2.kasus ispa

17
BAB I INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. AFH Umur : 40 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Bangsa/suku : Suna Agama : !slam Peker"aan : !#u $umah Tangga Alama% : Jl. Puri Taman Sari Bl&k '(/) Tanggal Pemeriksaan : ) Agus%us *0+4 N&.HP : 0,*+,-,(* ANAMNESIS Keluhan utama : Ba%uk Anamnesis Terpimpin : ialami se"ak 4 hari yang lalu1 hiung #eringus emam 23 se"ak ) hari yang lalu an pasien mengk&nsumsi para5e%am&l yang i#eli seniri i ap&%ik. Pasien "uga mengeluh saki% aa #ila #a%uk. Saki% kepala 26 1 26 1 BAB #iasa an BAK lan5ar Riw Pen!a"it Se#elumn!a : $i7aya% asma 26 $i7aya% emam #erarah 26 $i7aya% hiper%ensi 26 +

Upload: fareez-hairi

Post on 05-Nov-2015

241 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IKM

TRANSCRIPT

BAGIAN IKM & IKK

BAB I

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

IDENTITAS PASIENNama

: Ny. AFHUmur

: 40 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan Bangsa/suku

: SundaAgama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah TanggaAlamat

: Jl. Puri Taman Sari Blok L6/3Tanggal Pemeriksaan : 3 Agustus 2014No.HP

: 082187862995ANAMNESIS

Keluhan utama

: BatukAnamnesis Terpimpin : Dialami sejak 4 hari yang lalu, hidung beringus (+), demam (+) sejak 3 hari yang lalu dan pasien mengkonsumsi paracetamol yang dibeli sendiri di apotik. Pasien juga mengeluh sakit dada bila batuk. Sakit kepala (-), sakit leher (-), BAB biasa dan BAK lancarRiw. Penyakit Sebelumnya:

Riwayat asma (-)

Riwayat demam berdarah (-)

Riwayat hipertensi (-)Riwayat hiperkolesterol/ hiperlipidemia (-)

Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat hiperkolesterol/ Hiperlipidemia (-)

Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)PEMERIKSAAN FISIS

Tinggi Badan

: 170 cm

Berat Badan

: 65 kg

Tanda Vital :

Tekanan Darah: 120/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Pernapasan

: 22 x/menit

Suhu

: 37 oCKepala

Anemis (-)

Sianosis (-)

Ikterus (-)

Injektio konjungtiva (-)

Mulut

Lidah kotor (-)

Tonsil T1-T1 tenangFaring granula hipertrofi (-)Leher

Massa Tumor

(-)

Nyeri Tekan

(-)

Pembesaran kelenjar(-)

Desakan vena sentralis : R-2cm H2OThorax

Inspeksi:Simetris Kiri = Kanan

Palpasi:Massa tumor (-), Nyeri Tekan (-),

Perkusi:sonor

Auskultasi:Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi Tambahan: Rh : -/-, Wh : -/-

Jantung Inspeksi:Ictus kordis tidak tampak

Palpasi:Ictus kordis tidak teraba

Perkusi:Batas jantung kesan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler

Bising (-)

Abdomen

Inspeksi:Datar , ikut gerak napas,

Palpasi:Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)

Perkusi:Timpani

Auskultasi:Peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas

Edema (-), peteki (-) Rumple leede (-)PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)PENATALAKSANAAN

Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah:

Amoxicillin 500mg 3 x 1 tab Dextral forte 3 x 1 tab Metil prednisolon 3x1

Vitamin Calfera 1x1

Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien antara lain :

Istirahat teratur.

Makan makanan yang bersih, sehat, dan bergizi.

Kontrol kesehatan secara teratur.

Hindari minuman dingin

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat mempengaruhi lingkungan. Hasil kunjungan pertama ( 4 Agustus 2014)Profil Keluarga :

Pasien tersebut adalah seorang laki-laki yang tinggal bersama orang tuanya dan dua orang kakak. Ayah pasien bernama Sudirman Mula,SE yang bekerja sebagai dosen FTI UMI. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Kakak pertama sedang melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran UMI dan kakak kedua juga sedang melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik UMI.Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

Pekerjaan sehari-hari pasien adalah mahasiswa. Pasien ini tinggal di rumah pribadi yang terletak di kompleks Kumala Permai blok AD/7 . Saat kunjungan, rumah pasien sedang mengalami renovasi. Ada tiga buah kamar yang masih dalam kondisi baik untuk ditinggali. Dapur dan ruang keluarga masih dalam tahap renovasi.1. Pola Konsumsi Makanan Keluarga

Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan asupan gizi. Namun pasien cenderung menyukai minuman dingin.2. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota KeluargaPasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak. Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin komunikasi yang baik dan cukup lancar.3. OlahragaPasien sering melakukan olahraga futsal bersama teman-temannya.4. LingkunganLingkungan pemukiman keluarga agak sedikit kotor dan berdebu dikarenakan masih dalam tahap renovasi. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal baik.Keadaan PasienPasien sudah tidak demam tetapi kadang-kadang masih batuk, hidung beringus juga masih ada. Pasien minum obat secara teratur dan merasa kondisinya sudah membaik.Tanda Vital :

Tekanan Darah: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7 oC

Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas : tak ada kelainanPenatalaksanaan nonfarmakologis yang diberikan berupa saran untuk :

Makan secara teratur dan mengonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi serta vitamin, terutama vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.3 Menjaga kebersihan rumah. Menggunakan masker sementara di rumah karena masih berdebu Mengontrol kesehatan secara teratur.Hasil kunjungan kedua (4 Agustus 2012)

Pasien dalam kondisi baik. Demam dan batuk sudah tidak ada. Pasien sudah nyaman untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Tanda Vital :

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 oCKepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas : tak ada kelainanPenatalaksanaan non farmakologis yang diberikan berupa saran untuk :

Makan secara teratur dan mengonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi serta vitamin, terutama vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.3 Menjaga kebersihan rumah. Menggunakan masker saat berada dirumah. Mengontrol kesehatan secara teratur.

Gambar 1. Kamar pasien bersama kakak laki-lakinya

Gambar 2. Ruang tamu dan ruang keluarga yang sedang renovasi

Gambar 3. Dapur yang baru selesai renovasi

DISKUSIPasien laki-laki 18 tahun datang ke Poliklinik Ibnu Sina dengan keluhan utama batuk yang dialami sejak 4 hari yang lalu disertai hidung beringus, OSI juga mengeluh demam yang dialami sejak 3 hari lalu dan mengkonsumsi paracetamol yang dibeli sendiri di apotek. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan pertama kali di poliklinik, maka pasien didiagnosa ISPA.

Obat yang diminum oleh Tn.H adalah Amoxicillin, Dextral forte, metil prednisolon dan calfera. Amoxicillin adalah antibiotik yang dimaksudkan untuk membunuh bakteri. Dextral forte adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan seperti DMP, Guaifenisin Guaiakolat, CTM dan propenilalanin yang bekerja sebagai antitusif expectoran, anti alergi dan kongestan. Metilprednisolin digunakan sebagai anti inflamasi. Dan calfera merupakan multivitamin yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi tubuh pasien dan membantu proses penyembuhan.Pasien tinggal di rumah pribadinya bersama orang tua dan kedua kakaknya. Hubungan psikologi pasien dengan anggota keluarga lainnya baik, rukun dan harmonis. Lingkungan rumah kurang bersih dan berdebu dikarenakan dalam proses renovasi.

Setelah melakukan kunjungan rumah dan dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisis untuk kedua kalinya, didapatkan keluhan pasien sudah berkurang. Pasien dalam kondisi baik. Demam dan batuk sudah tidak ada. Pasien sudah nyaman untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

DEFINISI

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1

INSIDEN

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.1

Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit pernapasan adalah pada usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penurunan kekebalan tubuh. Sementara infeksi saluran pernapasan atas sering terjadi namun tidak berbahaya, infeksi saluran pernapasan bawah lebih sering menyebabkan kematian.

Insiden dari infeksi saluran pernapasan akut pada anak-anak di bawah 5 tahun diperkirakan 29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara berkembang dan industry. Kebanyakan kasus terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta kasus), Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masing-masing 56 kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima tahun disebabkan oleh pneumonia, yang diperkirakan dari setiap 1000 kelahiran hidup, 12-20 akan meninggal sebelum umur lima tahun.2

Menurut Departemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun 2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran pernapasan akut di Indonesia mencapoai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita.

ETIOLOGI

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikutKlebsiella pneumoniae45,18 %,Streptococcus pneumoniae14,04 %,Streptococcus viridans9,21 %,Staphylococcus aureus9 %,Pseudomonas aeruginosa8,56 %,Streptococcus haemoliticus7.89 %,Enterobacter5,26 %, danPseudomonas spp0,9 %.Laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikutKlebsiella pneumoniae45,18 %,Streptococcus pneumoniae14,04 %,Streptococcus viridans9,21 %,Staphylococcus aureus9 %,Pseudomonas aeruginosa8,56 %,Streptococcus haemoliticus7.89 %,Enterobacter5,26 %, danPseudomonas spp0,9 % .Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Respiratory Synctial Virus (RSV) merupakan penyebab penyakit yang serius pada anak-anak. Selain pada anak-anak, RSV juga memiliki peranan penting penyebab penyakit pada orang tua dan orang dewasa. Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung menyebabkan morbiditas dan mortalitas serta penggunaan pelayanan kesehatan. 2,4

FAKTOR RESIKO

Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan:

kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);

ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);

faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi,

status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh

patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan mikroba spesifik. Misalnya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko tinggi terinfeksi oleh S.pneumoniae, H.influenzae, Moraxella catarrhalis, dan Legionella.5

KLASIFIKASI ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia (pneumonia komunitas) dan hospital acquired pneumonia (pneumonia nosokomial) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.6

GEJALA KLINIK

Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan akut dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan apakah penyebab dari ISPA adalah virus atau bakteri sulit dibedakan.6,7 PENGOBATAN

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.

Pneumonia: diberi obat sesuai dengan organism penyebab.

Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic, terapinya berupa terapi simptomatik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Uji klinik dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi alternative lain tidak mempunyai manfaat yang konsisten untuk terapi.6,7Pemberian antibiotic yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernapasan akut dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotic untuk ISPA tiadk perlu karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotic. Mengetahui apakah ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan nantinya.8Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah antibiotic spectrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk memberikan makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia perlu penelitian lebih lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komuniatas yang diberikan makrolod dan tidak diberika makrolid tidak didapta perbedaan manfaat yang bermakna.Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan kepekaan patogen penyebab pneumonia komunitas.10

PENCEGAHAN

Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin untuk semua pasien , tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:1Reduksi dan Eliminasi

Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.

Pengendalian administratif

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai , persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.

Pengendalian lingkungan dan teknis

Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi lingkungan yang memadai ( 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting.

Alat Pelindung Diri (APD)

Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan yang lebihpenting, perilaku manusianya.

Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman.

DAFTAR PUSTAKA

1) WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.2007.

2) WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 2009 Des 12]. Available from: www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html3) Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online]. 2008. [cited 2009 Des 12]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id4) Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and High Risk Adults. 2005. [cited 2009 Des 12].Availabele from : www.nejm.org.

5) Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA : Elsevier Inc. 2008.

6) Rasmaliah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. 2004. [cited 2009 Des 12].Available from : http://library.usu.ac.id/7) Rubin, Michael A, et al. Harrisons Principle of Internal Medicine. USA : McGraw Hill. 2005.

8) Deasy,JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are Antibiotics Indicated?[serial online]. 2009. [cited 2009 Des 12]. Available from: www.jaapa.com.

9) McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis & Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.

10) Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PAGE 1