukan terapi yang lama dan teliti. Sebelum

pemberian sebarang terapi antimikotik, hendaklah dilakukan kerokan

kornea terlebih dahulu menggunakan silet surgical untuk mengurangi

koloni jamur di kornea dan untuk membantu penetrasi agen anti jamur.(12)

Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis

keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi:(12)

a. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.

b. Jamur berfilamen.

c. Ragi(yeast).

d. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.

Untuk golongan I: Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat

terpilih), Imidazole (obat terpilih).

Untuk golongan II: Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat

terpilih), Imidazole (obat terpilih).

Untuk golongan III: Amphotericin B, Natamycin, Imidazole.

Untuk golongan IV: Golongan Sulfa, berbagai jenis antibitotik.

Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi

awal. Diberikan juga obat siklopegik (atropin) guna mencegah sinekia

posterior untuk mengurangi uveitis anterior.

Agen anti jamur dibagi kepada beberapa kelompok: (12)

1. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B.

Berdaya anti fungi dengan mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu

permeabilitas membran jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler.

31

Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan lisis permanen

pada membran dibanding perubahan reversibel oleh molekul besar seperti

Nystatin. Amphotericin B tidak larut dalam air dan tidak stabil pada oksigen,

cahaya, air, dan panas. Golongan ini mempunyai daya antifungi spectrum luas

tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia. Golongan ini efektif

terhadap infeksi jamur tipe filamentosa dan yis.(2,3)

a. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan

Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis

pemberian setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam

kedua, dan di tappering off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien

terhadap obat. Tersedia secara komersial dan bila diragukan kestabilannya,

bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan

akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk keratitis filamentosa kausa jamur

tipe Aspergillus sp.

b. Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme

filamentosa seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap

Fusarium sp. Pengobatan topical hendaklah diberikan selama 6 minggu.(12)

2. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole,

fluconazole, itraconazole, econazole, dan klotrimazole.2 Golongan Imidazol,

dan ketokonazole dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan

Candida.1,3 Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet.1 Ketoconazole

oral (200-600 mg/hari) dapat dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada

keratomikosis filamentosa berat, dan fluconazole oral (200-400 mg/hari)

untuk keratitis yeast berat. Itraconazole oral (200 mg/hari) mempunyai kesan

spektrum-luas terhadap semua Aspergillus sp dan Candida tetapi kerja yang

bervariasi terhadap Fusarium. Voriconazole oral dan topical dilaporkan

bermanfaat untuk keratomikosis yang tidak berespon terhadap pengobatan

yang telah disebutkan sebelumnya.(12)

a. Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada

konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel.

32

b. Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan terdapat

dalam kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka

pemberiannya harus dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis

yang lebih lanjut. Karena kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan

baik ke dalam jaringan okuler, ia merupakan pilihan pengobatan bagi

keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian obat tersebut juga melihat

kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma. Dosis dewasa 200-

400 mg/d, dengan dosis maksimum 800 mg/d. Antimikotik sistemik

diberikan pada kasus keratitis berat atau endoftalmitis. Apabila terjadi

perburukan atau semakin bertambahnya infeksi pada kornea walaupun

terlah mendapatkan pengobatan anti fungi yang maksimum maka perlu di

lakukan operasi. Operasi dilakukan tergantung dari keadaan saat itu, luas

lesi dan tingkat kerusakan dari kornea. Ada beberapa jenis operasi, yang

antara lain ; (3)

Corneal Scrapping.

Dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut dapat

ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana penyembuhannya

cepat dan tidak menimbulkan scar.

Keratectomy.

Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih dalam atau deep injury

dimana kerusakan kornea menimbulkan terbentuknya jaringan ikat

sehingga menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana akan

menghalangi cahaya yang menuju ke retina. Operasi dilakukan dengan

cara membelah kornea untuk menggapai area yang mengalami scar

kemudian membersihkan daerah yang opak dan daerah yang

mengalami infeksi dengan menggunakan mikroskop.

Cornea transpalant (penetrating keratoplasty).

Apabila infeksi menyebabkan kornea tidak dapat diperbaiki lagi,

dimana telah terjadi kekeruhan maka tindakan keratoplasty dapat

dilakukan, dimana operasi dilakukan dengan mengangkat bagian

33

sentral dari kornea yang keruh kemudian menggantinya dengan

donated clear cornea. Sebuah penelitian di China menunjukkan dari

108 kasus dengan severe keratomycosis,sekitar 86 pasien (79,6%)

yang mendapatkan kornea graft memiliki kornea yang jernih setelah

dilakukan follow up dalam 6 – 24 bulan, tidak terdapat rekurensi dari

fungal keratitis dan visus pasien didapatkan antara 40/200 – 20/20 dan

dari penelitian tersebut muncul beberapa komplikasi yang antara lain :

Rekurensi fungal keratitis 8 mata (7,4 %)

Cornea graft rejection pada 32 mata (29, 6%)

Glaukoma sekunder pada 2 mata (1,9%)

Katarak pada 5 mata (4,6%)

Dari penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa keratoplasty

merupakan terapi efektif untuk fungal keratitis yang tidak berespon

pada pengobatan anti jamur dan sebaiknya operasi ini dilakukan di

awal sebelum penyakit menjadi lebih buruk.

Sampai saat ini pengobatan dengan steroid masih kontroversi.

Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut:(10)

a. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi

sebagai inkubator

b. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari

c. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder

d. Debridemen sangat membantu penyembuhan

e. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali

keadaan berat.

Terapi keratitits fungal sangat sulit. Kebanyakan obat antifungi

hanya bersifat fungistatik dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang

tidak nampak) dan memperpanjang perjalanan terapi. Tanpa bantuan

imunitas yang utuh untuk menekan organisme, pengobatan fungistatik

menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan

34

keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B,

natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); imidazole (clortrimazole,

miconozole, econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole,

itraconazole); dan sulfadiazine. Natamycin hanya dapat diberikan secara

topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang ada. Steroid

kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi penyakit.(2)

Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan

kasus keratitis fungal filamentaous, terutama yang disebabkan oleh

fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi

eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan. Mikonazole

topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas

Paecilomyces lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian

menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%) sangat berkhasiat pada

pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast. Ketokonazole

oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk tambahan terapi pada

beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/

hari) untuk beberapa keratitis fungal tipe yeast.(10)

Atropin 1% atau scopolamine 0,25% dapat digunakan untuk

mencegah perlengketan antara iris dan lensa atau kornea. Pemberian

kortikosteroid masih kontroversi karena merupakan kontra indikasi pada

infeksi virus, tapi ini dapat mencegah terjadinya perforasi kornea.

Penggunaan kortikosteroid harus dikurangi secara bertahap untuk

mencegah rebound inflamasi. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi

rasa nyeri.(3,5)

Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai

terapi awal ketika memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak teratur.

Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan

intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal

antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi

35

pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal

berespon atau pada terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi

keadaan menjadi lebih buruk.(4)

Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu:(2)

1. Debridement.

2. Flap konjungtiva, partial atau total.

3. Keratoplasti tembus.

Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria

penyembuhan antara lain adalah adanya penumpulan (blunting atau

rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi

satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah

sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri

atau virus. Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu

menyatakan bahwa terapi tidak berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi

akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis

diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.(2)

X. KOMPLIKASI

Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi

kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis

36

disbanding dengan normal sehingga peningkatan tekanan intraokuler dapat

mencetuskan terjadinya ulkus kornea. Pembentukan jaringan parut kornea

menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks.

Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea,

sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.(3,4)

Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang

melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya

penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi dan

endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.(3)

XI. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya

kornea yang terlibat, status kesehatan pasien (contohnya

immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis yang

dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan

dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik;

bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera

atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi

jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Cornea.Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.

Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-117

2. Coster DJ. Corneal Ulceration. In Fundamentals of Clinical Opthalmology.

BMJ Book London. p. 41-64

3. Singh D. Fungal keratitis. Medscape Reference; 2014 [updated October 27,

2011; cited 2014 25 January].

37

4. Biswell R. Kornea. : Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. Oftalmologi

Umum. 17 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2012. p. 152-49.

5. Sudan R, Sharma Y. In Keratomycosis: Clinical diagnosis, Medical and

Surgical Treatment. Article Review 2003

6. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.

2005. p.62-66.

7. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General

Ophthalmology. 16th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 119-

41.

8. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &

Wilkins Publishers. 2007.

9. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.

Thieme. 2006. p. 100-101.

10. Externa Disease and Cornea. New York: American Academy of

Ophthalmology; 2011. P. 164-7

11. Rhee DJ, Coblyka, Rapuano CJ, Sobrin L. Opthalmogic Drug Guide.

Springer. Boston p34-39

12. Watson A, Daya S. Infective Complications Following Lasik In Cornea and

External Eye Disease. Editors. T Reinhard, Larkin. Springer p158-159

13. Khurana A. Disease of the cornea. In: Khurana A, editor. Comperhensive

ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International,. Ltd; 2007.p. 89-96.

14. Sergio Prostak. Scientists Discover Previously Undetected Layer in Human

Eye-Dua’s Layer. Sci-News Reference; 2011-2014 [updated 2013 June 12;

cited 2014 January 25].

15. Caceres V. Fluconazole used to fight Fungal Keratitis. Eye World

Contributing Megazine. 2013.

38

39