kasus 2 perikoronitis
TRANSCRIPT
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 1/26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Dalam Bedah Mulut
2.1.1 Riwaat Kesehatan
Riwayat kesehatan dan pemeriksaan klinik dari pasien diperlukan dalam
mempertimbangkan pengambilan keputusan dari prosedur pembedahan, baik sebelum proses
penyembuhan. Penatalaksanaannya dapat berupa (Pedersen, 1996) :
1. Kuisoner
etode yang paling e!isien dan teliti adalah kuisoner kesehatan pribadi, yang hasilnyadikon!irmasikan pada waktu anamnesa. "aminan terhadap kerahasiaanya harus di#elaskan dan
ditekankan. $dalah tidak dibenarkan membi%arakan hasil kuisoner pada situasi lain selain
dalam keadaan sangat pribadi (Pedersen, 1996).
&. 'aluasi !isik
Pen!amatan awal
Pengamatan pada pasien dimulai pada saat pasien masuk kebagian bedah mulut. Pasien
akan diamati se%ara otomatis oleh orang lain se%ara kontinu. ulamula #enis
kelamin,kemudian umurnya, selan#utnya tinggi badan, %ara ber#alan, dan lainlain.
Pengamatan yang akurat mengenai status mental pasien sama pentingnya dengan
pemeriksaan !isik (Pedersen, 1996).
Tekanan darah
Penentuan tanda * tanda ital sangat diperlukan pada pasien bedah mulut. Pengukuran
darah tidak hanya dilakukan terhadap pasien yang diduga hipertenssi sa#a, tapi bisa dipakai
pedoman pada ke#adian * ke#adian yang merugikan sewaktu melakukan perawatan atau
sesudahnya. +ekanan diastolik merupakan indikator yang lebih baik dari hipertensi dibanding
dengan tekanan sistolik diatas 9- mmg adalah hipertensi ringan, sedang diatas 1-- mmg
hipertensi sedang, diatas 11- mmg merupakan tanda hipertensi yang berat. Pasien dengan
tekanan darah diastolik melebihi 11- mmg memerlukan ealuasi lebih lan#ut, dan mungkin
membutuhkan konsultasii medis (Pedersen, 1996).
4
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 2/26
Denut nadi
/enyut nadi dan irama #antung #uga diperiksa. eskipun kondisi hipertiroid
menyebabkan meningkatnya denyut nadi, tetapi kebanyakan ge#ala sepert itu ter#adi pada
pasien yang takut0%emas (Pedersen, 1996).
rama #antung bisa teratur atau tak teratur. Pulsus alternans (bergantian lemah dan
kuat)adalah teratur dan merupakan indikasi ter#adinya kerusakan pada miokardium yang
hebat. Ketidakteraturan denyut sering disebabkan oleh adanya kontraksi enrtikel prematur
(P23). Pada saat tersebut, perlu dilakukan konsultasi medis atau ru#ukan sebelum melakukan
perawatan (Pedersen, 1996).
Res"irasi
/engan mengobserasi pernapasan pasien bisa diungkapkan adanya hiperentilasi
(!rekuensi perna!asan pada orang dewasa adalah 14 * 15, #uga merupakan petun#uk dari
adanya ketakutan, mengi dari asma atau kelainan lainnya. +emperatur rongga mulut diukur
apabila diperlukan misalnya untuk pasien yang menderita in!eksi, yang sering termani!estasi
berupa abses dan selulitis (Pedersen, 1996).
2.1.2 Pemeriksaan Radi#l#!i
/alam memper#elaskan keadaan pada bagian maillo!asial sangatlah sulit, se#auhi ini
pemeriksaan radiologi merupakan pilihan. /alam pemeriksaan ini sangatlah berharga dan
penting untuk diagnostik sebagai alat bedah mulut (7ragiskos, &--8).
e%ara umum indikasi untuk pemeriksaan radiologi adalah (7ragiskos, &--8).
emperlihatkan hubungan antara patologi lesi dan struktur #arinagn normal anatomi.
emperlihatkan impaksi dan supernumerary gigi, kerusakan akar.
'aluasi dari dera#ad radiopenetrasi dari lesi.
denti!ikasi lesi meliputi besar, bentuk, batas.
Pembentukan dari lesi.
'!ek dari lesi terhadap tulang korteks dan berbatasan gigi.
2.2 Perik#r#nitis
Perikoronitis merupakan in!lamasi (peradangan) di sekitar mahkota gigi. Perikoronitis
ter#adi pada tahap erupsi saat !olikel gigi terbuka dan berkontak dengan %airan rongga mulut.
eringkali gigi hanya erupsi sebagian tetapi dalam banyak kasus mahkota gigi tidak
terdeteksi di dalam mulut walau menggunakan alat probe sekalipun (a%regor, 195;).
5
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 3/26
Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum ter#adi pada olar impaksi dan
%enderung mun%ul berulang, bila molar belum erupsi sempurna. $kibatnya, dapat ter#adi
destruksi tulang di antara gigi molar dan geraham depannya (ans#oer, &---).
2.2.1 $ti#l#!i Perik#r#nitis
1. Karena gigi < tidak dapat erupsi dengan baik
&. isasisa makanan
<. nasi kuman
4. trauma dari gigi antagonisnya
2.2.2 %e&ala Perik#r#nitis
Perikoronitis dapat bersi!at akut dan kronis. e#ala utama pada tahap akut adalah rasa
nyeri sedangkan pada perikoronitis kronis hanya menun#ukkan sedikit ge#ala. 'ksudat dapat
ter#adi pada kedua tahap (utierre=Pere=, &--4).
e#ala pada tahaptahap awal mungkin tidak berbeda dengan ge#ala pada proses
tumbuh gigi (teething ). Pertama kali indiidu menyadari tumbuhnya gigi atau area di sekitar
gigi kemudian timbul rasa sedikit tidak nyaman yang dirasakan semakin bertambah parah
karena area retromolar tergigit atau tertekan. +ahap berikutnya timbul nyeri dan terbatasnya
gerakan rahang. $gaknya hal ini disebabkan oleh stimulasi reseptor syara! nyeri namun bisa
#uga karena stimulasi otot terdekat yaitu otot temporalis. >bserasi menggunakan
elektromiogra! mungkin diperlukan pada kondisi seperti ini (a%regor, 195;).
Rasa nyeri karena perikoronitis terasa tumpul, berdenyut, dan menetap (?heterel dkk.,
&--1). Rasa nyeri pada telinga #uga dapat timbul pada kasus perikoronitis karena pen#alaran
nyeri dental oleh sara! trigeminal ke telinga yang dikenal dengan istilah otalgia dentalis
(a%regor, 195;).
+andatanda klinis perikoronitis adalah pembengkakan berwarna merah pada #aringan
yang sebagian menutupi gigi yang terlibat dan dari daerah tersebut akan mengalir keluar pus
apabila ditekan dengan probe tumpul (a%regor, 195;).
+andatanda lokal akan lebih menguat pada saat in!eksi terus berkembang. @odus
lim!atikus dapat terasa sakit pada tahap ini. +imbul trismus dan gerakan rahang men#adi
terganggu, rasa nyeri menyebar se%ara radial dan timbul kesulitan untuk makan makanan
yang padat. Pembesaran nodus lim!atikus dapat teraba dan terlihat #elas pembengkakan
bukal. un%ul e!ek umum in!eksi akut: pireksia, takikardia (#antung berdebar %epat),
6
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 4/26
leukositosis dan malaise (a%regor, 195;). 7oeteroris (bau mulut) #uga dapat timbul pada
perikoronitis (a%regor, 195;).
"ika pus terbentuk maka akan keluar melalui rongga mulut atau menembus dataran
#aringan. +ergantung pada posisi mahkota pus ini dapat bergerak ke bukal, kemudian meluas
ke sinus maksilaris atau lingual. Pergerakan pus ke arah bukal dapat menembus ke depan di
bawah lapisan periosteum di atas ketinggian otot bu%%inator di sulkus bukalis. Kondisi ini
disebut sebagai migratory abcess (abses yang bergerak) dan menyebabkan keran%uan
diagnosis khususnya bila titik absesnya berada di dekat suatu gigi yang berpenyakit. "ika pus
menembus di bawah otot bu%%inator maka pus tersebut terlihat pada wa#ah dan dapat
melibatkan nodus lim!atikus wa#ah dan #arang melibatkan %abang syara! mandibula dari
persyara!an wa#ah. $bsesabses yang menyebar ke arah bukal dan ke arah belakang akan
menu#u sub masseter dan menyebabkan trismus (a%regor, 195;).
2.' De(inisi Im"aksi
igi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya
berlawanan dengan gigi lainya, #alan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan #aringan
lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat #uga oleh karena adanya #aringan patologis.
mpaksi dapat diperkirakan se%ara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir
dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi (@asir , &--<).
igi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi se%ara utuh pada posisi yang seharusnya.
al ini dapat ter#adi karena ketidaktersediaan ruangan yang %ukup pada rahang untuk
tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut ($lamsyah, &--;).
e%ara umum impaksi adalah keadaan #ika suatu gigi terhalang erupsi untuk men%apai
kedudukan yang normal. mpaksi gigi dapat berupa gigi yang tumbuhnya terhalang sebagian
atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau #aringan lunak sekitarnya (3handa , &--8).
2.'.1 $ti#l#!i Im"aksi
'tiologi dari gigi impaksi berma%amma%am diantaranya kekurangan ruang, kista, gigi
supernumerer, retensi gigi sulung, in!eksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik (Pertiwi,
&--4). 7aktor yang paling berpengaruh terhadap ter#adinya impaksi gigi adalah ukuran gigi.
edangkan !aktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi.
Aentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. atu hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat
bahwa gigi permanen se#ak erupsi tetap tidak berubah (3handa , &--8).
7
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 5/26
Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya
terletak pada maksila dan mandibula. +etapi pada saat gigi susu tanggal tidak ter#adi %elah
antar gigi, maka diperkirakan akan tidak %ukup ruang bagi gigi permanen penggantinya
sehingga bisa ter#adi gigi ber#e#al dan hal ini merupakan salah satu penyebab ter#adinya
impaksi (3handa , &--8).
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh karena
!aktor kekurangan ruang untuk erupsi. al ini dapat di#elaskan antara lain #enis makanan
yang dikonsumsi umumnya bersi!at lunak, sehingga untuk men%erna tidak memerlukan ker#a
yang kuat dari otototot pengunyah, khususnya rahang bawah men#adi kurang berkembang
($stuti,&--&).
stilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab terhalang,
sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna men%apai oklusi yang normal di dalam
deretan susunan gigi geligi. ambatan halangan ini biasanya berupa hambatan dari sekitar
gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri (+#iptono, dkk. 1959).
ambatan dari sekitar gigi dapat ter#adi karena (+#iptono, dkk. 1959) :
1. +ulang yang tebal serta padat
&. +empat untuk gigi tersebut kurang
<. igi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
4. $danya gigi desidui yang persistensi;. "aringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
ambatan dari gigi itu sendiri dapat ter#adi oleh karena :
1. Betak benih abnormal, hori=ontal, ertikal, distal dan lainlain.
&. /aya erupsi gigi tersebut kurang.
1. Berdasarkan Te#ri )il#!enik
Aerdasarkan teori !ilogenik, gigi impaksi ter#adi karena proses eolusi menge%ilnya
ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia.
Aeberapa !aktor yang diduga #uga menyebabkan impaksi antara lain perubahan patologis gigi,
kista, hiperplasi #aringan atau in!eksi lokal (/wipayanti, &--9).
$da suatu teori yang menyatakan berdasarkan eolusi manusia dari =aman dahulu
sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin ke%il dan ini menimbulkan teori
bahwa rahang itu makin lama makin ke%il, sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang
ada. +etapi teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya
bila tempat untuk gigi tersebut %ukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh se%ara normal
misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai
8
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 6/26
gigi terpendam misalnya Aangsa 'skimo, Aangsa ndian, Aangsa aori dan sebagainya
(+#iptono, dkk. 1959).
Kemudian seorang ahli yang bernama @odine, mengatakan bahwa siilisasi
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. akin ma#u suatu bangsa maka
stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kema#uan bangsa mempunyai
hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang ma#u diet makanannya berbeda
dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang kurang ma#u. isalnya bangsa
bangsa primiti! lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern
lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk
mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang
(+#iptono, dkk. 1959).
2. Berdasarkan Te#ri Mendel
$da beberapa !aktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain #aringan
sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu yang terlalu dini,
tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit oleh karena pertumbuhan
tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori endel, #ika salah satu orang tua
mempunyai rahang ke%il, dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan
salah seorang anaknya berahang ke%il dan bergigi besar. ebagai akibat dari kondisi tersebut,
dapat ter#adi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga ter#adi impaksi (3handa ,
&--8).
'. $ti#l#!i %i!i Ter"endam Menurut Ber!er (+#iptono, dkk. 1959).
Kausa l#kal
1. Posisi gigi yang abnormal
&. +ekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga<. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
;. igi desidui persintensi (tidak mau tanggal)
6. Pen%abutan gigi yang prematur
8. n!lamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi
5. $danya penyakitpenyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena in!lamasi atau
abses yang ditimbulkannya
9. Perubahanperubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak.
Kausa umum
1. Kausa prenatal
9
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 7/26
a. Keturunan
b. Miscegenation
&. Kausa postnatal
emua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada anakanak
seperti:
a. Ri%ketsia
b. $nemi
%. yphilis kongenital
d. +A3
e. angguan kelen#ar endokrin
!. alnutrisi
<. Kelainan pertumbuhan
a. Cleido cranial dysostosis
+er#adi pada masa kongenital dimana ter#adi kerusakan atau ketidakberesan dari
pada tulang %ranial. al ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak
erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, #uga ada kemungkinan di#umpai gigi
supernumeri yang rudimeter.
b. Oxycephali
uatu kelainan dimana terdapat kepala yang lon#ong diameter muka belakang sama
dengan dua kali kakan atau kiri. al ini mempengaruhi pertumbuhan rahang.
2.'.2Pre*alensi Im"aksi %i!i M#lar Keti!a Rahan! Bawah
Keadaan impaksi bisa ter#adi pada semua gigi dalam rongga mulut, namun keadaan
impaksi ini lebih sering ter#adi pada molar ketiga, terutama molar ketiga rahang bawah.
enurut $lling (199<) gigi molar ketiga rahang bawah merupakan gigi yang proses
perkembangan dan erupsinya ter#adi paling akhir dari semua gigi yang lain. igi tersebut
erupsi sekitar umur 18 sampai &; tahun. al ini tidak #auh berbeda dengan pendapat $stuti
(&--&), yang menyebutkan erupsi gigi molar ketiga rahang bawah banyak ditemukan pada
pasien berusia 16 sampai dengan &1 tahun.
$ngka ke#adian gigi impaksi dapat diurutkan dari yang sering ter#adi ($stuti, &--&),
sebagai berikut :
1. olar ketiga rahang bawah
&. olar ketiga rahang atas
<. Kaninus rahang atas
10
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 8/26
4. Premolar rahang bawah
;. Kaninus rahang bawah
6. Premolar rahang atas
8. nsisius sentralis rahang atas
5. nsisius lateralis rahang atas
2.'.' Klasi(ikasi Im"aksi %i!i M#lar Keti!a
1. Berdasarkan si(at &arin!an
Aerdasarkan si!at #aringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasi!ikasikan men#adi :
a) mpaksi #aringan lunak
$danya #aringan !ibrous tebal yang menutupi gigi terkadang men%egah erupsi gigi
se%ar normal. al ini sering terlihat pada kasus insisius sentral permanen, di mana
kehilangan gigi sulung se%ara dini yang disertai trauma mastikasi menyebabkan
!ibromatosis (7ragiskos,&--8).
b) mpaksi #aringan keras
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar,
hal ini dikategorikan sebagai impaksi #aringan keras. /i sini, gigi impaksi se%ara utuh
tertanam di dalam tulang, sehingga ketika !lap #aringan lunak dire!leksikan, gigi tidak
terlihat. "umlah tulang se%ara ekstensi! harus diangkat, dan gigi perlu dipotong
potong sebelum di%abut (7ragiskos,&--8).
2. Klasi(ikasi Menurut Pell dan %re!#r
Aerdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan %ara
membandingkan lebar mesiodistal molar ketiga dengan #arak antara bagian distalmolar
kedua ke ramus mandibula.
a. Posisinya berdasarkan #arak antara molar kedua rahang bawah dan batas anterior ramus
mandibula (7ragiskos,&--8):
1. Klas : "arak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula %ukup lebar
mesiodistal molar tiga bawah.
&. Klas : #arak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibula lebih ke%il dari
lebar mesiodistal molar tiga bawah.
<. Klas : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibula
11
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 9/26
.
ambar &.1 Posisinya berdasarkan
#arak antara molar
kedua rahang bawah
dan batas anterior
ramus mandibula
(7ragiskos,&--8)
b. Aerdasarkan kedalaman impaksi dan #araknya ke molar kedua (7ragiskos,&--8) :
1. Posisi $ : Permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit lebih tinggi dari
gigi molar kedua.
&. Posisi A : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada pertengahan mahkota gigi
molar kedua atau sama tinggi dari garis serikal.
<. Posisi 3 : Permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis.
ambar &.& Aerdasarkan kedalaman impaksi dan #araknya ke molar kedua (7ragiskos,&--8)
'. Klasi(ikasi Menurut +inter
12
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 10/26
Klasi!ikasi yang di%etuskan oleh eorge ?inter ini %ukup sederhana. igi
impaksidigolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Posisi
posisi meliputi:
1. esioangular C(miring ke mesial)
&. /istoangular (miring ke distal)<. 2ertikal
4. ori=ontal
;. Aukoangular (miring ke bukal)
6. Bingoangular (miring ke lingual)
8. nerted
ambar &.< Klasi!ikasi enurut ?inter
2.'.,
Dam"ak Im"aksi %i!i M#lar Keti!a Rahan! Bawah Terhada" Jarin!an Sekitar
igi molar
ketiga
rahang
bawah
impaksi selain dapat menimbulkan kelainan patologis pada gigi itu sendiri, #uga
dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada #aringan sekitarnya ($lling, 199<), seperti:
1. Perikoronitis, yaitu keradangan yang mengenai gingia di sekeliling mahkota gigi yang
impaksi sebagian. Perikoronitis merupakan masalah klinis yang paling sering timbul
akibat gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Perikoronitis dapat menyebar ke tulang
pada bagian mesial atau distal dari gigi molar ketiga, serta dapat menyebar ke gigi molar
kedua sebelahnya (Peterson, 199& $lling, 199< >bimakinde, &--9).
&. Karies pada gigi di depannya, karena daerah sekitar gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi, merupakan tempat akumulasi plak dan debris makanan yang sulit dibersihkan,
sehingga gigi molar kedua rahang bawah men#adi rentan terhadap akumulasi bakteri yang
menyebabkan karies gigi. Karies gigi pada gigi molar kedua tersebut sering ter#adi pada
permukaan distal khususnya di daerah serikal. nsiden karies ini pada umumnya tinggi,
karena berhubungan dengan posisi gigi impaksi molar ketiga terhadap gigi molar kedua,
pembentukan poket periodontal, serta adanya kesulitan untuk mempertahankan
kebersihan mulut (Peterson, 199& +ets%h, 199& owe, 199<).
13
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 11/26
<. Kelainan Periodontal. igi molar ketiga rahang bawah yang impaksi sebagian #uga sering
menimbulkan poket periodontal, atau resesi gingial pada sisi distal gigi molar kedua
rahang bawah. al ini diawali dengan adanya suatu pseudo poket yang terbentuk di antara
mahkota gigi molar ketiga yang impaksi sebagian, dengan gingial yang menutupi
sebagian mahkotanya (+ets%h, 199& $lling, 199< >bimakinde, &--9).
4. Pada beberapa kasus, gigi molar tiga yang dibiarkan dalam keadaan impaksi dapat
menyebabkan terbentuknya kista dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada
rahang dan gigi tetangganya. ($lling, 199<)
2., Ren-ana Perawatan
2.,.1 "erkulekt#mi /Peri-#r#nal )la"0
>perkulektomi atau peri%oronal !lap adalah pembuangan operkulum se%ara bedah.
Perawatan perikororonitis tergantung pada dera#at keparahan in!lamasinya. Komplikasi
sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat nantinya akan di%abut
atau dipertahankan. elain itu hal yang perlu diperhatikan dan adalah !aktor usia dan kapan
dimulai adanya keluhan. Perlu adanya obserasi mengenai hal tersebut karena #ika usia
pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai
keluhan baru sa#a ter#adi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu (anson,
199<).
Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan
emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian keadaan
diealuasi untuk dapat melakukan operkulektomi (anson, 199<).
Indikasi "erkulekt#mi1. Dsia pasien lebih dari &; tahun
&. Keluhan sudah lama dirasakan pasien
<. Perikoronitis kronis
Teknik "erkulekt#mi
1. enentukan perluasan dan keparahan struktur #aringan yang terlibat serta komplikasi
toksisitas sistemik yang ditimbulkan.
2. enghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan
aliran air hangat atau aEuades steril.'. Dsap dengan antiseptik.
14
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 12/26
,. >perkulum0peri%oronal !lap diangkat dari gigi dengan menggunakan s%aler dan debris di
bawah operkulum dibersihkan.
. rigasi dengan air hangat0aEuades steril.
3atatan Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan
anastesi topikal. Pada kondisi akut #uga tidak boleh dilakukan kuretase maupun surgikal.
Aila operkulum membengkak dan terdapat !luktuasi, lakukan insisi guna mendapatkan
drainase. Aila perlu pasang drain dan pasien diminya datang kembali setelah &4 #am guna
melepas0mengganti drainnya. "ika kondisi akut, maka perawatan selan#utnya diberikan di
kun#ungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :
a0 Kumurkumur air hangat tiap 1 #am.
40 Aanyak istirahat.
-0 akan yang banyak dan bergi=i.
d0 en#aga kebersihan mulutnya. Pemberian antibiotik dapat dilakukan #ika diperlukan
(bila ada ge#alage#ala konstisional dan kemungkinan adanya penyebaran in!eksi).
/emikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien #ika diperlukan.
Kondisi pasien kemudian diealuasi di kun#ungan berikutnya dan dapat dilan#utkan ke
tahap selan#utnya bila kondisi pasien telah membaik dan keadaan akut telah reda.
5. 3ek po%ket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe po%ket (!alse po%ket atau
true po%ket). Bakukan probing debt pada semua sisi.
6. $nastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. $nastesi tidak perlu men%apai
sampai tulang, hanya sampai periosteal.
7. Bakukan operkulektomi (eksisi periodontal !lap) dengan memotong bagian distal <.
"aringan di bagian distal < (retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari ter#adinya
kekambuhan perikoronitis. $mbil seadekuat mungkin. Pen#ahitan dilakukan #ika trauma
terlalu besar atau bleeding terlalu banyak.
+eknik operkulektomi yang lain dapat dilakukan se%ara partial thi%kness mu%ogingial
!lap pada daerah lingual. Dntuk daerah bukal #uga dibuat insisi partial thi%kness !lap
dengan meninggalkan selapis #aringan. Partial thi%kness !lap adalah !lap yang dibuat
dengan #alan menyingkap hanya sebagian ketebalan #aringan lunak yakni epitel dan selapis
#aringan ikat, tulang masih ditutupi #aringan ikat termasuk periosteum. ndikasi untuk
dilakukannya teknik ini adalah !lap yang akan ditempatkan ke arah apikal atau operator
tidak bermaksud membuka tulang. etelah dilakukan !lap dapat dilakukan eksisi seluruh
#aringan retromolar pad kemudian menyatukan !lap bukal dan lingual dengan melakukan
pen#ahitan.
8. Aersihkan daerah operasi dengan air hangat0aEuades steril.
19. Keringkan agar periodontal pa%k yang akan diaplikasikan tidak mudah lepas.
11. $plikasikan periodontal pa%k.
Penggunaan periodontal pa%k bukan medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar
proses penyembuhan tidak terganggu. /ressing periodontal dulu mengandung =in%oide
15
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 13/26
eugenol, namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan itu,
sekarang ini digunakan bahan dressing periodontal bebas eugenol. /alam
mengaplikasikannya harus hatihati sehingga dapat menutupi daerah luka dan mengisi
seluruh ruang interdental karena di situlah letak retensinya. Pada daerah apikal,
periodontal pa%k diaplikasikan #angan melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak
bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal #angan sampai mengganggu oklusi.
/engan demikian, retensi periodontal pa%k men#adi baik.
12. nstuksikan pada pasien agar datang kembali pada kun#ungan berikutnya (kalau tidak ada
keluhan, satu minggu kemudian).
1'. Pada kun#ungan berikutnya, pa%k dibuka dan diealuasi keadaannya.
2.,.2 d#ntekt#mi
Indikasi d#ntekt#mi
ndikasi odontektomi pada umumnya bila diperkirakan gigi impaksi tersebut tidak
dapat diusahakan untuk erupsi atau diatur posisinya dalam lengkung geligi yang benar dan
telah menimbulkan komplikasi atau kondisi yang merugikan (Purwanto, 1999).
Para ahli Aedah ulut dan aksilo!asial di $merika erikat tahun 1984 memodi!ikasi
indikasi odontektomi (Purwanto, 1999) antara lain :
1. $danya korelasi yang tidak sesuai antara ukuran dan bentuk rahang.
&. Dntuk keperluan terapi orthodonti%.
<. enimbulkan kerusakan tulang pada gigi yang berdekatan.
4. igi impaksi di#umpai pada daerah tulang rahang yang tidak bergigi pada
penderita pemakai protesa gigi sering menimbulkan keluhan sakit dan bengkak.
;. igi impaksi yang terlibat kosta atau tumor rahang.
6. igi impaksi dengan in!eksi berulang (re%urrent in!e%tion).
8. $danya resorpsi internal atau eksternal dan karies pada gigi impaksi.
5. Rasa sakit yang tidak diketahui penyebabnya.
9. Dntuk persiapan terapi radiasi rahang dan #aringan sekitarnya.
1-. igi impaksi yang tidak ber!ungsi didalam rongga mulut.
K#ntra Indikasi d#ntekt#mi
1. Kemungkinan ter#adi kerusakan atau hilangnya gigi yang berdekatan dengan gigi
impaksi yang tidak memberikan keluhan.
&. Kondisi !isik penderita memburuk serta kemungkinan untuk hidup ke%il.
<. igi unerupsi (komplet impaksi) pada penderita usia lan#ut yang tidak memberi
keluhan (asymptomati% impa%ted teeth), namun bila terdapat sedikit kelainan ataukondisi patologis ringan hendaknya dilakukan obserasi se%ara periodi%.
16
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 14/26
7aktor yang mempersulit odontektomi < Rahang Aawah (Purwanto, 1999), yaitu:
1. $%%esibility menge%il (hal yang dapat di%apai) 0 #alan masuk.
3ontoh : 3lass yang terletak #auh di dalam ramus asenden
Posisi 3 yaitu gigi impaksi dengan posisi di bawah atau men#auh serikal line molar
kedua rahang bawah dan letak rapat sekali dengan molar kedua rahang bawah.
&. Aentuk kuratur (lengkung) akar gigi impaksi abnormal.
<. ipersementosis.
4. Rapat sekali dengan kanalis mandibularis.
;. Kepadatan (densitas) tulang meninggi terutama penderita tua.
6. 7olikular spa%e gigi impaksi menge%il oleh karena terisi tulang dan paling sering pada
penderita usia &; tahun.
8. $nkilosis yaitu ter#adi perlekatan langsung antara gigi dan tulang tanpa adanya #aringan lunak diantara keduanya.
5. Kesukaran men%apai lapangan operasi karena muskulus orbi%ularis yang ke%il, adanya
trismus (tidak dapat membuka mulut selebar mungkin), lidah yang besar dan tidak
terkontrol.
?aktu yang tepat untuk >dontektomi (Purwanto, 1999), yaitu :
1. Pada waktu masih muda dimana F G akar baru terbentuk (prophyla%ti%
odonte%tomi). /ilakukan odontektomi sebagai tindakan pen%egahan agar tidak ter#adi
kondisikondisi yang merugikan bagi penderita.
&. Pada waktu in!eksi akut sudah mereda 0 hilang sama sekali. uatu in!eksi akut dapat
timbul pada gigi impaksi yang sebagian yaitu peri%oronitis akut. arus mereda atau
menghilang agar dapat dilakukan operasi untuk men%egah kemungkinan komplikasi
yang timbul karena adanya penyebaran in!eksi.
Teknik:Teknik Pen-a4utan %i!i $ru"si Den!an Pem4edahan
igi kuspid atas
• Auat !lap enelope
• ilangkan tulang !asial yang menutupinya yang berbentuk segitiga meman#ang
• Pisahkanlah mahkota dari akarnya
• Dngkit akar menggunakan lubang kaitan (eleator %rane pi%k H41) (Pedersen, 1996).
17
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 15/26
igi molar atas
• Auatlah !lap enelope
•ilangkan tulang bukal untuk membuka tri!urkasi
• Potong akar bukal
• Dngkit mahkota bersamaan dengan akar palatal
atau
• Auat !lap enelope
• ilangkan tulang bukal untuk membuka tri!urkasi
• Pisahkan mahkota dari akarnya
• Pisahkan masingmasing akarnya
• Keluarkan akar satu demi satu (Pedersen, 1996).
igi molar bawah
• Potong mahkota 0 akar sehingga men#adi dua bagian yaitu bagian distal dan mesial
• Keluarkan segmen akarmahkota mesial dan distal sendirisendiri dengan
menggunakan tangatau
• Keluarkan mahkota
• Potong akar mesial dari yang distal
• Keluarkan akar sendirisendiri (eleator <1, %ryer <-) (Pedersen, 1996).
Pen-a4utan M#lar Keti!a Im"aksi
edasi
Persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah pasien yang
relaks dan anestesi lokal yang e!ekti! atau pasien yang teranestesi dengan selamat. Pemberian
sedati! oral tertentu pada sore hari sebelum dan 1 #am sebelum pembedahan merupakan
teknik yang bisa diterima. eringkali anestesi umum merupakan pilihan yang %o%ok untuk
pembedahan impaksi (Pedersen, 1996).
18
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 16/26
/esain 7lap
$da pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan impaksi adalah !lap yang
didesain dengan baik dan ukurannya %ukup. 7lap mandibular yang paling sering digunakan
adalah enelope tanpa insisi tambahan, dire!leksikan dari leher 1 dan & tetapi dengan
perluasan distal kea rah lateral atau bukal ke dalam region < (trigonum retromolar). $spek
lingual mandibular dihindari untuk men%egah %edera pada a. lingualis. 7lap serupa digunakan
pada lengkung rahang atas, tetapi diletakkan di atas tuberositas sedangkan perluasan distalnya
tetap ke lateral atau bukal. "alan masuk menu#u < impaksi yang dalam (leel 3) pada kedua
lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior (Pedersen,
1996).
ambar &.4. gigi molar ketiga atas di%abut dengan pembuatan !lap enelope di sebelah bukal.
Pada kasus impaksi dengan kedalaman tertentu, A dan sebagian besar leel 3, !lap biasanya
diperluas dengan insisi tambahan di anterior (garis putusputus). A. Ren%ana pen#ahitan
setelah pembuatan !lap gigi molar ketiga atas yang impaksi (A) dan insisi impaksi gigi bawah
(3). %atatan : tanda panah yang tidak bernomor menun#ukkan daerah pen#ahitan tambahan.
e%ara umum, apabila menggunakan insisi serong tambahan dibagian anterior, papilla
interproksimal harus di#ahit lebih dahulu.
19
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 17/26
Pengambilan tulang
Pengambilan tulang mandibular terutama dilakukan dengan bur dan dibantu dengan
irigasi larutan saline. +eknik yang biasa dilakukan adalah membuat parit sepan#ang bukal dan
distal mahkota dengan maksud melindungi %rista obliEue eterna, namun tetap bisa
mendapatkan #alan masuk yang %ukup kepermukaan akar yang akan dipotong. Pada rahang
atas pengambilan tulang lebih sering dilakukan dengan eleator lurus yang digunakan sebagai
pen%ungkil tulang atau dengan osteotomy dan tekanan tangan. Kadangkadang tulang seperti
kulit telur menutup mahkota. +ulang ini mudah dikupas dengan menggunakan eleator
periosteal H9 atau eleator lurus yang ke%il, untuk menyingkap !olikel di bawahnya. Dntuk
melihat anatomi mahkota dan menentukan sumbu pan#ang gigi impaksi, !olikel dihilangkan
sebagian dengan menggunakan eleator periosteal atau eleator lurus dan hemostat ke%il.
ekali #alan masuk ke < impaksi %ukup untuk memasukkan eleator iller atau Pott pada
serik, pengungkitan ke distalbukal bisa dilakukan (Pedersen, 1996).
ambar &.; Pengambilan tulang yang diperlukan untuk #alan masuk ditun#ukkan oleh garis
putusputus sedangkan garis hitam tebal menun#ukkan tempat pembuatan parit.
Pemotongan yang teren%ana
igi bawah yang impaksi biasanya dipotongpotong, sedangkan gigi atas yang
impaksi #arang dikeluarkan dengan pemotongan. "ika pemotongan < atas yang impaksi
diperlukan biasanya mehkota dipotong agar akar dapat digerakkan ke bukaloklusal.
Kepadatan dan si!at tulang mandibular men#adikan pemotongan teren%ana pada kebanyakan
gigi impaksi men#adi sangat penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak
terhalang. +indakan ini harus dilakukan dengan hatihati untuk menghindari !raktur dinding
20
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 18/26
aleolar lingual atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan
ter#adi %edera n.lingualis. /asar pemikiran dari pemotongan adalah men%iptakan ruang yang
bisa digunakan untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar. ekali
konsep ini dimengerti, pen%abutan impaksi mandibular dapat dilakukan dengan %ara yang
bi#aksana (Pedersen, 1996).
+indakan sesudah pen%abutan gigi.
esudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan baik, sisasisa !olikel dibersihkan
seluruhnya. Kegagalan untuk melakukan hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama
atau perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. etelah !olikel dibesihkan,
aleolus dirigiasi dengan seline dan diperiksa dengan teliti. Pada rahang atas terutama
perhatikan adanya kemungkinan per!orasi sinus. Iang penting berkenaan dengan
pembedahan impkasi gigi bawah adalah kondisi bundle neuroas%ular aleolaris in!erior yang
sering terlihat pada kedalaman aleolus. emua potongan gigi atau serpihan tulang #uga
serpihan periosteum dan mukosa harus dihilangkan. +epitepi tulang dihaluskan dengan bur
dan kikir tulang. Pen#ahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan #aringan terhadap
prosesus aleolaris dan terhadap aspek distobukal & di dekatnya. 7oto sinar segera
sesudah operasi dibuat untuk kasuskasus yang sulit di mana ada kemungkinan ter#adi !raktur
mandibular0%edera struktur sekitarnya (permukaan akar). Kemudian diletakkan tampon di
atas bekas operasi dan pasien dian#urkan untuk tetap menggigitnya paling tidak 11⅓ #am
(Pedersen, 1996).
nstruksi pas%abedah
+ekankan perlunya meminum analgesi% sebelum rasa sakit timbul, seperti #uga
aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan. >batobat pengontrol rasa sakit sesudah
pembedahan biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pen%abutan dengan
tang. Pun%ak rasa sakit etelah pembelahan impaksi adalah selama kembalinya sensasi daerah
operasi sedangkan pembengkakan maksimal biasanya ter#adi &4#am pas%a pembedahan
(Pedersen, 1996).
+indakan lan#ut
Kontrol di#adwalkan pada waktu melepas #ahitan, biasanya hari keempat0kelima
sesudah operasi. Pada kun#ungan ini daerah yang dioperasi diperiksa dengan teliti yaitu
mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah. Iang hampir selalu ter#adi adalah
21
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 19/26
kebersihan mulut yang #elek karena penyikatan gigi masih sakit. +ekankan an#uran untuk
menggunakan larutan kumur se%ara e!ekti!, sedangkan penggunaan alat pulsasi air sebaiknya
ditunda karena dikhawatirkan dapat melukai atau melepas beku darah (Pedersen, 1996).
Pem#t#n!an Teren-ana
mpaksi mesioangular
Pemotongan teren%ana dari impaksi gigi molar ketiga hanya membutuhkan
pemotongan tulang yang lebih sedikit dan mengakibatkan trauma yang ke%il untuk
mendapatkan arah pengeluaran yang baik. uatu %ontohnya pemotongan bagian distal
mahkota atau separuh bagian distal gigi bawah yang impaksi mesioangular. esudah
pembuatan parit di sekitar gigi, bur !isur diletakkan pada garis serikal dan dengan gerakan
seperti menggerga#i atau menyikat, gigi dipotong keaksial dari ⅔ atau <04 menebus dari
lingual ke bukal. 'leator lurus yang ke%il digunakan untuk menyelesaikan pemisahan
bagianbagian gigi, mematahkan bagian distal mahkota atau meme%ah gigi men#adi dua dari
daerah bi!urkasi. esudah mahkota bagian distal dikeluarkan, sisa gigi impkasi didorong kea
rah %elah yang terbentuk sebelumnya dengan menggunakan eleator lurus atau eleator
3rane Pi%k H41 yang diinsersikan pada bagian mesio bukal atau pada tempat yang sama
denga pengeluaran bagian distal. aya ini melepaskan gigi dari linger distal molar dua
(Pedersen, 1996).
ambar &.6 $pabila impaksi mesioangular dipisah dari bukal ke lingual pada alur bukal
(grooe) atau bi!urkasi, maka kemudian bisa dilakukan pemisahan mahkota distal terhadap
akarnya ataupun mahkota dan akar diambil bersamasama. /engan pengambilan mahkota
bagian distal maka diperoleh arah pengeluran yang tidak terhalang untuk mengungkit struktur
gigi yang masih ada (atas). $tau, apabila belahan gigi sebelah distal diambil, akan ada ruang
22
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 20/26
kosong yang bisa digunakan untuk tempat penggeseran bagian gigi yang lain kea rah distal
oklusal.
mpaksi distoangular
Pemotongan standart untuk gigi bawah dengan impaksi distoangular adalah
mengambil sebanyak mungkin bagian akar atau mahkota gigi sebelah distal. Pada teknik ini
yang sangat penting adalah mempertahankan bagian mesial mahkota atau akar, karena bagian
tersebut men#adi pengangan untuk pergeseran ke distal dari sisa potongan gigi. "ika dengan
membuat #alan masuk bukal yang besar dengan eksisi tulang tambahan (Pedersen, 1996).
ambar &.8 Pembedahan gigi molar ketiga dengan impaksi distoangular. ahkota distal dan
segmen akar dipotong dan dikeluarkan. +itik kaitan dibuat pada permukaan mesio bukal akar
dan struktur gigi yang tersisa digeser kea rah disto oklusal menggunakan eleator H41 (3rane
pi%k). A. eleator H41 sering digunakan pada pembedahan gigi impaksi melalui titik kaitan
yang dibuat dengan bur pada gigi (Pedersen, 1996).
mpaksi hori=ontal
23
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 21/26
Ren%ana pemotongan untuk impaksi hori=ontal tergantung pada pengambilan awal
mahkota dan diikuti penggeseran akar baik satu persatu atau langsung seluruhnya kea rah
ruang yang terbentuk dari pengambilan mahkota. Aiasanya mehkota lebih baik diambil
dengan dua tahap pemotongan pertama adalah melintang pada garis serikal, sedangkan
tahap kedua (aksial atau longitudinal) adalah se#a#ar sumbu pan#ang gigi. Aelahan mahkota
lingual dipatahkan dan diungkit kea rah lingual dengan menggunakan eleator, sedangkan
sisa mahkota yang tertinggal digeser kea rah ruang yang ada dan dikeluarkan. $kar superior
terbedah dan dibuat titik kaitan pada permukaan superior. 'leator diinsersikan dan kemudian
ditarik ke anterior (mesial). al ini %enderung menggeser akar ke anterior kea rah ruang yang
sebelumnya ditempati oleh mahkota. $pabila akar tidak bisa bergerak sebagai satu unit, maka
akar superior dipisahkan dari yang in!erior dan kemudian akan dikeluarkan satu persatu
(Pedersen, 1996).
ambar &.5 Pen%abutan gigi impaksi hori=ontal. $ dan A. $lternati! pengeluaran mahkota. $,
mahkota langsung dikeluarkan seluruhnya sesudah pemotongan pada garis serikal. A. gigi
dikeluarkan sebagai segmen bukal dan lingual sesudah dilakukan pemisahan serikal dan
longitudinal. 3. Pergeseran akar superior dan in!erior ke anterior sebagai satu unit. /. $kar
dipisahkan dan dikeluarkan se%ara terpisah.
mpaksi melintang
Pemotongan pada gigi impaksi melintang mengikuti %ara yang mirip dengan yang
dilakukan pada gigi impaksi hori=ontal. ekali lagi kun%inya adalah mahkota dikeluarkan
dahulu. Pada keadaan ini, mahkota dipisahkan, kemudian dipatahkan dengan eleator dan
24
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 22/26
diungkit ke lingual seluruhnya. +itik kaitan dibuat pada akar superior dan tekanan kea rah
lingual diaplikasikan untuk menggeser akar ke dalam ruang yang tadinya ditempati mahkota
(Pedersen, 1996).
ambar &.9 Pengambilan mpaksi melintang. ahkota dipotong pada garis serikal, di geser
ke lingual, dan diambil. Bubang kaitan dibuat pada akar superior dan akarakarnya digeser
kea rah lingual dengan eleator H41 (3rane pi%k) atau alat yang serupa.
Komplikasi pada saat pembedahan odontektomi
2. Pas-a Bedah
Instruksi Pas-a Bedah Penderita diminta untuk /Purwant#; 18880
a. elepas tampon yang dipakai untuk hemistasis pada luka operasi setelah <9 menit
pas%a bedah.
b. /ilarang minum kopi, al%ohol dan merokok karena dapat meningkatkan tekanan
darah sehingga dapat ter#adi perdarahan dan in!eksi.
%. +idak mengisapisap luka0memainkan u#ung lidah pada luka.
d. +idak kumurkumur keras selama &4 #am.
e. +idak makanmakanan yang keras selama 1 * & hari dan makanan sebaiknya lunak
sehingga !ungsi pengunyahan dikurangi.
25
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 23/26
!. ehabis operasi dapat dilakukan kompres es ekstra oral selama 1 * & #am (dapat
dilakukan &- menit kompres dan &- menit istirahat). al ini berguna untuk
mengurangi edema (bengkak) pas%a bedah karena trauma operasi.
g. en#aga kebersihan luka operasi dari sisasisa makanan yang menempel denga %ara
kumurkumur ringan terutama ditu#ukan pada daerah luka.
Tera"i Pas-a Bedah
1. Penderita diminta kontrol < hari sekali sampai luka operasi menyembuh.
&. etiap penderita datang kontrol dapat dilakukan pembersihan luka operasi dengan
melakukan irigasi memakai %airan antisepti% ringan ( mis. &>& <J), atau kalau ada
dressing perlu diganti yang baru
<. etelah < hari pas%a bedah dapat melakukan sikat gigi dengan hatihati pada daerah
luka.
4. "ahitan diangkat setelah 81- hari dengan dilihat dulu apakah luka insisi sudah bertaut
kembali atau belum. Pada region tertentu tepi luka sudah menyatu atau menutup
dengan baik dapat diangkat sedangkan yang belum menutup ditunggu sapai terbukti
sudah melekat satu sama lain.
>batobat yang diberikan adalah :
1. $nalgesik (bila diperlukan diberi sedatie)
>bat ini selalu dibutuhkan karena rasa sakit pas%a bedah akan selalu didapatkan
dari berbagai ma%am tingkatan rasa sakit.
&. $nti in!lamasi
Aiasanya dari golongan ensim
<. $ntibiotika terutama deriate pinisilin. ebaiknya diberikan bila memang
diindikasikan dan bukan merupakan suatu yang rutin terutama diperkirakan bila
ter#adi komplikasi pas%a bedah.
2.5 K#m"likasi "ada saat "em4edahan
Komplikasi yang dapat ter#adi yaitu:
1. Perdarahan yang berlebihan.&. +ertekan0terputusnya nerus aleolaris mandibularis.
<. 7raktur akar.
4. +er#adinya perubahan tempat !ragmen akar gigi ke dalam submandibularis.
;. 7raktur prosesus aleolaris.
6. 7raktur mandibularis di daerah angulus mandibula.
ebagai tindakan pen%egahan komplikasi selama operasi maka peren%anaan operasi
yang matang dengan pelaksanaan operasi yang baik untuk memperke%il kemungkinan
ter#adinya komplikasi selama operasi (Purwanto, 1999).
26
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 24/26
1. Perdarahan yang berlebihan
)a-t#r Umum
Karena adanya kelainan sistemik yaitu beberapa kelainan darah karena
3ongenital : hemophilia, leukemia dan sebagainya.
Kelainan yang didapat: obatobatan, sinar
diopathi% +hrombo%ytopeni% (+P)Penyakitpenyakit tersebut pada umumnya dapat diketahui dengan anamnesa yang teliti,
pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan laboratories. Aila dokter gigi menemukan
kelainan darah tersebut segera dikonsultasikan ke hematology sehingga tindakan bedah
yang sangat diperlukan dapat diker#akan di rumah sakit dengan !asilitas lengkap dan
beker#a sama dengan para ahli seperti internis0pediatri%, hematology, ahli bedah mulut
(Purwanto, 1999).
)a-t#r <#kal/apat berasal dari #aringan lunak (gingia) maupun dari #aringan tulang (pembuluh
darah dari tulang aleoli dan yang tersering pada odontektomi yaitu dari kanalis
mandibularis). Perawatan perdarahan dapat berma%amma%am yaitu dengan tekanan,
tekanan hemostatik, ligasi arteri, elektro %auter, bone wa (khusus pada perdarahan tulang
(Purwanto, 1999).
&. +rauma pada n. $leolaris mandibula
+ertekan0terputusnya nerus mandibula dapat ter#adi pada tindakan bedah
odontektomi. +ertekannya kanalis mandibularis karena ter#adi perubahan tempat dinding
kanalis karena trauma operasi, perlu segera dideteksi dan dilakukan dekompresi pada
#aringan syara! tersebut untuk menghindari nekrose pada %abang distal dari tempat
tekanan. Parestesia atau bahkan anatesia dapat ter#adi pada daerah dilayani oleh sara!
yang bersangkutan. Regenerasi sara! nere mandibularis %ukup baik asal %analis terbebas
dari obstruksi. Pada kasus yang mempunyai prognosa baik !ungsi sara! akan kembali
dalam waktu 6 minggu * 6 bulan. e#ala kembalinya !ungsi sara! ditandai dengan adanya
parestesia dan se%ara berangsurangsur ge#ala anatesia akan hilang dan kadangkadang
diikuti dengan ge#ala hipersensiti! untuk beberapa waktu. Aila nerus mandibula
diketahui setelah beberapa waktu maka kemungkinan kembalinya !ungsi sara! adalah
ke%il sehingga akan terus ter#adi anastesi se%ara menetap (persisten) (Purwanto, 1999).
Dntuk menghindari komplikasi tersebut #elas sekali pentingnya pemeriksaan
ronsenologis sebelum odontektomi, peren%anaan operasi yang matang dan pelaksanaan
operasinya harus sesuai dengan ren%ana operasi yang telah dibuat (Purwanto, 1999).
27
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 25/26
<. 7raktur akar
Patahnya gigi biasanya pada daerah api%al gigi yang harus dikeluarkan. +etapi bila
akar gigi tersebut dekat sekali dengan kanalis mandibularis atau dengan sinus maksilaris
(impaksi < atas) maka resiko %ideranya nerus mandibularis atau kemungkinan
masuknya !ragmen ke dalam sinus maksilaris dapat ter#adi sehingga menimbulkan
masalah apakah perlu diambil !ragmen akar tesebut, apakah usaha ini mungkin berhasil,
apakah kemampuan operator ataupun !asilitas operasi memungkinkan usaha ini
"elas perlu pertimbangan khusus mengenai maslaah tersebut dan yang terpenting
adalah usaha apapun yang akan ditempuh malah merugikan bahkan membahayakan
penderita (Purwanto, 1999).
Pada pengambilan gigi impaksi < rahang bawah yang bukoersi dan api%al gigi
tersebut dekat sekali dengan lingual aleolar plate kemungkinan pengambilan !ragmen
akar gigi akan menembus lingual aleolar plat yang tipis dan !ragmen akan masuk ke
submandibular spa%e (Purwanto, 1999).
4. 7raktur prosesus aleolaris sebelah lingualPemakaian bein (eleator) dengan kekuatan yang tidak diperhitungkan (terlalu besar)
pada gigi impaksi < rahang bawah yang linguoersi menyebabkan lingual aleolar plate
patah dan melekat pada gigi impaksi tersebut sehingga sukar dilepaskan dan terpaksa ikut
dikeluarkan bersamaan dengan gigi impaksi tersebut. Rahang pada mukosa sebelah
lingual dan disphangia akan mengikuti komplikasi ini (Purwanto, 1999).
;. +rauma pada gigi terdekat
+rauma pada gigi terdekat dapat ter#adi karena pemakaian bein yang tidak benar sehingga
titik !ul%rum dari bein terletak pada gigi & atau ter#adi hambatan (retensi) pada #alan
keluar < oleh gigi & yang tidak dihilangkan lebih dahulu dengan akibat & akan
goyang dengan beberapa kasus & dengan akar !usi dapat ter#adi aulse (keluarnya gigi
dari eleator so%ket). Aila goyangnya gigi tersebut sedikit maka kemungkinan gigi
tersebut akan kembali tetapi #ika sudah aulsi maka ada kemungkinan nekrose pulpa,
terputusnya pembuluh darah dan sara! dari !oramen, api%al dan kemungkinan gigi &
tersebut tidak bisa dilakukan replantasi (Purwanto, 1999).
6. Perubahan tempat !ragmen gigi (displa%ement) ke dalam mandibular spa%e
28
8/20/2019 KASUS 2 Perikoronitis
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-2-perikoronitis 26/26
7ragmen akar gigi atau bahkan gigi < bawah dapat terdorong masuk ke dalam
submandibular spa%e bila aleolar lingual plate tipis dan pemakaian bein tidak
diperhitungkan (Purwanto, 1999).
8. Patahnya instrumentPatahnya instrument biasanya u#ung bein yang tipis dan run%ing akan tertinggal pada
pemakian bein yang tidak hatihati dan kadangkadang mata bur bedah dapat pula patah
sehingga merupakan sorpus alienum yang harus diambil (Purwanto, 1999).
5. $spirasi gigi ke dalam pharing 0 #alan na!as
asuknya gigi pada #alan na!as dapat ter#adi bila gigi se%ara tibatiba terlepas dan
melompat kaearah pharing 0 #alna na!as. /apat ter#adi pada pengambilan gigi dengan
lo%al anastesi maupun general anastesi tanpa sumbatan (tampon) pada #alan na!as
sehingga perlu hatihati pada waktu pemakaian eleator #angan sampai gigi < terutama
terlepas. igi yang terlepas dan masuk #alan na!as se%epatnya dikonsultasikan ke ahli
++ atau spesialis paru untuk se%epatnya pula dikeluarkan dengan bantuan alat
bron%ho%opy (Purwanto, 1999).