isi-laptut 1 blok x
DESCRIPTION
tutorial blok 10TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang memeriksakan diri ke praktek dokter swasta dengan
keluhan kepala bagian belakang sering terasa berat sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengaku
sedang tertekan akibat diberhentikan dari pekerjaannya beberapa bulan yang lalu, dan untuk
mengurangi beban pikirannya pasien minum minuman beralkoholsetiap hari. Pasien juga
memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari. Ayah pasien meninggal akibat stroke pada usia 60
tahun dan ibu pasien memiliki riwayat hipertensi.
Pada pemeriksan fisik didapatkan tinggi badan 155 cm, berat badan 80 kg, tekanan darah
160/100 mmHg, frekuansi denyut nadi 85 kali per menit, frekuensi pernafasan 16 per menit dan
pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Mind Map
Seorang laki-laki 56 tahun, kepala bagian belakang sering terasa berat,
TD 160/100, nadi 85 kali/menit, frekuensi pernafasan 16 kali/menit dan
pemeriksaan fisik lain normalPatofisiologi
Hipertensi
Gejala dan Tanda-tanda
PasienPemeriksaan
(anamnesis, fisik dan penunjang)
Etiologi Faktor Risiko
Diagnosis
Klasifikasi
Terapi/Penatalaksanaa
n Prognos
is
BAB II
PEMBAHASAN DAN ISI
LEARNING OBJECTIVE
1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
2. Epidemiologi Hipertensi
3. Etiologi Hipertensi
4. Faktor Resiko Hipertensi
5. Gejala Klinis Hipertensi
6. Patofisiologi Hipertensi
7. Pemeriksaan untuk Menegakan Diagnosis Hipertensi
8. Penatalaksanaan Hipertensi
9. Komplikasi Hipertensi
10. Prognosis Hipertensi
11. Analisis Skenario
1.2. Pembahasan Learning Objective
1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan
darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah.
The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International
Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta
stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.
Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥100
Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥180 ≥110
2. Epidemiologi Hipertensi
Tahun 2007 Perhimpunan Hipertensi dan Kardiologi Eropa (European Society of
Hypertension,ESH-2007) mengeluarkan pedoman penatalaksanaan hipertensi. Secara umum
pedoman tersebut berisi klasifikasi hipertensi, faktor resiko dan panduan pengobatan hipertensi
berdasarkan bukti klinik yang sahih (evidence-based medicine).
Keadaan ini mempunyai pengaruh bagi para dokter dalam menangani hipertensi. Dengan
pemahaman yang baik terhadap pedoman pengobatan hipertensi diharapkan para dokter dapat
mendapatkan manfaat dan menerapkannya sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Pedoman
tersebut mendefinisikan hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) sama atau lebih dari 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) sama atau lebih dari 90 mmHg. Kerusakan
organ target dan faktor risiko kardiovaskuler harus dipertimbangkan dalam pengobatan
hipertensi. Pedoman menurut ESH-2007 secara lebih rinci menyusun stratifikasi berdasarkan
faktor prognosis yang mempengaruhi antara lain risiko kardiovaskuler, kerusakan organ
subklinik dan adanya penyakit diabetes, penyakit ginjal atau penyakit kardiovaskuler.
Disamping itu tingginya tekanan darah juga merupakan salah satu faktor yang menentukan.
Bergantung dari berbagai faktor tersebut, pengobatan non-farmakologik dapat dilakukan sebelum
pengobatan farmakologik atau diberikan secara bersama sejak awal. ESH-2007
merekomendasikan lima golongan obat anti hipertensi sebagai terapi inisial atau kombinasi
dalam penatalaksanaan hipertensi antara lain : diuretic thiazid, calcium antagonist, ACE-
inhibitor, angiotensin receptor antagonist dan beta blocker, serta menawarkan pilihan monoterapi
atau terapi kombinasi dosis rendah pada hipertensi dengan atau tanpa kerusakan organ subklinik
atau faktor risiko kardiovaskuler lain. Keadaan khusus seperti hipertensi pada usia lanjut,
kehamilan atau hipertensi krisis akan memerlukan penanganan khusus dengan pilihan obat anti
hipertensi tertentu.
3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Diketahui bahwa 90 – 95 % kasus merupakan
hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik memiliki pengaruh terhadap kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, retensi insulin dan
lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok
ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin,
kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain. Hipertensi renal dapat berupa hipertensi
akibat lesi parenkim ginjal seperti pada glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal
polikistik, nefropati diabetik dan lain-lain. Yang termasuk hipertensi endokrin antaralain
akibat kelainan korteks adrenal (hiper aldosteronisme primer, sindrom Cushing), tumor
medulla adrenal (feokromositoma), hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.
Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan
neurologik (tumor otak, ensefalitis), stres akut, polisitemia dan lain-lain. Beberapa obat
seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid dan kokain juga dapat menyebabkan
hipertensi.
4. Faktor Resiko Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas.
Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau
salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar
untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak
menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit
jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada
perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.
Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah
fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum
tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko
hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya
pengaruh hormon.
Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas
dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian
besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan
darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah
pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi
bertambah dengan semakin bertambahnya umur.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.
Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah.
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin
dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik
terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik
maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,
pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi
pada pembuluh darah perifer.
Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi.
Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat
badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada
penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena
hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di
atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi,
Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.
Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan
dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi
hipertensi.
Konsumsi Garam
Konsumsi garam Na yang berlebihan akan berdampak terhadap peningkatan kadar air
di dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya volume berlebih pada
pembuluh darah dan dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi.
Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan
diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium
dan tekanan darah. Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi
magnesium tidak efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena
adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi
magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi
Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan
aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan
mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat
setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara
teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi
maupun normotensi
5. Gejala Klinis Hipertensi
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-
tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh
darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil. Corwin (2000), menyebutkan bahwa
sebahagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun:
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah,
sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
6. Patofisiologi Hipertensi
Secara fisiologis, tekanan darah merupakan hasil perkalian dari cardiac output (curah
jantung) dengan tahanan perifer, dimana cardiac output sendiri juga merupakan hasil perkalian
antara stroke volume dan heart rate. Nilai stroke volume ditentukan oleh 3 hal utama, yaitu:
kontraktilitas jantung, venous return (preload), dan tahanan yang harus dilawan jantung untuk
ejeksi darah ke aorta (afterload). Selain itu, terdapat 4 sistem lain yang juga berpengaruh
langsung terhadap tekanan darah, yaitu: sistem jantung (yang memompa darah), tonus pembuluh
darah (yang berkaitan dengan resistensi vaskular sistemik), sistem ginjal (yang meregulasi
volume intravaskular), dan sistem hormon (yang memodulasi kerja dari 3 sistem lainnya). Hal-
hal tersebut di atas dijelaskan pada skema berikut:
Gambar: Skema Regulasi Tekanan Darah
Berdasarkan pada skema tersebut, peningkatan tekanan darah hanya dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan cardiac output dan/atau tahanan perifer (di mana kedua hal ini dapat saling
mempengaruhi melalui autoregulasi). Empat mekanisme utama yang berperan dalam
peningkatan darah tersebut, yaitu:
a. Mekanisme Neural (Saraf Otonom)
Persarafan otonom ada dua macam, yang pertama ialah sistem saraf simpatis, yang
mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal) melalui
neurotransmitter seperti: katekolamin, epinefrin, maupun dopamin. Sedangkan, saraf
parasimpatis merupakan saraf yang menghambat stimulasi sraf simpatis. Regulasi simpatis
dan parasimpatis berlangsung secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh kesadaran dan
mengikuti irama sirkardian.
Selain sel saraf, terdapat juga beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung,
ginjal, otak, dan dinding pembuluh darah. Reseptor tersebut ialah α1, α2, β1, dan β2.
Selain itu, telah ditemukan juga reseptor β3 di aorta yang jika dihambat dengan beta bloker
β1 selektif yang baru (nebivolol) akan memicu vasodilatasi akibat peningkatan nitrit oksida
(NO) yang terkait regulasi tekanan darah.
Hipertensi primer yang menetap sering dikaitkan dengan peningkatan denyut
jantung dan curah jantung, peningkatan plasma dan norepinefrin urinarius, kelebihan
norepinefrin regional, dan kerja lebih dari saraf simpatik serta reseptor alpha
adrenergik. Telah diketahui secara pasti bahwa aktivasi saraf simpatis yang berlebih
(aktivasi saraf eksitatori saraf pusat yang berlebih, maupun deaktivasi dari saraf inhibitori)
dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi ini dapat disebabkan karenagenetik, stres,
abnormalitas refleks baroreseptor, rokok serta obesitas yang mengakibatkan kenaikan
neurotransmitter pada saraf simpatis (katekolamin, norepinefrin, dsb) yang akan
meningkatkan heart rate, lalu diikuti peningkatan curah jantung, dan akhirnya tekanan
darah.
Dalam jangka panjang, aktivasi saraf simpatis yang berlebih (akibat peningkatan
norepinefrin) ini juga dapat memicu hipertropi dan kerusakan pada otot jantung serta
sklerosis pembuluh darah karena terdapat reseptor adrenergik pada organ-organ tersebut
sehingga akan timbul hipertensi aterosklerosis yang semakin lama akan semakin progresif.
b. Mekanisme Renal/ Volume Intravaskular
Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan darah
dari waktu ke waktu. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan merespons agar
ekskresi garam keluar bersama urin juga akan meningkat, namun apabila upaya ekskresi
NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga
volume intravaskular meningkat. Pada akhirnya curah jantung juga akan meningkat akibat
peningkatan volume intravaskular, dan seiring waktu tahanan perifer total juga akan
meningkat, lalu secara berangsur curah jantung akan kembali normal akibat autoregulasi.
c. Mekanisme Vaskular
Hipertensi adalah penyakit yang akan berlanjut terus sepanjang umur, di mana jika
faktor risiko tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan perubahan hemodinamik
tekanan darah, dan penebalan dinding vaskular yang akan menyebabkan disfungsi endotel
sampai terjadi kerusakan organ target. Jika gangguan pada pembuluh darah ini tidak
ditangani, maka akan terjadi sindroma hipertensi aterosklerotik atau kejadian
kardiovaskular yang lebih serius.
d. Mekanisme Hormonal (Renin Angiotensin Aldosteron)
Bila tekanan darah menurun, maka hal ini akan memicu refleks baroreseptor.
Berikutnya secara fisiologis sistem RAA akan dipicu seperti kaskade, yang mana pada
akhirnya renin akan disekresi, lalu angiotensin I, angiotensin II, dan seterusnya hingga
tekanan darah meningkat kembali. Adapun proses pembentukan renin dimulai dari
pembentukan angiotensinogen yangdibuat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan
diubah menjadi angiotensin I oleh renin yang dihasilkan oleh makula densa apparatus juxta
glomerolus ginjal. Lalu, angiotensin akan diubah menjadi angiotensin II oleh enzim ACE.
Dengan memahami kaskade ini maka titik tangkap obat hipertensi akan lebih mudah
dimengerti.
7. Pemeriksaan untuk Menegakan Diagnosis Hipertensi
Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan akan lebih baik menanyakan riwayat klinik
(Anamnesis) terlebih dahulu. Pentingnya riwayat klinik yang lengkap meliputi:
Riwayat keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner,
stroke, atau penyakit ginjal
Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek samping obat anti
hipertensi sebelumnya.
Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung, penyakit
serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit
nyata yang lain, dan informasi obat yang diminum
Gejala yang mencurigakan adanya hipertensi sekunder
Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alkohol, jumlah rokok, tingkat
aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
Penilaian awal dari pasien hipertensi harus termasuk riwayat lengkap dan pemeriksaan
fisik untuk memastikan sebuah diagnose dari hipertensi, mencari untuk faktor bahaya penyakit
kardiovaskular, untuk mencari penyebab hipertensi sekunder, identifikasi konsekuensi
kardiovaskuler dari hipertensi dan hal lain yang mendukung kesakitan, penilaian tekanan darah
yang berhubungan dengan gaya hidup, dan menentukan intervensi yang potensial.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memiliki gejala yang tidak spesifik terkait dengan
kenaikan tekanan darah. Meskipun kebanyakan memikirkan bahwa timbul sebuah gejala ketika
terjadi kenaikan tekanan arterial, sakit kepala umumnya terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat. Sakit kepala karena hipertensi umunya terjadi pada pagi dan terlokalisasi pada
region oksipitalis.Gejala non spesifik lainnya yang mungkin dapat berhubungan kenaikan
tekanan darah termasuk pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi.Ketika gejala muncul,
pada umumnya menunjukkan hubungan dengan penyakit hipertensi kardiovaskuler atau
manifestasi hipertensi sekunder.
Anamnesis meliputi:
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder:
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat
analgesik dan obat/bahan lain.
Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
Faktor-faktor risiko
Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olahraga
Kepribadian
Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attack, defisit sensoris atau motoris
Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria
Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
Arteri perifer : ekstremitas dingin
Pengobatan antihipertensi sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum yang memperhatikan keadaan
khusus seperti: Cushing, feokromasitoma, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas
dibandingkan bawah yang sering ditemukkan pada koarktasio aorta. Pengukuran tekanan darah
di tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-
Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskutrasi arterikarotis untuk
menilai stenosis atau oklusi. Pada orang yang mengalami hipertensi, terjadi peningkatan
prevalensi terhadap fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mengetahui terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai keadaannya terhadap tanda-tanda hipotiroid
dan hipertiroid. Pemeriksaan pembuluh darah dapat memberikan kunci terhadap penyakit
vaskular yang belum diketahui dan harus termasuk pemeriksaan funduskopi, auskultasi terhadap
murmur pada karotis dan pembuluh femoral, dan palpasi denyut femoral dan pedal.
Retina adalah satu-satunya jaringan dimana arteri dan arteriol bias diperiksa secara
langsung. Dengan meningkatnya berat kasus hipertensi dan arterosklerotik, terjadi perubahan
funduskopik yang progresif, termasuk peningkatan reflex cahaya arteriolar, defek menyilang
arteriovenosus, perdarahan dan eksudasi, dan pada pasien dengan hipertensi maligna,
papilledema.
Pemeriksaan pada jantung dapat menemukan bunyi jantung kedua yang keras karena
penutupan katup aorta dan bunyi jantung empat, yang menyertai kontraksi atrial melawan
ventrikel kiri yang tidak terisi. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi oleh pembesaran,
menetap, dan impuls apikal yang tidak pada tempatnya, sedikit ke samping. Pemerikasaan
jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal
jantung.
Pada murmur abdomen, secara khusus murmur menyamping dan menyebar sepanjang sistol
ke diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovascular. Ginjal pasien dengan penyakit
polisistik ginjal dapat dipalpasi di abdomen.Pemeriksaan fisik harus termasuk evaluasi terhadap
tanda gagal jantung kongestif dan pemeriksaan neurologik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umunya diperlukan untuk membantu mengevaluasi tingkat
hipertensi pasien. Penilaian berulang terhadap fungsi renal, elektrolit serum, gula darah puasa,
dan lemak dapat dilakukan setelah pemberian obat-obatan antihipertensi yang baru, dan tiap
tahun atau secara sering diperiksa jika secara klinis diperlukan. Uji laboratorium yang lebih
ekstensif diperlukan jika pasien mengalami resistensi obat atau ketika evaluasi klinis
menemukan suatu bentuk hipertensi sekunder.
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat berupa EKG, dengan mengamati tanda-tanda
sekunder dari hipertensi, seperti pembesaran jantung, maupun gagal jantung. Pemeriksaan
penunjang terdiri atas:
Tes darah rutin
Glukosa darah (sebaiknya puasa)
Kolesterol total serum
Asam urat serum
Kreatinin serum
Kalium serum
Hemoglobin dan hematokrit
Urinalisis ; protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.
Elektrokardiografi menunjukan HVK pada sitar 20-50% (kurang sensitive) tetapi masih
menjadi metode standar.
Apabila keuangan tidak menjadi kendala, maka diperlukan pula pemeriksaan:
TSH
Leukosit darah
Kolesterol LDL dan HDL serum
Trigliserida serum (puasa)
Kalsium dan fosfor
Foto toraks
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini dan lebih spesifik
(spesifisitas sekiat 95-100%). Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah :
- Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
- Hipertensi dengan kelainan katup
- Hipertensi pada anak atau remaja
- Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat
- Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan fungsi
diastolic atau sistolik)
Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolic (gangguan fungsi
relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal atau tipe restriktif).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Terapi Non Farmakologi
Tatalaksana dari hipertensi selain dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan
antihipertensi, dapat dilakukan perubahan terhadap gaya hidup sehari-hari. Beberapa
perubahan yang dapat dilakukan tercantum dalam tabel di bawah ini:
Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan
tekanan darah, range
Penurunan berat badan
(BB)
Pelihara berat badan normal (BMI 18.5 –
24.9)
5-20 mmHg/10-kg
penurunan BB
Adopsi pola makan
DASH
Diet kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu rendah lemak
8-14 mm Hg
Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari
100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium
klorida)
2-8 mm Hg
Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik seperti
jalan kaki 30 menit/hari, beberapa
hari/minggu
4-9 mm Hg
Minum alkohol sedikit
saja
Limit minum alkohol tidak lebih dari
2/hari (30 ml etanol [mis.720 ml beer,
300ml wine)
untuk laki-laki dan 1/hari untuk
perempuan
2-4 mm Hg
Terapi Farmakologi
Di dalam JNC 8, dijelaskan secara rinci bagaimana penatalaksanaan yang baik bagi orang
yang menderita hipertensi. Dalam JNC 8, pemberian obat dikategorikan berdasarkan usia,
riwayat penyakit ginjal maupun diabetes, serta perbedaan ras. Beberapa rekomendasi terbaru
antara lain :
1. Pada pasien berusia ≥ 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah
sistolik ≥ 150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik <
150mmHg dan diastolik < 90mmHg. (Rekomendasi Kuat-grade A)
2. Pada pasien berusia < 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah
diastolik ≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg. (Untuk usia 30-59 tahun, Rekomendasi
kuat -grade A; Untuk usia 18-29 tahun, Opini Ahli – grade E)
3. Pada pasien berusia < 60 tahun, mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah
sistolik ≥ 140mmHg dengan target terapi < 140mmHg. (Opini Ahli - grade E)
4. Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, mulai pengobatan
farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan
target terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg. (Opini Ahli - grade E)
5. Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes, mulai pengobatan farmakologis pada
tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg dengan target terapi
untuk sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg. (Opini Ahli - grade
E)
6. Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes ,
pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, Calsium Channel
Blocker (CCB), ACE inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) (Rekomendasi
sedang-grade B). Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana panel
merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien.
7. Pada populasi umum kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, pengobatan
antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB. (Untuk penduduk
kulit hitam umum: Rekomendasi Sedang - grade B, untuk pasien kulit hitam dengan
diabetes: Rekomendasi lemah-grade C)
8. Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, pengobatan awal atau
tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan
outcome ginjal. (Rekomendasi sedang - grade B )
9. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, tiingkatkan
dosis obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu kelas dalam Rekomendasi
6. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dua obat, tambahkan dan titrasi
obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada
pasien yang sama. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan
menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan
untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk mencapai target tekanan darah, maka obat
antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan. (Opini Ahli - kelas E)
Gambar: Skema Penatalaksanaan Hipertensi dari JNC 8
Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi:
ACE Inhibitor
Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat konversi angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2. Obat ini memiliki efek samping berupa batuk. Obat-obat golongan ini
efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada bayi dan anak-anak dengan
gagal jantung. Kaptopril biasanya merupakan obat utama. Penggunananya pada anak
harus dimulai oleh dokter spesialis dan dengan monitoring yang intensif
Alfa Blocker
Bekerja menghambat reseptor alfa pascasinaps dan menimbulkan vasodilatasi, namun
jarang menyebabkan takikardi. Pemberian golongan ini harus hati-hati pada dosis
pertama karena dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat. Obat ini digunakan untuk
pengobatan hipertensi yang resisten. Alfa blocker dapat digunakan bersama obat
antihipertensi lainnya
Beta Blocker
Mekanisme kerja beta blocker yaitu dengan mengurangi curah jantung, dengan
mempengaruhi sensitifitas refleks baroreseptor dan memblok adrenoreseptor perifer.
Beberapa beta blocker menekan sekresi renin plasma. Beta blocker dapat digunakan
untuk mengurangi frekuensi denyut nadi pada pasien feokromositoma. Namun pada
kondisi ini beta blocker harus digunakan bersama alfa blocker karena dapat menimbulkan
krisis hipertensi. Penggunaan beta blocker pada anak masih terbatas
Penghambat Saraf Adrenergik
Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari saraf
adrenergik pasca ganglion. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah
pada posisi berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu obat ini
sudah jarang digunakan tapi mungkin masih digunakan bersama terapi lain pada
hipertensi yang resisiten dan jarang digunakan pada anak anak
Diuretik
Diuretik golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan
dengan dosis yang lebih rendah untuk menurunkan tekannan darah. Tiazid bekerja
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja
diuretika golongan ini setelah pemberian peroral anatara 1-2 jam. Sedangkan masa
kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuresis tidak
mengganggu tidur pasien. Obat ini memiliki efek samping: dehidrasi, hiperlipidemi,
gangguan toleransi glukosa
Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium melalui saluran lambat
membran sel yang aktif. Golongan ini mempengaruhi sel miokard jantung dan sel endotel
pembuluh darah sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard. Pembentukan dan
propagasi impuls elektrik dan jantung. Dan tonus vakuler sistemik atau koroner. Obat ini
memiliki efek samping sakit kepala. Contoh obat seperti: nifedipin, diltiazem, verapamil.
ARB (Angiotensin Receptor Blockers / ARBs)
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat kerja reseptor I angiotensin 2. Obat ini
memiliki efek samping berupa batuk namun efeknya lebih kecil daripada ACE Inhibitor.
Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu yang hamil. Contoh obat ini seperti: Losartan,
Valsartan, Irbesartan
Tabel: Rekomendasi Dosis Obat dari JNC 8
9. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
Stroke dapat terjadi karena pendarahan di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang memperdarahinya berkurang.
Arteri otak mengalami arterosklrosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anuerisma
b. Infark miokardium
Dapat terjadi apabila arteri coroner yang mengalami arterosklrosis tidak dapat menyuplai
darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombhus yang
menghambat aliran darah arteri coroner. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang akan menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga
terjadi distrimia, hipoksia jantung dan peningkatan pembentukan pembekuan darah.
c. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang tinggi pada kepiler-kapiler
ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kerusakan pada nefron
d. Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya
kolaps dan terjadi koma serta dapat menyebabkan kematian.
10. Prognosis Hipertensi
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial),
yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark miokardium, kecelakaan
serebrovaskular, atau penyulit lainnya. Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang
disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ
lainya. Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut,
penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor
penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya
seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan yang
mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma,
akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti
koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah
jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan
neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akutSembilan
puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), yang memungkinkan
umur panjang, kecuali apabila infark miokardium, kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit
lainnya. Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder,
yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ lainya.
Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut,
penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor
penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya
seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan yang
mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma,
akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti
koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah
jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan
neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut.
11. Analisis Skenario
Diketahui seorang laki-laki:
1. Umur: 56 Tahun
2. Sedang tertekan (Stress)
3. Gejala: kepala belakang sering terasa berat
4. Kebiasaan: minum minuman beralkohol dan merokok
5. Status keluarga: ayah stroke di usia 60 tahun dan ibu mempunyai riwayat hipertensi
6. Pemeriksaan fisik:
- TB 155cm
- BB 80 kg
- TD 160/100 mmhg
- Frek.Nadi 85x/menit
- Frek.Pernafasan 16x/menit
- Pemeriksaan lain dalam batas normal
7. Pemeriksaan laboratorium
- Gula darah puasa: 160 mg/dL
- Gula darah sewaktu: 220 mg/dL
- HDL 35 mg/dl
- LDL 160 mg/dl
- Trigliserida 20mg/dl
- Kolesterol total 320 mg/dl
- Kreatinin serum 1.0 mg/dl
Dari data di atas dapat di simpulkan bahwa:
1. Usia seorang pria rawan terhadap hipertensi jika usia>50 tahun sedangkan wanita >65
tahun. Mengapa demikian, dikarenakan wanita mempunyai hormon estrogen yang
membantu meningkatkan HDL dan mencegah proses aterosklerosis.
2. Stress psikis dapat meningkatkan saraf simpatis dan peningkatan ini dapat mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah, maupun meningkatnya hormon tiroid yang akan membuat
jantung berdebar-debar.
3. Salah satu gejala dari hipertensi biasanya sakit pada tengkuk
4. Merokok dapat mempunyai kadar oksidan yang merusak endotel pembuluh darah yang
mengakibatkan penurunan elastisitas pembuluh darah dan meingkatkan tekanan perifer.
Selain itu alkohol juga mempengaruhi peningkatan tekanan darah
5. Faktor genetika: akibat riwayat hipertensi di dapat pada kedua orangtua. 60% ibu
hipertensi akan menurun ke anaknya.
6. Dari data BMI didapatkan pasien mengalami obesitas yang juga mempengaruhi tekanan
darah.
7. Pemeriksaan laboratorium:
Dari hasil pemeriksaan lab, didapatkan rata-rata dari semua hasil di atas batas normal.
Peningkatan gula darah dan lipid profile dari pasien mempengaruhi tekanan darah.
Sedangkan jumlah keratinin yang tidak normal menunjukan terjadinya penurunan fungsi
ginjal yang secara tidak langsung mempengaruhi tekanan darah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas
normal yaitu tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Tekanan darah
adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi
volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan
peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah
akan menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan etiologi hipertensi dibedakan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebab pastinya
sedangkan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Yang
termasuk dalam hipertensi sekunder antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi
renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas.
Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain dibedakan
menjdai faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Yang termsuk dalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu keturunan, jenis kelamin
dan umur. Sedangkan yang termasuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok,
obesitas, stress, konsumsi garam, asupan natrium dan aktivitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony S. Fauci dan friends, 2008, Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth
Edition, United States of America: The McGraw-Hill Companies
Bandiara, R., 2008. An Update Management Concept in Hypertension. , 2007. Available at:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/an_update_management_concept_in
_hypertension.pdf. [Accessed 20 februari 2015]
Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. 2002. Buku Keperawatan Medical Bedah Brunner and Suddarth,
edisi 8. Jakarta : EGC.
Bonow, R. O, et al, 2012. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine
9thEdition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Corwin, E.J. 2003. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
James, P. A., et al, 2014. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure
in Adults: Report From The Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committe (JNC 8). JAMA 2014.
Joewono, B. S., 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press: Surabaya.
Lilly, L. S., et al, 2011. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. Philadelphia: Wolters
Kluwer
Seto, sagung. 2008. Informatorium obat nasional indonesia 2008. Badan POM RI :KOPERPOM
Sudoyo, A. W. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, ed.V, jilid 2. Jakarta : InternaPublishing.