journal elok sundus

14
IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI FUNGSI KOGNITIF RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Elok Sundus Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected] Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected] Abstrak Menyusun bukti merupakan salah satu hal yang sangat penting menurut Bani (2011) dalam meningkatkan penalaran siswa tentang suatu materi trigonometri. Dalam menyelesaikan masalah, siswa menggunakan peralatan psikologisnya dan dituntut untuk tepat dan logis (rigor) yang merupakan hal yang ditekankan dalam Rigorous Mathematical Thinking (RMT) yang membutuhkan 3 fungsi kognitif RMT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri ditinjau dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Sidoarjo tahun ajaran 2013-2014. Subjek penelitian terdiri dari 1 siswa untuk tiap kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Instrumen penelitian terdiri dari tes kemampuan siswa, tes penyelesaian masalah, dan pedoman wawancara. Langkah-langkah analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, pemaparan data, dan gambaran simpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berkemampuan tinggi trigonometrinya cenderung mencapai ketiga fungsi kognitif RMT. Siswa dengan kemampuan trigonometri sedang dan rendah pada aspek fungsi kognitif berfikir kualitatif sudah muncul semua kecuali aspek penyandian-pemecahan kode dan fungsi kognitif berfikir kuantitatif, semua aspek sudah dapat dicapai siswa. Sedangkan untuk fungsi kognitif relasional abstrak, siswa berkemampuan sedang tidak mampu untuk berfikir hipotesis, kurang sempurna dalam pengaktifan pengetahuan sebelumnya, dan tidak mampu untuk menguasai aspek pemahaman masalah. Sedangkan siswa berkemampuan rendah trigonometrinya pada fungsi kognitif untuk menyamaratakan, berfikir logis relasonal abstrak, siswa hanya mampu menunjukkan secara sempurna pada aspek berfikir inferensial, pembentukan hubungan fungsional, dan pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan.. Kata Kunci: pembuktian, trigonometri, fungsi kognitif RMT, kemampuan siswa. Abstract Bani (2011) said that arranging proves is one of important things on increasing students’ reasoning at trigonometric subject. On solving problems students use their psychological equipment and they are charged to be exact and logic (rigor) is the stress on Rigorous 1

Upload: elok-sundus

Post on 18-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

nnnnnnnnnnnnn

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Elok Sundus

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI DITINJAU DARI FUNGSI KOGNITIF RIGOROUS

MATHEMATICAL THINKING (RMT)

Elok SundusPendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

AbstrakMenyusun bukti merupakan salah satu hal yang sangat penting menurut Bani (2011) dalam meningkatkan penalaran siswa tentang suatu materi trigonometri. Dalam menyelesaikan masalah, siswa menggunakan peralatan psikologisnya dan dituntut untuk tepat dan logis (rigor) yang merupakan hal yang ditekankan dalam Rigorous Mathematical Thinking (RMT) yang membutuhkan 3 fungsi kognitif RMT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri ditinjau dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Sidoarjo tahun ajaran 2013-2014. Subjek penelitian terdiri dari 1 siswa untuk tiap kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Instrumen penelitian terdiri dari tes kemampuan siswa, tes penyelesaian masalah, dan pedoman wawancara. Langkah-langkah analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, pemaparan data, dan gambaran simpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berkemampuan tinggi trigonometrinya cenderung mencapai ketiga fungsi kognitif RMT. Siswa dengan kemampuan trigonometri sedang dan rendah pada aspek fungsi kognitif berfikir kualitatif sudah muncul semua kecuali aspek penyandian-pemecahan kode dan fungsi kognitif berfikir kuantitatif, semua aspek sudah dapat dicapai siswa. Sedangkan untuk fungsi kognitif relasional abstrak, siswa berkemampuan sedang tidak mampu untuk berfikir hipotesis, kurang sempurna dalam pengaktifan pengetahuan sebelumnya, dan tidak mampu untuk menguasai aspek pemahaman masalah. Sedangkan siswa berkemampuan rendah trigonometrinya pada fungsi kognitif untuk menyamaratakan, berfikir logis relasonal abstrak, siswa hanya mampu menunjukkan secara sempurna pada aspek berfikir inferensial, pembentukan hubungan fungsional, dan pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan..Kata Kunci: pembuktian, trigonometri, fungsi kognitif RMT, kemampuan siswa.

AbstractBani (2011) said that arranging proves is one of important things on increasing students’ reasoning at trigonometric subject. On solving problems students use their psychological equipment and they are charged to be exact and logic (rigor) is the stress on Rigorous Mathematical Thinking (RMT) that need 3 cognitive function RMT. One of mathematics subject that’s still being a specter for students is trigonometry. The purpose of this research is describing students’ ability on solving proof problem trigonometric reviewed from cognitive function of Rigorous Mathematical Thinking (RMT). This research is a descriptive qualitative research that was held in XII IPA 3 classes SMA Negeri 4 Sidoarjo, at 2013/2014 year of academic. The subject of this research is one student for each abilities, those are: high, medium, and low ability. Instruments of this research are students’ ability tests, problem solving test, and interview guidance. Data analysis steps in this research are from data reduction, data exposure, and conclusion. The result of this research showed that student who had high ability of trigonometry tends to reach three of cognitive functions of RMT. Student that has medium level and low level of trigonometry in the cognitive function aspect on qualitative thinking has shown all the cognitive functions, except coding-breaking code aspect and cognitive function on quantitative thinking, all aspect has been reached by the students. Whereas for cognitive function on abstract relational, students who have medium ability couldn’t think the hypothesis, couldn’t activate previous knowledge perfectly, and couldn’t master understanding problem aspects. Whereas student who has low level of trigonometry in their cognitive function, on the generalization and logical relational abstract thinking, the students could show it perfectly on the aspect of inferential thinking, functional relation forming, also projective and restructured relationship.Keywords: proof, trigonometry,cognitive function of RMT, students’ ability.

1

Page 2: Journal Elok Sundus

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

PENDAHULUAN

Matematika dapat digunakan sebagai sarana untuk menanamkan kebiasaan menalar (Lipianto dan Budiarto, 2013). Penalaran ini dapat ditingkatkan dengan cara menyusun bukti (Bani, 2011). Hernadi (2008) menyatakan bahwa pembuktian dapat berfungsi untuk mendapatkan pemahaman (to gain understanding). Sedangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah berhubungan dengan pemahaman siswa akan soal. Untuk memahami suatu soal, maka diperlukan suatu pemahaman konsep yang baik. Pemahaman konsep dalam soal untuk pertama kalinya berkaitan dengan pembentukan konsep pada diri siswa. Pembentukan konsep terjadi ketika siswa memanfaatkan peralatan psikologis yang sudah dimilikinya sehingga mampu menyelesaikan masalah pembuktian. Prasyarat untuk menjadi tepat dan logis dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri (rigor) dan pemanfaatan peralatan psikologis matematis merupakan hal yang ditekankan dalam proses pengajaran yang melibatkan intervensi Rigorous Mathematical Thinking (RMT). Kemampuan berpikir matematis rigor dalam RMT secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Salah satu materi matematika yang masih menjadi momok bagi siswa adalah trigonometri. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan identifikasi kemampuan siswa berdasarkan fungsi kognitif RMT Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Identifikasi Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pembuktian Trigonometri Ditinjau dari Fungsi Kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri ditinjau dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT).

Kinard (2006) mendefinisikan RMT sebagai perpaduan dan pemanfaatan operasi mental untuk :

1. Memperoleh pengetahuan tentang pola dan hubungan.

2. Menerapkan peralatan dan skema yang diperoleh secara kultural untuk menguraikan pengetahuan tersebut bagi organisasinya, korelasinya, teknik mengarangnya dan representasi abstraknya untuk membentuk pemahaman dan pengertian.

3. Mentransformasi dan menggeneralisasi munculnya konseptualisasi dan pemahaman tersebut kedalam gagasan koheren, logis dan jaringan ide-ide.

4. Merencanakan penggunaan ide-ide tersebut untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan penurunan pengetahuan baru dalam berbagai konteks dan bidang aktivitas manusia.

5. Melakukan pemeriksaan kritis, analisis, instropeksi dan pemantauan struktur, operasi dan proses RMT untuk pemahaman dirinya dan integritas intrinsiknya.

Sedangkan fungsi kognitif adalah fungsi otak yang memanipulasi informasi dari apa yang dirasakan dan diingat sehingga memerlukan kesadaran dan keputusan, serta memampukan seseorang dalam memahami dan menganalisis suatu masalah dan merencanakan penyelesaianya (Wikipedia, ensiklopedia bebas dalam Juani, 2013). Kinard (2007) menyatakan fungsi kognitif yaitu sebuah proses mental yang memiliki makna khusus. Kinard & Kozulin (2008:86-88) mengatakan bahwa untuk berpikir matematis secara rigorous diperlukan tiga level fungsi kognitif.

Menurut Hernadi (2008) bukti merupakan serangkaian argumen logis (semua langkah pada argumen harus berdasarkan langkah sebelumnya yang sudah dibuktikan atau diberikan sebagai asumsi) yang menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Berdasarkan uraian tersebut maka yang disebut masalah pembuktian adalah suatu masalah yang memuat langkah-langkah yang bersifat logis dari apa yang diketahui untuk mencapai suatu kesimpulan yang dapat diterima secara umum.

Tabel 1 Fungsi Kognitif untuk Berpikir Kualitatif (level 1) oleh Budiarto (2012)

Fungsi Kognitif Keterangan1.Pelabelan-visualisasi

Memberikan suatu nama berdasarkan atribut kritisnya sementara membentuk gambarnya dalam pikiran atau menghasilkan konstruksi yang terinternalisasi dari sebuah objek ketika namanya disajikan..

2.Pembandingan Mencari persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, kejadian atau situasi

3.Pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi

Memperhatikan dengan cara penuh makna, terorganisir, dan penuh rencana untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi

4.Penggunaan lebih dari satu sumber informasi

Bekerja secara mental dengan dua atau lebih konsep pada saat yang sama, seperi warna, ukuran, dan bentuk, atau menguji situasi dari banyak sudut pandang

5.Penyandian-pemecahan kode

Menempatkan makna ke dalam kode (simbol/tanda) dan/atau mengambil makna kode

Tabel 2 Fungsi Kognitif untuk Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian (level 2)

Fungsi Kognitif Keterangan

Page 3: Journal Elok Sundus

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI

1.Pengawetan ketetapan

Mengidentifikasi dan menjelaskan apa yang tetap sama dalam hal atribut, konsep atau hubungan sementara beberapa lainnya berubah

2.Pengukuran ruang dan hubungan spasial

Menggunakan sebuah sistem referensi internal dan/atau eksternal sebagai panduan atau panduan terpadu untuk mengatur, menganalisa, membantu mengartikulasikan, dan mengukur perbedaan, representasi ruang dan hubungan spasial berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian

3.Pengukuran waktu dan hubungan temporal

Menetapkan referensi untuk mengkategorikan, mengukur, dan mengurutkan waktu dan hubungan temporal berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian

4. Penganalisisan – pengintegrasian

Memecahkan keseluruhan atau mendekomposisikan kuantitas ke dalam atribut kritisnya atau kuantitas jumlahnya; membangun keseluruhan dengan menggabungkan bagian-bagiannya, atribut kritisnya, atau menyusun kuantitasnya dengan menggabungkan kuantitas lainnya secara bersama-sama.

5.Penggeneralisasian

Mengamati dan menggambarkan sifat atau perilaku suatu objek atau kelompok objek tanpa merujuk ke rincian khususnya atau atribut kritisnya

6. Ketepatan Fokus dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri dan tepat dalam menetapkan ide yang digunakan.

Tabel 3 Fungsi Kognitif untuk Menyamaratakan, Berpikir Logis Relasional Abstrak dalam Budaya Trigonometri

Fungsi Kognitif Keterangan1.Pengaktifan pengetahuan trigonometri sebelumnya.

Memobilisasi pengetahuan trigonometri yang diperoleh sebelumnya dengan mencari melalui pengalaman masa lalu untuk membuat hubungan dan koordinasi aspek sesuatu yang pada saat ini sedang dipertimbangkan dan aspek pengalaman masa lalunya tersebut

2.Penyediaan dan Memberikan rincian pendukung,

Fungsi Kognitif Keteranganpengartikulasian kejadian matematis logis

petunjuk, dan bukti yang masuk akal untuk membuktikan keabsahan pernyataan, hipotesis atau dugaan. Membangkitkan dugaan, pertanyaan, pencarian jawaban, dan pengkomunikasian penjelasan sekaligus mematuhi aturan matematika dan memastikan konsistensi logis

3.Pendefinisian masalah

Melihat dengan menganalisis dan melihat hubungan untuk megetahui secara tepat apa yang harus dilakukan secara matematis

4.Berpikir hipotetis-inferensial

Membentuk proposisi matematika atau hipotesis dan mencari bukti-bukti logis matematis untuk mendukung propoisi/ hipotesis atau menyangkalnya.Mengembangkan generalisasi yang valid dan bukti berdasarkan sejumlah peristiwa matematika

5.Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan

Membentuk hubungan antara objek yang tampak atau kejadian dan merekonstruksi keberadaan hubungan antara objek atau kejadian untuk memecahkamenyelesaikan masalah pembuktian trigonometri.

6.Pembentukan hubungan fungsional

Membuat hubungan antara dua atau lebih hal yang mengubah nilainya sedemikian rupa perubahan itu membentuk jaringan atau bekerja sama dalam cara yang saling tergantung.

Trigonometri (dari bahasa Yunani trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur) adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut segitiga dan fungsi trigonometrik seperti sinus, kosinus, dan tangen. Dasar dari Trigonometri adalah konsep kesebangunan segitiga siku-siku. Dalam Krismanto (2008) juga dijelaskan bahwa pembuktian trigonometri dapat dilakukan dengan mengubah bentuk ruas kiri menjadi sama dengan ruas kanan, atau sebaliknya dari ruas kanan menjadi sama dengan ruas kiri. Hal ini tergantung kompleksitasnya atau ketinggian derajat fungsinya, yang utama adalah dari yang lebih kompleks ke lebih sederhana, atau dari yang pangkatnya tinggi ke yang lebih rendah. Namun jika keduanya sama tingkat kompleksitasnya atau derajat fungsinya, maka dapat dipilih salah satu arah. Selain itu juga dapat digunakan cara ketiga yakni ruas kiri di ubah menjadi bentuk lain yang identik dengannya, ruas kanan diubah menjadi

3

Page 4: Journal Elok Sundus

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

bentuk lain juga, sehingga kedua bentuk hasil pengubahan itu tepat sama.

Bani (2011) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Trigonometri merupakan salah satu sarana untuk menanamkan kebiasaan menalar. Siswa yang membuktikan suatu pernyataan akan melakukan penalaran yang berarti siswa memanipulasi peralatan psikologis yang dimiliknya. Dengan kata lain siswa telah menggunakan fungsi kognitifnya.

METODEPenelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian ini berlangsung pada semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Tempat penelitian di SMA Negeri 4 Sidoarjo dengan pengambilan data tanggal 1 November sampai 16 Desember 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII sebanyak 3 siswa yag dipilih dari siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan nilai Tes kemampuan Siswa (TKS) dan KKM KD Identitas Trigonometri yakni 78. Berikut ini kriteria pengelompokkan kemampuan siswa.

a. Siswa berkemampuan tingkat tinggi adalah siswa yang mampu mengungkapkan ide atau pemikiran mereka terhadap soal yang diberikan dengan kriteria penilaian: 78 < nilai siswa ≤ 100.

b. Siswa berkemampuan tingkat sedang adalah siswa yang mampu mengungkapkan ide atau pemikiran mereka terhadap soal yang diberikan dengan kriteria penilaian: 68 < nilai siswa ≤ 78.

c. Siswa berkemampuan tingkat rendah adalah siswa yang mampu mengungkapkan ide atau pemikiran mereka terhadap soal yang diberikan dengan kriteria penilaian: 0 < nilai siswa ≤ 68

Siswa juga dipilih yang dapat berkomunikasi secara lisan serta mampu mengungkapkan pendapat berdasarkan informasi guru bersangkutan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sedangkan untuk instrumen pendukung terdiri dari Tes Kemampuan Siswa (TKS) materi Identitas Trigonometri, Tes Penyelesaian Masalah (TPM) materi trigonometri SMA, dan Pedoman Wawancara. Untuk Teknik Pengumpulan ada digunakan teknik tes, wawancara yang bersifat konfirmasi atas jawaban subjek pada TPM, serta triangulasi waktu. Untuk Teknik analisis yang digunakan terdiri dari reduksi data, pemaparan, dan gambaran simpulan/verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASANUntuk pengembangan Tes Kemampuan Siswa (TKS)

digunakan KD Identitas Trigonometri. Hal ini dikarenakan subjek penelitian (siswa kelas XII) lebih

mampu menguasai konsep trigonometri kelas XI daripada kelas X.TKS terdiri dari 5 soal uraian pembuktian trigonometri. Untuk Tes Penyelesaian Masalah (TPM) terdiri dari sebuah masalah pembuktian trigonometri kelas X dan XI yakni sebagai berikut.

Besar sudut C pada ∆ABC sebarang adalah 60o dan

perbandingan sisi BCAC

=2 +√3. Sisi AB = c, AC = b,

BC = a. Apakah besar sudut B pada ∆ABC sebarang tersebut adalah 15o? Buktikan!Baik TKS, TPM, maupun pedoman wawancara

sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan proses konsultasi dengan dosen pembimbing kemudian divalidasi oleh ahli.

Pemilihan subjek dilakukan dengan pemberian TKS kepada 36 siswa dalam 1 kelas, yakni kelas XII IPA 3. Pemilihan kelas ini didasarkan pada kemampuan siswa dalam matematika yang paling tinggi. Mengingat tingkat kesukaran materi trigonometri dan pengalaman peneliti, maka diambil kelas dengan kemampuan siswa tertinggi. Adapun hasil dari TKS tersebut adalah sebesar 83,33% siswa berada pada kelompok rendah dan 8,33% siswa berada pada kelompok tinggi/sedang. Dari 3 kelompok kemapuan tersebut, diambil 1 siswa sebagai subjek penelitian dari masing-masing kelompok kemampuan tersebut dengan kriteria nilai untuk kelompok kemampuan tinggi dan rendah adalah nilai ekstrem (tertinggi dan terendah) sedangkan untuk kelompok kemampuan sedang diambil siswa dengan nilai median. Sehingga diperoleh subjk penelitian adalah T3 (kelompok kemampuan tinggi), S2 (kelompok kemampuan sedang), dan R3 (kelompok kemampuan rendah)

Adapun data mentah penelitian dideskripsikan berdasarkan hasil TPM pertama (TPM 1) dan TPM setelah triangulasi waktu (TPM 2) dengan jenis masalah pada TPM 1 dan 2 adalah sama. Dari deskripsi data tersebut, maka akan didapat hasil yang mendekati sama proses fungsi kognitifnya sehingga dapat dikatakan data penelitian tersebut valid. Adapun perbedaan-perbedaan yang terjadi dikarenakan faktor luar (kondisi subjek) yang dapat meliputi waktu pengerjan, pengetahuan subjek sebelum mengerjakan TPM, dan ingatan siswa akan TPM 1. Setelah proses deskripsi data, maka data tersebut direduksi dengan memilih data yang penting untuk mencari pola dari penyelesaian subjek pada TPM 1 dan TPM 2 sehingga mendapatkan data tunggal (tidak memuat TPM 1 dan TPM 2 lagi melainkan hanya TPM). Hasil reduksi data tersebut kemudian dipaparkan berdasarkan fungsi kognitif RMT sebagai berikut. Subjek Kemampuan Tinggi

Fungsi Kognitif untuk Berfikir Kualitatif

Page 5: Journal Elok Sundus

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI

Pada fungsi kognitif pertama ini, subjek sudah mampu untuk mencapainya dengan sempurna. Untuk aspek pelabelan-visualisasi, subjek sudah mampu untuk mencapainya dengan mengkonstruksi segitiga sebarang dan memberikan nama serta ciri-ciri sesuai dengan informasi yang tercantum pada masalah yang disajikan. Untuk aspek pembandingan yaitu menentukan perbandingan sisi yang ekivalen dengan perbadingan sisi BC dan AC yakni perandingan a dan b. Aspek pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yakni dengan memperhatikan gambar segitiga yang dibuat dengan seksama, maka subjek mampu menetapkan konsep awal yaitu perbandingan a dan b atau jumlah besar sudut dalam segitiga dan aturan sinus sebagai informasi awal untuk menyelesaikan masalah. Aspek penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni penggunaan jumlah besar sudut dalam segitiga dan perbandingan sinus sudut dan panjang sisi didepan sudut, perbandingan sisi yang ekivalen dengan perbadingan sisi BC dan AC yakni perandingan a dan b, nilai sinus dan kosinus untuk sudut-sudut istimewa, dan aljabar. Aspek penyandian-pemecahan kode yakni mampu mengkodekan kalimat atau menyimbolkan dengan konsisten sesuai pengetahuan yang diperolehnya.

Fungsi Kognitif untuk Berfikir Kuantitatif dengan KetelitianPada fungsi kognitif kedua ini juga subjek sudah

mampu untuk mencapainya dengan sempurna. Pada aspek pengawetan ketetapan dicapai siswa dengan memunculkan nilai perbandingan a dan b yakni 2+√3. Aspek pengukuran ruang dan hubungan spasial berupa dengan memperhatikan gambar segitiga yang dibuat, subjek mampu untuk menetapkan perbandingan sisi yang ekuivalen dengan perbandingan sisi BC dan AC yakni perbandingan a dan b atau jumlah besar sudut dalam segitiga dan aturan sinus untuk menyelesaikan masalah. Aspek pengukuran waktu dan hubungan temporal yakni urutan penyelesaian yang dilakukan subjek mulai dari konsep awal yang digunakan sampai membandingkan hasil penyederhanaan antara tangen besar sudut B dan tangen 15 derajat sehingga mampu untuk menyimpulkan apakah besar sudut B 15 derajat atau tidak. Aspek penganalisisan yakni memecah permasalahan dalam atribut yang diketahuinya misalnya besar sudut C dipecah untuk digunakan menentukan besar sudut B dalam sudut A kemudian dalam pengintegralan berupa pembandingan hasil yang diperoleh dari tangen besar sudut B dengan tangen 15 derajat. Penggeneralisasian berupa menyimpulkan tentang terbukti atau tidaknya besar sudut B 15 derajat. Ketepatan yakni mampu memutuskan dengan fokus dan tepat dalam menyelesaikan masalah.

Fungsi Kognitif untuk Menyamaratakan, Berfikir Logis Relasional Abstrak dalam Budaya TrigonometriPada fungsi kognitif pertama ini, subjek sudah mampu

untuk mencapainya dengan sempurna. Pada aspek pengaktifan pengetahuan trigonometri sebelumnya siswa mampu mengaktifkan semua konsep yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah pembuktian yang diberikan. Penyediaan dan pengartikulasian kejadian matematis logis yakni mampu memberikan alasan yang masuk akal tentang pernyataan maupun dugaan sementara tentang permasalahan yang disajikan. Pendefinisian masalah berupa mampu untuk menentukan informasi-informasi yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah serta mampu untuk menentukan aturan sinus sebagai konsep yang pertama kali digunakan (strategi penyelesaian) untuk memandu menyelesaikan masalah pembuktian tersebut. Untuk berpikir hipotetis-inferensial berupa membentuk dugaan sementara tentang permasalahan yang diberikan kemudian membuktikannya melalui jawaban yang disajikan sehingga mampu menyimpulkan tentang terbukti atau tidak besar sudut B 15 derajat. Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan yakni melalui besar sudut C yang sudah diketahui di permasalahan, subjek mampu mengkonstruksi besar sudut lain. Pembentukan hubungan fungsional yakni mampu membuat suatu hubungan yang sistematis antara beberapa konsep trigonometri yang telah dipelajari dan konsep aljabar yang berguna dalam manipulasi aljabar sehingga membentuk suatu jaringan yang mampu untuk membuktikan bahwa besar sudut B adalah 15 derajat.Subjek Kemampuan Sedang

Fungsi Kognitif untuk Berfikir KualitatifPada fungsi kognitif ini, subjek hampir mampu untuk

mencapai semua aspek kecuali aspek penyandian-pemecahan kode yang ditunjukkan secara tidak sempurna. Subjek mampu menyandikan segitiga sebarang dan menempatkan makna pada simbol dengan benar, namun pada penyimbolan sudut dan kekonsistenan simbol subjek gagal mencapainya. Pada aspek pelabelan-visualisasi berupa mengkonstruksi segitiga sebarang dan memberikan nama serta ciri-ciri sesuai dengan informasi yang tercantum pada masalah yang disajikan. Aspek pembandingan yakni menentukan bahwa perbandingan sisi BC dan AC sama dengan perbandingan sisi a dan b. Aspek pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yakni dengan melihat hasil konstruksi segitiga ABC dan perbandingan sisi BC dan AC diketahui, subjek mampu mengumpulkan informasi tentang aturan sinus, besar sudut B dalam sudut A dengan menggunakan jumlah sudut dalam segitiga adalah 180 derajat. Penggunaan lebih dari satu sumber informasi

5

Page 6: Journal Elok Sundus

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

yakni penggunaan konsep perbandingan sisi BC dan AC akan ekuivalen dengan perbandingan a dan b, konsep aturan sinus, jumlah besar sudut segitiga, selisih dua sudut untuk sinus, selisih dua sudut untuk tangen.

Fungsi Kognitif untuk Berfikir Kuantitatif dengan KetelitianPada fungsi kognitif ini semua aspek seharusnya dapat

dicapai oleh subjek namun dikarenakan faktor luar berupa waktu yang disajikan pada deskripsi data, aspek ketepatan pada data pertama tidak bisa dimunculkan namun pada data kedua aspek ini dapat dicapai siswa sehingga siswa dapat dikatakan mampu mencapai aspek ini. Aspek pengawetan ketetapan ditunjukkan dengan mampu menentukan bahwa perbandingan sisi a dan b sama dengan perbandingan sisi BC dan AC. Aspek pengukuran ruang dan hubungan spasial berupa menggunakan referensi internal (aturan sinus, jumlah sudut dalam segitiga, pengurangan dua sudut untuk sinus dan tangen) yang dibantu oleh referensi eksternal berupa konstruksi bangun segitiga ABC sebagai panduan untuk membantu mengatur dan mengartikulasian tentang besar sudut B pada segitiga ABC sebarang. Aspek pengukuran waktu dan hubungan temporal berupa urutan langkah-lankah yang dilakukan subjek sebagaimana disajikan dalam penyajian data untuk subjek berkemampuan sedang. Dalam penganalisisan, subjek mampu memecah masalah yang disajikan ke dalam atribut kritisnya yakni perbandingan sisi BC dan AC pada segitiga ABC sedangkan untuk pengintegrasian yakni subjek mampu membangun suatu kesimpulan dengan menghubungkan tangen besar sudut B dan tangen 15 derajat. Aspek penggeneralisasian dicapai subjek dengan mampu membuat suatu kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya masalah yang diberikan.

Fungsi Kognitif untuk Menyamaratakan, Berfikir Logis Relasional Abstrak dalam Budaya TrigonometriPada fungsi kognitif ini, hanya pada aspek penyediaan

dan pengartikulasian kejadian logis matematis, berfikir inferensial, pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan, serta pembentukan hubungan fungsional subjek mampu untuk mencapainya dengan sempurna. Pada aspek penyediaan dan pengartikulasian kejadian logis matematis dicapai subjek dengan memberikan alasan masuk akal (logis) tentang pernyataan yang telah dibuat subjek. Aspek inferensial berupa subjek mampu untuk meengembangkan kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya besar sudut B 15 derajat. Aspek pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan ditunjukkan dengan terbentuknya hubungan antara besar sudut C yang diketahui dengan jumlah sudut dalam segitiga sehingga diperoleh besar sudut B dalam sudut A.

Pada aspek pengaktifan pengetahuan trigonometri sebelumnya belum dapat dicapai subjek dengan sempurna. Subjek kesulitan dalam mengingat kembali rumus selisih dua sudut untuk sinus atau tangen. Sedangkan pada aspek pendefinisian masalah dan berfikir hipotesis tidak mampu untuk dicapai siswa. Subjek tidak mampu untuk menentukan strategi berupa ide penggunaan konsep trigonometri yang dapat disebabkan oleh tidak mampunya untuk mengembangkan hipotesis sebelum mengerjakan masalah. Subjek Kemampuan Rendah

Fungsi Kognitif untuk Berfikir KualitatifSeperti halnya subjek berkemampuan sedang, subjek

berkemampuan rendah pada fungsi kogniif ini juga hampir mampu untuk mencapai semua aspek kecuali aspek penyandian-pemecahan kode yang ditunjukkan secara tidak sempurna. Subjek mampu menyandikan segitiga sebarang dan menempatkan makna pada simbol dengan benar, namun pada penyimbolan sisi, sudut, dan kekonsistenan simbol subjek gagal mencapainya. Pada aspek pelabelan-visualisasi berupa mengkonstruksi segitiga sebarang dan memberikan nama serta ciri-ciri sesuai dengan informasi yang tercantum pada masalah yang disajikan. Aspek pembandingan yakni menentukan bahwa perbandingan sisi BC dan AC sama dengan perbandingan sisi a dan b. Aspek pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yakni dengan melihat hasil konstruksi segitiga ABC dan perbandingan sisi BC dan AC diketahui, subjek mampu mengumpulkan informasi tentang perbandingan sisi dan sinus sudut didepan sisi pada atuan sinus, perbandingan sisi BC dan AC yng telah diketahui, dan jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o. Penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni aturan sinus, jumlah sudut dalam segitiga, pengurangan dua sudut untuk sinus, dan pengurangan dua sudut untuk tangen.

Fungsi Kognitif untuk Berfikir Kuantitatif dengan KetelitianPada fungsi kognitif ini semua aspek seharusnya dapat

dicapai oleh subjek. Pada aspek pengawetan ketetapan subjek mampu untuk menentukan perbandingan a dan b yang tidak lain nilainya sama dengan perbandingan sisi BC dan AC. Aspek pengukuran ruang dan hubungan spasial yakni menggunakan referensi internal (aturan sinus, jumlah sudut dalam segitiga, pengurangan dua sudut untuk sinus atau tangen) yang dibantu oleh referensi eksternal berupa konstruksi bangun segitiga ABC sebagai panduan untuk membantu mengatur dan mengartikulasian tentang besar sudut B pada segitiga ABC sebarang. Aspek pengukuran waktu dan hubungan temporal yakni prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan subjek sebagaimana dijelaskan pada Penyajian Data Penelitian Subjek

Page 7: Journal Elok Sundus

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI

Berkemampuan Rendah. Pada aspek Penggeneralisasian subjek mampu menyimpulkan bahwa besar sudut B adalah 15 derajat. Sedangkan pada aspek ketepatan, subjek mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan fokus dalam menggunakan rumus trigonometri ataupun nilai perbandingan trigonometri dari sudut istimewa.

Fungsi Kognitif untuk Menyamaratakan, Berfikir Logis Relasional Abstrak dalam Budaya TrigonometriPada fungsi kognitif ini subjek hanya mampu untuk

mencapai dengan sempurna aspek berfikir inferensial dan pembentukan hubungan fungsional. Pada aspek berfikir inferensial, subjek mampu mengembangkan dan menjelaskan generalisasi tentang terbukti atau tidaknya besar sudut B 15 derajat. Sedangkan pada aspek pembentukan hubungan fungsional, subjek mampu membuat suatu hubungan yang sistematis antara beberapa konsep trigonometri yang telah dipelajari dan konsep aljabar yang mampu membentuk suatu jaringan untuk membuktikan bahwa besar sudut B adalah 15 derajat.

Pada aspek pengaktifan pengetahuan trigonometri sebelumnya, penyediaan dan pengartikulasian kejadian logis matematis, pendefinisian masalah, berfikir hipotesis subjek gagal mencapai aspek terebut. Sedangkan untuk aspek pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan subjek mampu mencapainya dengan menentukan besar sudut B dalam sudut A.

Dari paparan di muka, maka dapat dibuat gambaran simpulan/verifikasi tentan kemampuan subjek dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri ditinjau dari fungsi kognitif. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di muka, maka ada beberapa hal yang perlu dibahas yakni

1. Level fungsi kognitif subjek kemampuan tinggi dan rendah adalah sama padahal seharusnya ada perbedaan level diantara kedua kemampuan subjek tersebut. Penyebab tersebut dapat berasal dari materi penelitian yang telah lama terlampaui oleh subjek sehingga walaupun subjek telah diberitahu untuk belajar kembali materi tersebut, namun masih belum optimal (terdapat subjek yang susah menghafal konsep trigonometri karena lupa konsep dasarnya atau sifat malas subjek untuk belajar ulang). Hal ini diperkuat oleh pendapat guru matematika yang mengajar subjek tersebut dan pendapat teman sekelas bahwa subjek berkemampuan rendah pada penelitian ini tergolong siswa yang pandai dalam mengikuti pelajaran dalam kesehariannya. Berdasarkan hasil wawancara informal dengan subjek kemampuan rendah tersebut yang tidak direkam bahwa subjek mengaku dalam

mengerjakan soal TKS tidak mempersiapkan diri sebelumnya (tidak belajar ulang tentang trigonometri) sehingga subjek mengaku kesulitan dengan pengaktifan kembali rumus-rumus yang telah diperolehnya di kelas X dan XI.

2. Ketiga fungsi kognitif RMT yang disampaikan oleh Kinard dan Kozulin dibentuk pelevelan. Maka dapat dikatakan bahwa seseorang mampu mencapai level 3 (fungsi kognitif untuk menyamaratakan, berfikir logis relasional abstrak dalam budaya trigonometri) maka dia pasti mampu mencapai level 2 dan level 1. Begitupun jika seseorang berada pada level 2, maka seseorang itu pasti sudah mencapai level 1. Teori ini bertentangan dengan hasil data yang diperoleh pada penelitian ini. Subjek kemampuan sedang dan rendah mampu mencapai seluruh aspek pada level 2 namun pada level 1 (fungsi kognitif untuk berfikir kualitatif) mereka tidak mampu menguasai atau mencapai secara sempurna aspek penyandian-pemecahan kode. Oleh karena itu, pelevelan dalam fungsi kognitif RMT yang disajikan oleh Kinard dan Kozulin tidak berlaku pada penelitian ini.

Diskusi Berdasarkan data penelitian dan Pembahasan yang

telah dipaparkan dimuka, terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Kekurangan tersebut meliputi:

1. Subjek berkemampuan rendah yang berasal dari siswa kelas XII mengaku bahwa dalam pengerjaan tes baik TKS maupun TPM merasa kesulitan dalam pengaktifan kembali konsep trigonometri yang telah diperolehnya di kelas X atau XI. Oleh karena itu, sebaiknya dalam penelitian selanjutnya dilakukan secepatnya setelah siswa mendapatkan materi trigonometri kelas XI.

2. Pengambilan subjek penelitian untuk kelompok kemampuan rendah yakni R3. Pengambilan ini pada awalnya didasarkan pada ketidakmampuan R2 (siswa dengan nilai TKS terendah) dalam menyelesaikan TPM yang diberikan sehingga terjadi pengambilan subjek berkemampuan rendah satu tingkat diatas R2 yakni R3. Hal ini seharusnya tidak terjadi. Subjek penelitian ini seharusnya adalah T3, S2, dan R2 bukan T3, S2, dan R3. Apapun hasil dari TPM yang dikerjakan oleh R2 akan dianalisis dengan menggunakan pedoman fungsi kognitif RMT yang dilampirkan pada Lampiran A.9.

3. Untuk materi TKS pada penelitian ini adalah pembuktian trigonometri. Materi trigonometri sudah merupakan materi yang sulit untuk diahami

7

Page 8: Journal Elok Sundus

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

siswa apalagi materi pembuktian trigonometri. Hal inilah yang menjadi penyebab hasil TKS untuk jumlah siswa dengan kemampuan rendah mencapai 83,33% dari 36 siswa atau sekitar 30 siswa. Oleh karena itu, sebaiknya materi yang digunakan untuk TKS adalah materi trigonometri bukan pembuktian trigonometri.

PENUTUP

SimpulanSimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Siswa berkemampuan tinggi dalam materi trigonometri dalam menyelesaikan masalah pembuktian trigonometri cenderung mencapai ketiga fungsi kognitif RMT.

2. Siswa dengan kemampuan trigonometri sedang pada aspek fungsi kognitif untuk berfikir kualitatif cenderung muncul semua kecuali aspek penyandian-pemecahan kode. Pada fungsi kognitif untuk berfikir kuantitatif, semua aspek cenderung dapat dicapai siswa. Sedangkan untuk fungsi kognitif untuk berfikir relasional abstrak, siswa cenderung tidak mampu untuk berfikir hipotesis, kurang sempurna dalam pengaktifan pengetahuan sebelumnya, dan tidak mampu untuk menguasai aspek pemahaman masalah. .

3. Siswa berkemampuan rendah trigonometrinya pada fungsi kognitif untuk berfikir kualitatif sama halnya dengan subjek berkemampuan sedang yang mengalami kesulitan dalam penyandian-pemecahan kode. Pada fungsi kognitif untuk berfikir kuantitatif, siswa cenderung mampu untuk menunjukkan seluruh aspek fungsi kognitif RMT. Sedangkan pada fungsi kognitif untuk berfikir relasional abstrak, siswa cenderung hanya mampu menunjukkan secara sempurna pada aspek berfikir inferensial, pembentukan hubungan fungsional, dan pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan

SaranBerdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti

memberikan saran bahwa sebaiknya penelitian dilakukan tidak lama setelah siswa memperoleh materi trigonometri kelas XI agar siswa masih ingat tentang konsep-konsep yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan. Kemudian untuk materi Tes Kemampuan Siswa (TKS) yang digunakan dalam penggolongan kemampuan siswa lebih baik menggunakan materi trigonometri tanpa adanya masalah pembuktian didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Bani, Asmar. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui pembelajaran Penemuan Terbimbing, SPS UPI, Bandung. Edisi Khusus No.1, Agustus 2011. Diakses tanggal 22 Mei 2013 dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=menalar+pembuktian&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.

Budiarto, Mega Teguh dkk.2012.Rigorous Mathematical Thinking dalam Pembelajaran Geometri.Penelitian tidak dipublikasikan: Unesa Surabaya.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006. Diakses tanggal 22 Mei 2013 dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=peraturan+Menteri+nomor+22+tahun+2006+berfikir+secara+logis%2C+kritis%2C+dan+kreatif+&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.

Fitriyani, Harina. 2011. Identifikasi Kemampuan Berpikir Matematis Rigor Siswa SMP Berkemampuan Matematika Sedang dalam Menyelesaikan Soal Matematika. Prosiding, P-22. Diakses tanggal 3 Juni 2013 dari http://eprints.uny.ac.id/7377/.

Hernadi, Julan. 2008. Metoda Pembuktian dalam Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 2, No 1. Diakses tanggal 3 Mei 2013 dari http://eprints.unsri.ac.id/794/.

Hindarto, Nathan dan Anwar, Khoirul. 2007. Pengaruh Kemahiran Berproses Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif. Vol 36, No. 1. Diakses tanggal 3 Mei 2013 dari http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK/article/view/528/485.

Juani, Arie Mangastoe. 2013. Proses Berfikir Matematis Rigor Siswa SMA Kelas XII IPA dalam Menyelesaikan Masalah Luas Daerah Ditinjau dari Gaya Kognitif. Tesis tidak dipubikasikan. Surabaya: Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Kanginan, Marthen. 2008. Matematika: untuk Kelas XI Semester 1 Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam.Bandung: Grafindo Media Pratama.

Kinard, J. T., & Kozulin, A. 2008. Rigorous Mathematical Thinking : Conceptual Formation in the Mathematics Classroom. New York : Cambridge University Press.

Kinard, J.T..2006. Creating Rigorous Mathemaical Thinking: A Dynamic that Drives Mathematical and Science Concptual Development. Diakses tanggal 25 Mei 2013 dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=Creating+Rigorous+Mathematical+Thinking%3A+A+Dynamic+that+Drives+Mathematics+and+S

Page 9: Journal Elok Sundus

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMBUKTIAN TRIGONOMETRI

cience+Conceptual+Development&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.

Kinard, James. 2007. Method and Apparatus for Creating Rigorous Mathematical Thinking.

Kozulin, A. 1998. Psychological Tools : A Sociocultural Approach to education. London : Harvard University Press.

Krismanto, Al. 2008. Pembelajaran Trigonoetri SMA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Diakses tanggal 15 Mei 2013 dari http://p4tkmatematika.org/file/PRODUK/PAKET%20FASILITASI/SMA/Pembelajaran%20Trigonometri%20SMA.pdf.

Lipianto, Danang dan Budiarto, Mega Teguh. 2013. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal yang Berhubungan dengan Persegi dan Persegipanjang Berdasarkan taksonomi SOLO Plus pada Kelas VII. Diakses tanggal 12 Februari 2013 dari http://scholar.google.co.id/scholar?q=analisis+kesalahan+pada+soal+geometri+&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5.

Machmud, Tedy. 2009. Bukti dan Pembuktian dalam Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah. Jurnal Inovasi, Vol 6, No.2. Diakses tanggal 25 Mei 2013 dari http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIN/article/view/804/747.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wirodikromo, Sartono. 2007. Matematika SMA 1: Untuk Kelas X.Jakarta: Erlangga.

UNESA. 2007. Pedoman Penulisan Artikel Jurnal, Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.

9