laptut sk 1
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK GERIATRI SKENARIO I
KELOMPOK A8 :
Achmad Nurul Hidayat G0011003
Aprilisasi P.S. G0011031
Dea Saufika Najmi G0011063
Fitria Dewi Larassuci G0011097
Ines Aprilia Safitri G0011115
Risky Pratiwi P G0011177
Azamat Agus Sampurna G0011047
Gefaritza Rabbani G0011099
Jati Febriyanto Adi L.P. G0011121
Riko Saputra G0011173
TUTOR :
dr. Dian Nugroho
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi dan
diabetes mellitus. Namun perlu diingat bahwa proses menua merupakan
kombinasi dari bermacam- macam faktor yang saling berkaitan.
SKENARIO 1
Trilogi Eyang Yoso I : Jatuhnya Sang Pejuang
Eyang Yoso, seorang pensiunan ABRI, yang masih bugar di usianya yang
60 tahun, tiba- tiba jatuh pada saat jalan- jalan di pagi hari bersama istrinya.
Esok harinya nyeri lututnya kambuh kembali, bahkan sulit digerakkan dan
minta dibawa ke dokter. Pemeriksaan dokter tekanan darah 190/100 mmHg.
Hasil pemeriksaan laboratorium UGD didapatkan GDS 200 mg/dl, Hb 10.5 gr%,
tidak ditemukan proteinuria. EKG dalam batas normal.
Penderita mengeluhkan mata kabur, pendengaran berkurang, dan sering
lupa. Jika berjalan merasa tidak stabil dan nggliyeng (serasa ingin jatuh).
Sebelumnya beliau minum bisoprolol dan HCT secara rutin, kadang
-kadang mengkonsumsi juga antalgin atau meloxicam yang dibeli di toko obat
untuk meredam nyeri sendi.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
A. Geriatri : gerontologi medik yang meliputi preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif. Pasien geriatric berumur lebih atau
sama dengan 60 tahun dengan dua penyakit atau lebih
B. Proteinuria : suatu kondisi terdapatnya protein dalam urin
C. Bisoprolol : salah satu obat antihipertensi golongan β-blocker
D. HCT : salah satu obat antihipertensi golongan tiazid yang
termasuk juga dalam golongan obat diuretik
E. Antalgin : obat analgesik-antipiretik kuat dari derivat pirazolon
F. Meloxicam : tergolong dalam generasi terbaru obat-obatan Non Steroid
Anti-Inflamatory Drug (NSAID) efektif bisa mengobati
nyeri dan inflamasi atau rematik (osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis).
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
1. Tiba- tiba jatuh pada saat jalan- jalan di pagi hari
2. Nyeri lutut kambuh kembali, bahkan sulit digerakkan
3. Tekanan darah 190/100 mmHg, GDS 200 mg/dl, Hb 10.5 gr%, tidak
ditemukan proteinuria, EKG dalam batas normal
4. Mata kabur, pendengaran berkurang, dan sering lupa. Jika berjalan merasa
tidak stabil dan nggliyeng (serasa ingin jatuh).
5. Sebelumnya minum bisoprolol dan HCT secara rutin, kadang- kadang
mengkonsumsi antalgin atau meloxicam yang dibeli di toko obat untuk
meredakan nyeri sendi.
3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan mengenai
permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. a) Apa itu geriatri ?
b) Mengapa tiba- tiba jatuh? apa penyebabnya?
c) Apa bahaya dan komplikasi yang timbul akibat jatuh?
d) Bagaimana fisiologi proses menua?
e) Apakah hubungan usia dan pekerjaan dengan keluhan pasien?
2. a) Apa saja penyakit pada geriatri yang dapat mengakibatkan nyeri lutut dan
lutut sulit digerakkan?
b) Bagaimana patofisiologi sendi sulit digerakkan?
c) Apakah jatuh merupakan penyebab kambuhnya nyeri lutut dan lutut sulit
digerakkan?
d) Apa saja faktor risiko nyeri lutut?
3. a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
b) Bagaimana patofisiologi meningkatnya tekanan darah dan glukosa darah
sewaktu pada pasien geriatri?
c) Apakah ada hubungan antara hasil pemeriksaan dengan gejala pasien?
4. Apakah mata kabur, pendengaran berkurang dan sering lupa merupakan
proses fisiologis ataukkah patologis pada pasien?
5. a) Apakah indikasi penggunaan bisoprolol dan HCT? Apa efek samping
yang ditimbulkan pada pemakaian rutin?
b) Apakah indikasi penggunaan antalgin dan meloxicam?
c) Apakah antalgin dan meloxicam aman dikonsumsi secara bebas tanpa
resep dokter?
6. a) Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
b) Apa saja upaya preventif untuk mencegah jatuh tiba- tiba pada pasien
geriatri?
c) Bagaimana meningkatkan kualitas hidup lansia?
4. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada Langkah III.
5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.
1. a) Apa bahaya dan komplikasi yang timbul akibat jatuh?
b) Bagaimana fisiologi proses menua?
c) Apakah hubungan usia dan pekerjaan dengan keluhan pasien?
2. a) Bagaimana patofisiologi sendi sulit digerakkan?
b) Apakah jatuh merupakan penyebab kambuhnya nyeri lutut dan lutut sulit
digerakkan?
c) Apa saja faktor risiko nyeri lutut?
3. a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
b) Bagaimana patofisiologi meningkatnya tekanan darah dan glukosa darah
sewaktu pada pasien geriatri?
c) Apakah ada hubungan antara hasil pemeriksaan dengan gejala pasien?
4. a) Apakah indikasi penggunaan bisoprolol dan HCT? Apa efek samping
yang ditimbulkan pada pemakaian rutin?
b) Apakah indikasi penggunaan antalgin dan meloxicam?
c) Apakah antalgin dan meloxicam aman dikonsumsi secara bebas tanpa
resep dokter?
5. a) Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
b) Apa saja upaya preventif untuk mencegah jatuh tiba- tiba pada pasien
geriatri?
c) Bagaimana meningkatkan kualitas hidup lansia?
6. Langkah VI :
- Mengumpulkan informasi baru.
- Mahasiswa mencari informasi di rumah.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh.
Hasil dari Langkah VII akan dijelaskan di Pembahasan.
B. Pembahasan
1. a) Apa itu geriatri?
Gerontologi : ilmu yang mempelajari tentang penuaan
Geriatri : gerontologi medik
Preventif
Promotif
Kuratif
Rehabilitatif
Pasien geriatri :
lebih atau sama dengan 60 tahun dengan dua penyakit atau lebih
b) Mengapa tiba- tiba jatuh? Apa penyebabnya?
a. Faktor risiko jatuh
Sistem sensorik yang berperan adalah visus, oendengaran, fungsi
vestibuler, dan propioseptif.Semua gangguan akan menimbulkan
kerentanan jatuh pada lansia.
SSP Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, hidrosefalus.
KognitifDementia diasosiasikan dengan faktor resiko jatuh
MuskuloskeletalGangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya
berjalan, disebabkan oleh :
1) Kekuatan jaringan penghubung
2) Berkurangnya massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus
5) Kerusakan propioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
a) Penurunan ROM sendi
b) Penurunan kekuatan otot
c) Perpanjangan waktu reaksi
d) Kerusakan persepsi dalam
e) Peningkatan postural sway
Secara singkat, faktor risiko dibagi jadi 2, yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik :
1. Faktro intrinsik : kondisi fisik dan neuropsikiatrik,
penurunan visus dan pendengaaran, perubahan beuromuskuler,
gaya berjalan, ddan reflek postural
2. Faktor ekstrinsik : Obat-obat yang diminum, alat bantu
berjalan, lingkungan yang tidak mendukung
b. Penyebab jatuh
Kecelakaan, misal kepleset, tersandung
Nyeri kepala/ vertigo
Hipotensi orthostatic
Obat-obatan, seperti diuretik, antihipertensi, sedativa, psikotik, obat
hipoglikemik, alkohol
Proses penyakit, seperti penyakit kardivaskuler, neurologi.
Idiopatik
Sinkope
Faktor lingkungan uamg sering dihubungkan dengan kecelakaan pada
lansia:
- Alat perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak dibawah
- Tempat tidur atau WC yang rendah
- Tempat berpegangan yang tidak kuat/susah dipegang
c) Apa bahaya dan komplikasi yang timbul akibat jatuh?
Akibat yang ditimbulkan oleh jatuh tidak jarang tidak ringan, seperti
cedera kepala, cedera jaringan lunak, sampai dengan patah tulang. Jatuh juga
seringkali merupakan petanda kerapuhan (fraility), dan merupakan faktor
prediktor kematian atau penyebab tidak langsung kematian melalui patah
tulang.
Kematian dan kesakitan akibat patah tulang umumnya disebabkan
karena komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya.
Beberapa diantaranya adalah timbulnya ulkus dekubitus akibat tirah baring
berkepanjangan; perdarahan, trombosis vena dalam dan emboli paru; infeks
pneumonia atau infeksi saluran kemih akibat tirah baring lama; gangguan
nutrisi, dan sebagainya.
d) Bagaimana fisiologi proses menua?
1) Teori “Genetic Clock”
Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu jam
genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jma ini akan
menghitung mitosis dan mengehntikan replikasi sel bila tidak dipuat, jadi
bila jam itu menghentikan replikasi sel maka kita akan meninggal dunia,
meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal.
2) Mutasi somatik (teori error Catastrophe)
Faktor-faktor penyebab terjadinya menua adalah faktor lingkungan
yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksis, dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
Menurut hipotesis ini, menua disebabkan oleh kesalahan yang
beruntun. Setelah berlangsung dalam waktu lama, terjadi kesalahan
transkipsi DNA menjadi RNA, amupun dalam proses translasi RNA ->
protein/enzim. Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim
yang salah sehingga akan terjadi proses metabolisme yang salah dan
kesalahan sintesis protein atau enzim.
3) Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri. Jika mutasi somatik, dapat menyebabkan kelaiann pada
antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem
imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan sebagai zat
asing dan menghancurkannya (autoimun).
Dipihak lain, sistem imun tubuh sendiri, daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel
kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah.
4) Teori menua akibat metabolisme
Perpanjangan umur berasosiasi dengan tertundanya proses
degenerasi. Perpanjangan kalori akibat penurunan jumlah kalori
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang
proliferasi sel, misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Pentingnya
metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang. Beberapa penelitian
menunjukkan keterkaitan tersebut.
5) Kerusakan akibat radikal bebas
Untuk organisme aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada
waktu respirasi di dalam mitokondria karena 90% oksigen yang diambil
tubuh, masuk ke dalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut
oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui
enzim respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan
sebagai zat antara radikal bebas yang terbentuk adalah : superoksida, radikal
bebas hidroksil , peroksida hidrogen. Radikal bebas bersifat merusak
karena sangat reaktif. Walaupun telah ada sistem penangkal, radikal bebas
tetap akan lolos bahakan semakin lanjut usia semakin banyak radikal
bebas terbentuk sehingga proses pengerusakan tetap terjadi. Kerusakan
organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya mati.
e) Apakah hubungan usia dan pekerjaan dengan keluhan pasien?
Dilihat dari usia eyang yoso, pasien sudah memasuki fase lanjut
usia dimana fungsi-fungsi dari organ tubuh sudah mulai mengalami
penurunan. Nyeri lutut yang dialami eyang yoso mungkin bisa disebabkan
karena dulu beliau merupakan ABRI yang memiliki mobilitas tinggi dan
mungkin juga ada riwayat trauma yang diderita beliau saat masih muda
dulu yang tentunya menjadi faktor risiko munculnya nyeri lutut eyang yoso
sekarang. Berkurangnya kemampuan pendengaran juga dapat diakibatkan
karena ketika masih di ABRI, beliau sering mendengar suara tembakan dan
suara2 keras lainnya yang tentunya akan berefek pada organ pendengaran
pasien.
2. a) Apa saja penyakit pada geriatri yang dapat mengakibatkan nyeri lutut
dan lutut sulit digerakkan?
a. Osteoartritis (OA)
Adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan degenerasi
tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif,
artritis degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah
satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan
gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada
orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan
penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45
tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi
kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan
dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang
menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.
Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan
nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri yang dalam,
ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama
bertahun-tahun. Nyeri dapat bertambah dengan perubahan cuaca,
khususnya dalam cuaca dengan suhu yang dingin, dan aktivitas. Nyeri
yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah
penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah
aktivitas. Beberapa pasien pada awalnya memperhatikan adanya gejala
penyakit degeneratif sendi ini setelah trauma ringan sendi atau aktivitas
fisik yang berat, pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan perubahan
degenerasi sendi. Pada tahap lanjut, nyeri menjadi konstan hingga dapat
membangunkan pasien dari tidurnya. Selama degenerasi sendi berlanjut,
pasien dapat mengeluhkan nyeri yang tajam yang dipicu dengan gerakan.
Pembesaran sendi karena pembentukan osteofit dan deformitas muncul
pada tahap akhir dari penyakit.
b. Rheumatoid arthritis (RA)
Merupakan suatu penyakit inflamasi sistematik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi
penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain
gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan
organ non artikular lainnya (Sudoyo, 2006)
RA merupakan suatu penyakit inflamasi yang menyebabkan rasa
sakit, pembengkakan, kekakuan dan hilangnya fungsi pada sendi. Yang
mempunyai beberapa keistimewaan yang membuat RA berbeda dari jenis
lainnya dari artritis. Contohnya, RA secara umum terjadi pada pola yang
simetris, artinya jika satu lutut atau tangan yang dilibatkan, yang sisi lain
juga terkena penyakit ini sering mempengaruhi sendi-sendi pergelangan
tangan (wrist joint) dan sendi-sendi jari yang terdekat dari tangan.
Penyakit ini juga mempengaruhi bagian-bagian tubuh lain disamping
sendi-sendi. Dan RA mungkin juga sebagai manifestasi dari penyakit
sistemik (Sudoyo, 2006)
Kriteria diagnostik RA yang dibentuk oleh The American Rheumatism
Association (ARA) pada tahun 1958 telah digunakan selama hampir 30
tahun, akan tetapi dengan berkembangnya pengetahuan dalam bidang RA,
ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut banyak
dijumpai kesalahan diagnostik. Banyak kasus RA yang luput dari
diagnosis atau sebaliknya, banyak jenis artritis yang didiagnosis sebagai
RA (Sudoyo, 2006)
Untuk itu pada tahun 1987 ARA telah mempublikasikan susunan
kriteria klasifikasi RA dalam format tradisional yang baru. Kriterianya : 1)
Kaku pagi hari; 2) Artritis pada 3 daerah yaitu pembengkakan jaringan
lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh
seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendiaan yang memenuhi
kriteria yaitu PIP (Proximal Interphalangeal), MCP (Metacarpophalangeal)
kiri dan kanan; 3) Artritis pada persendian tangan (sekurang-kurangnya);
4) Artritis simetris; 5) Nodul reumatoid: nodul subkutan pada penonjolan
tulang atau permukaan ekstensor; 6) Faktor reumatoid serum: terdapatnya
titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif <5%>
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita RA
jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria diatas.
b) Bagaimana patofisiologi sendi sulit digerakkan?
Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari
hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif.
Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi,
penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan degeneratif
ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi.
Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini
adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas.
Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
risiko cedera.
c) Apakah jatuh merupakan penyebab kambuhnya nyeri lutut dan lutut
sulit digerakkan?
Jatuh pada lansia dapat menimbulkan komplikasi berupa perlukaan
yaitu rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena. Selain itu bisa terjadi patah
tulang (fraktur) yang bisa terjadi pada: pelvis, femur, humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, atau kista.
d) Apa saja faktor risiko nyeri lutut?
Penurunan fungsi sendi, hilangnya elastisitas dan mobilitas sendi,
dan kekakuan sendi cenderung menyebabkan nyeri/ sakit. Selain itu rasa
percaya dan ketepatan gerak berkurang. Terdapat berbagai penyakit artritis
yang menyebabkan kekakuan sendi (ankilosis) dan kontraktur:
- Osteoartritis: begitu seringnya terjadi sehingga dianggap “fisiologik”
- Artritis rematoid: suatu kelainan constitutional. Onset sering pada dewasa
muda tetapi bisa pula diatas 60 tahun.
- Gout dan pseudo gout
- Artropati neuropatik
3. a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
Hasil dari tekanan darah pasien 190/100 mmHg menunjukan bahwa
pasien mengalami hipertensi sistolik dan diastolik. Berdasarkan klasifikasi
JNC VII pasien tersebut mengalami hipertensi derajat 2. Hipertensi
merupakan kondisi yang sering dialami oleh pasien geriatri. Peningkatan
tekanan darah biasanya seiring dengan meningkatnya usia pada pasien.
Kadar GDS 200 mg/dl juga menunjukan bahwa pasien memiliki
kadar gula darah tinggi. Kadar gula darah tinggi dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan resistensi insulin perifer sehingga terjadi penurunan
toleransi glukosa.
Tidak ditemukan proteinuria berarti tidak terjadi kerusakan pada
ginjal pasien
Pasien juga mengalami penurunan kadar hemoglobin. Penurunan
tersebut mungkin juga disebabkan karena penurunan fungsi organ, dalam hal
ini adalah organ yang berfungsi dalam pembentukan sel darah merah yaitu
sumsum tulang.
b) Bagaimana patofisiologi meningkatnya tekanan darah dan glukosa
darah sewaktu pada pasien geriatri?
Patofisiologi hipertensi pada lansia :
Pada usia lanjut pathogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut
sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang
berperan pada usia lanjut terutama adalah :
penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi-
glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus- menerus
peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya
usia makin sensitive terhadap peningkatan atau penururnan kadar
natrium
penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja
perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan
substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium
di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah
perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
Patofisiologi meningkatnya GDS :
Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang
berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah
prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa
(gula darah puasa 100-125mg/ dL) atau gangguan toleransi glukosa
(kadar gula darah 140- 199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g
glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang
baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat memperlambat
perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai
>200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus
(DM).1 Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal
yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama
sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia
dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula
glukosa puasa normal. Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling
berperanan adalah resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar
insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan
glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula. Timbulnya
resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor1 perubahan
komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih
banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah
reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, perubahan pola
makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi
sehingga, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth
factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga
terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas
reseptor insulin dan aksi insulin. Selain gangguan metabolisme glukosa,
pada DM juga terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga dapat terjadi
peningkatan berat badan sampai obesitas, dan bahkan dapat pula terjadi
hipertensi. Bila ketiganya terjadi pada seorang pasien, maka pasien
tersebut dikatakan sebagai mengalami sindrom metabolik.
c) Apakah ada hubungan Antara hasil pemeriksaan dengan gejala
pasien?
Seperti yang telah dijelaskan pada nomor 3. a) di atas
bahwa beberapa hasil pemeriksaan menunjukkan di luar batas normal,
maka sebagai manifestasinya adalah munculnya keluhan- keluhan seperti
yang dirasakan oleh pasien.
4. Apakah mata kabur, pendengaran berkurang dan sering lupa
merupakan proses fisiologis ataukkah patologis pada pasien?
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Dengan demikian menua
ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body mass (LBM =
jaringan aktif tubuh) yang sudah dimulai sejak usia 40 tahun disertai dengan
menurunnya metabolisme basal sebesar 2% setiap tahunnya yang disertai
dengan perubahan disemua sistem didalam tubuh manusia.
Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi ketika memasuki usia
lanjut adalah :
A. Perubahan pada panca indera terutama rasa
Sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut.
Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi
penurunan sensitivitas terhadap rasa terutama rasa manis dan asin.
Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian
asupan gizi juga akan terpengaruh. Keadaan ini mulai pada usia 70 tahun.
Perubahan indera penciuman, penglihatan dan pendengaran juga
mengalami penurunan fungsi seiring dengan bertambahnya usia.
B. Esofagus
Lapisan otot polos esofagus dan sfingter gastro esofageal mulai melemah
yang akan menyebabkan gangguan kontraksi dan refluk gastrointestinal
spontan sehingga terjadi kesulitan menelan dan makan menjadi tidak
nyaman.
C. Lambung
Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih
sedikit karena lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat
gizi berkurang dan produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk
mencerna makanan. Diatas umur 60 tahun, sekresi HCl dan pepsin
berkurang, akibatnya absorpsi protein, vitamin dan zat besi menjadi
berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi penurunan faktor
intrinsik yang juga membatasi absorbsi vitamin B12, Penurunan sekresi
asam lambung dan enzim pankreas, fungsi asam empedu menurun
menghambat pencernaan lemak dan protein, terjadi juga malabsorbsi
lemak dan diare.
D. Tulang
Kepadatan tulang akan menurun, dengan bertambahnya usia. Kehilangan
massa tulang terjadi secara perlahan pada pria dan wanita dimulai pada
usia 35 tahun yaitu usia dimana massa tulang puncak tercapai.
Dampaknya tulang akan mudah rapuh (keropos) dan patah, mengalami
cedera, trauma yang kecil saja dapat menyebabkan fraktur.
E. Otot
Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan
jaringan lemak tubuh. Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40
tahun dan berkurang setelah usia 70 tahun. Penurunan Lean Body Mass
( otot, organ tubuh, tulang) dan metabolisme dalam sel-sel otot berkurang
sesuai dengan usia. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering
merasa letih dan merasa lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi
atrofi. Berkurangnya protein tubuh akan menambah lemak tubuh.
Perubahan metabolisme lemak ditandai dengan naiknya kadar kolesterol
total dan trigliserida.
F. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara usia 35 – 80 tahun. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorbsi oleh ginjal. Reaksi asam basa terhadap perubahan
metabolisme melambat. Pembuangan sisa-sisa metabolisme protein dan
elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri.
G. Jantung dan Pembuluh darah
Perubahan yang terkait dengan ketuaan sulit dibedakan dengan
perubahan yang diakibatkan oleh penyakit. Pada lansia jumlah jaringan
ikat pada jantung (baik katup maupun ventrikel) meningkat sehingga
efisien fungsi pompa jantung berkurang. Pembuluh darah besar terutama
aorta menebal dan menjadi fibrosis. Pengerasan ini, selain mengurangi
aliran darah dan meningkatkan kerja ventrikel kiri,juga mengakibatkan
ketidakefisienan baroreseptor (tertanam pada dinding aorta, arteri
pulmonalis, sinus karotikus). Kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan
darah berkurang.
H. Paru-paru
Elastisitas jaringan paru dan dinding dada berkurang,kekuatan kontraksi
otot pernapasan menurun sehingga konsumsi oksigen akan menurun pada
lansia.Perubahan ini berujung pada penurunan fungsi paru.
I. Kelenjar endokrin
Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi,respon terhadap
stimulasi serta struktur kelenjar endokrin. Pada usia diatas 60 tahun
terjadi penurunan sekresi testosteron,estrogen,dan progesteron.
J. Kulit dan rambut
Kulit berubah menjadi tipis,kering,keriput dan tidak elastis lagi.Rambut
rontok dan berwarna putih,kering dan tidak mengkilat.
K. Fungsi imunologik
L. Penurunan fungsi imunologik sesuai dengan umur yang berakibat
tingginya kemungkinan terjadinya infeksi dan keganasan. Ada
kemungkinan jika terjadi peningkatan pemasukan vitamin dan mineral
termasuk zinc, dapat meniadakan reaksi ini.
5. a) Apakah indikasi penggunaan bisoprolol dan HCT? Apa efek samping
yang ditimbulkan pada pemakaian rutin?
a. BISOPROLOL
Indikasi:
Bisoprolol diindikasikan untuk hipertensi, bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain
Efek samping:
Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia, hipoaestesia, ansietas, konsentrasi berkurang.
Sistem saraf otonom: mulut kering.
Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya, cold extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit dada, gagal jantung.
Psikiatrik: insomnia, depresi.
Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah, diare, konstipasi.
Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.
Kulit: rash, jerawat, eksim, iritasi kulit, gatal-gatal, kulit kemerah-merahan, berkeringat, alopesia, angioedema, dermatitis eksfoliatif, vaskulitis kutaneus
Khusus: gangguan visual, sakit mata, lakrimasi abnormal, tinitus, sakit telinga.
Metabolik: penyakit gout.
Pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, dispnea, faringitis, rinitis, sinusitis.
Genitourinaria: menurunnya libido/impotensi, penyakit Peyronie, sistitis, kolik ginjal.
Hematologi: purpura
Lain-lain: kelemahan, letih, nyeri dada, peningkatan berat badan.
b. HCT
Indikasi : hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain.
Efek samping :
Terutama dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hypokalemia yang berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain seperti diuretic hemat kalium atau ACE-inhibitor sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hiperkalsemia
Menghambat sekresi asam urat dari ginjal
Meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserid
Pada penderita DM tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin
Pada pasien pria gangguan fungsi seksual merupakan efek samping yang kadang- kadang cukup mengganggu
b) Apakah indikasi penggunaan antalgin dan meloxicam?
Farmakologi Meloxicam dan Antalgin
A. MELOXICAM
Meloxicam atau movi-cox yang tergolong dalam generasi
terbaru obat-obatan Non Steroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID)
efektif bisa mengobati nyeri dan inflamasi atau rematik (osteoarthritis
dan rheumatoid arthritis).
Farmakokinetik
Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3 jam setelah pemberian
per oral. Bila diberi bersama makanan yang kaya lemak, kadar puncak
dalam plasma tertunda 1-2 jam. Kadarnya akan menurun sebanyak
37% bila diberikan bersama antasid yang mengandung alumunium dan
magnesium. Celecoxib dimetabolisme oleh sitokrom P450 2C9 dan
menghasilkan metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan melalui
feses sebanyak 57% dan 27% melalui urine.
Cara kerja obat
Artrilox adalah obat NSAI (Non Steroid Anti Inflammatory) baru dari
golongan asam enolat. Mekanisme kerja meloxicam sebagai efek anti-
inflamasi, analgesik, dan antipiretik melalui penghambatan biosintesa
prostaglandin yang diketahui berfungsi sebagai mediator peradangan.
Proses penghambatan oleh meloxicam lebih selektif pada COX2
daripada COX1. Penghambatan COX2 menentukan efek terapi NSAI,
sedang penghambatan COX1 menunjukan efek samping pada lambung
dan ginjal.
Efek samping
- Saluran cerna : dispepsia, rasa mual, muntah-muntah, rasa sakit di
perut,konstipasi, rasa kembung, diare, bersendawa, esofagitis, ulkus
gastro-duodenal, pendarahan gastro-intestinal makroskopik, jarang
terjadi kolitis.
- Fungsi hati menjadi abnormal untuk sementara waktu dengan
peningkatan kadartransaminase dan btlirubin.
- Fungsi ginjal menjadi abnormal dengan peningkatan kadar serum
kreatinin dan/atau serum urea.
- Pada kulit : pruritus, ruam kulit, stomatitis, urtikaria, jarang terjadi
fotosensitisasi.
- Anemia, gangguan jumlah sel darah : lekosit, lekopenia dan
trombosito penia. Bila diberikan bersama-sama dengan obat
mielotoksik yang potent, terutama methotrexate, akan menyebabkan
terjadinya sitopenia.
Kardiovaskuler: edema, peningkatan tekanan darah, palpitasi, muka
kemerahan.
- Pernafasan : jarang terjadi timbulnya asma akut setelah pemberian
aspirin atau obat-obat NSAI lainnya termasuk meloxicam. Sistem
susunan saraf pusat : kepala terasa ringan, pusing, vertigo, tinitus,
ngantuk.
Interaksi obat
Secara umum berinteraksi dengan obat yang menghambat sitokrom
P450 2C9. Potensial berinteraksi dengan flukonazol, litium,furosemid,
dan inhibitor ace.
Tidak ada interaksi yang secara klinis bermakna dengan gliburid,
ketokonazol, metotreksat, fenitoin, dan tolbutamid.
A. METAMPIRON
Metampiron atau disebut juga antalgin merupakan obat
analgesik-antipiretik kuat dari derivat pirazolon. Dalam pasaran obat
ini sering dikombinasikan dengan Tiamin monohidrat (vitamin B1)
untuk memperkuat efek analgetiknya.
Metampiron ditemukan pada tahun 1946. Merupakan obat
analgesik golongan NSAID atau analgesik non steroid.
C13H16N3NaO4S.H2O
Dalam bentuk aslinya adalah hablur putih atau putih kekuningan.
Ada 3 efek farmakodinamik metampiron yaitu:
- Analgesik, digunakan untuk mengobati nyeri akut atau kronik hebat
bila analgesik lain tidak menolong
- Antipiretik, menurunkan demam bila tidak dapat diatasi dengan
antipiretik lain
- Anti-Inflamasi, efek anti radang yang dihasilkan rendah
Metampiron sangat baik diabsorbsi oleh saluran cerna, kadar
tertinggi dalam plasma dicapai saat 30-45 menit dan memiliki masa
paruh plasma saat 1-4 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati dan diekskresi oleh ginjal.
Dalam pasaran, metampiron terdapat dalam bentuk sediaan
tablet / kaplet 500 mg dan larutan injeksi.
Dosis yang digunakan adalah 3 kali sehari 1 tablet (500mg), maksimum
3 gram sehari.
Untuk anak 6-12 tahun diberikan setengah dosis dewasa, maksimal 2
gram sehari.
Untuk anak kurang dari 6 tahun diberikan setengah dosis dewasa,
maksimal 1 gram sehari.
Penggunaan dosis suntik tidak boleh lebih dari 1 gram sehari, karena
dapat menimbulkan syok.
Kontra Indikasi :
- Reaksi hipersensitifitas
- Wanita hamil, terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir
- Penderita glaukoma sudut sempit
Efek samping dapat muncul seperti gejala kepekaan (ruam,
alergi). Pada penggunaan teratur dan jangka panjang dapat
menyebabkan gangguan saluran cerna, tinitus (telingga berdenging),
anemia aplastik atau gangguan / terhambatnya pembentukan sel darah
merah. Efek samping lainnya yaitu peradangan mulut, hidung,
tenggorokan serta tremor, syok hingga menimbulkan agranulositosis
yaitu berkurangnya jumlah granulosit dalam darah.
c) Apakah antalgin dan meloxicam aman dikonsumsi secara bebas
tanpa resep dokter?
Antalgin kurang aman dikonsumsi secara bebas tanpa resep
dokter mengingat efek sampingnya yang dapat menyebabkan
agranulositosis. Demikian juga dengan meloxicam karena mengingat
efek sampingnya yang banyak.
6. a) Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
Pasien dalam skenario ini menderita beberapa penyakit,
maka perlu diperhatikan penggunaan obat secara rasional pada usia lanjut.
Penyakit pada usia lanjut cenderung terjadi pada banyak organ, sehingga
pemberian obat juga cenderung bersifat polifarmasi, belum lagi kalau
diingat kecenderungan mengunjungi banyak dokter, sehingga polifarmasi
lebih sering terjadi. Polifarmasi selain menyangkut biaya yang besar untuk
pembelian obat juga banyak menyebabkan terjadinya interaksi obat, efek
samping obat dan reaksi sampingan yang merugikan. Perlu diingat pula
bahwa bahkan proses menua yang fisiologis pun menyebabkan perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik obat, juga penurunan fungsi dari
berbagai organ, sehingga tingkat keamanan obat dan efektivitas obat
berubah. Rejimen pengobatan usia lanjut :
- Periode pengobatan jangan dibuat terlalu lama agar bisa diadakan re-
evaluasi secepatnya atas pengobatan yang diberikan
- Jumlah/ jenis obat haruslah dibuat seminimal mungkin. Penderita lansia
lebih sering keliru bila mendapatkan obat lebih dari 3 jenis. Untuk hal ini
terdapat pedoman penulisan resep bagi lansia, sebagai berikut :
Obat harus diberikan atas diagnosis pasti. Hindari sekecil mungkin
pemberian obat atas dasar simtom
Harus diketahui dengan jelas efek obat, mekanisme kerja, dosis
dan efek samping yang mungkin timbul. Apabila ragu- ragu, lebih
baik tidak memberi obat
Apabila diperlukan pemberian polifarmasi, prioritaskan pemberian
obat yang ditujukan untuk mengurangi gangguan fungsional
Pemberian obat harus dimulai dengan dosis kecil, kemudian
dititrasi setelah beberapa hari (kecuali anti-infeksi harus langsung
dosis optimal)
- Frekuensi pemberian obat harus diupayakan sesedikit mungkin, kalau
mungkin sekali sehari. Upayakan memberinya bersamaan dengan kegiatan
rutin harian, misalnya makan.
Pada skenario ini disebutkan bahwa pasien rutin mengkonsumsi
HCT. HCT ini digunakan untuk mengobati hipertensi. Pemilihan HCT
sebagai terapi sudah tepat karena pilihan pertama pengobatan hipertensi
pada usia lanjut adalah CCB (Calcium Channel Blocker) atau Diuretic
tiazid. HCT termasuk golongan diuretic tiazid dan biasanya sering
dikombinasikan dengan obat hipertensi lain untuk mengoptimalkan efek
kerjanya. Namun penggunaan jangka panjang obat ini memiliki efek
samping , salah satunya hipotensi ortostatik. Oleh karena itu sangat
tpenting bagi dokter untuk selalu melakukan monitoring terhadap
pengobatan ini.
b) Apa saja upaya preventif untuk mencegah jatuh tiba- tiba pada
pasien geriatri?
Pada pasien lansia yang baru pertama kali jatuh harus
dilakukan pemeriksaan gaya berjalan dan fungsi keseimbangan dan
kemudian dilakukan evaluasi. Pada lansia yang jatuh berulang
dilakukan assesmen tentang obat- obatan yang digunakan, fungsi
penglihatan, pemeriksaan gaya berjalan dan keseimbangan, fungsi
ekstremitas bawah, fungsi neurologi dan kardiovaskular.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain :
1. Identifikasi faktor risiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor intrinsic risiko jatuh, perlu dilakukan
assesmen keadaan sensorik, neurologik, musculoskeletal dan
penyakit sistemik yang sering mendasari jatuh. Keadaan
lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-
benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah
tidak aman sebaiknya diganti. Kamar mandi dibuat tidak licin,
diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka, dan
lain- lain. Obat- obatan yang berperan terhadap jatuh, misalnya
karena menyebabkan hipotensi ortostatik, juga perlu untuk
diwaspadai. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia harus dibuat
dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser
serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
2. Penilaian pola berjalan dan keseimbangan
A. Penilaian pola berjalan secara klinis
Pola jalan normal dibagi 2 fase yaitu :
1. Fase pijakan (stance phase) : fase dimana kaki bersentuhan
dengn pijakan.
2. Swing phase : fase dimana kaki tidak menyentuh pijakan
Dalam pola jalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin
terjadi, di antaranya :
- Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota
gerak atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan
hilang jika tubuh bergerak.
- Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan
berkurang, seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan
- Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi
sehingga kerja otot meningkat
- Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot, khususnya otot
penggerak sendi panggul
- Langkah lebih pendek agar merasa lebih aman
- Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase
menumpu
- Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder
kekakuan sendi
- Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun
- Penurunan sudut antara tumit dan lantai
- Penurunan irama jalan
- Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul
- Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai
B. Pemeriksaan keseimbangan
Seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan dinamik,
termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap
ancaman baik internal dan eksternal.
c) Bagaimana meningkatkan kualitas hidup lansia?
Sebagai wujud komitmen pemerintah dalam pemenuhan
dan perlindungan Lansia, maka telah disusun Rencana Aksi Nasional
Lanjut Usia (RAN-LU) Tahun 2009–2014 dan ditandatangani oleh
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik
Indonesia pada bulan Desember 2008.
Di dalam RAN-LU 2009-2014 tercantum gambaran umum
pelaksanaan 9 Aksi, yaitu :
1. Membentuk dan memperkuat Kelembagaan Lanjut Usia.
2. Memperkuat Koordinasi Antar Instansi dan Institusi terkait.
3. Memperkuat Penanganan terhadap Lanjut Usia Miskin, Terlantar,
Cacat dan mengalami Tindak Kekerasan.
4. Memelihara dan memperkuat dukungan Keluarga dan Masyarakat
terhadap Kehidupan Lanjut Usia.
5. Memantapkan Upaya Pelayanan Kesehatan bagi Lanjut usia.
6. Meningkatkan Kualitas Hidup Lanjut Usia baik dari Aspek
Ekonomi, Mental Keagamaan, Aktualisasi dan Kualitas Diri
Lanjut Usia.
7. Meningkatkan Upaya Penyediaan Sarana dan Fasilitas Khusus bagi
Lanjut Usia.
8. Meningkatkan Upaya Mutu Pendidikan Kemandirian bagi Lanjut
Usia.
9. Meningkatkan Jaringan Kerjasama Internasional.
Selain itu, Kementerian Kesehatan telah merumuskan
berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang dapat menunjang
derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia. Program pokok
kesehatan menanamkan pola hidup sehat dengan lebih
memprioritaskan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif), tanpa mengabaikan upaya
pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif.
Tujuan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah
meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia agar tetap sehat, aktif,
mandiri dan berdaya guna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun
masyarakat. Sehat dan aktif di usia lanjut mempunyai makna bahwa
kita harus meningkatkan derajat kesehatan dari para lanjut usia
sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk dapat berperan serta
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dapat berbagi
pengalaman dan pikiran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup para lanjut usia. Dengan makin berkembangnya pengetahuan
yang mempelajari tentang lanjut usia (ilmu Geriatri) melalui upaya
promotive, preventif, kuratif dan rehabilitatif, telah mengupayakan
agar para lanjut usia dapat menikmati masa tua yang bahagia dan
berguna. Dengan demikian maka aspek-aspek yang dapat
dikembangkan adalah upaya pencegahan agar proses menua
(degeneratif) dapat di jalani dalam keadaan tetap sehat, sebaliknya
yang sudah tua dan mengalami masalah kesehatan perlu dipulihkan
(rehabilitatif) agar tetap mampu mengerjakan kehidupan sehari-hari
secara mandiri.
Di samping itu para lanjut usia perlu untuk
mempertahankan pola hidup sehat yakni dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik/olahraga
secara benar dan teratur, tidak merokok, hindari faktor resiko penyakit
degeneratif, memeriksakan kesehatan secara teratur, terus menyalurkan
hobby dan kebiasaan yang bermanfaat, serta tingkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal-hal tersebut perlu terus
diperhatikan dan disosialisasikan kepada masyarakat baik kepada
lanjut usia maupun yang masih berusia muda.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. 2011. Geriatri. Jakarta: Balai penerbit FK UI .Edisi
ke-4
Kuliah Pengantar Blok Geriatri oleh dr. Fatichati, Sp.PD
Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:cum_5QgGyjIJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/id
nmed/article/download/511/508+&cd=1&hl=id&ct=clnk – Diakses
Maret 2014
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit pada populasi usia lanjut berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada usia lanjut :
- Penyakit bersifat multipatologik atau mengenai multiorgan/ sistem, bersifat degenerative, saling terkait
- Penyakit biasanya bersifat kronis, cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian
- Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenesis
- Biasanya juga mengandung komponen psikologik dan social
- Usia lanjut juga lebih sensitif terhadap penyakit akut
Maka jelas bahwa pelayanan kesehatan pada usia lanjut berbeda dengan pelayanan kesehatan pada golongan populasi lain.
SARAN
Diharapkan supaya mahasiswa lebih mempersiapkan diri ketika melakukan kegiatan tutorial sehingga diskusi dapat berjalan lebih lancar.