elok yang bener pkl.docx

90
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Timur, susu sapi perah yang dihasilkan hanya sebesar 6-10 liter per ekor sapi per hari, padahal idealnya menghasilkan 15-20 liter per ekor sapi per hari (Prasetya, 2006). Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan ternak berupa konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Tingkat konsumsi susu per kapita per tahun masyarakat Indonesia masih sangat minim. Bahkan dibandingkan dengan konsumsi susu negara tetangga, Indonesia masih tertinggal. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 11 liter/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan Filiphina mencapai 22 liter/kapita/tahun (Suhendra, 2012). Faktor kelebihan Sapi perah Friesian Hosltein (FH) adalah memiliki mutu genetik yang tinggi yang diperoleh dari induknya dan memiliki kemampuan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis seperti di Indonesia sehingga sapi perah jenis Friesian Hosltein (FH) banyak diternakan sebagai penghasil susu. (sitasi, tahun) Faktor utama produksi ternak 1

Upload: rizkaasrini

Post on 26-Oct-2015

217 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

mmm

TRANSCRIPT

Page 1: elok yang bener PKL.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi susu di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Timur, susu

sapi perah yang dihasilkan hanya sebesar 6-10 liter per ekor sapi per hari,

padahal idealnya menghasilkan 15-20 liter per ekor sapi per hari (Prasetya,

2006). Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan ternak berupa

konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Tingkat konsumsi susu per kapita per tahun masyarakat Indonesia masih

sangat minim. Bahkan dibandingkan dengan konsumsi susu negara tetangga,

Indonesia masih tertinggal. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 11

liter/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan Filiphina mencapai 22

liter/kapita/tahun (Suhendra, 2012).

Faktor kelebihan Sapi perah Friesian Hosltein (FH) adalah

memiliki mutu genetik yang tinggi yang diperoleh dari induknya dan

memiliki kemampuan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis

seperti di Indonesia sehingga sapi perah jenis Friesian Hosltein (FH)

banyak diternakan sebagai penghasil susu. (sitasi, tahun)

Faktor utama produksi ternak apapun jenisnya adalah makanan.

Produk ternak baik berupa daging atau susu merupakan

manifestasi dari makanan yang dikonsumsi oleh ternak yang

bersangkutan. Sapi perah akan mempunyai produksi susu yang

tinggi jika pemberian makanannya baik. Kesalahan dan

kekurangan pemberian makanan ini akan mengakibatkan

ternak yang berproduksi tinggi tidak akan memproduksi susu

sesuai kemampuannya bahkan akan menganggu kesehatan

ternak. (sitasi, ,tahun mana).

Daerah Rembangan-Jember merupakan sentra peternakan sapi perah

yang relatif paling banyak di Kabupaten Jember. Susu yang dihasilkan oleh

peternak sapi perah skala kecil di daerah ini sebagian besar akan disetorkan

1

Page 2: elok yang bener PKL.docx

ke koperasi besar, seterusnya susu akan dikirim ke pabrik maupun dijual lagi

kepada konsumen dalam bentuk susu segar. Daerah ini juga memiliki kasus

penyakit metabolik yang tingkat kejadian nya mencapai 40% disebabkan

karena manajemen kandang yang masih tradisional dan kurangnya nutrisi

oleh pakan.

Sebagian besar kejadian penyakit metabolik pada sapi perah seperti

milk fever, ketosis, retensi plasenta, left displacement abomasum terjadi

dalam dua minggu pertama laktasi. Upaya untuk pencegahan dan pengobatan

penyakit pada sapi perah yang paling utama adalah sanitasi dan desinfeksi

karena sanitasi merupakan ujung tombak yang tidak bisa diabaikan dalam

usaha peternakan. Program PKL akan dilaksanakan di UPT Kesehatan hewan

dan ikan, di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Hal ini dikarenakan di UPT

Kesehatan hewan dan ikan mempunyai kasus penyakit metabolik yang cukup

tinggi yang diperkirakan mempengaruhi jumlah produksi susu. Sehigga bisa

berpengaruh dalam produksi susu sapi di wilayah Jawa Timur. Hal inilah

yang mendasari program PKL dilaksanakan di UPT tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat kejadian penyakit metabolic yang terdapat pada

peternakan di UPT Kesehatan hewan dan ikan kabupaten Jember ?

2. Apa saja dan bagaimana penanganan penyakit metabolik pada peternakan

sapi perah di UPT Kesehatan hewan dan ikan kabupaten Jember ?

1.3 Tujuan

Mengetahui tingkat kejadian dan manajemen penanganan penyakit

metabolik pada peternakan sapi perah di UPT Kesehatan hewan dan ikan di

Kabupaten Jember.

1.4 Manfaat

Melalui Praktek Kerja Lapang ini diharapkan dapat memberikan

manfaat antara lain:

2

Page 3: elok yang bener PKL.docx

1. Bagi mahasiswa dapat menambah pengetahuan, kemampuan dan

keterampilan melalui pengalaman kerja di lapang dalam penanganan

kasus penyakit metabolik di UPT Kesehatan hewan.

2. Bagi peternak sapi perah di UPT Kesehatan hewan akan mengetahui

tentang penanganan penyakit metabolik yang muncul dalam peternakan

Sapi Perah di UPT Kesehatan hewan dan ikan.

3

Page 4: elok yang bener PKL.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Perah

Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae, sub famili Bovinae,

genus Bos. Sapi perah yang dikembangkan di berbagai belahan dunia adalah

jenis Bos taurus (sapi Eropa) yang berasal dari daerah sub tropis dan Bos

indicus (sapi berponok di Asia) yang berasal dari daerah tropis, serta hasil

persilangan keturunan Bos taurus dan Bos indicus. Sapi yang berasal dari Bos

taurus yang banyak dikembangkan ada lima bangsa yaitu Holstein, Brown

Swiss, Ayshire, Guernsey dan Jersey. Bangsa yang umum dikembangkan di

Indonesia adalah bangsa Friesian Hosltein (FH). Sapi FH berasal dari propinsi

Friesland negeri Belanda. Bangsa sapi ini adalah bangsa sapi perah yang

tertua, terkenal dan tersebar hampir di seluruh dunia. Bangsa sapi FH murni

memiliki warna bulu Black and White (hitam dan putih) atau merah dan putih

(Red Holstein) dengan batas-batas warna yang jelas,seperti pada dahi

umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga dan bulu kipas ekor, bagian

perut serta kaki dari teracak sampai lutut (knee atau hock) berwarna putih.

Selain itu, sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan mengarah kedepan.

Mempunyai sifat jinak, tidak tahan panas, tetapi sapi ini mudah menyesuaikan

diri dengan keadaan lingkungan dan lambat dewasa (Blakely dan Bade, 1991).

Karakteristik sapi FH adalah memiliki berat induk 675 kg, warna bulu

hitam dan putih, temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang,

masak kelamin lambat, kadar lemak susu 3.5-3.7 %, dengan warna lemak

kuning membentuk butiran-butiran (glubola) sehingga aman untuk konsumsi

susu segar, bahan kering tanpa lemak 8.5 %, rata-rata produksi susu per tahun

5750- 6250 kg dan berat lahir anak 42 kg (Blakely dan Bade, 1991).

2.2 Nutrisi Pada Sapi Perah

Komposisi susu terdiri atas: protein, lemak, karbohidrat, mineral,

vitamin dan air. Komponen penyusun susu masing-masing individu sangat

bervariasi tergantung spesies hewan (Boland 2000, Phillips 2002, Schmidt et

4

Page 5: elok yang bener PKL.docx

al. 1988). Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat pengaruh spesies, bangsa,

kondisi kesehatan, kondisi nutrisi, tingkat laktasi dan umur yang berbeda.

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki komponen spesifik seperti

lemak susu, kasein (protein susu), dan laktosa (karbohidrat susu)

(Sitasi mu mana, tahun)

2.3 Penyakit Metabolik

Penyakit metabolik adalah penyakit medis yang berkaitan dengan

produksi energi di dalam sel manusia (atau hewan). Kebanyakan penyakit

metabolik adalah penyakit genetik atau penyakit keturunan, meski sebagian

di antaranya disebabkan makanan, racun, infeksi, dan sebagainya. Penyakit

metabolik genetik dikenal juga dengan sebutan gangguan metabolisme sejak

lahir. Adapun penyakit metabolik yang terkenal dan umum dijumpai di

Indonesia antara lain : Ketosis, Milk fever, Grass tetany, Retensi plasenta,

dan left displacemet abomasum.

2.3.1 Milk fever

Milk fever dan hipokalsemia subklinis (total kalsium darah 2,0 mmol/l)

adalah penyakit penting akibat gangguan makromineral pada sapi-sapi

periode periparturien. Kejadian milk fever biasanya sekitar 5-10%, namun

beberapa penulis pernah menyatakan insidensi rate milk fever bisa mencapai

34% bahkan lebih. Di Irlandia kejadian milk fever bisa mencapai 50%, di

New Zealand sebesar 33% (Mulligan et al., 2006). Namun dari semua

laporan yang pernah ada, belum pernah dilaporkan prevalensi hipokalsemia

subklinis.(Akoso, 1996)

Milk fever adalah penyakit yang terjadi akibat ketidakmampuan seekor

sapi beradaptasi terhadap perubahan konsentrasi kalsium di dalam tubuhnya.

Kalsium adalah makromineral yang sangat penting di dalam tubuh. Kalsium

berperan dalam proses pembentukan tulang, kontraksi otot, pembekuan darah

dan lain-lain. Bila seekor sapi kehilangan kalsium akibat proses pemerahan,

maka kalsium darah harus segera tergantikan. Ketidakmampuan sapi

menanggapi kebutuhan tersebut menyebabkan konsentrasi kalsium darahnya

5

Page 6: elok yang bener PKL.docx

turun dan menyebabkan gangguan peran fungsi kalsium termasuk kontraksi

otot. Pada umumnya sapi penderita mempunyai konsentrasi kalsium darah

kurang dari 7 mg/dl. Implikasi menurunnya peran fungsi kalsium mempunyai

dampak yang luas terhadap sistem kekebalan dan penyakit-penyakit lain pada

sapi periode periparturien. Pengobatan Milk fever dapat dilakukan dengan

menyuntikan preparat Ca (boroglukonat calcicus) : 50 -100 ml pada kambing.

Sapi : 10 kali (separo secara iv dan separo secara sc). Pencegahan dapat

dilakukan 30 hr menjelang kelahiran : Ca diturunkan, setelah melahirkan Ca

ditingkatkan pemberian (Ahira, 2005).

2.3.2 Ketosis Ketosis adalah kelainan yang umumnya menggangu sapi perah pada

minggu-minggu pertama sesudah melahirkan. Gejala ketosis yang tampak

adalah menurunnya napsu makan, menurunnya kegiatan rumen, adanya

konstipasi, rendahnya produksi susu dan hilangnya bobot badan. Menurut

Luick et al, (1967) ketosis akan menurunkan kandungan lemak susu, laktosa

dan casein. Pada ruminansia ketogenesis terutama terjadi di hati dan usus,

sedangkan pada non-ruminansia hanya terjadi di hati saja ( Hardjosubroto,

2001).

Ketosis merupakan suatu kekacauan metabolisme yang dapat di

timbulkan oleh tingginya 1emak dan rendahnya karbohidrat dalam ransum 7

(Bergman, 1970). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Hibbet (1980) yang

menyatakan bahwa ketosis pada sapi perah yang berproduksi tinggi dapat

diakibatkan oleh karena rendahnya karbohidrat dan rendahnya precursor

glukoneogenik dalam ransum.Terapi bisa dilakukan dengan pemberian

larutan glukosa 50% 500 ml IV : untuk meningkatkan kadar glukosa dalam

darah, mengurangi proses glukoneogenesis, pemberian hormone insulin

yang mempunyai kerja antiketogenik yang bagus, pemberian senyawa-

senyawa pembentuk glukosa secara oral seperti asam laktat 200-250 gr per

hari, gliserol 450 gram diberikan 2 kali sehari, asam propionat 200-250 gram

per hari, dan propilen glikol 240-300 gram diberikan 2 kali sehari tetapi

pemberian propilen glikol tidak efektif dibandingkan pemberian glycerol,

6

Page 7: elok yang bener PKL.docx

pemberian vitamin (vit. B12), tiroksin, dan kloralhidrat (untuk sapi yang

mengalami gejala syaraf), pemberian asam nikotinat 15-30 gram pada

pertama serta pemberian vitamin A dan E diperuntukkan bagi sapi gemuk

(Hardjosubroto, 2001).

2.3.3 Grass tetany

Grass Tetany adalah suatu penyakit metabolik  pada ternak sapi baik

sapi perah maupun sapi potong, terutama pada kebuntingan tua atau sedang

pada puncak laktasi. Grass tetany ditandai oleh hipokalsemia beserta

hipomagnesia ataupun hipomagnesia tersendiri. Penyebabnya adalah

konsumsi rumput secara berlebih, terutama rumput muda pada lahan yang

terpupuk dengan baik. Hipomagnesia juga dapat menyerang sapi yang

hanya diam saja dikandang dan diberi makanan dengan kadar magnesium

yang rendah (Chris, 2008).

Terapi bisa dilakukan dengan pemberian 750 sampai 1500 ml 20

persen cairan gluconas calcius secara intra vena, dan juga subcutan. Hewan

yang menderita harus segera dipindahkan dari lahan rumput tempat sapi

biasa makan. Setelah dipindahkan maka sapi diberi makan campuran yang

mengandung kalsium fosfat dalam ransumnya (Chris, 2008).

2.4. Manajemen kesehatan ternak sapi perah  

Sistem peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan

jenis peternakan rakyat yang hanya berskala kecil dan masih merujuk pada

sistem pemeliharaan yang konvensional. Keberhasilan usaha peternakan

sapi perah sangat tergantung dari keterpaduan langkah terutama di bidang

pembibitan (Breeding), pakan, (feeding), dan tata laksana (management).

Ketiga bidang tersebut kelihatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik.

Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan peternak serta

masih melekatnya budaya pola berfikir jangka pendek tanpa

memperhatikan kelangsungan usaha sapi perah jangka panjang. Oleh

karena itu, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman peternak

tentang manajemen sapi perah yang baik sehingga akan berdampak pada

7

Page 8: elok yang bener PKL.docx

peningkatan produksi dan ekonomi (Adijaya, 2011). Adapun hal-hal yang

harus diperhatikan dalam manajemen kesehatan ternak antara lain :

a. Pemberian pakan

Pemberian pakan yang kurang dari segi kualitatif maupun kuantitatif

dapat menyebabkan penyakit ternak bersifat langsung akan

menyebabkan penyakit defisiensi dan tidak langsung akan

menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh.

b. Isolasi atau karantina

Dapat membantu pencegahan penularan suatu penyakit tertentu.

c. Vaksinasi

Dapat membantu mencegah penularan atau tertular penyakit tertentu.

d. Pengobatan

Perlu dihindari pemakaian dengan dosis berlebihan.

e. Diagnosa

Perlu diketahui riwayat ternak, tanda-tanda penyakit, serta

pemeriksaan/bedah bangkai.

f. Lingkungan

Tindakan kebersihan atau higienis, dijaga agar kandang selalu kering,

tidak dingin, cukup sinar matahari.

G. Pemusnahan hewan pembawa penyakit

8

Page 9: elok yang bener PKL.docx

BAB III

METODE KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan akan dilaksanakan di UPT

Kesehatan Hewan dan Ikan Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pelaksanaan

PKL direncanakan akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan

Februari 2013- Maret 2013. Kegiatan yang akan dilaksanakan pada praktek

kerja lapangan ini adalah mengenai Manajemen Penanganan penyakit

metabolik pada sapi perah.

3.2 Sasaran

Sasaran dari PKL ini adalah sapi FH .

3.3 Metode Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Metode yang digunakan dalam Kegiatan Praktek Kerja lapang ini

adalah dengan survei melalui pengumpulan data primer dan data

sekunder.Pengumpulan data primer yang akan digunakan dalam kegiatan ini

yaitu melalui :

a. Observasi Partisipatori

Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung di lapangan. Hal-

hal yang akan diobservasi antara lain meliputi identifikasi dan

penanganan penyakit metabolik di lapangan. Partisipasi merupakan

metode pengembangan data dengan ikut aktif dalam kegiatan yang

berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap semua

aspek yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan penanganan penyakit

metabolik.

b. Wawancara

Wawancara langsung dan diskusi dengan pemilik, pekerja dan

dokter hewan pada peternakan tersebut. Kegiatan ini akan dilakukan

dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan hal-hal yang

akan diamati kepada pihak-pihak yang bekerja sesuai dengan bidang

pekerjaan masing-masing seperti keeper (petugas kandang yang

9

Page 10: elok yang bener PKL.docx

menangani sapi) dokter hewan di lapangan dan semua pihak yang terkait

dengan penanganan penyakit di UPT Kesehatan Hewan kabupaten Jember.

Pertanyaan yang akan diajukan meliputi : UPT Kesehatan Hewan dan Ikan

kebupaten Jember setempat, prosedur identifikasi dan penanganan

penyakit, manajemen kandang, sanitasi kandang, sanitasi ternak, dan

sanitasi lingkungan dengan Kuisioner.

Sumber data lainnya adalah dari data sekunder yakni, bersumber

dari data laporan kegiatan ,data dari instansi terkait termasuk data dari

UPT kesehatan hewan dan ikan Kab.Jember, jurnal, buku, penelusuran

internet dan sumber-sumber lain menunjang.

c. Recording

Recording angka mortalitas, morbiditas dan pemberian pengobatan

yang dilakukan.

3.4 Parameter Kegiatan

1. Diagnosa Penyakit

2. Pemilihan Obat

3. Rute Pemberian Obat

4. Ketepatan Dosis Obat Yang Digunakan

5. Penggunaan Kombinasi Obat

3.5 Peserta Kegiatan

Peserta yang akan mengikuti Praktek Kerja Lapang di UPT Kesehatan

Hewan, Jember, Jawa Timur adalah:

Nama Mahasiswa : Elok Ari Widiyanti

Jurusan : Pendidikan Dokter Hewan

Universitas : Brawijaya

NIM : 0911313004

Nomor Telepon : 081996973900

Email : [email protected]

10

Page 11: elok yang bener PKL.docx

3.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

NO KEGIATAN Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Penulisan proposal Praktek

Kerja Lapang dan

bimbingan pembuatan

proposal Praktek Kerja

Lapang

2 Pengesahan proposal

Praktek Kerja Lapang oleh

pembimbing dan pimpinan

instansi

3 Pelaksanaan PKL

4 Penyusunan laporan PKL

5 Revisi Laporan PKL

6 Presentasi hasil PKL

11

Page 12: elok yang bener PKL.docx

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Aktifitas Praktek Kerja Lapang

Tabel 4.1 Aktifitas PKL di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm

No Waktu Aktifitas

1. Minggu ke-1 1. Penyerahan proposal kepada pemilik peternakan

UD. Jatinom Indah Farm

2. Pengenalan dan pengarahan tempat PKL

2. Minggu ke- 2 1. Aktifitas kandang meliputi :

a. Membersihkan Kandang

b. Mengambil telur di dalam kandang.

c. Meratakan pakan didalam tempat pakan.

d. Membersihkan tempat minum pada ayam

layer.

e. Pengobatan ayam sakit.

f. Recording angka morbidatas dan mortalitas

penyakit infeksius coryza.

g. Pemberian algen dan vigosin

h. Pemusnahan ayam yang mati.

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan

3. Pengumpulan data dan referensi

3 Minggu ke-3 1. Aktifitas kandang meliputi

a. Membersihkan kandang.

b. Mengambil telur di dalam kandang.

c. Meratakan pakan di dalam tempat pakan

d. Membersihkan tempat minum pada ayam

layer.

e. Pemindahan ayam grower ke fase layer

f. Recording angka morbiditas dan mortalitas

penyakit infeksius coryza.

12

Page 13: elok yang bener PKL.docx

g. Pemberian Probiotik

h. Pemusnahan ayam mati

i. Pengobatan ayam sakit.

j. Nekropsi

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan

4 Minggu ke-4 1. Aktifitas kandang meliputi

a. Membersihkan kandang

b. Membersihkan tempat minum

c. Meratakan pakan di dalam tempat pakan.

d. Pengambilan telur didalam kandang.

e. Pengobatan ayam sakit

f. Pemberian ALBENDAZOLE

g. Vaksiansi ND IB Kandang A

h. Recording angka mortalitas dan morbiditas

penyakit infeksius coryza.

i. Pemusnahan ayam yang mati.

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan

5 Minggu ke-5 1. Aktifitas kandang meliputi

a. Membersihkan kandang

b. Membersihkan tempat minum

c. Meratakan pakan di dalam tempat pakan.

d. Pengambilan telur didalam kandang.

e. Pengobatan ayam sakit

f. Pemberian ALBENDAZOLE

g. Vaksiansi ND IB Kandang B

h. Recording angka mortalitas dan morbiditas

penyakit infeksius Coryza

i. Pemberian vitamin

j. Pemusnahan ayam yang mati.

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan

6 Minggu ke-6 1. Aktifitas Kandang Meliputi

13

Page 14: elok yang bener PKL.docx

a. Membersihakan kandang

b. Membersihkan tempat minum

c. Meratakan pakan di dalam tempat pakan.

d. Pengambilan telur di dalam kandang.

d. Pengobatan ayam sakit.

e. Vaksinasi Fowl Pox, Coryza Kandang B

f. Pemberian Vitamin

g. Recording angka mortalitas dan morbiditas

penyakit infekius coryza.

h. Nekropsi

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan

3. Pemberian terima kasih kepada pimpinan

perusahaan UD.Jatinom Indah Farm

14

Page 15: elok yang bener PKL.docx

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Perusahaan

Usaha peternakan UD. Jatinom Indah terletak di Desa Jatinom,

Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Kantor pusat UD. Jatinom Indah

berlokasi di Jl. Kesatrian, Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro Blitar.

Telepon: (0342) 801405 , Fax (0342) 801405 , Kode Pos 666171 .

Populasi pada peternakan ini memiliki 52.000 ekor ayam petelur,

yang terbagi dua kandang A dan B dengan pemeliharaan umur yang

berbeda. Pada kandang A terdiri dari 13 kandang yang dipelihara mulai

umur 19 minggu dan kandang B yang dipelihara mulai umur 17 minggu.

Pemeliharaan ayam petelur dilakukan sampai ayam berumur 90 minggu.

Pada peternakan ini memiliki pekerja sebanyak 33 orang yang

terdiri atas 30 anak kandang, satu orang penanggung jawab peternakan,

dan satu orang administrasi,serta satu orang keswan dan satu orang dokter

hewan.

5.2 Keadaan Umum Lokasi Peternakan

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan peternakan ayam

petelur periode layer di UD. Jatinom Indah. Peternakan ini yang berlokasi

di Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar dengan jarak ± 2

km dari jalan raya sehingga dapat memberikan kemudahan bagi peternak

dalam proses transportasi baik pengadaan pakan, pemasaran maupun

kebutuhan lainnya. Suryandani dan Santoso (2003) menyatakan bahwa

lokasi peternakan sebaiknya berada pada lokasi yang tidak terlalu ramai

15

Page 16: elok yang bener PKL.docx

agar ayam dalam periode produksi tidak mudah mengalami stress, namun

lokasi peternakan juga tidak jauh dari jalan,baik untuk menjalankan proses

input maupun output dan alur transportasi.

Sekeliling peternakan ini diberikan pagar tembok dengan

ketinggian 3 m, untuk menjaga keamanan di dalam peternakan. Bangunan

lainnya yaitu kantor, untuk menjalankan semua kegiatan administrasi,

yang didalamnya juga terdapat ruangan untuk menyimpan vitamin dan

segala jenis obat-obatan,tempat tinggal untuk menginap beberapa

karyawan, gudang penyimpanan pakan,gudang penyimpanan telur,serta

area sanitasi yang berlaku untuk semua karyawan.

Strain ayam petelur yang dipelihara pada peternakan ini adalah Hy

Line. Hyline Brown memiliki daya hidup yang tinggi , periode bertelur

relatif lama, ukuran telur sedang sehingga disukai oleh peternak.

Kemampuan hidup strain Hyline Brown bisa mencapai 96-98 persen,

periode bertelur bisa mencapai 80 minggu dengan jumlah telur mencapai

355 butir perekor (Prambudi,2007).

Jarak antar kandang adalah 2- 2,5 m. Suhu kandang berubah ubah

sesuai dengan kondisi lingkungan dan musim yang terjadi pada waktu

tersebut. Selama kegiatan PKL berlangsung terjadi pergantian musim dari

musim kemarau menjadi musim penghujan. Pada musim kemarau suhu

pada pagi hari berkisar 26 – 31 0C, siang berkisar 36- 380C dan sore

berkisar 31 – 32 0C, sedangkan pada musim penghujan suhu pada pagi hari

berkisar 26- 28 0C, siang berkisar 30- 32 0C, dan sore hari berkisar 25- 26 0C (Mulyantini,2010). Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam

petelur meliputi persyaratan temperatur berkisar antara 32,2–35 derajat C,

kelembaban berkisar antara 60–70% ( Cahyono dan Bambang,1995).

Sarana yang tersedia pada peternakan ini sudah dijangkau oleh

jaringan listrik sehingga kebutuhan listrik dapat terpenuhi. Air yang

digunakan berasal dari air sumur yang digali di lokasi dekat kandang yang

ditampung dalam tandon. Sarana lain yang mendukung yaitu sudah

tersedianya alat transportasi yang berupa truck yang digunakan untuk

16

Page 17: elok yang bener PKL.docx

mengangkut persedian pakan dari gudang pakan ke kandang dan sebagai

pengangkut telur dari kadang menuju gudang telur dan memasarkan

produksi telur.

Kondisi kandang ini sesuai dengan Hal ini telah sesuai yang

dikemukakan Sudaryani dan Santoso, 2003, syarat-syarat lokasi kandang

adalah tersedianya sumber air, bebas keluar masuknya udara kekandang,

jaringan listrik dan telpon.

Pada peternakan ini pembersihan limbah kotoran ayam (excreta)

dilakukan pada saat ayam afkir. Pengambilan limbah tersebut dilakukan

pembeli yang menggunakan sebagi pupuk, hal ini dimaksudkan agar

kebersihan disekitar kandang tetap terjaga dan tidak menimbulkan bau

yang berlebihan. Membiarkan kotoran dalam kandang terlalu lama akan

membuat produksi amonia kian tinggi. Cara lain adalah menurunkan pH

kotoran dengan penambahan asam seperti asam sulfat, asam nitrat, asa,

klorida/HCl. Tujuannya adalah untuk menghambat populasi bakteri

penghasil enzim urease (Krista dan Harianto,2010).

Pengangkutan limbah kotoran ayam yang baik sebaiknya dilakukan

berpatokan pada kondisi kotoran. Kotoran yang kondisinya kering bisa

dibersihkan hingga 2-3 minggu sekali, namun jika kotoran ayam basah

atau becek sebaiknya sesegera mungkin dikeluarkan dari bawah kandang,

karena baunya lebih menyengat dan menjadi media penularan penyakit

(Krista dan Harianto, 2010).

Pada peternakan ini tidak diberikan kapur halus atau pasir yang

berfungsi untuk mengurangi bau pada kotoran ayam. Kapur halus atau

pasir yang kering dalam jumlah yang disesuaikan dengan luas area

peternakan dapat mengurangi bau amoniak pada kandang (Setyono, 1994).

Teknik ini hanya dapat dilakukan untuk peternakan ayam dengan sistem

kandang battery, karena kandang battery terdapat celah yang cukup luas

dibawah kandang. Penggunaan kapur halus atau pasir kering perlu dibuat

lubang di bawah kandang dengan ukuran dalamnya kurang lebih 20 cm,

dengan panjang dan lebar sesuai dengan panjang dan lebar

17

Page 18: elok yang bener PKL.docx

kandang,sehingga di bawah kandang akan terdapat lubang sepanjang

kandangnya,lubang tersebut dengan kapur halus atau menggunakan pasir

yang kering, bisa juga dengan mencampur kapur dan pasir dengan

perbandingan 1:1 hingga seluruh seluruh lubang terisi dengan kapur dan

pasir tersebut, karena di bawah kandang seluruhnya ada lubang yang berisi

kapur atau pasir, maka tiap kotoran yang jatuh akan jatuh pada tumpukan

tersebut sehingga kotoran itu akan lebih cepat mengering. Kotoran yang

bercampur dengan kapur halus ataupun pasir kering ini akan lebih cepat

proses pengeringannya dibandingkan yang tidak tercampur dengan kapur

atau pasir. Keringnya kotoran tersebut maka bau kotoran akan hilang atau

tidak begitu menyengat, karena kotoran ayam yang kering baunya akan

hilang atau minimal berkurang (Setyono, 1994).

Penggantian kapur halus atau pasir tersebut tiap 1-2 bulan sekali,

tergantung banyaknya kotoran yang telah jatuh. Tumpukan kapur atau

pasir yang telah bercampur dengan kotoran ayam yang mengering tersebut

dikumpulkan pada tempat khusus, karena campuran tersebut bisa dibuat

pupuk kandang setelah kapur atau pasirnya dipisahkan (Setyono, 1994).

5.2.1 Kandang dan Perlengkapannya

Peternakan ayam petelur ini berdiri diatas lahan seluas ± 2 Ha yang

terdiri atas 26 kandang, 1 gudang pakan , 1 gudang penyimpanan telur, 1

tempat ruang kantor, 2 tempat tinggal. Jarak antar bangunan kandang 2 m.

Di sekitar kandang juga terdapat tanaman yang ditanam untuk melindungi

ayam dari pengaruh angin langsung dan sekaligus sebagai peneduh dari

pengaruh sinar matahari. Di sekeliling kandang terdapat saluran air

sehingga pada musim penghujan atau pada saat pengurasan tempat minum

dan tandon di sekitar lingkungan kandang tidak becek. Jarak kandang

dengan gudang pakan, gudang penyimpanan telur dan kantor saling

berdekatan, sehingga memudahkan segala aktivitas.

Tiap kandang memiliki kapasitas 1900- 1920 ekor. Kandang layer

ini dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, sehingga kotoran ayam jatuh

kebawah dan kontaminasi amonia yang ditimbulkan oleh excreta dapat

18

Page 19: elok yang bener PKL.docx

dieliminasi. Pemilihan lokasi kandang dalam suatu usaha peternakan harus

memperhatikan beberapa hal yaitu semua bangunan harus ditempatkan

pada tanah yang lebih tinggi dan tidak merupakan sasaran banjir. Model

kandang layer menggunakan sitem battery dengan susunan double deck

stair step yang terbuat dari bahan kawat yang berukuran 30 cm x 41 cm x

36 cm yang diisi minimal 2 ekor dan 3 ekor maksimal per kotak. Sistem

kandang Battery disusun secara double deck stair step, tujuannya agar

kotoran dapat langsung jatuh kelantai sehingga mengurangi terjadinya

penularan penyakit melalui kotoran (Williamson dan Payne ,1993).

Posisi bangunan kandang di peternakan ini yaitu membujur ke arah

timur – barat , karena cahaya matahari dapat masuk dalam kandang pada

waktu pagi hari dan terhindar dari panas matahari pada siang hari. Sesuai

dengan pernyataan Williamson dan Payne (1993) bahwa jika kondisi

memungkinkan sebaiknya semua bangunan kandang mengahadap kearah

yang sama dan lebih baik mengahadap kearah timur – barat. Kondisi

peternakan ayam yang membujur ke arah timur-barat sangat baik karena

kandang mendapat cukup sinar matahari pagi secara langsung dan bila

siang hari ayam terhindar dari panas matahari yang menyengat

(Mulyantini, 2010).

Atap kandang monitor yang terbuat dari seng, jarak antara atap

dengan lantai kandang adalah 3,5 m. Murtidjo (2002) menyatakan bahwa

tipe atap kandang berebentuk monitor dapat menciptakan sirkulasi udara

yang baik. Penggunaan bahan atap kandang dipilih yang dapat mengurangi

panas matahari misalnya bahan genting dari tanah, atau seng yang dilapisi

foam sehingga tidak terlalu panas. Penggunaan atap berbahan seng

bertujuan untuk menjaga keamanan kandang dari gangguan benda – benda

yang jatuh diatas kandang, jadi atap tidak mudah rusak.

Kandang terbuat dari beton dan kayu dengan ukuran- ukuran

sebagai berikut : panjang 4,9 m, lebar 3,9 m, tinggi 3,9 m. Menurut

sudarmono (2003) untuk mendapatkan lintasan udara yang baik dan lancar,

ukuran kandang harus diselaraskan, misalnya ukuran lebar 6 m – 7 m dan

19

Page 20: elok yang bener PKL.docx

tinggi 2,5 m – 3 m cukup memadai, sedangkan jarak antar battery di

lokasi peternakan 50 cm , lebar jalan battery 64 cm, tempat kotoran 39 m x

2,1 m, jarak antar kandang 4 m dan tinggi tembok luar 2,5 m. Menurut

wahyudi (2007) kebaikan dari tipe kandang battery ini adalah seleksi dan

culling mudah dilakukan , kemungkinan kanibal dapat dicegah, kebersihan

telur dapat terjaga dan recording dapat dilakukan dengan baik.

Kekurangan dari tipe ini dalah biaya pembuatan kandang cukup besar.

Gambar 5.1 Bentuk atap kandang desain “atap monitor”, peternakan

ayam UD. Jatinom Indah Farm

Tempat pakan berbentuk paralon panjang setengah lingkaran dengan

diameter 5 inchi. Jarak antar tempat pakan dan minum 40 cm, sedangkan

tempat minum berbentuk nipple dengan ukuran diameter 0,5 inchi, tatakan

nipple ukuran 10 cm x 11 cm. Tempat minum tiap kandang dilengkapi

dengan satu tangki primer isi 200 liter dan dua tangki sekunder isi 20 -25

liter . Menurut Martono (2002) wadah minum kandang layer berbentuk

nipple yaitu apabila ayam menekan nipple tersebut keatas secara otomatis

air akan mengalir kebawah . Keuntungan dari nipple ini adalah jumlah

konsumsi air minum bisa diperkirakan , air minum lebih bersih, perawatan

lebih mudah karena tidak perlu membersihkan dan kemungkinan tertular

penyakit lewat air minum bisa ditekan.

Wadah pakan terbuat dari pipa paralon yang diiris setengah

lingkaran atau membujur membentuk huruf “U” dengan ukuran diameter

20

Page 21: elok yang bener PKL.docx

15 cm dengan tujuan supaya lebih mudah dalam pengisian, murah dan

tidak mudah rusak.

(a) (b)

Gambar 5.2 : (a) Paralon tempat makan menggunakan paralon

berukuran 5 inch.

(b) Nipple sebagai tempat minum.

5.2.2 Pakan dan Minum

Pemberian pakan pada ayam periode layer dilokasi peternakan ini

diberikan secara ad libitum dengan frekuensi pemberian dua kali sehari

yaitu pukul 06.00 WIB sebanyak 30 % dan pukul 15.00 WIB sebanyak

70% dari jatah pakan. Saat pemberian pakan dilakukan penggorekan pakan

4-6 kali sehari tergantung dari umur ayam. Hal ini bertujuan untuk

memaksimalkan dalam konsumsi pakan dan mencegah pakan berjamur.

Pakan yang diberikan di produksi sendiri campuran dari berbagai bahan

pakan dalam bentuk mash.

Pada ayam petelur pada umur 5,5-6 bulan pemberian pakan

disarankan kira-kira 17%, Pada awal bertelur supaya diberi feed suplement

atau extra vitamin (Murtidjo,2002). Pemberian pakan dilakukan dua kali

sehari dilakukan sesuai dengan jadwal pada suatu peternakan dan jadwal

pemberian pakan harus bersifat tetap sesuai jadwal. Pemberian pakan

harus besih dan segar setiap hari (Suryandani dan Santosa,2004).

Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari secara bertahap, karena

tempat pakan yang tersedia hanya berdiamer 5 inch dan tidak cukup untuk

menampung semua pakan yang diberikan karena mengakibatkan pakan

banyak tertumpah. Pemberian pakan yang baik diberikan sebanyak 3/4 dari

Batas ketinggian tempat pakan. Pemberian pakan yang terlalu penuh dapat

21

Page 22: elok yang bener PKL.docx

mengakibatkan pakan mudah tumpah dan ini adalah pemborosan dan

pembengkakan biaya pakan (Soedarmono,2007).

Tabel 5. 2 Program pemberian pakan pada semua periode di lokasi

PKL

No Umur Jenis Pakan Ayam Petelur

1 1 – 35 hari 511

2 36 -70 hari Starter

3 71 – 112 hari Grower

4 13 minggu- produksi 5 % Pre layer

5 50 % puncak produksi Pre peak

6 35 minggu L.18 – L.19

7 60 minggu L 17

Untuk menambah nafsu makan, peternak juga menabahkan jamu ke

dalam pakan yang merupakan racikan sendiri. Komposisi jamu tersebut

terdiri atas kunir, kencur, temulawak, temu ireng,jahe, kunci, tetes dan EM

4. Pemberian jamu ini dua kali sehari yaitu pagi hari dan siang hari, karena

jika diberikan pada sore hari di khawatirkan pakan akan cepat busuk dan

berjamur.

Pakan yang diberikan harus fresh setiap hari. Pakan yang berbau

dan berjamur akan menurunkan kadar vitamin, menimbulkan penyakit dan

berbau tidak enak menyebabkan nafsu makan berkurang (Winkel, 1997).

5.3 Penyakit Infeksius Coryza

Penyakit yang banyak ditemukan pada saat pelaksanaan PKL adalah

penyakit infeksius coryza . Penyakit coryza adalah penyakit pada unggas

yang disebabkan oleh bakteri Haemophillus paragallinarum. Penyakit

coryza dapat menyerang berbagai umur unggas terutama menyerang anak

ayam, penyakit ini biasanya menyerang pada saat musim pancaroba dan

banyak ditemukan di daerah tropis (Fadilah dan Roni, 2004). Pernyataan

tersebut dapat dibenarkan karena penyakit coryza yang ditemukan pada

saat pelaksanaan PKL ini adalah pada saat musim pancaroba yaitu bulan

22

Page 23: elok yang bener PKL.docx

November – Desember pada saat pergantian musim penghujan ke musim

panas. Pada saat musim pancaroba terjadi perubahan cuaca yang tidak

menentu sehingga mempengaruhi kesehatan ayam. Penyakit coryza pada

peternakan ini mempunyai angka morbiditas yang rendah yaitu 10,16 %

dan angka mortalitas yang rendah yaitu 1,25% data tersebut dapat dilihat

pada Lampiran 2. Menurut MIAO et al (2000) penyakit coryza

mempunyai angka morbiditas yang bervariasi yaitu 1-30%, sedangkan

pada mortalitas yang ditimbulkan oleh penyakit ini mencapai 30 % dalam

satu populasi ayam dan bila terjadi pada ayam petelur, produksi telur turun

hingga 10 – 40 %.

Penyakit Coryza yang disebabkan oleh bakteri Haemophillus

paragallinarum dapat menular melalui kontak langsung dengan ayam yang

sakit juga dapat melalui udara, debu, pakan, air minum, petugas kandang,

peralatan yang digunakan, tingginya kadar amonia di dalam kandang.

Bakteri Haemophillus paragallinarum penyebab penyakit coryza  hanya

dapat bertahan diluar  induk semang tidak lebih dari lebih dari 12 jam

(Fadilah dan Roni, 2004). Pada peternakan ini kadar amonia di dalam

peternakan sangat tinggi, debu dan udara yang tidak bersih dapat

terjadinya penularan penyakit coryza maupun infeksi penyakit lain yang

ditularkan melalui aerosol (Fadilah dan Roni,2004).

Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

tergantung dari solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan

ukuran partikel debu. Efek yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain

adalah gangguan kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran

pernafasan, alergi, meningkatkan sekresi cairan di hidung, nafas menjadi

berat, serta penurunan kapasitas ventilasi paru. Debu dari peternakan

unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan,kotoran kering,

bakteri dan jamur.(Casey et al.,2006).

Kelembaban udara memegang peran dalam proses metabolisme

mikroorganisme yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai

oksigen. Apabila kelembapan udara lebih besar dari 60 % hara akan

23

Page 24: elok yang bener PKL.docx

tercuci, volume udara berkurang,akibatnya aktivitas mikroorganisme akan

menurun dan akan terjadi fermentas anaerobik yang menimbulkan bau

tidak sedap. Amonia yang terhirup akan mengiritasi saluran pernapasan

ayam, dan menyapu silia di mukosanya. Sel-sel yang ada di permukaan

saluran pernapasan menjadi rusak, produksi lendir menjadi berlebih,

gerakan silia terganggu bahkan tidak berfungsi. Amonia juga

mengakibatkan iritasi pada konjungtiva mata, sehingga mekanisme awal

pertahanan tubuh menjadi terganggu. Jika organ pernapasan sudah rusak,

maka bibit penyakit yang terbawa udara akan mudah sekali menempel di

saluran pernapasan karena sistem pertahanan mekanik tidak berfungsi

optimal (Medion,2012).

Penyakit coryza yang menyerang ayam pada perternakan ini

memiliki ciri – ciri sebagai berikut yaitu sekitar mata bengkak, jengger

layu, tampak lelah, nafsu makan turun, produksi telur turun, terdapat

eksudat kental pada bagian nasal,bagian hidung tampak berkerak dan

kotor. Menurut Fadilah dan Roni (2004), penyakit coryza pada ayam yang

terkena penyakit coryza secara klinis telah terinfeksi menunjukkan gejala

sebagai berikut : pengeluaran cairan air mata,ayam terlihat mengantuk

dengan sayapnya turun, keluar lendir dari hidung,bersin, kental berwarna

kekuningan dan berbau khas, pembengkakan didaerah sinus infra orbital

terdapat kerak dihidung, nafsu makan ayam mengorok dan sukar bernapas

pertumbuhan menjadi lambat, inkubasi 1 – 7 hari penyakit berlangsung 2 –

4 minggu.

Pada kasus akut dijumpai konjungtivitis berat dan peradangan

pada pinggir kelopak mata. Pada kasus kronis dijumpai sinusitis yang

bersifat serosa sampai kaseosa. Dari hasil pengamatan penyakit coryza

yang menyerang pada peternakan ini banyak penyakit coryza yang bersifat

akut dengan ciri ciri peradangan pada pinggir kelopak mata.

24

Page 25: elok yang bener PKL.docx

(a) (b)

Gambar 5.3 : (a) Kasus coryza yang bersifat kronis ditandai dengan

konjungtivitis berat dan peradangan pada pinggir

kelopak mata, sinusitis yang bersifat serosa sampai

kaseosa.

(b) Kasus coryza yang bersifat akut ditandai dengan

lelehan Hidung ,kebengkakan sinus, odema pada

bagian facial.

Diagnosa yang tepat pada penyakit coryza. Bakteri Haemophillus

paragallinarum dapat diisolasi dari swab sinus ayam yang menderita

penyakit akut. Isolasi laboratorium dapat dilakukan dengan mendiagnosis

penyakit ini adalah dengan cara serologik dengan uji gel agar presipitation

(AGP), Uji hemaglutinasi (HA) dan uji fluorescent antibody (FA) (Fadilah

dan Roni,2004). Pada peternakan ini tidak dilakukan diagnosa secara

laboratorium untuk menentukan penyakit yang terjadi, hanya dilihat dari

gejala klinis dan hasil nekropsi.

Pada PKL ini dilakukan nekropsi untuk mengetahui perubahan

pathologi yang terjadi pada ayam yang terinfeksi coryza. Ayam yang

terinfeksi penyakit coryza ini mengalami perubahan pathologi pada

bagian sinus infra orbital dan sinus supra orbital. kataralis akut pada

membran mukosa cavum nasal dan sinus. Terdapat konjungtivitis kataralis

dan edema subkutan pada daerah facialis dan pial. Pada penyakit ini jarang

terjadi adanya peradangan pada paru dan kantong udara .Satu atau kedua

belah sinus infraorbital akan berisi cairan kental (Fadilah dan Roni, 2004).

Menurut Medion (2007) Perubahan yang terjadi antara lain trakea

25

Page 26: elok yang bener PKL.docx

mengalami peradangan akut yang berisi lendir encer sampai purulent dari

hidung dan sinus infraorbitalis, paru-paru kongesti, pneumonia, air

sacculitis, oedema subkutan dan radang selaput lendir mata.

Gambar 5.5 Hasil Nekropsi Penyakit Infeksius Coryza , terjadinya

peradangan pada sinus infraorbitalis berisi cairan

kental (Sumber info medion , 2007).

Dari hasil nekropsi terjadinya infeksi lainnya seperti penyakit ND

dan ILT Penyakit ND ini akan menyebabkan peradangan pada bagian

proventrikulus, dan infeksi penyakit ILT terlihat adanya peradangan pada

bagian trachea. Komplikasi pada penyakit coryza atau coryza dapat

menyebabkan derajat keparahan dan kematian penyakit.

Perubahan pasca mati pada penyakit ILT terdapat lesi utama

terfokus pada trachea dan mata eksudat mukoid sampai dengan

mukopurulent,hemorhagie, pendarahan pada trachea, odema, kongesti dan

hemorhaghie epitel konjunctiva dan sinus infra orbital (Soedomo,2007).

Perubahan pasca mati pada unggas penderita ND, meliputi

ptechiae, berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus dan seca

tonsil, eksudat dan peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis

pada usus (Soedomo,2007).

Diagnosa banding dari penyakit coryza atau coryza adalah CRD,

dan SHS, ILT ,Fowl Pox , kolera dan defisiensi vitamin A (Medion, 2007).

Penyakit CRD biasanya akan menyerang seluruh kelompok ayam

meskipun tingkat keparahannya berbeda – beda.Yahya (1991) menyatakan

bahwa tanpa komplikasi, kelompok ayam yang terserang CRD tidak

menunjukkan gejala klinik yang jelas. Gejala klinik yang biasanya terlihat

adalah ingus katar keluar dari lubang hidung, batuk, dan bersuara waktu

26

Page 27: elok yang bener PKL.docx

bernafas, terkadang muka ayam yang terserang CRD akan bengkak akibat

adanya penimbunan eksudat dalam sinus infraorbitalis. Jika dilakukan

bedah bangkai dapat ditemukan kelainan pada saluran pernafasan yaitu,

rongga dan sinus hidung mengandung eksudat katar, kantong hawa

mengandung eksudat katar dan pada kasus yang akut akan terjadi

penebalan dan berwarna keruh (cloudy swelling) pada kantong hawa.

Gejala CRD juga di kuatkan dari sumber lain yaitu, medion (2011) tentang

perubahan patologi pada bedah bangkai dengan ditemukan peradangan

pada saluran pernapasan bagian atas (laring, trakea, bronkus), paru-paru

berwarna kecoklatan, kantung udara tampak adanya lesi yang khas (keruh

dan menebal) serta pembentukan jaringan fibrin pada selaput hati

(perihepatitis) dan selaput jantung (pericarditis) dan perkejuan di organ

dalam (komplikasi colibacillosis).

Gejala yang paling awal adalah bersin, yang diikuti oleh

kemerahan konjungtiva dan kebengkakan kelenjar air mata dalam waktu

24 jam , selanjutnya akan ikuti edema subkutan di daerah kepala dalam

waktu 12 – 24 jam . Pembengkakan ini biasanya mulai terlihat pada daerah

cavum nasi atau sinus nasalis biasanya hanya terlihat kemerahan pada

mukosa dengan eksudah yang sedikit, kecuali jika telah diikuti infeksi

sekunder oleh bakteri maka dapat ditemukan adanya eksudat

mukopurolen. Mukosa palatum durum biasaya kemerahan dan kerap kali

disertai oleh pethicae,choanae biasanya melebar. Lesi pada jaringan lain

umumnya bersifat ringan dan dapat di temukan pada saluran pernafasan,

terutama laring, trakea, dan paru- paru serta ovarium. Perubahan patologi

pada jaringan – jaringan tersebut dapat bersifat parah jika terjadi infeksi

sekunder dengan bakteri / virus.

Mukosa cavum nasi,choanae dan saluran pernafasan bagian atas

dapat mengalami kongesti, pendarahan petheciae, ataupun nekrosis.

Terlihat juga kemerahan dan kebengkakan pada conjungtiva. Jika terdapat

infeksi sekunder oleh bakteri, maka akan terlihat adanya eksudat

mukopurulen di daerah sinus, sinusitis jarang ditemukan pada stadium

27

Page 28: elok yang bener PKL.docx

akut. Daerah bagian dorsal kepala, facial, atau intramandibular dan pial

dapat mengalami kebengkakan akibat adanya edema subkutan atau

timbunan cairan mukopurulen sampai purulen. Jika ayam dapat bertahan

dari periode akut, maka kebengkakan di daerah kepala akan berkurang,

tetapi jaringan yang membengkak akan mengerah, terutama jaringa

intramandibular dan pial. Meluasnya infeksi dari cavum nasi dan

konjungtiva ke jaringan subkutan di daerah kepala mungkin disebabkan

oleh adanya kegagalan pada sistem kekebalan mukosa,akibat kerusakan

pada conjunctival assocaited lymphoid tissue (CALT) (Tabbu, 2000).

Penyakit ILT, memiliki dua bentuk gejala klinis yaitu berat dan

ringan. Bentuk ringan disebut juga bentuk enzootik dan di tandai oleh

adanya kelesuan, mata berair, gagguan pernafasan yang ringan,

konjungtiva kemerahan, kebengkakan sinus infra orbital, leleran dari

hidung yang terus menerus dan penurunan prosuksi telur. Pada ILT akut

perubahan pathologi anatomi ditandai oleh adanya mukus yang berlebihan

dengan atau tanpa sejumlah kecil eksudat difteritik di dalam jaringan

orofaring. Paru – paru dan kantong udara jarang terkena , paru dapat

mengalami kongesti dan kantung udara dapat menebal dan tertutup oleh

eksudat kaseus.

ILT bentuk berat disebut juga epizootik. Ayam yang sakit akan

menunjukan kesulitan bernafas (dyspnoea) disertai oleh suara ngorok yang

serak, batuk, sumbatan pada trakea akibat adanya eksudat tertentu akan

menyebabkan ayam bernafas dengan mulut terbuka sambil menjulurkan

leher. Pada sejumlah ayam dapat ditemukan adanya leleran kental

bercampr darah dari hidung atau mulut dan kemerahan konjungtiva yang

disertai adanya cairan berbusa pada mata. Pada ayam yang mengalami

gangguan pernafasan yang berat, dapat diamati adanya sianosis di daerah

fasial dan balung. Pada perubahan pathologi anatomi ditandai oleh adanya

eksudat kaseus, selaput difterik, mukus dan perdarahan di dalam trakhea,

yang sering menyumbat daerah laring dan siring, trakhea sangat kongestif

dan sianotik (Tabbu,2000).

28

Page 29: elok yang bener PKL.docx

Fowl Pox atau cacar basah terlihat gejala klinis mula-mula berupa

papula kecil berwarna kelabu di daerah kulit yang tidak berbulu, pada

bagian kepala dan kaki. Beberapa radang bergabung membentuk radang

yang besar dan akhirnya membentuk keropeng besar. Apabila keropeng

dikelupas akan terjadi perdarahan dilapisan bawahnya. Pada tipe cacar

basah akan terlihat bercak berwarna kuning pada selaput lendir mulut,

lubang hidung dan faring, sering menyebabkan penyumbatan saluran

udara yang mengakibatkan penderita tercekik (Quinn et al ,2003).

Defisiensi vitamin A akan terlihat gejala klinis meliputi ayam

terlihat emasiasi, kelemahan, bulu berdiri, daya tetas telur menurun,

defisiensi vitamin A dapat mengeluarkan eksudat cair dari hidung dan

mata, jika kasus defisiensi berlanjut maka dapat ditemukan adanya

material berwarna putih menyerupai susu dan berkumpul didalam kelopak

mata. Pada perubahan pathologi lesi awal defisiensi vitamin A dapat

dijumpai pada faring terutama pada kelenjar mukus dan salurannya. Lesi

yang terlihat meliputi keratinisasi epitel yang menimbulkan sumbatan pada

saluran kelenjar mukus sehingga kelenjar tersebut akan mengalami

distensi akibat adanya sekresi dan material nekrotik. Pada rongga hidung,

mulut, oesofagus, faring, dan kerap kali pada tembolok dapat ditemukan

adanya pustula kecil berwarna putih (Tabbu, 2000).

Gejala klinis penyakit kolera pada kolera akut dijumpai kematian

yang tiba-tiba. Ayam yang menderita kolera nafsu makannya turun,

depresi, kebiruan, mengeluarkan cairan kental dari mulut atau hidung,

diare putih berair atau hijau mengental. Pada kasus yang kronis dijumpai

pembengkakan persendian, cuping, telapak kaki atau selaput sendi.

Eksudat biasanya mengkeju dan bisa terkumpul didalam selaput selaput

mata atau sinus infraorbitalis. Perubahan pasca mati yaitu penyakitnya

sangat akut, mungkin tidak ditemukan lesi. Pada kasus akut terdapat

seluruh permukaan hatinya bergaris-garis. Pada kasus kronik mungkin

ditemukan beberapa peradangan terbatas pada persedian, selaput sendi,

29

Page 30: elok yang bener PKL.docx

cuping, kantung selaput mata, sinus infraorbitalis, selaput lendir rongga

hidung, telinga tengah atau pada tulang cranial (Quinn et al ,2003).

5.4 Pengobatan penyakit infeksius coryza

Pengobatan penyakit infeksius coryza pada peternakan ini

menggunakan oxytetracyline hydrochloride dengan dosis 0,5mg/Kg BB.

Penyamaan dosis pada setiap ayam dengan tujuan untuk memudahkan dan

mengefisienkan waktu pengobatan. Pengulangan pemberian oxytetracyline

dilakukan tiga hari sekali sampai ayam sehat kembali. Oxytetracyline

adalah antibiotik golongan tetracyline , struktur kimia dari oxytetracyline

memiliki gugus R1 –H , R2 –CH3,- OH , R3 –OH,-H (Anonimus, 2007).

Farmakodinamik golongan oxytetracyline menghambat sintesis

protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam

masuknya antibiotik kedalam ribosom bakteri gram negatif, pertama

secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transpor

aktif. Setelah masuk antibiotik berikatan secara reversible dengan ribosom

30S dan mencegah ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNA

ribosom, hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang

tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein. Efek antimikroba dari

golongan tetracyline termasuk antibiotik yang bersifat bacteriostatic hanya

mikroba yang cepat membelah yang dapat dipengaruhi obat ini

(Alexandria, 2000).

Spektrum golongan tetracyline memperlihatkan spektrum

antibakteri yang luas meliputi bakteri gram positif- negatif, aerobik dan

anerobik selain itu juga aktif terhadap mycoplasma, ricketsia, clamydia,

dan protozoa tertentu (Alexandria, 2000).

Farmakokinetik dari antibiotik golongan tetracyline absorbsi

berkisar antara 30-80% tetracyline diserap lewat saluran cerna. Absorbsi

sebagian besar di lambung dan usus halus bagian atas. Faktor yang dapat

mengahambat penyerapan tetracyline seperti adanya makanan

dilambung,pH tinggi, pembentukan kelat (kompleks tetracyline dengan zat

lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+ , Mg2+, Fe2+,Al3+ yang terdapat

30

Page 31: elok yang bener PKL.docx

dalam susu dan antasida, oleh sebab itu sebaiknya tetracyline digunakan

sebelum atau dua jam setelah makan (Alexandria,2000). Pada peternakan

ini pengobatan yang dilakukan menggunakan antibiotik oxytetracyline

dilakukan dua jam setelah makan agar absorbsi antibiotika terserap dengan

baik (Alexandria, 2000).

Distribusi dalam plasma semua jenis tetracyline terikat oleh protein

plasma dalam jumlah bervariasi. Metabolisme obat golongan ini tidak

dimetabolisme secara berarti di hati. Eksresi golongan tettracyline

dieksresi melalui urine berdasarkan filtrasi glomerulus dan sebagian besar

obat yang dieksresikan kedalam lumen usus ini mengalami sirkulasi

enterohepatic maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu yang

lama selama pengobatan dihentikan. Pada peternakan ini pengobatan

dilakukan dengan pengulangan tiga kali sehari menggunakan

oxytetracyline karena obat ini bersifat long acting dan masih terdapat

dalam darah untuk waktu yang lama selama pengobatan dihentikan. Efek

samping penggunaan antibiotika oxytetracyline jika digunakan dalam

jangka waktu yang sangat lama adalah mengakibatkan penurunan kadar

vitamin B di dalam tubuh dengan cara mengganggu penyerapan vitamin B

di usus , gangguan tersebut juga menggangu aktifitas bakteri flora normal

yang hidup di dalam usus sehingga menyebabkan gangguan pencernaan

seperti diare (Alexandria, 2000).

Sel menjadi resisten terhadap tetracyline melalui dua mekanisme

efflux dan ribosomal protection. Pada efflux,gen resisten mengkode

membran protein dengan memompa tetracyline keluar dari sel. Pada

mekanisme ribosomal protection,gen resisten mengkode protein yang

berikatan dengan ribosom dan mencegah tetracyline berikatan dengan

ribosom (Alexandria, 2000).

Menurut Fadilah dan Roni (2004). Beberapa obat yang sering

digunakan adalah streptomycin, spectinomycin, sulfadimethoxine, dan

tylosin tartrate. Pada peternakan ini hanya menggunakan oxytetracyline

hidrocloride dibandingakan dengan antibiotik yang lainnya.

31

Page 32: elok yang bener PKL.docx

Aminoglycosida adalah grup antibiotik yang efektif melawan

bakteri. Golongan aminoglycosida adalah amilkacin ,gentamicin,

kanamycin, neomycin, netilmicin, paromomycine, treptomycine, dan

tobtramycine. Golongan bakteri aminoglycosida bekerja mengikat 30S

ribosomal subunit bakteri yang menyebabkan terjadinya kesalahan

membaca t-RNA, dan menyebabkan bakteri tidak bisa mensintesi protein

untuk pertumbuhan (Kaztung, 2001).

Aminoglycosida sangat berguna pada infeksi yang disebabkan

bakteri aerobik, gram negatif, seperti pseudomonas, actinobacter dan

enterobacter. Aminoglycosida bersifat ototoxicity dan renal toxicity,

aminoglycoside diberikan berdasarkan berat badan (Kaztung, 2001).

Farmakodinamik yaitu ada atau tidak adanya PAE yang dapat

menekan pertumbuhan bakteri setelah menggunakan atibiotik. ß-lactams

memproduksi produce PAE hanya untuk melawa bakteri gram positive.

Ada beberapa agen yang mengambat atau merusak protein atau sintesis

asam nukleat seperti macrolides, fluoroquinolones, dan aminoglycosides

yang dapat memproduksi PAE untuk melawan bakteri gram negative.

Penggunaan antibiotik tidak ada yang menggunakan oral,umumnya

menggunakan intravena, dan beberapa digunakan secara topikal (Kaztung,

2001).

Menurut fadhilah dan roni (2004) beberapa obat yang sering

digunakan pada penyakit infeksius coryza adalah preparat sulfa golongan

sulfonamide yaitu sulfadimethoxine atau sulfathiazole. Pada peternakan ini

tidak menggunakan sulfonamides karena sulfonamides bersifat board

spectrum yang menghambat bakteri gram positif dan negatif dan protozoa

tetapi aktifitas obat kurang kuat dibandingkan dengan antibiotika lainnya

(Anonimus,2007). Menurut pengalaman lapangan di peternakan ini

penggunaaan preparat sulfa akan menyebabkan banyak terjadinya

kalsifikasi telur yang menyebabkan telur berwarna putih. Pemberian

preparat sulfa yang diberikan terus menerus akan mengakibatkan

32

Page 33: elok yang bener PKL.docx

terjadinya kerusakan ginjal, karena pemberian dilakukan terus menerus

karena terjadi penguaraian di ginjal teralalu berat.

Penggunaan preparat sulfa dapat mengakibatkan terjadinya

kalsifikasi pada telur ayam dan cangkang telur yang tipis karena

penggunaan preparat sulfa mengakibatkan tingginya ion kalsium dan ion

karbonat. Ion karbonat masuk kedalam enzim carbonic anhydraze dalam

kadar konsentrasi yang tinggi didalam lapisan sel shell gland. Asam

karbonat kemudian di dehydrat menjadi gas karbon dioksida

mempengaruhi carbonic anhydraze,ion karbonat didifusikan atau dipompa

melalui sel membran kedalam shell gland. Terjadinya gabungan ion

kalsium unuk membentuk calcite lattice pada pembentukan kristal didalam

cangkang telur, keterlibatan carbonic anhydraze pada pembentukan

cangkang telur akibat penggunaan preparat sulfa sangat berpengaruh

mengahambat enzim dan mengakibatkan terjadinya cangkang telur yang

tipis (Taylor, 1970).

Sulfonamide merupakan preparat kemoterapi yang bersifat long

acting tidak berbau berwarna putih dan berbetuk bubuk dan sangat sedikit

larut dalam air dan alkohol. Penyimpanan sulfadimethoxine untuk injeksi

sebaiknya disimpan pada suhu ruangan (15-30°C). Pada penggunaan untuk

unggas sulfadimethoxine diberikan dengan menambahkan ke dalam

minuman untuk mengobati coccidiosis, fowl cholera dan infeksius coryza

(Kaztung,2001).

Golongan sulfonamide sangat cepat untuk diabsorbsi, bersifat long

acting sistemik .Kombinasi sulfonamide dan trimethoprim yang bersifat

bakterisidal. Efektif mengobati coccidiosis, fowl cholera, infectious coryza

dan colibacillosis pada unggas (Kaztung,2001).

Kombinasi sulfadimethoxine dan trimethoprim dengan rasio

kombinasi 5:1 untuk menghasilan efek sinergis yang maksimal broad

spektrum. Aktifitas board spectrum yang tinggi, dan sedikit efek samping,

dan sedikit terjadi resistensi. Puncak kadar di dalam darah 1-4 jam dan

kadar ikatan protein yang tinggi sulfadimethoxine memiliki kelibihan

33

Page 34: elok yang bener PKL.docx

dibandingkan preparat sulfa lain seperti sulfadiazine. Dosis dan

administrasi obat diberikan melalui air minum pada siang hari dan

diberikan air biasa pada malam hari. Diberikan dengan dosis 0,1 mg/BB

diberikan melalui air minum selama 3 sampai 5 hari. Jangan diberikan

pada hewan yang sedang bunting maupun pada unggas yang sedang dalam

masa produksi bertelur (Van Empel et al, 1996).

Jenis sulfonamide yaitu sulfadimethoxine, sulfaqumnline ,sulfamet

hazine dan sulfadimethoxine merupaka preparat yang paling aman dan

pilihan terbaik diantara preparat sulfa yang lainnya. Sulfaqumnline dan

sulmethazine toxisitasnya lebih tinggi dan administrasi obat bersifat

intermittent (Van Empel et al, 1996).

5.5 Tindakan Saat Terserang Penyakit Infeksius coryza

Pada peternakan ini tindakan utama yang dilakukan saat ayam

terserang penyakit infeksius coryza, jika ayam mengalami kematian

bangkai segera dibuang dan dibakar. Pada ayam yang sakit tidak

dilakukan isolasi atau pemindahan ayam pada kandang khusus. Pada

peternakan ini pemberian obat menggunakan antibiotik berspektrum luas

dengan tujuan membunuh kuman akibat infeksi sekunder yang lain.

Dilakukan revaksinasi pada ayam petelur dengan tujuan booster pada

penyakit viral tertentu agar ayam tahan terhadap penyakit,

mempertahankan titer antibody . Pada peternakan ini dilakukan pemberian

vitamin pada saat sebelum dan setelah vaksinasi untuk menghindari ayam

stress saat dilakukan vaksinasi.

Pemberian vitamin juga dilakukan pada peternakan ini sebagai obat

yang bersifat supportif .Pemberian vitamin berfungsi untuk membantu

meningkatkan kondisi tubuh ayam dan mengganti sel tubuh yang rusak

oleh bakteri penyebab korisa (Medion,2011).

Menurut Medion (2011) beberapa tindakan yang perlu dilakukan saat

suatu peternakan terserang coryza yaitu :

1.Isolasi ayam yang sakit

34

Page 35: elok yang bener PKL.docx

2.Buang bangkai ayam segera dan sejauh mungkin dari lingkungan

kandang

3. Revaksinasi (jika belum parah) pada ayam petelur

4. Pemberian obat

Pada peternakan ini penyakit yang ditangani sudah di diagnosa secara

baik oleh tenaga dokter hewan, pada pemberian dosis diberikan pada kadar

dosis 0,5mg/Kg BB dan tidak sesuai dengan peraturan pengobatan yang

terdapat didalam aturan pakai obat. Penggunaan dosis yang berlebih

tersebut karena untuk mencapai MIC (minimal inhibit concentration), agar

kadar obat tersebut bertahan dalam darah dengan kadar yang cukup.

Penggunaan dosis yang berlebihan ini memiliki resiko yaitu terjadinya

resistensi antibiotik yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakuakan

rotasi penggunaan antibiotik (Medion,2011).

35

Page 36: elok yang bener PKL.docx

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Angka morbiditas penyakit coryza pada peternakan ini rendah yaitu

10,16 %, angka mortalitas penyakit coryza pada peternakan ini rendah

yaitu 1,20%.

2. Tingginya angka morbiditas dari penyakit infeksius coryza disebabkan

oleh beberapa faktor antara lain kadar amonia yang sangat tinggi di

dalam peternakan, tidak ada sterilisasi peralatan kandang yang

digunakan untuk aktifitas kandang serta tidak dilakukannya isolasi ayam

sakit pada kandang yang berbeda.

3. Penyakit coryza yang banyak terjadi pada peternakan ini terdapat

beberapa ayam yang terinfeksi sekunder dari penyakit lain, seperti ND

dan ILT.

4. Penggunaan antibiotika spektum luas pada peternakan ini menggunakan

antibiotik broad spectrum yaitu oxytetracyline yang termasuk kedalam

golongan antibiotika tetracyline.

5. Dosis yang diberikan pada peternakan ini tidak sesui dengan perintah

pemberian dosis yang terdapat pada obat, pemberian dosis ditingkatkan

menjadi 0,5mg/Kg BB agar mencapai MIC (minimal inhibit

concentration) didalam darah.

6.2 Saran

1. Pembuatan sistem pencatatan yang lebih rapi mengenai recording yang

terjadi selama pemeliharaan pemeliharaan fase layer di peternakan ayam

UD. Jatinom Indah yang meliputi pencatatan jumlah populasi setiap

kandang, jumlah kematian setiap kandang, jumlah pakan yang diberikan,

penyemprotan kandang untuk sanitasi dan biosekuriti, serta pemberian

vaksin dan pengobatan dengan tujuan untuk menekan angka kejadian

penyakit,rekam medis.

36

Page 37: elok yang bener PKL.docx

2. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai

penentuan diagnosa penyakit secara tepat untuk pencegahan dan

pengobatan yang tepat pada suatu penyakit.

3. Perlu dilakukan uji resistensi antibiotika untuk mengetahui antibiotik

yang tepat untuk digunakan.

4. Pengurangan kadar amonia didalam kandang dapat dilakukan dengan

menggunakan kapur halus atau menggunakan pasir kering dengan

perbandingan 1:1 pada lubang yang dibuat dibawah kandang sepanjang

kandang, maka kotoran ayam yang jatuh akan cepat mengering dan

mengurangi bau di dalam kandang.

37

Page 38: elok yang bener PKL.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alexandria, 2000. Effect Of The Use Antimicrobials In Food Producing Animals On Pathogen Load Systematic Review. Center for veterinary Medicine.Rockville, 39:200-230

Anonymous. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Bambang Krista dan Bagus Harianto,2010 Buku Pintar Beternak dan Berbisnis Ayam Kampung. Jakarta Selatan : PT Agro Media Pustaka

Buys S. Ornithobacterium rhinotracheale an emerging disease in South Africa. Aerosol of the World Veterinary Poultry Association, 1996, 8:10.

Charlton B, Channings-Santagio S, Bickford A, Cardona C, Chin R, Cooper G, Doural R, Jeffret J, Meteyer C,Shivaprassad H and walker R (1993). Preliminary pleomorphic gram negative rod associated with avian respiratory disease. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation. 1993, 5:47-51.

Cahyono, B.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yogyakarta: Pustaka Nusatama. 

Fadilah dan Roni. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Jakarta: Agromedia Pustaka

Fadilah, R.I dan Polana, A. 2008. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Info Medion. 2011. Saat Awal Menjadi Penentu. http//:www.Info.medion.co.id [2 November 2011]

Info Medion. 2009. Penyakit Pernapasan yang Tak Pernah Tuntas. . http//:www.Info.medion.co.id [2 November 2012]

Info Medion. 2007. Cara Jitu Atasi Korisa. http//:www.Info.medion.co.id [2Desember 2012]

Katzung, B. G., 2001, Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, Mc Graw- Hill CompaniesInc. USA.

Lohman. 2011. Layer Manajement Guide. Germany. Lohmann Tierzucht Gmbh

38

Page 39: elok yang bener PKL.docx

North, M. O. 1978. Commercial Chicken Production Manual. Second Edition. Avi Publishing company. Inc. Westport. Connecticut.

MIAO, D, P, Zhang, Y, Gong, T, Yamaguchi, Y, Iritani and P,J, BLACKALL,2000,The development and application of blocking ELISA kit for diagnostic of infectious coryza. Avian Patholol, 29:219-225

Mulyantini, N.G.A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Murtidjo, B.A.2002. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisus. Yogyakarta

Pramudyati, Y.S dan Effendy, J. 2009. Beternak Ayam Ras Pedaging (Broiler). Sumatera Selatan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Primasetra, A. 2010. Peluang Usaha Untuk Ibu Rumah Tangga Modal 1 Juta. Yogyakarta. Pustaka Grhatama.

Priyatno, A.M. 2002. Membuat Kandang Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Quinn  W, et al., 2003. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Bogor: Gramedia Pustaka Utama.

Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Petelur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rusianto, N. 2008. Management Beternak ayam Petelur. Surabaya: Privo Sakurazy Medtecindo

Sudarmono, A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI).

Soedomo, R.2007. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE,Yogyakarta.

Sudaryani, T. dan Santosa, H. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudaryani, T. dan Santoso, H. 2004. Pembibitan Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tabbu  CR. 2000. Penyakit ayam dan Penanggulangannya penyakit bakterial, Mikal dan Viral Yogyakarta : penerbit Kanisius.

39

Page 40: elok yang bener PKL.docx

T.G. Taylor . 1970. How an Eggshell Is Made,Scientific American Journal. 1970. 222:88-95.

Van Empel P, Van den Bosch H, Loeffen P and Strom P. 1996. Identification and serotyping of Ornithobacterium rhinotracheale. Journal of Clinical Microbiology.1996,35:418-421.

Williamson, G dan W. J. A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Troipis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Winkel, P.T. 1997. Biosecurity in Poultry Production: Where are we and where do we go? Prosiding 11th International Congress of the World Poultry Association.

Yahya Y.,1991.Penyakit-penyakit Penting pada Ayam.Medion:Bandung

40

Page 41: elok yang bener PKL.docx

LAMPIRAN

41

Page 42: elok yang bener PKL.docx

Lampiran 1. Kuisioner

1. Bagaimana sistem kandang layer di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

2. Bagaimana pola pemberian minum layer di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

3. Apa saja peralatan yang digunakan pada fase layer di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

4. Bagaimana pola pemberian pakan dan minum pada fase layer di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

5. Bagaimana pengaturan ventilasi pada fase layer di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

6. Bagaimana program pengobatan penyakit infeksius coryza di peternakan ayam UD. Jatinom Indah Farm ?

7. Bagaimana cara pemberian obat pada ayam layer yang terinfeksi penyakit infeksius coryza?

8. Bagaimana cara pencegahan penyakit infekius coryza ?9. Apakah ada program pergantian antibiotika yang sering digunakan ?10. Mengapa memilih Oxytetracylin sebagai obat penyakit infeksius coryza ?

42

Page 43: elok yang bener PKL.docx

Lampiran 2

Tabel angka morbiditas dan mortalitas penyakit Infeksius Coryza di

Kandang A.

Kandang 1

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

30 -

Oxytetracyline

0,5 mg/Kg BB

2 Jumat 30 -

3 Sabtu 30 -

4 Minggu 30 2

5 Kamis

22

MINGGU

20 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 18 2

7 Sabtu 18 -

8 Minggu 18 -

9 Kamis

23

MINGGU

20 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 21 -

11 Sabtu 21 -

12 Minggu 19 2

13 Kamis

24

MINGGU

20 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 19 -

15 Sabtu 19 -

16 Minggu 20 -

17 Kamis

25

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 12 -

19 Sabtu 10 -

20 Minggu 10 -

43

Page 44: elok yang bener PKL.docx

Kandang 2

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

9 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 7 -

3 Sabtu 2 -

4 Minggu 2 -

5 Kamis

22

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 5 1

7 Sabtu 7 -

8 Minggu 3 -

9 Kamis

23

MINGGU

7 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 7 -

11 Sabtu 2 -

12 Minggu 4 2

13 Kamis

24

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 4 -

15 Sabtu 4 -

16 Minggu 5 -

17 Kamis

25

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 2 -

19 Sabtu 3 1

20 Minggu 2 -

44

Page 45: elok yang bener PKL.docx

Kandang 3

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 5 -

3 Sabtu 7 -

4 Minggu 7 -

5 Kamis

22

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 6 -

7 Sabtu 7 -

8 Minggu 7 -

9 Kamis

23

MINGGU

7 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 7 1

11 Sabtu 8 1

12 Minggu 6 2

13 Kamis

24

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 4 -

15 Sabtu 4 -

16 Minggu 5 -

17 Kamis

25

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 2 -

19 Sabtu 3 2

20 Minggu 2 -

45

Page 46: elok yang bener PKL.docx

Kandang 4

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

20 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 20 -

3 Sabtu 23 -

4 Minggu 25 -

5 Kamis

22

MINGGU

18

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 17 -

7 Sabtu 18 -

8 Minggu 19 -

9 Kamis

23

MINGGU

7 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 7 1

11 Sabtu 8 1

12 Minggu 6 2

13 Kamis

24

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 4 -

15 Sabtu 4 -

16 Minggu 5 -

17 Kamis

25

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 2 -

19 Sabtu 3 1

20 Minggu 2 1

46

Page 47: elok yang bener PKL.docx

Kandang 5

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

18 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 19 -

3 Sabtu 19 -

4 Minggu 17 -

5 Kamis

22

MINGGU

15 2

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 15 -

7 Sabtu 15 -

8 Minggu 12 -

9 Kamis

23

MINGGU

13 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 13 1

11 Sabtu 18 1

12 Minggu 30 3

13 Kamis

24

MINGGU

12 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 12 1

15 Sabtu 12 -

16 Minggu 11 -

17 Kamis

25

MINGGU

9 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 8 -

19 Sabtu 8 1

20 Minggu 9 1

47

Page 48: elok yang bener PKL.docx

Kandang 6

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 9 -

3 Sabtu 9 -

4 Minggu 7 -

5 Kamis

22

MINGGU

18 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 10 -

7 Sabtu 10 -

8 Minggu 10 1

9 Kamis

23

MINGGU

13 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 14 -

11 Sabtu 13 1

12 Minggu 5 2

13 Kamis

24

MINGGU

12 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 12 1

15 Sabtu 12 -

16 Minggu 11 -

17 Kamis

25

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 4 -

19 Sabtu 3 2

20 Minggu 2 1

48

Page 49: elok yang bener PKL.docx

Kandang 7

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

18 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 17 1

3 Sabtu 17 1

4 Minggu 13 1

5 Kamis

22

MINGGU

20 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 18 -

7 Sabtu 18 1

8 Minggu 18 -

9 Kamis

23

MINGGU

20 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 21 1

11 Sabtu 21 -

12 Minggu 19 2

13 Kamis

24

MINGGU

20 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 19 -

15 Sabtu 19 -

16 Minggu 20 -

17 Kamis

25

MINGGU

10 2

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 12 -

19 Sabtu 10 -

20 Minggu 10 -

49

Page 50: elok yang bener PKL.docx

Kandang 8

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 10 -

3 Sabtu 10 -

4 Minggu 13 -

5 Kamis

22

MINGGU

18 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 18 1

7 Sabtu 22 2

8 Minggu 18 -

9 Kamis

23

MINGGU

9 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 9 -

11 Sabtu 9 -

12 Minggu 9 -

13 Kamis

24

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 18 -

15 Sabtu 13 1

16 Minggu 13 -

17 Kamis

25

MINGGU

10 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 11 -

19 Sabtu 11 -

20 Minggu 11 -

50

Page 51: elok yang bener PKL.docx

Kandang 9

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

9 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 9 -

3 Sabtu 8 1

4 Minggu 9 -

5 Kamis

22

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 5 -

7 Sabtu 4 -

8 Minggu 5 -

9 Kamis

23

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 5 -

11 Sabtu 5 -

12 Minggu 5 -

13 Kamis

24

MINGGU

4 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 7 -

15 Sabtu 4 1

16 Minggu 4 2

17 Kamis

25

MINGGU

5 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 6 -

19 Sabtu 6 -

20 Minggu 6 -

51

Page 52: elok yang bener PKL.docx

Kandang 10

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 10 -

3 Sabtu 10 2

4 Minggu 4 -

5 Kamis

22

MINGGU

9 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 10 -

7 Sabtu 11 3

8 Minggu 11 -

9 Kamis

23

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 11 -

11 Sabtu 12 -

12 Minggu 13 -

13 Kamis

24

MINGGU

9 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 9 -

15 Sabtu 9 -

16 Minggu 9 -

17 Kamis

25

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 12 -

19 Sabtu 11 -

20 Minggu 11 2

52

Page 53: elok yang bener PKL.docx

Kandang 11

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 5 -

3 Sabtu 7 2

4 Minggu 6 -

5 Kamis

22

MINGGU

10 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 13 -

7 Sabtu 15 3

8 Minggu 12 -

9 Kamis

23

MINGGU

4 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 4 -

11 Sabtu 4 -

12 Minggu 4 -

13 Kamis

24

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 2 -

15 Sabtu 2 -

16 Minggu 2 -

17 Kamis 5 -

53

Page 54: elok yang bener PKL.docx

25

MINGGU

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 3 -

19 Sabtu 4 -

20 Minggu 3 2

Kandang 12

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

3 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 8 -

3 Sabtu 8 -

4 Minggu 8 -

5 Kamis

22

MINGGU

10 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 13 -

7 Sabtu 15 -

8 Minggu 12 1

9 Kamis

23

MINGGU

4 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 3 -

11 Sabtu 4 2

12 Minggu 4 -

13 Kamis

24

MINGGU

5 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 5 -

15 Sabtu 7 -

16 Minggu 7 -

54

Page 55: elok yang bener PKL.docx

17 Kamis

25

MINGGU

3 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 3 1

19 Sabtu 4 -

20 Minggu 3 -

Kandang 13

No Hari Umur Ayam Morbiditas Mortalitas Keterangan

1 Kamis

21

MINGGU

3 1

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

2 Jumat 3 -

3 Sabtu 3 -

4 Minggu 4 -

5 Kamis

22

MINGGU

2 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

6 Jumat 3 -

7 Sabtu 2 -

8 Minggu 3 -

9 Kamis

23

MINGGU

3 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

10 Jumat 3 -

11 Sabtu 5 -

12 Minggu 7 -

13 Kamis 7 2

55

Page 56: elok yang bener PKL.docx

24

MINGGU

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

14 Jumat 9 -

15 Sabtu 9 -

16 Minggu 10 -

17 Kamis

25

MINGGU

3 -

Oxytetracyline

0,5mg/Kg BB

18 Jumat 6 -

19 Sabtu 7 2

20 Minggu 7 -

Lampiran 3. Aktivitas Praktek Kerja Lapang Harian

Pembagian eggtrey

56

Page 57: elok yang bener PKL.docx

Pembersihan kandang menggunakan desinfektan

Pengobatan menggunakan oxytetracycline

Perataan pakan ayam

57

Page 58: elok yang bener PKL.docx

Membersihkan nipple

Vaksinasi SC

Vaksinasi ND,IB,AI

58

Page 59: elok yang bener PKL.docx

Vaksinasi fowl pox

Vaksinasi coryza

Pemindahan ayam dari fase grower ke fase layer

59

Page 60: elok yang bener PKL.docx

Pengemasan telur

Pencampuran pakan

60

Page 61: elok yang bener PKL.docx

61

Page 62: elok yang bener PKL.docx

62

Page 63: elok yang bener PKL.docx

63