makalah ispa
DESCRIPTION
husadaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini dikarenakan masih
tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama
pada bayi dan balita.1
Pedoman kerja puskesmas membagi ISPA menjadi 3 kelompok besar, yaitu ISPA berat
atau pneumonia berat ditandai oleh adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
waktu inspirasi. ISPA sedang atau pneumonia bila frekuensi napas menjadi cepat. Dan ISPA
ringan atau bukan pneumonia, ditandai dengan batuk pilek tanpa nafas cepat, tanpa tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam, seperti misalnya nasofaringitis, faringitis, rinofaringitis
dan lain sebagainya. Khusus untuk bayi di bawah 2 bulan hanya dikenal ISPA berat dan ISPA
ringan.2
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Dari
angka-angka di rumah sakit Indonesia didapat bahawa 40% sampai 70% anak yang berobat ke
rumah sakit adalah penderita ISPA (Depkes, 1985). Sebanyak 40-60% kunjungan pasien
ISPA berobat ke puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien ISPA berobat ke bagian rawat
jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2000).1
Menurut laporan WHO tahun 2005, sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 - 2,2 juta anak
meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia Menurut survei kematian balita tahun 2005,
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dan sebagian besar disebabkan karena pneumonia 23,6 %. Angka kesakitan
diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.3
Survei kesehatan nasional (Surkesnas) tahun 2001 menunjukkan bahwa proporsi
kematian karena penyakit sistem pernapasan pada bayi (usia < 1 tahun) sebesar 23,9 % di
Jawa dan Bali, 15,8% di Sumatera dan 42,6% di kawasan timur Indonesia Pada anak Balita
(usia 1—5 tahun) sebesar 16,7% di Jawa dan Bali, 29,4% jdi Sumatera dan 30,3% di kawasan
timur Indonesia.
Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) juga merupakan masalah kesehatan di Propinsi
DKI Jakarta yaitu diperkirakan setiap anak mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya
1
dimana 40%-60% dari kimjungan di Puskesmas adalah ISPA. Dari hasil penghitungan
mortalitas dari 10 penyakit terbesar, pneumonia masih merupakan penyebab kematian
tertinggi pada Balita yaitu sebesar 22;5% (Subdirektorat ISPA Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006).2,3
Tingginya mortalitas bayi dan balita karena ISPA-Pneumonia menyebabkan penanganan
penyakit ISPA-Pneumonia menjadi sangat penting artinya Kondisi ini disadari oleh
pemerintah sehingga dalam Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (P2 ISPA) telah menggariskan untuk menurunkan angka kematian balita akibat
pneumonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000 balita pada tahun 2005 dan
menurunkan angka kesakitan pneumonia balita dari 10 - 20% menjadi 8 - 16% pada tahun
2005.3
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Sutrisna (1993) faktor risiko yang menyebabkan ISPA pada
balita adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), status gizi,
tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan Depkes (2002)
menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi lahir rendah
(BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan
lingkungan fisik.1
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah lingkungan
perumahan dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas
rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan huniandan jenis
bahan bakar masak yang dipakai. Faktor-faktor diatas diduga sebagai penyebab terjadinya
ISPA (Depkes RI, 2003).1
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan permasalahan sebagai berikut:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak bayi dan balita.
2. Diperkirakan setiap anak mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya, sehingga
menyebabkan dimana 40%-70% dari kunjungan di Puskesmas tersebut adalah ISPA.
3. Kematian terbesar bayi dan balita karena pneumonia, yang dimana penyakit tersebut juga
merupakan bagian dari ISPA. Sehingga pneumonia masih merupakan masalah kesehatan
di Indonesia, juga di dunia.
2
4. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Batasan
Pada laporan makalah ini akan lebih dibahas mengenai Infeksi Saluran Napas Akut
(ISPA) dari kelompok non-pneumonia. Dimana penyakit yang dibahas adalah nasofaringitis
akut atau common cold. Istilah nasofaringitis akut lebih diarahkan untuk anak-anak,
sedangkan common cold lebih kepada orang dewasa. Oleh karena manifestasi klinik penyakit
ini pada orang dewasa dan anak berlainan.4
Nasofaringitis akut merupakan keadaan infeksi anak yang paling lazim, tetapi
kemaknaannya terutama tergantung pada frekuensi relatif dari komplikasi yang terjadi. Pada
anak-anak sindrom ini lebih luas daripada orang dewasa, sering melibatkan sinus paranasal
dan telinga tengah serta nasofaring.5
Tujuan
Dengan melakukan kunjungan rumah pada pasien balita yang mengalami nasofaringitis
akut, diharapkan dapat melakukan analisa kasus penyakit tersebut dengan pendekatan
kedokteran keluarga. Hal-hal yang diperhatikan antara lain;
- Meningkatkan kesadaran keluarga pasien mengenai pentingnya kesehatan. Sehingga
pengasuhan terhadap pasien yang masih pada masa bayi dapat dilakukan dengan baik. Dan
tercapai tumbuh kembang anak yang optimal.
- Memantau perkembangan penyakit pasien apakah sering mengalami penyakit tersebut atau
tidak. Ini disebabkan karena ISPA merupakan penyakit tersering yang dialamai oleh bayi
dan balita.
- Memberikan penyuluhan mengenai faktor faktor yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA,
terutama nasofaringitis akut yang sedang dialami.
- Memberikan penyuluhan bagaimana seharusnya lingkungan yang baik bagi kesehatan
pasien dan keluarga agar tercapai kehidupan kesehatan yang optimal.
- Usaha bersama dan kontinu antara dokter (puskesmas/RS) dengan pasien dan
lingkungannya (dirumah).
- Pasien dapat menjalani kehidupan sehari-hari dalam tingkat optimal, terbebas dari serangan
akut yang dapat mengganggu masa-masa tumbuh kembangnya.
3
BAB II
MATERI
Substansi
Pengumpulan data
Puskesmas : Kelurahan Tanjung Duren Selatan
Nomor register: BPG 346/11
Data riwayat Keluarga
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ahmad Umaidi
b. Umur : 11 bulan
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : -
e. Pendidikan : -
f. Alamat : Jalan Tanjung Duren Gang Sanip No.66
II. Riwayat Biologis Keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : baik
b. Kebersihan perorangan : baik
c. Penyakit yang sering diderita : batuk, pilek
d. Penyakit keturunan : -
e. Penyakit kronis / menular : tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : tidak ada
g. Pola makan : baik
h. Pola istirahat : baik
i. Jumlah anggota keluarga : 20 orang
III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : tidak ada.
b. Pengambilan keputusan : keluarga (musyawarah)
4
c. Ketergantungan obat : tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : puskesmas
e. Pola rekreasi : sedang
IV. Keadaan rumah / lingkungan
a. Jenis bangunan : permanen
b. Lantai rumah : keramik
c. Luas rumah : 6 x 7,5 m2
d. Penerangan : sedang
e. Kebersihan : sedang
f. Ventilasi : kurang
g. Dapur : ada
h. Jamban keluarga : ada
i. Sumber air minum : air tanah
j. Sumber pencemaran air : ada
k. Pemanfaatan pekarangan : tidak
l. System pembuangan air limbah : ada
m.Tempat pembuangan sampah : ada
n. Sanitasi lingkungan : sedang
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : baik
VI. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : sedang
b. Hubungan antar anggota keluarga : baik
c. Hubungan dengan orang lain : baik
d. Kegiatan organisasi social : kurang
e. Keadaan ekonomi : sedang
VII. Kultur Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : betawi
5
b. Lain – lain : tidak ada
VIII. Daftar Anggota Keluarga
No NamaHub
KKUmur
Pendidi
kan
Pekerja
an
Agam
a
Keadaan
kesehatan
Keadaa
n gizi
Imu
nisas
i
K
B
Ket
eran
gan
1 TasimahIbu
tertua47 SD IRT Islam Baik Baik - - -
2Kusmawat
iIstri 30 SMA Buruh
IslamBaik Baik - - -
3Rohanudi
nSuami 25 SMA Buruh
IslamBaik Baik - - -
4 Aprilia Anak 4 SD - Islam Baik Baik - -
5 Trisnawati Istri 29 SMA Buruh Islam Baik Baik - - -
6Tumpal
MasbunSuami 29 SMA Buruh
IslamBaik Baik - - -
7 Risma Anak 9 SD - Islam Baik Baik - -
8 Risda Anak 6 - - Islam Baik Baik - -
9Rani
VerawatiIstri 26 SMA Buruh Islam Baik Baik - - -
10Herry
SutantoSuami 27 SMA Buruh Islam Baik Baik - - -
11 Caca Anak 4 - - Islam Baik Baik - -
12 Tasuah Ibu 44 SD IRT Islam Baik Baik - - -
13 Neneng Istri/ibu 41 SD IRT Islam Baik Baik - - -
14 Dony Suami - - OB Islam Baik Baik - - -
15 Paki anak 11 SD - Islam Baik Baik - -
16Ramli
AdamSuami 41 SMA Ustadz Islam Baik Baik - -
17 Juhariah Istri 27 SMA Buruh Islam Baik Baik - - -
18Ahmad
UmaidiAnak 1,09 - - Islam Baik Baik - -
19 Juju Bapak 36 SMA Buruh Islam Baik Baik - - -
6
20 Muslim Ibu 29 SMA buruh Islam Baik Baik - -
IX. Anamnesis Pokok
a) Keluhan utama : pilek, batuk
b) Keluhan tambahan : Saat malam rewel dan sukar tidur, nafas terganggu, demam ringan,
keluar secret/mucus bening dari hidung terus menerus
c) Riwayat penyakit sekarang : pilek, batuk
d) Riwayat penyakit dahulu : aspirasi cairan amnion, batuk, pilek
e) Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan : tidak ada
X. Anamnesis Penyingkir DD
a) Keluhan khas : pilek, batuk, keluar secret terus menerus dari hidung
b) keluhan tambahan : tidak ada
c) Riwayat aktivitas/pekerjaan: tidak ada
d) Riwayat obat-obatan : tidak ada
e) Riwayat keluarga : Tidak ada penyakit yang berhubungan langsung dengan penyakit
pasien
XI. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda vital :
‐ TD : -
‐ Nadi : normal
‐ Suhu : sedikit demam
‐ RR : normal
b) Keadaan umum: Baik, masih aktif namun sedikit rewel dan gelisah (sakit ringan).
c) Pemeriksaan jasmani rutin: Normal, tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang berarti.
d) Pemeriksaan fisik lainnya : tidak ada
e) Kelainan/komplikasi : tidak ada
XII. Pemeriksaan penunjang yang disarankan
a) Darah rutin : tidak perlu
b) Urin rutin : tidak perlu
c) Serologis lainnya: pemeriksaan hapusan nasofaring
7
XIII. Diagnosis penyakit : Nasofaringitis akut
XIV. Differential Diagnosis : Rhinitis alergika, Rhinitis vasomotor, Sinusitis akut
XV. Diagnosis keluarga : Keluarga tersebut termasuk dalam tingkatan kesehatan sedang.
BAB III
KERANGKA TEORITIS
Working Diagnosis
Nasofaringitis akut (Common Cold, Selesma)
Etiologi
Penyakit disebabkan oleh lebih dari 200 agen virus yang berbeda secara serologis. Agen
utamanya adalah rhinovirus, yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari semua kasus cold;5,6
koronavirus menyebabkan sekitar 10%. Masa infektivitas berakhir dari beberapa jam sebelum
munculnya gejala sampai 1-2 hari sesudah penyakit nampak.4,5 Streptokokus grup A adalah
bakteri utama yang menyebabkan nasofaringitis akut. Infeksi M. pneumoniae dapat
berlokalisasi pada nasofaring dan pada kasus ini sukar dibedakan dengan nasofaringitis virus.5
Epidemiologi
Kerentanan terhadap agen yang menyebabkan nasofaringitis akut adalah universal,
tetapi karena alasan yang kurang dimengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama
dari waktu ke waktu. Anak menderita rata-rata lima sampai delapan infeksi setahun, dan
angka tertinggi terjadi selama umur 2 tahun pertama. Frekuensi nasofaringitis akut berbanding
langsung dengan angka pemajanan, dan pada sekolah taman kanak-kanak serta pusat
perawatan harian mungkin merupakan epidemi yang sebenarnya. Kerentanan dapat bertambah
karena nutrisi jelek; komplikasi purulen bertambah pada malnutrisi.5
Patologi
Perubahan yang pertama adalah edema dan vasodilatasi pada submukosa. Infiltrat sel
mononuklear menyertai, yang dalam 1-2 hari, menjadi polimorfonuklear. Perubahan
struktural dan fungsional silia mengakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi
8
sedang sampai berat, epitel superfisial mengelupas.4,5 Regenerasi sel epitel baru terjadi setelah
lewat stadium akut.4 Ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer, kemudian
mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernapasan
atas, termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus.5
Manifestasi Klinik
Cold lebih berat pada anak kecil daripada anak yang lebih tua dan dewasa. Pada
umumnya, anak yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun menderita demam pada awal
perjalanan infeksi, kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi
muncul. Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam, dan anak yang lebih tua dapat
menderita demam ringan.5 Infeksi biasanya dembuh sendiri dan berakhir sekitar 5-7 hari jika
telah terjadi komplikasi.5 Komplikasi purulen terjadi lebih sering dan lebih parah pada umur-
umur yang lebih muda. Sinusitis persisten dapat terjadi pada semua umur.5
Manifestasi awal pada bayi yang umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul
mendadak, iritabilitas, gelisah, dan bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa jam, se-
gera menyebabkan obstruksi hidung, yang dapat mengganggu pada saat menyusu, serta
gelisah.4,5
Pada bayi kecil yang mempunyai ketergantungan lebih besar pada pernapasan hidung,
tanda-tanda kegawatan pernapasan sedang dapat terjadi. Selama 2-3 hari pertama membrana
timpani biasanya mengalami kongesti, dan cairan dapat ditemukan di belakang membrana
tersebut, yang selanjutnya dapat terjadi otitis media purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi
mungkin muntah, dan beberapa penderita menderita diare. Fase demam berakhir dari
beberapa jam sampai 3 hari; demam dapat berulang dengan komplikasi purulen.5
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik. Antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau
mengurangi insidens komplikasi bakteri. Tirah baring biasanya dianjurkan, tetapi tidak
terdapat bukti bahwa cara ini memperpendek perjalanan penyakit atau mempengaruhi
hasilnya.4 Jadi, pengobatan hanya simptomatik, yaitu diberikan ekspetoran untuk mengatasi
batuk, sedativum untuk menenangkan.4 Asetaminofen atau ibuprofen biasanya membantu
dalam mengurangi iritabilitas, nyeri, dan malaise selama hari pertama dan hari kedua infeksi,
tetapi penggunaan yang berlebih-lebihan harus dihindari.5
Sebagian besar kegawatan adalah karena obstruksi hidung dan harus dilakukan upaya
9
untuk melegakannya jika keadaan tersebut mengganggu pada saat tidur atau pada saat minum
atau makan. Pemasukan obat-obatan melalui hidung mungkin merupakan metode efektif
untuk melegakan obstruksi hidung. Pada bayi, pemasukan salin steril dapat membantu
pengeluaran fisik mukus yang berlebihan. Tetes hidung kuat yang bekerja lebih lama,
walaupun berguna pada orang dewasa, cenderung mengiritasi dan kadang-kadang
hipereksitatif atau sedatif pada bayi. Tetes hidung pada larutan berminyak harus dihindari
karena tetes ini dengan mudah teraspirasi. Penambahan antibiotik, kortikosteroid, atau
antihistamin pada tetes hidung tidak menambah apa-apa pada efektivitasnya.5
Tetes hidung paling baik diberikan 15-20 menit sebelum makan dan pada waktu
sebelum tidur. Pemasukan dekonges-tan hidung dengan aplikator berujung kapas tidak
dianjurkan. Pada umumnya tidak ada obat-obatan yang dimasukkan ke dalam hidung yang
boleh digunakan selama lebih dari 4-5 hari selain salin; sesudah waktu ini setiap obat dapat
menimbulkan iritasi kimia dan mengim-bas kongesti hidung, menyerupai nasofaringitis akut.5
Obstruksi hidung sukar diobati pada bayi. Pengisapan dengan sedotan lunak kadang-
kadang sangat penting untuk membersihkan saluran hidung secara adekuat untuk
memungkinkan bayi muda menyusu. Drainase yang terbaik biasanya dapat dicapai dengan
rnenempatkan bayi pada posisi mene-lungkup, jika hal ini tidak mengganggu pernapasan
lebih lan-jut. Lingkungan yang hangat dan sangat lembab yang diberikan oleh alat penguap
(vaporizer) yang efisien dapat mencegah pengeringan sekresi tetapi telah terlihat tidak
mempunyai pengaruh bermanfaat pada gejaia selesma orang dewasa. Dekongestan yang
diberikan secara oral juga digunakan secara luas untuk mengerutkan mukosa hidung yang
menebal dan untuk melegakan obstruksi.5
Pencegahan
Karena selesma (common cold) terdapat di mana-mana, maka tidak mungkin
mengisolasi anak dari keadaan ini. Namun, karena komplikasi pada bayi yang amat muda
dapat relatif serius, maka harus dilakukan beberapa upaya untuk melindungi bayi dari kontak
dengan orang-orang yang berpotensi terinfeksi. Penvebaran infeksi adalah dengan aerosol
(bersin, batuk) atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi (tangan).5
Komplikasi
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian lain
saluran pernapasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang-kadang
10
bernanah. Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi jika
terdapat penyebaran nfeksi nasofaring ke bawah.4,5 Komplikasi yang paling sering adalah
otitis media, yang ditemukan pada bayi-bayi kccil sampai sebanyak 25 persennya.5
Berikut ini 2 komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit nasofaringitis akut;
1. Sinusitis paranasal,
Gejala umum lebih berat, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya
di daerah sinus frontalis dan maksilaris. Proses sinusitis sering menjadi kronis dengan
gejala malaise, cepat lelah, dan sukar berkonsentrasi pada anak yang lebih besar. Kadang-
kadang disertai sumbatan hidung dan nyeri kepala yang hilang timbul, bersin terus menerus
disertai secret purulen dapat unilateral atau bilateral. Komplikasi sinusitis harus dipikirkan
apabila terdapat pernapasan melalui mulut yang enetap dan rangsang faring menetap tanpa
sebab yang jelas.4
2. Otitis media akut (OMA)
Dapat terjadi penutupan tuba esutachii dengan gejala tuli atau infeksi menembus
langsung ke daerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala
OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang mendadak tinggi
(hiperpireksia), kadang-kadang menyebabkan kejang demam. anak sangat gelisah terlihat
nyeri jika kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri. Kadang-kadang
hanya ditemukan gejala demam, gelisah dan kadang-kadang disertai gejala muntah dan
diare.4
Laringotrakeobronkitis, bronkiolitis, atau pneumonia dapat berkembang selama
perjalanan nasofaringitis akut. Nasofaringitis virus juga sering merupakan pemicu gejaia asma
pada anak dengan saluran pernapasan reaktif.5
Differential Diagnosis
1. Rhinitis Alergika
Rinitis alergika,yaitu penyakit atopik yang paling sering dijumpai, dapat terjadi secara
musiman, sepanjang tahun, atau sepanjang tahun dengan eksaserbasi musiman. Rinitis
alergika yang terjadi sepanjang tahun paling sering disebabkan oleh alergen di dalam rumah,
terutama kutu debu rumah, kecoa, kucing, dan protein anjing.5 Namun dapat juga dipicu oleh
sebab yang non spesifik, seperti gangguan metabolic, gangguan saraf otonom yang terpusat di
thalamus, hipotalamus, dan nucleus basalis.4
11
Secara umum, gejala alergi hidung disebabkan oleh pemajanan alergen inhalan, bukan
alergen ingestan. Iritan nonspesifik, misalnya uap cat atau bensin, asap rokok, parfum, atau
hair spray, juga dapat memicu timbulnya gejala mata dan hidung, menyerupai gejala yang
disebabkan qleh antibodi IgE pada pasien-pasien ini.6
Gejala rinitis paling sering disebabkan oleh terpajannya membran mukosa ke partikel
alergen di udara yang berukuran antara 10 sampai 100 nm. Partikel-partikel ini akan
terperangkap oleh lapisan mukus di mukosa bersilia turbinates hidung. Protein larut air akan
larut dalam mukus hidung dan mengikat antibodi IgE di permukaan basofil (terdapat di
sekresi hidung pasien rinitis) atau sel mast intraepitel. Sel ini kemudian mengeluarkan amin
vasoaktif yang meningkatkan per-meabilitas mukosa dan memungkinkan antigen semakin
masuk, mencapai sel mast submukosa yang berjumlah besar.6
Diagnosis
Gejala rinitis alergika mungkin mencakup bersin paroksismal, pruritus hidung, duh
hidung encer dalam jumlah banyak, kongesti hidung, mengorok, dan sering gatal di langit-
langit, faring, mata, dan telinga. Berbaring meningkatkan kongesti hidung karena tekanan
hidrostatik; olahraga menyebabkan vasokonstriksi sehingga kongesti hidung berkurang.
Kemerahan dan pengeluaran cairan dari mata (konjungtivitis alergika) juga mungkin
dijumpai.4,6
Lingkaran gelap di bawah mata dan edema periorbita dijumpai pada rinitis bentuk
alergika dan nonalergika serta diperkirakan disebabkan oleh stasis vena karena terganggunya
aliran darah melalui membranmukosa hidung yang edematosa. Lipatan ganda di kelopak mata
bawah (lipatan dennie-Morgan) juga sering dijumpai, demikian juga bernapas melalui mulut.
Selaput lendir hidung pucat dan edematosa, dan akan tampak sekresi hidung yang jernih yang
berkisar dari benang-benang mukus yang menjembatani nares sampai cairan encer dalam
jumlah banyak.6
Pemeriksaan laboratorium yang membantu memastikan diagnosis rinitis alergika
mencakup pemeriksaan adanya eosinofil di dalam darah dan mukus hidung, dan uji tusuk
kulit untuk men-deteksi antibodi IgE. Pasien dengan rinitis alergika biasanya memperlihatkan
eosinofilia antara 4 dan 11% (300 sampai 800 eosinofil per milimeter kubik) dan lebih dari 5
sampai 10% eosinofilia dalam apusan sekresi hidung.6
2. Rhinitis Vasomotor
12
Rhinitis vasomotor ditandai terutama oleh obstruksi hidung yang berfluktuasi sesuai
perubahan suhu atau kelembapan serta dengan pajanan ke iritan. Pruritus hidung, bersin, dan
rinorea minimal, tidak terjadi eosinofilia darah dan hidung, dan uji kulit biasanya negatif.
Rhintis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat.
Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/aiergen spesifik tidak
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar
antibodi IgE spesifik serum).7
Gejala Klinik
Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non spesifik, seperti asap/rokok, bau
yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan
pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stres/emosi.6
Gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung
pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang
disertai dengan gejala mata.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu
1) Golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi
antihistamin dan glukokortikosteroid topikal;
2) Golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian anti kolinergik
topikal ; dan
3) Golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan
terapi glukokortikosteroid topical dan vasokonstriktor oral.7
Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya
rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang
mempengaruhi timbulnya gejala.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tam-pak gambaran yng khas berupa edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu
dibedakan dengan rhinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol
(hipertrofi).
13
Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.7
3. Sinusitis Akut
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri.
Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal
lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi.
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanital hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener,
dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada
muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu.7
Gejala klinis
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bota mata menandakan
sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada
sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit
kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada
anak.7
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
14
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting
adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. CT scan sinus
merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan
sinus.7
15
BAB IV
PEMBAHASAN DAN PENYELESAIAN MASALAH
Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
a) Promotif : Meningkatkan kesadaran keluarga akan pentingnya kesehatan, terutama bagi
tumbuh kembang masa bayi dan anak-anak. Yaitu dengan cara memberikan informasi dan
pengetahuan kepada keluarga mengenai berbagai macam penyakit yang dapat
mengaganggu masa anak-anak, terutama penyakit nasofaringitis akut (ISPA) secara umum.
b) Preventif : Menganjurkan kepada keluarga agar memperhatikan segala segi kesehatan
keluarga dan menjalankan gaya hidup sehat. Terutama dalam merawat pasien yang masih
rentan karena masih dalam masa bayi.
c) Kuratif : Memberikan obat-obatan secukupunya yang tepat, efisien serta rasional. Baik dari
segi kebutuhan, dosis, dan harga yang terjangkau. Serta memberitahukan hal-hal apa yang
harus diperhatikan dalam mendukung pengobatan.
d) Rehabilitatif : Memperbaiki/mengurangi komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit yang
ada.
Strategi Penyelesaian Masalah Pasien
1. Penjelasan keterlibatan kelurga, lingkungan dan sosio-ekonomi
Peranan keluarga dalam mengelola penyakit pasien sangatlah penting, apalagi pasien
masih berumur 11 bulan. Pasien masih memerlukan perhatian yang lebih, baik dalam keadaan
sehat apalagi dalam keadaan sakit. Keluarga diharapkan agar memperhatikan segala aspek
kesehatan untuk penyembuhan pasien. Seperti meminumkan obat yang diberikan dokter
secara teratur. Memberi makanan yang sehat bergizi dan tepat waktu, jika masih
memungkinan diberi asi, dapat dilakukan pemberian asi secara teratur. Dan menghindarkan
pasien dari pajanan-pajanan penyakit, seperti menghindarkan dari orang-orang sekelilingnya
yang sedang batuk pilek juga. Karena ini akan dapat menambah episode sakit pasien.
Diharapkan dengan ini pasien akan hidup sehat dan mencapai tumbuh kembang optimal yang
16
seharusnya.
Kebersihan lingkungan seperti kebersihan rumah tempat tinggal, kebersihan luar rumah
sekitar tempat tinggal pun perlu diperhatikan. Agar lingkungan tidak menjadi sumber
penyakit bagi keluarga dan pasien yang rentan. Lingkungan sosio-ekonomi pun perlu
diperhatikan juga. Diusahakan agar tetap menjadikan kesehatan sebagai hal yang pokok dari
yang lainnya.
2. Penjelasan Lainnya
1) Tentang penyakitnya
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang dideritanya tidak terlalu
serius, dan mudah dalam pengobatannya. Namun hal tersebut juga jangan dianggap
remeh, sebab dapat menimbulka komlikasi lain yabg lebih serius.
2) Upaya pengendalian
Pengendalian penyakit ini juga cukup mudah. Yang terpenting ialah diperhatikan
daya tahan tubuh pasien. Pasien yang juga masih dalam masa tumbuh kembang, perlu
pemberian makanan ekstra yang bergizi sesuai kebutuhannya, dan jika memungkinkan asi
dapat diberikan. Agar agent-agent penyakit, terutama virus yang sering menyerang dapat
dicegah.
Lingkungan tempat tinggal pun perlu diperhatikan sekali. Kebersihannya, sirkulasi
udaranya perlu dijaga dengan baik. Agar mendukung pasien da keluarga dalam hidup
sehat.
3) Peran keluarga
Peran keluarga sangatlah penting bagi pasien. Diusahakan agar pasien tetap merasa
nyaman dan aman dalam suasana keluarga tersebut. Ini juga akan membantu dalam
tumbuh kembangnya baik secara psikis maupun fisik.
4) Pengobatan
Obat yang diberikan oleh dokter di puskesmas harus diminum secara teratur. Menurut
tinjauan pustaka dalam kerangka teori, sebenarnya pengobatan nasofaringitis akut hanya
memerlukan pengobatan simptomatik, antibiotic tidak mempengaruhi perjalanan penyakit,
sebab penyakit ini sebagian besar etiologinya ialah virus.
Pengobatan simptomatik yang dapat diberikan ialah parasetamol dengan dosis 4 x ¼
tablet (@ tablet 500 mg). Jika ada sumbatan hidung karena mucus jangan dihisap dengan
berbagai alat, namun diposisikan dlam posisi “prone position” (terlungkup). Jika belum
17
dapat membantu juga dapat diberikan tetes hidung dengan larutan salin steril agar mucus
mudah keluar. Atau bisa juga diberikan tetes hidung fenilefrin (0,125-0,25%). Penetesan
tersebut dapat dilakukan 15-20 menit sebelum makan dan pada waktu sebelum tidur.
Tidak kalah pentingnya ialah istirahat yang cukup, dan makan makanan yang bergizi
dengan adekuat. Cotrimoksazol merupakan antibiotic yang sebenernya diberikan jika ada
indikasi infeksi bakteri selain infeksi virus, dosis yang dpat diberikan ialah 2 x ½ tablet
(@ tablet 480 mg).2
5) Kasiat obat dan cara kerjanya
‐ Parasetamol dapat menurunkan demam, iritabilas, rasa nyeri dan malaise.
‐ Tetes hidung larutan salin steril atau fenilefrin (0,125-0,25%) dapat membantu
melegakan saluran hidung akibat mucus yang berlebihan, dengan cara pengeluaran yang
lebih mudah.
‐ Posisi terlungkup (prone position) dapat membantu pengeluaran mucus yang berlebihan.
‐ Istirahat yang cukup dan makanan bergizi yang adekuat akan membantu memulihkan
daya tahan tubuh, sehingga tubuh dapat melawan virus yang menginfeksi.
‐ Cotrimoksazol hanya diberikan jika ada indikasi, yaitu untuk mengobati infeksi bakteri.
6) Lama minum obat
‐ Parasetamol dapat diberikan selama 3 hari berturut turut.
‐ Tetes hidung larutan salin steril atau fenilefrin (0,125-0,25%) dapat diberikan selama
mucus yang berlebih dan menganggu masih ada. Namun perlu diingat untuk pemakaian
tetes hidung fenilefrin (0,125-0,25%) tidak boleh lebih dari 4-5 hari, karena dapat
menimbulkan iritasi.4
7) Pemeriksaan kembali
Sebenarnya jika gejala sudah mereda tidak perlu dating berobat lagi. Namun jika
dalam 3 hari tidak ada perbaikan gejala, sebaiknya kembali ke dokter.
8) Efek samping obat
Sampai saat ini parasetamol masih dalam tahap aman jika dipakai sesuai dengan yang
seharusnya. Tetes hidung fenilefrin (0,125-0,25%) dapat menyebabkan iritasi hidung.
9) Diet
Tentunya diet makanan bergizi dengan adekuat sangat diperlukan. Jika
memungkinkan dapat ditambah suplemen kesehatan lainnya yang dokter sarankan.
Tanda-tanda yang Mengharuskan Pasien Dirujuk
18
Secara umum nasofaringitis akut jarang sekali menimbulkan hal yang berbahaya bagi
pasien, namun jika dalam 3 hari pasien tidak mengalami perbaikan gejala, anak tidak mau
minum atau makan, stridor, whezzing sebaiknya kembali ke dokter sesegera mungkin. Tanda-
tanda bahaya yang dapat terjadi biasanya jika terdapat komplikasi. Berikut ini tanda-tanda
komplikasi yang sering terjadi, yang harus segera dirujuk.
1) Sinusitis Paranasal
‐ Gejala umum lebih berat.
‐ Nyeri kepala bertambah (anak rewel, gelisah).
‐ Nyeri dan nyeri tekan di daerah di daerah sinus frontalis dan maksilaris.
‐ Bersin terus menerus disertai sekret purulen (unilateral amupun bilateral).
‐ Pernapasan melalui mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa
sebab yang jelas.
2) Otitis Media Akut (OMA)
‐ Suhu badan mendadak tinggi.
‐ Terjadi kejang demam.
‐ Terlihat nyeri jika kepala digoyangkan atau memegangi terus telinganya yang nyeri.
‐ Kadang-kadang hanya timbul gejala demam dan gelisah disertai muntah dan diare.
Penjelasan Penyakit kepada Keluarga
Tidak ada penjelasan khusus mengenai penyakit yang diderita pasien. Yang perlu
diperhatikan hanyalah perawatan pasien dengan baik. Makanan yang bergizi dan adekuat bagi
pasien agar tercapai daya tahan tubuh yang baik serta perkembangan yang optimal.
Pengobatan yang diberikan juga harus di minum secara teratur. Dan lingkungan tempat
tinggal yang mendukung bagi kesehatan keluarga dan pasien. Dengan diperhatikannya ini
semua diharapkan pasien dapat pulih dan tidak mengalami komplikasi yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
Upaya Pencegahan Penyakit
1) Aspek pribadi
Diusahakan agar pasien dapat hidup dengan pola sehat. Yaitu dengan cara istirahat
yang cukup, makan makanan yang bergizi, menghindari pajanan-pajanan penyakit seperti
kontak dengan orang sakit, serta tinggal dalam lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan perkembangan, serta penyembuhannya.
19
2) Aspek keluarga
Keluarga, terutama dalam hal ini oarnag yang mengasuh pasien sangat harus
mengerti akan pola hidup bersih dan sehat. Dengan mengetahui semuanya, maka
diharapkan pola perawatan dan pengasuhan terhadap pasien dapat dilakukan dengan baik
dan benar agar dapat tercipta kehidupan yang sehat. Keluarga lainnya yang tinggal satu
rumah pun perlu menerapkan pola hidup sehat. Agar tercipta kehidupan yang sehat dan
seimbang. Dan tidak menjadikan sumber penularan penyakit bagi anggota keluarga
lainnya.
3) Aspek masyarakat
Masyarakat yang tinggal di sekitar rumah pasien dan keluarganya pun tidak kalah
penting harus diperhatikan kesehatannya. Kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal,
sanitasi, pembuangan limbah dan sebagainya harus diperhatikan dalam segi aspek
kesehatan. Agar hal tersebut tidak menjadi sumber penyakit dan penularan bagi
masyarakat di sekitar lingkungan tersebut.
Prognosis
1. Penyakit
Secara umum prognosis penyakit ini baik. Namun penyakit ini juga perlu ditangani
secara baik agar tidak menimbulkan komplikasi yang dapat mengubah prognosisnya.
2. Keluarga
Prognosis bagi keluarga pun baik. Hal ini dikarenakan agen penyebab kebanyakan
adalah virus. Jadi anggota keluarga yang lain diharapkan agar tetap menjaga kesehatan
dan menerapkan pola hidup sehat. Agar daya tahan tubuh kuat dan tidak tertular penyakit.
3. Masyarakat
Prognosis bagi masyarakat sekitar juga baik. Hal ini karena penyakit pasien bukanlah
penyakit wabah yang serius.
20
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Kunjungan dilakukan ke rumah pasien bernama Ahmad Umaidi, umur 11 bulan pada
hari Kamis, 14 Juli 2011. Diagnosis yang dapat ditegakkan saat itu ialah nasofaringitis akut
atau common cold. Banyak faktor yang dapat menyebabkan pasien menderita penyakit
tersebut, baik faktor internal pasien maupun faktor eksternal. Faktor yang paling berperan
mungkin ialah faktor eksternal. dimana pasien masih memerlukan perwatan dari keluarganya.
Oleh sebab itu sangat penting bagi seluruh kelurga pasien yang tinggal dalam rumah tersebut
untuk memperhatikan pola hidup sehat dan bersih. Apalagi ditambah dengan banyaknya
keluarga yang tinggal bersama. Rumah yang tidak begitu luas dan lingkungan yang sangat
padat. Hal itu sangat rentan sekali menimbulkan penyakit, terutama bagi bayi dan anak-anak.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi suatu penyakit dalam keluarga ataupun masyarakat,
perlu diperhatikan dengan pendekatan kedokteran keluarga. Dimana kita harus melihat secara
holistik suatu penyakit. Pengelolaan pasien pun harus dilakukan secara holistik. Dengan
begitu, pasien dapat sembuh dan juga tidak menjadi sumber penularan penyakit bagi yang lain
ataupun sebaliknya. sehingga tercipta kehidupan lingkungan kesehatan masyarakat yang baik.
Saran
Dalam pengelolaan pasien ini, terutama perlu dilakukan pendidikan mengenai pola
hidup bersih dan sehat terhadap keluarga pasien, terlebih yang merawat langsung pasien. Agar
pasien yang masih membutuhkan perawatan dapat hidup sehat. Tidak kalah pentingnya juga
bagi anggota keluarga yang lain, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Agar antara
anggota keluarga yang satu dengan yang lain tidak menjadi sumber penularan penyakit, yang
dapat menggannggu keseimbangan hidup sehat dalam keluarga tersebut. Lingkungan sekitar
21
tempat tinggal kelurga pasien pun perlu diperhatikan. Seperti lingkungan tetangga, sanitasi,
sistem pembuangan limbah dan yang lainnya. Ini semua agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit.
Penutup
Nasofaringitis akut atau common cold atau selesma merupakan penyakit dengan etiologi
terbesar oleh virus. Penyakit tersebut paling banyak diderita oleh bayi dan anak-anak.
Penyakit ini termasuk kedalam infeksi saluran napas akut (ISPA) yang ringan. Pengobatan
dalam kasus ini hanyalah pengobatan simptomatik. Dan memerlukan daya tahan tubuh yang
kuat untuk dapat melawan virus penyebab yang ada. Oleh sebab itu, pemeliharaan kesehatan,
kecukupan gizi dan pola hidup sehat perlu diterapkan juga dalam penanganan kasus ini.
Jika tidak ditangani dengan benar akan dapat berakibat terjadinya komplikasi yang
mempengaruhi status prognosisnya. Oleh sebab itu penanganan dengan cepat dan tepat dalam
kasus ini sangatlah diperlukan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Permatasari CAE. Faktor Resiko Kejadian ISPA. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; 2009
2. Anonim. Pedoman kerja puskesmas. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;1998
3. Yovita WRS. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
di Puskesmas Kelurahan Tanjung Duren Selatan Periode Februari 2009 sampai dengan
Januari 2010. Jakarta: Kepaniteraan IKM Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2010
4. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et all. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1985.
h. 603-6; 924-7
5. Nelson WE. Nasofaringitis Akut dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Ed.15 Vol.2. Jakarta: EGC, 2000. h. 1456-8
6. Mentzer WC. Penyakit Infeksi dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia
Susi, et all. Ed.20 Vol.2. Jakarta: EGC, 2006. h. 1059-60
7. Soepardi EA, et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Tenggorok Kepala & Leher. Ed.6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 128-37
23
LAMPIRAN (taro foto2)
24