laptut skenario2 dmf1.docx

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir di seluruh dunia mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Menurut hasil survey kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995, penyakit periodontal terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk. Di Asia dan Afrika prevalensi dan intensitas penyakit periodontal lebih tinggi daripada di Eropa, Amerika dan Australia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih menjadi masalah di masyarakat. Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, yang bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menyebabkan pendarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat, dan perubahan kontur normal. Penyakit ini berupa suatu inflamasi pada gingiva yang biasanya disebabkan oleh akumulasi plak. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2001 kelainan periodontal 1

Upload: naufanisa-muthia

Post on 01-Dec-2015

115 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

sknr2

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir di

seluruh dunia mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Menurut hasil survey

kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995, penyakit periodontal terjadi pada

459 orang diantara 1000 penduduk. Di Asia dan Afrika prevalensi dan intensitas

penyakit periodontal lebih tinggi daripada di Eropa, Amerika dan Australia. Di

Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih

menjadi masalah di masyarakat.

Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab

utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, yang

bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis. Gingivitis adalah

peradangan pada gingiva yang menyebabkan pendarahan disertai pembengkakan,

kemerahan, eksudat, dan perubahan kontur normal. Penyakit ini berupa suatu

inflamasi pada gingiva yang biasanya disebabkan oleh akumulasi plak. Menurut

profil kesehatan Indonesia tahun 2001 kelainan periodontal pada tahun 2001

terjadi sebesar 61%. Gingivitis sering terjadi dan bisa timbul kapan saja.

Peradangan pada gingiva tidak hanya dapat terjadi pada satu atau dua gigi, tetapi

juga dapat terjadi pada seluruh gigi. Gingiva menjadi mudah berdarah karena

rangsangan yang kecil seperti saat menyikat gigi, atau bahkan tanpa rangsangan.

1

BAB II

STEP I

1. Probing Depth : Kedalaman dari pengukuran poket

periodontal yang ujungnya tumpul diukur dari margin gingiva ke ujung

probe periodontal

2. Bleeding on Probing : Pemeriksaan apakah ada perdarahan atau

tidak saat probe periodontal dimasukkan dalam poket gingiva

3. Stippling : Bentukan normal seperti kulit jeruk dan

cekungan pada gingiva

4. Gingivitis Marginalis Kronis: Peradanagn gingival pada daerah margin

dan telah berlangsung lama yang sering terjadi pada anak-anak

ditandai dengan perubahan warna, konsistensi, dan permukaan gingiva

5. Gingivitis Hiperplasia : Pertambahan ukuran gingiva karena

peningkatan jumlah sel penyangganya yang terjadi karena inflamasi,

induksi obat-obatan dan pembentukan neoplastik

6. Debris : Kotoran yang terdapat pada gigi karena

adanya sisa-sisa makanan dan sisa-sisa jaringan yang sudah mati

STEP II

1. Bagaimana etiologi terjadinya gingivitis ?

2. Bagaimana pathogenesis terjadinya gingivitis ?

3. Bagaimana tanda-tanda klinis / gambaran klinis terjadinya gingivitis ?

4. Bagaimana klasifikasi gingivitis?

STEP III

1. Etiologi gingivitis :

a. Kebersihan oral hygiene yang buruk,sehingga sisa-sisa makanan yang

tidak dibersihkan akan terakumulasi dan terbentuk plak

b. Penumpukan karang gigi

c. Obat-obatan tertentu yang dikonsumsi tiap hari

2

d. Penyakit sistemik seperti leukemia, diabetes HIV

e. Kehamilan

f. Sikat gigi yang bisa menimbulkan perdarahan

g. Malnutrisi dan defisiensi nutrisi,misal defisiensi vitamin C

h. Gigi berjejal ( malposisi ), overjet atau overbite (maloklusi)

i. Faktor social ekonomi, budaya, pendapatan

j. Kebiasaan merokok, mempermudah terjadinya resesi gingival karena

kandungan nikotin pada rokok

k. Plak

l. Peran dari bakteri

m. Respon host

n. Luka pada gingival

o. Faktor Psikosomatik

p. Faktor Penuaan, saliva menurun sehingga bakteri mudah melekat dan

terjadi penumpukan plak

q. Faktor Iatrogenik seperti perawatan alat orhodontik

r. Eksodonsia

s. Gigi tiruan lepasan yang menekan jaringan

t. Restorasi yang tepinya overhanging

u. Bernafas lewat mulut sehingga gusi kering dan mudah iritasi

2. Patogenesis terjadinya gingivitis

Ada empat tahap dalam patogenesa terjadinya gingivitis, yaitu :

1. Lesi awal (Initial lesion), ditandai dengan :

plak terkumpul ( cocci gram negative dan filament )

Belum terlihat adanya gejala klinis

Peningkatan PMN ke Pembuluh darah

Peningkatan GCF

2. Lesi dini ( Early Lesion ) , ditandai dengan :

Eritema dan proliferasi kapiler

Epitel tipis/ ulserasi

70% kolagen rusak

3

Pemeriksaan BOP positif

3. Lesi mapan ( Estabilished lesion ), ditandai dengan warna kebiruan,

aliran darah terhambat, sel darah merah terikat, warna menjadi lebih

gelap

4. Lesi lanjut ( Advanced lesion ) ditandai dengan perluasan lesi ke

tulang alveolar, fibrosis gingival

Interaksi antara mikroba dengan host, yaitu :

1. Perjalanan

2. Penyebaran, secara langsung dengan toksin maupun tidak langsung

dengan faktor-faktor tertentu

Respon host berupa perlindungan maupun prevensi infeksi local agar

tidak jadi infeksi sistemik. Cara bakteri menyerang host ada empat

poin, yaitu :

1. Kolonisasi

Bakteri berkoloni (melekat antara yang satu dengan yang lain )

karena adanya adhesion (fimbriae, outermembran protein).

Perlekatannya bissa ke akar, jaringan, maupun plak.

2. Invasi

Terjadi ulseratif di epithelium sulcular ( poket). Terdapat dua jenis

poket yaitu :

1. Poket gingiva

2. Poket Periodontal

Pada tahap ini, mikroba berpenetrasi ke jaringan ikat.

3. Upaya pertahanan host

Dapat dilakukan dengan adanya antibodi yang merangsang

protease untuk mendekstruksi Immunoglobulin milik mikroba.

4. Kerusakan jaringan

1. Langsung

Produk bakteri mengubah metabolisme dari host

4

2. Tidak langsung

Bakteri memicu respon host untuk muncul. Kemudian Matriks

Metalloproteinase mendegradasi matriks. Sehingga akan

mengubah keseimbangan system imun

3. Tanda-tanda Klinis gingivitis

a. Warna gingiva

Menjadi merah tua sampai merah kebiruan karena vaskularisasi yang

meningkat dan pigmentasi.

b. Halus, stippling mulai menghilang, lebih mengkilat

c. Kontur mulai membulat pada daerah margin gingiva dan interdental

papil datar

d. Konsistensi lunak

e. Resesi gingiva

f. Perdarahan saat BOP karena ada lesi inflamatori pada epitel dan

jaringan ikat

g. Perubahan pada gingiva

h. Pembengkakan

i. Terdapat vesikel

4. Klasifikasi Gingivitis :

1. Gingivitis marginalis ditandai dengan margin gingival merah tua dan

sering terjadi pada remaja

2. Gingivitis Atropican ditandai dengan gingiva mengecil, poket

membengkak

3. Gingivitis hipertropikan ditandai dengan kronis, sakit, gingival

bengkak,

4. Gingivitis Gravidarum yang terjadi pada wanita hamil

5. Gingivitis Plaunvinsent ditandai dengan demam, busuk, nekrosis,

ulser, sakit, limfe membesara, gingival merah, perdarahan, gigi goyang

6. Gingivitis Herpetica ditandai dengan demam, bibir bengkak dan

kering, gingival merah dan bengkak

7. Gingivitis desquamatif terjadi pada wanita menopause

5

8. Eruption Gingivitis yang terjadi pada anak-anak umur 6-7 tahun

yang mengalami keradangan pada gingiva karena gigi erupsi

9. Gingivitis artefacta yang terjadi karena perilaku mencederai gusi.

Ada dua macam yaitu:

a. Minor, seperti karena menggosok gigi

b. Mayor

10. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) ditandai oleh

demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit mulut yang

hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla-papilla

interdental terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan

pseudomembran yang keabu-abuan.

11. Gingivitis scorbutic terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene

jelek, peradangan terjadi menyeluruh dari interdental papill sampai

dengan attached gingival, warna merah terang atau merah menyala

atau hiperplasi dan mudah berdarah

Berdasarkan penyebarannya gingivitis diklasifikasikan atas lima jenis yaitu:

1. localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa

daerah gigi),

2. generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara

menyeluruh),

3. marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian

batas gusi cekat),

4. papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai

batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papila,

5. diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papila interdental).

Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :

1. gingivitis akut (rasa sakittimbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu

pendek),

6

2. gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut),

3. gingivitis rekuren (peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah

dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul

kembali,

4. gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul

secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit

apabila tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang

semakin parah).

STEP IV

STEP V

Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan:

1. Gambaran makroskopis dan mikroskopis gingiva normal

7

Etiologi

Patogenesis

GINGIVITIS

Klasifikasi

2. Mekanisme pertahanan gingiva

3. Inflamasi secara umum

4. Patogenesis gingivitis hiperplasia dan gingivitis marginalis

5. Gambaran makroskopis dan HPA gingivitis hiperplasia dan gingivitis

marginalis

STEP VII

1. GINGIVA NORMAL

Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi

processus alveolaris dan leher gigi. Secara klinis gingival mempunyai beberapa

baguan yaitu,

Marginal Gingiva

Marginal gingiva yang biasa juga disebut juga unattached gingival

( gingival bebas ), merupakan ujung ginggiva yang mengelilingi gigi yang

berbentuk collar like fashion (seperti kerah baju). Mempunyai lebar 1mm

dan dipisahkan oleh free gingival groove. Marginal gingival ini nantinya

yang membentuk dinding sulkus gingival.

Attached Gingiva

Merupakan bagian dari ginggiva yang melekat erat pada sementum dan

periosteum tulang alveolar. Berbatasan dengan mukosa alveolar pada

Mucogingival junction (MGJ). Lebarnya mulai dari dasar sulkus sampai

Mucogingival junction. Mempunyai Lebar bervariasi pada setiap gigi.

Pada insisiv rahang atas 3,5-4,5 mm, pada insisiv rahang bawah 3,3-3,9

mm. Pada posterior rahang bawah 1,8 mm.

Interdental Papilla

Mengisi gingival embrasure (ruang interproksimal). Berbentuk piramida

pada gigi anterior atau “col” pada gigi posterior. Bentuknya tergantung

titik kontak, ada atau tidaknya resesi gingival. Pada gigi dengan diastema

tidak terdapat interdental papilla, ginggiva cekat pada tulang interdental.

Sulcus Gingiva

8

Merupakan suatu Celah berbentuk “v” dibatasi oleh permukaan gigi pada

satu sisinya dan margin gingiva pada sisi lainnya. Secara histologis

kedalamannya adalah 1,8 mm. sedangkan secara klinis, diperiksa dengan

Probe periodontal (probing depth) mempunyai kedalaman ormal : 2 – 3

mm

Gambaran Mikroskopis Gingiva Normal

I. Jaringan Ikat

Gingiva diikat oleh jaringan ikat sebagai inti yang diikat oleh sel epitel

pipih berlapis

(Stratified Squomous Epitel).

Komponen seluler

Fibroblas

Sel mast

Makrofag

Limfosit, Sel plasma

Komponen ekstraseluler

Serabut gingiva : kolagen, reticular, elastin

Bahan dasar : mengisi ruang antara sel dan serabut gingiva

(proteoglican, glikoprotein)

Pembuluh darah, limfe dan saraf

II. Jaringan Epitel

Oral/Outher Epithelium

Meliputi crest dan permukaan luar dari marginal gongiva dan

permukaan pada attached gingival. Tebalnya sekitar 0,2 mm hingga 0,3

mm. Outher epithelium merupakan epitel berlapis pipih berkeratin

(parakeratinisasi) dan mengandung retepeg. Derajat keratinisasi gingival

menurun dengan bertambahnya usia dan onset menopause. Tetapi tidak

selalu berhubungan dengan fase menstruasi. Keratinisasi pada mukosa

mulut berbeda pada tiap daerah, seperti palatum mempunyai tingkat

keratinisasi lebih tinggi dibandingkan gingival, ventral lidah, dan pipi.

Sulcular Epitelium

9

Meliputi sulcus gingiva tipis terdiri dari stratified squomous

epitelium . Tidak berkeratin dan tidak mengandung retepeg, tetapi bila ada

iritasi plak maka dapat berkeratin. Sulcular epithelium meluas dari batas

koronal epitel junctional ke puncak margin gingival. Seperti epitel

nonkeratin lainnya, epitel sulcular memiliki granulosum dan strata

korneum.

Epitel sulcular ini sangat penting karena dapat bertindak sebagai

membrane semipermiabel di mana produk bakteri pathogen yang masuk

merembes ke dalam sulkus gingival. Berbeda dengan epitel junctional,

epitel junctional tidak banyak disusupi oleh leukosit PMN dan menjadi

kurang permiabel

Junctional Epitelium

Terdiri dari stratified squomous berepitel, berkeratin, dan tidak

mempunyai retepeg. Pada awal perkembangan terdapat 3-4 lapis sel, tetapi

dengan bertambahnya usia meningkat 10-20 lapis sel.

Sel ini dapat dikelompokkan menjadi dua lapisan :

- Lapisan basal

- Lapisan suprabasal

Panjang epitel junctional ini sekitar 0,25 mm hingga 1,35 mm dan

melekat pada jaringan ikat gingival oleh lamina basal eksterna. Junctional

epitelium atau functional epithelium terdiri dari 3 zona, yaitu apikal,

tengah, dan koronal

Gambaran Klinis Gingiva Normal

I. Warna

Warna gingiva yang normal adalah merah jambu (coral pink).

Warna gingiva adalah dipengaruhi oleh pasok vaskular, ketebalan dan

derajat keratinisasi epitel, dan keberadaan sel-sel yang mengandung

pikmen (pikmen melanin). Warna gingiva bervariasi antar individu, dan

tampaknya berkorelasi dengan pikmentasi pada kulit. Artinya warna

gingiva lebih gelap pada individu yang warna kulitnya gelap. Mukosa

alveolar yang berbatasan dengan attached gingiva berbeda sekali warnanya

10

dari gingiva karena warnanya lebih merah. Hal ini disebabkan perbedaan

struktur mikroskopisnya. Epitel mukosa alveolar adalah lebih tipis, tidak

berkeratin, dan tidak mengandung rete-peg. Disamping itu jaringan ikat

mukosa alveolar tersusun lebih longgar dan mengandung lebih banyak

pembuluh darah.

II. Kontur

Kontur atau bentuk gingiva dipengaruhi oleh bentuk gigi geligi dan

susunan gigi geligi pada lengkung rahang, lokasi dan besar area kontak

proksimal, dan dimensi embrasur gingiva pada vestibular dan sisi oral.

Margin gingiva mengelilingi gigi seperti kerah baju dengan mengikuti

pola seperti busur pada permukaan vestibular dan oral. Polanya menjadi

seperti garis lurus apabila permukaan giginya relatif datar. Apabila gigi

sangat konveks dalam arah mesio-distal (misalnya kaninus maksila atau

gigi yang posisinya labio-versi), pola yang seperti busur akan semakin

nyata dan posisi tepi margin gingiva berada lebih ke apikal. Sebaliknya

bila posisi gigi linguo-versi, tepi margin gingiva menjadi datar dan

menebal. Bentuk gingiva interdental dipengaruhi oleh kontur permukaan

proksimal gigi serta lokasi dan bentuk embrasur gingiva. Bila permukaan

proksimal mahkota gigi relatif datar dalam arah vestibular-oral, akar gigi

rapat satu sama lain dan tulang interdental tipis dalam mesio-distal.

Sebaliknya, bila permukaan proksimal gigi cembung, diameter gingival

interdental bertambah lebar. Tinggi gingiva interdental bervariasi

tergantung pada lokasi dari kontak proksimal.

III. Konsistensi

Konsistensi gingival yang normal adalah kenyal. Konsistensi

attached gingiva yang kenyal adalah disebabkan oleh lamina proprianya

yang mengandung banyak serat kolagen dan melekat ke mukoperiosteum

tulang alveolar. Margin gingiva meskipun tidak melekat ke tulang alveolar

berkonsistensi kenyal karena mengandung serat-serat gingiva.

11

IV. Tekstur Permukaan

Tekstur permukaan gingiva cekat yang normal adalah seperti kulit

jeruk (stippled/stippling), sedangkan tekstur permukaan margin gingiva

adalah licin. Bagian tengah dari gingiva interdental mempunyai tekstur

seperti kulit jeruk, sedangkan bagian tepinya licin. Pola dan perluasan

stippling adalah bervariasi antar individu dan antar sisi pada satu individu.

Stippling tidak begitu jelas pada permukaan oral, dan pada beberapa orang

bisa tidak dijumpai. Stippling timbul sebagai akibat adaptasi gingiva untuk

menerima fungsi, yang secara mikroskopis disebabkan oleh adanya

protuberansia (penonjolan) dan depresi pada permukaan gingiva.

V. Posisi Ginggiva

Posisi gingival pada awal erupsi, tepi ginggiva dan sulkus gingival

berada pada puncak mahkota gigi. Semakin lama semakin menuju ke

koronal. Pada saat mengalami kelainan (gingivitis) ginggiva mengalami

resesi dan semakin ke apical.

VI. Ukuran Ginggiva

Ukuran gingival tergantung pada banyaknya elemen seluler dan

interseluler serta vaskularisasinya. Bertambahnya besar gingival akibat

adanya pertambahan elemen seluler, interseluler, vaskularisasi merupakan

gambaran umum pada gingival yang inflamasi.

VII. Bleeding On Probing

Pada gingival yang normal tidak terdapat perdarahan pada saat

dilakukan pemeriksaan dengan probe periodontal.

VIII. Probing Depth

Pada gingival yang normal mempunyai kedalaman antara 2-3 mm

saat diperiksa dengan probe periodontal.

2. Mekanisme Pertahanan Gingiva

Mekanisme pertahanan gingival terdiri dari empat komponen yaitu :

1. Deskuamasi epitel dan keratinisasi

2. Cairan sulkular

3. Leukosit pada daerah Dentogingival

12

4. Saliva

2.1 Deskuamasi Epitel dan Keratinisasi

Secara kontinyu pada epitel berlangsung proses pembaharuan

epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke superfisial. Proses ini

diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu,

dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau

parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel

dalam rangka pembaharuan sel sedangkan pembentukan keratin tersebut

merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana.

2.2 Cairan Sulkular

Cairan sulkular atau Gingiva Crevicular Fluid (GCF) merupakan

salah satu komponen dalam mekanisme pertahanan gingival. Cairan

Sulkular memiliki banyak komponen yang terkandung didalamnya.

Komponen-komponen tersebut antara lain :

Komponen GCF :

a. Elemen seluler

Elemen seluler GCF meliputi bakteri, sel epitel yang

terdeskuamasi, Leukosit ( PMN, Limfosit,monosit/makrofag) yang keluar

melalui epitelium sulcular karena sifat epitel sulkular yang memiliki

permeabilitas tinggi.

b. Elektrolit

Elektrolit yang ditemukan terdapat pada GCF yaitu potasium,

sodium, dan kalsium. Adanya sodium dan kalsium menunjukkan adanya

korelasi positif dengan inflamasi .

c. Senyawa Organik

Senyawa organik yang ditemukan di GCF yaitu Karbohidrat

(Heksosamin glukosa dan asam heksuronat) dan protein. Konsentrasi

glukosa di GCF lebih tinggi daripada di serum. Hal ini menunjukkan

hasil aktivitas metabolisme jaringan & fungsi dari flora mikroba lokal.

13

Sedangkan total protein di GCF lebih rendah daripada serum. Sehingga

karbohidrat lebih berperan terhadap inflamasi

d. Produk metabolik dan produk bakterial

Juga ditemukan adanya produk metabolik maupun produk bakteri

dalam GCF seperti asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin,

substansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial. Faktor

antibacterial inilah yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan

gingiva terhadap adanya jejas terutama bakteri yang pathogen.

e. Enzim

β glukuronidase, yang merupakan enzim lisosomal;

dehidrogenase asam laktat yang merupakan enzim sitoplasmik;

kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas atau LPN, atau

diekskresi oleh bakteri; posfolipas, suatu enzim lisosomal tetapi yang

bisa juga diproduksi oleh bakteri.

2.2.1 Aktivitas Seluler dan Humoral GCF

IL-1α dan IL-1β dalam sitokin mempunyai peranan :

- Meningkatkan ikatan PMN dan monosit/makrofag ke sel

endotel

- Stimulasi produksi prostaglandin E2

- Pelepasan enzim lisosomal

- Stimulasi resorpsi tulang alveolar

Resorpsi tulang yang diakibatkan oleh IL-1β ini akan

dihambat oleh adanya Interferon- α dalam GCF yang berfungsi

untuk proteksi terhadap penyakit periodontal.

2.2.2 Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3

yaitu :

1. Aksi membilas

2. Kandungan sel protektif

3. Memproduksi enzim

14

2.2.3 Arti Klinis GCF

Jumlah GCF bertambah saat terjadinya inflamasi .

Jumlahnya tidak meningkat pada trauma oklusi namun

meningkat karena :

1. Pengunyahan makanan yang kasar

2. Sikat gigi dan pemijatan gingiva

3. Ovulasi

4. Kontrasepsi hormonal

5. Merokok

6. Periode sirkadian

7. Terapi periodontal

2.3 Leukosit pada daerah Dentogingival

Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah :

91,2 % LPN (Leukosit Polimorphonuclear)

8,5-8,8 % sel mononukleus terdiri dari: 58% limfosit B, 24 % limfosit

T, dan 18 % fagosit mononukleus

Dijumpai pada sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun

dalam jumlah yang sedikit. Leukosit tersebut berada ekstravaskular di

jaringan dekat ke dasar sulkus. Leukosit yang dijumpai dalam keadaan

hidup, memiliki kemampuan memfagosit dan membunuh. Leukosit pada

dentogingival ini merupakan mekanisme protektif utama melawan

serangan plak ke sulkus gingiva. LPN jumlahnya bervariasi antar

individu, antar waktu dalam sehari dan meningkat jumlahnya pada

keadaan gingivitis.

2.4 Saliva

Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam

keadaan yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah:

Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral

15

Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri

Mengontrol aktivitas bakterial

Faktor – faktor antibakterial Saliva

Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic.

Bahan – bahan organicnya meliputi; ion, gas, bikarbonat, natrium,

kalium, posfat, kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida.

Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin,

mieloperoksidase, laktoperoksidase, aglutinin (seperti glikoprotein,

mucin, β2-makroglobulin, fibronektin) dan antibody.

1. Lisosim: memutus ikatan antara komponen-komponen struktural

dinding sel bakteri yang mengandung glikopeptida asam muramat

seperti spesies Veilonella dan Actinobacillus

actinomycetemcomitans.

2. Sistem laktoperoksidase-tiosianat: bakterisid terhadap strein

Lactobacillus dan Streptococcus dengan jalan menghalangi

akumulasi lisin dan asam glutamat yang dibutuhkan bakteri.

3. Laktoferin: efektif terhadap strein Actinobacillus.

4. Mieloperoksidase adalah ensim mirip peroksidase yang dilepas

lekosit dan bakterisid terhadap Actinobacillus.

Antibodi saliva

Saliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin A.

Antibody saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya

antibody saliva terhadap strein bakteri yang khas pada usus. Banyak

bakteri yang terdapat dalam saliva yang dibalut oleh IgA, dan deposit

bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG.

Immunoglobulin yang ada pada saliva dapat menghambat perlekatan

spesies streptococcus ke sel-sel epitel dan menghambat kemampuan

bakteri melekat ke permukaan mukosa dan gigi.

Pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal, ada peningkatan

konsentrasi enzim saliva. Enzim dimaksud adalah hialuronidase, lipase,

16

β-gluronidase, kondroitin sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase,

peroksidase, dan kolagenase. Enzim proteolitik yang ada dalam saliva

dihasilkan oleh bakteri. Enzim-enzim tersebut berperan dalam memulai

dan berkembangnya penyakit periodontal.

Untuk melawan enzim tersebut, saliva mengandung :

Antiprotease yang menghambat protease sistein seperti katepsin

Antileukoprotease yang menghambat elastase

3. Inflamasi

Inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk

menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik

yang diakibatkan oleh kerusakan asal.

Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,

menghancurkan dan menetralkan agen berbahaya misalnya mikroba, dan toksin.

Inflamasi kemudian kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya

menyembuhkan dan menyusun kembali tampat terjadinya jejas. Dengan demikian,

inflamasi juga saling terkaiterat dengan pro, dan atauyes perbaikan, yang

mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan

pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa. Walaupun

inflamasi membantu membersihkan infeksi dan, bersama-sama dengan proses

perbaikan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka, baik inflamasi ataupun

proses perbaikan sangat potensial menimbulkan bahaya. Oleh karena itu respon

radang merupakan dasar terjadinya reaksi anafilaktik yang mengancam nyawa

seseorang misalnya adalah akibat gigitan serangga dan konsumsi obat.

A. Inflamasi Akut

Inflamasi Akut merupakan Respons segera dan dini terhadap jejas

yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sampai di

tempat jejas, leukosit akan membersihkan setiap mikroba yang menginvasi

dan memulai proses penguraian jaringan nekrotik.

Proses ini memiliki dua komponen utama :

17

1. Perubahan Vaskular. Perubahan dalamkaliber pembuluh darah

yang mengakibatkan peningkatan alikran darah (vasodilatasi) dan

perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma untuk

meninggalkan sirkulasi (Peningkatan permeabilitas vascular)

2. Berbagai kejadian yang terjadi pada sel : Emigrasi leukost dari

mikro sirkulasi dan akumulasinya di focus jejas (rekrutmen dan

aktivasi selular).

Perubahan Vaskular

Perubahan pada caliber dan aliran pembuluh dara. Perubahan ini

dimulai relative lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat

berkembang dengan kecepatan yang beragam, bergantung pada

sifat dan keparahan jejas asalnya.

Setelah vaasokontriksi sementara (beberapa detik saja),

terjadilah vasodilatasi arteriole, yang mengakibatkan

peningkatan aliran darah, dan penyumbatan lokal

(hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran

pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna

merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada

inflamasi akut.

Selanjutnya, mikrosirkulasi menjadi lebih permeable,

mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam

jaringan ekstra vascular. Hal ini menyebabkan sel darah

merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga

meningkatkan viskositas darah dan memperlambat

sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan

oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang

dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut dinamakan dengan

stasis.

Saat terjadinya stasis, leukosit (terutama neutrophil) mulai

keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang

18

permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini dinamakan

dengan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel,

leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan

bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju ke

jaringan interstisial.

Gambar Peristiwa menyelinapnya leukosit di antara sel-sel

endotel

Peningkatan Permeabilitas Vaskular.

Pada tahap awal inflamasi, vasodilatasi arteriole dan aliran

darah yang bertambah meingkatkan tekanan hidrostatik

intravaskuler dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini

dinamakan dengan transudate pada dasarnya merupakan ultrafiltrat

plasma darah dan mengandung sedikit protein. Namun demikian,

transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas

vascular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein,

bahkan sel ke dalam interstisium disebut (eksudat). Hilangnya

19

cairan kaya protein kedalam ruang perivaskular menurunkan

tekanan osmotic intravascular dan meningkatkan tekanan osmotic

cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke

dalam jaringan ekstra vascular, akumulasi dari cairan ini disebut

dengan edema.

Gambaran sel Endotel pembuluh darah saat normal dan saat

terdapat celah (interendothelial space)

Berbagai Peristiwa yang Terjadi Pada Sel

Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen pembuluh

darah ke ruang ekstravaskular dibagi menjadi (1) Marginasi dan

Rolling (2) Adhesi dan transmigrasi antarsel endothel , dan (3)

Migrasi pada jaringan interstisial terhadap suatu rangsangan

kemotaktik. Rolling dan adhesi diperantarai oleh ikatan molekul

adhesi komplementer pada leukosit dan permukaan endothel.

Mediator kimiawi-kemoatraktan dan sitokin tertantu memengaruhi

proses ini dengan mengatur ekspresi permukaan atau aviditas

molekul adhesi.

20

Gambar Urutan Emigrasi Leukosit Pada Inflamasi

Kemotaksis dan Aktivasi

Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit

bermigrasi menuju tempat jejas mendekati gradient

kimiawi pada suatu proses yang disebut kemotaksis. Kedua

zat ini eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik

terhadap leukosit, meliputi (1) Produk Bakteri yang dapat

larut khususny peptide dengan N-formil-metionin termini,

(2) Komponen system komplemen terutama C 5a (3)

Produk metabolisme asam arakhidonat (AA) jalur

lipoksigenase, terutama leukotrien B4 dan Sitokin terutama

kelompok kemokin misalnya Inter Leukin-8.

Fagositosis dan Degranulasi

Fagositosis dan elaborasi enzim degradatif merupakan

dua manfaat utana dari adanaya leukosit yang direkrut pada

tempat inflamasi. Fagositosis terdiri atas tiga langkah

21

berbeda tetapi saling terkait. (1) Pengenalan dan perlekatan

partikel pada leukosit yang menelan, (2) penelanan, dengan

pembentukan vakuola fagositik selanjutnya, dan (3)

pembunuhan dan degradasi material yang ditelan.

B. Inflamasi Kronik

Inflamasi Kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang

(berminggu-minggu, bulan bahkan tahun), dan terjadi inflamasi aktif ,

jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak.

Berlawanan dengan inflamasi akut yang dibedakan dengan

perubahan vascular, edema dan infiltrate neutrofilik yang sangat banyak,

inflamasi kronik ditandai dengan hal-hal berikut :

Infiltasi Sel Mononuklear (rdang kronik) yang mencakup

makrofag limfosit, dan sel plasma.

Destruksi jaringan, sebgaian besar diatur oleh sel radang.

Repair (perbaikan) melibatkan proliferasi pembuluh darah

baru (angiogenesis) dan fibrosis.

4. Inflamasi Gingiva

Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah

mikrorganisme dalam sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan untuk

mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau

emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epithelial dan jaringan ikat, juga

kandungan interselular seperti kolagen, substansi dasar, dan glikokaliks (cell

coat). Hal ini mengakibatkan perluasan ruang antara sel-sel epithelial junction

selama gingivitis awal yang memungkinkan agen infeksi diperoleh dari bakteri

untuk mendapat jalan masuk ke jaringan ikat. Meskipun penelitian luas, kita

masih tidak dapat membedakan secara tepat antara jaringan gusi normal dengan

initial stage dari gingivitis. Kebanyakan biopsi dari gingival normal manusia

secara klinis mengandung sel-sel inflamasi yang predominan terdiri dari sel-sel T,

22

dengan sangat sedikit sel B atau plasma sel. Sel-sel ini tidak merusak jaringan,

tetapi mereka akan menjadi penting pada saat merespon bakteri atau substansi lain

yang mengganggu gingival. Dibawah kondisi normal, karena itu, aliran konstan

neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah flexus gingival melewati epitel junction,

ke margin gingival, dan kedalam sulkus gingival kavitas oral.

Stage I Gingivitis: Inisial Lesion

Manifestasi pertama dari inflamasi gingiva adalah perubahan vaskularisasi

yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini

terjadi dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi

dari sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini

tidak kelihatan.

Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada

jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh

darah (pelebaran kapiler dan venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding

pembuluh (marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan kadang-kadang lebih cepat 2

hari setelah plak dapat terakumulasi. Leukosit, Polymorphonuclear Neutrophils

(PMN`s) utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi

melewati dinding ( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah

banyak pada jaringan ikat, epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan

sulkus ginggiva dan protein serum ekstravaskular terdapat disini. Bagaimanapun,

penemuan ini tidak diiringi dengan manifestasi dari kejelasan kerusakan jaringan

pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural; mereka tidak membentuk sebuah

rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak dipertimbangkan dalam perubahan

patologi.

Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat

perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada

migrasi leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan

peningkatan aliran cairan ginggiva dalam sulkus. Karakter dan intensitas respon

host menentukan apakah lesi inisial dapat dipecahkan secara cepat, dengan

23

restorasi jaringan kembali ke keadaan normal, atauperlahan-lahan berkembang

menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi, infiltrasi makrofag dan sel

limfoid muncul dalam beberapa hari.

Stage II Gingivitis : The Early Lesion

The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah

permulaan akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mugkin tampak seperti

gingivitis awal, yang berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu,

tanda-tanda klinis eritema dapat terlihat, terutama proliferasi kapiler dan

peningkatan formasi loop kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan pada

pemeriksaan mungkin juga terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari leukosit

yang bertransmigrasi mencapai jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah

onset dari gingivitis klinik.

Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada

jaringan ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan

sel T mayor ), tetapi juga membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag,

sel plasma, dan mast sel. Semua perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke

intensitas dengan early lesion. Epithelium junction menjadi infiltrasi padat dengan

neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai menunjukkan

perkembangan rete pegs atau ridges.

Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan

disekitar infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat

berbentuk sirkuler dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva.Perubahan pada

ciri morfologi pembuluh darah juga dapat dilihat.

PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap

stimuli kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi

lamina basalis,dan ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket..

PMNs menarik bakteri dan terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom

berhubungan dengan ingesti bakteri. Fibroblast menunjukkan perubahan

sitotoksik dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.

24

Stage III Gingivitis : The Established Lesion

Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan

limfosit B dan kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket

gingival kecil dengan poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established

lesion predominan oleh imunoglobin G1 (IgG1) dan G3 (IgG3).

Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah

permulaan akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena

kembali dirusak, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia

ginggiva local, yang ditandai dengan adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang

merah. Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan ikat dan terganggunya

25

haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna

kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis

selayaknya inflamasi ginggiva pada umumnya.

Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa

penelitian menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan

established lesion adalah peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu

jaringan ikat tidak hanya dibawah epithelial junction, tetapi juga jauh didalam

jaringan ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat

kolagen. Epithelial junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris

granular sel, termasuk lisosom diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang

terganggu. Lisosom mengandung asam hidrolase yang dapat menghancurkan

komponen jaringan. Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs atau ridges

yang menonjol dalam jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan pada beberapa

area.Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari

plasma sel yang intact dan terganggu.

Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established

lesion.Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada

manusia telah gagal mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam

mempengaruhi jaringan ikat, termasuk satu penelitian dalam durasi 6 bulan.

Peningkatan dari proporsi sel plasma diperjelas dengan gingivitis yang tahan

lama, tetapi waktu untuk perkembangan established lesion mungkin melebihi 6

bulan.

Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok

kolagen intact dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan

dalam jaringan gusi yang mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase.

Kolagenase secara normal berada pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui

beberapa bakteri oral dan PMN`s.

Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami

peningkatan level asam dan alkaline fosfat, β- glukuronidase, β -glukosidase, β-

galaktosidase, esterase, aminopeptida,sitokrom oksidase, elastase, laktat

dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya dihasilkan dari bakteri dan

26

penghancuran jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral diturunkan, agaknya

merupakan hasil dari degradasi substansi dasar.

Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak

mengalami progress untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih

aktif dan berubah untuk penghancuran lesi secara progresif. Established lesion

juga tampak reversible. Flora kembali dari karakteristik yang mendukung

kerusakan lesi menjadi asosiasi dengan kesehatan periodontal. Persentase sel

plasma menurun drastis, dan jumlah limfosit meningkat secara proporsional.

Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion

Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke

empat yang disebut advanced lesion. Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada

gingival dan manifestasi inflamasi yang menyebar dan kerusakan jaringan

imunopatologi. Pada dasarnya,dalam advanced lesion, sel plasma berlanjut

mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil berlanjut mendominasi epithelial

junction dan celah gingival.Gingivitis akan mengalami progress menjadi

periodontitis hanya pada individu yang rentan.

27

5. Gingivitis Marginalis Kronis dan Hiperplasia Gingiva

1. Gingivitis Marginalis Kronis

Gingivitis Marginalis Kronis merupakan penyakit peradangan gingiva

bagian marginal yang tanpa disertai rasa sakit dan merupakan stadium paling awal

dari penyakit periodontal. Penyakit ini paling banyak diderita oleh anak – anak.

Karena anak – anak memiliki oral hygiene yang buruk, dan tidak mampu untuk

membersihkan sisa – sisa makanan secara sempurna, sehingga peluang untuk

terdapatnya plak adalah lebih tinggi.Pembentukan plak pada anak- anak berusia

8-12 tahun adalah lebih cepatdaripada orang dewasa.

Peradangan gusi pada anak – anak sendiri sebagian besar disebabkan oleh

penimbunan bakteri plak, selain itu juga kebersihan mulut yang kurang baik,

terdapatnya materi alba, dan kalkulus. Materi alba merupakan deposit lunak yang

berwana kuning atau putih keabu-abuan yang biasanya melekat pada permukaan

gigi, gingiva, kalkulus, maupun restorasi, dimana proses pembersihannya lebih

mudah daripada plak. Selain hal diatas, iritasi lain dapat ditimbulkan karena

adanya pinggiran karies atau adanya tepi tambalan yang berlebih.

Pada penderita gingivitis marginalis kronis, terdapat beberapa perubahan

jika dibandingkan dengan gingiva normal, antara lain adanya perubahan pada

warna, ukuran, konsistensi, dan tekstur permukaannya. Pada penderita gingivitis

marginalis kronis, terlihat penampakan warna gingiva menjadi kemerahan.Hal ini

dapat disebabkan karena pembuluh darah yang mengalami vasodilatasi sehingga

ketika pembuluh darah membesar, aliran darah juga ikut meningkat sehingga

membuat warna gingiva menjadi merah.ketika pembuluh darah membesar, lapisan

28

endotel yang menyelimutinya menjadi renggang, sehingga memungkinkan

leukosit untuk diapedesis dan keluar ke jaringan yang mengalami peradangan.

Eksudasi juga dapat terjadi dan menyebabkan aliran darah terhambat, termasuk

aliran darah balik.Sehingga eritrosit dapat rusak atau pecah dan mengeluarkan Hb

yang menyebabkan warna merah pada gingiva.Pada respon inflamasi kronis,

selain yang telah dijelaskan di atas terjadi pula proliferasi berupa angiogenesis dan

meningkatnya fibroblast.

Ketika pembuluh darah mengalami vasodilatasi, ukurannya juga semakin

membesar, sehingga gingiva juga terlihat membengkak, dan pada akhirnya

menyebabkan konsistensinya menjadi lunak karena jaringan kolagennya banyak

yang rusak dan teksturnya menjadi halus dan mengkilap.

2. Hiperplasia Gingiva

Perbesaran gigiva dibagi menjadi dua macam, yaitu hiperplasia gingiva

dan hipertropi gingiva.Hipertropi gingiva yaitu suatu keadaan yang disebabkan

pertambahan ukuran sel pada jaringan gingival. Hiperplasia gingival merupakan

suatu keadaan yang disebabkan karena proliferasi berlebihan pada fibroblast dan

pertambahan sintesis kolagen.

29

Gambar Hiperplasia gingival pada mandibula

Gambar hyperplasia gingival pada maksila

Patogenesis hyperplasia diawali dengan adanya bahaya pada jaringan.

Bahaya dapat disebabkan akumulasi bakteri plak, iritasi, trauma alergi, dan

sebagainya. Bahaya atau jejas menstimulus respon jaringan, selanjutnya dasar

jaringan ikat akan menstimulus untuk jaringan berproliferasi. Proliferasi sel akan

mengakibatkan bertambahnya jumlah sel sehingga aktivitas fungsional untuk

pertahanan juga meningkat. Bertambahnya sel akibat proliferasi mengakibatkan

terjadinya hyperplasia. Hiperlasia bisa terjadi pada satu area atau tersebar, bahkan

bisa sampai menutupi mahkota gigi. Hiperplasi yang terbentuk disertai dengan

oral higien yang rendah akan menyebabkan akumulasi plak sehingga dapat

menimbulkan peradangan skunder.

Faktor – faktor hyperplasia gingival yaitu:

1. Perbesaran karena inflamasi

Perbesaran karena inflamasi dibedakan menjadi dua , yaitu karena

peradangan kronis dan karena peradangan akut. Pada peradangan akut, hiperplasi

terjadi setempat, local, atau menyeluruh yang diawali pembesaran pada margin

gingival atau interdental papil. Hiperplasia biasanya menyebar sampai bagian

bukal atau lingual yang dapat membesar hingga menutupi sebagian mahkota. Ciri

30

–ciri dari hyperplasia keradangan kronis yaitu perbesaran, warna gingival merah

pekatatau merah kebiruan, permukaan tipis, dan mudah mengalami pendarahan.

Etiologi hiperplasi disebabkan iritasi local yang berlangsung lama, oral higien

buruk, akumulasi bakteri plak, alat ortodontik, kavitas di servikal, sisa makanan,

plat protesa lepasan, serta bernafas melalui mulut yang akan menyebabkan

dehidrasi permukaan gingival dan berakibat pada iritasi jaringan.

Pada keradangan akut dapat ditandai dengan adanya abses gingival,

kadang sampai menimbulkan ulserasi, timbul mendadak, sakit yang terlokalisir,

persebaran terbatas pada margin gingival atau interdental papil. Etiologi hiperplasi

keradangan akut disebabkan akumulasi bakteri karena iritasi benda asing yang di

timbulkan dari cara menyikat gigi yang salah,penggunaan tusuk gigi yang tidak

sesuai,serta makanan keras yang member tekanan atau iritasi.

2. Hiperlasia gingival karena konsumsi obat-obatan

Konsumsi obat dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dari

hyperplasia gingival. Konsumsi obat dapat menyebabkan inflamasi serta fibrosis,

namun efek yang ditimbulkan bergantung pada durasi konsumsi obat, dosis obat

yang dikonsumsi, identitas obat, kualitas oral higien, genetic, serta lingkungan.

Semua faktor bervariasi dan menimbulkan efek yang bervariasi juga.

3. Hiperplasia gingival karena kondisi tertentu

a. Hereditas ( Terjadi pada down syndrome, klinifelter, dan beberapa

syndrome hereditas lainnya)

b. Ketidak seimbangan Hormon yang sering terjadi di dalam tubuh ketika

pubertas, hamil, dan beberapa kondisi tertentu lain. Sebagian besar

ketidak seimbangan hormon menyebabkan imunitas menurun sehingga

berpotensi meningkatkan proliferasi jaringan gingiva sebagai respon

iritasi dan bahaya lainnya.

c. Defisiensi Vitamin C mempengaruhi sintesis kolagen, sehingga

sintesis kolagen berkurang yang menyebabkan degenerasi

kolage ,edema, serta perdarahan spontan.

31

d. Hiperplasi gingival karena penyakit sistemik, seperti terjadi pada

penderita leukemia. Pada penderita leukima terjadi kerusakan pada

fungsi sumsum tulang yang menyebabkan kerentanan infeksi.

Kerentangan tersebut memicu infiltrasi sel-sel ganan ke gingival

sehingga menyebabkan stimulus proliferasi dan hyperplasia pada

gingival.

6. Gambaran Klinis, dan HPA dari Gingivitis Hiperplasia dan Gingivitis Marginalis

Kronis

6.1 Gingivitis Hiperplasia

Gingivitis hiperplasia merupakan peningkatan ukuran gingiva karena terjadi

peningkatan jumlah sel. Berdasarkan faktor etiologi dan patologinya, dibedakan

menjadi:

a. Inflammatory enlargement

b. Drug-induced enlargement

c. Enlargement associated with systemic disease

d. Neoplastic enlargement

e. False enlargement

a. Inflammatory Enlargement

Gingival enlargement ini dapat dihasilkan dari inflamasi kronis atau

perubahan akut. Selain itu, inflammatory enlargement biasanya adalah komplikasi

sekunder ke salah satu jenis lain dari pembesaran, membentuk pembesaran

gingiva gabungan.

1. Chronic Inflammatory Enlargement

Klinis

Chronic inflammatory enlargement tampak seperti balon pada papilla

interdental dan marginal gingiva. Pada tahap awal, akan membentuk

tonjolan di sekitar gigi yang terlibat. Tonjolan ini ukurannya dapat

meningkat sampai menutupi bagian dari mahkota. Pembesaran

berlangsung perlahan-lahan dan tanpa rasa sakit, kecuali karena infeksi

akut atau trauma. Kadang-kadang, Chronic Inflammatory Enlargement

32

berupa discrete sessile atau massa yang menyerupai tumor. Hal ini terjadi

di bagian interproksimal atau pada marginal gingiva atau attached gingiva.

Histopatologi

Menunjukkan gambaran inflamasi kronis yang eksudatif dan proliferasi.

Lesi yang secara klinis berwarna merah atau merah kebiruan yang lembut

dengan permukaan halus, mengkilap, dan mudah berdarah. Lesi relatif

kuat, dan memiliki komponen fibrosis yang lebih besar yaitu fibroblas dan

serat kolagen.

Etiologi.

Chronic inflammatory enlargement disebabkan oleh akumulasi plak gigi.

Faktor-faktor yang mendukung akumulasi plak dan retensi termasuk oral

hygiene yang buruk, kelainan anatomi, restorasi yang tidak layak, dan

peralatan ortodontik.

2. Acute Inflammatory Enlargement

a. Gingival Abcess

Klinis

Gingival abcess bersifat lokal, terasa sakit, dan lesi berkembang pesat. Hal

ini umumnya terbatas pada gingiva marginal atau interdental papilla. Pada

tahap awal, tampak sebagai pembengkakan merah dengan permukaan halus

dan mengkilap. Dalam waktu 24 sampai 48 jam, lesi biasanya menjadi

berfluktuasi dengan purulent eksudat. Gigi yang berdekatan sering sensitif

terhadap perkusi dan dapat pecah secara spontan.

Histopatologi

Gingival abcess terdiri dari purulent dalam jaringan ikat, dikelilingi oleh

infiltrasi difus leukosit polimorfonuklear (PMN), pembengkakan jaringan,

dan pembengkakan pembuluh darah. Epitel permukaan memiliki berbagai

tingkat intraseluler dan ekstraseluler, invasi edema oleh leukosit, dan

kadang-kadang ulserasi.

33

Etiologi

Hasil acute inflammatory enlargement dari bakteri dibawa ke dalam

jaringan, ketika zat asing (misalnya, bulu sikat gigi, atau fragmen lobster

shell) tertanam dalam gingiva. Lesi hanya terbatas pada gingiva.

b. Periodontal Abcess

Lesi pada periodontal abcess sudah melibatkan jaringan periodontal.

Secara umum periodontal abcess memproduksi enlargement pada gingiva.

2. Drug-Induced Enlargement

Penyakit gingiva akibat obat semakin lazim karena peningkatan

penggunaan obat diketahui menyebabkan pembesaran gingiva (misalnya,

antikonvulsan obat-obatan seperti phenytoin, obat-obatan imunosupresif seperti

cyclosporine, dan kalsium channel blockers seperti nifedipine, verapamil,

diltiazem, dan natrium valproate). Keparahan pembesaran gingiva pasien dalam

merespon obat yang spesifik dapat dipengaruhi oleh akumulasi plak yang tidak

terkendali, serta peningkatan level hormon.

Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral oleh wanita premenopause telah

dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pada peradangan gingiva dan

pengembangan pembesaran gingiva, dan dapat dihentikan dengan penghentian

kontrasepsi oral.

Gambar: Pembesaran Gingiva

1. Antikonvulsi

Phenytoin

34

Obat antikonvulsi ini digunakan untuk penderita epilepsi. Insiden

terjadinya 3% sampai 84,5% pada usia muda. Phenytoin dapat merangsang

proliferasi sel fibroblast dan epithelium. Fibroblas dari phenytoin-induced

gingival overgrowth menunjukkan peningkatan sintesis glikosaminoglikan

sulfat di vitro. Phenytoin dapat menyebabkan penurunan degradasi kolagen

sebagai hasil dari produksi dari fibroblastik aktif kolagenase.

2. Immunosupressan

Siklosporin

Siklosporin adalah imunosupresif yang ampuh digunakan untuk mencegah

penolakan organ transplantasi dan untuk mengobati beberapa penyakit

autoimun. Mekanisme yang tepat secara selektif dan reversibel

menghambat sel T helper, yang berperan dalam respon imun seluler dan

humoral. Siklosporin A (Sandimmune, Neoral) diberikan intravena atau

melalui per-oral, dan dosis yang lebih besar dari 500 mg/hari telah

dilaporkan untuk menginduksi pembesaran gingiva.

3. Calcium Channel Blockers

Calcium channel blockers adalah obat yang dikembangkan untuk

pengobatan kondisi kardiovaskular seperti hipertensi, angina pektoris, dan

aritmia jantung. Bekerja dengan menghambat masuknya ion kalsium yang

melintasi membran sel jantung dan sel otot halus, menghalangi mobilisasi

kalsium intraseluler. Calcium channel blockers menginduksi dilatasi dari

arteri koroner dan arteriola, meningkatkan suplai oksigen ke otot jantung,

tetapi juga mengurangi hipertensi dengan melebarkan pembuluh darah

perifer.

3. Enlargement Associated with Systemic Disease

Penyakit sistemik dapat mengembangkan manifestasi oral yang mungkin

termasuk pembesaran gingiva. Penyakit-penyakit dan kondisi dapat

mempengaruhi periodonsium oleh dua mekanisme yang berbeda, sebagai berikut:

1. Pembesaran dari peradangan yang ada karena plak gigi (Conditioned

Enlargement). Kelompok penyakit ini, termasuk beberapa kondisi

35

hormonal (misalnya, kehamilan dan pubertas), penyakit gizi seperti

defisiensi vitamin C, dan beberapa kasus dimana pengaruh sistemik tidak

teridentifikasi (nonspesifik conditioned enlargement).

2. Manifestasi dari penyakit sistemik terlepas dari status inflamasi gingiva.

Kelompok ini dibagi menjadi penyakit sistemik yang menyebabkan

pembesaran gingiva dan neoplastik enlargement (Tumor gingiva).

1. Conditioned Enlargement

Conditioned enlargement terjadi ketika ada faktor lokal, dan memperparah

respon gingiva terhadap plak. Conditioned enlargement berbeda dari

gingivitis kronis tergantung pada sifat dari pengaruh sistemik. Bakteri plak

diperlukan untuk inisiasi dari jenis pembesaran. Namun, plak bukanlah

penentu tunggal dari sifat gambaran klinis. Conditioned enlargement

dibedakan menjadi tiga jenis yaitu hormonal (kehamilan, pubertas), gizi

(terkait dengan defisiensi vitamin C), dan alergi.

Enlargement di Kehamilan

Enlargement di kehamilan dapat terletak di marginal, dapat tampak

umum atau tunggal (tumor like masses). Selama kehamilan, ada

peningkatan kadar progesteron danestrogen, pada akhir trimester ketiga

mencapai tingkat 10 dan 30 kali tingkat saat siklus menstruasi. Perubahan

hormonal menyebabkan perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah,

menyebabkan edema gingiva, dan meningkatkan respon inflamasi

terhadap plak gigi. Mikrobiota subgingival mungkin juga mengalami

perubahan, termasuk peningkatan Prevotella intermedia.

Gambaran klinisnya bervariasi. Pembesaran padat dan cenderung

menonjol secara interproksimal dari gingival margin atau interproksimal

space. Gingiva berwarna merah terang atau magenta, halus, dan

permukaan halus mengkilap. Perdarahan terjadi secara spontan.

Lesi muncul sebagai discrete, mushroomlike, flattened spherical

mass yang menonjol dari margin gingiva atau interproksimal space dan

melekat oleh sessile atau pedunculated base. Umumnya berwarna merah

36

kehitaman atau magenta, memiliki permukaan halus mengkilat, dan

merupakan lesi superfisial.

Enlargement pada Masa Pubertas

Pembesaran gingiva ini muncul pada saat pubertas, pada remaja

pria maupun wanita, terutama

untuk area yang mempunyai

akumulasi plak. Secara klinis

dapat ditemukan pembesaran

karena faktor local. Pada

marginal dan interdental

terdapat gambaran bulbous di

interproksimal papilla.

Gambar: Gingivitis Terkait dengan Pubertas

Enlargement pada Defisiensi Vitamin C

Defisiensi vitamin C tidak menyebabkan pembesaran gingiva,

namun menyebabkan pendarahan, degenerasi kolagen, dan edema pada

jaringan ikat gingiva. Kombinasi defisiensi vitamin C dengan keradangan

pembesaran gingiva disebut scurvy.

Nonspesifik Conditioned Enlargement

Merupakan pembesaran gingival mirip tumor karena trauma.

Gambaran klinisnya bervariasi, berupa massa tumor yang berdungkul,

berwarna merah terang atau magenta, permukannya ulserasi dan purulen.

2. Penyakit Sistemik yang Mempengaruhi Gingival Enlargement

Leukimia

Secara klinis terdapat pembesaran diffus, marginal, seperti tumor pada

interproksimal. Berwarna merah kebiruan, memliki permukaan yang

mengkilat, dan konsistensi yang lunak serta mudah berdarah.

Granulomatous Disease

Merupakan suatu lesi akut granulomatous necrotizing pada saluran

pernafasan, dan jarang ditemukan. Berwarna ungu kemerahan, dan mudah

berdarah.

37

4. Neoplastic Enlargement

1. Tumor Jinak

Tumor yang berhubungan seperti epulis, fibroma, papilloma, peripheral

giant cell granuloma, central giant cell granuloma, leukoplakia, serta

gingival cyst.

2. Tumor Maligna

Frekuensinya rata-rata jarang ditemukan. Tumor yang berhubungan yaitu

karsinoma, melanoma maligna, sarkoma, dan metastasis tumor.

5. False Enlargement

Gingiva tidak mengalami pembesaran, namun tampak seperti mengalami

pembesaran. Pembesarannya berasal dari jaringan di bawahnya yaitu tulang/gigi.

6.2 Gingivitis Marginalis Kronis

Gambaran Klinis

1. Perubahan bentuk gingiva. Gingiva penderita gingivitis marginalis kronis

mengalami perubahan warna dari yang awalnya pink coral atau pink pucat

menjadi kemerah-merahan. Selain itu, gingiva penderita gingivitis marginalis

kronis memiliki kontur yang membesar atau membengkak sehingga tampak tidak

ramping dan sluice way menghilang, serta bentukan margin gingiva yang

seharusnya semakin knife-edge ke koronal juga menghilang. Apabila gingivitis

ini menyebar sampai ke attached gingiva, maka stippling pada permukaan

gingiva akan menghilang.

2. Perdarahan pada gingiva. Perdarahan pada gingiva seringkali terjadi saat

penderita menyikat gigi. Hal ini juga dapat disebabkan karena penderita

memakan makanan yang keras seperti apel. Namun, apabila penyakit ini sudah

terlalu parah, maka perdarahan dapat terjadi secara spontan karena gingiva yang

menjadi sangat lunak dan spongi.

3. Nyeri dan sakit. Rasa nyeri dan sakit merupakan gambaran klinis yang sangat

langka pada penyakit ini. Biasanya, penderita sama sekali tidak merasakan sakit

saat mengalami gingivitis marginalis kronis. Namun, pada beberapa kasus

gambaran klinis ini dapat ditemukan. Rasa nyeri dan sakit dapat dirasakan saat

38

penderita menyikat giginya. Seringkali, hal ini menyebabkan penderita menyikat

giginya dengan lebih lembut dan lebih jarang sehingga membuat plak semakin

terakumulasi dan memperparah penyakitnya.

4. Rasa tidak enak. Rasa tidak enak ini dirasakan penderita karena adanya

pedarahan pada daerah sulkus gingiva yang keluar hingga ke interdental papila.

Darah yang keluar ini pasti akan terhisap oleh penderita sehingga penderita

merasakan rasa tidak enak, yaitu darah, pada rongga mulutnya.

Gambaran Histopatologi

Gingiva penderita gingivitis

marginalis kronis yang mengalami

perubahan warna menjadi kemerah-

merahan disebabkan karena pembuluh

darah yang mengalami dilatasi.

Pembuluh darah yang mengalami

pembesaran ukuran akan menekan epitel

di atasnya sehingga lapisan epitel

menjadi tipis dan kehilangan

keratinisasinya, sehingga warna

pembuluh darah semakin terlihat dari

luar. Pembuluh darah yang mengalami

pembesaran menyebabkan jarak antarsel

endotelnya melebar sehingga

39

Gambar 1. Gingiva normal. Gambar 2. Gingiva yang mengalami gingivitis marginalis kronis.

permeabilitasnya menjadi berkurang. Permeabilitas yang berkurang menyebabkan cairan

keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan. Karena pembuluh darah

semakin membesar dan jarak antarsel endotelnya semakin melebar, maka sel-sel yang

seharusnya diam di dalam pembuluh darah terbawa cairan keluar dari pembuluh darah

dan memasuki jaringan, termasuk eritrosit. Hal ini membuat gingiva tampak kemerahan

dari luar. Cairan dan sel-sel yang mengisi jaringan menyebabkan jaringan semakin

membesar sehingga terjadi pembengkakan. Epitel yang menipis akibat tertekan oleh

pembuluh darah membuat fungsi protektif dari epitel menurun, sehingga apabila terjadi

rangsangan sekecil apapun, seperti sikat gigi, akan menyebabkan terlukanya permukaan

epitel dan menimbulkan perdarahan pada gingiva.

40

Gambar 3. Proses terjadinya gingivitis marginalis kronis secara mikroskopis.

BAB III

KESIMPULAN

Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi

processus alveolaris dan leher gigi. Secara klinis gingival mempunyai beberapa

bagian, yaitu Marginal Gingiva, Attached Gingiva, Interdental Papilla, dan Sulcus

Gingiva. Secara klinis, gambaran dari gingiva normal adalah warna gingiva yang

normal adalah merah jambu (coral pink), konturnya mengikuti bentuk CEJ,

konsistensinya adalah kenyal, tekstur permukaan attached gingiva adalah stippling

(seperti kulit jeruk) sedangkan untuk margin gingivanya adalah licin. Gingiva

memiliki mekanisme pertahanan yang terdiri dari empat komponen, yaitu

Deskuamasi epitel dan keratinisasi, Cairan sulkular, Leukosit pada daerah

Dentogingival, dan Saliva.

Inflamasi Gingiva terdiri atas stage 1: Inisial Lesion yang ditandai dengan

perubahan vaskularisasi yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah, stage

2: The early lesion yang ditandai dengan tanda klinis eritema, terutama proliferasi

kapiler dan peningkatan formasi loop kapiler antara rete pegs atau ridges, stage 3

The Established Lesion ditandai dengan anoxemia ginggiva local , dan stage 4 The

Advanced Lesion dimana terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi inflamasi

yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi.

Gingivitis marginalis kronis merupakan penyakit peradangan gingiva

bagian marginal yang tanpa disertai rasa sakit dan merupakan stadium paling awal

dari penyakit periodontal. Gambaran klinisnya antara lain adalah warna gingiva

yang memerah, BOP +, muncul rasa tidak enak.

Sedangkan Hiperplasia gingival adalah suatu keadaan yang disebabkan karena

proliferasi berlebihan pada fibroblast dan pertambahan sintesis kolagen. Gingivitis

hiperplasia merupakan peningkatan ukuran gingiva karena terjadi peningkatan

jumlah sel. Berdasarkan faktor etiologi dan patologinya, Hiperplasia gingiva

dibedakan menjadi Inflammatory enlargement, Drug-induced enlargement,

Enlargement associated with systemic disease, Neoplastic enlargement, False

enlargement.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Caranza, F.A. 2002. Clinical Periodontology.9th edition. Philadelphia:

W.B. Saunders Company.

2. Greenberg,Glick & Ship. 2008. Oral Medicine.India:BC DECKER

3. Kerr,Donald & Major.1960.Oral Pathology.Philadelphia: QUAE

PROSUNT OMNIBUS

4. Newman G.Michael, Henry H. Takei, Fermin A.Carranza. 2002.

Carranza’s Clinical  Periodontology 10th edition. Philadelphia. Sounders

Company.

5. Purkait, Swapan Kumar. 2011.Essential of oral pathology. New

Delhi:JAYPEE

6. Reichart,P.A &Philipsen,Hans P.,2000. Color Atlas of Dental

Medicine :Oral Phatology.Germany: Georg Thieme Verlag

7. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:EGC

8. Sari, Desi Sandra.2006.Gingival Enlargement.Jember :FKG UJ

42