jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel8a99b1285e3d... · web viewadapun...

25
1 PENGARUH METODE DONGENG INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN MORAL JUDGEMENT PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang Ribut Krisfida ([email protected] ) Abstrak Anak-anak belum memiliki pandangan pertimbangan-pertimbangan tentang perbuatan benar dan salah sehingga perlu dibimbing dalam mengembangkan konsep tentang pertimbangan moralnya. Dongeng sebagai media pembelajaran moral sesuai dengan dunia anak karena dapat menambah pengalaman untuk belajar moral dari cerita yang didongengkan. Sehingga diperlukan penelitian tentang dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan desain penelitian nonrandomized pretest-posttest control group design. Instrumen dalam penelitian ini berupa wawancara semi terstruktur dengan cerita dilema-dilema moral. Subjek penelitian adalah anak berusia 5-6 tahun yang memiliki moral judgement sangat rendah, rendah, dan tinggi. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yakni 10 subjek kelompok kontrol dan 10 subjek pada kelompok eksperimen. Hasil uji statistik terhadap keseluruhan data pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada anak usia 5-6 tahun. Kata Kunci: dongeng interaktif, moral judgement, anak usia 5-6 tahun. Abstract Children do not have any ability yet to make a judgement about right and wrong. They need to be guided to increase their concept of moral judgement. Fairy tale as one of learning media is very appropriatte for children because fairy tale can add their experience to learn about moral from fairy tale story. Furthermore, need a research about interactive fairy tale to increase moral judgement. Experimental design is used

Upload: doankien

Post on 26-May-2018

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

PENGARUH METODE DONGENG INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN MORAL JUDGEMENT PADA ANAK USIA 5-6

TAHUN

Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

Ribut Krisfida ([email protected])

Abstrak

Anak-anak belum memiliki pandangan pertimbangan-pertimbangan tentang perbuatan benar dan salah sehingga perlu dibimbing dalam mengembangkan konsep tentang pertimbangan moralnya. Dongeng sebagai media pembelajaran moral sesuai dengan dunia anak karena dapat menambah pengalaman untuk belajar moral dari cerita yang didongengkan. Sehingga diperlukan penelitian tentang dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan desain penelitian nonrandomized pretest-posttest control group design. Instrumen dalam penelitian ini berupa wawancara semi terstruktur dengan cerita dilema-dilema moral. Subjek penelitian adalah anak berusia 5-6 tahun yang memiliki moral judgement sangat rendah, rendah, dan tinggi. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yakni 10 subjek kelompok kontrol dan 10 subjek pada kelompok eksperimen. Hasil uji statistik terhadap keseluruhan data pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada anak usia 5-6 tahun.

Kata Kunci: dongeng interaktif, moral judgement, anak usia 5-6 tahun.

Abstract

Children do not have any ability yet to make a judgement about right and wrong. They need to be guided to increase their concept of moral judgement. Fairy tale as one of learning media is very appropriatte for children because fairy tale can add their experience to learn about moral from fairy tale story. Furthermore, need a research about interactive fairy tale to increase moral judgement. Experimental design is used in this study by using between subject design approach to collect data or split up its subject become two group. Each group was given pretest and posttest, while experimental group was treated by fairy tale as treatment and control group did not. There was 10 subjects in control group and 10 subjects in experimental group. Subject was 5-6 year old children who have very low moral judgement, low moral judgement, and high moral judgement.Instrument in this research is form interview of semi structure with moral dilemmas story. Result of analyses data of control group and experimental group indicated that there was not any effect of fairy tale to increase the moral judgement of children.

Keywords: interactive fairy tale, moral judgement, 5-6 years old children

2

Pranoto (2011) menjelaskan pada tahun-tahun terakhir masih banyak kasus pada anak

dengan berbagai perilaku yang menunjukkan kualitas moral yang rendah seperti kebohongan,

licik, egois, dan melakukan kekerasan kepada teman yang lemah atau yang sekarang familiar

dengan istilah bullying. Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai

oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan

antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Anak-anak sangat memerlukan pengalaman terhadap pengetahuan tentang apa yang

disebut perbuatan benar dan salah. Keputusan untuk membuat penilaian tentang benar dan

salah merupakan salah satu bagian dari moral judgement (pertimbangan moral). Menurut

Sarbaini (2012) moral judgement merupakan manifestasi untuk membuat kesimpulan atau

keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai dilema/konflik moral antara

hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan pihak lain, antara

lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri.

Metode dongeng adalah suatu alat yang kuat untuk meningkatkan moral judgement

antara diri dan orang lain. Moral judgement bisa ditingkatkan melalui contoh-contoh

perbuatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Fitro (dalam Ahyani, 2012) bahwa salah

satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak kita mengubah moral mereka menjadi

positif adalah mengajar perilaku moral dengan contoh.

Salah satu contoh sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan dongeng. Ironisnya

dimasa sekarang kegiatan mendongeng jarang dapat dilakukan oleh kebanyakan orang tua.

Peran dan fungsinya sudah banyak tergantikan oleh tayangan televisi dan permainan modern

lainnya. Padahal banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari kegiatan mendongeng.

Setiadi (2010) mengatakan “Character Building melalui kegiatan mendongeng atau bercerita

saat ini sudah jarang dilakukan, padahal dengan mendongeng atau bercerita merupakan salah

satu cara efektif untuk membentuk kepribadian anak menjadi generasi yang handal dimasa

depan”.

Berdasarkan hal-hal diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian

eksperimental dengan judul : Pengaruh Metode Dongeng Interaktif Untuk Meningkatkan

Moral Judgement Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui pengaruh metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada

anak usia 5-6 tahun.

3

Terkait dengan tugas perkembangan moral awal masa kanak-kanak Hurlock (1991)

menjelaskan:

Pengetahuan tentang benar dan salah masih terbatas pada situasi rumah dan harus diperluas dengan pengertian benar dan salah dalam hubungannya dengan orang-orang di luar rumah terutama di lingkungan tetangga, sekolah dan teman bermain. Lebih penting lagi anak-anak harus meletakkan dasar-dasar untuk hati nurani sebagai bimbingan untuk perilaku benar dan salah. Hati nurani berfungsi sebagai sumber motivasi bagi anak-anak untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai hal yang salah bilamana mereka sudah terlalu besar untuk selalu diawasi orang tua atau pengganti orang tua.

Menurut Soetjiningsih (2012) anak-anak berada pada perkembangan pemikiran

praoperasional, sehingga perkembangan moralnya masih terbatas. Hurlock (1991) juga

mengatakan hal yang sama bahwa perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih

dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak

belum mencapai titik di mana ia mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang

benar dan salah.

Moral bagi Kohlberg dibatasi oleh satu konstruk lain yang disebut pertimbangan

(judgment). Moral judgement (pertimbangan moral) merupakan manifestasi untuk membuat

kesimpulan atau keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai

dilema/konflik moral antara hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan

pula dengan pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri (Sarbaini, 2012).

Kohlberg dalam Santrock (2002) mengatakan sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-

anak berpikir tentang dilema moral dengan cara yang prakonvensional. Kohlberg (dalam

Omrod, 2008) menjelaskan tahap perkembangan moral pada tingkat pre-kovensional:

1. Hukuman-pengindaran dan kepatuhan (Punishment-avoidance and obedience)

Tahap hukuman-pengindaran dan kepatuhan merupakan tahap penalaran moral

dimana orang akan membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa

mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Perilaku yang salah adalah perilaku

yang akan mendapatkan hukuman.

2. Saling memberi dan menerima (Exchange of favors).

Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan

mereka sendiri pun akan terpenuhi melalui perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat

4

punggungku; aku pun akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefenisikan yang

benar dan yang salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.

Moral merupakan wilayah yang luas dan beragam. Ada banyak sekali macam-macam

moral pada anak-anak. Dalam penelitian ini akan fokus pada aspek nilai moral tolong-

menolong, meminta dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih. Adapun

definisi kelima nilai moral diatas menurut kamus besar bahasa indonesia (2012) adalah

sebagai berikut:

1. Tolong-menolong adalah saling membantu untuk meringankan beban (penderitaan,

kesukaran, dsb) atau saling membantu supaya dapat melakukan sesuatu.

2. Meminta maaf adalah ungkapan permintaan ampun atau penyesalan.

3. memberikan maaf adalah memberi ampun atas kesalahan

4. Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya)

5. Mengucapkan terimakasih adalah mengeluarkan ucapan/perkataan rasa syukur.

Bagi anak prasekolah, perilaku prososial muncul untuk memperoleh timbal balik dari

rekan-rekannya (Hastings, dkk 2007). Perilaku prososial seperti tolong-menolong, meminta

dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih dapat memudahkan anak untuk

bekerjasama dalam bermain dengan lingkungan sosialnya. Anak-anak harus belajar untuk

bertindak dengan cara tertentu agar dapat diterima secara sosial untuk bergaul dengan baik

dalam masyarakat. Hurlock (1991) mengungkapkan bentuk perilaku sosial yang paling

penting untuk penyesuaian sosial yang berhasil tampak dan mulai berkembang dalam periode

ini. Periode ini merupakan tahap perkembangan yang kritis karena pada masa inilah dasar

sikap sosial dan pola perilaku sosial dibentuk.

Danandjaja (1986: 83) menjelaskan:

Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesustraan lisan. Selanjunya dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Dalam pikiran kebanyakan orang, dongeng sering dianggap sebagai cerita mengenai peri. Dalam kenyataannya banyak dongeng yang tidak mengenai peri melainkan cerita atau plotnya mengenai sesuatu yang wajar.

5

Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode

dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak membosankan dan

memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”. Larkin (Marina & Sarwono,

2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah pertunjukkan seni yang interaktif, yaitu

kegiatan dua arah antara pendongeng dan audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama

untuk membangun sebuah cerita yang utuh.

Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif. metode

dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang tidak benar-benar

terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan olah cerita yang baik dan

melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana didasarkan pada interaksi timbal balik dan

kerjasama untuk membangun sebuah cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.

Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan

mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi dkk (2008) menjelaskan:

Pemilihan dongeng harus berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yaitu: 1) harus menarik dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng menarik dan memikat perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh dan mengemas dongeng dengan mengasikkan. 2) dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak, dan bakat anak supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif dalam kegiatan mendongeng. 3) dongeng sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi dongeng anak usia dini. 4) dongeng cukup pendek dalam rentang jangkaun waktu perhatian anak. Anak tidak dituntut untuk mendengarkan cerita dongeng diluar batas ketahanan untuk mendengarkan.

Pada penelitian jenis dongeng yang dipilih adalah dongeng binatang/fabel. Dananjaja

(dalam Nugraha 2012) menjelaskan dongeng binatang adalah dongeng yang tokoh-tokohnya

adalah binatang peliharaan dan binatang liar yang dapat berbicara dan dapat berperilaku

seperti manusia. Dongeng binatang sering di sebut juga dongeng fabel. Secara spesifik, fabel

adalah dongeng binatang yang mengandung pelajaran moral yakni ajaran baik atau buruknya

suatu perbuatan.

Menurut Widyasari (2012) dalam mendongeng cerita disampaikan dengan berbagai

aspek seperti ekpersi, suara, penokohan, gerak tubuh. Dongeng yang dibawakan dengan

teknik komunikasi tersebut akan lebih menarik perhatian anak. Fakhrudin (2003) menjelaskan

teknik-teknik mendongeng sebagai berikut:

6

1) Akting

Akting merupakan gerak-gerik pendongeng, baik mimik ataupun pantomimik,

dipangung atau kelas untuk mengekspresikan atmosfer dongeng dan watak bermain.

2) Gesture dan Business

Gesture hakikatnya gerak (anggota) tangan yang bekecil-kecil yang dimaksudkan

untuk memperkuat akting dalam rangka mengekspresikan watak atau keadaan emosi tertentu.

Business merupakan gerak pendongeng yang dilakukan untuk memperkuat adegan dan akting.

Misalnya, untuk menggambarkan kegelisihan pendongeng berjalan mondar-mandir.

3) Ekspresi Wajah

Yang sangat penting perananannya untuk ekspresi wajah adalah mata. Untuk

menunjukkan berbagai ekspresi emosi matalah yang sangat dominan. Orang marah, gembira

atau binggung dan sebagainya dapat ditunjukkan melalui pandangan pendongeng.

4) Posisi dan gerak kaki

Kaki mempunyai posisi memperkuat watak dan emosi pendongeng. Dengan posisi

tegak lurus misalnya, mungkin sedang mengekspresikan ketegasan sikap ketika menghadapi

masalah. Gerak kaki bermacam-macam. Namun, yang perlu diingat ialah kesesuaian dengan

watak dan kondisi emosi yang diperankannya. Gerak kaki dalam keadaan normal yang lazim

ialah melangkah maju. Namun dalam keadaan terdesak, takut, atau terkejut kaki dapat

digerakkan mundur.

Dengan memakai teknik di atas, dongeng interaktif ini akan dibawakan secara

monoplay. Kusuma (2009) menjelaskan:

Dalam monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi tokoh tertentu tapi pada satu saat ia menjadi tokoh yang lain. Dengan bermain seorang diri, aktor dituntut untuk bermain secara prima. Eksplorasi yang dilakukan tidak hanya tertuju pada satu karakter atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan ekspresi yang ada dalam cerita harus ditampilkan secara proporsional.

Awal masa kanak merupakan waktu yang tepat untuk anak-anak belajar dan

bersosialisasi dengan dunia luar, selain lingkungan rumah. Pada saat menciptakan hubungan

dengan orang lain, anak-anak bertahap demi tahap belajar mengembangkan perilaku yang

sesuai agar diterima oleh lingkungannya. Ahyani (2012) menjelaskan seorang anak perlu

7

dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia

dan segala isinya.

Salah satu stimulasi yang diperlukan dan penting untuk anak adalah memiliki

pertimbangan akan nilai-nilai moral. Kak seto (dalam Sukmaya, 2013) berpendapat bahwa

dongeng memiliki banyak manfaat diantaranya adalah mampu melatih daya pikir anak,

bersosialisasi, mengasah kreativitas, memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi, kepekaan

sosial, memicu daya kritis, jendela pengalaman bagi anak, melatih kemampuan bahasa anak,

memicu multiple intelegence anak-anak dan mengandung hiburan.

Musfiroh ( dalam suwangsih, 2011) mengemukakan sebagai berikut:

Cerita merupakan salah satu metode pembelajaran moral yang sesuai untuk anak disamping modeling atau contoh bertindak. Nilai moral dalam cerita dapat dimengerti anak karena simbolisasi nilai-nilai melibatkan dua hal sekaligus, yakni gambaran peristiwa dan kesimpulan yang ditarik pada akhir cerita. Melalui konflik cerita anak belajar menyelaraskan hak dan kewajiban, belajar mengidentifikasi apa yang dialami tokoh dengan peristiwa di lingkungannya. Moral bagi anak identik dengan penyelesaian konflik antara kepentingan diri dan lingkungannya (Kohlberg, 1979). Moral cerita melibatkan pertarungan baik dan buruk dalam kehidupan tokoh, dan menjadi “pelajaran” yang cukup penting bagi anak. Cerita merangsang anak mengkonstruksi nilai-nilai apa yang dianut dalam agama dan masyarakatnya, perilaku yang dipuji, dan perilaku yang dilarang.

Mendongeng mempunyai banyak kegunaan di dalam pendidikan anak. Dia

menyimpulkan bahwa dongeng menyediakan suatu kerangka konseptual untuk berpikir, yang

menyebabkan anak dapat membentuk pengalaman menjadi keseluruhan yang dapat mereka

pahami. Dongeng menyebabkan mereka dapat memetakan secara mental pengalaman dan

melihat gambaran di dalam kepala mereka (Collin, dalam Ahyani 2012). Hal ini sesuai

dengan perkembangan kognitif anak dimana pada masa ini menurut teori Piaget

perkembangan kognitif anak awal masa kanak-kanak masuk dalam tahap praoperasional.

Pemikiran praoperasional merupakan awal kemampuan untuk merekonstruksi pada tingkat

pemikiran dasar mengenai apa yang telah dilakukan di dalam perilaku.

Sanchez dkk. (2009) mengungkapkan kekuatan utama strategi dongeng adalah

menghubungkan rangsangan melalui penggambaran karakter. Dongeng memiliki potensi

untuk memperkuat imajinasi, memanusiakan individu, meningkatkan empati dan pemahaman,

memperkuat nilai dan etika, dan merangsang proses pemikiran kritis/kreatif. Hidayat (2009)

juga menjelaskan bahwa dongeng yang mengandung sisi imajinatif yang tinggi dapat

membantu anak menelaah peristiwa sesuai dengan batasan imajinasinya.

8

Perkembangan rasa ingin tahu anak sesuai dengan metode dongeng interaktif dimana

metode ini dapat menstimulasi anak untuk aktif mengungkapkan pendapatnya tentang

dongeng yang diberikan. Menurut Soetjinigsih (2012) “pada usia 4-7 tahun anak masuk dalam

subtahap pemikiran intuitif, yaitu anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu

jawaban atas semua pertanyaan”. Menurut Elkind (dalam Soetjiningdih, 2012) “karakteristk

lain anak-anak pada tahap praoperasional ialah mereka suka menanyakan serentetan

pertanyaan yang dimulai sejak kira-kira usia tiga tahun dan pada usia lima tahun mereka

mulai membuat orang-orang dewasa disekitarnya menjadi lelah menjawab pertanyaan-

pertanyaan ‘mengapa’ mereka”.

Soetjinigsih (2012) menjelaskan menurut teori pemrosesan emosi, anak prasekolah

sudah mampu memusatkan perhatian dan pikirannya dalam rentang waktu yang agak panjang

pada suatu kegiatan. Namun perhatian mereka masih terpusat pada hal-hal yang menarik

perhatian Dalam hal ini dongeng yang dikemas dengan baik tentu dapat menarik perhatian

anak-anak sehingga akan memudahkan anak untuk berkonsentrasi.

METODE

Partisipan

Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 anak, dengan catatan sebelumnya terdapat

40 anak yang berusia 5-6 tahun, kemudian dilakukan pretest untuk dilihat moral judgement

tiap anak. Bagi anak yang memiliki moral judgement sangat tinggi tidak diikutkan lagi dalam

penelitian selanjutnya. Setelah dilakukan pretest terdapat 20 anak yang masih memiliki moral

judgement dalam kategori sangat rendah, rendah dan tinggi yang diikutkan dalam penelitian

selanjutnya.

Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandomized

pretest-posttest control group design. Pretest dan posttest merupakan tes yang sama agar

hasilnya dapat diperbandingkan. Pretest menginformasikan kemampuan awal (initial

position) para subjek sebelum dilakukan penelitian, atau dengan kata lain adalah proactive

history mereka. Sedangkan posttest adalah tes yang dilakukan setelah diberi perlakuan.

Sehinga nantinya skor yang diperoleh adalah peningkatan/penurunan variabel terikat yakni

peningkatan atau penurunan moral judgement anak akibat dilakukannya penelitian.

Terdapat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol adalah

kelompok yang tidak diberikan perlakuan sedangkan kelompok eksperimen adalah kelompok

9

yang diberi perlakuan, yaitu dongeng. Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai

berikut:

NonR O1 (X) O2

NonR O3 (-) O4

Gambar 3.1 Desain nonrandomized pretest-posttest control group design.

Alat Ukur

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan

pedoman eksperimen mendongeng interaktif. Pedoman wawancara berisi pertanyaan-

pertanyaan seputar cerita-cerita dilema moral seputar tahap perkembangan moral

prakonvensional awal masa kanak-kanak. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian

ini adalah wawancara semi terstruktur.

Karena penelitian menggunakan metode statistik maka data harus berupa angka seperti

yang dikemukakan Arikunto (dalam Sari 2010) bahwa “Bagi peneliti yang menginginkan

mengolah data dengan metode statistik, maka datanya harus berupa data kuantitatif, yaitu

berupa angka-angka”. Oleh karena itu data dalam penelitian ini harus diubah menjadi data

kuantitatif dengan cara pemberian skor (Sari, 2010).

Seperti yang dijelaskan Santrock (2002) bahwa Kohlberg percaya terdapat tiga tingkat

perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua tahap. Dari penjelasan Santrock

tersebut, maka dalam penelitian ini skor tertinggi yaitu 2 adalah yang memiliki pertimbangan

moral pre-konvensional saling memberi dan menerima dan skor 1 adalah yang memiliki

pertimbangan moral pre-konvensional hukuman-pengindaran dan kepatuhan sedangkan skor 0

adalah jawaban yang tidak memiliki pertimbangan moral pre-konvensional. Sama halnya

seperti rating scale pemberian skor ini akan menghasilkan hasil akhir berupa skor yang

selanjutnya akan dapat dilakukan analisis statistik.

Adapun pedoman eksperimen mendongeng disusun untuk memudahkan kegiatan

mendongeng agar sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak. Pedoman eksperimen

mendongeng interaktif dalam penelitian ini meliputi nilai moral dongeng ditinjau dari aspek

perkembangan moral Kohlberg, pemilihan bahasa, media yang digunakan dalam

mendongeng, langkah-langkah mendongeng interaktif, isi cerita dongeng dan instrumen

wawancara.

10

Prosedur Penelitian

Pemilihan subjek dilakukan berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah tersedia.

Kelompok kelas dipilih berdasarkan perkiraan peneliti bahwa kedua kelompok adalah

homogen Sehingga pemilihan subjek ditetapkan kelas B2 dan kelas A1 sebagai kelompok

ekperimen sedangkan kelas B1 dan A2 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini melibatkan 4

kelas, dikarenakan penelitian dilaksanakan pada ajaran semester genap sehingga rentang usia

5-6 tahun tidak lagi berada pada satu kelas.

Setelah membagi kelompok kontrol dan kelompok ekperimen dengan jumlah subjek

pada tiap kelompok adalah 20 anak. Hal selanjutnya adalalah melakukan pretest berupa

wawancara semi terstruktur kepada subjek tiap kelompok. Pelaksanaan pretest dilakukan pada

tanggal 25 Maret 2013.Hasil wawancara digunakan untuk melakukan metode cutoff, dimana

subjek yang memiliki skor moral judgement yang sangat tinggi tidak dimasukkan lagi sebagai

subjek dalam penelitian ini.

Pada kelompok kontrol subjek yang memenuhi kriteria untuk diikutkan dalam

penelitian selanjutnya adalah 12 subjek dan pada kelompok ekperimen menjadi 13 subjek.

Namun pada saat perlakuan kegiatan mendongeng, 2 subjek dalam kelompok eksperimen

menolak untuk berpartisipasi dan 1 subjek tidak masuk sekolah sehingga subjek pada

kelompok ekperimen menjadi 10 subjek dan kelompok kontrol menjadi 10 subjek yang

diikutkan dalam penelitian.

Tahap perlakuan berlangsung selama dua hari pada tanggal 26-27 Maret 2013. Pada

tanggal 26 Maret materi dongeng yang diberikan adalah dongeng Belalang, Jangkrik dan

Semut. Pada pelaksanaan perlakuan selanjutnya yaitu pada tanggal 27 Maret materi dongeng

yang diberikan adalah dongeng Singa dan Tikus. Masing-masing dongeng dibawakan selama

kurang lebih 15 menit.

Setelah diberikan perlakuan, maka pada tanggal 28 Maret 2013 subjek dari kelompok

kontrol dan kelompok ekperimen diberikan postets berupa wawancara semi terstrusktur

dengan instrumen pertanyaan yang sama. Tahap akhir dilakukan dengan membandingkan

hasil pretest-posttest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

HASIL

Pelaksanaan mendongeng interaktif pada kelompok eksperimen pada tanggal 26 Maret

2013 berjalan lancar, sedangkan pada pelaksanaan kedua yaitu tanggal 27 Maret 2013

11

kegiatan mendongeng mundur dari jadwal yang ditetapkan. Pada pelaksanaan hari kedua,

pada pertengahan kegiatan mendongeng beberapa anak terlihat memperhatikan namun ada

beberapa anak terkandang menjadi tidak fokus memperhatikan pendongeng.

Pada kelompok kontrol didapatkan hasil mean skor pretest sebesar 6,4 dengan standar

deviasi sebesar 1,43 dan mean skor posttest sebesar 7,5 dengan standar deviasi sebesar 1,18.

Pada kelompok eksperimen didapat mean skor pretest sebesar 5,50 dengan standar deviasi

sebesar 1,27 dan mean pada skor posttest sebesar 8,10 dengan standar deviasi sebesar 2,02.

Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok kontrol didapatkan nilai dengan

signifikansi .088. Oleh karena itu signifikansi thitung lebih dari 0,05 (sig >0,05), maka dapat

diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan

posttest. Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok eksperimen didapatkan nilai

dengan signifikansi 0,028. Oleh karena itu signifikansi thitung kurang dari 0,05 (sig <0,05),

maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest

dan posttest.

Setelah melakukan perhitungan uji wilcoxon signed rank test, maka untuk melihat

apakah perbedaan yang ditimbulkan benar-benar dipengaruhi oleh variabel bebas maka

dilakukan uji eta. Hasil uji Eta menunjukkan signifikansi sebesar 0,202. Signifikansi thitung

lebih dari 0,01 sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap metode dongeng

interaktif untuk meningkatkan moral judgement.

DISKUSI

Hasil analisis statistik pada penelitian ini menunjukkan data kasar dari kelompok

eksperimen dengan peningkatan nilai pretest-posttest. Pada kelompok kontrol tidak terdapat

perbedaan yang signifikan dari mean skor pretest-posttest. Hal itu diperkuat dengan analisis

uji wilcoxon signed rank test yang menunjukkan pada kelompok eksperimen terdapat

perbedaan signifikan dari mean skor pada pretest dan posttest sedangkan pada kelompok

kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan posttest.

Hasil diatas sesuai dengan pendapat Horn (Ahyani 2010) yang menyatakan bahwa

dongeng mempunyai kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang benar untuk

siswa anak usia dini. Selain itu, metode dongeng dapat dijadikan sebagai media membentuk

kepribadian dan moralitas anak usia dini. Hamilton dan Weiss (2005) juga menjelaskan

12

bahwa bercerita merupakan proses membangun cerita dalam pikiran, ialah pada cara yang

paling mendasar untuk membuat makna dan meliputi aspek pembelajaran.

Sebelumnya peneliti telah mengontrol variabel sekunder yang kemungkinan dapat

mempengaruhi penelitian. Beberapa hal yang telah dikontrol peneliti yang pertama adalah

menetapkan skoring 0,1,2 pada jawaban anak untuk memudahkan interviewer

mengkategorikan jawaban responden, menyamaratakan pedoman dalam menskoring pada tiap

interviewer, menetapkan lokasi mendongeng adalah tempat yang tidak membuat kelompok

kontrol mengetahui kegiatan mendongeng, waktu mendongeng adalah waktu yang kondusif

yaitu pada jam-jam pagi maksimal pada jam 9, dongeng juga telah dilakukan oleh

pendongeng yang telah menguasai dan sudah sering melakukan kegiatan mendongeng, serta

menentukan tempak duduk anak kelompok eksperimen. Karena keterbatasan tempat, maka

pada kelas mendongeng anak-anak yang berada pada kelas B2 ikut serta dalam kegiatan

mendongeng, sehingga anak-anak yang masuk dalam subjek eksperimen berada di barisan

depan untuk memudahkan pendongeng melakukan komunikasi dan perhatian terhadap

kelompok eksperimen.

Setelah dianalisa menggunakan wilcoxon, maka untuk memastikan apakah terdapat

hubungan metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement anak usia 5-6

tahun dilakukan perhitungan melalui uji eta. Uji eta menunjukan bahwa metode dongeng

interaktif pada penelitian ini ternyata tidak berpengaruh secara signifikan untuk meningkatkan

moral judgement pada anak usia 5-6 tahun.

Terdapat beberapa hal yang tidak dapat dikontol oleh peneliti dan kemungkinan

berpengaruh dalam penelitian yaitu perbedaan derajat pemberian skor yang dilakukan oleh

masing-masing interviewer, perbedaan respon atau penerimaan subjek terhadap kehadiran

interviewer sebagai orang baru, pretest-postest dilakukan pada waktu yang berbeda,

perbedaan kognitif juga kemungkinan berpengaruh. Dimana perkembangan kognitif anak

dalam merespon sesuatu hal tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain, sehingga

akan mempengaruhi pesan yang ada dalam dongeng dan ketelambatan kegiatan mendongeng

Selain metode dongeng, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk

mengembangkan moral judgement anak atau utuk memperkenalkan nilai moral pada anak.

Menurut Murdiono (2007) metode penanaman nilai moral sangat bervariasi dan memiliki

13

kelemahan dan kelebihan masing-masing. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah

metode bersajak atau syair, metode bermain, bermain peran, dan teladan.

Beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan moral judgement

anak yang dapat disesuaikan dengan karakteristik subjek, keadaan lingkungan perkembangan

anak sehingga tujuan untuk meningkatkan moral judgement anak dapat tercapai.

14

DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, Latifah Nur. 2012. Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia

Prasekolah dengan Metode Dongeng. Jurnal disajikan dalam seminar Nasional Psikologi

Islami, Surakarta. (Online), (publikasiilmiah.ums.ac.id/.../D1.%20Latifah UMK

%20(fixed).pdf?...1), diakses 19 Oktober 2012.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineke Cipta

Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.

Jakarta:Pustaka Grafitipers.

Fakhrudin, Mohammad. 2003. Cara Mendongeng. Disajikan Pada Pelatihan Teknik

Mendongeng bagi Guru Taman Kanak-Kanak se-Kabupaten Purworejo 16 Desember 2003.

(Online), (www.umpwr.ac.id/download/artikel/Cara%20Mendongeng.pdf ), diakses 10 April

2013.

Hastings, Dkk. 2007. The Socialization Of Prosocial Development. (Online)

(www.cmb.ucdavis.edu/people/pdhphd/pdfs/HoS%20Hastings%20Utendale%20-

%20Sullivan.pdf), diakses 27 September 2012.

Hamilton, Martha & Weiss, Mitch. 2005. The Power Of Storytelling In The Classroom.

(Online), (www.rcowen.com/.../CTS%20Ch%201%20for%2... ), diakses 23 November 2012.

Hidayat, Arif. 2009. Pengaruh Dongeng Dalam Masa Kanak-Kanak Terhadap

Perkembangan Seseorang. Jurnal Studi Gender & Anak, (Online), Vol.4 No.2 : 335:344,

(http://ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/yinyang/article/download/109/108 ), diakses

23 November 2012.

Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga

15

Kusuma, Afandi.2009. Monolog:(Online),

(http://sekolahdi.blogspot.com/2009/08/monolog.html), diakses 25 Januari 2013.

Kusmiadi, Ade dkk. 2008. Stategi Pembelajaran Paud Melalui Metode Dongeng Bagi

Pendidik PAUD. Jurnal Imiah VISI PTK-PNF-. (Online), Vol.3. No.2: 198-200.

(http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=38765..), diakses 27

September 2012.

Marina, Lia & Sarwono, Sarlito W. 2007. Kecerdasan Emosional Pada Orang Tua Yang

Mendongeng Dan Tidak Mendongeng. Jurnal Psikologi Sosial. (Online), VoL. 13 No. 02

(himcyoo.files.wordpress.com/.../kecerdasan-emosional-pd-org-tua-yg-td..., diakses 19

Januari 2013).

Murdiono, Mukhamad. 2007. Metode Penanaman Nilai Moral Untuk Anak Usia Dini,

(Online), (staff.uny.ac.id/.../B1-JURNAL%20KEPENDIDIKAN-LEMLIT%20UNY....), diakses

27 September 2012.

Nugraha, Chynthia Ratna. 2012. Keefektifan Penerapan Teknik Bercerita Berpasangan dalam

Pembelajaran Apresiasi Dongeng yang diperdengarkan. (Online),

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ind_0807241_chapter2.pdf )diakses 10 April

2012.

Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan

Berkembang. Jakarta: Erlangga

Pranoto, Yuli Kurniawati Sugiyo.2011. Kecerdasan moral anak usia prasekolah, (Online),

(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/view/962 ), diakses 27 September

2012.

Sanchez , Tony . 2009. Story-Telling As An Effective Strategy In Teaching Character

Education In Middle Grade Social Studies. Journal for the Liberal Arts and Sciences,

(Online), 13(2) :14. (www.oak.edu/.../Sanchez_Zam_Lambert_JLAS_S... ), diakses 23

November 2012.

16

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:

Erlangga

Sarbaini. 2012. Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral Dari Teori Ke Aplikasi.

Yogyakarta:Aswaja Presindo

Sari, Anna Juwita Puspita. 2010. Hubungan Antara Patoh (Kepatuhan) dan Todus (Malu)

Dengan Pengambilan Keputusan Menikahkan Anak Pada Usia Dini. Skripsi tidak diterbitkan.

Malang: Ppsi UM

Setiawan, Epta. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring

(dalam jaringan) (Online), (http://kbbi.web.id/), diakses 26 Maret 2013

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak

Sejak Pertumbuhan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Sukmaya, Yeye. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran dengan Metode Dongeng

Menggunakan Media Wayang Golek untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak

Usia Dini.(Online),( http://repository.upi.edu/operator/upload/t_pd_1004639_chapter1.pdf )

diakses 10 April 2013.

Suwangsih , Dede. 2009. Membentuk Moralitas Anak Usia Dini Melalui Penerapan Metode

Storytelling Dengan Media Wayang (Kelompok B TK hati Mekar Kabupaten Sumedang).

(Online). (repository.upi.edu/.../pro_2011_iecs_dede_metode_storytelling_dengan...), diakses

6 Oktober 2012.

Tp. Pkk Kota Tasikmalaya. 2010. Seminar Nasional "Manfaat Dongeng Untuk Membentuk

Kepribadian Anak". (Online), (http://tppkkkotatasikmalaya.blogspot.com/2010/04/seminar-

nasional-manfaat-dongeng-untuk.html), diakses 16 September 2012.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,

Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan penelitian. Malang: UM Press.

17

Widyasari, Kartika Nita. 2012. Pelatihan Dongeng Dan Bercerita di Kantor Perpustakaan

Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang : Dongeng Ala Kak Nitnit Ekpresif-Imaginatif-Efektif.

Handout Tidak diterbitkan. Malang: Perpustakaan Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang