jurnal baru.docx

14
Faktor – faktor yang mendasari keberhasilan pembedahan trabeculectomy dengan penggunaan mitomycin C pada pasien Africa-carabian Abstrak Pendahuluan Untuk mengetahui faktor – faktor dasar yang mempengaruhi keberhasilan dari trabekulektomi dengan penggunaan mitomycin c pada rentetan kasus pada pasien ras afrika – carabian. Desain penelitian Desain penelitian ini bersifat prospektif, observatif, dan comparative kohort studi Partisipan 47 pasien ras afrikan – carabian secara berturut – turut dengan diagnosa glaucoma Metode Metode yang diterapkan menggunakan perhimpunan antara sisa trabekulektomi dan faktor penelitian yang diperiksa menggunakan test exact fisher dan test hitungan tingkat wilcoxon pada bulan 12, 24, dan 36 setelah trabeculektomi. Regresi logistic digunakan untuk membentuk kombinasi dari faktor – faktor terbaik demi kelangsungan hidup. Hasil Pemeriksaan Keberhasilan tindakan bedah berdasarkan kepada penurunan tekanan intraocular hingga ≤ 21 mmHg, ≤ 18 mmHg, dan ≤ 15 mmHg tanpa pengobatan galukoma sebelumnya (kriteria 1), atau terjadi

Upload: xylomite

Post on 21-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal baru.docx

Faktor – faktor yang mendasari keberhasilan pembedahan trabeculectomy dengan penggunaan

mitomycin C pada pasien Africa-carabian

Abstrak

Pendahuluan

Untuk mengetahui faktor – faktor dasar yang mempengaruhi keberhasilan dari

trabekulektomi dengan penggunaan mitomycin c pada rentetan kasus pada pasien ras afrika –

carabian.

Desain penelitian

Desain penelitian ini bersifat prospektif, observatif, dan comparative kohort studi

Partisipan

47 pasien ras afrikan – carabian secara berturut – turut dengan diagnosa glaucoma

Metode

Metode yang diterapkan menggunakan perhimpunan antara sisa trabekulektomi dan

faktor penelitian yang diperiksa menggunakan test exact fisher dan test hitungan tingkat

wilcoxon pada bulan 12, 24, dan 36 setelah trabeculektomi. Regresi logistic digunakan untuk

membentuk kombinasi dari faktor – faktor terbaik demi kelangsungan hidup.

Hasil Pemeriksaan

Keberhasilan tindakan bedah berdasarkan kepada penurunan tekanan intraocular hingga ≤

21 mmHg, ≤ 18 mmHg, dan ≤ 15 mmHg tanpa pengobatan galukoma sebelumnya (kriteria 1),

atau terjadi penurunan tekanan intraocular hingga ≤ 21 mmHg, ≤ 18 mmHg, dan ≤ 15 mmHg

dengan atau tanpa pengobatan glaucoma.(kriteria 2)

Hasil

Setelah 36 bulan Terjadi penurunan signifikan dari sisa trabekulektomi dengan

penggunaan acetazolamide sebelum tindakan operatif, status pseudopakik dan tingginya tekanan

intraokuler preoperative. Pada mata dengan pseudopakik, terdapat laju yang lebih rendah dari

keberhasilan untuk kriteria 2 ketika dipilih pada tekanan intraocular ≤ 15 mmHg setelah 2 tahun

post trabekulektomi, odd rasio menjadi 12

Kesimpulan

Faktor resiko utama yang ditemukan bahwa terdapat pengaruh kegagalan trabekulektomi

setelah 3 tahun pada ras afrikan – carabbean: sebelum preoperasi pasien diberikan

Page 2: Jurnal baru.docx

acetazolamide, penilaian pseudopakik status, dan tingginya tekanan intraocular. Dari ketiga

faktor ini lah para dokter spesialis lebih agresif dalam penanganan dan penggunaan regimen post

operasi untuk meningkatkan tingkat survival pada populasi ini.

Kata pengantar

Sejak pengenalan sebelumnya oleh cairns pada tahun 1968, tindakan trabekulektomi

masih dianggap sebagai gold standar dalam pengobatan berbagai jenis glaucoma. Dalam

meningkatkan tekhnik trabekulektomi, termasuk diantaranya penggunaan agen – agen

antiproliveratif seperti 5-fluorouracil dan mitomycin C (MMC), penggunaan MMC untuk

drainase daerah posterior, lysis suture pasca tindakan laser, telah efektif dalam mengatur tekanan

intraocular jangka panjang. Namun, meskipun begitu, faktor resiko, termasuk pada ras African –

carrabian, diabetes mellitus, riwayat laser argon trabekuloplasti dan semakin tingginya IOPs

preoperative, berlanjut hingga batasan sisa trabekulektomi.

Perbedaan sosial dan biologis antara ras AFCs dan caucasian diperkirakan berkontribusi

terhadap resiko yang lebih tinggi dari kegagalan dari kegagalan trabekulektomi antara AFCs.

Biopsy konjungtiva intraoperatif dan kegagalan trabekulektomi telah menunjukkan konsentrasi

yang lebih tinggi dari fibroblast dan makrofag pada AFCs yang di bandingkan dengan ras

kaukasian, sehingga member kesan respon penyembuhan yang lebih cepat. Penemuan ini, sama

seperti episeral fibrosis, ketebalan kapsula tenon, dan faktor – faktor sosialekonomi, yang

menjelaskan tingkatan keberhasilan yang rendah dari tindakan pembedahan pada pasien AFCs.

Kurangnya data baru – baru ini mengenai faktor – faktor prognosis yang berhubungan

dengan keberhasilan pembedahan glaucoma diantara pasien AFCs. Proyek “ReGAE”

brimingham merupakan pusat penelitian dengan multidisiplin, multiphase, dan berfokus pada

berbagai etnic yang bertujuan untuk menghindari kebutaan diantara populasi etnic di inggris.

Faktor – faktor yang mendasari dan mempengaruhi keberhasilan pembedahan disebagian besar

jenis kasus konsekutif dari pasien – pasien African – karabian yang sedang menjalani

pembedahan trabekulektomi dengan MMC telah dipelajari pada makalah ini.

METODE

Pemilihan pasien

Page 3: Jurnal baru.docx

Penelitian ini bersifat prospektif, konsekutif, dan merupakan jenis kasus perbandingan. Yang

termasuk didalamnya yaitu 47 tindakan trabekulektomi dari 47 pasien AFCs dengan sekurang –

kurang nya 24 bulan follow up. Pada pasien yang sedang menjalani pembedahan trabekulektomi

dikedua mata, salah satu mata secara random akan dieksklusi. Persetujuan etis didapatkan dari

komite penelitian etik local Staffordshire selatan. Penentuan pasien – pasien pasien AFCs di

identifikasi melalui kuisioner.

Tekhnik pembedahan

Pembedahan trabekulektomi dilakukan oleh dokter spesialis mata atau PPDS ( Profesi

Pendidikan Dokter Spesialis ) dibawah pengawasan dokter spesialis. Penjelasan lebih detail dari

pendekatan ini telah dijabarkan baru – baru ini. Namun poin penting dari dari tekhnik ini akan

diuraikan kemudian. Seluruh pasien akan menjalani trabekulektomi fornix berbasis flap dan

menerima dosis obat MMC 0,4 mg/ml selama 3 menit, kecuali pada pasien pasien – pasien

preoperative yang beresiko tinggi hipotoni akan mendapatkan dosis obat MMC 0,2 mg/ml

selama 3 menit. MMC digunakan sebelum dilakukan pembedahan dan bekerja keseluruh area

yang disusul pembedahan sub tenon poket yang besar. Dibuat luka dengan ukuran 4,5 x 3,0 mm

berbentuk trapezoid kedalaman 50% lamellar sclera. Dua pertiga bagian ditanamkan jahitan

nilon 10 – 0 sebelum ditempatkan ditepi sclera. Dengan menggunakan tekhnik titrasi IOP,

jahitan nilon 10 – 0 diperketat, dan jahitan tambahan di bagian flap sclera ditempatkan sebagai

kebutuhan untuk menjaga ruangan bagian depan tetap stabil dengan menjaga aliran aquous

humor tetap adekuat dan pembedahan IOP pun dapat dilaksanakan. Kedua mata mendapatkan

cefuroxime dan betametason 0,1% yang dilanjutkan dengan penutupan konjungtiva dengan

menggunakan nylon 10 – 0.

Perawatan pascaoperasi

Pasien – pasien ini diberikan obat tetes mata prednisolon acetat 1% 2 jam sekali selama 3 bulan,

tetes mata attrophine 1% satu kali dalam sehari selama 3 minggu dan tetes mata kloramfenikol

0,5% empat kali sehari selama 4 minggu. Pasien – pasien ini difollow up sekali dalam seminggu

selama 2 minggu pertama, dengan frekuensi follow up tergantung bergantung kepada kemajuan

individual setelah pembedahan.

Disetiap kunjungan, keadaan mata postoperasi diperiksa keadaan dan fungsi dengan melepaskan

jahitan skleral flap. Pada kasus – kasus dengan vaskularisasi dan fibrosis, diberikan injeksi

Page 4: Jurnal baru.docx

subkonjungtiva 5-fluororacil 50 mg/ml dan betametason 0,1 %. Jika fibrosis atau vaskularisasi

terjadi bersamaan dengan IOP yang tidak diterima atau bleb takberkapsul, maka bleb

membutuhkan tindakan pembedahan perbaikan yang dilaksanakan dengan injeksi 5-fluororacil

dan betametason 0,1% subkonjungtiva secara simultan. Tujuan dari perawatan postoperative ini

adalah untuk menyediakan aliran cairan aquous humor tetap tinggi dengan mengoptimalkan

morfologi dari bleb. Hal ini didapatkan pada awal follow up ketika jahitan skleral flap dilepas.

Pengumpulan data dan analisis

Faktor – faktor potensial yang mendasari dan mempengaruhi keberhasilan yaitu diantaranya usia

saat pembedahan, jenis kelamin, lateralisasi, diagnose glaucoma, jumlah obat – obatan topical

yang diterima sebelum pembedahan, penggunaan acetazolamide sebelum pembedahan, derajad

pembedahan, perbandingan lingkaran, ketajaman penglihatan, konsentrasi dan lamanya MMC

intraoperatif. Data IOP preoperative termasuk diantaranya catatan terbaik dari IOP preoperative

tiap pasien, rerata dari penilaian 3 kali IOPs prioritas.

Kriteria hasil

Dua tingkatan dari keberhasilan pembedahan diantaranya kriteria 1 – keberhasilan sempurna,

IOP ≤ 21 mmHg, ≤ 18 mmHg, ≤ 15 mmHg tanpa pengobatan glaucoma, dan kriteria 2 –

keberhasilan berkualitas, IOP ≤ 21 mmHg, ≤ 18 mmHg, ≤ 15 mmHg dengan atau tanpa

pengobatan glaucoma. Beberapa kasus dikatakan gagal bila nilai TIO turun hingga dibawah 6

mmHg. Definisi keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini masih tetap berdasarkan

Asosiasi glaucoma dunia tentang “definisi untuk keberhasilan pembedahan”. Pasien dengan IOP

> 21 mmHg atau yang sedang membutuhkan pembedahan tambahan glaucoma, termasuk diluar

dari BNR dipertimbangkan sebagai suatu kegagalan.

Metode Statistik

Suatu kegagalan terjadi jika IOP tidak terpenuhi kriterianya pada dua kali kunjungan berturut –

turut selama 3 bulan. pada kasus ini, kegagalan pengobatan terjadi pada saat kriteria IOP pertama

berada diatas rata – rata yang telah ditentukan. Jika kriteria atau nilai IOP diatas nilai limit pada

kunjungan akhir, juga dianggap sebagai suatu keagagalan pengobatan. Agar kriteria keberhasilan

dianggap sukses melalui BNR, maka harus ada penurunan IOP setidaknya selama 4 bulan pasca

Page 5: Jurnal baru.docx

pembedahan. Nilai IOP sebelum dan sesudah pembedahan dibandingkan dengan menggunakan

metode student’s t-test. Hubungan antara kemampuan bertahan (survival) dan masing – masing

faktor penelitian diperiksa menggunakan uji eksak fisher untuk kategori berbagai faktor dan

wilcoxon rank sum test untuk faktor kuantitatif. Tidak terdapat tambahan test dari setiap

pengujian tersebut karena penelitian ini dikerjakan atas keinginan sendiri dari pasien. Regresi

logistic digunakan untuk membentuk kombinasi dari berbagai faktor yang terbaik untuk

memprediksi tingkat survival hingga 12,24 dan 36 bulan pasca pembedahan. Analisis statistic

menggunakan STATA 11.0 yang dipertimbangkan nilai statistic secara signifikan. Suatu statistic

analisis yang dapat melakukan analisis faktor resiko.

Hasil

Karakteristik preoperative dan intraoperatif

Tabel 1 merupakan kumpulan dari berbagai faktor – faktor yang mendasari sampel penelitian

kami. Usia rata – rata yaitu 55 ± 17 tahun. dari 47 mata pasien AFCs, 19 diantaranya merupakan

primary open-angel glaukoma, 10 mata pasien AFCs dengan juvenile open-angel glaucoma, dan

8 mata pasien lainnya dengan diagnose uveitis glaucoma. Semua pasien mendapatkan

pengobatan topical, dan 9 diantaranya mendapatkan pengobatan oral acetazolamid. Dari 9 pasien

dengan pengobatan oral acetazolamid, 6 diantaranya didiganosa sebagai uveitis glaucoma. 11

pasien diantaranya merupakan pseudophakic, dan terdapat 2 pasien dengan riwayat pernah

mendapatkan pembedahan trabekulektomi sebelumnya. Dosis MMC yang digunakan adalah 0,2

mg/ml pada 27 pasien dan 0,4 mg/ml pada 20 pasien. Dari 47 kasus tersebut, 35 pasien ditangani

oleh dokter spesialis mata dan 12 pasien ditangani oleh PPDS mata dibawah supervise dokter

spesialis mata.

Seluruh pasien difollow up selama 24 bulan, dan dari keseluruhan ini 35 pasien diantaranya

mendapatkan follow up hingga 36 bulan. 2 pasien diantaranya mendapatkan pembedahan kedua,

satu pasien membutuhkan implant seton pada 42 bulan postoperasi, dan jumlah pasien

selebihnya menjalani pengobatan laser cyclodiode 58 bulan posoperasi. Dengan tujuan utama

untuk pembedahan trabkulektomi, 2 pasien diantaranya sudah pernah mendapatkan vitrectomy,

terdapat salah satu pasien pernah mengalami ablasio retina, dan yang lain sebagai komplikasi

diabetic retinopati. Dikarenakan hal ini dapat mengganggu fungsi konjungtiva, kedua pasien ini

Page 6: Jurnal baru.docx

dikeluarkan dari sampel penelitian ketika didapatkan data pembedahan sebelumnya sebagai

marker sebelum dilaksanakan pembedahan trabekulektomi.

Analisis univariat

Fisher’s exact tes digunakan sebagai analisis univariat dari hubungan individual antara kategori

faktor penelitian dan daya tahan, sebagai hasil, ditunjukkan pada tabel 2. Pada penelitian

sebelumnya penggunaan acetazolamid, status preoperative pseudopakhik, pertambahan usia,

BCVA ≤ 6/12 dan nilai IOPs preoperative yang tinggi digunakan sebagai faktor – faktor

individual yang berhubungan dengan kegagalan dengan menggunakan kriteria 1 dan 2 pada

tingkatan IOP sebelumnya. Sebagai contoh, berdasarkan kriteria 1 pada IOP ≤ 18 mmHg 12

bulan postoperasi, 36 dari 37 pasien dengan BCVA ≤ 6/12 bertahan, dibandingkan dengan hanya

5 dari 10 pasien dengan BCVA ≤ 6/12 (P<0,001). Status pseudophakic mata, penggunaan

acetazolamide postoperasi dan tingginya IOP secara signifikan dapat terjadi kegagalan pada

12,24, dan 36 bulan postoperasi.

Penilaian IOP preoperasi dapat menjadi salah satu faktor IOP yang berhubungan dengan tingkat

kegagalan berdasarkan dari ketiga variable IOP yang diperiksa setiap kriteria tersebut. Ketika

nilai IOP ≤ 18 mmHg, pada 24 bulan postoperasi nilai rata-rata survival preoperative IOP pada

mata tersebut 21,2 mmHg, dibandingkan dengan 37,8 mmHg pada mata yang dikatergorikan

sebagai suatau kegagalan. Variable – variable yang mendasari tersebut tidak berdasarkan kepada

jenis kelamin, lateralisasi, jumlah pengobatan preoperative, ratio cup:disc, dosis MMC dan

derajat keparahan.

regresi logistic multivariabel

Faktor potensial dari regresi logistic multivariable untuk terjadinya kegagalan dikerjakan

menggunakan variable – variable yang signifikan dari berbagai kriteria yang berasal dari analisis

univariat. Untuk keperluan analisis IOP praoperatif, hanya IOP preoperative secara langsung

yang digunakan, karena variable ini secara konsisten sebagai penanda sebuah kegagalan dalam

analisis univariat. Pada 24 bulan pasca pembedahan penggunaan kriteria 1 dan 2, tingginya IOP

preoperative secara langsung dan adanya riwayat pembedahan katarak sebelumnya berhubungan

dengan resiko tinggi terjadinya kegagalan ketika nilai IOP ≤ 18 mmHg dan ≤ 15 mmHg. Sebagai

contoh, immidiet IOP preoperative dan pembedahan katarak preoperative berhubungan secara

signifikan dengan tingkat kegagalan yang didefinisikan sebagai nilai IOP ≤ 18 mmHg

Page 7: Jurnal baru.docx

berdasarkan kriteria 1. Peningkatan usia pada saat pembedahan juga di identifikasi sebagai faktor

terjadinya kegagalan ketika tingkatan nilai IOP ≤ 15 mmHg berdasarkan kriteria 1. Tidak

terdapat kombinasi secara signifikan untuk faktor – faktor tersebut yang ditemuakn untuk tingkat

survival pasca pembedahan atau kegagalan setelah 12 atau 36 bulan postoperasi.

Diskusi

Pasien dari afrika-carabian dan afrika – amerika telah diketahui menjadi faktor resiko tertinggi

dari kegagalan pembedahan glaucoma. Meskipun begitu, tidak terdapat data consensus mengenai

faktor – faktor penentu kesuksesan setelah pembedahan trabekulektomi dengan MMC pada ras

AFCs di inggris. Penelitian ini menyediakan kesempatan pertama kali untuk mengevaluasi

berbagai macam faktor resiko yang mempengaruhi keberhasilan tindakan termasuk didalamnya

populasi yang beresiko tinggi. Kami juga telah mengungkapkan bahwa penggunaan

acetazolamid preoperative, status pseudopakic, peningkatan usia saat pembedahan, BCVA ≤

6/12 dan tingginya nilai IOP preoperative secara signifikan merupakan faktor resiko yang

mempengaruhi kegagalan filtrasi hingga 36 bulan pasca pembedahan.

Kami juga baru – baru ini telah melaporkan keberhasilan secara keseluruhan melalui metode

cross sectional dari tindakan pembedahan trabekulektomi dengan penggunaan MMC pada pasien

AFCs. Saat 36 bulan postoperasi, 92,6% berhasil secara kualitas, dan 59,3% berhasil secara

sempurna untuk jenis IOP ≤ 21 mmHg. Rasio survival 96%, 90%, dan 86% pada saat 12,24, dan

36 bulan pasca pembedahan, dengan waktu kelangsungan hidup rata – rata 97,4 bulan. hipotoni

dini postoperasi membutuhkan intervensi bedah terjadi pada empat pasien.

Keadaan konjungtiva dan jaringan tenon preoperative, serta stabilitas dari aliran darah sebagai

pertahanan aqueous humor telah terlibat dalam hasil pembedahan trabekulektomi. Brodway at al,

melaporkan jumlah penggunaan obat – obatan preoperative berhubungan dengan kegagalan

pembedahan trabekulektomi. Tanda ini meningkat ketika jumlah makrofag dan fibroblast seperti

penurunan signifikan dari sel goblet yang telah di diamati pada pasien dengan pengobatan topical

jangka panjang. Hal ini mendalilkan bahwa peradangan konjungtiva dan episeral, hingga regulasi

aktifitas fibroblast dan termasuk fibrosis yang disebabkan oleh pengobatan topical yang

berkontribusi terhadap kegagalan filtrasi. Meskipun sejumlah obat topical preoperative bukan

merupakan faktor untuk bertahan hidup, penggunaan acetazolamid secara signifikan

meningkatkan kemungkinan kegagalan sampai dengan 36 bulan pasca pembedahan. Pada pasien

Page 8: Jurnal baru.docx

ini, pemberian terapi topical maksimal sering habis, sebelum menyiapkan mata untuk melihat

respon fibroblastic sebagai tindak lanjut lebih jauh seperti pembedahan filtrasi. Dalam penelitian

ini, dua pertiga pasien menggunakan acetazolamid untuk pengobatan uveitis glaucoma. Hal ini

telah diakui bahwa pasien dengan uveitis memiliki jumlah yang lebih tinggi dari fibroblast

konjungtiva dan makrofag yang menghasilkan respon penyembuhan yang berlebihan. Selain itu,

kerusakan pada sawar darah memungkinkan mediator proinflamasi kedalam aquous humor, dan

dengan demikian menghasilkan IOP yang tak terkontrol serta peradangan konjungtiva yang

berlebihan.

Intervensi sebelumnya, termasuk ekstraksi/lensa aspirasi katarak, operasi filtrasi glaucoma dan

trabekuloplasti laser, dikenal sebagai faktor resiko utama untuk terjadinya kegagalan

trabekulektomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan temua ini, identifikasi pembedahan katarak

sebelumnya sebagai faktor resiko independen untuk terjadinya kegagalan. Namun, peningkatan

resiko ini hanya berlaku bila tingkatan dari nilai IOP ≤ 18 mmHg, menunjukkan bahwa

peningkatan respon fibrotic yang disebabkan pembedahan katarak adalah faktor resiko terjadinya

kegagalan yang hanya ketika sasaran lebih rendah dari nilai IOP. Sebagai contoh, ketika tujuan

untuk keberhasilan dari nilai IOP ≤ 15 mmHg pada 24 bulan pasca operasi, rencana pembedahan

katarak secara signifikan meningkatkan kemungkinan kegagalan dengan faktor 1 2. Penelitian ini

juga memfokuskan bahwa status pseudophakik, dosis MMC dan durasi secara signifikan tidak

mempengaruhi terhadap tingkat survival pasca pembedahan. Antifibrotic dan apoptosis fibroblast

sebagai efek dari mitomycin mungkin tidak menetralkan efek sekunder pada inflamasi sel, yang

menyebabkan respon yang persisten dan kegagalan jangka panjang dalam AFCs. Sebelumnya hal

ini telah menunjukkan bahwa bahkan setelah operasi katarak rutin, terdapat kerusakan

berkepanjangan dari barier sawar darah, dimana secara signifikan lebih lama dari pada yang

terlihat dimata yang menjalani trabekulektomi saja. Kegagalan persisten dari barir sawar darah

dengan komposisi cair diubah untuk mengurangi sitotoksisitas MMC untuk fibroblast.

Tingginya IOP selama perjalanan penyakit dan/ pada saat operasi ditemukan merugikan hasil

trabekulektomi, yang merupakan penemuan dengan penelitian sebelumnya pada peserta yang

didominasi ras Caucasian. Ketika tingkatan IOP ≤ 18 mmHg pada 24 bulan pasca pembedahan,

peningkatan sekitar 5 mmHg pada IOP preoperative meningkatkan kemungkinan kegagalan

sebesar 3,8. Bertambahnya usia pasien AFCs juga diidentifikasikan sebagai faktor resiko

terjadinya kegagalan trabekulektomi pada kadar IOP ≤ 15 mmHg setelah 24 bulan pasca

Page 9: Jurnal baru.docx

pembedahan. Kemungkinan kegagalan yang terjadi meningkat sebesar 5 untuk setiap kenaikan

usia 20 tahun. hal ini berbeda dengan orang – orang Caucasian yang lebih muda telah di

identifikasi sebagai faktor resiko terjadinya kegagalan trabekulektomi, karena berpotensi

terhadap respon penyembuhan yang lebih kuat dan ketebalan kapsula tenon pada pasien yang

lebih muda. Namun pada pasien AFCs, penggunaan pengobatan topical preoperative jangka

panjang, keparahan penyakit lebih besar dan kepatuhan makan obat pasca pembedahan yang

rendah dapat memberikan penjelasan yang masuk akal sebagai resiko yang lebih besar terhadap

usia.

Sebagai kesimpulan, hasil penelitian prospektif ini telah mengidentifikasi tiga faktor utama yang

mempengaruhi kegagalan pembedahan trabekulektomi selama 3 tahun pada populasi afrika –

karabian di inggris; penggunaan acetazolamid preoperative, status pseudopakik, dan IOP

preoperative yang lebih tinggi. Kehadiran dari berbagai faktor ini mungkin masih memerlukan

pendekatan yang lebih agresif, beragam tekhnik intraoperatif dan manajemen pasca pembedahan

secara intensif, regimen obat yang digunakan untuk meningkatkan survival pasca pembedahan

pada populasi dengan resiko tinggi.