jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6c7b63c4a11fa... · web viewselain...

28
KENDALA GURU SENI BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI EKSPRESI SENI RUPA DI SMP NEGERI SE KABUPATEN MADIUN ARTIKEL PENELITIAN OLEH: DWI ANA ROMLAH NIM.107251407173 UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Upload: others

Post on 21-Jan-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

KENDALA GURU SENI BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN

STANDAR KOMPETENSI EKSPRESI SENI RUPA

DI SMP NEGERI SE KABUPATEN MADIUN

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH:

DWI ANA ROMLAH

NIM.107251407173

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SENI DAN DESAIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA

Juni 2011

Page 2: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

KENDALA GURU SENI BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN

STANDAR KOMPETENSI EKSPRESI SENI RUPA

DI SMP NEGERI SE KABUPATEN MADIUN

Dwi Ana Romlah

ABSTRAK

Di Kabupaten Madiun masih ada beberapa kompetensi dasar ekspresi seni rupa tingkat SMP yang belum dapat diberikan oleh guru seni budaya bidang seni rupa, beberapa hambatan dialami oleh guru untuk membelajarkan kompetensi dasar tersebut, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang mungkincdialami oleh para guru, meliputi kondisi guru mata pelajaran seni budaya, perencanaan pembelajaran oleh guru, sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran, media pembelajaran, strategi pembelajaran, penilaian pembelajaran, minat dan motivasi siswa, dan dukungan dari kepala sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa angket berisi sejumlah pertanyaan yang kemudian diberikan kepada responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru seni budaya di SMP Negeri di Kabupaten Madiun mengalami beberapa hambatan dalam pembelajaran standar ekspresi seni rupa, diantaranya pada kompetensi dasar mempersiapkan dan mengadakan pameran. Faktor penghambat diantaranya adalah tidak tersedianya sarana seperti ruang pembelajaran khusus dan media pembelajaran seni rupa. Selain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki latar belakang pendidikan seni. Para guru tersebut cukup mengalami kesulitan dalam menentukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan mengembangkan materi bahan ajar sesuai dengan KTSP.

Pengalaman berkesenian memiliki peranan yang sangat penting dalam

membantu perkembangan anak, menolong pertumbuhan dan perkembangan

kematangan estetis anak, dan membantu anak belajar untuk hidup secara

sempurna (Wickiser, 1974:7). Namun dalam perkembangannya, pendidikan seni

di Indonesia juga diharapkan mampu menjadi sarana untuk menanamkan

pengetahuan dan mengenalkan keanekaragaman budaya bangsa yang merupakan

ciri khas jati diri atau kepribadian bangsa, hingga akhirnya pendidikan seni

diharapkan mampu menanamkan dan menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air

pada anak sebagai generasi muda. Sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan seni

Page 3: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

yang telah ditetapkan, saat ini pendidikan seni di sekolah terwujud dalam mata

pelajaran Seni Budaya, maka telah jelas bahwa pendidikan seni di sekolah harus

diadakan untuk memberikan pengetahuan dan pengenalan terhadap kesenian

budaya bangsa yang meliputi seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni teater.

Sesuai dengan kurikulum yang berlaku dalam dunia pendidikan Indonesia

saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau biasa dikenal dengan

KTSP, maka pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran seni budaya bukan

menekankan pada teori melainkan lebih memberikan kepada peserta didik suatu

pengalaman berkesenian. Pelaksanaan kegiatan ekspresi pada bidang seni rupa

sejak dulu hingga sekarang adalah mutlak atau wajib dilaksanakan, karena pada

dasarnya kegiatan berkesenian pasti menghasilkan suatu karya melalui suatu

proses, oleh sebab itu dalam mempelajari seni khususnya seni rupa tidak hanya

melulu pada teori, namun juga harus diiringi dengan kegiatan menciptakan suatu

karya. Apalagi jika berpedoman pada KTSP, maka memberikan pengalaman

artistik atau pengalaman menciptakan karya seni rupa estetik kepada siswa adalah

wajib bagi guru seni.

Namun pada kenyataannya, terkadang tidak semua konsep dan rancangan

pembelajaran kegiatan ekspresi seni rupa dapat diterapkan secara optimal, seperti

yang terjadi di Kabupaten Madiun. Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan peneliti, beberapa kompetensi dasar pada standar kompetensi ekspresi

seni rupa yang tercantum dalam KTSP belum bisa diberikan oleh guru atau

pengajar seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun

kepada siswa. Seperti menciptakan karya seni grafis, merancang karya seni tekstil,

mengadakan pameran dan beberapa kompetensi dasar lainnya. Maka sudah pasti

bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran ekspresi seni rupa di Kabupaten

Madiun tidak berjalan dengan lancar.

Jika demikian, maka sudah dapat dipastikan bahwa tujuan standar

kompetensi berekspresi seni rupa yang berpedoman pada KTSP yaitu untuk

memberikan pengalaman berkesenian, khususnya pengalaman artistik bagi siswa

tidak dapat dicapai secara optimal. Untuk mengatasinya maka perlu diketahui

dengan pasti apa yang sebenarnya menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran ekspresi seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun serta

Page 4: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

faktor-faktor apa sajakah yang menimbulkan hambatan terjadi. Setelah kendala

atau hambatan diketahui, maka solusi atau jalan keluar untuk pelaksanaan

kegiatan pembelajaran ekspresi seni rupa yang lebih baik pun dapat dicari, dan

diterapkan untuk pencapaian tujuan pembelajaran seni rupa tingkat SMP di

kabupaten Madiun yang lebih baik dan membawa manfaat bagi siswa, guru,

sekolah, masyarakat, daerah, hingga Bangsa dan Negara Indonesia.

Proses pembelajaran termasuk pembelajaran seni rupa adalah suatu sistem,

dan salah satu komponen pembelajaran adalah guru yang merupakan komponen

yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan (Sanjaya,

2008:273), karena bagaimanapun sarana dan prasarana pendidikan tanpa

diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka

semuanya akan kurang mencapai hasil yang optimal. Empat kompetensi yang

harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen Pasal 10 (dalam Sanjaya, 2008:279) adalah kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

professional. Menurut Katjik dkk (1972:28) guru seni rupa harus memiliki sikap

dan nilai sebagaimana dimilki oleh seorang seniman sekaligus seorang

guru/pendidik yang baik, diantaranya: 1) Memiliki pengetahuan tentang tujuan

pembelajaran seni rupa, metodologi pembelajaran seni rupa, dan pengertian seni

rupa hingga ke pengertian yang paling hakiki; 2) Pendidik/guru seni rupa

sebaiknya memiliki keterampilan tentang memilih dan menentukan tujuan

pembelajaran, sanggup berkarya, mengapresiasi dan mengevaluasi seni terutama

karya seni rupa khususnya karya murid-murid; 3) Pendidik/guru seni rupa harus

telah menemukan nilai pendidik dalam jiwanya sebagai norma tugasnya yang

terbabar dalam wujud sikap yaitu pendidik/guru seni rupa.

Purwatingsih dalam Mozaik Seni dan Pengajarannya (1996:12)

menyebutkan tiga pendekatan yang efektif untuk pembimbingan praktek

berkesenian, yaitu formal, informal, dan fungsional. Sedangkan Soehardjo

mengkategorikan model pembelajaran ekspresi seni rupa menjadi tiga, yaitu

apretensip, progresif, dan akademik. Sedangkan beberapa metode yang dapat

digunakan dalam pembelajaran ekspresi seni rupa diantaranya adalah mencontoh,

drill, karya cipta, pemberian tugas, demonstrasi, dll.

Page 5: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

Komponen-komponen pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga

kategori utama, yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa (Sumiati dan

Asra,2007:3). Sumiati dan Asra juga menyatakan bahwa interaksi antara tiga

komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode pembelajaran,

media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercapai

situasi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya. Sehingga Sumiati dan Asra (2007:4) menyimpulkan

peran guru dalam proses pembelajaran untuk dapat membangkitkan aktivitas

siswa adalah merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

memberikan umpan balik dan mengevaluasi pembelajaran.Terkadang keempat hal

tersebut memang sudah direncanakan dengan matang, namun menurut Sumiati

dan Asra (2007:5) beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran

diantaranya adalah guru, siswa, kurikulum, dan lingkungan.

Sumiati dan Asra (2007:160) menyatakan bahwa media adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, merangsang pikiran,

perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar.

Edgar Dale (dalam Sumiati dan Asra, 2007:175) memandang bahwa nilai media

pembelajaran dalam pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman

belajar, tingkat pengalaman yang paling tinggi nilainya adalah hal yang paling

kongkrit, sedangkan yang paling rendah nilainya adalah yang paling abstrak.

Berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media

pembelajaran menurut Sumiati dan Asra (2007:165): 1) Jenis kemampuan yang

akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran, meliputi aspek kognitif, afektif,

ataukah psikomotorik; 2) Nilai kegunaan dari media pembelajaran itu sendiri; 3)

Kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran; 4) Fleksibelitas,

keamanan, daya tahan dari media dan penggunaan media; 5) Keefektifan suatu

media pembelajaran dibandingkan dengan jenis media pembelajaran lain untuk

digunakan dalam pembelajaran suatu materi pembelajaran tertentu.

Made Wena (2009:10) bahwa media yang digunakan guru harus sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga mampu merangsang

dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar. Penggunaan media pembelajaran

juga harus sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan, juga harus

Page 6: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik yang akan mendapatkan pesan

pembelajaran melalui media pembelajaran. Itulah mengapa media lebih menaruh

perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan siswa dan

bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan-kegiatan belajar tersebut

(Degeng dalam Made, 2009:10).

Pada pembelajaran ekspresi seni rupa, teknik penilaian yang digunakan

adalah teknik penilaian tes perbuatan atau unjuk kerja, yaitu tes yang dilaksanakan

dengan jawaban berupa perbuatan, tindakan atau unjuk kerja (Sumiati dan Asra,

2007:204). Tes perbuatan ini bertujuan untuk menilai kemampuan: 1)

Manipulatif, yaitu kemampuan untuk menggunakan alat; 2) Manual, yaitu

kemampuan melakukan perbuatan berdasarkan petunjuk; 3) Non verbal, yaitu

kemampuan yang sulit diungkapkan secara verbal; 4) Meningkatkan kesadaran

diri tentang kemampuannya sehingga menimbulkan motivasi belajar.

Ada dua aspek yang perlu dinilai dalam ekpresi siswa, yaitu pada proses

penciptaan dan hasil. Oleh sebab itulah untuk menilai dua aspek ini diperlukan

alat penilaian non tes berupa pedoman pengamatan untuk mengamati kegiatan

siswa dalam menyelesaikan tugas. Pedoman pengamatan dapat berupa skala

penilaian atau skala tingkat, yaitu alat penilaian yang menggunakan skala yang

telah disusun dari ujung yang negatif hingga ujung positif (Sudjana, 2010:115).

Alat penilaian harus dapat mendukung terselenggaranya penilaian yang obyektif,

yaitu menilai prestasi siswa sebagaimana adanya (Sudjana, 2010:116). Menurut

bentuknya skala tingkat dibedakan menjadi tiga yaitu skala tingkat kuantitatif,

skala tingkat deskriptif, dan skala tingkat grafis, selain skala tingkat ada

instrument penilaian berupa rubrik penilaian.

METODE

Rancangan yang dipilih dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian

deskriptif kuantitatif, teknik pengumpulan data adalah kuosioner dengan

instrument penelitian berupa angket. Angket yang disusun untuk penelitian ini

berisi seperangkat pertanyaan yang jumlahnya mencukupi untuk mengukur

variabel yang diteliti, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dengan tipe

pertanyaan tertutup, yaitu tipe pertanyaan yang membutuhkan jawaban singkat

Page 7: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

dan atau memberikan pilihan jawaban pada responden. Angket yang dibuat terdidi

atas 2 kelompok, yaitu kelompok A dan B. kelompok A berisi tentang identitas

guru, kelompok B berkaitan dengan pembelajaran. Ada beberapa pertanyaan yang

menggunakan skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial

(Sugiyono, 2008:93). Pada pertanyaan yang mengandung skala ini, skala tertinggi

memiliki skor 4 dan skala terendah adalah 1. Ada pula pertanyaan yang tidak

mengandung skala ini, yaitu pertanyaan yang membutuhkan jawaban akan

keberadaan benda, dan adapula pertanyaan yang memberikan pilihan cukup

banyak namun tidak berskala, sehingga penghitungannya hanya pada presentase

jumlah yang terpilih.

Angket diberikan kepada responden penelitian, yaitu beberapa guru seni

rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun yang dipilih dengan teknik cluster

sampling atau sampel area. Menurut Sugiyono (2008:84) teknik cluster sampling

atau sampel area digunakan untuk mengambil sampel dari populasi di suatu

wilayah yang luas, dengan cara membagi wilayah menjadi beberapa area,

kemudian dari beberapa area dipilih secara acak. Dari area yang terpilih kemudian

ditentukan siapa yang menjadi responden atau sumber informasi. Langkah

pertama adalah mencari informasi tentang jumlah kecamatan di Kabupaten

Madiun. Diketahui bahwa Kabupaten Madiun terdiri atas 14 kecamatan, dari 14

kecamatan yang tidak diambil sebagai sampel adalah Kecamatan Kebonsari,

Dagangan, Sawahan, dan Gemarang. Dari 10 Kecamatan yang dipilih sebagai

sampel diperoleh 20 responden. Angket disebarkan sendiri oleh peneliti,

kemudian diambil beberapa hari kemudian. Setelah angket diambil, kemudian

diteliti, ditabulasikan lalu diolah dan dianalisis dengan menggunakan rumus

prosentase.

HASIL

Dari keseluruhan data yang diperoleh, berikut ini akan dipaparkan

beberapa informasi yang telah diperoleh, diantaranya adalah bahwa sebagian

besar guru seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun

adalah warga Kabupaten Madiun, dan didominasi oleh guru yang berusia 41-50

Page 8: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

tahun, sebagian dari para guru tersebut telah menjabat sebagai guru seni selama

lebih dari 16 tahun, hingga banyak yang dipercaya sebagai wali kelas. Sebagian

besar guru seni budaya tidak memiliki latar pendidikan bidang seni budaya yang

sesuai dengan bidang ajar yang dipegang, dan mereka memiliki jam mengajar

lebih dari 20 jam pelajaran/minggu.

Ada beberapa hambatan yang dialami guru Seni Budaya bidang seni rupa

di SMP Negeri di Kabupaten Madiun dalam melaksanakan pembelajaran standar

kompetensi ekspresi seni rupa. Sebagai contoh adalah tidak dapat terlaksananya

beberapa kompetensi dasar dalam KTSP dikarenakan tidak tersedianya fasilitas

pendukung kegiatan pembelajaran, misalnya untuk mengadakan pameran tidak

tersedia ruang pameran atau ruang khusus seni rupa. Selain itu juga pada beberapa

media pembelajaran yang sulit diperoleh oleh guru dan juga siswa. Dalam hal ini

tentunya memerlukan dukungan dari pihak sekolah, utamanya kepala sekolah

sebagai pemimpin sekolah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kepala

sekolah mendukung pembelajaran ekspresi seni rupa, namun kenyataannya

dukungan tersebut belum ditunjukkan melalui ketersediaan ruang dan media

pembelajaran untuk kegiatan ekspresi seni rupa.

Kemungkinan lain yang menjadi penyebab tidak dapat dibelajarkannya

kompetensi dasar ekspresi seni rupa adalah latar belakang pendidikan guru seni

budaya bidang seni rupa yang tidak sesuai dengan bidang ajarnya. Berdasarkan

hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar guru seni rupa di SMP Negeri di

Kabupaten Madiun tidak berlatar belakang pendidikan seni rupa atau cabangnya.

Namun demikian para guru tersebut mengaku bahwa pembelajaran kompetensi

dasar ekspresi seni rupa yang dilaksanakan di SMP Negeri di Kabupaten Madiun

berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana dalam Rancangan Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). Kesulitan yang cukup dialami para guru dalam membuat

perencanaan pembelajaran hanyalah dalam menentukan langkah-langkah kegiatan

pembelajaran dan dalam mengembangkan materi bahan ajar yang berdasarkan

KTSP. Akan tetapi meskipun dengan perencanaan yang mungkin kurang

maksimal, para siswa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun berantusias dalam

mengikuti pembelajaran ekspresi seni rupa. Berdasarkan informasi dari guru

sebagian besar dari siswa juga mengumpulkan tugas-tugas ekspresi seni rupa tepat

Page 9: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

pada waktu yang telah ditentukan, dan bagi guru seni rupa sebagian besar karya

siswa memiliki kualitas yang bagus.

Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dalam

pembelajaran ekspresi seni rupa siswa, para guru di SMP Negeri di Kabupaten

Madiun hampir tidak mengalami kesulitan untuk menilai proses berkarya dan

hasil karya siswa, instumen penilaian yang banyak digunakan adalah rubrik

penilaian dan pedoman pengamatan untuk menilai proses dan hasil, namun

berdasarkan hasil penelitian masih ada guru yang menggunakan soal uraian untuk

melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran ekspresi

seni rupa.

Sedangkan dalam hal strategi pembelajaran yang berkaitan dengan metode

dan model pembelajaran yang banyak digunakan oleh guru seni budaya di SMP

Negeri di Kabupaten Madiun adalah demonstrasi dan karya cipta bebas dengan

pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan Pembelajaran terpadu.

PEMBAHASAN

Di SMP Negeri di Kabupaten Madiun, sebagian dari guru seni budaya

bidang seni rupa berasal dari Kabupaten Madiun dan sebagian tidak berasal dari

Kabupaten Madiun. Maka dapat timbul kemungkinan bahwa guru seni budaya

bidang seni rupa yang berasal dari luar Madiun belum mengenal secara utuh

potensi seni rupa di daerah Madiun. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan

bahwa kurikulum yang dikembangkan di setiap satuan pendidikan akan menjadi

lebih bermakna untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

yang berguna dalam mengembangkan potensi daerahnya (Sanjaya, 2008:32). Jika

guru pembimbing seni rupa tidak mengenal potensi seni rupa di daerah Madiun,

maka tentunya potensi seni rupa di daerah Madiun belum bisa dikembangkan

melalui peserta didik di SMP Negeri di Kabupaten madiun.

Masalah yang timbul adalah bahwa sebagian besar guru seni budaya di

SMP Negeri di Kabupaten Madiun tidak memiliki latar belakang pendidikan

bidang seni rupa atau bidang lain yang berkaitan dengan seni rupa. Hal ini

tentunya tidak sesuai dengan pernyataan Katjik dkk (1972:28) bahwa guru seni

Page 10: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

rupa harus memiliki sikap dan nilai sebagaimana dimilki oleh seorang seniman

sekaligus seorang guru/pendidik yang baik. Guru juga dituntut untuk memiliki

kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara

luas dan mendalam seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 butir 4 (dalam Sanjaya, 2008:279).

Kompetensi professional ini tentunya tidak diperoleh secara akademik jika tidak

menempuh program dan jenjang pendidikan yang sesuai.

Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru seni budaya bidang

seni rupa di SMP Negeri di kabupaten Madiun bukanlah guru yang pendidikannya

sesuai dengan bidang ajarnya sekarang, dan berdasarkan penelitian, para guru

tersebut memiliki jam mengajar yang lebih dari 20 jam pelajaran/minggu. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh tuntutan para guru sebagai Pegawai Negeri Sipil

yang harus menempuh jam mengajar minimal 24 jam pelajaran/minggu. Maka

kemungkinannya adalah jika di sekolah tidak terdapat guru seni, dapat diganti

dengan guru mata pelajaran lain yang belum memenuhi 24 jam pelajaran/minggu.

Guru seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun menyatakan bahwa

membuat perencanaan pembelajaran adalah hal yang sangat penting, dan para

guru membuat perencanaan untuk setiap kompetensi dasar yang mereka berikan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Sudjana (2010:20) bahwa bagi guru

kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari

segala teori, keterampilan dasar dan pemahaman yang mendalam tentang obyek

belajar dan situasi pengajaran, yang berarti bahwa guru wajib membuat

perencanaan yang merupakan langkah awal dalam pembelajaran. Sumiati dan

Asra (2007:5) menyimpulkan perencanaan pembelajaran banyak tergantung pada

kemampuan guru dalam mengembangkannya, karena tugas guru berkaitan dengan

melaksanakan pembelajaran mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Namun di SMP Negeri di Kabupaten Madiun kesulitan yang dihadapi justru

terletak pada pengembangan materi bahan ajar dan penyusunan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa Guru seni rupa di SMP

Negeri di Kabupaten Madiun memiliki kendala dalam hal perencanaan, padahal

pelaksanaan pembelajaran berpegang pada apa yang terdapat dalam perencanaan

pembelajaran (Sumiati dan Asra, 2007:5). Jika dalam perencanaan masih sulit

Page 11: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

maka tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaan pun juga akan terhambat.

Namun demikian situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran

mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembelajaran itu sendiri

(Sumiati dan Asra, 2007:5).

Novak dan Gowin (dalam Sumiati dan Asra, 2007:5) menyebut lingkungan

fisik tempat belajar meliputi keadaan ruang, tata ruang dan berbagai situasi fisik

yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses pembelajaran.

Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi

belajar. Pembelajaran ekspresi seni pada dasarnya adalah kegiatan praktek

penciptaan karya yang saat ini berpedoman pada KTSP, sehingga semestinya juga

memiliki ruang khusus. Namun sebagian besar SMP Negeri di Kabupaten Madiun

tidak memiliki ruang khusus seni, hal ini tentunya tidak menjadi masalah jika

pembelajaran ekspresi seni rupa memang dapat dilakukan di kelas. Namun bagi

kegiatan praktek yang memerlukan ruang tersendiri seperti membatik dan

pameran, meskipun sekolah telah menyediakan alat dan bahan untuk kegiatan

ekspresi seni rupa namun tidak menentukan kemungkinan dimanakah

perlengkapan kegiatan praktek seni rupa dapat dilakukan, maka tetap tidak akan

mendukung terlaksananya pelaksanaan pembelajaran ekpresi seni rupa. Sehingga

kemungkinan penyediaan perlengkapan atau alat bahan akan sia-sia. Jika terpaksa

dilakukan di kelas seperti mata pelajaran lain pada umumnya, hal yang biasanya

akan menjadi masalah adalah membersihkan kembali ruang kelas untuk mata

pelajaran selanjutnya, jika tidak akan dapat menimbulkan komentar yang kurang

menyenangkan terhadap mata pelajaran seni khususnya seni rupa. Maka tidak

heran jika ada beberapa kompetensi dasar pada KTSP yang belum bisa

dilaksanakan seperti pada bahasan sebelumnya yaitu terutama kompetensi dasar

mengadakan pameran di kelas atau sekolah, membuat karya seni grafis dan kriya

tekstil.

Sebagian besar guru-guru seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di

Kabupeten Madiun menggunakan buku penunjang dalam pembelajaran ekspresi

seni rupa. Buku penunjang merupakan media pembelajaran yang bersifat teks atau

verbal. Buku penunjang memberikan pengalaman abstrak bagi siswa, yang

Page 12: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

menurut Edgar Dale (Sumiati dan Asra, 2007:175) adalah pengalaman yang

nilainya paling rendah dalam memberikan pengalaman belajar pada siswa.

Edgar juga memandang bahwa nilai media pembelajaran dalam

pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman belajar. Tujuan

utama dalam pembelajaran ekspresi seni rupa adalah memberikan pengalaman

nyata bagi siswa, dalam hal ini tentunya memerlukan media pembelajaran yang

dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa, memberi petunjuk pada

siswa dan dapat menginspirasi siswa. Namun kenyataannya tidak semua media

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi

dasar yang ada mudah diperoleh oleh guru seni budaya bidang seni rupa di SMP

Negeri di Kabupaten Madiun. Diantaranya adalah media untuk mengadakan

pameran dan membuat karya seni kriya tekstil. Ketidaktersediaan media tersebut

menjadi penghambat diberikannya kompetensi dasar ekspresi seni rupa kepada

siswa.

Dalam ekspresi seni rupa, media pembelajaran yang dimaksud juga dapat

berupa alat dan bahan yang diperlukan untuk berkarya, karena alat dan bahan

adalah media fisik yaitu media nyata yang dapat dilihat dan diraba, berupa

material atau bahan yang digunakan dalam penciptaan suatu karya . Lilik

Indrawati (2004:17) mengatakan bahwa pada dasarnya media fisik dan media

estetik saling melebur membentuk suatu struktur fisik dan estetik dalam suatu

karya. Maka tidak akan mungkin tercipta karya oleh siswa jika tidak ada media

fisik atau alat dan bahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesulitan

memperoleh media juga menjadi hambatan bagi guru seni budaya untuk

memberikan kompetensi dasar dalam KTSP pada peserta didik.

Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya memperoleh

media pembelajaran dan penciptaan untuk berkarya seni rupa, kemungkinan

diantaranya adalah harga yang kurang bisa dijangkau oleh siswa, karena

bagaimanapun juga dalam menentukan media pembelajaran guru harus

mempertimbangkan tingkat kemudahan diperolehnya oleh sekolah dan siswa

(Sumiati dan Asra, 2007:166).

guru seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun

banyak menggunakan metode demonstrasi dan metode karya cipta terarah dalam

Page 13: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

pembelajaran ekspresi seni rupa. Pemilihan metode ini sangat tepat karena dengan

metode demonstrasi siswa dapat mengetahui bagaimana cara membuat, bahan apa

saja yang diperlukan, dan bagaimana proses kerja dalam menciptakan suatu karya

seni. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan dan Moedjiono dalam Proses

Belajar Mengajar (2008:29) bahwa metode demonstrasi adalah metode yang

paling efektif untuk membantu siswa mencari jawaban atas pertnyaan-pertanyaan

seperti bagaimana cara membuatnya, bahan apa saja yang diperlukan, dan

bagaimana proses kerjanya.

Menurut Hasibuan dan Mudjiono (2008:29) metode demonstrasi menjadi

ridak wajar jika tidak bisa diamati dengan jelas oleh siswa. Hal ini menunjukkan

bahwa siapapun yang melakukan demonstrasi sebaiknya juga memperhatikan

apakah demonstrasi yang dilakukan dapat dilihat oleh semua siswa dengan jelas

sehingga benar-benar menjadi petunjuk bagi siswa. Terkadang di kelas yang

masih menggunakan penataan bangku yang disusun berbaris, siswa yang jaraknya

jauh dari tempat dilakukannya demonstrasi tidak akan bisa melihat proses

demonstrasi dengan jelas, hal yang mungkin dapat dilakukan oleh guru adalah

merubah tatanan bangku sehingga mempermudah siswa melihat proses

demonstrasi.

Sedangkan penggunaan metode karya cipta bebas memang dinilai dapat

memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan apa yang akan dibuat

selama masih mengikuti tema, namun karena kebebasan inilah terkadang siswa

justru kebingungan dalam menentukan apa yang akan dibuat. Katjik dkk (1972)

menyatakan bahwa dalam menggunakan metode berkarya, jenis berkarya terarah

lebih lancar digunakan karena siswa tidak kebingungan dalam menentukan apa

yang akan dibuat.

Ada beberapa guru yang menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam

pembelajaran ekspresi seni rupa. Penggunaan metode ceramah mungkin baik jika

hanya untuk memberi petunjuk pada siswa, misalnya di awal kegiatan

pemeblajaran ekspresi seni rupa, karena pada dasarnya pendidikan seni rupa

berdasarkan kegiatan berkarya, sehingga lebih menuntuk keaktifan siswa dalam

bekerja, semakin banyak siswa bekerja lebih baik daripada siswa mendengar

(Katjik dkk, 1972:49).

Page 14: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

Guru seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun

mengalami sedikit kesulitan dalam menilai karya siswa, hal ini kemungkinan

disebabkan oleh pemilihan instrument penilaian yang tidak tepat. Berdasarkan

hasil penelitian, masih ada guru yang menilai proses berkarya dan menilai karya

siswa dengan menggunakan soal uraian. Tanpa mengaitkan apakah responden

memahami atau tidak maksud pertanyaan tentang alat penilaian yang biasa

digunakan untuk menilai proses berkarya siswa, penggunaan soal uraian untuk

menilai proses berkarya siswa adalah tidak tepat. Hal ini menunjukkan

ketidaksesuaian antara tujuan pembelajaran ekspresi seni rupa dengan aspek

penilaian, sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam menilai kemampuan

siswa, karena bagaimanapun juga dalam kegiatan pembelajaran ekspresi seni rupa

yang dinilai menggunakan tes unjuk kerja adalah proses, misalnya bagaimana

menggunakan alat dan bagaimana ketepatan teknik dan prosedur penciptaan

(Sumiati dan Asra, 2007:204).

Salah satu tujuan penggunaan alat penilaian adalah agar penilaian bersifat

obyektif, yaitu menilai kemampuan atau prestasi siswa apa adanya (Sudjana,

2010:116). Meskipun sudah banyak guru yang menggunakan rubrik penilain,

namun berdasarkan hasil penelitian masih ada guru yang menggunakan perasaan,

hal ini juga dapat menyebabkan nilai yang didapat siswa bukanlah nilai

sebenarnya, dalam arti bukan nilai yang sesuai untuk siswa tersebut. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa secara tidak sadar sedikit dari guru seni budaya bidang

seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten Madiun kurang tepat dalam menilai proses

dan karya siswa.

Menurut guru seni budaya bidang seni rupa di SMP Negeri di Kabupaten

Madiun, sebagian besar siswa di SMP Negeri di kabupaten Madiun berantusias

dalam mengikuti pembelajaran ekspresi seni rupa, hal ini juga dapat dilihat dari

karya-karya yang dihasilkan siswa yang sebagian besar bagus. Selain itu juga

dilihat dari ketepatan waktu pengumpulan tugas yang sebagian besar tepat waktu.

Namun demikian masih ada beberapa siswa yang kurang berantusias dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran ekspresi seni rupa. Hal ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Sumiati dan

Asra (2007:60), yaitu faktor dari dalam diri siswa seperti keinginan, minat, bakat,

Page 15: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

kehendak, dan kesukaan. Selain itu juga dari keadaan lingkungan belajar, serta

dari cara dan gaya mengajar guru.

Oleh sebab itulah guru perlu memilih model dan metode pembelajaran

ekspresi seni rupa yang dapat menarik minat dan perhatian siswa. Seperti yang

diungkapkan oleh Oho Garha (1980:88) Dalam pendidikan seni rupa sebisa

mungkin diusahakan agar murid merasa bahwa apa yang mereka lakukan di

sekolah dalam kegiatan seni rupa adalah untuk memenuhi kebutuhan batin

mereka, dan sangat bermanfaat bagi siswa, sehingga siswa akan termotivasi untuk

mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika siswa termotivasi, siswa akan bersemangat

mengikuti kegiatan pembelajaran ekspresi seni rupa, keingintahuan meningkat,

begitu pula dengan keaktifan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Maka

siswa yang merasa tidak memiliki bakat pun akan mendapatkan nilai yang baik

melalui proses belajar dan berkarya yang baik.

Menurut pengakuan guru seni budaya di SMP Negeri di Kabupaten

Madiun, kepala SMP Negeri di Kabupaten Madiun mendukung pelaksanaan

pembelajaran ekspresi seni rupa. Namun dukungan tersebut kurang tampak jika

dilihat dari fasilitas untuk pembelajaran ekspresi seni rupa yang kurang memadai.

Seperti kurangnya keberadaan ruang khusus pembelajaran ekspresi seni rupa di

SMP Negeri di Kabupaten Madiun. Hal ini tentunya tidak sebanding dengan

bidang seni budaya yang diajarkan di SMP Negeri di Kabupaten Madiun yang

didominsi oleh seni rupa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pembelajaran standar kompetensi ekspresi seni rupa oleh guru seni budaya

di SMP Negeri di Kabupaten Madiun yang berdasarkan pada KTSP mengalami

beberapa hambatan, di antaranya adalah tidak tersedianya sarana dan sarana

pembelajaran untuk praktek seni rupa seperti ruang khusus seni. Selain itu juga

pada media penunjang pembelajaran yang masih sulit untuk diperoleh. Pengadaan

media dan sarana ini tentunya memerlukan dukungan kepala sekolah, selain itu

juga pada kreatifitas guru dalam menentukan sumber dan media pembelajaran

yang tidak membebani siswa, misalnya dengan menggunakan bahan alam.

Page 16: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

Hambatan lain adalah pada pendidikan guru yang tidak sesuai dengan

bidang ajarnya yaitu seni rupa, sehingga kemungkinan guru belum memahami dan

belum mampu menerapkan kompetensi dasar ekspresi seni rupa yang berdasarkan

KTSP karena kurangnya wawasan berkesenian. Maka untuk selanjutnya sekolah

perlu mencari tenaga pendidik yang relevan, yang memiliki kemampuan yang

sesuai dengan bidang ajar. Pemerintah juga perlu menegaskan kembali tentang

kebijakan dalam mengajar oleh guru, baik penempatan tenaga pendidik, juga

waktu mengajar. Karena bagaimanapun juga, pembelajaran seni budaya dalam

KTSP adalah untuk melestarikan kebudayaan lokal, maka perlu tenaga pendidik

dari daerah setempat.

Guru seni budaya cukup kesulitan dalam menentukan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran dan mengembangkan materi bahan ajar, dan juga belum

tepat dalam menentukan instrumen penilaian untuk menilai hasil belajar dalam

pembelajaran ekspresi seni rupa. Hal ini kemungkinan adalah karena

ketidaktepatan guru seni budaya dalam menentukan model dan metode

pembelajaran. Maka perlu diadakan suatu pelatihan tentang model-model

pembelajaran seni rupa, sehingga para guru memiliki wawasan lebih dalam

menentukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran. Untuk pengembangan bahan

ajar, hendaknya tim pengembang kurikulum setempat menyusun atau membuat

buku yang sesuai dengan kesenian daerah khusus setempat sebagai panduan bagi

guru dan juga siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.Djamarah, Saiful Bahri & Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

Rineka Cipta.Garha, Oho. 1983. Pengetahuan Kesenian Seni Rupa. Jakarta: departemen

Pendidikan dan Budaya.Hasibuan, J. J & Moedjiono. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.Indrawati, Lilik. 2004. Nirmana (Organisasi Visual). Malang: Universitas Negeri

Malang.Kartika, Dharsono Sony. 2007. Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sains.Katjik, dkk. 1972. Metode Pengajaran Seni Rupa untuk SMA. IKIP Malang: Sub

Proyek Penyusunan Metode Khusus Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi

Page 17: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel6C7B63C4A11FA... · Web viewSelain itu, diketahui bahwa guru seni budaya bidang seni rupa bukanlah guru yang memiliki

Koentjoroningrat dkk. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djakarta: Djambatan.

Malang, Universitas Negeri. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi ke 5. Malang: Universitas Negeri Malang.

Mbulu, Joseph. 2001. Pengajaran Individual (Pendekatan, metode, dan media pada pedoman mengajar bagi guru dan calon guru). Malang: Yayasan Elang Emas

Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Seni Budaya. Jakarta: Lampiran Menteri Pendidikan Nasional

Muhadjir, Imam & Purwatiningsih. 1990. Pengetahuan Seni. Malang: Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas IKIP.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saputro, Suprihadi. 1999. Strategi Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Seksi Kajian Bahasa dan Seni. 1996. Mozaik Seni dan Pengajarannya Edisi Ke Dua. Malang.

Sevilla, Consuelo. G. Tanpa tahun. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan oleh Alimuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia.

Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius.

Sudjana, Nana. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfaabeta.

Sumiati & Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana PrimaSusanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta:

Kanisius. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai PustakaWena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi

AksaraWickiser, R. Ralph. Tanpa tahun. Menuju ke Pendidikan Seni. Terjemahan oleh

A. J. Soehardjo, 1974. Malang: Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Penigkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP.