presentasi kasus 2

52
PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS Nama : Tn. B Umur : 47 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Asrama wiratama 66 Wates No 18 RT 003 RW 009, Pudak Payung, Banyu Manik Pekerjaan : PNS Tgl MRS : 22-10-2015 s.d. 28-10-2015 No.RM : 128233 II. ANAMNESIS a. Keluhan utama : Nyeri pinggang sebelah kiri b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri sejak 8 hari SMRS. Nyeri terasa nyut-nyutan menjalar dari pinggang kiri ke perut kiri depan. Pada awalnya nyeri dirasakan hilang timbul, saat nyeri timbul pasien sulit untuk meluruskan badan dan lebih enak dalam posisi membungkuk. Nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari – hari. Keluhan juga disertai dengan sulit untuk BAK dan hanya sedikit saja air kencing yang keluar. Saat buang air kecil pasien merasakan nyeri di sepanjang kencing, nyeri dirasakan 1

Upload: eka-henny-suryani

Post on 11-Apr-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HJK

TRANSCRIPT

Page 1: PRESENTASI KASUS 2

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. B

Umur : 47 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Asrama wiratama 66 Wates No 18 RT 003 RW 009, Pudak

Payung, Banyu Manik

Pekerjaan : PNS

Tgl MRS : 22-10-2015 s.d. 28-10-2015

No.RM : 128233

II. ANAMNESIS

a. Keluhan utama : Nyeri pinggang sebelah kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri sejak 8 hari

SMRS. Nyeri terasa nyut-nyutan menjalar dari pinggang kiri ke perut kiri

depan. Pada awalnya nyeri dirasakan hilang timbul, saat nyeri timbul pasien

sulit untuk meluruskan badan dan lebih enak dalam posisi membungkuk. Nyeri

sangat mengganggu aktivitas sehari – hari. Keluhan juga disertai dengan sulit

untuk BAK dan hanya sedikit saja air kencing yang keluar. Saat buang air kecil

pasien merasakan nyeri di sepanjang kencing, nyeri dirasakan pada pinggang

kiri dan dibawah perut, kecing berwarna kuning jernih tidak ada batu atau pasir,

dan tidak ada darah. Pasien juga mengeluh adanya mual, akan tetapi tidak

muntah.

2 hari SMRS gejala menetap kemudian pasien dibawa ke RST Semarang,

di rumah sakit tersebut pasien direncanakan akan di rawat rumah sakit tersebut

akan tetapi pasien menolak untuk dirawat. Keluhan tidak disetai dengan

demam, dan batuk pilek. BAB dalam batas normal dan tidak ada kelainan.

Pasien mempunyai kebiasaan minum sehari minimal 2 botol aqua besar (1,5 L).

1

Page 2: PRESENTASI KASUS 2

Selain itu pasien juga punya kebiasaan minum teh setiap hari. Pasien termasuk

orang yang menjaga makanannya. Pasien tidak pernah konsumsi obat-obatan

tertentu dalam waktu lama. Pasien juga sering melakukan olahraga.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami riwayat penyakit seperti ini. Pasien

memiliki riwayat Diabetes Miletus dan gastritis kronik. Riwayat alergi, riwayat

asma, riwayat penyakit jantung dan riwayat hipertensi disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan serupa

dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK (25 Oktober 2015)

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : TD = 150/100

N = 74 x /menit, isi penuh, regular

RR = 20 x/menit

S = 37 °C

SpO2 = 96%

Status Generalis1. Kepala : Simetris, mesosephal, rambut hitam.

2. Mata : Konjugtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+)

N, pupil isokhor (+/+) , oedema periorbita (-/-), exopthalmus

(-/-)

3. Hidung : Discharge (-), deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-)

4. Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)

5. Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), lidah kotor (-), sianosis (-)

6. Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe tidak

membesar, tidak ada deviasi trakhea

2

Page 3: PRESENTASI KASUS 2

7. Thorak

a. Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula

sinistra, tidak kuat angkat, thrill (-)

Perkusi : - Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra

- Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : S1 > S2, murni, reguler, bising (-), gallop (-)

b. Paru-paru

Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)

Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan whezzing (-/-),

Ronkhi (-/-)

8. Abdomen

Inspeksi : datar, distensi (-), darm contur (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien tidak teraba

Perkusi : tymphani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

9. Ekstremitas.

Akral hangat (+), edema (-/-), reflek fisiologis (+) N, reflek patologis (-/-)

Status lokalis:

Regio kostovertebralis

• Ginjal : Flank pain -/+

(Bimanual palpasi) Flank mass - / -

Nyeri ketok CVA -/+

• Vesica Urinaria : Tidak teraba, kesan kosong

3

Page 4: PRESENTASI KASUS 2

• Genitalia eksterna :

Penis:

- Sirkumsisi : ( + )

- Kelainan congenital : ( - )

- Kateter : ( - )

- Tanda radang : ( - )

- MUE : letak: normal

Stenosis : ( - )

Skrotum:

- Tanda radang : ( - )

- Pembesaran : ( - / - )

- Testis : ( + / + ) normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 23-10-2015

Hemoglobin 13,3 11 – 15 g/dL

Hematokrit 36,2 36 – 48%

Eritrosit 4,64 4.3 – 6.0juta/Ul

Leukosit 6800 4.0 – 10.0 /uL

Trombosit 279.000 150.000 – 400.000/uL

MCV 77.9 80 – 96 fL

MCH 28.7 27 – 32 pg

MCHC 36.9 32 – 36 g/dL

Kimia Klinik

Ureum 38 8 – 50 mg/dL

Kreatinin 1,7 0 – 1.3 mg/dL

Glukosa Darah 227 70-110 mg/dL

SGOT 19 3 – 35U/L

SGPT 17 8 – 41 U/L

4

Page 5: PRESENTASI KASUS 2

Foto : Rontgen

5

Page 6: PRESENTASI KASUS 2

V. DIAGNOSIS UTAMA

Batu ureter sinistra + Non visualized ren Sinistra + DJ Stent Sinistra

VI. DIAGNOSA SEKUNDER

DM + Hipertensi

VII. DIAGNOSIS BANDING

Batu ginjal sinistra

VIII. KOMPLIKASI

1. Hidronefrosis

2. Disuria

3. Pyelonefrosis

6

Page 7: PRESENTASI KASUS 2

IX. PENATALAKSANAAN

1. Operatif :

a. URS

b. Litotripsi

c.Pasang DJ Stent

d. Sistoskopi

2. Medikamentosa :

a. Infus RL

b. Cefomax 2x1 gr

c.Dexketoprofen 2x1 gr

d. Pantomex 2x1 gr

e. Plasminex 3x1 gr

f. Bisoprolol 1x25 mg

g. Humalog mix 2x20 UI sc

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

7

Page 8: PRESENTASI KASUS 2

Dokumentasi Pelaksanaan Operasi URS pada tanggal 26 Oktober 2015

8

Page 9: PRESENTASI KASUS 2

ZAXS

9

Page 10: PRESENTASI KASUS 2

FOLLOW UP

27-10-2015 28-10-2015S Nyeri pinggang berkurang, Bak tidak nyeri,

lancar dan tidak ada serpihan batuNyeri (-), Bak normal

O KU : Lemah, tampak sakit sedangKes : CMHR: 112 x/mntRR : 22 x/mntS : 36,4oCTD :120/70 mmHg Kepala : NormocephalMata :Cekung (-/-), Konjungtiva Pucat(-), pupil bulat isokor, diameter 2 mm ki = kaTHT : Faring tdk hiperemis, tonsil T1-T1 tdk hiperemisLeher : tdk ada pembesaran KGBToraks : simetris, retraksi (-), SN vesikuler (+/+), rh (-/-), wh(-/-), BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen: datar , nyeri tekan epigastrium (+), BU (+), hepar lien tidak teraba pembesaran, nyeri ketok CVA (-)Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 s

KU : Lemah, tampak sakit sedangKes : CMHR : 80 x/mntRR : 28 x/mntS : 36oCTD :130/80 mmHg Kepala : NormocephalMata : Cekung (-/-), Konjungtiva Pucat (-), pupil bulat isokor, diameter 2 mm ki = kaTHT : Faring tdk hiperemis, tonsil T1-T1 tdk hiperemisLeher : tdk ada pembesaran KGBToraks : simetris, retraksi (-), SN vesikuler (+/+), rh -/-, wh-/-, BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen: datar, nyeri tekan (-), BU (+),Hepar dan lien tidak teraba, nyeri ketok CVA (-)Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 s

A Batu ureter sinistra + Non visualized ren Sinistra + DJ Stent Sinistra + DM + Hipertensi

Batu ureter sinistra + Non visualized ren Sinistra + DJ Stent Sinistra + DM + Hipertensi

P a. Infus RLb. Cefomax 2x1 grc. Dexketoprofen 2x1 grd. Pantomex 2x1 gre. Plasminex 3x1 grf. Bisoprolol 1x25 mgg. Humalog mix 2x20 UI sc

Pulang

Tgl 27 Foto BNO Kesan :

Terpasang DJ Stent Sinistra dengan ujung Proximal di proyeksi paravertebral

sinistra setinggi VL 1, ujung distal DJ Stent di proyeksi cavum pelvis

Tak tampak bayangan batu opaque di proyeksi tractus urinarius

Distribusi udara usus dalam bats normal

Sistema tulang dalam batas normal

10

Page 11: PRESENTASI KASUS 2

Tgl 15 November 2015

Masuk ke RST Soedjono untuk AFF DJ Stent Sinistra

Rawat ruang edelwis

Pemeriksaan lab

Laboratorium 25-11-2015

Hemoglobin 12,8 11 – 15 g/dL Hematokrit 36,9 36 – 48%Eritrosit 4,56 4.3 – 6.0juta/UlLeukosit 7000 4.0 – 10.0 /uLTrombosit 246.000 150.000 – 400.000/uLMCV 81,0 80 – 96 fLMCH 28.1 27 – 32 pgMCHC 34.7 32 – 36 g/dLKimia KlinikUreum 48 8 – 50 mg/dLKreatinin 1,6 0 – 1.3 mg/dLGlukosa Darah 144 70-110 mg/dLSGOT 19 3 – 35U/LSGPT 21 8 – 41 U/LNatrium 3.770 3.480-5.500 mmol/LKalium 146,7 135,4-145,0 mmol/L

Tanggal 16-11-2015a. Pelaksanaan operasi

1. URS sinistra2. AFF DJ Stent Sinistra3. Sistoskopi

b. Medikametosa 1. Cefomax 2x1 gr2. Dexketoprofen 2x1 gr3. Pantomex 2x1 gr

c. Pasien diperbolehkan pulang

11

Page 12: PRESENTASI KASUS 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh

pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih seperti garam kalsium,

magnesium, asam urat, atau sistein yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain

yang mempengaruhi daya larut substansi.4

Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada

umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat

lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter

juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu

kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat

dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter dan hidronefrosis. Jika disertai

dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal,

abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Tidak jarang terjadi

hematuria yang didahului oleh serangan kolik.4

B. Anatomi dan Fisiologi Ureter

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang

menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar

20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan

berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi menjadi pars

abdominalis, pelvis, dan intravesikalis. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi

oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat

melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli.

Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih

sempit daripada di tempat lain Sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari

ginjal seringkali tersangkut.

12

Page 13: PRESENTASI KASUS 2

Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah :

1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction

2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis

3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli.6

Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri

ginjal, gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa umumnya

perdarahan tidak terancam pada tindak bedah ureter. Persyarafan ureter bersifat

otonom.6

Gambar 1. Anatomi Saluran Kemih

Ureter dibagi menjadi 3 bagian yaitu ureter proksimal, ureter tengah (bagian

atas sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara

ureter). Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan

berkembangnya terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk

keperluan alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvicbrim)

dan distal (di bawah pelvic brim).3

13

Page 14: PRESENTASI KASUS 2

Gambar 2. Anatomi Ureter

C. Etiologi

1. Faktor intrinsik

a. Herediter (keturunan)

Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan.Untuk jenis batu

umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu

memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko

yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik

dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun

beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk yang

jarang dari nefrolisiasis (misalnya,cystinuria), informasi masih terbatas

pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit

batu.4

b. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria,

insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun.

Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an

dan pada usia 50 tahunan.4

14

Page 15: PRESENTASI KASUS 2

c. Jenis Kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan

oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang

dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki

kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan.4

2. Faktor ekstrinsik

a. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.Prevalensi BSK

banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.Hal

tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh

masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung

mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya.Letak

geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan

tempat lainnya.Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan

dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan

kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.4

b. Iklim dan temperatur

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya

banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang

tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan

konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat

menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang

mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita

penyakit BSK.4

c. Asupan air

15

Page 16: PRESENTASI KASUS 2

Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air

yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum

tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan

konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan batu

saluran kemih.4

d. Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya

penyakit batu saluran kemih. Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab

terbesar terjadinya BSK. Misalnya diet tinggi purine, kebutuhan akan

protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kgBB, dan apabila

berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal

tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat

menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam

darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.4

e. Pekerjaan

Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan

kurang aktifitas.4

f. Kebiasaan menahan buang air kemih

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air

kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK).

ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan

terbentuknya jenis batu struvit.4

D. Epidemiologi

Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak setelah

infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang hidup(life time

risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit putih > asia >

afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan

jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto Mangunkusumo

16

Page 17: PRESENTASI KASUS 2

dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun

2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu

ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total

mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1.3

E. Faktor Resiko

1. Faktor Intrinsik

a. Usia

Penyakit batu saluran kemih umumnya terjadi pada usia 30-50 tahun.

b. Jenis kelamin

Penyakit batu saluran kemih ini 3 kali lebih besar menyerang kaum pria

dibandingkan dengan wanita.

c. Herediter

Herediter atau faktor keturunan yang juga memainkan diri dari semua

jenis penyakit yang menjadi alas an suatu penyakit dapat diturunkan oleh

orang tua ke anak.

2. Faktor Ekstrinsik

a. Asupan Air

Konsumsi air putih mineral yang kurang dari anjuran yang sebenarnya

yakni 8-10 gelas perhari atau setara 1-2 liter perhari atau lebih

disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

b. Perubahan iklim dan temperatur suhu yang berubah

Seseorang yang tinggal di daerah yangn beriklim panas dengan pancaran

sinar matahari yang begitu panas sehingga membuat seseorang cepat

mengalami dehidrasi atau kehausan tingkat tinggi dan peningkatan

kebutuhan akan vitamin D3 (vitamin yang memicu peningkatan ekskresi

kalsium dan oksalat), sehingga pembentukan batu saluran kemih semakin

cepat.

c. Pekerjaan dan gaya hidup

17

Page 18: PRESENTASI KASUS 2

Mereka yang memiliki aktifitas dari sebuah pekerjaan yang dihabiskan dengan

duduk didepan komputer namun kurang konsumsi air putih, membuat kerja

ginjal semakin sempit dan susah dalam membuang racun menjadi air kemih dan

pembuangan air kemih menjadi sulit karena tidak ada pergerakan tubuh.5

F. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih, terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urine). Statis urine

dapat terjadi pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan

seperti pervikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi intravesica kronis seperti pada

hiperplasia prostat benigna dan striktur merupakan keadaan yang dapat meningkatkan

terjadinya pembentukan batu.4

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap terlarut) dalam. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi

dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu

menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran

kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan – bahan lain di endapkan pada

agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih.4

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam

urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam

saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.4

Lebih dari 80 % batu saluran kemih terdiri dari batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan

kalsium fosfat, sedangkan sisanya bersalah dari batu asam urat, batu magnesium

amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein , dan batu jenis lainya.

Meskipun patogenesis pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam

18

Page 19: PRESENTASI KASUS 2

Bahan organik dan anorganik

Agregasi + menarik bahan lain

Kristal membesar

Larut dalam urine

Kristal

Tetap metastable

Membentuk inti batu

Presipitasi kristal

Rapuh dan belum mampu menyebabkan obstruksi

Agregat menempel pada epitel saluran kemih (retensi kristal)

Membentuk batu besar

saluran kemih yang memungkinkan terbentuknay jenis batu tidak sama. Dalam hal ini

misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu

magnesium amonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa.4

Gambar 3. Patogenesis

Batu yang ukuran kecil (< 5mm) pada umumnya dapat keluar spontan

sedangkan yang lebih besar sering kali menetap di ureter dan menyebabkan reaksi

radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau

hidronefrosis.4

19

Page 20: PRESENTASI KASUS 2

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu

menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran

kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,

batu dapat menimbulkan kaliskstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai

dengan abses perinefrik, abses paranefrik ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang

lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan

gagal ginjal permanen.4

Penghambat pembentukan batu saluran kemih

Terbentuk atau tidaknya batu didalam saluran kemih ditentukan juga oleh

adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu inhibitor, yaitu zat yang mampu

mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat

terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium

di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal,

hingga retensi Kristal.4

Ion magnesium (Mg ++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena

jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah

oksalat akan berikatan dengan kalsium (Ca ++) untuk membentuk kalsium oksalat

menurun. Demikian pula sitrat,sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan

okslat ataupunfosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau

kalsium fosfat jumlahnya berkurang.4

Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor

dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun

menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah: Glikosaminogen (GAG),

protein Tamm Horsfall (THP) atau Uromukoid, nefrokalsin dan osteopontin.

Defisiensi zat – zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor

penyebab batu salauran kemih.4

20

Page 21: PRESENTASI KASUS 2

G. Jenis-jenis Batu

Pada klinisnya, batu yang terbentuk pada saluran kemih terdapat beberapa jenis.

Jenis tersebut dibagi berdasarkan komposisinya. Pembagian ini cukup penting karena

setiap batu memiliki predisposisi yang berbeda, sifat yang berbeda dan pada akhirnya

memiliki terapi yang cukup berbeda pula. Contoh komposisi batu yang mungkin

terbentuk dalam saluran kemih adalah batu kalsium oksalat, batu magnesium

amonium fosfat (struvit), batu asam urat, batu sistin dan batu lainnya.5

Batu kalsium oksalat

Insiden terjadinya batu kalsium oksalat adalah sekitar 70% dari seluruh kasus

batu saluran kemih. Sebenarnya batu kalsium fosfat juga masuk golongan batu

kalsium oksalat karena faktor predisposisi, sifat dan terapinya sama. Prinsip

terbentuknya batu ini adalah adanya keadaan hiperkalsiuria (dan hiperkalsemia),

hiperoksalouria, hipositraturia, hiperurikosuria, pH urin rendah, asidosis tubulas

ginjal dan hipomagnesuria.1

Pada keadaaan hiperkalsiuria (>4mg/kg/hari), kalsium bebas dalam urin

meningkat. Kalsium bebas tersebut memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan

oksalat atau pun fosfat menjadi kalsium oksalat atau kalsium fosfat (lebih jarang).

Proporsi kalsium dengan oksalat dalam kalsium oksalat adalah satu banding satu

sehingga kelebihan kalsium pada urin tanpa disertai kelebihan oksalat pada urin tidak

terlalu meningkatkan pembentukan kalsium oksalat. Kalsium oksalat pada suhu tubuh

secara normal berbentuk padat namun pada urin, kalsium oksalat terlarut. Oleh karena

itu pada keadaan tidak stabil (unstable), kalsium oksalat akan menjadi kristal dan

mengendap. 1

Hiperkalsiuria berbeda dengan hiperkalsemia dan kadar kalsium tinggi dalam

lumen usus. Kalsium yang terdapat dalam makanan (di lumen usus) tidak semuanya

diserap oleh sel usus. Perlu diingat bahwa kalsium diserap di tubuh apabila ada

vitamin D. Dengan vitamin D kalsium bisa dibawa ke darah dan digunakan untuk

kebutuhan kalsium tubuh. Kalsium berlebihan akan dibuang melalui urin (lihat

diagram 3-3). Jadi jangan sampai terjebak bahwa semakin banyak intake kalsium

maka kemungkinan batu saluran kemih akan meningkat. Pernyataan tersebut kurang

21

Page 22: PRESENTASI KASUS 2

tepat karena kembali ke pernyataan tidak semua kalsium diserap tubuh. Hal tersebut

justru akan mengurangi kemungkinan batu saluran kemih karena akan mengurangi

penyerapan oksalat (kalsium memiliki kecenderungan mengikat oksalat menjadi dan

sel usus tidak akan menyerap kalsium oksalat). Namun peningkatan kadar vitamin D

dalam tubuh akan meningkatkan angka kejadian batu saluran kemih karena

meningkatkan penyerapan kalsium. Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang lebih

cenderung meningkatkan risiko pembentukan batu saluran kemih karena dua keadaan

tersebut meningkatkan jumlah kalsium urin.1

Ada 4 keadaan gangguan metabolik yang menyebabkan hiperkalsiuria yaitu

absorptif, renal, resorptif dan idiopatik. Absorptif adalah peningkatan absorpsi

kalsium dari lumen usus yang tidak normal. Renal adalah berkurangnya penyerapan

kembali kalsium dari hasil filtrasi glomerulus oleh tubulus-tubulus nefron. Resorptif

adalah peningkatan hormon paratiroid sehingga menyebabkan hiperkalsemia. Dan

idiopatik adalah hiperkalsiuria yang tidak diketahui penyebabnya.1

Pada keadaan hiperoksalouria (>40mg/hari), oksalat bebas dalam urin akan

terikat dengan kalsium membentuk kalsium oksalat. Sekadar mengingatkan bahwa

kadar kalsium dalam lumen usus tinggi maka akan mencegah hiperoksalouria

(apabila kadar vitamin D normal). Beberapa makanan yang mengandung tinggi

oksalat adalah teh hitam, coklat, bayam, bits, kacang tanah, lada dan lain-lain.1

Pada keadaan hipositraturia (<320mg/hari), inhibitor pembentukan kristal

berkurang (mengingat sitrat merupakan inhibitor pada keadaan metastabil). Sitrat

memiliki sifat inhibitor karena sitrat memiliki kemampuan mengikat kalsium menjadi

kalsium sitrat (mengurangi pembentukan kalsium oksalat) dan meningkatkan efek

inhibitor lain yaitu tamm-horsfal.1

Pada keadaan hiperurikosuria (>600mg/hari), akan meningkatkan monosodium

urat yang juga akan meningkatkan pembentukan kalsium oksalat dan menurunkan

kerja inhibitor.1

Pada keadaan pH urin rendah (<5,5), formasi batu asam urat dan batu kalsium

oksalat akan meningkat. Pada asidosis tubulus ginjal, terjadi defek sekresi ion

hidrogen. Pada hipomagnesuria, inhibitor pada keadaan metastabil akan berkurang

22

Page 23: PRESENTASI KASUS 2

(mengingat magnesium adalah inhibitor dengan mengikat oksalat menjadi

magnesium oksalat. Namun keadaan ini jarang terjadi.1

Batu struvit (magnesium amonium fosfat)4

Batu jenis ini terjadi pada sekitar 15% kasus batu saluran kemih di Amerika

Serikat dan 30% di dunia. Batu jenis ini merupakan satu-satunya batu saluran kemih

yang diakibatkan oleh infeksi saluran kemih. Dua contoh golongan bakteri yang

sering menyebabkan batu jenis ini adalah golongan proteus dan stafilokokus.

Unsur penting penyebab batu ini ada 2 hal yaitu adanya amonia dan pH urin

yang meningkat (> 7,2). Amonia disebabkan oleh adanya infeksi oleh

mikroorganisme yang mengubah urea menjadi amonia dilanjutkan menjadi amonium

(diagram 3-4). Adanya amonium membuat reaksi dengan magnesium dan fosfat

menjadi amonium magnesium fosfat (struvite).

Batu struvite biasanya terjadi apabila didahului dengan infeksi saluran kemih.

Batu struvit merupakan salah satu batu yang bisa membentuk tanduk rusa (staghorn

caliculi) di ginjal. Ditemukannya batu tanduk rusa secara radiologis merupakan

indikasi untuk dilakukan intervensi secara cepat karena dapat mengganggu fungsi

ginjal.

Batu asam urat

Batu asam urat terjadi pada sekitar 10%-15% kasus batu saluran kemih. Terjadi

pada keadaan hiperurisemia seperti pirai dan leukemia. Batu asam urat biasanya

terbentuk apabila kadar asam urat dalam urin lebih dari 600 mg per hari. Batu asam

urat terjadi akibat asam urat yang cukup banyak akan menurunkan pH urin menjadi

dibawah 5,5. Pada keadaan pH tersebut asam urat tidak dapat larut. Batu asam urat

memiliki sifat radiolusen sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos.1

Batu sistin

Batu sistin sangat jarang terjadi, kira-kira sekitar 1%-2% dari kejadian batu

saluran kemih. Batu sistin disebabkan oleh defek genetik pada reabsorpsi asam amino

(terutama sistin) sehingga menyebabkan sistinuria. Keadaan sistinuria akan membuat

pH rendah sehingga batu dapat terbentuk. Beberapa sumber mengatakan defek

genetik reabsorpsi asam amino ini merupaka autosomal resesif.1

23

Page 24: PRESENTASI KASUS 2

Batu jenis lain

Pada klinisnya batu saluran kemih dapat disebabkan oleh hal-hal lain selain

yang dijelasakan di atas. Beberapa obat dapat membentuk batu dengan komposisi

obat itu sendiri. Contoh obat-obat tersebut adalah indinavir, triamteren, guaifenesin,

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises

(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada

hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-

keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-

kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut

dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap

terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi

membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan

menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu

membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran

kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada

agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam

urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam

saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.1

H. Diagnosis

Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya

obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadinya

obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta

ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam,

dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus-menerus. Beberapa batu, jika

24

Page 25: PRESENTASI KASUS 2

ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional

(nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan

ketidaknyamanan. Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh

letaknya, besarnya dan morfologinya.5

1. Anamnesis

Pasien mengeluh nyeri yang hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga

ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke

kemaluan. Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal,

sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat

(kolik). Pasien juga mengeluh nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Ini

disebabkan oleh letak batu yang berada di sebelah distal ureter.  Hematuria

sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih

yang disebabkan oleh batu. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya

dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di

ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) maka akan

ditemukan demam. Pasien juga kemungkinan mengalami gejala-gejala

gastrointestinal seperti mual, muntah dan distensi abdomen.3

2. Pemeriksaan fisis

a. Inspeksi

Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas.

Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis.

b. Palpasi

Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan

atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan

memakai dua tangan atau dikenal juga dengan nama tes Ballotement.

Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut Ballotement positif.

c. Perkusi

Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang

dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra.7

3. Pemeriksaan penunjang

25

Page 26: PRESENTASI KASUS 2

Laboratorium

a. Urinalisis

Makroskopik didapatkan gross hematuria.

Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya

leukosituria,hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.

Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6

menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan

kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan

kemungkinan terbentuk batu asam urat.

Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman

pemecah urea.

Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah

untuk melihat fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk

memeriksa factor penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium,

oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.

b. Pemeriksaan Darah Lengkap

Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya

hematuria. Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat

proses peradangan di ureter.

c. Radiologis

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi

bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat

dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau

dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi

tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang

dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak

tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu

menurut densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat

radiolusent; calsium fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat,

sistin, asam urat, xantine.

26

Page 27: PRESENTASI KASUS 2

d. Pielografi intra vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga

untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang

tidak terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan

keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal,

sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

e. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu

pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat gambaran echoic

shadow jika terdapat batu.

f. Ct scan

Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk

melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana

terjadinya obstruksi.

Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan gradenya.

Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain :8

a. Hidronefrosis derajat 1: Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks

berbentuk blunting, alias tumpul.

b. Hidronefrosis derajat 2: Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks

berbentuk flattening, alias mendatar.

c. Hidronefrosis derajat 3: Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks

minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias

menonjol.

d. Hidronefrosis derajat 4: Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks

minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias

menggembung.

Diagnosis Banding

Batu Ginjal

27

Page 28: PRESENTASI KASUS 2

Pielonefritis akut

Adenocarcinoma ginjal

Tumor sel transisional sistem pelvokalises

TBC ginjal

Nekrosis papiler

Infark ginjal

Batu Ureter

Tumor primer ureter

Sumbatan bekuan darah dari ginjal

Pielonefritis akut

Batu bulli-bulli

Hipertrofi prostat

Striktur uretra

Tumor vesika bertangkai

Pada anak :

- Phimosis atau paraphimosis

- Striktur uretra congenital

- Katup uretra posterior bertangkai

I. Penatalaksanaan

Tujuan :

Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal

Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus

dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi

social.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau

hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus segera

28

Page 29: PRESENTASI KASUS 2

dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti

diatas tetapi di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang

diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat

menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang

menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,

namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita

oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan

sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya

dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :4

Terapi konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti

disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu

dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa :4

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

2. α – blocker

3. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu

syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya

infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi

bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada

pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan

fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus

segera dilakukan intervensi.2

Operatif

Dahulu sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan

penanganan batu ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal

(dari UPJ sampai bagian atas sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai

29

Page 30: PRESENTASI KASUS 2

pelvic brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara ureter). Hal ini

berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan berkembangnya

terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk keperluan alternatif

terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvicbrim) dan distal (di

bawah pelvic brim).3

Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar

spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita

pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi

tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium

oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium

oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah.3

Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan

dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan

kita melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih

jenis tindakan yang akan kita lakukan.3

Secara garis besar terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter yaitu

observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain yang

jarang dilakukan yaitu laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa

tuntunan(“blind basketing”).

Indication for active ureter stone removal and selection of procedure

1. Stone with low likelihood of spontaneous passage

2. Persistent pain despite adequate pain medication

3. Persistent obstruction

30

Page 31: PRESENTASI KASUS 2

4. Renal insufficiency (renal failure, bilateral obstruction, single kidney).2

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang digunakan untuk memecah batu

ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif

dan tanpa pembiusan. Metode ESWL menggunakan teknologi dengan gelombang

kejut, efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan tindakan operasi. Batu

dipecah menjadi fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran

kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan

nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.4

Angka keberhasilan tindakan ini rata-rata mencapai 90 persen, tergantung

jenis dan ukuran batu. Tindakan ini memerlukan waktu sekitar 1 jam dan

biasanya tidak memerlukan rawat inap. Pada kasus dengan faktor penyulit perlu

perawatan lebih lama hingga rawat inap.4

Gambar 4. Alat Extracorporeal Shockwave Lithotripsy

Kontraindikasi SWL:

1. Wanita hamil

2. Gangguan pembekuan darah

3. Infeksi saluran kemih

31

Page 32: PRESENTASI KASUS 2

4. Malformasi tulang yang berat dan obesitas

5. Aneurisma arteri di sekitar batu

6. Anatomical distruction distal of the stone.2

Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL

mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya

kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga

pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan SWL untuk terapi batu

ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan

serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun

belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya

diinformasikan sejelas-jelasnya.

Uteroskopi

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara

dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu

ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.

Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.

Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah

cakupan penggunaan URS untuk terapi batu ureter. Keterbatasan URS adalah

tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat

pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis

pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator

dan ketersediaan alat tersebut.2

Bedah terbuka

Di klinik atau rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas yang

memadai untuktindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, maka

pengambilan batu masihdilakukan melalui pembedahan terbuka.

32

Page 33: PRESENTASI KASUS 2

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin

masihdilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa

dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian

dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen

saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran

batu ureter yang besar.

Indikasi operasi terbuka:

1. Complex stone burder

2. Treatment failure of SWL and/or PNL, or URS

3. Abnormalitas anatomi intrarenal

4. Obesitas

5. Deformitas tulang terutama kaki dan panggul

6. Keinginan pasien.2

Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda

obstruksi,pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat

(impacted).4

J. Komplikasi

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi

akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,

kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.

Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan

batuureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi

yangsignifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan

adalahavulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan

33

Page 34: PRESENTASI KASUS 2

perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi lukaoperasi, ISK

dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak

hanyadisebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari

batu,terutama yang melekat.3

K. Prognosis

Prognosis batu ureter tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya

infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat

dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik.8

L. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu ureter yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya

pencegahan itu berupa:4

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup 8 liter/hari dan diusahakan

produksi urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

34

Page 35: PRESENTASI KASUS 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis,

Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition

2. European Association of Urology (EAU). 2013. Guidelines on Urolithiasis.

Available from: www.uroweb.org/individual-guidelines/non-oncology-

guidelines. Diakses pada tanggal 2 November 2015

3. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IUAI). 2007. Guidelines Batu Saluran Kemih.

Avalable from: www.iaui.or.id/info/guid.php. Diakses pada tanggal 3

November 2015

4. Purnomo, B.B. 2011. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar – Dasar Urologi,

Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

5. Shanmugam, et al. 2011. Profil Analisis Penyakit Batu Saluran Kemih di

Departemen Bedah Urologi RSU dr. Saiful Anwar dari Mei 2009-2011.

Universitas Brawijaya

6. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:

EGC

7. Tanagho EA, McAninch JW. 2004. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New

York : Lange Medical Book.

8. Wedro, Benjamin. 2010. Hydronephrosis. Medicinet.

http://www.medicinenet.com/hydronephrosis/page5.htm

35