ispa puskes.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang
balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru- paru) sering terjadi
pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak sehat.
Hingga saat ini angka kematian akibat ISPA yang berat masih sangat
tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat
dalam keadaan parah/ lanjut dan sering disertai penyulit- penyulit dan kurang gizi.
1.1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Menurunkan angka penderita ISPA di desa kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
Tujuan Khusus :
Meningkatkan pengetahuan tentang ISPA dan cara mencegahnya di
masyarakat.
1.1.3 Manfaat
Mengetahui dan mampu mencegah penyakit ISPA.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
2.1.1 Pengertian
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar,
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit
infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai
dari hidung (saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran
bagian bawah).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni ‘infeksi’, ‘saluran pernapasan’, dan
‘akut’, dimana pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ di sekitarnya.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut.
2.1.2 Penyebab ISPA
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa
bersilia (silia = rambut-rambut halus). Udara yang masuk melalui rongga hidung
disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring
oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus
akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke
posterior/ belakang ke rongga hidung dan ke arah superior/ atas menuju faring.
Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh
bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan
penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran
pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas
sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Gambar 2.1: Pencemaran Udara
Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia),
pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan
karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus. Penyakit ini
dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas
bagian atas.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran
pernapasannya.
Gambar 2.2: Anak yang menderita ISPA
2.1.3 Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu pneumonia (radang paru-paru) dan yang bukan
pneumonia.
Pneumonia dibagi lagi atas derajat beratnya penyakit, yaitu pneumonia
berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk-pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari
sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak
dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin.
Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2 ISPA:
PNEUMONIA: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
PNEUMONIA BERAT: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada ke dalam.
BUKAN PNEUMONIA: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
2.1.4 Tanda-Tanda Bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit dengan mortalitas yang lebih tinggi. Maka, perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Berikut ini adalah tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada seorang
penderita ISPA. Tanda-tanda bahaya secara umum:
Pada sistem pernafasan: napas cepat dan tak teratur, retraksi/ tertariknya kulit
ke dalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan,
suara napas lemah atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada cairannya
sehingga terdengar keras
Pada sistem peredaran darah dan jantung: denyut jantung cepat dan lemah,
tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.
Pada sistem saraf: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang,
dan koma.
Gangguan umum: letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor/ mendengkur, dan gizi
buruk. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume
yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi,
demam, dan dingin.
2.1.5 Faktor Resiko
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
1. Faktor Lingkungan
a. Pencemaran Udara Dalam Rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan
paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi
pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih
lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran
tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan
polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia
pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini
terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6– 10 tahun.
b. Ventilasi Rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau
dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari
ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar
oksigen yang optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu
dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi
tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
c. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m². Dengan
kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan
melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan
bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada
bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan
memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor Individu Anak
a. Umur Anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan
tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6–12
bulan.
b. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama
kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan
sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram
dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran
pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap
status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa
anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate
lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih
berat infeksinya.
c. Status Gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi
kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan
dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan
antara lain berdasarkan antopometri: berat badan lahir, panjang badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga
anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu
adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi
virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap
infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan
serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul
200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat
tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit
maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko
terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5%
pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi
akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan
tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang
ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang
tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan
terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu
singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi
secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat
sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu
kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan
terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan
berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi
campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti
difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan
berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi
faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita
ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi
lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang
efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan
imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu
rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah
satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua
karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota
keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil
menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia
dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar
penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat
diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi
balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat
keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang
ringan menjadi bertambah berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita;
tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita;
pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.
2.1.5 Pengobatan
1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan
pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai
obat antibiotic pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
2.1.6 Perawatan di Rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh,
diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
2.1.7 Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah:
Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
Pengelolaan kasus yangdisempurnakan.
Immunisasi.
Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab
bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan
pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat
penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan
petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui
aktifitas kader akan sangat' membantu menemukan kasus-kasus
pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotic (kotrimoksasol)
dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah
sakit. Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:
Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana
atau sarana dan tenaga yang tersedia
Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan
standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/
penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/
paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa
dirujuk ke rumah sakit.
Bersama dengan staff Puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-
ibu yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda
penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
Melatih semua petugas kesehatan di wilayah Puskesmas yang diberi
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi
keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. Mendeteksi hambatan
yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan
pelaporan serta pencapaian target.
BAB III
LAPORAN
Laporan kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota dari bulan
Januari s/d Desember 2014.
No Bln 1 thn 1-4 5-9 10-14 15-19 20-49 50-54 55-59 60-69 70+ L P Jlh
1 Jan 15 36 41 17 10 44 18 10 18 16 81 145 226
2 Feb 9 32 48 17 10 42 23 11 21 22 93 144 237
3 Mar 10 39 24 29 9 51 28 13 16 40 117 142 259
4 Apr 16 44 42 24 15 63 22 23 32 16 131 167 298
5 Mei 10 51 29 26 14 58 31 7 19 18 106 157 263
6 Jun 6 31 39 19 5 63 21 22 15 16 92 145 237
7 Jul 6 32 27 11 21 34 20 13 12 15 84 107 191
8 Aug 11 34 16 6 9 22 19 8 7 12 59 85 144
9 Sep 7 36 32 19 11 34 25 13 13 17 98 108 206
10 Okt 7 44 43 23 21 76 24 11 14 10 103 169 272
11 Nov 7 49 39 27 29 73 33 16 27 11 153 158 311
12 Des 12 43 24 13 8 59 30 12 18 13 104 123 227
13 Jlh 116 471 404 231 162 619 294 159 212 206 1221 1650 2871
Dari data di atas jumlah kunjungan ISPA terbanyak di Puskesmas Pulo
Brayan Kota tahun 2014 adalah di bulan november dengan jumlah 311 orang dan
terendah di bulan agustus dengan jumlah 144 orang. Dan jumlah kunjungan ISPA
terbanyak menurut umur pada usia 20-49 tahun dengan jumlah 619 orang
selanjutnya usia 1-4 tahun dengan jumlah 471 orang, dan terendah pada usia 1
tahun dengan jumlah 116 orang.
BAB IV
PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH
4.1 Permasalahan
Tingginya angka kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota.
4.2 Pemecahan Masalah
Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang ISPA dan cara
mencegahnya melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan dan para
kader kesehatan.
Melakukan koordinasi antara masyarakat, petugas kesehatan, dan para
kepala lingkungan tentang upaya pencegahan ISPA di masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari laporan kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota bulan
Januari s/d Desember 2014 didapatkan 2871 orang yang berkunjung dengan usia
terbanyak 20-49 tahun selanjutnya 1-4 tahun.
5.2 Saran
Perlunya peningkatan kerjasama antara petugas kesehatan dan para kader
dalam melaksanakan penyuluhan untuk mencegah penyakit ISPA kepada
masyarakat khususnya bagi para ibu secara berkesinambungan.