kbm baru
DESCRIPTION
tugan kimia bahan makananTRANSCRIPT
![Page 1: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/1.jpg)
KIMA BAHAN MAKANAN
PENENTUAN KADAR PROTEIN
LABORATORIUM BIOKIMIAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
![Page 2: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berati pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan
atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein
yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan
dan pertumbuhan tubuh. Dalam kehidupan protein memegang peranan yang
penting pula. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena
adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis.
Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode
bergantung pada jenis sampel dan ketersediaan alat serta bahan (pereaksi).
Metode yang umum digunakan adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret. Pada
percobaan ini akan digunakan metode Kjedahl.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari cara
penentuan kadar protein dengan menggunakan metode Kjedahl.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar protein dalam sampel
susu kedelai dengan metode Kjedahl.
1.3 Prinsip Percobaan
![Page 3: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/3.jpg)
Penetapan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan
konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaks dengan kelebihan
asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadibasa dan
amoniumdiupkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen
yang terkandung dalam dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan
HCl 0,02 N.
![Page 4: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah asam
sulfat pekat, air raksa oksida, kalium sulfat, larutan natrium hidroksida, natrium
tiosulfat, larutan asam borat jenuh, larutan asam klorida 0,02 N akuades, dan
tissue roll.
3.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah
3.3 Prosedur Percobaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti
bahan makronutrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini berperan lebih
penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Namun
demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa
dapat juga dipakai sebagai sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4
kilokalori/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji,
dkk., 1996).
Protein adalah molekul organik yang terbanyak di dalam sel. Lebih dari
50% berat kering sel terdiri atas protein. Selain itu, protein adalah biomolekul
![Page 5: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/5.jpg)
yang sesungguhnya, karena senyawa ini yang menjalankan berbagai fungsi dasar
kehidupan, antara lain protein berkontraksi melakukan gerak, menjalankan
berbagai proses metabolisme dalam bentuk enzim. Protein dapat pula berperan
membawa informasi dari luar ke dalam sel dan di dalam bagian-bagian sel sendiri.
Protein juga mengendalikan dapat tidaknya, serta waktu yang tepat untuk
pengungkapan informasi yang terkandung di dalam DNA, yang diperlukan untuk
sintesis protein itu sendiri. Jadi secara tidak langsung protein mengatur
perbanyakan diri sendiri dengan mengatur DNA, yang merupakan alat perekam
informasi untuk protein, sehingga dengan demikian operasinya di bawah kendali
protein (Soewoto dkk, 2001).
Ada empat tingkat struktur dasar protein, yauti struktur primer, sekunder,
tersier, dan kuartener. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan
asam amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antara asam amino ialah
ikatan peptida, maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida
yang urutannya diketahui. Untuk mengetahui jenis, jumlah dan urutan asam amino
dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri.
2. Pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut.
3. Pemecahan masing-masing rantai polipeptida, dan
4. Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida.
Ditinjau dari strukturnya protein dapat dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan
protein sederhana ialah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam
amino, sedangkan protein gabungan ialah protein yang terdiri atas protein dan
![Page 6: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/6.jpg)
gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas
karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Protein sederhana dapat dibagi dalam dua
bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular.
Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut
sedangkan protein globular berbentuk bulat (Poedjiadi, 1994).
Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode
bergantung pada jenis sampel dan ketersediaan alat serta bahan (pereaksi).
Metode yang umum digunakan adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret. Pada
percobaan ini akan digunakan metode Biuret. Penentuan protein secara Biuret
didasarkan atas pengukuran absorban dari senyawa kompleks antara protein
dengan pereaksi Biuret yang berwarna ungu. Hal ini terjadi apabila protein
dengan tembaga (salah satu komponen pereaksi biuret) dalam suasana basa.
Absorbansi diukur pada panjang gelombang 540 nm dengan spektrofotometer.
Dengan menggunakan larutan standar, konsentrasi protein dapat diketahui
(Patong, 2007).
Untuk menentukan kadar protein terlarut secara tepat (misalnya untuk uji
enzimologis) dapat digunakan metode Lowry ini. Prinsip metode Lowry disini
adalah reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat
asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) akan
menghasilkan warna biru. Dalam metode Lowry ini dilakukan beberapa hal yaitu
membuat pereaksi, pembuatan kurva standar, penyiapan sampel, dan penetapan
sampel. Warna yang terbentuk terutama dari hasil fosfomolibdat dan
fosfotungstat. Oleh karena itu, warna yang terbentuk tergantung dari tirosin dan
triptofan yang terdapat dalam protein. Metode Lowry mempunyai keuntungan
![Page 7: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/7.jpg)
karena 100 kali lebih sensitif dari metode Biuret. Senyawa fenolik yang terdapat
dalam protein dapat membentuk warna biru dalam metode Lowry ini sehingga
dapat mengganggu penetapan. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan cara
mengendapkan protein leh TCA tadi, baru dianalisa selanjutnya (Apriyanto, dkk.,
1989).
Pada metode Lowry, konsentrasi protein yang diukur berdasarkan optikal
density pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui
banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang
melukiskan hubungan antara Bovine Serum Albumin (BSA) atau albumin serum
darah sapi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari
fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-
karbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-Tartrat 2%. Cara
penentuannya adalah 1 mL larutan protein ditambah 5 mL Lowry B, dokocok dan
dobiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,5 mL Lowry A, dikocok
dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600
nm. Cara Lowry ini 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret
(Sudarmadji, dkk., 1996).
Beberapa metode yang juga sering digunakan antara lain :
1. Metode spektrofotometer UV
Kebanyakan protein mengabsorsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm.
Hal ini terutama untuk mengidentifikasi adanya asam amino tirosin,
triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein
berdasarkan absorpsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan.
Untuk keperluan perhitungan digunakan pula kurva standar.
![Page 8: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/8.jpg)
2. Metode turbidimetri atau kekeruhan
Metode ini didasarkan pada kekeruhan yang terbentuk pada larutan yang
mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya
Tri Chloro Acetic acid (TCA), kalium ferri sianida [K4Fe(CN)6] atau asam
sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter. Cara ini
hanya dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya
biasanya kurang tepat.
3. Metode pengecatan
Beberapa bahan pewarna misalnya orange G. Orange 12 dan Amido Black
dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak
larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam
larutan (dengan kolorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan
cepat.
4. Penentuan protein dengan titrasi formal
Larutan protein dinetralkan dengan basa (naOH), kemudian ditambahkan
formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini
berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi
antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat
diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila
tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam
30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses
terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein.
(Sudarmadji, dkk., 1996).
![Page 9: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Pengamatan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
5. 2 Saran
.
![Page 10: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/10.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarmawaty, dan Budiyanto, S., 1989, Pentunjuk Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ITB, Bandung.
Patong, A. R., 2006, Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar, 28.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta, 109 dan 114.
Soewoto, H., Sadikin, M., Kurniati, M.M, Winardi, S.I., Retno, D., Abadi, P.I., Prijanti, A.R., Harahap, I.P., Jusman, S.W., 2001, Biokimia Eksperimen Laboratorium, Widya Medika, Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi, 1996, Analisa Bahan makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 119, 145-147.
![Page 11: KBM BARU](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072008/55cf8fa9550346703b9e8928/html5/thumbnails/11.jpg)