kasus 2 perikoronitis

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peme riksaa n Dalam Bedah Mul ut 2. 1. 1 Ri waa t Kes eh atan Ri wa yat kes eh atan dan pe mer ik saan kli ni k da ri pa sien dip erlukan dala m mempertimbangkan pengambilan keputusan dari prosedur pembedahan, baik sebelum proses  penyembuhan. Penatalaksanaannya dapat berupa (Pedersen, 1 996) : 1. Kuisoner  etode yang paling e!isien dan teliti adalah kuisoner kesehatan pribadi, yang hasilnya dikon!irmasikan pada waktu anamnesa. "aminan terhadap kerahasiaanya harus di#elaskan dan ditekankan. $dalah tidak dibenarkan membi%arakan hasil kuisoner pada situasi lain selain dalam keadaan sangat pribadi (Pedersen, 1996). &. 'al ua si !i si k  Pen!amatan awal Pengamatan pada pasien dimulai pada saat pasien masuk kebagian bedah mulut. Pasien akan di amat i se%ara otomat is ol eh orang lain se%ara ko nt in u. ula mul a #eni s kelamin,kemudian umur nya, selan #ut ny a ti nggi ba dan, %ara ber#a lan, dan lain lain. Pengamat an yang akur at me ng enai stat us me nt al pa si en sama pe nt in gnya de ng an  pemeriksaan !isik (Pedersen, 1996). Te kanan darah Penentuan tanda * tanda ital sangat diperlukan pada pasien bedah mulut. Pengukuran darah tidak hany a dilaku kan terhadap pasien yang diduga hiperten ssi sa#a, tapi bisa dipakai  pedoman pada ke#adian * ke#adian yang merugikan sewaktu melakukan perawatan atau sesudahnya. +ekanan diastolik merupakan indikator yang lebih baik dari hipertensi dibanding dengan tekanan sistolik diatas 9- mmg adalah hipertensi ringan, sedang diatas 1-- mmg hipertensi sedang, diatas 11 - mmg merupakan tanda hipertensi y ang berat. Pasien dengan tekanan darah diastolik melebihi 11- mmg memerlukan ealuasi lebih lan#ut, dan mungkin membutuhkan konsultasii medis (Pedersen, 1996). 4

Upload: baiq-yuliatri-kusumardani

Post on 07-Aug-2018

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 1/26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Dalam Bedah Mulut

2.1.1 Riwaat Kesehatan

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan klinik dari pasien diperlukan dalam

mempertimbangkan pengambilan keputusan dari prosedur pembedahan, baik sebelum proses

 penyembuhan. Penatalaksanaannya dapat berupa (Pedersen, 1996) :

1. Kuisoner 

etode yang paling e!isien dan teliti adalah kuisoner kesehatan pribadi, yang hasilnyadikon!irmasikan pada waktu anamnesa. "aminan terhadap kerahasiaanya harus di#elaskan dan

ditekankan. $dalah tidak dibenarkan membi%arakan hasil kuisoner pada situasi lain selain

dalam keadaan sangat pribadi (Pedersen, 1996).

&. 'aluasi !isik 

Pen!amatan awal

Pengamatan pada pasien dimulai pada saat pasien masuk kebagian bedah mulut. Pasien

akan diamati se%ara otomatis oleh orang lain se%ara kontinu. ulamula #enis

kelamin,kemudian umurnya, selan#utnya tinggi badan, %ara ber#alan, dan lainlain.

Pengamatan yang akurat mengenai status mental pasien sama pentingnya dengan

 pemeriksaan !isik (Pedersen, 1996).

Tekanan darah

Penentuan tanda * tanda ital sangat diperlukan pada pasien bedah mulut. Pengukuran

darah tidak hanya dilakukan terhadap pasien yang diduga hipertenssi sa#a, tapi bisa dipakai

 pedoman pada ke#adian * ke#adian yang merugikan sewaktu melakukan perawatan atau

sesudahnya. +ekanan diastolik merupakan indikator yang lebih baik dari hipertensi dibanding

dengan tekanan sistolik diatas 9- mmg adalah hipertensi ringan, sedang diatas 1-- mmg

hipertensi sedang, diatas 11- mmg merupakan tanda hipertensi yang berat. Pasien dengan

tekanan darah diastolik melebihi 11- mmg memerlukan ealuasi lebih lan#ut, dan mungkin

membutuhkan konsultasii medis (Pedersen, 1996).

4

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 2/26

Denut nadi

/enyut nadi dan irama #antung #uga diperiksa. eskipun kondisi hipertiroid

menyebabkan meningkatnya denyut nadi, tetapi kebanyakan ge#ala sepert itu ter#adi pada

 pasien yang takut0%emas (Pedersen, 1996).

rama #antung bisa teratur atau tak teratur. Pulsus alternans (bergantian lemah dan

kuat)adalah teratur dan merupakan indikasi ter#adinya kerusakan pada miokardium yang

hebat. Ketidakteraturan denyut sering disebabkan oleh adanya kontraksi enrtikel prematur 

(P23). Pada saat tersebut, perlu dilakukan konsultasi medis atau ru#ukan sebelum melakukan

 perawatan (Pedersen, 1996).

Res"irasi

/engan mengobserasi pernapasan pasien bisa diungkapkan adanya hiperentilasi

(!rekuensi perna!asan pada orang dewasa adalah 14 * 15, #uga merupakan petun#uk dari

adanya ketakutan, mengi dari asma atau kelainan lainnya. +emperatur rongga mulut diukur 

apabila diperlukan misalnya untuk pasien yang menderita in!eksi, yang sering termani!estasi

 berupa abses dan selulitis (Pedersen, 1996).

2.1.2 Pemeriksaan Radi#l#!i

/alam memper#elaskan keadaan pada bagian maillo!asial sangatlah sulit, se#auhi ini

 pemeriksaan radiologi merupakan pilihan. /alam pemeriksaan ini sangatlah berharga dan

 penting untuk diagnostik sebagai alat bedah mulut (7ragiskos, &--8).

e%ara umum indikasi untuk pemeriksaan radiologi adalah (7ragiskos, &--8).

emperlihatkan hubungan antara patologi lesi dan struktur #arinagn normal anatomi.

emperlihatkan impaksi dan supernumerary gigi, kerusakan akar.

'aluasi dari dera#ad radiopenetrasi dari lesi.

denti!ikasi lesi meliputi besar, bentuk, batas.

Pembentukan dari lesi.

'!ek dari lesi terhadap tulang korteks dan berbatasan gigi.

2.2 Perik#r#nitis

Perikoronitis merupakan in!lamasi (peradangan) di sekitar mahkota gigi. Perikoronitis

ter#adi pada tahap erupsi saat !olikel gigi terbuka dan berkontak dengan %airan rongga mulut.

eringkali gigi hanya erupsi sebagian tetapi dalam banyak kasus mahkota gigi tidak 

terdeteksi di dalam mulut walau menggunakan alat probe sekalipun (a%regor, 195;).

5

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 3/26

Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum ter#adi pada olar impaksi dan

%enderung mun%ul berulang, bila molar belum erupsi sempurna. $kibatnya, dapat ter#adi

destruksi tulang di antara gigi molar dan geraham depannya (ans#oer, &---).

2.2.1 $ti#l#!i Perik#r#nitis

1. Karena gigi < tidak dapat erupsi dengan baik

&. isasisa makanan

<. nasi kuman

4. trauma dari gigi antagonisnya

2.2.2 %e&ala Perik#r#nitis

Perikoronitis dapat bersi!at akut dan kronis. e#ala utama pada tahap akut adalah rasa

nyeri sedangkan pada perikoronitis kronis hanya menun#ukkan sedikit ge#ala. 'ksudat dapat

ter#adi pada kedua tahap (utierre=Pere=, &--4).

e#ala pada tahaptahap awal mungkin tidak berbeda dengan ge#ala pada proses

tumbuh gigi (teething ). Pertama kali indiidu menyadari tumbuhnya gigi atau area di sekitar 

gigi kemudian timbul rasa sedikit tidak nyaman yang dirasakan semakin bertambah parah

karena area retromolar tergigit atau tertekan. +ahap berikutnya timbul nyeri dan terbatasnya

gerakan rahang. $gaknya hal ini disebabkan oleh stimulasi reseptor syara! nyeri namun bisa

 #uga karena stimulasi otot terdekat yaitu otot temporalis. >bserasi menggunakan

elektromiogra! mungkin diperlukan pada kondisi seperti ini (a%regor, 195;).

Rasa nyeri karena perikoronitis terasa tumpul, berdenyut, dan menetap (?heterel dkk.,

&--1). Rasa nyeri pada telinga #uga dapat timbul pada kasus perikoronitis karena pen#alaran

nyeri dental oleh sara! trigeminal ke telinga yang dikenal dengan istilah otalgia dentalis

(a%regor, 195;).

+andatanda klinis perikoronitis adalah pembengkakan berwarna merah pada #aringan

yang sebagian menutupi gigi yang terlibat dan dari daerah tersebut akan mengalir keluar pus

apabila ditekan dengan probe tumpul (a%regor, 195;).

+andatanda lokal akan lebih menguat pada saat in!eksi terus berkembang. @odus

lim!atikus dapat terasa sakit pada tahap ini. +imbul trismus dan gerakan rahang men#adi

terganggu, rasa nyeri menyebar se%ara radial dan timbul kesulitan untuk makan makanan

yang padat. Pembesaran nodus lim!atikus dapat teraba dan terlihat #elas pembengkakan

 bukal. un%ul e!ek umum in!eksi akut: pireksia, takikardia (#antung berdebar %epat),

6

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 4/26

leukositosis dan malaise (a%regor, 195;). 7oeteroris (bau mulut) #uga dapat timbul pada

 perikoronitis (a%regor, 195;).

"ika pus terbentuk maka akan keluar melalui rongga mulut atau menembus dataran

 #aringan. +ergantung pada posisi mahkota pus ini dapat bergerak ke bukal, kemudian meluas

ke sinus maksilaris atau lingual. Pergerakan pus ke arah bukal dapat menembus ke depan di

 bawah lapisan periosteum di atas ketinggian otot bu%%inator di sulkus bukalis. Kondisi ini

disebut sebagai migratory abcess (abses yang bergerak) dan menyebabkan keran%uan

diagnosis khususnya bila titik absesnya berada di dekat suatu gigi yang berpenyakit. "ika pus

menembus di bawah otot bu%%inator maka pus tersebut terlihat pada wa#ah dan dapat

melibatkan nodus lim!atikus wa#ah dan #arang melibatkan %abang syara! mandibula dari

 persyara!an wa#ah. $bsesabses yang menyebar ke arah bukal dan ke arah belakang akan

menu#u sub masseter dan menyebabkan trismus (a%regor, 195;).

2.' De(inisi Im"aksi

igi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya

 berlawanan dengan gigi lainya, #alan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan #aringan

lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat #uga oleh karena adanya #aringan patologis.

mpaksi dapat diperkirakan se%ara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir 

dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi (@asir , &--<).

igi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi se%ara utuh pada posisi yang seharusnya.

al ini dapat ter#adi karena ketidaktersediaan ruangan yang %ukup pada rahang untuk 

tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut ($lamsyah, &--;).

e%ara umum impaksi adalah keadaan #ika suatu gigi terhalang erupsi untuk men%apai

kedudukan yang normal. mpaksi gigi dapat berupa gigi yang tumbuhnya terhalang sebagian

atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau #aringan lunak sekitarnya (3handa , &--8).

2.'.1 $ti#l#!i Im"aksi

'tiologi dari gigi impaksi berma%amma%am diantaranya kekurangan ruang, kista, gigi

supernumerer, retensi gigi sulung, in!eksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik (Pertiwi,

&--4). 7aktor yang paling berpengaruh terhadap ter#adinya impaksi gigi adalah ukuran gigi.

edangkan !aktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi.

Aentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. atu hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat

 bahwa gigi permanen se#ak erupsi tetap tidak berubah (3handa , &--8).

7

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 5/26

Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya

terletak pada maksila dan mandibula. +etapi pada saat gigi susu tanggal tidak ter#adi %elah

antar gigi, maka diperkirakan akan tidak %ukup ruang bagi gigi permanen penggantinya

sehingga bisa ter#adi gigi ber#e#al dan hal ini merupakan salah satu penyebab ter#adinya

impaksi (3handa , &--8).

Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh karena

!aktor kekurangan ruang untuk erupsi. al ini dapat di#elaskan antara lain #enis makanan

yang dikonsumsi umumnya bersi!at lunak, sehingga untuk men%erna tidak memerlukan ker#a

yang kuat dari otototot pengunyah, khususnya rahang bawah men#adi kurang berkembang

($stuti,&--&).

stilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab terhalang,

sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna men%apai oklusi yang normal di dalam

deretan susunan gigi geligi. ambatan halangan ini biasanya berupa hambatan dari sekitar 

gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri (+#iptono, dkk. 1959).

ambatan dari sekitar gigi dapat ter#adi karena (+#iptono, dkk. 1959) :

1. +ulang yang tebal serta padat

&. +empat untuk gigi tersebut kurang

<. igi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut

4. $danya gigi desidui yang persistensi;. "aringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat

ambatan dari gigi itu sendiri dapat ter#adi oleh karena :

1. Betak benih abnormal, hori=ontal, ertikal, distal dan lainlain.

&. /aya erupsi gigi tersebut kurang.

1. Berdasarkan Te#ri )il#!enik

Aerdasarkan teori !ilogenik, gigi impaksi ter#adi karena proses eolusi menge%ilnya

ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia.

Aeberapa !aktor yang diduga #uga menyebabkan impaksi antara lain perubahan patologis gigi,

kista, hiperplasi #aringan atau in!eksi lokal (/wipayanti, &--9).

$da suatu teori yang menyatakan berdasarkan eolusi manusia dari =aman dahulu

sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin ke%il dan ini menimbulkan teori

 bahwa rahang itu makin lama makin ke%il, sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang

ada. +etapi teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya

 bila tempat untuk gigi tersebut %ukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh se%ara normal

misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai

8

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 6/26

gigi terpendam misalnya Aangsa 'skimo, Aangsa ndian, Aangsa aori dan sebagainya

(+#iptono, dkk. 1959).

Kemudian seorang ahli yang bernama @odine, mengatakan bahwa siilisasi

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. akin ma#u suatu bangsa maka

stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kema#uan bangsa mempunyai

hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang ma#u diet makanannya berbeda

dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang kurang ma#u. isalnya bangsa

 bangsa primiti! lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern

lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk 

mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang

(+#iptono, dkk. 1959).

2. Berdasarkan Te#ri Mendel

$da beberapa !aktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain #aringan

sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu yang terlalu dini,

tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit oleh karena pertumbuhan

tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori endel, #ika salah satu orang tua

mempunyai rahang ke%il, dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan

salah seorang anaknya berahang ke%il dan bergigi besar. ebagai akibat dari kondisi tersebut,

dapat ter#adi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga ter#adi impaksi (3handa ,

&--8).

'. $ti#l#!i %i!i Ter"endam Menurut Ber!er (+#iptono, dkk. 1959).

Kausa l#kal

1. Posisi gigi yang abnormal

&. +ekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga<. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

;. igi desidui persintensi (tidak mau tanggal)

6. Pen%abutan gigi yang prematur 

8. n!lamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi

5. $danya penyakitpenyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena in!lamasi atau

abses yang ditimbulkannya

9. Perubahanperubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak.

Kausa umum

1. Kausa prenatal

9

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 7/26

a. Keturunan

 b. Miscegenation

&. Kausa postnatal

emua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada anakanak 

seperti:

a. Ri%ketsia

 b. $nemi

%. yphilis kongenital

d. +A3

e. angguan kelen#ar endokrin

!. alnutrisi

<. Kelainan pertumbuhan

a. Cleido cranial dysostosis

+er#adi pada masa kongenital dimana ter#adi kerusakan atau ketidakberesan dari

 pada tulang %ranial. al ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak 

erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, #uga ada kemungkinan di#umpai gigi

supernumeri yang rudimeter.

 b. Oxycephali

uatu kelainan dimana terdapat kepala yang lon#ong diameter muka belakang sama

dengan dua kali kakan atau kiri. al ini mempengaruhi pertumbuhan rahang.

2.'.2Pre*alensi Im"aksi %i!i M#lar Keti!a Rahan! Bawah

Keadaan impaksi bisa ter#adi pada semua gigi dalam rongga mulut, namun keadaan

impaksi ini lebih sering ter#adi pada molar ketiga, terutama molar ketiga rahang bawah.

enurut $lling (199<) gigi molar ketiga rahang bawah merupakan gigi yang proses

 perkembangan dan erupsinya ter#adi paling akhir dari semua gigi yang lain. igi tersebut

erupsi sekitar umur 18 sampai &; tahun. al ini tidak #auh berbeda dengan pendapat $stuti

(&--&), yang menyebutkan erupsi gigi molar ketiga rahang bawah banyak ditemukan pada

 pasien berusia 16 sampai dengan &1 tahun.

$ngka ke#adian gigi impaksi dapat diurutkan dari yang sering ter#adi ($stuti, &--&),

sebagai berikut :

1. olar ketiga rahang bawah

&. olar ketiga rahang atas

<. Kaninus rahang atas

10

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 8/26

4. Premolar rahang bawah

;. Kaninus rahang bawah

6. Premolar rahang atas

8. nsisius sentralis rahang atas

5. nsisius lateralis rahang atas

2.'.' Klasi(ikasi Im"aksi %i!i M#lar Keti!a

1. Berdasarkan si(at &arin!an

Aerdasarkan si!at #aringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasi!ikasikan men#adi :

a) mpaksi #aringan lunak 

$danya #aringan !ibrous tebal yang menutupi gigi terkadang men%egah erupsi gigi

se%ar normal. al ini sering terlihat pada kasus insisius sentral permanen, di mana

kehilangan gigi sulung se%ara dini yang disertai trauma mastikasi menyebabkan

!ibromatosis (7ragiskos,&--8).

 b) mpaksi #aringan keras

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar,

hal ini dikategorikan sebagai impaksi #aringan keras. /i sini, gigi impaksi se%ara utuh

tertanam di dalam tulang, sehingga ketika !lap #aringan lunak dire!leksikan, gigi tidak 

terlihat. "umlah tulang se%ara ekstensi! harus diangkat, dan gigi perlu dipotong

 potong sebelum di%abut (7ragiskos,&--8).

2. Klasi(ikasi Menurut Pell dan %re!#r

Aerdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan %ara

membandingkan lebar mesiodistal molar ketiga dengan #arak antara bagian distalmolar 

kedua ke ramus mandibula.

a. Posisinya berdasarkan #arak antara molar kedua rahang bawah dan batas anterior ramus

mandibula (7ragiskos,&--8):

1. Klas : "arak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula %ukup lebar 

mesiodistal molar tiga bawah.

&. Klas : #arak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula lebih ke%il dari

lebar mesiodistal molar tiga bawah.

<. Klas : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula

11

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 9/26

.

ambar &.1 Posisinya berdasarkan

 #arak antara molar 

kedua rahang bawah

dan batas anterior 

ramus mandibula

(7ragiskos,&--8)

 b. Aerdasarkan kedalaman impaksi dan #araknya ke molar kedua (7ragiskos,&--8) :

1. Posisi $ : Permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit lebih tinggi dari

gigi molar kedua.

&. Posisi A : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada pertengahan mahkota gigi

molar kedua atau sama tinggi dari garis serikal.

<. Posisi 3 : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis.

ambar &.& Aerdasarkan kedalaman impaksi dan #araknya ke molar kedua (7ragiskos,&--8)

'. Klasi(ikasi Menurut +inter

12

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 10/26

Klasi!ikasi yang di%etuskan oleh eorge ?inter ini %ukup sederhana. igi

impaksidigolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Posisi

 posisi meliputi:

1. esioangular C(miring ke mesial)

&. /istoangular (miring ke distal)<. 2ertikal

4. ori=ontal

;. Aukoangular (miring ke bukal)

6. Bingoangular (miring ke lingual)

8. nerted

ambar &.< Klasi!ikasi enurut ?inter

2.'.,

Dam"ak Im"aksi %i!i M#lar Keti!a Rahan! Bawah Terhada" Jarin!an Sekitar

igi molar 

ketiga

rahang

 bawah

impaksi selain dapat menimbulkan kelainan patologis pada gigi itu sendiri, #uga

dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada #aringan sekitarnya ($lling, 199<), seperti:

1. Perikoronitis, yaitu keradangan yang mengenai gingia di sekeliling mahkota gigi yang

impaksi sebagian. Perikoronitis merupakan masalah klinis yang paling sering timbul

akibat gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Perikoronitis dapat menyebar ke tulang

 pada bagian mesial atau distal dari gigi molar ketiga, serta dapat menyebar ke gigi molar 

kedua sebelahnya (Peterson, 199& $lling, 199< >bimakinde, &--9).

&. Karies pada gigi di depannya, karena daerah sekitar gigi molar ketiga rahang bawah

impaksi, merupakan tempat akumulasi plak dan debris makanan yang sulit dibersihkan,

sehingga gigi molar kedua rahang bawah men#adi rentan terhadap akumulasi bakteri yang

menyebabkan karies gigi. Karies gigi pada gigi molar kedua tersebut sering ter#adi pada

 permukaan distal khususnya di daerah serikal. nsiden karies ini pada umumnya tinggi,

karena berhubungan dengan posisi gigi impaksi molar ketiga terhadap gigi molar kedua,

 pembentukan poket periodontal, serta adanya kesulitan untuk mempertahankan

kebersihan mulut (Peterson, 199& +ets%h, 199& owe, 199<).

13

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 11/26

<. Kelainan Periodontal. igi molar ketiga rahang bawah yang impaksi sebagian #uga sering

menimbulkan poket periodontal, atau resesi gingial pada sisi distal gigi molar kedua

rahang bawah. al ini diawali dengan adanya suatu pseudo poket yang terbentuk di antara

mahkota gigi molar ketiga yang impaksi sebagian, dengan gingial yang menutupi

sebagian mahkotanya (+ets%h, 199& $lling, 199< >bimakinde, &--9).

4. Pada beberapa kasus, gigi molar tiga yang dibiarkan dalam keadaan impaksi dapat

menyebabkan terbentuknya kista dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada

rahang dan gigi tetangganya. ($lling, 199<)

2., Ren-ana Perawatan

2.,.1 "erkulekt#mi /Peri-#r#nal )la"0

>perkulektomi atau peri%oronal !lap adalah pembuangan operkulum se%ara bedah.

Perawatan perikororonitis tergantung pada dera#at keparahan in!lamasinya. Komplikasi

sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat nantinya akan di%abut

atau dipertahankan. elain itu hal yang perlu diperhatikan dan adalah !aktor usia dan kapan

dimulai adanya keluhan. Perlu adanya obserasi mengenai hal tersebut karena #ika usia

 pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai

keluhan baru sa#a ter#adi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu (anson,

199<).

Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan

emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian keadaan

diealuasi untuk dapat melakukan operkulektomi (anson, 199<).

Indikasi "erkulekt#mi1. Dsia pasien lebih dari &; tahun

&. Keluhan sudah lama dirasakan pasien

<. Perikoronitis kronis

Teknik "erkulekt#mi

1. enentukan perluasan dan keparahan struktur #aringan yang terlibat serta komplikasi

toksisitas sistemik yang ditimbulkan.

2. enghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan

aliran air hangat atau aEuades steril.'.  Dsap dengan antiseptik.

14

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 12/26

,. >perkulum0peri%oronal !lap diangkat dari gigi dengan menggunakan s%aler dan debris di

 bawah operkulum dibersihkan.

.  rigasi dengan air hangat0aEuades steril.

3atatan   Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan

anastesi topikal. Pada kondisi akut #uga tidak boleh dilakukan kuretase maupun surgikal.

Aila operkulum membengkak dan terdapat !luktuasi, lakukan insisi guna mendapatkan

drainase. Aila perlu pasang drain dan pasien diminya datang kembali setelah &4 #am guna

melepas0mengganti drainnya. "ika kondisi akut, maka perawatan selan#utnya diberikan di

kun#ungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :

a0 Kumurkumur air hangat tiap 1 #am.

40  Aanyak istirahat.

-0  akan yang banyak dan bergi=i.

d0 en#aga kebersihan mulutnya. Pemberian antibiotik dapat dilakukan #ika diperlukan

(bila ada ge#alage#ala konstisional dan kemungkinan adanya penyebaran in!eksi).

/emikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien #ika diperlukan.

Kondisi pasien kemudian diealuasi di kun#ungan berikutnya dan dapat dilan#utkan ke

tahap selan#utnya bila kondisi pasien telah membaik dan keadaan akut telah reda.

5. 3ek po%ket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe po%ket (!alse po%ket atau

true po%ket). Bakukan probing debt pada semua sisi.

6. $nastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. $nastesi tidak perlu men%apai

sampai tulang, hanya sampai periosteal.

7. Bakukan operkulektomi (eksisi periodontal !lap) dengan memotong bagian distal <.

"aringan di bagian distal < (retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari ter#adinya

kekambuhan perikoronitis. $mbil seadekuat mungkin. Pen#ahitan dilakukan #ika trauma

terlalu besar atau bleeding terlalu banyak.

+eknik operkulektomi yang lain dapat dilakukan se%ara partial thi%kness mu%ogingial

!lap pada daerah lingual. Dntuk daerah bukal #uga dibuat insisi partial thi%kness !lap

dengan meninggalkan selapis #aringan. Partial thi%kness !lap adalah !lap yang dibuat

dengan #alan menyingkap hanya sebagian ketebalan #aringan lunak yakni epitel dan selapis

 #aringan ikat, tulang masih ditutupi #aringan ikat termasuk periosteum. ndikasi untuk 

dilakukannya teknik ini adalah !lap yang akan ditempatkan ke arah apikal atau operator 

tidak bermaksud membuka tulang. etelah dilakukan !lap dapat dilakukan eksisi seluruh

 #aringan retromolar pad kemudian menyatukan !lap bukal dan lingual dengan melakukan

 pen#ahitan.

8. Aersihkan daerah operasi dengan air hangat0aEuades steril.

19. Keringkan agar periodontal pa%k yang akan diaplikasikan tidak mudah lepas.

11. $plikasikan periodontal pa%k.

Penggunaan periodontal pa%k bukan medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar 

 proses penyembuhan tidak terganggu. /ressing periodontal dulu mengandung =in%oide

15

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 13/26

eugenol, namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan itu,

sekarang ini digunakan bahan dressing periodontal bebas eugenol. /alam

mengaplikasikannya harus hatihati sehingga dapat menutupi daerah luka dan mengisi

seluruh ruang interdental karena di situlah letak retensinya. Pada daerah apikal,

 periodontal pa%k diaplikasikan #angan melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak 

 bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal #angan sampai mengganggu oklusi.

/engan demikian, retensi periodontal pa%k men#adi baik.

12. nstuksikan pada pasien agar datang kembali pada kun#ungan berikutnya (kalau tidak ada

keluhan, satu minggu kemudian).

1'. Pada kun#ungan berikutnya, pa%k dibuka dan diealuasi keadaannya.

2.,.2 d#ntekt#mi

Indikasi d#ntekt#mi

ndikasi odontektomi pada umumnya bila diperkirakan gigi impaksi tersebut tidak 

dapat diusahakan untuk erupsi atau diatur posisinya dalam lengkung geligi yang benar dan

telah menimbulkan komplikasi atau kondisi yang merugikan (Purwanto, 1999).

Para ahli Aedah ulut dan aksilo!asial di $merika erikat tahun 1984 memodi!ikasi

indikasi odontektomi (Purwanto, 1999) antara lain :

1. $danya korelasi yang tidak sesuai antara ukuran dan bentuk rahang.

&. Dntuk keperluan terapi orthodonti%.

<. enimbulkan kerusakan tulang pada gigi yang berdekatan.

4. igi impaksi di#umpai pada daerah tulang rahang yang tidak bergigi pada

 penderita pemakai protesa gigi sering menimbulkan keluhan sakit dan bengkak.

;. igi impaksi yang terlibat kosta atau tumor rahang.

6. igi impaksi dengan in!eksi berulang (re%urrent in!e%tion).

8. $danya resorpsi internal atau eksternal dan karies pada gigi impaksi.

5. Rasa sakit yang tidak diketahui penyebabnya.

9. Dntuk persiapan terapi radiasi rahang dan #aringan sekitarnya.

1-. igi impaksi yang tidak ber!ungsi didalam rongga mulut.

K#ntra Indikasi d#ntekt#mi

1. Kemungkinan ter#adi kerusakan atau hilangnya gigi yang berdekatan dengan gigi

impaksi yang tidak memberikan keluhan.

&. Kondisi !isik penderita memburuk serta kemungkinan untuk hidup ke%il.

<. igi unerupsi (komplet impaksi) pada penderita usia lan#ut yang tidak memberi

keluhan (asymptomati% impa%ted teeth), namun bila terdapat sedikit kelainan ataukondisi patologis ringan hendaknya dilakukan obserasi se%ara periodi%.

16

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 14/26

7aktor yang mempersulit odontektomi < Rahang Aawah (Purwanto, 1999), yaitu:

1. $%%esibility menge%il (hal yang dapat di%apai) 0 #alan masuk.

3ontoh : 3lass yang terletak #auh di dalam ramus asenden

Posisi 3 yaitu gigi impaksi dengan posisi di bawah atau men#auh serikal line molar 

kedua rahang bawah dan letak rapat sekali dengan molar kedua rahang bawah.

&. Aentuk kuratur (lengkung) akar gigi impaksi abnormal.

<. ipersementosis.

4. Rapat sekali dengan kanalis mandibularis.

;. Kepadatan (densitas) tulang meninggi terutama penderita tua.

6. 7olikular spa%e gigi impaksi menge%il oleh karena terisi tulang dan paling sering pada

 penderita usia &; tahun.

8. $nkilosis yaitu ter#adi perlekatan langsung antara gigi dan tulang tanpa adanya #aringan lunak diantara keduanya.

5. Kesukaran men%apai lapangan operasi karena muskulus orbi%ularis yang ke%il, adanya

trismus (tidak dapat membuka mulut selebar mungkin), lidah yang besar dan tidak 

terkontrol.

?aktu yang tepat untuk >dontektomi (Purwanto, 1999), yaitu :

1. Pada waktu masih muda dimana F G akar baru terbentuk (prophyla%ti%

odonte%tomi). /ilakukan odontektomi sebagai tindakan pen%egahan agar tidak ter#adi

kondisikondisi yang merugikan bagi penderita.

&. Pada waktu in!eksi akut sudah mereda 0 hilang sama sekali. uatu in!eksi akut dapat

timbul pada gigi impaksi yang sebagian yaitu peri%oronitis akut. arus mereda atau

menghilang agar dapat dilakukan operasi untuk men%egah kemungkinan komplikasi

yang timbul karena adanya penyebaran in!eksi.

Teknik:Teknik Pen-a4utan %i!i $ru"si Den!an Pem4edahan

igi kuspid atas

• Auat !lap enelope

• ilangkan tulang !asial yang menutupinya yang berbentuk segitiga meman#ang

• Pisahkanlah mahkota dari akarnya

• Dngkit akar menggunakan lubang kaitan (eleator %rane pi%k H41) (Pedersen, 1996).

17

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 15/26

igi molar atas

• Auatlah !lap enelope

•ilangkan tulang bukal untuk membuka tri!urkasi

• Potong akar bukal

• Dngkit mahkota bersamaan dengan akar palatal

atau

• Auat !lap enelope

• ilangkan tulang bukal untuk membuka tri!urkasi

• Pisahkan mahkota dari akarnya

• Pisahkan masingmasing akarnya

• Keluarkan akar satu demi satu (Pedersen, 1996).

igi molar bawah

• Potong mahkota 0 akar sehingga men#adi dua bagian yaitu bagian distal dan mesial

• Keluarkan segmen akarmahkota mesial dan distal sendirisendiri dengan

menggunakan tangatau

• Keluarkan mahkota

• Potong akar mesial dari yang distal

• Keluarkan akar sendirisendiri (eleator <1, %ryer <-) (Pedersen, 1996).

Pen-a4utan M#lar Keti!a Im"aksi

edasi

Persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah pasien yang

relaks dan anestesi lokal yang e!ekti! atau pasien yang teranestesi dengan selamat. Pemberian

sedati! oral tertentu pada sore hari sebelum dan 1 #am sebelum pembedahan merupakan

teknik yang bisa diterima. eringkali anestesi umum merupakan pilihan yang %o%ok untuk 

 pembedahan impaksi (Pedersen, 1996).

18

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 16/26

/esain 7lap

$da pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan impaksi adalah !lap yang

didesain dengan baik dan ukurannya %ukup. 7lap mandibular yang paling sering digunakan

adalah enelope tanpa insisi tambahan, dire!leksikan dari leher 1 dan & tetapi dengan

 perluasan distal kea rah lateral atau bukal ke dalam region < (trigonum retromolar). $spek 

lingual mandibular dihindari untuk men%egah %edera pada a. lingualis. 7lap serupa digunakan

 pada lengkung rahang atas, tetapi diletakkan di atas tuberositas sedangkan perluasan distalnya

tetap ke lateral atau bukal. "alan masuk menu#u < impaksi yang dalam (leel 3) pada kedua

lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior (Pedersen,

1996).

ambar &.4. gigi molar ketiga atas di%abut dengan pembuatan !lap enelope di sebelah bukal.

Pada kasus impaksi dengan kedalaman tertentu, A dan sebagian besar leel 3, !lap biasanya

diperluas dengan insisi tambahan di anterior (garis putusputus). A. Ren%ana pen#ahitan

setelah pembuatan !lap gigi molar ketiga atas yang impaksi (A) dan insisi impaksi gigi bawah

(3). %atatan : tanda panah yang tidak bernomor menun#ukkan daerah pen#ahitan tambahan.

e%ara umum, apabila menggunakan insisi serong tambahan dibagian anterior, papilla

interproksimal harus di#ahit lebih dahulu.

 

19

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 17/26

Pengambilan tulang

Pengambilan tulang mandibular terutama dilakukan dengan bur dan dibantu dengan

irigasi larutan saline. +eknik yang biasa dilakukan adalah membuat parit sepan#ang bukal dan

distal mahkota dengan maksud melindungi %rista obliEue eterna, namun tetap bisa

mendapatkan #alan masuk yang %ukup kepermukaan akar yang akan dipotong. Pada rahang

atas pengambilan tulang lebih sering dilakukan dengan eleator lurus yang digunakan sebagai

 pen%ungkil tulang atau dengan osteotomy dan tekanan tangan. Kadangkadang tulang seperti

kulit telur menutup mahkota. +ulang ini mudah dikupas dengan menggunakan eleator 

 periosteal H9 atau eleator lurus yang ke%il, untuk menyingkap !olikel di bawahnya. Dntuk 

melihat anatomi mahkota dan menentukan sumbu pan#ang gigi impaksi, !olikel dihilangkan

sebagian dengan menggunakan eleator periosteal atau eleator lurus dan hemostat ke%il.

ekali #alan masuk ke < impaksi %ukup untuk memasukkan eleator iller atau Pott pada

serik, pengungkitan ke distalbukal bisa dilakukan (Pedersen, 1996).

ambar &.; Pengambilan tulang yang diperlukan untuk #alan masuk ditun#ukkan oleh garis

 putusputus sedangkan garis hitam tebal menun#ukkan tempat pembuatan parit.

Pemotongan yang teren%ana

igi bawah yang impaksi biasanya dipotongpotong, sedangkan gigi atas yang

impaksi #arang dikeluarkan dengan pemotongan. "ika pemotongan < atas yang impaksi

diperlukan biasanya mehkota dipotong agar akar dapat digerakkan ke bukaloklusal.

Kepadatan dan si!at tulang mandibular men#adikan pemotongan teren%ana pada kebanyakan

gigi impaksi men#adi sangat penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak 

terhalang. +indakan ini harus dilakukan dengan hatihati untuk menghindari !raktur dinding

20

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 18/26

aleolar lingual atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan

ter#adi %edera n.lingualis. /asar pemikiran dari pemotongan adalah men%iptakan ruang yang

 bisa digunakan untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar. ekali

konsep ini dimengerti, pen%abutan impaksi mandibular dapat dilakukan dengan %ara yang

 bi#aksana (Pedersen, 1996).

+indakan sesudah pen%abutan gigi.

esudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan baik, sisasisa !olikel dibersihkan

seluruhnya. Kegagalan untuk melakukan hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama

atau perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. etelah !olikel dibesihkan,

aleolus dirigiasi dengan seline dan diperiksa dengan teliti. Pada rahang atas terutama

 perhatikan adanya kemungkinan per!orasi sinus. Iang penting berkenaan dengan

 pembedahan impkasi gigi bawah adalah kondisi bundle neuroas%ular aleolaris in!erior yang

sering terlihat pada kedalaman aleolus. emua potongan gigi atau serpihan tulang #uga

serpihan periosteum dan mukosa harus dihilangkan. +epitepi tulang dihaluskan dengan bur 

dan kikir tulang. Pen#ahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan #aringan terhadap

 prosesus aleolaris dan terhadap aspek distobukal & di dekatnya. 7oto sinar segera

sesudah operasi dibuat untuk kasuskasus yang sulit di mana ada kemungkinan ter#adi !raktur 

mandibular0%edera struktur sekitarnya (permukaan akar). Kemudian diletakkan tampon di

atas bekas operasi dan pasien dian#urkan untuk tetap menggigitnya paling tidak 11⅓  #am

(Pedersen, 1996).

nstruksi pas%abedah

+ekankan perlunya meminum analgesi% sebelum rasa sakit timbul, seperti #uga

aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan. >batobat pengontrol rasa sakit sesudah

 pembedahan biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pen%abutan dengan

tang. Pun%ak rasa sakit etelah pembelahan impaksi adalah selama kembalinya sensasi daerah

operasi sedangkan pembengkakan maksimal biasanya ter#adi &4#am pas%a pembedahan

(Pedersen, 1996).

+indakan lan#ut

  Kontrol di#adwalkan pada waktu melepas #ahitan, biasanya hari keempat0kelima

sesudah operasi. Pada kun#ungan ini daerah yang dioperasi diperiksa dengan teliti yaitu

mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah. Iang hampir selalu ter#adi adalah

21

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 19/26

kebersihan mulut yang #elek karena penyikatan gigi masih sakit. +ekankan an#uran untuk 

menggunakan larutan kumur se%ara e!ekti!, sedangkan penggunaan alat pulsasi air sebaiknya

ditunda karena dikhawatirkan dapat melukai atau melepas beku darah (Pedersen, 1996).

Pem#t#n!an Teren-ana

mpaksi mesioangular

Pemotongan teren%ana dari impaksi gigi molar ketiga hanya membutuhkan

 pemotongan tulang yang lebih sedikit dan mengakibatkan trauma yang ke%il untuk 

mendapatkan arah pengeluaran yang baik. uatu %ontohnya pemotongan bagian distal

mahkota atau separuh bagian distal gigi bawah yang impaksi mesioangular. esudah

 pembuatan parit di sekitar gigi, bur !isur diletakkan pada garis serikal dan dengan gerakan

seperti menggerga#i atau menyikat, gigi dipotong keaksial dari ⅔  atau <04 menebus dari

lingual ke bukal. 'leator lurus yang ke%il digunakan untuk menyelesaikan pemisahan

 bagianbagian gigi, mematahkan bagian distal mahkota atau meme%ah gigi men#adi dua dari

daerah bi!urkasi. esudah mahkota bagian distal dikeluarkan, sisa gigi impkasi didorong kea

rah %elah yang terbentuk sebelumnya dengan menggunakan eleator lurus atau eleator 

3rane Pi%k H41 yang diinsersikan pada bagian mesio bukal atau pada tempat yang sama

denga pengeluaran bagian distal. aya ini melepaskan gigi dari linger distal molar dua

(Pedersen, 1996).

ambar &.6 $pabila impaksi mesioangular dipisah dari bukal ke lingual pada alur bukal

(grooe) atau bi!urkasi, maka kemudian bisa dilakukan pemisahan mahkota distal terhadap

akarnya ataupun mahkota dan akar diambil bersamasama. /engan pengambilan mahkota

 bagian distal maka diperoleh arah pengeluran yang tidak terhalang untuk mengungkit struktur 

gigi yang masih ada (atas). $tau, apabila belahan gigi sebelah distal diambil, akan ada ruang

22

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 20/26

kosong yang bisa digunakan untuk tempat penggeseran bagian gigi yang lain kea rah distal

oklusal.

mpaksi distoangular 

Pemotongan standart untuk gigi bawah dengan impaksi distoangular adalah

mengambil sebanyak mungkin bagian akar atau mahkota gigi sebelah distal. Pada teknik ini

yang sangat penting adalah mempertahankan bagian mesial mahkota atau akar, karena bagian

tersebut men#adi pengangan untuk pergeseran ke distal dari sisa potongan gigi. "ika dengan

membuat #alan masuk bukal yang besar dengan eksisi tulang tambahan (Pedersen, 1996).

ambar &.8 Pembedahan gigi molar ketiga dengan impaksi distoangular. ahkota distal dan

segmen akar dipotong dan dikeluarkan. +itik kaitan dibuat pada permukaan mesio bukal akar 

dan struktur gigi yang tersisa digeser kea rah disto oklusal menggunakan eleator H41 (3rane

 pi%k). A. eleator H41 sering digunakan pada pembedahan gigi impaksi melalui titik kaitan

yang dibuat dengan bur pada gigi (Pedersen, 1996).

mpaksi hori=ontal

23

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 21/26

Ren%ana pemotongan untuk impaksi hori=ontal tergantung pada pengambilan awal

mahkota dan diikuti penggeseran akar baik satu persatu atau langsung seluruhnya kea rah

ruang yang terbentuk dari pengambilan mahkota. Aiasanya mehkota lebih baik diambil

dengan dua tahap pemotongan pertama adalah melintang pada garis serikal, sedangkan

tahap kedua (aksial atau longitudinal) adalah se#a#ar sumbu pan#ang gigi. Aelahan mahkota

lingual dipatahkan dan diungkit kea rah lingual dengan menggunakan eleator, sedangkan

sisa mahkota yang tertinggal digeser kea rah ruang yang ada dan dikeluarkan. $kar superior 

terbedah dan dibuat titik kaitan pada permukaan superior. 'leator diinsersikan dan kemudian

ditarik ke anterior (mesial). al ini %enderung menggeser akar ke anterior kea rah ruang yang

sebelumnya ditempati oleh mahkota. $pabila akar tidak bisa bergerak sebagai satu unit, maka

akar superior dipisahkan dari yang in!erior dan kemudian akan dikeluarkan satu persatu

(Pedersen, 1996).

ambar &.5 Pen%abutan gigi impaksi hori=ontal. $ dan A. $lternati! pengeluaran mahkota. $,

mahkota langsung dikeluarkan seluruhnya sesudah pemotongan pada garis serikal. A. gigi

dikeluarkan sebagai segmen bukal dan lingual sesudah dilakukan pemisahan serikal dan

longitudinal. 3. Pergeseran akar superior dan in!erior ke anterior sebagai satu unit. /. $kar 

dipisahkan dan dikeluarkan se%ara terpisah.

mpaksi melintang

Pemotongan pada gigi impaksi melintang mengikuti %ara yang mirip dengan yang

dilakukan pada gigi impaksi hori=ontal. ekali lagi kun%inya adalah mahkota dikeluarkan

dahulu. Pada keadaan ini, mahkota dipisahkan, kemudian dipatahkan dengan eleator dan

24

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 22/26

diungkit ke lingual seluruhnya. +itik kaitan dibuat pada akar superior dan tekanan kea rah

lingual diaplikasikan untuk menggeser akar ke dalam ruang yang tadinya ditempati mahkota

(Pedersen, 1996).

ambar &.9 Pengambilan mpaksi melintang. ahkota dipotong pada garis serikal, di geser 

ke lingual, dan diambil. Bubang kaitan dibuat pada akar superior dan akarakarnya digeser 

kea rah lingual dengan eleator H41 (3rane pi%k) atau alat yang serupa.

Komplikasi pada saat pembedahan odontektomi

2. Pas-a Bedah

Instruksi Pas-a Bedah Penderita diminta untuk /Purwant#; 18880

a. elepas tampon yang dipakai untuk hemistasis pada luka operasi setelah <9 menit

 pas%a bedah.

 b. /ilarang minum kopi, al%ohol dan merokok karena dapat meningkatkan tekanan

darah sehingga dapat ter#adi perdarahan dan in!eksi.

%. +idak mengisapisap luka0memainkan u#ung lidah pada luka.

d. +idak kumurkumur keras selama &4 #am.

e. +idak makanmakanan yang keras selama 1 * & hari dan makanan sebaiknya lunak 

sehingga !ungsi pengunyahan dikurangi.

25

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 23/26

!. ehabis operasi dapat dilakukan kompres es ekstra oral selama 1 * & #am (dapat

dilakukan &- menit kompres dan &- menit istirahat). al ini berguna untuk 

mengurangi edema (bengkak) pas%a bedah karena trauma operasi.

g. en#aga kebersihan luka operasi dari sisasisa makanan yang menempel denga %ara

kumurkumur ringan terutama ditu#ukan pada daerah luka.

Tera"i Pas-a Bedah

1. Penderita diminta kontrol < hari sekali sampai luka operasi menyembuh.

&. etiap penderita datang kontrol dapat dilakukan pembersihan luka operasi dengan

melakukan irigasi memakai %airan antisepti% ringan ( mis. &>& <J), atau kalau ada

dressing perlu diganti yang baru

<. etelah < hari pas%a bedah dapat melakukan sikat gigi dengan hatihati pada daerah

luka.

4. "ahitan diangkat setelah 81- hari dengan dilihat dulu apakah luka insisi sudah bertaut

kembali atau belum. Pada region tertentu tepi luka sudah menyatu atau menutup

dengan baik dapat diangkat sedangkan yang belum menutup ditunggu sapai terbukti

sudah melekat satu sama lain.

>batobat yang diberikan adalah :

1. $nalgesik (bila diperlukan diberi sedatie)

>bat ini selalu dibutuhkan karena rasa sakit pas%a bedah akan selalu didapatkan

dari berbagai ma%am tingkatan rasa sakit.

&. $nti in!lamasi

Aiasanya dari golongan ensim

<. $ntibiotika terutama deriate pinisilin. ebaiknya diberikan bila memang

diindikasikan dan bukan merupakan suatu yang rutin terutama diperkirakan bila

ter#adi komplikasi pas%a bedah.

2.5 K#m"likasi "ada saat "em4edahan

Komplikasi yang dapat ter#adi yaitu:

1. Perdarahan yang berlebihan.&. +ertekan0terputusnya nerus aleolaris mandibularis.

<. 7raktur akar.

4. +er#adinya perubahan tempat !ragmen akar gigi ke dalam submandibularis.

;. 7raktur prosesus aleolaris.

6. 7raktur mandibularis di daerah angulus mandibula.

ebagai tindakan pen%egahan komplikasi selama operasi maka peren%anaan operasi

yang matang dengan pelaksanaan operasi yang baik untuk memperke%il kemungkinan

ter#adinya komplikasi selama operasi (Purwanto, 1999).

26

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 24/26

1. Perdarahan yang berlebihan

)a-t#r Umum

Karena adanya kelainan sistemik yaitu beberapa kelainan darah karena

3ongenital : hemophilia, leukemia dan sebagainya.

Kelainan yang didapat: obatobatan, sinar

diopathi% +hrombo%ytopeni% (+P)Penyakitpenyakit tersebut pada umumnya dapat diketahui dengan anamnesa yang teliti,

 pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan laboratories. Aila dokter gigi menemukan

kelainan darah tersebut segera dikonsultasikan ke hematology sehingga tindakan bedah

yang sangat diperlukan dapat diker#akan di rumah sakit dengan !asilitas lengkap dan

 beker#a sama dengan para ahli seperti internis0pediatri%, hematology, ahli bedah mulut

(Purwanto, 1999).

)a-t#r <#kal/apat berasal dari #aringan lunak (gingia) maupun dari #aringan tulang (pembuluh

darah dari tulang aleoli dan yang tersering pada odontektomi yaitu dari kanalis

mandibularis). Perawatan perdarahan dapat berma%amma%am yaitu dengan tekanan,

tekanan hemostatik, ligasi arteri, elektro %auter, bone wa (khusus pada perdarahan tulang

(Purwanto, 1999).

&. +rauma pada n. $leolaris mandibula

+ertekan0terputusnya nerus mandibula dapat ter#adi pada tindakan bedah

odontektomi. +ertekannya kanalis mandibularis karena ter#adi perubahan tempat dinding

kanalis karena trauma operasi, perlu segera dideteksi dan dilakukan dekompresi pada

 #aringan syara! tersebut untuk menghindari nekrose pada %abang distal dari tempat

tekanan. Parestesia atau bahkan anatesia dapat ter#adi pada daerah dilayani oleh sara! 

yang bersangkutan. Regenerasi sara! nere mandibularis %ukup baik asal %analis terbebas

dari obstruksi. Pada kasus yang mempunyai prognosa baik !ungsi sara! akan kembali

dalam waktu 6 minggu * 6 bulan. e#ala kembalinya !ungsi sara! ditandai dengan adanya

 parestesia dan se%ara berangsurangsur ge#ala anatesia akan hilang dan kadangkadang

diikuti dengan ge#ala hipersensiti! untuk beberapa waktu. Aila nerus mandibula

diketahui setelah beberapa waktu maka kemungkinan kembalinya !ungsi sara! adalah

ke%il sehingga akan terus ter#adi anastesi se%ara menetap (persisten) (Purwanto, 1999).

Dntuk menghindari komplikasi tersebut #elas sekali pentingnya pemeriksaan

ronsenologis sebelum odontektomi, peren%anaan operasi yang matang dan pelaksanaan

operasinya harus sesuai dengan ren%ana operasi yang telah dibuat (Purwanto, 1999).

27

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 25/26

<. 7raktur akar 

Patahnya gigi biasanya pada daerah api%al gigi yang harus dikeluarkan. +etapi bila

akar gigi tersebut dekat sekali dengan kanalis mandibularis atau dengan sinus maksilaris

(impaksi < atas) maka resiko %ideranya nerus mandibularis atau kemungkinan

masuknya !ragmen ke dalam sinus maksilaris dapat ter#adi sehingga menimbulkan

masalah apakah perlu diambil !ragmen akar tesebut, apakah usaha ini mungkin berhasil,

apakah kemampuan operator ataupun !asilitas operasi memungkinkan usaha ini

"elas perlu pertimbangan khusus mengenai maslaah tersebut dan yang terpenting

adalah usaha apapun yang akan ditempuh malah merugikan bahkan membahayakan

 penderita (Purwanto, 1999).

Pada pengambilan gigi impaksi < rahang bawah yang bukoersi dan api%al gigi

tersebut dekat sekali dengan lingual aleolar plate kemungkinan pengambilan !ragmen

akar gigi akan menembus lingual aleolar plat yang tipis dan !ragmen akan masuk ke

submandibular spa%e (Purwanto, 1999).

4. 7raktur prosesus aleolaris sebelah lingualPemakaian bein (eleator) dengan kekuatan yang tidak diperhitungkan (terlalu besar)

 pada gigi impaksi < rahang bawah yang linguoersi menyebabkan lingual aleolar plate

 patah dan melekat pada gigi impaksi tersebut sehingga sukar dilepaskan dan terpaksa ikut

dikeluarkan bersamaan dengan gigi impaksi tersebut. Rahang pada mukosa sebelah

lingual dan disphangia akan mengikuti komplikasi ini (Purwanto, 1999).

;. +rauma pada gigi terdekat

+rauma pada gigi terdekat dapat ter#adi karena pemakaian bein yang tidak benar sehingga

titik !ul%rum dari bein terletak pada gigi & atau ter#adi hambatan (retensi) pada #alan

keluar < oleh gigi & yang tidak dihilangkan lebih dahulu dengan akibat & akan

goyang dengan beberapa kasus & dengan akar !usi dapat ter#adi aulse (keluarnya gigi

dari eleator so%ket). Aila goyangnya gigi tersebut sedikit maka kemungkinan gigi

tersebut akan kembali tetapi #ika sudah aulsi maka ada kemungkinan nekrose pulpa,

terputusnya pembuluh darah dan sara! dari !oramen, api%al dan kemungkinan gigi &

tersebut tidak bisa dilakukan replantasi (Purwanto, 1999).

6. Perubahan tempat !ragmen gigi (displa%ement) ke dalam mandibular spa%e

28

8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis

http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 26/26

7ragmen akar gigi atau bahkan gigi < bawah dapat terdorong masuk ke dalam

submandibular spa%e bila aleolar lingual plate tipis dan pemakaian bein tidak 

diperhitungkan (Purwanto, 1999).

8. Patahnya instrumentPatahnya instrument biasanya u#ung bein yang tipis dan run%ing akan tertinggal pada

 pemakian bein yang tidak hatihati dan kadangkadang mata bur bedah dapat pula patah

sehingga merupakan sorpus alienum yang harus diambil (Purwanto, 1999).

5. $spirasi gigi ke dalam pharing 0 #alan na!as

asuknya gigi pada #alan na!as dapat ter#adi bila gigi se%ara tibatiba terlepas dan

melompat kaearah pharing 0 #alna na!as. /apat ter#adi pada pengambilan gigi dengan

lo%al anastesi maupun general anastesi tanpa sumbatan (tampon) pada #alan na!as

sehingga perlu hatihati pada waktu pemakaian eleator #angan sampai gigi < terutama

terlepas. igi yang terlepas dan masuk #alan na!as se%epatnya dikonsultasikan ke ahli

++ atau spesialis paru untuk se%epatnya pula dikeluarkan dengan bantuan alat

 bron%ho%opy (Purwanto, 1999).