isi blok 12

88
Demam Berdarah Dengue Definisi Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.Penyakit ini termasuk self limiting disease . Epidemiologi DBD pertama kali ditemukan di Filipina tahun 1953. Kemudian menyebar ke seluruh negara tropis dan subtropis. Kini sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) punya risiko terserang virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan wabah demam dengue dan DBD .(7) Setiap tahun diperkirakan terdapat 20 juta kasus infeksi dengue. Di Indonesia Kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Kasusnya makin lama makin meningkat dan menyebar ke seluruh pelosok Tanah Air. Dari 27 propinsi di Indonesia tahun 1997, sebanyak 31.789 menderita DBD 705 di antaranya meninggal dunia.Sedangkan pada tahun 1998, Sebanyak 65.968 orang menderita DBD dengan 1275 berakhir dengan kematian. Studi epidemiologi di daerah tropis dan subtropik : - Epidemi terjadi tiap 2-5 tahun - Sebelum tahun 1997 kebanyakan menyerang usia < 15 tahun kini baik dewasa maupun anak kasusnya seimbang .

Upload: maitri-kalyani

Post on 13-Jan-2015

790 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Isi blok 12

Demam Berdarah Dengue

Definisi

Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,

ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.Penyakit ini termasuk self

limiting disease.

Epidemiologi

DBD pertama kali ditemukan di Filipina tahun 1953. Kemudian menyebar ke seluruh negara

tropis dan subtropis. Kini sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) punya risiko terserang

virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan wabah

demam dengue dan DBD.(7) Setiap tahun diperkirakan terdapat 20 juta kasus infeksi dengue.

Di Indonesia Kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Kasusnya

makin lama makin meningkat dan menyebar ke seluruh pelosok Tanah Air. Dari 27 propinsi

di Indonesia tahun 1997, sebanyak 31.789 menderita DBD 705 di antaranya meninggal

dunia.Sedangkan pada tahun 1998, Sebanyak 65.968 orang menderita DBD dengan 1275

berakhir dengan kematian.

Studi epidemiologi di daerah tropis dan subtropik :

- Epidemi terjadi tiap 2-5 tahun

- Sebelum tahun 1997 kebanyakan menyerang usia < 15 tahun kini baik dewasa

maupun anak kasusnya seimbang.

- Meningkat pada musim hujan. Suhu dan turunnya hujan dapat mempengaruhi daya

tahan hidup, laju penularan, pola makan dan reproduksi nyamuk

Namun epidemiologi DBD dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi geografis dan

serotipe virusnya.

Etiologi

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue ;

- Virus RNA untai tunggal, ukuran 50 nm

- Famili Flaviviridae, Genus Flavivirus (

Page 2: Isi blok 12

- Termasuk kelompok B Arthropod Borne virus (Arbo viruses)

- Terdiri dari 4 serotipe ; Den 1, Den 2, Den 3, Den 4

- Infeksi salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan dan kurang terhadap serotipe yang lainnya. Semua serotipe tersebar

di berbagai daerah Indonesia. Serotipe Den 3 paling dominan dan diasumsikan

menimbulkan manifestasi klinik yang berat.

- Vektor utama adalah nyamuk Aedes aegypti, sedangkan vektor sekunder

yang kurang efisien adalah nyamuk Ae. albopictus, Ae. polynesiensis,Ae.

scutellaris complex, Ae. finlaya niveus.Vektor sekunder kurang efisien karena

hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak sehingga relatif jauh

kontak dengan manusia.

Vektor Utama (Ae. aegypti)

Dinamakan Ae. aegypti sebab pertama kali ditemukan di Mesir tahun 1905,kemudian

menyebar di seluruh dunia melalui kapal laut dan udara.

- Hidup optimal pada iklim tropis dan subtropis, biasa pada garis lintang

35U dan 35S

- Habitatnya adalah tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak

langsung berhubungan dengan tanah. Suka istirahat pada benda-benda yang

tergantung dalam rumah.

- Tersebar luas di seluruh pelosok tanah air baik kota maupun desa, tidak

dapat hidup pada ketinggian >1000 m di atas permukaan laut

- Bersifat sangat antropofilik dan hidup dekat dengan manusia.

- Kemampuan jarak terbang 40-100 m dari tempat berkembang biaknya

- Dari telur hingga dewasa perlu waktu 10-12 hari

- Umur nyamuk betina rata-rata 6 minggu

- Hanya nyamuk betina yang mengigit dan menghisap darah.

- Hanya darah manusia yang dipilihnya untuk mematangkan telur

Page 3: Isi blok 12

Cara penularan

Virus Dengue masuk ke tubuh nyamuk Ae. aegypti pada saat menghisap darah manusia yang

sedang terinfeksi virus dengue dalam keadaan viremia (2 hari sebelum panas sampai dengan

5 hari setelah demam). Bila terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya dan

siap menularkan virus ke manusia yang rentan. Nyamuk betina yang terinfeksi dapat

menularkan virus secara Transovarian. Dalam 8-10 hari virus dengue berlipat ganda dalam

epitel usus tengah nyamuk lalu migrasi ke kelenjar ludah nyamuk (probosis) (extrinsic

incubation period) dan siap ditularkan ke manusia bila nyamuk betina tersebut menggigitnya.

Dalam tubuh manusia, masa tunas yang diperlukan virus antara 4-6 hari sebelum

menimbulkan penyakit. (Intrinsic Incubation Period).

Patogenesis

Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama

dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu.

Teori yang banyak dianut pada DBD adalah ; Teori hipotesis infeksi sekunder

(Secondary Heterogenous Infection Theory) dan Teori hipotesis Imunne Enhancement. Kedua

teori tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi

yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog punya risiko berat lebih

besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan

mengenai virus lain yang menginfeksi membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks

tersebut berikatan dengan Fc reseptor membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh, maka bebas bereplikasi

dalam sel makrofag.

Teori lainnyayaitu Antibody Dependent Enhancement (ADE) menyatakan bahwa suatu proses

akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuklear sebagai

tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan-

keadaan seperti hipovolemia dan syok.

Berdasarkan teori secondary Heterolog Infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh tipe

virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi amnestik yang terjadi

Page 4: Isi blok 12

dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi Limfosit yang menghasilkan

titer tinggi Antibodi Ig G anti dengue. Terbentuk kompleks virus- antigen-antibodi.

Kompleks tersebut mengaktifkan sistim komplemen; terutama C3 dan C5. Selanjutnya akibat

aktivasi C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari intravaskular ke ekstravaskular, yang

ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam

rongga serosa ( efusi pleura, asites).

Selain mengaktivasi sistim komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistim koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah. Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi

trombosit terjadi sebagai akibat perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran

trombosit sehingga dikeluarkan ADP (Adenosin Diphosphate) akibatnya trombosit melekat

satu sama lain.

Agregasi trombosit menyebabkan :

- Penghancuran oleh RES (Retikulo Endotelial Sistim) sehingga mengakibatkan

trombositopenia

- Pengeluaran pletelet faktor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang

ditandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan

- Gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlahnya cukup namun tidak

berfungsi baik

- Aktivasi koagulasi menyebabkan diaktifkannya faktor Hageman selanjutnya terjadi

aktivasi sistim kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler sehingga

mempercepat terjadinya syok. Ke empat hal tersebutlah yang menyebabkan

perdarahan masif pada DBD.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis virus dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan tubuh dan virulensi

virus itu sendiri. Mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan tidak spesifik

(Undifferentiated Fever), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom syok

Dengue (SSD).

Page 5: Isi blok 12

DEMAM DENGUE

Pada demam dengue (DD) dapat dijumpai keadaan-keadaan berikut ; (1,3,4,7)

- Demam tinggi tiba-tiba (>39oC), menetap 2-7 hari, kadang bersifat Bifasik

- Muka kemerahan (Flushing Face)

- Nyeri seluruh tubuh ; nyeri kepala, nyeri belakang mata terutama bila digerakkan,

nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi dan nyeri perut

- Mual, muntah-muntah, tidak nafsu makan

- Timbul ruam merah halus sampai petekie

- Laboratorium terdapat leukopeni hingga trombositopenia

Namun demam dengue yang disertai perdarahan harus dibedakan dengan DBD. Pada

penderita demam dengue tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma dan sebaliknya.

DEMAM BERDARAH DENGUE

Perbedaan DD dengan DBD terletak pada patofisiologi penyakit tersebut, di mana pada DBD

terdapat kelainan homeostasis dan perembesan plasma yang dibuktikan dengan adanya

trombositopenia dan peningkatan hematokrit.

Kriteria diagnosis DBD menurut WHO 1997 :

a) Klinis

- Demam tinggi tiba-tiba selama 2-7 hari, tanpa sebab yang jelas

- Terdapat menifestasi perdarahan berupa ; uji turniket +, petekie, ekimosis,

purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan

atau melena

- Pembesaran hati (hepatomegali)

b) Laboratorium

- Trombositopenia (trombosit < 100.000/μl)

- Hemokonsentrasi ; peningkatan hematokrit >20%

Diagnosis ditegakkan dengan dua kriteria klinis + dua kriteria laboratoris. Efusi pleura dan

atau hipoalbuminemia memperkuat diagnosis.

Page 6: Isi blok 12

Menurut WHO 1997, DBD dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :.

I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji turniket +

II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain

III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi

menurun <20 mmHg, hipotensi,sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan

lembab, tampak gelisah

IV Syok berat, nadi tidak dapat diraba tekanan darah tidak dapat diukur

SINDROM SYOK DENGUE (SSD)

Biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun biasanya antara hari ke 3 sampai ke

7).

Gejala yang timbul sesuai dengan keadaan syok :

- Pasien tampak gelisah

- Akral dingin dan pucat, kulit lembab

- Hipotensi, penurunan tekanan nadi (<20 mmHg)

- Nadi cepat dan lemah

- Turgor kulit menurun

- Mata cekung

- Pada bayi ubun-ubun dapat terlihat cekung

Penatalaksanaaan

Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. (3,4,7) pasien dianjurkan:

- Tirah baring selama masa demam

Page 7: Isi blok 12

- Pemberian antipiretik paracetamol untuk menurunkan panas

- Pemberian cairan dan elektrolit per oral seperti jus buah, sirup, dan susu

di samping air putih

- Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen

saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan

Demam Berdarah Dengue

a) Demam dapat di atasi dengan kompres air dingin antipiretik parasetamol 3x

sehari pemberian cairan per oral, periksa kadar Hematokrit berkala

b) Penggantian volume plasma

Indikasi pemberian cairan intravena :

- Pasien terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi

- Hematokrit semakin meningkat

Jenis cairan (rekomendasi WHO 1997)

1) Kristaloid

- Larutan Ringer Laktat (RL)

- Larutan Ringer Asetat

- Larutan Nacl 0,9% (garam faali)

- Dextrosa 5% dalam RL (D5/RL)

- Dextrosa 5% dalam RA (D5/RA)

- Dextrosa 5% dalam ½ larutan Nacl 0.9% (D5/ ½ LGF) (catatan : untuk

resusitasi syok digunakan RL/RA, tidak boleh Larutan yang mengandung

dextrosa)

2) Koloid

- Dextran 40

- Plasma

Page 8: Isi blok 12

- Albumin

Pasien datang, beri cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB /jam. Monitor tanda vital tiap 6 jam.

Selanjutnya evaluasi selama 12-24 jam. Bila selama observasi keadaan umum membaik

tetesan kurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.

Bila observasi selanjutnya makin membaik kurangi tetesan menjadi 3 ml/kgBB/jam sampai

akhirnya setelah 24-48 jam cairan dihentikan. Bila keadaan makin buruk tetesan di naikkan

menjadi 10 ml/kgBB/jam.

Bila dalam 1 jam tidak ada perbaikan naikkan tetesan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila terjadi

distres pernafasan dan Ht naik maka ganti menjadi cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam

maksimal 1500ml/kali. Tapi bila Ht turun berikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB. Bila

keadaan klinis membaik cairan disesuaikan.

Sindrom Syok Dengue

Segera beri infus kristaloid 10-20 ml/kgBB/30 menit berikut O2 2 lt/mnt. Untuk SSD berat

ditambah larutan koloid 10-20 ml/kgBB/kali diberikan bersamaan dengan lajur infus

kristaloid. Observasi tekanan darah tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.

Periksa elektrolit dan gula darah.

Bila dalam 30 menit syok belum teratasi, penanganan sama seperti syok berat.

Bila syok teratasi dengan tanda-tanda yaitu penurunan Hb/Ht, tekanan nadi >20mmHg, nadi

kuat maka tetesan kurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam pertahankan hingga 24 jam atau sampai

klinis stabil dan Ht turun <40%.

Selanjutnya tetesan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam kemudian 5 ml/kgBB/jam kemudian

3ml/kgBB/jam hingga 48 jam setelah syok teratasi, bila keadaan makin membaik hentikan

cairan.

Bila syok belum teratasi sedangkan Ht menurun >40% berikan transfusi darah segar 10

ml/kgBB. Bila perdarahan masif berikan transfusi darah segar 20 ml/kgBB/jam dan lanjutkan

dengan kristaloid 10 ml/kgBB/jam.

Page 9: Isi blok 12

Bila syok masih juga belum teratasi, pasang kateter urin untuk memonitor balans cairan. Dan

berikan obat-obatan vasopresor. Berikan terapi simtomatik sesuai indikasi.

Protokol 1 : Tersangka DBD

Pasien pulang bila : Hb,Ht normal, trombosit >100.000 /μl dalam 24 jam. Dengan catatan

kontrol kembali bila keadaan malin buruk. Bila masih meragukan, observasi dan berikan

infus kristaloid 500 cc per 4 jam, ulang Hb, Ht, trombosit.

Pasien di rawat bila Hb, Ht normal tapi trombosit < 100.000/ μl. Atau Hb, Ht tetap/meningkat

dengan trombosit normal/ menurun. Monitor vital serta jumlah urin tiap 4 jam.

Protokol 2 DBD : tanpa perdarahan masif dan syok

Berikan infus larutan kristaloid 4 jam/ kolf atau volume cairan kristaloid per hari yang

diperlukan, sesuai rumus berikut : 1500+(20x(BB dalam kg -20))

Bila Hb,Ht normal dan trombosit > 100.000 -150.000 maka cukup monitor lagi tiap 24 jam.

Tapi bila Hb, Ht meningkat periksa ulang tiap 12 jam. Setelah 24 jam bila Hb, Ht, dan

trombosit :

- Stabil, pasien boleh pulang

- Normal/ meningkat trombosit >100.000, ulang periksa tiap 12 jam selama 24 jam.

Bila normal dan stabil, boleh pulang.

- Klinis memburuk, menunjukkan tanda syok, terapi di sesuaikan seperti pada syok.

- Bila keadaan memburuk harus segera kembali dirawat

Protokol 3 : DBD dengan perdarahan spontan dan masif tanpa syok

Segera infus larutan kristaloid 4 jam/ kolf. Periksa tanda-tanda vital, darah perifer lengkap,

dan homeostasis tiap 4-6 jam. Bila ada tanda-tanda KID berikan heparin. Transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh rozen plasma (FFP) diberikan bila terdapat

defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan PTT memanjang). Packed Red Cells (PRC)

diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%. transfusi trombosit diberikan pada DBD dengan

perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau tanpa KID.

Pada kasus dengan KID pemeriksaan homeostasis diulang 24 jam kemudian, sedangkan pada

kasus tanpa KID pemeriksaan dikerjakan bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan

gejala-gejala tersebut bila dijumpai di puskesmas perlu dirujuk dengan infus, idealnya dengan

Page 10: Isi blok 12

plasma expander (dekstran) 1-1,5 lt/24 jam. Bila tidak tersedia dapat diberikan kristaloid.Juga

diberikan terapi simtomatik sesuai indikasi.

Protokol 4 : DBD dengan syok dan perdarahan spontan.

Fase awal segera berikan infus larutan kristaloid terutama RL 20 ml/kgBB/jam. Berikan O2

2-4 lt/mnt periksa elektrolit dan ureum, kreatinin. Evaluasi selama 30-120 menit. Syok

dikatakan teratasi bila keadaan umum membaik, keadaan Sistim Saraf Pusat baik, sistol di

atas 100 mmhg dengan tekanan nadi > 20 mmHg. Nadi kurang dari 100X/menit dengan

volume yang cukup. Akral hangat, tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam. Bila syok

telah teratasi infus dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam lanjut evaluasi 60-120 menit berikut.

Bila klinis menjadi stabil kurangi lagi menjadi 4 jam/kolf. Selama ini periksa ulang Hb, Ht,

trombosit, serta elektrolit tiap 4-6 jam. Bila hemodinamik masih belum stabil dengan Ht

>30% anjuran kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 3-4: 1 namun bila Ht

<30% berikan transfusi darah merah. Bila syok dari awal tidak teratasi langsung berikan lar

koloid 10-20 ml/kgBB/jam maksimal 1500 ml/24 jam. Bila Ht<30% segera transfusi darah

merah.

Bila syok masih juga belum teratasi berikan obat-obatan vasopresor seperti dopamin,

dobutamin atau epinefrin. Bila ternyata ada KID berikan heparin dan transfusi komponen

darah sesuai indikasi. Periksa homeostasis 24 jam setelah pemberian heparin. Tanpa KID

periksa homeostasis di ulang bila masih ada perdarahan. Berikan juga obat- obatan sesuai

gejala yang ada. (terapi simtomatik)

Protokol 5 : DBD dengan syok tanpa perdarahan

Pada dasarnya sama prinsipnya seperti protokol 4 hanya saja pemeriksaan klinis dan laboratorium dilakukan seteliti mungkin untuk menentukan kemungkinan perdarahan tersembunyi disertai KID, maka heparin dapat diberikan. Bila tidak didapatkan tanda- tanda perdarahan, walau hasil pemeriksaan homeostasis menunjukkan KID maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan ke arah perdarahan.

KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue

Merupakan komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi juga dapat

terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,

hiponatremia, atau pendarahan dapat menyebabkan ensefalopati. Ensefalopati DBD bersifat

Page 11: Isi blok 12

sementara. Bisa terjadi penurunan kesadaran menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai

kejang atau tidak.

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat syok yang tidak teratasi

dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan

volume intravaskuler.

Oedem Paru

Oedem paru merupakan komplikasi yang penting yang mungkin terjadi akibat pemberian

cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai

panduan yang diberikan, biasanya tidak menyebabkan udem paru, karena perembesan plasma

masih terjadi. Tiap pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstravakuler, apabila

cairan yang diberikan berlebih pasien akan mengalami distress pernapasan, disertai sembab

kelopak mata,dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.

Sepsis

Merupakan akibat penggunaan jalur intravena yang terkontaminasi. Dapat mengakibatkan

syok hingga kematian akibat penanganan yang tidak adekuat.

UPAYA PENCEGAHAN

1. Pemberantasan secara kimiawi

- Pengasapan (Fogging)

- Bubuk Abate

2. Pemberantasan secara hayati dengan menggunakan agen hayati : ikan cupang,

larva ikan nila

3. Pemberantasan secara fisika (Gerakan 3M) :

- Menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan

menaburkan bubuk Abate ke dalamnya

- Menutup rapat tempat-tempat penempungan air

- Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan

Page 12: Isi blok 12

KESIMPULAN

Demam Berdarah Dengue sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan korban

meninggal dunia yang tidak sedikit masih terus saja ada hingga saat ini. Terakhir kembali

mewabah pada awal tahun 2004 yang lalu. Penyakit ini disebabkan virus Dengue yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama. Manifestasi klinis penyakit

dapat bermacam-macam mulai dari demam tidak khas, demam dengue, demam berdarah

dengue, sindrom syok dengue, hingga berakhir kepada kematian. Terapi ditujukan terutama

pada pengantian volume plasma yang hilang. Selain dibarengi dengan terapi simtomatik

sesuai indikasi. Upaya pencegahan penyakit harus semakin ditingkatkan guna mencegah atau

mengurangi kasus, morbiditas serta mortalitas akibat DBD.

Daftar Pustaka

1) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I FKUI edisi III. Jakarta, 1996. Hal : 417-426.

2) Harrison’s Principles of Internal Medicine 14th edition volume 2. International edition.

USA,1998. Page: 1141-1145.

3) Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan. Dirjen

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, edisi 2 tahun 2001.

4) Demam Berdarah Dengue. Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. World

Heatlh Organization. Jakarta : EGC,1999.

6) Pangalila PEA. Demam Berdarah Dengue pada remaja/ dewasa. Presentasi pada

simposium Demam Berdarah Dengue, IPD FK Untar/RS Sumber Waras. Jakarta : 1997.

Page 13: Isi blok 12

Demam Tifoid

Diagnosis Pembeda1

Penyakit-penyakit gastrointestinal, dan penyakit infeksi, contohnya tuberculosis, infective

endocarditis, brucellosis, lymphoma, and Q fever.

Epidemiologi2

Demam tifoid menyerang penduduk di semua Negara. Seperti penyakit menular lainnya,

tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan sanitasi lingkungan

kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat,

dan perilaku masyarakat. Angka insidens di Amerika Serikat tahun 1660 adalah 300-500

kasus per tahun dan terus menurun. Prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/100.000

penduduk setiap tahunnya, sedangkan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar

900/10.000 penduduk per tahun. Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun

golongan terbesar tetap pada usia 20 tahun.

Etiologi6

Disebabkan oleh bakteri bergenus Salmonella, dalam famili enterobacter. Demam tifoid

terutama disebabkan oleh Salmonella enterica subspecies enterica serotype Typhumurium,

yang biasa disingkat Salmonella Typhumurium. Serotipe-serotipe yang dapat menyebabkan

penyakit demam tifoid adalah Salmonella paratyphii A(serogroup A), Paratyphii B

(serogroup B), Cholerasuis (Serogroup C1), dan Typhi ( serogroup D).

Patofisiologi3-5

Bakteri Salmonella pada awalnya masuk ke tubuh host melalui makanan atau minuman.

Sebagian bakteri mati oleh asam lambung, dan bakteri yang masih hidup kemudian dapat

berkembang biak. Bila respon imun humoral di usus (IgA) buruk, bakteri akan menembus

sel-sel epitel, kemudian masuk ke lamina propia. Di lamina propia, bakteri tumbuh lagi, dan

difagosit oleh sel makrofag. Bakteri itu dapat tumbuh di sel makrofag, kemudian akan dibawa

ke plak peyeri ileum distal, dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Lalu melalui

duktus torasikus, bakteri masuk ke pembuluh darah(bakterimia non asimptomatik) dan

menyebar ke seluruh jaringan retikuloendotelial, terutama hati dan limpa. Di organ ini,

bakteri keluar dari jaringan, dan berkembang biak di ruang sinusoid., dan selanjutnya masuk

Page 14: Isi blok 12

pembuluh darah lagi menyebabkan bakterimia kedua. Di dalam hati, bakteri masuk ke

kantung empedu, dan berkembang biak disana, dan bersama cairan empedu diekskresikan

keluar tubuh melaui feses, dan bisa terjadi infeksi ulang ke host yang sama melalui feses.

Karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif, jika terjadi infeksi ulang, makrofag akan

melepas mediator inflamasi, yang menyebabkan berbagai gejala infeksi sistemik. Pada plak

peyeri, makrofag menjadi hiperaktif yang menimbulkan hyperplasia jaringan, dan dapat

menyebabkan perforasi usus, dan nekrosis jaringan. Endotoksin dari nakteri ini dapat

menyebabkan berbagai komplikasi.

Komplikasi3

a) Intestinal

Perdarahan usus, dan dapat juga terjadi perforasi usus

b) Ekstraintestinal

i) Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis

ii) Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis

iii) Paru: pneumonia, emphysema, pleuritis

iv) Hepatobilier: hepatitis, kolesistisis

v) Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis

vi) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis

vii)Neuropsikiatrik/ tifoid toksik.

Terapi1-5,7

c) Non Medika Mentosa

Perawatan terutama dengan istirahat cukup, dan pengawasan diet. Istirahat dilakukan

supaya tidak terjadi komplikasi, dan juga mempercepat masa penyembuhan. Pada

demam tifoid, sebaiknya diberi diet bubur saring, kemudian bila sudah agak membaik

bisa diberi bubur kasar, dan kemudian bila sudah membaik lagi diberi nasi.

Pengaturan diet ini berguna untuk menghidari komplikasi dari salurang cerna.

d) Medika Mentosa

i) Kloramfenikol

Merupakan obat pilihan utama yang dipakai dalam pengobatan demam tifoid, bila

bakteri masih belum resisten. Bekerja dengan menghambat enzim peptidil

transferase dari ribosom 50S bakteri. Memiliki efek samping, yaitu depresi

sumsum tulang belakang, reaksi saluran cerna, dan sindrom gray pada neonatus.

Page 15: Isi blok 12

Obat ini diberi dengan dosis 4x500 mg /hari per oral atau intravena, sampai 7 hari

bebas panas. Penurunan demam rata-rata setelah 7,2 hari atau 5 hari. Obat ini

kurang efektif pada bakteri multi drug resistance. Kontraindikasi terhadapa wanita

hamil, karena dapat menyebabakan partus premature, kematian fetus intrauterine,

dan grey syndrome.

ii) Tiamfenikol

Struktur dan mekanisme mirip dengan kloramfenikol. Obat ini umumnya lebih

tidak aktif daripada kloramfenikol, namun memiliki efek samping yang lebih

ringan dari kloramfenikol. Dosisnya adalah 4x500 mg/ hari, dan demam biasa

turun pada hari ke-5 sampai ke-6. Kontaraindikasi pada wanita hamil.

iii) Kotrimoksazol

Terdiri dari Trimetoprim dan sulfametoksazol, yang mengambat reaksi enzimatik

obligat pada 2 tahap, sehingga lebih efektif. Efek samping biasa tidak ada, bila

diberikan sesuai dengan dosis, namun bisa terjadi anemia, megaloblastis,

leukopenia, atau trombositopenia. Pada pengobatan demam tifoid diberikan 2x2

tablet(1 tablet:400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim) selama 2 minggu.

Bakteri ini juga ada yang resisten terhadapa kotrimoksazol. Kontraindikasi pada

wanita hamil.

iv) Ampisilin dan amoksissilin

Merupakan obat golongan penisilin bersprektrum luas, bekerja dalam

menghambat pembentukan dinding sel mikroba. Efek samping, bisa muncul

berbagai reaksi alergi pada orang-orang tertentu, dan juga memiliki efek toksis

jika diberi dosis berlebih. Kemampuan menurunkan demam kurang disbanding

kloramfenikol. Dosis yang dianjurakan berkisar 50-150mg/kgBB selama 2

minggu. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatana demam tifoid pada wanita

hamil.

v) Sefalosporin generasi ketiga

Mekanisme kerja mirip dengan golongan beta laktam lain, yaitu menghambat

sintesis dinding sel. Sefalosporin generasi ketiga umumnya bekerja kurang aktif

terhadap bakteri gram positif, namun sangat efektif terhadapa Enterobactericae.

Efek samping berupa efek alergi, nefrotoksik, dan diare. Golongan sefalosporin

generasi ketiga yang efektif adalah seftriakson, dengan dosis efektif 3-4 gram

dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam perinfus sekali sehari, dan diberikan 3

hingga 5 hari. Obat ini dapat digunakan dalam pengobatan demam tifoid pada

Page 16: Isi blok 12

wanita hamil. Terdapat bakteri S.typhii yang resisten terhadap obat ini, namun

masih belum luas, karena itu obat ini masih efektif dalam mengobati demam

tifoid. Obat ini efektif dalam menghadapi NARST.

vi) Florokuinon

Bekerja dengan menggangu enzim DNA girase, sehingga menggangu proses

replikasi dan transkripsi bakteri. Efek samping dari obat golongan kuinolon adalah

kelainan saluran cerna, susunan saraf pusat, hepatotoksik, kardiotoksik,

disglikemia, fototoksik, dan lain-lain. Untuk terapi demam tifoid, dapat diberikan

norfloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 14 hari, atau siprofloksasin 2 x 500

mg/hari selama 6 hari, atau ofloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 7 hari, atau

perfloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari, atau fleroksasin dosis 400 mg/hari

selama 7 hari. Demam biasa lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4, dan bisa

lebih lambat pada pemberian norfloksasin. Kontraindikasi kepada wanita hamil.

Golongan obat ini merupakan paling efektif dalam pengobatan demam tifoid,

namun ada bakteri salmonella yang resisten terhadapa florokuinolon,yaitu

Nalidixic Acid Resistant Salmonella Typhii (NARST).

vii)Azitromisin

Bekerja dalam menghambat sintesis protein, yaitu dengan mengikat secara

reversible ribosom 50S dari bakteri. Obat ini dapat mengurangi kegagalan klinis

dan durasi rawat inap. Selain itu obat ini dapat mengungi angka relaps dibanding

seftriakson. Obat ini juga efektif dalam menghadapi NARST, namun harganya

relative mahal.

Kesimpulan

Demam tifoid disebabkan oleh infeksi Salmonella typhii. Gejala khas yang muncul adalah

demam yang naik perlahan-lahan, kenaikan suhu tubuh pada minggu pertama infeksi,

bradikardi relatif pada minggu kedua, dan nyeri tekan abdominal pada kuadran kanan bawah.

Selain itu, S.typhii dapat ditemukan di kultur darah, feses, dan urin. Untuk secara cepat

mengetahui adanya infeksi dapat digunakan berbagai tes serologi, yang paling sering adalah

tes serologi widal. Diagnosis pembeda dari demam tifoid adalah berbagai macam kelainan

gastrointestinal dan infeksi dari bakteri-bakteri. Patofisologi dari demam tifoid adalah bakteri

masuk melalui oral, kemudian berkolonisasi di usus, kemudian di fagosit oleh makrofag, lalu

masuk ke pembuluh darah, dan akhirnya akan berkembang lagi di jaringan

Page 17: Isi blok 12

retikuloendothelial. Setelah itu terjadi bakteriemia kedua yang simptomatik. Komplikasi

berupa komplikasi intestinal dan ekstraintestinal. Pengobatan dengan pemberian berbagai

antibiotik, terutama kloramfenikol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chambers HF. Bacterial & chlamydial infections. In: McPhee SJ, Papadkis MA,

Tierney, Jr. LM, editor. Current medical diagnosis & treatment 2008. 47 th ed.USA:

The McGraw-Hill Companies; 2008.p.1250-4.

2. Demam Tifoid. In: Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan,

& pemberantasannya. Semarang: Penerbit Erlangga; 2008.p.34-6.

3. Widodo D. Demam Tifoid. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K M,

Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.Jakarta: InternaPublishing;

2009.p.2797-2805.

4. Buttler T, Scheld WM. Thypoid fever. In: Arrend WD, Armitage JO, Drazen Jm, Gill

GN, Griggs RC, Powell DW, et al. Cecil textbook of medicine. 22nd ed. USA:

Saunders; 2004.p.1847-50

5. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser

SL, Longo DL, Jameseon JL. Harrison’s principle of internal medicine. 15th ed. USA:

McGraww-Hill; 2001.p.970-3.

6. The salmonella-arizona group. In: Brooks GF, Carrol KC, Butel JS, Morse SA,

Mietzner TA. jawetz, Melnick, & Adelberg;s medical microbiology. 25 th ed. USA:

Mc Graw-Hill;2004.p.221-5.

7. Antimikroba. In: Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi.

Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru; 2007.p.585-731.

Page 18: Isi blok 12

Leptospirosis

Pendahuluan

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang

dikenal dengan nama Leptosira Interrogans . Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh

Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai

oleh ikterus. 1

Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan gejala

infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala seperti

influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s

syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis

hemoragika. 2

Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak spesifik

dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade belakangan

ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan

Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging

infectious diseases. 2

Definisi

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan

yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit ini

dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,

infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day

fever dan lain-lain. 3

Epidemiologi

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua benua

kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada

manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira

mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut,

dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak.

Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada

Page 19: Isi blok 12

manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta

berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin

saat berkemih.

Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada

musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi

kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi

selama musim hujan.

International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidens

leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.

Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan

Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan

lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi

akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang

terinfeksi.

Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu

mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu

L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit).

Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi

banyak serovar menurut komposisi antigennya.

Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa serovar

L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L. Icterohaemorrhagiae,

L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar yang paling sering

menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan

reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3

Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang sering

menyebabkan leptospirosis adalah:

Page 20: Isi blok 12

Tabel 1. Serogrup leptospira26

Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes, bentuknya

berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait di ujungnya

dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 µm dan lebar

0,1 µm ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop

lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4

Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut,

selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan

berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan

hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat

terjangkit. 2

Page 21: Isi blok 12

Gambar 1. Leptospira

Penularan3,5

Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dapat

terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk

ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan; dan

dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak

dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin

binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit

atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang

utuh juga dapat menularkan leptospira.

Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan ,

maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.

Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerja-pekerja

di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan,

parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak dengan

air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja

laboratorium.

Patogenesis2,3,4

Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk kedalam

tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh

yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi

droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan

penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.

Page 22: Isi blok 12

Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang

mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan

dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.

Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat

diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan

penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan vaskulitis

disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah

perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada

kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri

gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan

trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman

leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis

berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,

sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan

perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.

Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari

jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya

sekresi bilirubin.

Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis21

Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki

akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi

Page 23: Isi blok 12

respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan

dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan

pada daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro

organism akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin.

Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi

dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan

dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah

setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya

dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.

Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, faktor

inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,

Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :

ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan

- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai

hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

Page 24: Isi blok 12

- Otot lurik : nekrosis fokal

- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

Patologi1,7,9

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung

jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena

kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan antaraderajat

gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histology

yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata

dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari struktur

organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel

plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan

disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan

pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase

spiremia. Hal ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak

yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira

adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.

Kelainan spesifik pada organ:

Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada

leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat

nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal

ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan

ginjal.

Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan

proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan

leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium

dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.

Page 25: Isi blok 12

Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada

miokardium dan endikarditis.

Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,

vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi

langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.

Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis

yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada

mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.

Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan

dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon

antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh

mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel

mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling

sering disebabkan oleh L. canicola.

Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya

disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua.

Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil

disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype

copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau

disfungsi vascular.

Manifestasi klinik3,4

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata 10

hari.

Gambaran klinik pada leptospirosis :

Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,

conjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.

Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,

artralgia, gagal ginjal, periferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,

asites, miokarditis.

Page 26: Isi blok 12

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) yaitu fase

leptospiremia/septikemia dan fase imun.

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)

Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css,

berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal,

rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri

tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam

tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai

mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke

3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat

dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-

kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini

berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan

kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali

normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun

setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam

kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun (minggu ke-2)

Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi

dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat

ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai

konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30

hari atau lebih.

Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase

pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari,

namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai

beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu

menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami

nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik.

Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.

Page 27: Isi blok 12

Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama yang

menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada

sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan

pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam

beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik

ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa

Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah

selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah

nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),

hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %

kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,

iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama

beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul

beberapa bulan setelah awal penyakit.

Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia subconjunctival,

bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan dan gejala

gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan oliguria

ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 % kasus. Selain

itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan.

Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)

Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur

hilang.

1. Leptospirosis anikterik 1,10

- 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

- Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik

karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3

a. Fase leptospiremia/fase septikemia

- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan

sebagian besar jaringan tubuh.

Page 28: Isi blok 12

- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala

nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.

- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan

nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut.

- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit

kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari

meningitis.

b. Fase imun atau leptospirurik

- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan

mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.

- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan

terjadi pada 0-30 hari atau lebih.

- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul

seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3

- Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik yang

tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

- Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan,

gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.

- Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia

seperti Thailand dan Malaysia.

- Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis, limfadenopati,

splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan

meskipun jarang.

- Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien

leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik 1,10

- Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak

tumpang tindih dengan fase septikemia.

Page 29: Isi blok 12

- Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman

leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan

kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

- Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar

enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali

normal setelah pasien sembuh.

- Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi

perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

- Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi

dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.

- Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai

meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.

- Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang

berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura.

Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian

bawah.

- Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa

organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)

merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada

pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.

- Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal

kardiorespirasi dan syok hemoragik.

- Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien

leptospirosis hádala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi,

ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm3), kelainan

Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto

pencitraan paru.

- Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya

ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult

Respiratory Distress Síndromes (ARDS) dan fatal.

- Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa

miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.

Page 30: Isi blok 12

Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik :

Sindroma, Fase Gambaran klinik Spesimen laboratorium

Leptospirosis anikterik *

Fase leptospiremia (3-7

hari)

Fase imán (3-30 hari)

Demam tinggi, nyeri kepala,

mialgia, nyeri perut, mual,

muntah, conjunctival

suffusion.

Demam ringan, nyeri kepala,

muntah, meningitis aseptik

Darah, cairan

serebrospinal

urin

Leptospirosis ikterik

Fase leptospiremia dan

fase imán (sering menjadi

satu atau tumpang tindih)

Demam, nyeri kepala,

mialgia, ikterik, gagal ginjal,

hipotensi, manifestasi

perdarahan, pneumonitis

hemoragik, leukositosis.

Darah, cairan

serebrospinal (minggu I)

Urin (minggu II)

Tabel 2. perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik

* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)

- Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, mungkin karena tidak

terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang

dewasa.

- Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang

menyerupai penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru.

- Manifestasi klinis pada kasus ringan hádala demam dan gastroenteritis.

Page 31: Isi blok 12

Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis27

Dianosis2,3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah

termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,

perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis

berupa demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot,

mata merah / fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

demam, bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan

laboratorium darah rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran

neutrofilia dan LED yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan

sdimen sel torak. Bila terdapat hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase

meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal.

Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologis.

Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.

dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :

Page 32: Isi blok 12

Suspek

bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.

Probable

bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu

dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif

bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis

sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan

adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih

Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13

Page 33: Isi blok 12

Table 5 : Endemicity and titer13

Dianosis banding2

Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah

dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia,

demam tifoid, demam enterik.

Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat, hepatitis

virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure, demam

berdarah virus lain dengan komplikasi.

Tabel 6. Diagnosis banding leptospirosis22

Page 34: Isi blok 12

Komplikasoi

Gagal Ginjal Akut14,15,16

Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan

sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut

sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria,

hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik

gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal

akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari

60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut

anuri bila produksi urin <100ml/24jam. Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik

disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27

Perdarahan Paru20

Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat dari

endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi pada

awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa:

kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear.

Manifestasi klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga

menyebabkan asfiksia. 13,20

Liver Failure20

Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati

terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis

disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Kerusakan sel hati.

2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga

meningkatkan kadar bilirubin darah.

3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan

kadar bilirubin.

4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.

Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang

dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi

Page 35: Isi blok 12

sel hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi

yang parah. 13,20

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler. 1,13

Shock20

Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran

pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas

koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas

kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi.

Koagulasi intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi

keadaan pada mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan.

Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler

meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya

disfungsi organ. 1,13

Miokarditis

Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi,

miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis

sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif

yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-

beda pada setiap penderita. 13,20

Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan

tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan.

Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi

penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap

normal. 13,20

Enchepalophaty

Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan

cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm3, sel

terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah,

Page 36: Isi blok 12

protein meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda

menngismus tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi

didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap serotip

leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling sering

Conikola, Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.12,20

Penatalasanaan

Pencegahan 2,6,7

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang

meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada

penjamu manusia.

Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh

desinfektans seperti lisol. Maka upaya ”Lisolisasi” upaya "lisolisasi" seluruh permukaan

lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin

sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya

leptospirosis.

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan

menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan

piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak

dengan kencing hewan piaraan.

Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air

kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada

luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau

membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.

Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat diberi

vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi

terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Di AS sejak Desember 2000 lalu,

ada anjuran bagi orang yang berisiko tinggi terjangkit leptospirosis diberikan terapi

profilaksis dengan doksisiklin 200 mg 1 x seminggu.

Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan pengerat

lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang bergiat di ranch.

Page 37: Isi blok 12

Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang

mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah,

dan berolahraga di danau atau sungai. Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga

baik dan diklorinasi.

Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat

mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai

setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine

herd’s disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan

jauh dari sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus

sehingga tidak mencemari lingkungan.

Medikal mentosa2,3,4,17

Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis dewasa

4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.

Tujuan Pemberian Obat Regimen

1. Treatment  

  a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau

    Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau

    Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

     

  b.Leptospirosis sedang/ berat Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau

    Ampicillin 1 g/6jam i.v atau

    Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau

    Eritromycin 4 x 500 mg i.v

     

2. Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

Page 38: Isi blok 12

• Terapi untuk leptospirosis ringan

Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada golongan

ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan penderita

mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga

penatalaksanaan cukup secara konservatif.15

Penatalaksanaan konservatif

Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38°C

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.

Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dianjurkan

sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita. Karbohidrat dalam

jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein diberikan 0,2 – 0,5

gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam amino essensial.

Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.

paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada minggu

pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh atau setelah

terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan

pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit

(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang

memberikan selama 10 hari.

Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan

terhadap fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat16

Antipiretik

Nutrisi dan cairan.

Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya

menurun maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang

dengan kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang.

Diberikan protein essensial dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi

hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na

tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase

Page 39: Isi blok 12

ologurik pemberian cairan harus dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu

banyak atau cairan yang justru membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer

laktat misalnya, justru akan membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian

cairan yang berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan

cairan dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana dapat

dikerjakan monitoring / balance cairan secara cermat.

Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara

parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan

nutrisinya.

Pemberian antibiotik

◦ Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta

unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan

ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol.

fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding

antibiotik konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan

keunggulannya secara in vivo.

Penanganan kegagalan ginjal.

Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis.

Kelainan ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat

diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio <1).

Juga dengan melihat perbandingankreatinin urine dan plasma, ”renal failire index”

dll.

Pengobatan terhadap infeksi sekunder.

Penderita leptospirosis sangat rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi

sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:

bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis

peritoneal), dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada

20-70% kasus (Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis

komplikasi yang terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik

mempunyai angka kematian yang tinggi.

Penanganan khusus

Page 40: Isi blok 12

1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin

(10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)

Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan

cardiac arrest.

2. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x

KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)

3. Hipertensi diberikan antihipertensi

4. Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis dan diuretik

5. Kejang

Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan

uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan

oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.

6. Perdarahan transfusi

Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.

Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan kadang0-

kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis peritoneal. Untuk

menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan pemeriksaan faal koagulasi

secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan

akibat trpmbositopati.

7. Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik,

dialisis.17

Prognosis

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5 %

pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %

Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu :

Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.1

Kesimpulan

Page 41: Isi blok 12

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira.

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Leptospi Gejala

klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.

Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat

mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan

mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang

beresiko tinggi terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1

Daftar pustaka

1. Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.

FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.

2. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal

Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.

3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana

Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen

Kesehatan RI : Jakarta.

4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor :

Jakarta. 2002.

5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan

Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.

6. Lestariningsih. 2002. Gagal Gin jal Akut Pada Lep tos pirosis — Kum pulan Makalah

Sim posium Lep tos pirosis . Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis

guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109

8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya

Dan Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.

9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No. 15

Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.

10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di

RSUPNCM, 2002.

Page 42: Isi blok 12

11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with

severe leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII

PETRI, Malang, Juli 2002.

12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as

dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002

13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern

Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public Health

2002; 33: 155-60

14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in

an urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8

15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis

and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32

16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners &

Rector’s) ed WB Saunders. 2001: 465-83

17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of

Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of

Semarang. Konas PETRI, 2002.

18. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans. Sept, 13, 2006.

http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm

19. Anonymous. Leptospirosis. Sept. 2006. www.hpa.org.uk/infections/topics az

/zoonoses/leptospirosis/gen info.htm

20. http://eprints.undip.ac.id/12852/1/2005PPDS4403.pdf

21. http://www.infokedokteran.com/wp-content/uploads/

2010/04/3943463557_219650aaf5.jpg

22. http://4.bp.blogspot.com/_JNo1RsgGHH4/SGip9wROLqI/

AAAAAAAAAq0/1PSVnW4OGIc/s320/engalgo.gif

23. http://www.kalbe.co.id/files/dod/images/leptospirosis.jpg

24. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira

25. http://www.vetmed.hokudai.ac.jp/organization/microbiol/_src/sc395/elepm.jpg

26. http://caribbean.scielo.org/img/revistas/wimj/v54n1/a09tab3.gif

27. http://www.physicianbyte.com/images/LEPTOSPIROSIS_Image1.jpg

28. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg

29. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f1.jpg

Page 43: Isi blok 12

Demam Kuning

Pendahuluan

Demam kuning (yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus

yellow fever. Kata “kuning” diambil dari keadaan beberapa pasiennya yang menjadi ikterik.

Penyakit ini pertama kali dikenal saat terjadi wabah pada tahun 1648 di daerah yang

dinamakan Dunia Baru.

Virus yellow fever diyakini berasal dari Afrika dan menyebar ke Dunia Baru melalui kapal-

kapal dagang pengangkut budak berlian. Vektor penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti.

Pada abad ke 18 dan abad ke 19 terjadi wabah epidemi di Europa dan meluas mencapai

daerah pantai, pelabuhan, sampai ke Swansea, Wales, dan di Amerika Utara dari New

Orleans sampai ke Boston dan St Louis. Epidemi di Philadelphia yang terjadi pada tahun

1793 dijelaskan secara rici oleh Benjamin Rush yang selamat dari wabah yellow fever

terakhir dilaporkan di New Orleans dan delta sungai Mississippi pada tahun 1905.

Seorang dokter di Havana, Kuba bernama Carloas Findlay pada tahun 1881 meyakini bahwa

penyakit ini disebarkan oleh nyamuk, dan kebenaran keyakinannya itu dibuktikan dokter

tentara Amerika Serikat bernama Walter Reed. Penemuan ini memungkinkan usaha

pencegahan melalui pengontrolan nyamuk, dan dibuktikan saat pembangunan terusan

Panama. Isolasi virus YF baru dapat dilakukan pada tahun 1928.

Epidemiologi

Yellow fever ditemukan di hutan tropis Afrika dan Amerika Selatan, sampai awal abad ini

menyebabkan epidemi yang luas di Karibia dan daerah subtropis Amerika Utara sampai ke

Baltimore dan Philadelphia.

Di Afrika terdapat sebanyak 33 negara dengan jumlah penduduk 508 juta jiwa berada di

daerah endemi yellow fever. Daerah ini terletak antara 15° Lintang Utara (LU) sampai 10°

Lintang Selatan (LS). Di benya Amerika, penyakit ini endemik di 9 negara di Amerika

Selatan dan beberapa di kepulauan Karibia. Negara yang paling berisiko antara lain Bolivia,

Brazil, Columbia, Ekuador, dan Peru.

Setiap tahunnya diperkirakan sekitar 200.000 kasus yellow fever dengan 30.000 diantaranya

meninggal dunia. Kasus impor ditemukan di negara-negara yang sebenarnya bebas yellow

Page 44: Isi blok 12

fever, di Asia belum pernah dilaporkan adanya kasus yellow fever , tetapi tetap berisiko

karena primata yang sesuai dan nyamuk sebagai vektor ditemukan secara luas.

Wabah masih terjadi sampai dengan tahun 2003 terutama di beberapa negara Afrika Barat

seperti Burkina Faso, Ghana, Liberia, Guinea, dan Pantai Gading dan Brazil. Sampai saat ini

beberapa kasus masih terus dilaporkan.

Etiologi

Virus yellow fever termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini suatu virus RNA

untai tunggal, dan positive sense. Virionnya berbentuk sferis dan memiliki pembungkus

(envelope), berukuran antara 35-45 nm, dan genomnya terdiri atas 10.862 nukleotida.

Pembungkus dua lapis lipid (lipid bilayer envelope) ini mengandung protein matriks (M) dan

protein pembungkus (E). Memiliki juga tiga protein struktur C, M, dan E) serta beberapa

protein nonstruktur (NS).

Virus ini dapat diinaktivasi dengan kloroform, ether dan sinar ultraviolet sedangkan pada

suhu 4°C tahan satu bulan dan dalam keadaan beku kering dapat tahan bertahun-tahun.

Terdapat perbedaan genotipe antara isolat yang diperoleh dari Afrika dan Amerika Selatan.

Ada dua genotipe yang bersirkulasi di Afrika dan satu atau dua di Amerika Selatan.

Penularan

Inang alami virus yellow fever di hutan adalah primata seperti monyet dan chimpanse. Di

Afrika vektor utamanya adalah nyamuk Aedes seperti Aedes aegypti, Ae. africanus, Ae. opok,

Ae. Iluteocephalus, Ae. furcifer dan Ae. tTaylori. Sedangkan di Amerika terutama ditularkan

oleh Aedes aegypti dan Haemagogus.

Dikenal ada tiga siklus penularan yaitu tipe demam kuning hutan (jungle yellow fever), tipe

demam kuning urban (urban yellow fever) dan sylvatic yellow fever. Tipe silvatik hanya

ditemukan di padang savanna Afrika.

Di Amerika siklus jungle yellow fever ditularkan antar kera oleh nyamuk genus Haemogogus

dan Sabethes, sedangkan penularan di perkotaan oleh Aedes aegypti.

Siklus kera-nyamuk-kera di hutan Afrika dilakukan oleh nyamuk Ae africanus, sedangkan

sylvatic yellow fever dilakukan oleh beberapa spesies Aedes seperti Ae. simpsoni yang

Page 45: Isi blok 12

menularkan virus yellow fever dari kera ke manusia. Di Afrika siklus urban dipertahankan

oleh Ae. aegypti.

Lamanya siklus intrinsik pada nyamuk adalah 4 hari pada suhu 37°C dan 18 hari pada suhu

18°C. Nyamuk tetap infektif selama kira-kira 2-4 bulan. Telah diperlihatkan kemungkinan

adanya penularan transovarial.

Patofisiologi dan Patologi

Virus memasuki sel secara endositosis melalui reseptor yang sesuai. Sintesis RNA virus

terjadi di sitoplasma sedangkan protein virus di retikulum endoplasma. Virion menjadi

matang di retikulum endoplasma dan dengan proses fusi eksositosis dikeluarkan melewati sel

membran. Pada saat awal proses ini terjadi di sel retikulo endotelialdi limfonodi, sumsum

tulang, limpa dan sel Kupffer, selanjutnya terjadi viremia dan menyebar ke seluruh organ.

Sel hati mengalami degenerasi, ditemukan daerah nekrosis sentral, badan Councilman dan

perlemakan. Kerusakan pada hati ini secara klinis ditandai dengan timbulnya ikterus. Ginjal

membesar dan bengkak. Glomerulus ginjal menunjukkan adanya proliferasi mesangial dan

edema endotel kapiler. Degenerasi dan nekrosis sel miokardium serta gangguan konduksi

dapat ditemui dan antigen virus daoat dideteksi dari sel miokardium.

Respons seluler dan humoral dapat terjadi dan bertanggung jawab untuk mengeliminasi virus

dari tubuh. Viremia menghilang setelah 5 hari.

Organ lain dapat terkena seperti kelenjar adrenal, sel otak dan pada epidemi di Sudan dan

Ethiopia di tahun 1960 banyak ditemukan kasus meningoensefalitis. Pada kasus berat dapat

disertai diatesis hemoragik. Perdarahan berat dapat terjadi di saluran cerna, paru, limpa, hati

dan ginjal. Kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan hati dan atau ginjal. Pada pasien

yang sembuh jaringan yang hilang langsung mengalami regenerasi dan terjadi hipertrofi pada

sel yang bertahan hidup.

Gambaran Klinis

Yellow Fever klasik merupakan penyakit bifasik, ada 3 stadium yaitu: infeksi, remisi dan

intoksikasi. Gambaran klinisnya bisa berupa infeksi subklinis, infeksi mirip influenza atau

pada 15-25% kasus dapat terjadi fulminan dan menyebabkan kematian dalam beberapa hari.

Page 46: Isi blok 12

Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari timbul demam secara mendadak dan menggigil diikuti

dengan sakit kepala, sakit punggung, mialgia, nausea dan muntah. Bisa juga dijumpai muka

dan konjungtiva merah, tanda faget dan bradikardi relatif.

Setelah 3 -4 hari, gejala dan demam menghilang selama beberapa jam sampai satu atau 2 hari

dan hanya berulang pada pasien yang berkembang menjadi intoksikasi fulminan.

Tipe demam adalah bifasik (dromedaris). Fase demam pertama berhubungan dengan fase

akut penyakit dan disertai bradikardi relatif. Selanjutnya demam menurun yang berhubungan

dengan fase remisi serta meningkat lagi dan penyakit memberat pada fase intoksikasi.

Penyakit berkembang menjadi demam berdarah multisistem ditandai dengan badan menjadi

kuning (sesuai nama penyakit ini), disfungsi renal dan manifestasi perdarahan yang dapat

menyebabkan hipotensi bahkan terjadi renjatan yang fatal. Perdarahan mukosa, perdarahan

pada luka bekas jarum suntik, perdarahan gastrointestinal dapat hebat sebagai akibat sintesis

faktor pembekuan oleh sel hati menurun, disfungsi platelet dan koagulasi intravaskular

diseminata (KID).

Enzim transaminase meningkat sebagai petunjuk sel hati dan pada kasus berat daoat menjadi

sindroma hepatorenal.

Oliguri dan azotemia terjadi akibat adanya muntah dan ekstravasasi cairan. Adanya oliguri

dan peningkatan kreatinin mungkin disebabkan oleh nefritis glomerulus primer dan nefritis

intersisialis, selanjutnya bisa diikuti oleh tubular nekrosis akut sebagai akibat dari hipotensi.

Miokarditis yang terjadi dapat diketahui dengan pemeriksaan EKG. Adanya gejala enselofati

terjadi akibat adanya edema serebri yang berhubungan dengan gagal fungsi hati dan ginjal.

Infeksi sekunder karena bakteri seperti bakteriemi dan pneumoni sering terjadi dan

menyebabkan kematian.

Angka kematian sekitar 5-10% sedangkan pada pasien yang mengalami stadium intoksikasi

angka kematian lebih tinggi yaitu mencapai 20%-50%.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada kasus ringan antara lain malaria, infeksi Dengue.

Page 47: Isi blok 12

Kasus berat harus didiagnosis banding dengan leptospirosis, demam tifoid, hepatitis viral

akut dan demam berdarah viral lainnya seperti Ebola, Lassa, Marburg, demam berdarah

Congo-Crimea, DHF, dan demam Rift Valley.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik. Terapi dengan ribavirin pada binatang percobaan

ternyata tidak efektif.

Terapi suportif ditujukan langsung untuk mengoreksi kehilangan cairan dan mempertahankan

stabilitas hemodinamik. Penanganan dan pencegahan hipoglikemi, pemberian antagonis H2

atau inhibitor pompa proton (PPI) bisa dilakukan. Pemberian vitamin K dan Fresh Frozen

Plasma (FFP) disarankan untuk menangani gangguan koagulasi. Bila terjadi gagal ginjal akut

maka dialisis dapat ditempuh.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain gagal hati, gagal ginjal akut, edema paru,

miokarditis, ensefalitis. Perdarahan, KID sampai renjatan dapat pula terjadi, dan tentu

kematian.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan pengontrolan vektor, juga mencegah gigitan nyamuk

seperti tidur memakai kelambu, aplikasi mosquito repellents pada kilit dan pakaian juga

dianjurkan.

Vaksinasi dengan virus yang dilemahkan (live attenuated) 17D sangat efektif. Strain Asibi

dipakai sebagai bahan vaksin ini. Karena diproduksi dengan mempergunakan embrio ayam

maka mereka yang alergi terhadap telur tidak boleh divaksinasi. Beberapa negara

mewajibkan pelancong untuk divaksinasi yellow fever sebelum berkunjung ke daerah

endemis, dan revaksinasi dianjurkan setiap 10 tahun walaupun antibodi dapat bertahan

sampai 40 tahun.1

Daftar pustaka

1.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I FKUI edisi VI. Jakarta, 2009. Hal : 2780-82.

Page 48: Isi blok 12

Demam Chikungunya

Definisi

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti

“posisi tubuh meliuk atau melengkung” (that which contorts or bends up),mengacu pada

postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini,

menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada,

terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki, persendian tangan dan kaki.

Chikungunya ialah sejenis demam dan boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan demam

berdarah, karena ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty maupun albopictus. Bedanya, jika

virus demam berdarah menyerang pembuluh darah, sedangkan virus Chikungunya

menyerang sendi dan tulang. Penyakit demam Chikungunya ini merupakan penyakit

endemik. Wabah penyakit ini pertama kali menyerang di Tanzania, Afrika  pada tahun 1952.

Etiologi

Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. Virus

ini termasuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus atau “group A” antropho borne viruses.

Virus ini telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Sejarah Chikungunya di

Indonesia Penyakit ini berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun

1973.

Vektor penular utamanya adalah Aedes aegypti (the yellow fever mosquito), nyamuk yang

sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih “bersaudara” dengan

demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan, namun virus ini juga dapat diisolasi dari

nyamuk Aedes africanus, Culex fatigans dan Culex tritaeniorrhynchus. Aedes albopictus (the

Asian tiger mosquito) mungkin juga berperanan dalam penyebaran penyakit ini di kawasan

Asia. Dan beberapa jenis spesies nyamuk tertentu di daerah Afrika juga ternyata dapat

menyebarkan penyakit Chikungunya.

Page 49: Isi blok 12

Akan tetapi, nyamuk yang membawa darah bervirus didalam tubuhnya akan kekal terjangkit

sepanjang hayatnya. Tidak ada bukti yang menunjukkan virus Chikungunya dipindahkan oleh

nyamuk betina kepada telurnya sebagaimana virus demam berdarah.

Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung, merupakan

salah satu anggota grup A dari arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae. Dengan

mikroskop elektron, virus ini menunjukkan gambaran virion yang sferis yang kasar atau

berbentuk poligonal dengan diameter 40-45 nm (nanometer) dengan intibidiameter 25-30 nm.

Kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta, selanjutanya

berkembang ke wilayah-wilayah lain. Jumlah kasus chikungunya tahun 2001 sampai bulan

Februari 2003 mencapai 9318 tanpa kematian.

Sejak tahun 2003, terdapat beberapa wabah yang berlaku di kepulauan Pasifik termasuk

Madagaskar, Comoros, Mauritius dan La Reunion, dengan jumlah meningkat terlihat selepas

bencana tsunami pada Desember 2004.

Patofisiologi

Penularan demam Chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk

penular , kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang semua

usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan kerap di suatu

kawasan atau populasi dan senantiasa ada). Selain manusia, primata lainnya diduga dapat

menjadi sumber penularan. Selain itu, pada uji hemaglutinasi inhibisi, mamalia, tikus,

kelelawar, dan burung juga bisa mengandung antibodi terhadap virus Chikungunya.

Seseorang yang telah dijangkiti penyakit ini tidak dapat menularkan penyakitnya itu kepada

orang lain secara langsung. Proses penularan hanya berlaku pada nyamuk pembawa. Masa

inkubasi dari demam Chikungunya berlaku di antara satu hingga tujuh hari, biasanya berlaku

dalam waktu dua hingga empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai sepuluh

hari.

Page 50: Isi blok 12

Gejala

Gejala penyakit ini sangat mirip dengan demam berdarah. Hanya saja kalau Chikungunya

akan membuat semua persendian terasa ngilu.

a.                  Demam

Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai menggigil dan muka kemerahan. Demam

penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mencapai 39-40 derajat C. Secara mendadak

penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah

demam lima hari.

b.                  Sakit persendian

Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum timbul demam dan dapat

bermanifestasi berat, sehingga kadang penderita “merasa lumpuh” sebelum berobat. Sehingga

ada beberapa orang yang menamainya sebagai demem tulang atau flu tulang. Sendi yang

sering sering dikeluhkan: sendi lutut, pergelangan , jari kaki dan tangan serta tulang belakang.

c.                   Nyeri otot

Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah bahu. Kadang terjadi

pembengkakan pada otot sekitar mata kaki.

d.                  Bercak kemerahan (ruam) pada kulit

Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5

demam. Lokasi biasanya di daerah muka, badan, tangan, dan kaki, terutama badan dan

lengan. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.

e.                   Sakit kepala

Sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui, conjungtival injection dan sedikit

fotophobia.

f.                   Kejang dan penurunan kesadaran

Page 51: Isi blok 12

Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh

penyakitnya.

g.                  Gejala lain

Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher

dan kolaps pembuluh darah kapiler. Selain itu, kadang dijumpai mata merah yang diikuti

dengan gejala flu. Sehingga banyak orang awam yang mengira ini adalah penyakit demam

biasa.

Gejala yang timbul pada anak-anak sangat berbeda seperti nyeri sendi tidak terlalu nyata dan

berlangsung singkat. Ruam juga lebih jarang terjadi. Tetapi pada bayi dan anak kecil timbul:

Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat,

renjatan (shock) maupun kematian. Pada virus DBD akan ada produksi racun yang

menyerang pembuluh darah dan menyebabkan kematian. Sedangkan pada virus penyebab

chikungunya akan memproduksi virus yang menyerang tulang

Diagnosis

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan

aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan serologis ini

hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian, tidak

bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.

Demam Chikungunya dikenal sebagai flu tulang (break-bone fever) dengan gejala mirip

dengan demam dengue, tetapi lebih ringan dan jarang menimbulkan demam berdarah.

Artralgia, pembuluh darah konjungtiva tampak nyata, dengan demam mendadak yang hanya

berlangsung 2-4 hari. Pemeriksaan serum penderita untuk uji netralisasi menunjukkan adanya

antibodi terhadap virus Chikungunya.

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti

dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa

Page 52: Isi blok 12

pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang menamainya sebagai

demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga penderita yang

terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus chikungunya.

Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh

manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis.

Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga

dikenal pula istilah demam lima hari.

Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu

muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering

dijumpai anak kejang demam. Gejala lain yang ditimbulkan adalah mual, muntah kadang

disertai diare.

Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta

terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot

sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila

berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak

hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan

maupun syok.

Penyakit ini tidak sampai menyebabkan kematian. Nyeri pada persendian tidak akan

menyebabkan kelumpuhan. Setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa

ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh

seperti semula. Penderita dalam beberapa waktu kemudian bisa menggerakkan tubuhnya

seperti sedia kala. Meskipun dalam beberapa kasus kadang rasa nyeri masih tertinggal selama

berhari-hari sampai berbulan-bulan. Biasanya kondisi demikian terjadi pada penderita yang

sebelumnya mempunyai riwayat sering nyeri tulang dan otot.

Page 53: Isi blok 12

Pada pendertita demam Chikungunya akut tipikal mengalami gejala klinis dalam beberapa

hari hingga 2 minggu. Tetapi seperti infeksi dengue, West Nile fever, o'nyong-nyong fever

dan demam arbovirus lainnya, beberapa penderita mengalami kelelahan berkepanjangan

(prolonged fatigue) dalam beberapa minggu. Dalam beberapa literatur tidak pernah

dilaporkan kejadian kematian, kasus neuroinvasive, dan kasus perdarahan dalam penyakit ini.

Meskipun ditularkan oleh nyamuk yang sama dengan penyakit demam berdarah, tetapi

karakteristik penyakit ini berbeda. Bedanya pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat,

renjatan (shock) maupun kematian.

Setelah terjadi infeksi virus ini tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan

membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian,

dalam jangka panjang penderita relatif kebal terhadap penyakit virus ini.

Pengobatan

Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Pengobatan terhadap penderita

ditujukan terhadap keluhan dan gejala yang timbul. Perjalanan penyakit ini umumnya cukup

baik, karena bersifat “self limited disease”, yaitu akan sembuh sendiri dalam waktu tertentu.

Tetapi apabila kecurigaan penyakit adalah termasuk campak atau demam berdarah dengue,

maka perlu kesiapsiagaan tatalaksana yang berbeda, penderita perlu segera dirujuk apabila

terdapat tanda-tanda bahaya.

Chikungunya tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan istirahat cukup, obat

demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh

sendiri dalam tujuh hari. Masih banyak anggapan di kalangan masyarakat, bahwa

demam Chikungunya atau flu tulang atau demam tulang sebagai penyakit yang berbahaya,

sehingga membuat panik. Tidak jarang pula orang meyakini bahwa penyakit ini dapat

mengakibatkan kelumpuhan. Memang, sewaktu virus berkembang biak di dalam darah,

penderita merasa nyeri pada tulang-tulangnya terutama di seputar persendian sehingga tidak

Page 54: Isi blok 12

berani menggerakkan anggota tubuh. Namun, perlu diperhatikan bahwa hal ini bukan berarti

terjadi kelumpuhan. Melainkan lebih dari sekedar keengganan si penderita melakukan

gerakan karena rasa ngilu pada persendian.

Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan

terutama protein dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak

mungkin untuk menghilangkan gejala demam. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar

(sebaiknya minum jus buah segar). Vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat

untuk untuk menghadapi penyakit ini, karena daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat

cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang.

Belum ditemukan imunisasi yang berguna sebagai tindakan preventif. Namun pada penderita

yang telah terinfeksi timbul imunitas / kekebalan terhadap penyakit ini dalam jangka panjang.

Pengobatan yang diberikan umumnya untuk menghilangkan atau meringankan gejala klinis

yang ada saja (symptomatic therapy), seperti pemberian obat panas, obat mual/muntah,

maupun analgetik untuk menghilangkan nyeri sendi.

Pencegahan

Satu-satunya cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya,

termasuk memusnahkan sarangpembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup dan

penularannya. Cara sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:

- Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut

berkembang biak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

- Menutup tempat penyimpanan air

- Mengubur sampah

- Menaburkan larvasida.

-Memelihara ikan pemakan jentik

- Pengasapan

Page 55: Isi blok 12

- Pemakaian anti nyamuk

-Pemasangan kawat kasa di rumah.

Selain itu, nyamuk juga menyenangi tempat yang gelap, lembab, dan pengap. Pintu dan

jendela rumah dibuka setiap hari mulai dari pagi hingga sore, agar udara segar dan sinar

matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation,

sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara

pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes

aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan

menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah

sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari

dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan

demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit

(insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju

lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah tertentu

yang sedang terjadi peningkatan kasus.

Kesimpulan

Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. Virus

ini termasuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus atau “group A” antropho borne viruses.

Virus ini telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Sejarah Chikungunya di

Indonesia Penyakit ini berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun

1973.

Page 56: Isi blok 12

Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung, merupakan

salah satu anggota grup A dari arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae.

Penularan demam Chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk

penular , kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang semua

usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan kerap di suatu

kawasan atau populasi dan senantiasa ada).

Gejalanya adalah demam, sakit persendian, nyeri otot, bercak kemerahan pada kulit, dan sakit

kepala.

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan

aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA.

Pengobatan terhadap penderita ditujukan terhadap keluhan dan gejala yang timbul.

Perjalanan penyakit ini umumnya cukup baik, karena bersifat “self limited disease”, yaitu

akan sembuh sendiri dalam waktu tertentu.

Chikungunya tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan istirahat cukup, obat

demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh

sendiri dalam tujuh hari.

Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan

terutama protein dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak

mungkin untuk menghilangkan gejala demam. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar

(sebaiknya minum jus buah segar).

Cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya, termasuk

memusnahkan sarangpembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup dan penularannya.

Cara sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:

- Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut

berkembang biak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

Page 57: Isi blok 12

- Menutup tempat penyimpanan air

- Mengubur sampah

- Menaburkan larvasida.

-Memelihara ikan pemakan jentik

- Pengasapan

- Pemakaian anti nyamuk

-Pemasangan kawat kasa di rumah.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation,

sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara

pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes

aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.1

Daftar pustaka

1.Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Chikungunya, pada tanggal 10 Agustus 2013.

2. Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/3011/demam_chikungunya.html, pada tanggal 10 Agustus 2013