isi refrat

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling sering dijumpai. Kira-kira 200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur. 1 Berbagai kelainan dan penyakit diantaranya dikenal sebagai faktor risiko stroke menyertai penderita pada saat serangan, salah satunya ialah hipertensi. Sekitar 50 persen penderita stroke iskemik dan 60 persen stroke perdarahan mempunyai latar belakang hipertensi. 1 Hipertensi menyerang sekitar 43 juta laki-laki dan perempuan penduduk Amerika Serikat, tetapi hanya sekitar 30% penderita hipertensi yang diobati yang tekanan darahnya di bawah 140/90 mmHg (Burt,1995). Di Indonesia, pernah dilakukan penelitian epidemiologi hipertensi dan status terkendali atau tidak terkendali (Darmoyo,1977). Dilaporkan angka prevalensi hipertensi adalah 9,3 %. Penderita 1

Upload: dini-nanami

Post on 09-Feb-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Refrat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling sering dijumpai. Kira-

kira 200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap

tingkat umur.1

Berbagai kelainan dan penyakit diantaranya dikenal sebagai faktor risiko stroke

menyertai penderita pada saat serangan, salah satunya ialah hipertensi. Sekitar 50 persen

penderita stroke iskemik dan 60 persen stroke perdarahan mempunyai latar belakang

hipertensi.1

Hipertensi menyerang sekitar 43 juta laki-laki dan perempuan penduduk Amerika

Serikat, tetapi hanya sekitar 30% penderita hipertensi yang diobati yang tekanan

darahnya di bawah 140/90 mmHg (Burt,1995). Di Indonesia, pernah dilakukan penelitian

epidemiologi hipertensi dan status terkendali atau tidak terkendali (Darmoyo,1977).

Dilaporkan angka prevalensi hipertensi adalah 9,3 %. Penderita hipertensi yang tidak

mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi adalah 43,9%. Penderita hipertensi yang

diobati dan tidak terkendali adalah 34,1%. Penderita hipertensi yang diobati dan

terkendali (tekanan darahnya di bawah 140/90mmHg) adalah 95,5%.2

Lamsudin (1996) telah melaporkan bahwa hipertensi yang tidak terkendali

sebagai faktor resiko yang dominan untuk terjadi stroke. Klungel et al (2000) melaporkan

bahwa hipertensi yang tidak terkendali adalah 78% pada penderita sroke iskemik akut

dan 83% pada penderita stroke hemoragik. Hipertensi yang tidak terkendali sangat erat

kaitannya dengan kejadian stroke akut seperti yang dilaporkan oleh Lamsudin (1996).

1

Page 2: Isi Refrat

Penelitian yang dilakukan oleh Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III) melaporkan hipertensi terjadi pada 60%-71% pada individu-individu umur

60 tahun atau umur lebih 60 tahun (Burt,1995).2

Hipertensi sering ditemukan pada penderita-penderita stroke pada waktu datang

ke rumah sakit. Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke masih kontroversial.

Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke mempunyai risiko kurang baik pada

prognosis stroke.2

Ada bukti bahwa penurunan tekanan darah pada keadaan stroke iskemik

menurunkan tekanan perfusi disekitar ischemic border zone. Sebaliknya dilaporkan

bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan pada waktu serangan stroke akut akan

meningkatkan udem otak (Spence & Delmaestro 1985). Tekanan darah pada stroke

iskemik akut sering turun spontan pada minggu pertama setelah serangan.2

Penanganan hipertensi pada penderita stroke akut harus mempertimbangkan alirah

darah otak dan alirah darah regional. Fungsi serebral harus tetap dipelihara semaksimal

mungkin untuk memulihkan lesi yang terjadi.3

BAB II

2

Page 3: Isi Refrat

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Autoregulasi

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap

aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan tekanan darah secara mendadak

dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi otak

telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila tekanan darah turun, terjadi vasodilatasi,

jika tekanan darah naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah

otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 – 70 mmHg. Bila

MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih

banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme

ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,

menguap, pingsan dan sinkope. Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh

mekanisme miogenic yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak,

walaupun oleh Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam

perubahan metabolisme di otak.4

Pada serebrovaskuler yang normal penurunan tekanan darah yang cepat sampai

batas hipertensi masih dapat ditolerir. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit

serebrovaskuler dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke

kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada tekanan darah yang

lebih tinggi. Stragard pada penelitiannya mendapatkan mendapatkan MAP rata-rata 113

mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg

pada orang normotensi.4

3

Page 4: Isi Refrat

Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara group

normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol

cenderung menggeser autoregulasi kearah normal. Dari penelitian didapatkan bahwa baik

orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari

autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP.4,5

2.2 Pemberian antihipertensi pada Stroke Akut

Stroke adalah komplikasi dari hipertensi, dimana kebanyakan dihubungkan secara

langsung dengan tingkat tekanan darah. Pemberian obat hipertensi sesungguhnya adalah

suatu masalah, karena penurunan tekanan darah diperlukan untuk mencegah terjadinya

kerusakan organ lebih lanjut, namun dilain pihak, pemberian obat antihipertensi juga

beresiko terjadinya penurunan tekanan darah secara cepat, yang sangat berbahaya

terhadap perfusi (aliran darah) ke otak. Oleh karena itu, obat antihipertensi tidak

diberikan untuk menormalkan tekanan darah, tetapi hanya mengurangi tekanan darah

sampai batas tertentu sesuai protocol pengobatan.1

Tekanan darah seringkali meningkat pada periode post stroke dan merupakan

beberapa kompensasi respon fisiologi untuk mengubah perfusi serebral menjadi iskemik

pada lapisan otak. Hasilnya terapi tekanan darah mengurangi atau menghalangi

kerusakan otak akut hingga kondisi klinis stabil.1

Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut

timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3 hingga 7.1

Hipertensi sering ditemukan pada penderita –penderita stroke pada waktu datang

ke rumah sakit. Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke masih controversial.6

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Basuki, dkk, untuk menguji

hipotesis “penderita stroke yang dating ke RS kurang dari 24 jam dari saat onset yang

disertai hipertensi, tekanan darahnya akan turun secara spontan dalam waktu 5 hari”,

diperoleh hasil penelitian bahwa pada stroke infark terjadi penurunan tekanan darah yang

bermakna, sedangkan pada stroke perdarahan tidak terjadi penurunan yang bermakna.7

4

Page 5: Isi Refrat

Walaupun belum ada uji klinik randomisasi pemberian obat antihipertensi pada

penderita stroke akut dengan hipertensi, Borderick mengajukan Guidelines for Medical

Care and Treatment of Blood Pressure in Patient with Acute Stroke dalam National

Symposium on Rapid Identification and Treatment of Acute Stroke pada tahun 1996.

Pedoman pengobatan hipertensi pada stroke akut tersebut terdiri dari:6

1. Pengobatan hipertensi pada stroke iskemik akut

2. Pengobatan hipertensi pada stroke perdarahan

3. Pengobatan hipertensi pada stroke perdarahan subarachnoidalis.

2.2.1 Pemberian antihipertensi pada Stroke Iskemik Akut

Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke mempunyai resiko kurang baik

pada prognosis stroke. Ada bukti bahwa penurunan tekanan darah pada keadaan stroke

iskemik menurunkan tekanan perfusi di sekitar ischemic border zone. Sebaliknya

dilaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan pada waktu serangan stroke akut

akan meningkatkan udem otak. Tekanan darah pada stroke iskemik akut sering turun

spontan pada minggu pertama setelah serangan.6

Broderick, dkk, melaporkan penurunan tekanan darah spontan selama beberapa

menit dan beberapa jam setelah serangan stroke iskemik akut. Mereka melakukan

penilaian tekanan darah beberapa kali pada stroke iskemik akut dalam waktu 90 menit

setelah serangan. Dua puluh empat penderita dari 69 penderita streke iskemik akut

mempunyai tekanan darah sistolik sekurang-kurangnya 160 mmHg. Dua puluh tiga dari

24 penderita tersebut menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic dalam

waktu 90 menit setelah serangan stroke. Penderita tersebut tidak diberi obat antihipertensi

selama pengamatan tekanan darah berlangsung.6

Harper, dkk, melaporkan hasil penelitian prospektif penurunan tekanan darah

pada 292 penderita stroke iskemik akut dalam waktu 24 jam, 1 minggu, dan 4 minggu

setelah serangan stroke. Hasilnya menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan

sampai pada hari ke-7 setelah serangan stroke.6

5

Page 6: Isi Refrat

Lamsudin, dkk, melaporkan hasil penurunan tekanan darah spontan pada minggu

ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3 setelah serangan stroke iskemik akut pada penelitian

uji klinik randomisasi nimodipine dibandingkan dengan placebo. Terlihat penurunan

tekanan darah yang signifikan pada minggu ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3 baik

pada kelompok nimodipine maupun kelompok plsebo. Tidak ada perbedaan yang

signifikan penurunan tekanan darah pada kelompok nimodipine dibandingkan dengan

kelompok placebo.6

Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik dapat dipertimbangkan bila tekanan

darah sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg, penurunan tekanan darah

sebaiknya sekitar 10-15% dengan monitoring tekanan darah tersebut (Adams et al, 2003),

sedangkan pada stroke perdarahan boleh diturunkan apabila tekanan darah sistolik pasien

≥180mmHg dan atau tekanan darah diastolic >130mmHg.3

Jika tekanan diastolik adalah lebih dari 140 mmHg pada penderita stroke iskemik

akut, pada pengukuran 2 kali selang waktu 5 menit, segera diberi sodium nitroprusside

(0,5 mg-1 mg/kkBB/menit) intravena. Jika tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg

atau tekanan diastolic antara 121 mmHg dan 140 mmHg atau mean arterial blood

pressure lebih dari 130 mmHg pada pengukuran 2 kali selang waktu 20 menit, segara

diberi 10 mg labetolol intravena selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau

digandakan setiap 10-20 menit sampai mencapai dosis kumulatif 300 mg dan diberikan

lewat teknik mini-bolus. Setelah jadwal pemberian dosis awal, dosis labetolol dapat

diberikan setiap 6 jam-8 jam sesuai dengan kebutuhan. Labetolol tidak boleh diberikan

pada penderata asma bronkhiale, gagal jantung atau penderita dengan severe cardiac

conduction abnormalities. Enalapril (1,25 mg di atas 5 menit dan diulang setiap 6 jam

atau selama dibutuhkan) dapat dipakai ada penderita stroke dengan hipertensi dan dengan

payah jantung.6

Jika tekanan darah sistolik 185 mmHg-220 mmHg atau diastolic 105 mmHg-120

mmHg pada penderita stroke iskemik akut dengan gagal jantung (left ventricular failure),

6

Page 7: Isi Refrat

aortic dissection atau dengan iskemik miokard akut, pengobatan kegawatan hipertensi

dengan antihipertensi harus dilakukan.6

Jika tekanan darah sistolik dibawah 185 mmHg atau tekanan diastolic dibawah

105 mmHg pada penderita stroke iskemik akut, obat-obat antihipertensi tidak perlu

diberikan.6

Pemberian obat antihipertensi kelompok angiotensin II receptor antagonist,

seperti Candesartan cilexetil dapat diajukan untuk penelitian efikasi dan keamanannya

sebagai obat antihipertensi pada stroke iskemik akut, karena tidak mengganggu

otoregulasi aliran darah otak local atau tidak ada efek pada tekanan intracranial.6

Peneliti lain menyatakan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik adalah

dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetalol), penghambat

ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin

atau sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh

maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan

dengan hati-hati dan dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan

alat monitor kontinyu sebab dapat terjadi penurunan darah yang drastis, oleh sebab itu

sebaiknya dimulai dengan dosis 5mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10mg

tergantung respon sebelumnya. Tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas

atau bila diastolik >140mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid

intravena 50mg/250ml dekstrosa 5% dalam air (200mg/ml) dengan kecepatan 3ml/jam

(10mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang diinginkan.3

Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20μg/menit. Tekanan darah

yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka tekanan darah harus

dinaikkan dengan dopamin atau dobutamin drips serta mengobati penyebab yang

mendasarinya.3

Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat

diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut

dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat

7

Page 8: Isi Refrat

tekanan perfusi otak yang meningkat ‘bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi

marginal (Penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat

menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Oleh sebab itu,

pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut adalah bila terdapat

salah satu hal berikut ;4

Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi non neurologis :

1. Iskemia miokard akut

2. Edema paru kardiogenik

3. Hipertensi maligna (retinopati)

4. Neuropati hipertensif

5. Diseksi aorta

Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15

menit :

1. Sistolik > 220 mmHg

2. Distolik > 120 mmHg

3. Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg

Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah

sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.

Table 2.1 Rekomendasi AHA/ASA untuk Manajemen Tekanan Darah pada Stroke Iskemik Akut.8

1. Pasien memenuhi syarat untuk pengobatan dengan trombolitik intravena

atau intervensi reperfusi akut lainnya dan tekanan sistolik >185 mmHg atau

tekanan diastolic >110 mmHg harus mempunyai tekanan darah yang lebih

rendah sebelum intervensi. Tekanan sistolik >185 mmHg dan diastolic >110

mmHg yang persisten menjadi kontraindikasi terapi trombolitik intravena.

Setelah terapi reperfusi, jaga tekanan sistolik <180 mmHg dan diastolic

<105 mmHg selama 24 jam.

8

Page 9: Isi Refrat

2. Pasien yang mempunyai indikasi medis lain untuk pengobatan agresif dari

tekanan darah harus diterapi.

3. Untuk yang tidak mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah bisa

diturunkan jika sangat meningkat (tekanan sistolik >220 MMhg atau

diastolic >120 mmHg). Sangat layak untuk menurunkan tekanan darah

sekitar 15 % selama 24 jam pertama setelah onset stroke.

2.2.2 Pemberian antihipertensi pada Stroke Perdarahan Akut

Hipertensi pada stroke perdarah harus diturunkan dengan obat-obat antihipertensi

yang dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat, tetapi tidak mengganggu

otoregulasi aliran darah otak local, seperti kelompok angiotensin II receptor antagonist,

atau labetolol intravena.6

Penatalaksanaan hipertensi pada stroke hemoragik berlawanan dengan infark

serebri akut, pendekatan pengendalian tekanan darah yang lebih agresif pada pasien

dengan perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan

perburukan edema perihematom serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang.3

Tekanan darah >180mmHg harus diturunkan sampai 150-180mmHg dengan

labetalol (20mg intravena dalam menit), di ulangi pemberian labetalol 40-80mg intravena

dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan, kemudian infus 2 mg/menit

(120 ml/menit) dan dititrasi atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25mg, 2- 3

kali sehari) atau antagonis kalsium (misalnya nifedipin oral 3 kali 10mg).3

Tekanan darah optimal pada pasien stroke perdarahan intraserebral bersifat

individual dan berhubungan dengan apakah pasien sebelumnya menderita hipertensi

kronik, tekanan intrakranial, umur, etiologi perdarahan, dan jendela terapi. Secara umum

direkomendasikan agar tekanan darah yang meningkat diturunkan secara lebih progresif

9

Page 10: Isi Refrat

dengan terapi antihipertensi yang berefek cepat dibandingkan dengan pada stroke

iskemik.9

Secara teoritis tekanan darah yang lebih rendah menurunkan risiko ruptur arteri

kecil dan arteriola. Suatu penelitian observasional prospektif tentang bertambahnya

volume perdarahan intraserebral memperlihatkan tidak ada hubungan antara tekanan

darah sebelum serangan stroke dengan bertambahnya volume darah setelah serangan,

tetapi berhubungan dengan saat pemberian antihipertensi. Sebaliknya pemberian

antihipertensi yang sangat cepat menurunkan tekanan darah dapat menurunkan perfusi

serebral dan secara teoritis akan memperparah cedera otak, terutama dalam keadaan

tekanan intrakranial tinggi.9

Untuk menengahi kedua teori tersebut, Broderick et al., (1999)

merekomendasikan bahwa tekanan darah harus diturunkan jika mean arterial

bukti klinik yang mendukungnya sangat lemah (level of evidence V, grade C

recommendation). Pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial yang terpantau

dengan monitor tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral (MAP–ICP) harus

dipertahankan sebesar >70 mmHg (LoE V, grade C). Obat-obat antihipertensi yang

direkomendasikan untuk terapi hipertensi pada stroke perdarahan intraserebral dapat

dilihat pada tabel 2.2.9

Nitroprusid secara umum sering digunakan untuk hipertensi maligna, obat

tersebut merupakan vasodilator; teoritis dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga

dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Hal tersebut mungkin tidak menguntungkan,

tetapi belum ada laporan penelitian yang mendukung teori tersebut.9

Tabel 2.2 Manajemen Tekanan Darah pada Stroke Perdarahan Intraserebral.9

Jika pasien hipertensi

Labetalol 5–100 mg/jam secara intermiten dengan bolus dosis 10–

10

Page 11: Isi Refrat

40 mg

atau drip (2–8 mg/menit)

Esmolol 500 μg/kg sebagai awal, dosis maintenan 50–200 μg.

kg-1. min-1

Nitroprusid 0.5–10 μg. kg-1. min-1

Hidralazin 10–20 mg diberikan 4–6 jam

Enalapril 0.625–1.2 mg diberikan tiap 6 jam jika diperlukan.

Algoritma pemberian antihipertensi pada pasien dengan stroke perdarahan

intraserebral yang sudah dimodifikasi :9

1. Jika tekanan darah sistolik >230 mmHg atau diastolik >140 mmHg dalam

dua kali pemeriksaan selama selang waktu 5 menit maka diberi terapi

nitroprusid.

2. Jika tekanan darah sistolik antara 180-230 mmHg dan diastolic antara 105-

140 mmHg, atau MAP >130 mmHg dalam dua kali pemeriksaan selama

selang waktu 20 menit, maka diberi terapi labetalol intravena, esmolol,

enalapril, atau diltiazem intravena, lisinopril, atau verapamil.

3. Jika tekanan darah sistolik <180 mmHg dan diastolik <105 mmHg,

pemberian obat antihipertensi harus ditunda. Pilihan obat antihipertensi

tergantung kondisi pasien, misalnya hindari pemberian labetalol pada

pasien asma bronkial.

4. Jika monitor tekanan intrakranial tersedia, maka tekanan perfusi serebral

harus dipertahankan pada >70 mmHg.

Table 2.3 Rekomendasi AHA/ASA untuk manajemen TD pada Acute Cerebral Hemorrhage.8

11

Page 12: Isi Refrat

1. Jika tekanan sistolik >200 mmHg atau MAP >150 mmHg, dipertinbangkan

penurunan agresif tekanan darah.

2. Jika tekanan sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg dan TIK mungkin

meningkat, dipertimbangkan monitoring TIK dan penurunan TD untuk menjaga

tekanan perfusi serebral antara 60-80 mmHg.

3. Jika tekanan sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg dan tidak ada bukti atau

kecurigaan peningkatan TIK, dipertimbangkan penurunan tekanan darah yang

sedang. (contoh, MAP 110 mmHg atau target TD 160/90 mmHg).

Menurut Aiyagari, untuk terapi hipertensi obat antihipertensi intravena short dan

rapid acting lebih baik. Di United States, labetolol, hydralazin, esmolol, nicardipine,

enalapril, nitroglycerin, dan nitroprusside direkomendasikan. Uralapril intravena juga

digunakan di Eropa. Sodium nitroprusid dan nitroglycerin harus digunakan dengan hati-

hati karena obat tersebut dapat meningkatkan TIK.8

2.2.3 PemberianAntihipertensi pada Stroke Perdarahan Subarachnoidalis

Penurunan tekanan darah pada penderita stroke perdarahan subarachnoidalis

dengan hipertensi masih controversial.6

2.2.4 Kelompok Obat Hipertensi yang Lazim Digunakan

Diuretik

(1) Mekanisme

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah

jantung dan tekanan darah. Selain itu beberapa diuretik juga menurunkan resistensi

perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium

di ruang intertisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya

menghambat influks kalsium.3

12

Page 13: Isi Refrat

(2) Manfaat

Diuretik terutama golongan tiazid adalah obat lini pertama untuk kebanyakan

pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan

darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan (Anonimb, 2006). Berbagai

penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan

risiko kardiovaskular.3

ACE Inhibitor

(1) Mekanisme

ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II

sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi

bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan

dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan

tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan

natrium dan retensi kalium. Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk

hipertensi dengan penyakit ginjal kronik.3

(2) Manfaat

ACE inhibitor dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada

kebanyakan pasien dengan hipertensi. Studi ALLHAT menunjukkan kejadian gagal

jantung dan stroke lebih sedikit dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Pada

studi dengan lansia, ACE inhibitor sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta

dan pada studi yang lain ACE inhibitor menunjukkan lebih efektif. Data dari PROGRESS

menunjukkan berkurangnya risiko stroke yang kedua kali dengan kombinasi ACE

inhibitor dan diuretik tiazid.3

Angiotensin Reseptor Blocker

(1) Mekanisme

13

Page 14: Isi Refrat

Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi otot

polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal,

menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor

angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACE

inhibitor.3

(2) Manfaat

Angiotensin Reseptor Blocker sangat efektif menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan

hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah.

Pemberian Angiotensin Reseptor Blocker menurunkan tekanan darah tanpa

mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi

lipid dan glukosa darah.3

Calcium Channel Blocker

(1) Mekanisme

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot pembuluh darah

dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi

arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering

diikuti oleh refleks takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan

dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak

menimbulkan takikardia karena efek kronotopik negatif langsung pada jantung.3

(2) Manfaat

Calcium Channel Blocker bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat

antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. Calcium Channel Blocker

mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes,

tetapi sebagai obat tambahanatau pengganti. Penelitian NORDIL

menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan

kejadian kardiovaskular.3

14

Page 15: Isi Refrat

Penyekat Reseptor Beta Adrenergic (Beta Blocker)

(1) Mekanisme

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta bloker

dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi denyut

jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, hambatan sekresi

renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II,

dan efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas

baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis

prostasiklin.3

(2) Manfaat

Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi. Ada

perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik diantara penyekat beta yang ada, tetapi

menurunkan tekanan darah hampir sama. Manfaat beta blocker pada stroke dari beberapa

penelitian menunjukkan bahwa efektivitasnya paling rendah disbanding antihipertensi

yang lain.3

BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat,

berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak non traumatic.

Tekanan darah seringkali meningkat pada periode post stroke dan merupakan

beberapa kompensasi respon fisiologi untuk mengubah perfusi serebral menjadi iskemik

15

Page 16: Isi Refrat

pada lapisan otak. Hasilnya terapi tekanan darah mengurangi atau menghalangi

kerusakan otak akut hingga kondisi klinis stabil.

Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut

timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3 hingga 7.

Hipertensi sering ditemukan pada penderita-penderita stroke pada waktu datang

ke rumah sakit. Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke masih kontroversial.

Pengobatan hipertensi pada saat serangan stroke mempunyai risiko kurang baik pada

prognosis stroke.

Penanganan hipertensi pada penderita stroke akut harus mempertimbangkan alirah

darah otak dan alirah darah regional. Fungsi serebral harus tetap dipelihara semaksimal

mungkin untuk memulihkan lesi yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sari, I.M. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Penderita Stroke

Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umu Daerah Dr. M. Ashari Pemalang

Tahun 2008. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Surakarta. 2009

2. Lamsudin, R. Pengendalian Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Stroke Dan

Manajemen Hipertensi pada Penderita Stroke Akut. Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. 2000

3. Wibowo, S. Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika.

Yogyakarta. 2001

16

Page 17: Isi Refrat

4. Omara, W. Stroke Non Hemoraghik. 2010.

http://wadheomara.blogspot.com/2010/04/stroke-non-hemoragik.html

5. Setyopranoto, I. Manajemen Stroke Akut. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UGM.

Yogyakarta. 2011

6. Ghofir, A. Manajemen 60 Menit Pertama Kegawatan Stroke dan Evaluasinya.

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/ Unit Stroke RS

Dr.Sardjto. Yogyakarta . 2011.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/35608321327.pdf

7. Sutantoro, B., dkk. Pengamatan Tekanan Darah pada Stroke Akut. Bagian Ilmu

Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. 2000

8. Aiyagari, V., Phillip B. Gorelick. Management of Blood Pressure for Acute and

Recurrent Stroke. American Heart Association. 2009.

http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint/40/6/2251g

9. Setyopranoto, I. Pendekatan Evidence-Based Medicine pada Manajemen Stroke

Perdarahan Intraserebral. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran UGM.

Yogyakarta. 2008. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_165_Neurologi.pdf

17