laptut kelompok 6
DESCRIPTION
vhTRANSCRIPT
BLOK 8
Laporan Tutorial Skenario 2
“Terkejut”
Kelompok VI
Anggota :
Fita Nirma Listya (H1A011022)
I Wayan Ryan Aditya (H1A011032)
Indah Widya Astuti (H1A011035)
Made Ayu Candramawati (H1A011042)
Moh. Juliandi Sobri (H1A011046)
Nadiah (H1A011048)
Ni Wayan Pariastini (H1A011052)
Nym. Krisna T. Wijaya (H1A011056)
Sakinah Mar’ie Sanad (H1A011060)
Sitti Shabrina Junita S. (H1A011063)
Veny Rahmawati (H1A011068)
Tutor : dr. Arfi Syamsun, Sp. KF,. M.Si. Med.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
pada skenario I yang berjudul “Terkejut.”
Di dalam laporan ini, kami membahas mengenai hipotalamus yang berkaitan dengan
pengaturan emosi.
Demikian laporan ini kami susun dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi
mahasiswa kedokteran untuk memotivasi diri. Terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu untuk menyelesaikan laporan ini.Masukan dan kritikan sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan laporan-laporan selanjutnya.
Mataram, 2 November 2012
(Kelompok Tutorial VI)
BAB I
PENDAHULUAN
I. SKENARIO
“Terkejut”
Bayangkan Anda berada dalam dua situasi berikut ini :
1. Anda sedang berada dalam suatu pertemuan dengan Dosen Anda, dimana Anda adalah
penanggung jawab suatu kegiatan kemahasiswaan. Anda merasa telah mempersiapkan seluruh
perencanaan kegiatan dengan sungguh-sungguh, namun ternyata dalam pertemuan tersebut
Dosen Anda melimpahkan suatu kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan lain kepada Anda,
padahal sebenarnya hal tersebut bukanlah merupakan tanggung jawab Anda. Saat ini semua
teman-teman Anda memandang Anda, dan Anda merasa wajah Anda memanas dan jantung
Anda berdetak kencang. Anda juga merasa keringat anda mengalir deras. Anda ingin sekali
membantah, namun rasanya hanya akan menambah panjang permasalahan. Anda pun
mengambil sikap untuk menarik nafas sejenak dan coba memikirkan kata-kata yang baik
untuk mengajukan pembelaan, namun entah mengapa di saat yang sama Anda merasa lebih
baik diam dan ingin sekali cepat-cepat keluar saja dari ruangan tersebut.
2. Anda terlambat datang ke kampus untuk mengikuti suatu kuliah. Saat Anda datang, Anda
melihat dari jendela bahwa semua teman-teman Anda sedang memasukkan buku-buku mereka
ke dalam tas dan di atas meja mereka ada secarik kertas. Rupanya hari ini Dosen Anda
memutuskan untuk memberikan kuis mendadak. Anda merasa tidak memiliki persiapan
apapun dalam menghadapi kuis itu. Seketika itu juga Anda merasakan telapak tangan Anda
berkeringat, mulut Anda kering dan jantung Anda berdetak kencang. Anda ingin sekali lari
dari koridor sebelum Dosen Anda memerintahkan Anda masuk dan mengikuti kuis tersebut,
dan mempertimbangkan akan beralasan kalau hari itu Anda sedang sakit. Sebaliknya, Anda
juga menyadari bahwa lari tidak akan menyelesaikan masalah, maka Anda pun masih
bimbang untuk masuk atau tidak masuk.
ilustrasi diatas menggambarkan bagaimana proses internal yang ada dalam tubuh seseorang
dalam mempersiapkan orang tersebut untuk menghadapi suatu stimulus yang iinterpretasikan
sebagai suatu ancaman. Respon yang dihasilkan juga turut dipengaruhi oleh bagaimana
organisme yang bersangkutan belajar untuk menghadapi ancaman, berdasarkan pengalaman-
pengalaman di masa lampau.
II. MIND MAP
Stimulus
Emosi oleh amigdala
Thalamus
Memori oleh hipokampus
Interpretasi
Sistem LimbikKorteks
Indra
Respon
Fase-fase
Neuron Endokrin
SSO Perubahan fisiologik
Cara mengatasi
III. LEARNING OBJECTIVE
1. Fase adaptasi terhadap stress
2. Jaras stressor sampai diinterpretasikan menjadi ancaman
3. Respon terhadap ancaman (figth or flight mechanism)
4. Factor-faktor yang berperan dalam perubahan fisiologis sebagai respon terhadap
stress
a. Sistem saraf otonom
b. Neurotransmitter
c. Hormone
5. Pembentukan memori
6. Mekanisme pengambilan keputusan
BAB II
PEMBAHASAN
1. FASE ADAPTASI TERHADAP STRESS
Coping Mechanism
Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan stres
dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah), dan memiliki dua bentuk utama, yaitu :
Problem – Focused Coping
Strategi terfokus masalah, dimana orang dapat memfokuskan pada masalah atau
situasi spesikfik yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk
mengubahnya
atau menghindarinya di kemudian hari. Strategi untuk memecahkan masalah antara lain
adalah :
Menentukan masalah
Menciptakan pemecahan alternatif
Menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat
Bagaimana cakapnya individu menerapkan strategi tersebut tergantung pada
pengalamannya dan kapasitasnya untuk mengendalikan diri. Sel ain itu terapi
mengajar orang depresi untuk menggunakan strategi terfokus masalah adalah efektif
dalam membantu mereka mengatasi depresinya dan bereaksi secara lebih adaptif
stressor.
Emotion – Focused Coping
Strategi terfokus emosi, dimana seseorang juga dapat berfokus untuk
menghilangkan emosi yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi
sendiri tidak dapat diubah. Orang menggunakan strategi terfokus emosi untuk
mencegah emosi negative menguasai dirinya dan mencegah mereka untuk melakukan
tindakan untuk memecahkan masalahnya.
Strategi Perenungan: antara lain mengisolasi diri untuk memikirkan betapa
buruknya perasaan kita.
Strategi Pengalihan : antara l ain melibatkan diri dalam aktivitas yang
menyenangkan. Contohnya dengan menonton bioskop bersama teman-teman,
tujuannya adalah untuk menjauhkan diri dari masalah dan mendapatkan
kembali perasaan menguasai masalah.
Strategi Penghindaran Negatif : aktifitas yang dapat mengalihkan kita dari
mood. Contohnya adalah minum-minuman sampai mabuk, ngebut-ngebutan di
jalanan.
Strategi perenungan dan strategi penghindaran cenderung meningkatkan dan
memperpanjang mood yang terdepresi, sedangkan strategi pengalohan cenderung
menurunkan dan mempersingkat mood yang terdepresi.
Defense Mechanisms as Emotion – Focus Coping
Dalam teori Psikoanalitik Freud, defense mechanism merupakan strategi yang
digunakan oleh ego untuk menahan atau menurunkan kecemasan. Terdiri dari
penyesuaian yangdilakukan tanpa disadari, baik melalui tindakan atau menghindari
tindakan, tidak mengenali motif pribadi yang mungkin mengancam harga diri atau
meningkatkan kecemasan.
a. Repression
Dalam represi, impuls atau memori yang terlalu menakutkan dan menyakitkan
dikeluarkan dari kesadaran. Memori yang menimbulkan rasa malu, bersalah, atau
mencela diri sendiri seringkali direpresi. Impuls tersebut direpresi untuk menghindari
konsekuensi menyakitkan jika mewujudkan impuls tersebut. Individu merepresi
memori dan perasaan yang dapat menimbulkan kecemasan karena mereka tidak
konsisten dengan konsep diri.
Represi berbeda dengan supresi. Supresi adalah proses melepaskan kendali
diri, mempertahankan impuls dan kendali diri atau secara sementara menyingkirkan
memori yang menyakitkan. Individu menyadari pikiran yang disupresi tetapi sebagian
besar tidak menyadari impuls atau memori yang direpresi.
b. Rationalization
Rasionalisasi adalah motif yang dapat diterima secara logika atau sosial yang
kita dilakukan sedemikian rupa sehingga kita tampaknya bertindaksecara rasional.
Rasionalitas memiliki dua fungsi :
Menghilangkan kekecewaan kita saat kita gagal mencapai tujuan.
Memberikan motif yang dapat diterima oleh diri kita.
Jika kita bertindak secara impulsif atau berdasarkan motif yang tidak ingin
kita akui bahkan oleh diri kita sendiri, kita merasionalisasikan apa yang telah kita
lakukan untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih
menguntungkan.
c. Reaction Formation
Sebagian individu dapat mengungkapkan suatu motif bagi dirinya sendiri
dengan memberikan ekspresi kuat pada motif yang berlawanan. Kecenderungan itu
dinamakan reaction formation. Contohnya seorang ibu yang merasa karena
ketidakinginannya mempunyai anak mungkin jadi terlalu memperhatikan dan terlalu
protektif untuk meyakinkan anak akan cintanya dan meyakinkan dirinya bahwa ia
adalah ibu yang baik.
c. Projection
Semua orang memiliki sifat yang tidak diinginkan yang tidak kita akui, bahkan
oleh diri sendiri. Salah satu mekanisme bawah sadar, proyeksi, melindungi kita dari
mengetahui keualitas diri kita yang tidak layak dengan menampakkan sifat itu secara
berlebihan pada diri orang lain.
d. Intellectualization
Intelektualitas adalah upaya melepaskan diri dari situasi stres dengan
menghadapinya menggunakan istilah-istilah yang abstrak dan intelektual.
e. Denial
Denial merupakan mekanisme pertahanan di mana impuls atau gagasan yang
tidak dapat diterima tidak dihayati atau tidak dibiarkan masuk ke kesadaran. Misalnya
orangtua dari anak yang menderita penyakit mematikan mungkin menolak anaknya
menderita penyakit serius, walaupun mereka telah mendapatkan informasi lengkap
tentang diagnosis dan kemungkinan penyakitnya. Karena mereka tidak dapat
mentoleransikan kpedihan karena mengetahui realita, mereka menggunakan
mekanisme pertahanan denial.
f. Displacement
Mekanisme pertahanan terakhir kita anggap memenuhi fungsinya
(menurunkan kecemasan) dan agak memuaskan motif yang tidak dapat diterima.
Melalui mekanisme pengalihan (displacement), suatu motif yang tidak dapat
dipuaskan dalam bentuk diarahkan ke saluran lain.
2. JARAS STRESSOR SAMPAI DIINTERPRETASIKAN MENJADI SUATU
ANCAMAN
3. RESPON TUBUH TERHADAP ANCAMAN
General Adaptation Syndrom
Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress disebut sebagai
general adaption syndrome, yang terdiri dari tiga fase:
a. Alarm reaction(reaksi peringatan)
pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa
takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang
mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi
bahaya mengacam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance( reaksi pertahanan).
Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada
keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga
coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa
diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c. Respon Fight or Flight
Mengaktifkan system saraf simpatis dan hormone seperti katekolamin, epinefrin,
norepinefrin, glukokortikoid, dan kortisol.
Sistem hipotalamus – pituitary – adrenal (system neuroemdokrin)
- Hormon adrenal dihasilkan oleh medulla adrenal
- Hormon kortikosteroid dihasilkan oleh korteks adrenal
Hipotalamus merangsang hipofisis juga merangsang system saraf simpatis sehingga
akan terjadi :
- Pelepasan epinefrin dan norepinefrin
- Dilatasi pupil
- Sekresi kelenjar air mata meningkat
- Dilatasi bronkus
- Tekanan darah meningkat
- Motilitas lambung, usus dan sfingter menurun
- Sekresi keringat meningkat
d. Stage of exhaustion( reaksi kelelahan).
Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara
lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai
bentuk gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu
banyak makan.
Respon “tanda bahaya” atau respon “stres” pada sistem saraf simpatis.
Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat
yang bersamaan. Yakni, yang disebut pelepasan impuls secara masal dengan
berbagaicara, keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan
aktivitas otos yang besar.
1. Peningkatan tekanan arteri
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan
penurunan aliran darah keorgan-organ, seperti traktus gastrointestinal dan ginjal,
yang tidak diperlukan dalam aktivitas motorik yang cepat.
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.
4. Peningkatan konsentrasi glikosa darah.
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
6. Peningkatan kekuatan otot
7. Peningkatan aktivitas mental
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.
Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik
yang jauh lebih besar dari pada bila tidak ada efek diatas. Baik stres fisik atau mental
dapat menggiatkan sistem simpatis.
Sistem simpatis teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi. Contohnya,
pada keadaan marah, yang lebih ditimbulkan oleh perangsangan hipotalamus, sinyal-sinyal
dijalarkan kebawah melalui formasio retikularis otak dan masuk ke medula spinalis untuk
menyebabkan pelepasan impuls simpatis yang masif; dan peristiwa simpatis yang disebutkan
paling awal timbul dengan segera. Keadaan ini disebut reaksi tanda bahaya (alarm reaction)
dari serabut simpatis. Keadaan ini juga disebut reaksi menghadapi atau menghindari (fight or
flight reaction) sebab seekor hewan pada keadaan ini harus memutuskan dengan segera
apakah akan tetap berdiri dan berkelahi atau lari.pada kedua pristiwa tersebut, reaksi tanda
bahaya dari serabut saraf simpatis akan membuat hewan itu melakukan serangkaian aktivitas
yang besar.
4. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PERUBAHAN FISIOLOGIS
SEBAGAI RESPON TERHADAP STRESS
a. System saraf otonom
Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf yang mempersyarafi otot jantung, otot
polos dan sebagian kelanjar endokrin. Sistem saraf ini dianggap sebagai cabang involunter
divisi eferen peifer. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak
di medulla spinalis , batang otak, hipotalamu dan sebagian korteks serebri (korteks limbik)
yang dapat menghantarkan sinyal ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga mempengaruhi
pengaturan otonom. Penjalaran sinyal otonomik aferen ke bagian organ di seluruh tubuh
dibagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf para simpatis.
System saraf simpatis
Serabut saraf simpatis dimulai dari medulla spinalis bersama dengan nervus spinalis
diantara segmen medulla T-1 dan L-2, dan berjalan mula-mula ke rantai simpatis, untik
selanjutnya ke jaringan dan organ yang dirangsang oleh saraf-saraf simpatis.
Saraf simpatis berbeda dengan saraf motorik skeletal dalam hal berikut: Setiap jaras
simpatis dari medulla ke jaringan yang terangsang terdiri atas dua neuron, yakni neuron
preganglion dan neuron postganglion, berlawanan dengan jaras motorik skeletal yang hanya
memiliki satu neuron. Badan sel setiap neuron preganglion terletak di kornu intermediolateralis
medulla spinalis; dan serabut-serabut sarafnya berjalan melewati radiks anterior medulla menuju
saraf spinal.
Setelah serabut saraf spinal meninggalkan kanalis spinalis, serabut preganglion
simpatisnya meninggalkan saraf spinal dan berjalan melewati ramus putih ke salah ssatu ganglia
dan rantai simpatis. Selanjutnya akan mengalami: (1) Serabut-serabut dapat bersinaps dengan
neuron simpatis postganglion yang ada didalam ganglion yang dimasukinya. (2) Serabut-serabut
tersebut dapat berjalan keatas dan kebawah dalam rantai dan bersinaps pad asalah satu ganglia
lain dalam rantai tersebut. (3) Serabut dapat berjalan melalui rantai keberbagai arah dan
selanjutnya melalui salah satu saraf simpatis memisahkan diri keluar dari rantai, untuk akhirnya
bersinaps di dalam ganglion perifer simpatis.
Serabut simpatis dari medulla pada segmen T-1 umumnya melewati rantai simpatis naik
dan berakhir di daerah kepala; dari T-2 berakhir di leher, dari T-3, T-4, T-5, dan T-6 ke daerah
toraks; dari T-7, T-8, T-9, T-10, dan T-11 ke abdomen; dan dari T-12, L-1, L-2 ke daerah
tungkai.
Serabut saraf preganglion simpatis berjalan tanpa mengadakan sinaps, melalui seluruh
jalan dari sel-sel kornu intermediolateral medulla spinalis, melalui rantai simpatis, kmudian
melewati nervus splangnikus, dan berakhir di dua medulla adrenal. dimedula adrenal, serabut-
serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang mensekresikan epinefrin dan
norepinefrin ke dalam aliran darah.
Serabut saraf simpatis terutama mensekresikan bahan transmitter sinaps, asetilkolin atau
norepinefrin. Serabut-serabut yang menyekresikan asetilkolin disebut serabut kolinergik.serabut-
serabut yang menyekresikan norepinefrin disebut serabut adrenergic.
Didalam sistem saraf simpatis, neuron preganglion bersifat kolinergik. Bila bahan
asetilkolin atau bahan seperti asetilkolin diberikan pada ganglia, akan merangsang neuron
postganglion simpatis. Sebagian besar neuron postganglion simpatis bersifat adrenergic. Namun,
serabut-serabut saraf postganglion simpatis yang kekelenjar keringat, keotot-otot piloerektor
rambut, dan kesedikit pembuluh darahbersifat kolinergik.
System saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terdiri dari serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem
saraf pusat melalui saraf kranial III, VII, IX, dan X. Serabut parasimpatis lainnya meninggalkan
bagian paling bawah medula spinalis melalui saraf sakral spinal kedua dan ketiga dan
kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75 persen dari seluruh serabut saraf
parasimpatis terdapat dalam nervus vagus (saraf kranial X), berjalan ke seluruh regio toraks dan
abdomen tubuh. Nervus vagus menyediakan saraf parasimpatis ke jantung, paru, esofagus,
lambung, seluruh usus halus, setengah bagian proksimal kolon, hati, kandung empedu, pankreas,
ginjal, dan bagian atas ureter.
Serabut parasimpatis yang berada dalam saraf kranial III berjalan ke sfingter pupil dan
otot siliaris mata. Serabut-serabut yang berasal dari saraf kranial VII berjalan ke kelenjar
lakrimalis, nasalis, dan submandibularis. Sedangkan serabut-serabut yang berasal dari saraf
kranial IX berjalan ke kelenjar parotis.
Serabut-serabut parasimpatis sakral berada di saraf pelvik, lewat melalui saraf spinal
pleksus sakralis di setiap sisi medula pada segmen S-2 dan S-3. Serabut tersebut kemudian
menyebarkan serabut-serabut perifernya ke kolon desenden, rektum, kandung kemih, dan bagian
bawah ureter. Kelompok serabut parasimpatis sakral ini juga menyuplai sinyal-sinyal saraf ke
genitalia eksterna untuk menimbulkan ereksi.
Seperti halnya sistem simpatis, sistem parasimpatis juga mempunyai neuron preganglion
dan postganglion. Namun, kecuali pada beberapa saraf kranial parasimpatis, serabut preganglion
tanpa mengalami hambatan berjalan menuju organ-organ yang diaturnya. Kemudian, pada
dinding organ terdapat neuron postganglion. Serabut preganglion bersinaps dengan neuron
postganglion, dan serabut postganglion yang sangat pendek, berukuran panjang satu persekian
milimeter sampai beberapa sentimeter, meninggalkan neuron untuk menyarafi jaringan organ.
Letak neuron postganglion parasimpatis ini dalam organ viseral sendiri sangat berbeda dengan
susunan ganglia simpatis, karena badan sel dari neuron postganglion simpatis hampir selalu
terletak dalam ganglia rantai simpatis atau dalam berbagai ganglia lainnya yang memang ada
dalam abdomen dari pada dalam organ yang dirangsang itu sendiri.
b. Neurotransmitter
Serabut saraf simpatis dan parasimpatis terutama menyekresikan salah satu dari kedua
bahan transmitter sinaps ini, asetilkolin atau epinefrin. Serabut-serabut yang menyekresi
asetilkolin disebut serabut kolinergik. Serabut-serabut yang menyekresi norepinefrin disebut
serabut adrenergik.
Di dalam sistem saraf simpatis dan parasimpatis, semua neuron preganglion bersifat
kolinergik. Semua atau hampir semua neuron postganglion dari sistem parasimpatis juga bersifat
kolinergik. Sebaliknya, sebagian besar neuron postganglion simpatis bersifat adrenergik.
Jadi, ujung saraf terminal dari sistem parasimpatis semua atau sungguh-sungguh semua
menyekresi asetilkolin. Sebagian besar ujung saraf simpatis menyekresi norepinefrin, namun
hanya sedikit menyekresi asetilkolin. Oleh karena itu, asetilkolin disebut transmiter parasimpatis
dan norepinefrin disebut transmiter simpatis.
Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik
Simpatis : dilatasi pupil, kelenjar keringat lebih banyak menyekresikan keringat, penghambatan
peristaltik dan relaksasi sfingter pada sistem gastrointestinal, meningkatkan seluruh aktivitas
jantung, meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa yang diperlukan selama kerja berat,
dll.
Parasimpatis : konstriksi pupil, meningkatkan seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal,
menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi, menurunkan pemompaan jantung
membuat jantung dapat beristirahat di antara aktivitas kerja yang berat, dll.
c. Hormone Stress
Stres akan mempengaruhi respon tubuh dalam pengaturan sekresi kelenjar hormonal.
Kelenjar hormonal yang paling berpengaruh adalah pengaktivasian sistem korteks adrenal
pituitari anterior. Menurut Selye, stressor akan mempengaruhi sirkuit-sirkuit neural menstimulasi
pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dari pituitari anterior dimana akan memicu
pelepasan glukortikoid dari korteks adrenal, sehingga glukortikoid menghasilkan banyak di
antara efek-efek respon stres. Stressor juga dapat mengaktifkan sistem saraf simpatis, sehingga
meningkatkan jumlah epinefrin dan noreepinefrin yang dilepaskan dari medula adrenal.
Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia
yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis
selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal.
Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi
kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar
30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah
aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or
flight.
5. PEMBENTUKAN MEMORI
Secara fisiologis, ingatan tersimpan dalam otak dengan mengubah sensitivitas dasar
penjalaran sinaptik diantara neuron-neuron sebagai akibat aktivitas neural sebelumnya. Jaras
yang baru atau yang terfasilitasi disebut jejak ingatan (memory traces). Jaras-jaras ini penting,
karena bila menetap/ada, akan diaktifkan secara selektif oleh benak pikiran untuk menimbulkan
kembali ingatan yang ada.
Ingatan adalah penyimpanan pengetahuan yang didapat untuk dapat diingat kembali kemudian
Ingatan positif dan negative
Walaupun kita sering berpendapat bahwa ingatan adalah hasil dari pengumpulan kembali
pikiran-pikiran atau pengalaman-pengalaman sebelumnya yang bersifat positif, tetapi tetap ada
kemungkinan yang sama besar untuk ingatan negative. Otak memiliki kapasitas untuk belajar
mengenali informasi yang tidak memberi akibat sebagai hasil dari inhibisi jaras sinaptik,
ssehingga menimbulkan efek yang disebut habituasi. Pada indera hal tersebut merupan tipe
ingatan negative.
Sebaliknya untuk jenis-jenis informasi masuk dan menyebabkan akibat yang penting, seperti rasa
nyeri atau rasa senang, otak memiliki kemampuan otomatis yang berbeda dalam hal penguatan
dan penyimpanan jejak ingatan.
Ingatan positif adalah hasil dari fasilitasi jaras-jaras sinaptik, dan prosesnya disebut sensitisasi
ingatan. Daerah khusus pada region limbic basal otak mampu menentukan apakah suatu
informasi bersifat penting atau tidak penting, dan membuat keputusan secara tidak sadar apakah
informasi ini akan disimpan sebagai jejak ingatan yang di sensitisasi atau justru ditekannya.
Klasifikasi ingatan:
Berdasarkan jenis informasi yang disimpannya :
a. Ingatan deklaratif
Pada dasarnya berarti ingatan terhadap beragam detil mengenai suatu pikiran
terintegrasi, seperti ingatan suatu pengalaman penting yang meliputi (1)ingatan akan keadaan
sekeliling, (2)ingatan akan hubuhngan waktu, (3)ingatan akan penyebab pengalaman
tersebut, (4)ingatan akan makna pengalaman tersebut, dan (5)ingatan akan kesimpulan
seseorang yang tertinggal pada pikiran seseorang.
b. Ingatan keterampilan
Seringkali dihubungkan dengan aktivitas motorik tubuh seseorang seperti
keterampilan yang terbentuk untuk memukul bola tenis, termasuk ingatan otomatis pada:
(1)pandangan ke bola, (2)menghitung hubungan dan kecepatan bola ke raket, dan (3)
mengambil kesimpulan secara cepat pergerakan tubuh, lengan, dan raket yang dibutuhkan
untuk memukul bola se3perti yang diinginkan.
Berdasarkan lama waktu penyimpanan
a. Ingatan jangka pendek
Yaitu ingatan yang berlansung beberapa detik atau paling lama beberapa menit
kecuali jika ingatan tersebtu menjadi ingatan jangka panjang. Kemungkinan penjelasan
mengenai ingatan jangka pendek ini adalah fasilitasi (inhibisi presinaptik). Hal ini terjadi
pada sinaps-sinaps yang terletak pada fibril-fibril saraf terminal segera sebelum fibril-fibril
tersebut bersinaps dengan neuron berikutnya. Bahan-bahan kimiawi neurotransmitter yang
disekresikan pada terminal seperti itu seringkali menyebabkan fasilitasi atau inhibisi yang
berlansung selama beberapa detik samapi menit.lintasan seperti ini menimbulkan ingatan
jangka pendek.
Berbagai eksperimen cerdik pada sifut laut, Aplysia telah membuktikan bahwa
ingatan jangka pendek memiliki 2 bentuk:
- Habituasi (pembiasaan): penurunan responsivitas terhadap presentasi berulang suatu
stimulus indiferen-yaitu ransangan yang tidak menghasilkan penghargaan.
Mekanisme: Pada habituasi penutupan saluran Ca2+ mengurangi masuknya Ca2+ kedalam
terminal prasinaps yang menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmitter. Akibatnya,
potensial pascasinaps berkurang dibandingkan dengan normal sehingga terjadi penurunan
atau hilangnya respon perilaku yang dikontrol oleh neuron efferent pascasinaps. karena
itu ingatan untuk habituasi pada aplysia disimpan dalam bentuk modifikasi saluran Ca2+
spesifik. Tanpa latihan lebih lanjut, penurunan responsivitas ini bertahan beberapa jam.
- Sensitisasi (pemekaan): peningkatan responsivitas terhadap ransangan ringan setelah
ransangan kuat.
Mekanisme: Sensitisasi pada aplysia juga melibatkan modifikasi saluran, tetapi dengan
mekanisme dan saluran yang berbeda. Berbeda dari apa yang terjadi pada habituasi,
masuknya Ca2+ kedalam terminal presinaps meningkat pada sensitisasi. Sensitisasi tidak
memiliki efek secara lansung pada saluran Ca2+ prasinaps, namun secara tidak lansung
meningkatkan pemasukan Ca2+ melalui fasilitasi prasinaps (cara untuk meningkatkan
efektivitas sinaps)
b. Ingatan jangka menengah
Yaitu ingatan yang berlansung beberapa hari sampai beberapa minggu tetapi
kemudian menghilang. Ingatan ini kadang-kadang akan hilang, kecuali jika jejak ingatan
memperoleh aktivasi secukupnya sehingga menjadi lebih permanen klasifikasi jangka
panjang.
Percobaan pada hewan primitive telah menunjukkan bahwa ingatan jenis jangka
menengah ini dapat merupakan hasil dari perubahan fisik atau kimiawi yang bersifat
sementara, atau keduanya, baik pada terminal sinaps presinaptik/ postsinaptik, perubahan ini
menetap selama bermenit-menit sampai beberapa minggu.
Mekanisme: Pada tingkat molekuler, walaupun penyebabnya tidak seluruhnya diketahui,
efek habituasi pada terminal sensorik terjadi akibat penutupan secara progresif kanal-kanal
kalsium melalui membrane terminal. Meskipun demikian, penutupan kanal kalsium tersebut
tidak sepenuhnya dimengerti, ion kalsium dapat berdifusi kedalam terminal terhabituasi ini
lebiih sedikit daripada jumlah normal, dan akan semakin sedikit transmitter sensoris terminal
yang dilepaskan karena pemasukan ion kalsium merupakan stimulus utama bagi pelepasan
transmitter.
Jadi, dengan cara yang sangat tidak lansung efek asosiasi terminal fasilitator yang
teransang pada saat bersamaan dengan teransangnya terminal sensorik menyebabkan
peningkatan sensitivitas peransangan yang lama pada terminal sensorik, dan hal itu
menimbulkan jejak ingatan.
c. Ingatan jangka panjang
Yaitu ingatan yang sekali disimpan, dapat diingat kembali selama bertahun-tahun
kemudian atau bahkan seumur hidup.
Sementara ingatan jangka pendek berkaitan dengan penguatan transien sinaps sinaps
yang sudah ada, ingatan jangka panjang memerlukan pengaktifan gen-gen spesifik yang
mengontrol sintesis protein yang dibutuhkan untuk perubahan structural atau funsional
jangka panjang disinaps-sinaps spesifik.
Suatu protein regulatorik positif, CREB adalah tombol molekuler yang mengaktifkan
(menyalakan) gen-gen yang penting dalam penyimpanan ingatan jangka panjang.
Perubahan struktur fisik yang terjadi di sinaps-sinaps selama terbentuknya ingatan
jangka panjang:
1. Peningkatan tempat-tempat pelepasan vesikel untuk menyekresikan bahan-bahan
transmitter.
2. Peningkatan jumlah vesikel-vesikel transmitter yang dilepaskan.
3. Peningkatan jumlah terminal presinaptik.
4. Perubahan pada struktur spina dendritik yang membolehkan terjadinya transmisi sinyal
yang lebih kuat.
Jadi, dalam beberapa hal yang berbeda, kemampuan structural dari sinaps-sinaps
untuk menjalarkan sinyal tampaknya menjadi meningkat selama adanya jejak ingatan jangka
panjang yang sebenarnya.
6. MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pembuatan atau pengambilan keputusan, kategorisasi, penilaian, serta penyelesaian
masalah merupakan komponen-komponen dasar berpikir yang bergantung pada memori explicit
dan implicit serta dipengaruhi oleh keadaan emosional. Berpikir dapat didefinisikan sebagai
proses penerimaan informasi dan penggabungannya dengan memori yang tersimpan baik itu
memori implicit maupun memori explisist hingga menimbulkan persepsi. Penelitian
menunjukkan bahwa kemapuan tersebut dominan dimiliki oleh area prefrontal. Area prefrontal
memiliki kemampuan untuk mempertahankan jejak potongan kecil informasi secara simultan dan
kemudian mencetuskan pemanggilan informasi tersebut secara segera yang diperlukan untuk
pemikiran selanjutnya yang disebut dengan proses ‘ingatan aktif’. Potongan-potongan informasi
dari ingatan aktif tersebut memungkinkan individu untuk memiliki kemapuan seperti
memperkirakan masa depan;
membuat rencana untuk masa yang akan datang;
perlambatan kerja sebagai respon terhadap sinyal sensorik sehingga informasi tersebut
dapat dipertimbangkan sampai bentuk respon yang terbaik diputuskan;
Mempertimbangkan akibat kerja motorik bahkan sebelum tindakan tersebut dilakukan;
Menyelesaikan masalah matematik, hukum, atau filsafat yang kompleks;
Mengendalikan aktivitas dalam kaitannya dengan hokum moral;
Menghubungkan semua jalur informasi untuk mengahasilkan suatu pemikiran yang
rumit.
KESIMPULAN
Sistem saraf ototom (SSO) merupakan sistem saraf motorik yang mengatur kerja
kelenjar, otot jantung, dan otot polos. Target primer sistem saraf otonom adalah organ-organ
visceral di cavum abdomen dan thoraks, kelenjar-kelenjar tubuh, pembuluh darah kutaneus, dan
musculus piloerector. Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf simpatis dan
parasimpatis.
Hipotalamus dengan emosi sangat erat kaitannya yaitu dapat dilihat pada peran
hipotalamus dalam mengatur perilaku emosi dari manusia dan berbagai macam respon emosi
seperti marah, agresif, takut, senang, dan puas.
Daftar Pustaka
Baehr, M, Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Brunton, L., Lazo, J. & Parker, K., 2005. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of
Therapeutics 11th ed., New York: McGraw Hill Professional.
Katzung, B.G., 2006. Basic & Clinical Pharmacology 10th ed., New York: McGraw-Hill
Medical.
Guyton AC, Hall JE. (2006). Textbook of Medical Physiology Eleventh edition. Philadelphia:
Elsevier
Tate, Seeley Stephen. (2004) . “Anatomy and Physiology, Sixth Edition”. McGraw-Hill
Companies