modul 1 skenario2

58
MODUL I Skenario 2 Seorang laki-laki umur 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas terutama saat bergiat, tetapi berkurang apabila pasien istirahat. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam hari. Pasien mengeluh kadang terbangun tengah malam karena merasa sesak. Pada pemeriksaan, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi pada bagian basal paru. Nadi regular dan tekanan darah dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher +8 cmH 2 O pada posisi 45 o . Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang intercostal V. Gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69, dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru. Sebelumnya pasien sering kontrol di Poliklinik dengan tekanan darah tinggi tetapi pasien tidak minum obat teratur. Kata Sulit 1. CTR (Cardio Thoracis Ratio) adalah cara pengukuran jantung dengan membandngkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA. 2. Ictus cordis adalah denyut jantung yang terlihat pada apex.

Upload: oktafira-eka-anggirawati

Post on 16-Feb-2015

111 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL 1 Skenario2

MODUL I

Skenario 2

Seorang laki-laki umur 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas terutama

saat bergiat, tetapi berkurang apabila pasien istirahat. Pergelangan kaki membengkak pada

siang hari dan berkurang pada malam hari. Pasien mengeluh kadang terbangun tengah malam

karena merasa sesak. Pada pemeriksaan, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada

pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi pada bagian basal paru. Nadi regular

dan tekanan darah dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher +8 cmH2O pada

posisi 45o . Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang intercostal V. Gambaran

Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69, dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru.

Sebelumnya pasien sering kontrol di Poliklinik dengan tekanan darah tinggi tetapi pasien

tidak minum obat teratur.

Kata Sulit

1. CTR (Cardio Thoracis Ratio) adalah cara pengukuran jantung dengan

membandngkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA.

2. Ictus cordis adalah denyut jantung yang terlihat pada apex.

3. Krepitasi adalah bunyi yang dihasilkan apabila terdapat dua benda yang saling

menggesek, bunyi yang timbul berupa seperti gesekan rambut atau remasan kertas.

Kata Kunci

1. Laki-laki, 50 tahun

2. Sesak napas terutama saat bergiat & berkurang saat istirahat

3. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari

4. Kadang terbangun tengah malam karena merasa sesak

5. Pada pemeriksaan:

Takikardia

Auskultasi didengar bunyi krepitasi pada bagian basal paru

Nadi regular & tekanan darah dalam batas normal

Page 2: MODUL 1 Skenario2

Terdapat bendungan vena leher +8 cmH2O pada posisi 45o

Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang intercostal V

Gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 & terlihat adanya

bendungan pembuluh darah paru

Riwayat hipertensi dan minum obat tidak teratur

Pertanyaan

1. Jelaskan patomekanisme:

a. Sesak saat bergiat dan berkurang saat istirahat

b. Apa yang menyebabkan terbangun karena sesak pada tengah malam

c. Kaki bengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari

d. Hipertensi

2. Apakah terdapat hubungan kelainan jantung terhadap kelainan paru ataupun

sebaliknya?

3. Apa hubungan riwayat hipertensi dengan skenario diatas?

4. Jelaskan tentang langkah-langkah diagnosis pada skenario tersebut!

5. Mengapa tekanan darahnya normal sedangkan terdapat bendungan vena leher +8

cmH2O pada posisi 45o ?

6. Apakah jenis penyakit yang kira-kira biasa ditemukan pada pemeriksaan yang telah

dilakukan?

7. Sebutkan dan jelaskan tentang diferential diagnosis dari skenario tersebut!

Jawaban

1. Patomekanisme:

a. Sesak saat bergiat dan berkurang saat istirahat

Saat berkegiatan tubuh membutuhkan energi tambahan untuk tetap mempertahankan

keadaan homeostasis. Sel-sel di seluruh tubuh membutuhkan O2 secara cepat untuk

mengubahnya menjadi ATP, oleh karena itu jantung bekerja ekstra untuk memompa

darah. Pada penyakit tertentu, kontraktilitas miokardium menurun. Isi sekuncup

meningkat pada waktu latihan fisik menyebabkan jantung tidak mampu mencapai

curah yang diperlukan.

Page 3: MODUL 1 Skenario2

Tubuh berusaha memenuhi kebutuhan energi dengan

meningkatkan ventilasi udara. Namun karena terdapat

penimbunan cairan di alveoli paru yang menyebabkan

compliance paru terganggu sehingga pasien akan sesak saat

bergiat. Terdapat penimbunan cairan di intertitial alveoli

karena adanya gangguan pada jantung kiri pasien yang

berdampak pada bendungan vaskularisasi paru-paru yang

kemudian tekanan pulmonal yang meningkat, tekanan

hidrostatik kapiler paru ikut meningkat sehingga cairan

intravaskular ke intertitial alveoli paru yang semakin

membuat sesak.

b. Apa yang menyebabkan terbangun karena sesak pada tengah malam

Sesak yang terjadi saat tengah malam dan membuat pasien terbangun disebut

paroxysmal nocturnal dyspnea. Bila keadaan ini berat, maka peningkatan tekanan

kapiler dapat mendorong cairan ke dalam alveoli dan menyebabkan edema pulmonal.

Yaitu suatu kondisi mengancam nyawa yang menyebablan dyspnea hebat, yang

mengurangi pertukaran gas dan menyebabkan hipoksemia.

Gejala ini merupakan salah satu gejala dari adanya gagal

jantung ventrikel kiri yang cardiac outputnya menurun dan

menyebabkan terjadi peningkatan tekanan vena pulmonalis

dan tekanan kapilernya. Hal ini yang menyebabkan transudasi

cairan dan terjadi akumulasi di intertitial yang lama kelamaan

menyebabkan alveoli edema. Pada saat tidur, terjadi

penurunan stimulasi adrenergik oleh saraf simpatis, sehingga

terjadi redistribusi darah dan cairan ekstravaskular masuk

kembali ke kompartemen cairan intravaskular sehingga

menyebabkan beban sirkulasi bertambah. Akibatnya terjadi

Page 4: MODUL 1 Skenario2

bendungan paru dan sensori yang menurun, sehingga timbul

sesak napas.

c. Kaki bengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari

a) Penyebab edema pada pergelangan kaki

Edema pergelangan kaki terjadi akibat gagal jantung.

Gagal jantung mengakibatkan pengaktifan sistem renin

angiotensin-aldosteron (RAA). Mekanisme ini akan menaikkan

tahanan vaskuler sistemik tetapi menurunkan curah jantung.

Terjadi peningkatan sekresi renin di sel-sel juxtaglomerulus

ginjal. Renin akan memecah angiotensinogen sirkulasi untuk

membentuk angiotensin I yang kemudian secara cepat

dipecah oleh enzim konversi angiotensin yang terikat pada sel

endotel untuk membentuk angiotensin II, suatu vasokontriktor

yang kuat. Dengan meningkatnya angiotensin II, terjadi

vasokontriksi arteriol, tahanan perifer total meningkat, hal ini

akan membantu mempertahankan tekanan darah sistemik.

Angiotensin II ini juga bekerja di korteks adrenalis untuk

meningkatkan sekresi hormon aldosteron. Hormon aldesteron

ini memacu reabsorbsi natrium-natrium dan air dari tubulus

ginjal ke dalam sirkulasi dan membantu meningkatkan

vplume intravaskuler. Hal itu menyebabkan terjadinya retensi

air di nefro ginjal. Akibatnya terjadi perpindahan cairan dari

darah ke ruang intertisiel yang melebihi jumlah pengambilan

cairan ke dalam limfe maka akan terjadi edema pada daerah

dependen.

Page 5: MODUL 1 Skenario2

b) Penyebab edema bertambah pada siang dan berkurang

pada malam hari

Edema bertambah pada siang hari dan berkurang pada

malam hari disebabkan karena pada siang hari aktivitas

sehari-hari yng menggunakan kaki lebih banyak dan sering

dilakukan dibanding pada malam hari. Edema akan berkurang

jika pasien dibiarkan berbaring.

c) Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan tubuh dengan tekanan darah melebihi tekanan normal

yaitu >120/80 mmHg. Normalnya pada keadaan homeostatis jika tekanan darah naik,

tubuh akan melakukan usaha kompensasi yaitu berupa menurunkan kontraktilitas

jantung dan melebarkan pembuluh darah agar kecepatan aliran darah dapat menurun.

Tetapi hal tersebut tidak terjadi, maka tekanan darah akan tetap dalam keadaan

melebihi batas normal. Jadi hipertensi dapat disimpulkan sebagai keadaan sistem

pengawasan tubuh yang gagal mengembalikan tekanan darah ke keadaan normal.

Hal tersebut disebabkan oleh penambahan rangsang adregenik ke jantung, pembuluh

kapasitans dan arteriol. Kelainan denyut jantung disebabkan oleh kenaikan aktivitas

beta-adrenergik dan berkurangnya hambatan parasimpatis.

2. Hubungan kelainan jantung terhadap kelainan paru ataupun sebaliknya

3. Hubungan riwayat hipertensi dengan skenario diatas

Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronik dimana tekanan darah meningkat di

atas TD yang disepakati normal. TD terbentuk dari interaksi anatara aliaran darah dan

tahanan pembuluh darah perifer. Airan darah yang menngalir dari jantung ke aorta

menghasilkan gelombang tekanan yang merambat ke arteri di seluruh tubuh. Pada

keadaan normal yang dinding pembuluh darahnya masih elastis, volume darah yang

dipompakan keluar dari ventrikel kiri ditampumpung didalam arteri sedemikian rupa

Page 6: MODUL 1 Skenario2

sehingga darah yang mengalir secara perlahan menghasilkan gelombang tekanan yang

rendah yaitu 750 cm/detik. Sebaliknya pada orang tua atau individu dimana terjadi

kekakuan pembuluh darah maka gelombang tekanan meningkat menjadi 1500 cm/detik,

menyebabkan gelombang tekanan balik terlalu cepat mencapai aorta ascenden yang

masih dalam fase sitolik, dimana masih ada sebagian darah dipompakan keluar dari

ventrikel kiri. Benturan antara gelombang ekanan maju dan baik ini menimbulksn

konsekoensi antara lain : a. tekanan aorta dan tekanan ventrikel sistolik meningkat. B.

darah yang sudah mencapai aorta ascenden akan cepat mengalir lagi ke perifer yang

terjdi pada waktu diastolik mengakibatkan tekanan diastolik menurun tajam. Hal ini

menyebabkan tekanan nadi meingkat sedangkan tekanan pengisian arteri koroner yang

jatuh pada fase early diastolic menurun. Apabia hal ini berlangsung terus menerus akan

menciptakan ventrikel hipertrofi, peningkatan tekanan komsumsi oksigen miokard,

perfusi koroner menurun dan memacu atherosclerosis. Pada kasus hipertensi, jantung

mengalami kekurangan pembentukan ATP. Dengan demikian menyebabkan tidak

terpenuhinya kebutuhan energy miokard terjadilah gangguan kontraksi dan relaksasi

miokard.

4. Langkah-langkah diagnosis

I.   Anamnesa

Yang perlu diungkap dalam wawancara yaitu :

Keluhan utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien

sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain : sesak nafas, batuk lendir

atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah dll.

Riwayat penyakit sekarang : menanyakan tentang perjalanan tentang timbul

keluhan sehingga klien meminta pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan

dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan

hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan

ketika keluhan ini terjadi, keadan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,

adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil

atau tidakkah usaha tersebut, dll.

Page 7: MODUL 1 Skenario2

Riwayat penyakit terdahulu : menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah

dialami sebelumnya. Misalnya : apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan

penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dsb.

Riwayat keluarga : menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh

keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian

juga ditanyakan.

Riwayat pekerjaan :  menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.

Riwayat geografi : menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.

Riwayat allergi : menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan,

debu dan obat.

Kebiasaan social : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum

alcohol atau obat tertentu.

Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,

berapa batang perhari dan jenis rokok.

Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, maka data biography juga merupakan data

yang perlu diketahui, yaitu : Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan

agama yang dianut oleh pasien.

II.   Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli

medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil

pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik

akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang

memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan

pembuluh darah.

Pemeriksaan kepala dan leher

a. Raut muka

a) Bentuk mukan: bulat, lonjong dll

b) Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan

Page 8: MODUL 1 Skenario2

c) Tes syaraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa

nervus V, VII

b. Bibir

a) Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan TF, TGA, dll

b) Pucat (anemia)

c. Mata

a) Konjungtiva :

Pucat (anemia)

Ptechie (perdarahan bawah kulit/selaput lendir) pada endokarditis

bacterial

b) Sklera

Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.

c) Kornea

Arkus senilis (garis melingkar putih/abu-abu ditepi kornea)

berhubungan dengan peningkatan kolesterol/penyakit jantung

koroner

d) Eksopthalmus

Berhubungan dengan tirotosikosis

e) Gerakan bola mata

Lateral (N. VII), medial (N.III), bawah nasal (N.IV), atas (N.III),

dll.

f) Reflek kornea

Kapas disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam  (N.V)

g) Funduscopy

Yaitu pemeriksaan fundus mata dengan opthalmoscop untuk

menilai kondisi pembuluh darah retina pada penderita hipertensi.

d. Tekanan Vena Jugularis (Jugular Venous Pressure)

Penderita dalam posisi berbaring setengah duduk, kemudian diperhatikan :

a) Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba, tetapi bisa

dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium), gelombang c (awal

Page 9: MODUL 1 Skenario2

kontraksi ventrikel-katup tricuspid menutup), gelombang v ( pengisian

atrium-katup tricuspid masih menutup).

b) Pengembungan Vena, normal setinggi manubrium sterni.

c) Bila lebih tinggi daripada itu maka berarti tekanan hidrostatik atrium kanan

meningkat, misalnya pada gagal jantung kanan.

Pengukuran desakan vena sentralis memberi penjelasan faal jantung kanan.

Dapat dilakukan dengan cara memakai vena jugularis eksterna sebagai

manometer. Untuk menentukan vena cava superior di atrium kanan dapat dipakai

patokan angulus ludovici (di manubrium sterni) yan jaraknya kurang lebih 5 cm

(R) dari atrium kanan. Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5 cm di

bawah garis horizontal yang melalui angulus ludovici maka tekanan vena

jugularis sama dengan R-5 cm. Sedang bila 3 cm di atas garis horizontal maka

R+3 cm. Normalnya pada posisi pasien 45 derajat titik kolaps berada 4-5 cm

diatas garis horizontal.

e. Arteri karotis

a) Palpasi :

Berdenyut keras seperti berdansa (pada insufisiensi katup aorta)

Paling tepat untuk memeriksa sirkulasi pada henti jantung

Perlu dibandingkan kiri dan kanan, untuk mengetahui adanya

penyempitan pembuluh darah di daerah itu.

b) Auskultasi

Bising (bruit) pada penyempitan arteri karotis, penyempitan katup aorta.

f. Kelenjar tiroid

a) Inspeksi

Tengadah sedikit, telan ludah, teliti bentuk dan simetrisnya.

b) Palpasi

Jari telunjuk dan tengah kedua tangan ditempatkan pada kedua sisi

isthmus, pemeriksa berada dibelakang penderita. Jari tengah dan telunjuk

meraba trakea dari atas kebawah, mulai dari tulang krikoid, kemudian

meraba-raba kesamping mulai dari garis tengah trakea setinggi isthmus.

Page 10: MODUL 1 Skenario2

Teliti : bentuk, konsistensi, dan ukurannya.

c) Auskultasi

Bising pada kelenjar tiroid menunjukkan vaskularisasi yang meningkat,

disebabkan oleh hiperfungsi.

g. Trakea

Pemeriksaan berdiri disamping kanan penderita, tempelkan jari tengah pada

bagian bawah trakea. Pada perabaan keatas, kebawah dan kesamping,

kedudukan trakea dapatlah ditentukan apakah ditengah, bergeser kekanan/kiri.

Bila pada tiap denyut jantung trakea terasa tertarik kebawah (tanda oliver),

kemungkinan ad aneurisma aorta atau tumor mediastinum.

Pemeriksaan fisik jantung

Atrium Kanan

Paling jauh disisi kanan (2 cm disebelah kanan tepi sternum, setinggi sendi kosto

sternalis ke 3 – 6).

Ventrikel kanan

Menempati sebagian besar dari proyeksi jantung pada permukaan dada. Batas bawah

adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke 6 dengan apeks jantung.

Ventrikel Kiri

Tak begitu tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm merupakan daerah ventrikel

kiri jantung merupakan garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kosto

sternalis ke 2 sebelah kiri.

Atrium kiri

Letaknya paling posterior, tak terlihat dari depan kecuali sebagian kecil saja yang

terletak di belakang kostosternalis kiri ke 2.

a) Inspeksi (periksa pandang)

Menentukan :

Bentuk precordium

Normal kedua belah dada simetris

Bila cekung / cembung sesisi berarti ada penyakit jantung / paru sesisi

Cekung

Page 11: MODUL 1 Skenario2

Pada perikarditis menahun, fibrosis / atelektasis paru, skoliosis, kifoskoliosis,

akibat beban yang menekan dinding dada (pemahat, tukang kayu, dll.)

Cembung atau menonjol

Pada pembesaran jantung, efusi perikard, efusi fleura, tumor paru, tumor

mediastinum, skoliosis, atau kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi fleura/

perikard merupakan penonjolan daerah intern kostalis. Penonjolan akibat

kelainan jantung menahun / bawaan merupakan penonjolan iga.

Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau

dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit

ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah

kanan penderita.

Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau

ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil.

Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan

kongenital.

Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-

paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimumnya menghilang,  suatu

variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh

kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti

bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan

menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar

garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan

pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan

menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan

pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan

denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti

hipertiroidisme, anemia, demam.

Denyut pada apeks jantung

Pada umumnya denyut jantung tampak didaerah apeks. Pemeriksaan dilakukan

sambil penderita berbaring atau duduk dengan sedikit membungkuk. Normal

dewasa : terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2 – 3 cm dari garis mid klavikularis.

Page 12: MODUL 1 Skenario2

Daerah yang berdenyut seluas kuku ibu jari. Normal anak : terletak diruang sela

iga ke 4 kiri. Bila denyut berada di belakang tulang iga payudara besar, dinding

toraks tebal, emfisema, efusi perikard maka denyut terseebut tak tampak.

Denyut apeks tergeser ke samping kiri pada keadaan patologis, misalnya :

penyakit jantung, skoliosis/kifoskoliosis, efusi fleura, pneumothorak, tumor

mediastinum, abdomen membuncit (asites, hamil, dll.)

Denyut nadi pada dada

Timbul denyutan di sela iga 2 kanan aneurisme aorta.

Timbul denyutan di sela iga 2 kiri :dilatasi arteri pulmonalis (PDA,

aneurisme a. pulmonalis), aneurisme aorta desenden.

Retraksi (tarikan kedalam) di prekordium seirama dengan systole pada

perikarditis adesiva, insufisiensi tricuspid/aorta.

Denyut vena

Vena didada dan punggung tak tampak denyutannya. Yang kelihatan berdenyut

hanya vena jugularis interna dan eksterna.

b) Palpasi (periksa raba)        

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan

perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse ,

normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis

midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan

gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang

pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada

keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.

Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift,

systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih

melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus

Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum.

Urutan palpasi

Teliti denyutan dan getaran (thrill) di prekordium

Teliti pergerakan trakea

Page 13: MODUL 1 Skenario2

Denyut Apeks

Normal di sela iga ke 5 (2-3 cm medial garis mid klavikularis). Bisa tak teraba

oleh karena kegemukan, dinding thoraks tebal, emfisema,dll.

Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta / mitral

Sedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis aorta.

Getaran (thrill)

Bising jantung yang keras (derajat IV/6 atau lebih) akan teraba sebagai getaran

pada palpasi.

Lokasi di sela iga 2 kiri sternum, misalnya pada pulmonal stenosis.

Lokasi di sela iga 4 kiri sternum misalnya pada Ventrikular Septal Depect.

Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum (basis) misalnya pada Aortik stenosis

Lokasi di apeks -  diastole : pada Mitral Stenosis, sistol : Mitral Insufisiensi.

Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita membungkuk kedepan, dengan

napas ditahan waktu ekspirasi, kecuali getaran MS yang lebih mudah teraba bila

penderita berbaring pada sisi kiri.

Gerakan Trakea

Anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta, karenanya trakea perlu

diperiksa. Pada aneurisma aorta denyutnya akan menjalar ke trakea, dan denyutan

ini dapat diraba.

Cara : pemeriksa berdiri dibelakang penderita dan kedua jari telunjuk diletakkan

pada trakea sedikit dibawah krikoid. Kemudian larings dan trakea diangkat ke atas

oleh kedua telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta, tiap kali jantung berdenyut

terasa oleh kedua jari telunjuk bahwa trakea dan laring tertarik ke bawah.

c) Perkusi (periksa ketuk)

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV

pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu

dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas

pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan

apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak

jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.

Page 14: MODUL 1 Skenario2

Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung

koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi

tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi

atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral.

Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan

dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan

ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada

emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar

ditentukan.

d) Auskultasi (periksa bunyi)

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat

vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan

kejadian hemodinamik darah dalam jantung.

Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan

chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan

terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type,

digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.

Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :

1) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.

2) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.

3) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan

bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen

bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga

terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai

desiran atau bising jantung

Waktu kedua atrium kontraksi darah dialirkan ke dua ventrikel, disebelah

kanan melewati katup tricuspid, sedang disebelah kiri melewati katup mitral.

Kemudian kedua ventrikel berkontraksi dan darah dipindahkan dari ventrikel

kanan ke a. pulmonalis, sedang dari ventrikel kiri ke aorta. Permulaan

kontraksi ventrikel (sistolik) terjadi waktu katup mitral dan tricuspid menutup,

Page 15: MODUL 1 Skenario2

dimana kedua katup ini terbuka selama atrium berkontraksi. Permulaan

relaksasi ventrikel (diastole) terjadi waktu katup aorta dan pulmonal menutup,

yang selama ventrikel berkontraksi tetap terbuka.

Arteri karotis berdenyut segera setelah sistolik ventrikel, kemudian disusul

oleh denyutan a. radialis. Jadi hendaknya denyut a. karotis yang dijadikan

pegangan untuk menentukan sistolik ventrikel.

Katup pulmonal

Persambungan iga 3 kiri dengan sternum

Katup aorta

Pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup pulmonal.

Katup mitral

Pada sternum, dekat batas atas sendi antara iga 4 dengan sternum.

Katup tricuspid

Pada sternum (arah menyilang sternum), sesuai garis penghubung proyeksi

katup mitral dengan sendi antara sternum dengan iga kanan ke 5.

Bila ada kelainan jantung proyeksi katup berpindah, misalnya stenosis mitral

maka katup mitral bergerak ke kiri bawah.

Proyeksi katup bukan menunjukkan tempat bunyi jantung yang terdengar

paling keras, meskipun bunyi – bunyi jantung di bangkitkan di sekitar katup -

katup jantung.

Bunyi jantung dibangkitkan oleh katup :

Mitral : paling jelas terdengar di apeks

Trikuspid : di sternum dekat sendi sternum sela iga 5 kanan

Aorta : pada sendi antara sternum sela iga 2 kanan / apeks

Pulmonal : pada sela iga 2 kiri dekat tepi sternum

Tekhnik auskultasi :

Sebelumnya kita harus mengetahui bahwa stethoscope terdiri dari 2 bagian

yakni bell dan diapragma. Kualitas stetoskope yang baik mempunyai dua

saluran terpisah yang menghubungkan bagian kepala stetoskope ke masing –

masing bagian telinga.

Bell :

Page 16: MODUL 1 Skenario2

Untuk mendengarkan suara yang nadanya rendah. Misalnya BJ 3, BJ 4, bising

mid diastole mitral / tricuspid.

Tempelkan dengan penekanan yang ringan saja pada dinding dada.

Diapragma :

Merupakan kepala yang bermembran, digunakan untuk mendengarkan suara

yang nadanya tinggi, misalnya bunyi jantung 1 dan 2, OS (opening snap),

bunyi ejeksi (ejection sound), pericardial friction rub, bising sistolik dan awal

sistolik.

Penting dipahami :

1) BJ 1 dan BJ 2 yang normal

2) Belajar memusatkan pendengaran pada BJ 1 dan BJ 2 sendiri – sendiri,

sehingga dapat dibedakan apakah bunyi itu terdengar sebagai satu suara

atau terpisah.

3) Terganggu oleh bunyi jantung

Bunyi jantung  :

BJ 1 : ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan tricuspid

BJ 2 : ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonal

Normal BJ 1 lebih keras dari BJ 2, tetapi BJ 1 nadanya rendah sedang BJ 2

nadanya tinggi.

Intensitas bunyi jantung 1:

Mengeras pada takhikardi oleh karena macam – macam sebab (MS dan

lain-lain)

Melemah pada miokarditis, kardiomiopati, infark miokard, efusi

perikard, empisema tumor yang menyelimuti jantung, MI.

Di apeks (daerah katup mitral) – BJ 1 lebih keras daripada BJ 2.

Didaerah katup aorta dan pulmonal – BJ 2 lebih keras daripada BJ 1.

Untuk membedakan BJ 1 dan BJ 2 :

· Perbedaan intensitas sesuai dengan lokasi tersebut diatas.

· Singkronisasinya dengan denyut a. karotis.

Intensitas bunyi jantung 2

Page 17: MODUL 1 Skenario2

BJ 2 mengeras pada hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal. Tetapi keadaan

dinding dan arus aliran darah dalam arteri bersangkutan ikut menentukan. Bila

dinding lentur dan arus aliran darah ke a. pulmonalis tak deras oleh karena

stenosis, maka BJ 2 dapat melemah meskipun ada hipertensi.

BJ 3 dan BJ 4 yang fisiologik :

BJ 3 : terdengar samar-samar pada awal fase diastolic (BJ 2) – normal pada

orang muda, karena getaran pada otot-otot dan korda tendine katup

mitral/tricuspid waktu ventrikel terisi darah yang deras.

BJ 4 : Umumnya tak terdengar.

Letaknya pada akhir fase diastolic (presistolik), jadi sesaat sebelum BJ 1,

timbul diantara gelombang P dan kompleks QRS dan disebabkan oleh

kontraksi otot atrium.

BJ 1 yang terpisah :

BJ 1 oleh karena penutupan Mitral dan Trikuspid; BJ 2 oleh karena penutupan

katup aorta dan pulmonal. Bila ada selisih waktu yang cukup lama antara

penutupan kedua katup yang bersangkutan, maka BJ 1 dan BJ 2 terdengar

terpisah.

5. Mengapa tekanan darahnya normal sedangkan terdapat bendungan vena leher +8

cmH2O pada posisi 45o

Hubungan intrinsik antara volume diastol akhir (VDA) dan isi sekuncup dikenal

sebagai hukum Frank-Starling jantung. Secara sederhana, hukum ini menyatakan

bahwa jantung dalam keadaan normal memompa keluar sewaktu sistol volume darah

yang kembali padanya sewaktu diastol. Jika terjadi keadaan patologis berupa

meningkatnya aliran balik vena sehingga meningkatkan preload secara otomatis juga

meningkatkan afterload. Agar darah pada jantung dapat dipompa sampai tuntas pada

VDA yang meningkat maka terjadi kompensasi dari faktor intrinsik berupa

peningkatan panjang serat otot, jantung semakin teregang, dan kekuatan kontraksi

dan isi sekuncup meningkat. Selain itu, faktor ekstrinsik juga mengompensasi yaitu

terjadi stimulasi saraf simpatis dan epinefrin yang meningkatkan kontraktilitas

jantung sehingga jantung memompa lebih kuat untuk memeras keluar lebih banyak

Page 18: MODUL 1 Skenario2

darah yang dikandungnya. Namun stimulasi simpatis dapat membantu

mengompensasi hanya dalam waktu singkat karena jantung menjadi kurang responsif

terhadap norepinefrin setelah pajanan berkepanjangan selain itu, simpanan

norepinefrin di ujung saraf simpatis jantung terkuras.

Seiring dengan perkembangan penyakit dan semakin merosotnya kontraktilitas,

jantung mencapai suatu titik dimana ia tidak dapat memompa keluar isi sekuncup

yang normal meskipun dilakukan tindakan kompensasi sehingga jantung berada

dalam keadaan gagal jantung dekompensasi dimana terjadi forward failure ketika

jantung gagal memompa darah dalam jumlah memadai ke jaringan karena isi

sekuncup semakin berkurang dan backward failure terjadi secara bersamaan ketika

darah yang tidak dapat masuk dan dipompa keluar oleh jantung terus terbendung

sistem vena.

Gagal jantung kiri memiliki konsekuensi lebih serius daripada gagal sisi kanan.

Backward failure sisi kiri menyebabkan edema paru (kelebihan cairan jaringan di

paru) karena darah terbendung di paru. Akumulasi cairan di paru ini mengurangi

pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru, menurunkan oksigenasi darah

arteri dan meningkatkan kadar CO2 pembentuk asam di darah. Selain itu, salah

konsekuensi yang lebih serius dari forward failure sisi kiri adalah berkurangnya

aliran darah ke ginjal, yang menimbulkan masalah ganda. Pertama, ginjal tertekan;

dan kedua ginjal semakin menahan garam dan air di tubuh sewaktu pembentukan

urin dalam upaya meningkatkan volume plasma lebih lanjut untuk memperbaiki

penurunan aliran darahnya. Retensi cairan berlebihan semakin memperparah masalah

kongesti vena yang sudah ada.

Jadi, konsekuensi paling penting dari hukum Starling adalah bahwa isi sekuncup dari

ventrikel kanan dan kiri sesuai. Perbedaan kecil yang bersifat sementara terjadi

sepanjang waktu, misalnya saat bernapas atau bangkit dari posisi berbaring. Namun

demikian, bila curah ventrikel kanan lebih besar daripada curah ventrikel kiri untuk

setiap periode yang bermakna maka terjadi kompensasi berdasarkan hukum Starling.

6. Jenis penyakit yang kira-kira biasa ditemukan pada pemeriksaan yang telah

dilakukan

Page 19: MODUL 1 Skenario2

Pada pemeriksaan diperoleh:

a. Pernapasan cepat atau sesak napas

1) Sesak nafas akut saat istirahat terjadi pada penyakit :

a) Gagal inhibitor ventrikel kiri

b) Emboli paru akut

c) Stenosis mitral (jarang)

2) Sesak nafas kronik saat istirahat terjadi pada penyakit:

a) Gagal jantung kronik

b) Sesak angina ekuivalen

c) Emboli paru kronik

Ditemukan juga gejala penyakit jantung sebagai berikut yang mendasari:

1) Pada gagal jantung ringan sesak hanya terjadi saat aktivitas

2) Pada gagal jantung yang lebih berat sesak juga dapat terjadi bila berbaring

(ortopnea), yang langsung menghilang bila duduk atau berdiri ( <5-10 menit).

Bila gejala ini berat, disebut dyspnea noktural poroksismal. Sering ditandai

edema tungkai bawah, membaik pada pagi hari dan memburuk pada malam

hari.

b. Krepitasi pada basal paru

Bunyi krepitasi merupakan bunyi tambahan yang biasa terdengar pada akhir

inspirasi. Peniruannya seperti garam yang dimasukkan ke dalam api atau gesekan

tangan yang kuat juga bisa dindaikan seperti krtas yang diremuk. Biasa ditemukan

pada:

o Edema paru

o Koch pulmonum

o Tumor paru

o Pada awal dan ahir pneumonia lobaris

c. Edema Tungkai

Page 20: MODUL 1 Skenario2

1) Edema bilateral pada penyakit :

a) Gagal jantung kongestif

b) Gagal hati

c) Gagal ginjal

d) Sindrom nefrotik

e) Malnutrisi

f) Imobilitas

g) Obat-obatan

2) Edema unilateral pada penyakit

a) Obstruksi limfatik

b) Obstruksi vena

c) Selulitis

d) Rupture kista beker

e) Imobilitas local, misalnya hemiparesis

Pada gagal jantung, edema tungkai terjadi pada gagal jantung kanan dan selalu

disertai peningkatan tekanan vena jugularis. Sering ditemukan hepatomegaly

sebagai tanda yang mendasarinya. Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan

berat di abdomen, harus dipertimbangkan adanya konstriksi pericardial.

d. Bendungan vena leher +8 cm posisi 45 derajat menandakan adanya kelainan pada

faal jantung kanan yang mengakibatkan terjadi bendungan besar di vena jugularis.

Biasa didapatkan pada penderita gagal jantung kanan yang dapat diawali right

ventrikel hypertrophy (RVH), juga didapatkan pada obstruksi vena cava superior,

stenosis atau regurgitasi trikuspidalis, efusi perikardial, juga pericarditis konstriktif.

e. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ interkostal V menandakan adanya

pembesaran jantung sebelah kiri sehingga terjadi cardiomegaly. Normal ictus cordis

berada pada apex cordis, yaitu pada ventrikel kiri. Pembesaran ini dapat berupa

hipertropi ataupun dilatasi dari ventrikel kiri atau atrium kiri.

f. Pemeriksaan rontgen didapatkan CTR 0,69, akibat adanya cardiomegaly yang dapat

ditegaskan dari perabaan ictus cordis yang berada di linea axillaris anterior.

Normalnya nilai cardiothoracic ratio ialah tidak melebihi 0,5 yang berarti lebar

Page 21: MODUL 1 Skenario2

jantung tidak melebihi setengah dari lebar thoraks. Selain itu, pada foto rontgen juga

didapatkan adanya bendungan pembuluh darah paru yang normalnya tidak ada. Biasa

ditemukan pada penyakit gagal jantung kongesti yang sudah menyebabkan kongesti

di pembuluh darah paru, atau juga bisa didapatkan pada edema paru serta pad gagal

jantung kiri.

7. Differential Diagnose

Kardiomiopati Dilatasi

Definisi

Kardiomiopati yang ditandai dengan dilatasi ventrikel dan gejala dan tanda gagal

ventrikel umumnya penyebabnya iodipatik, sehingga menyingkirkan disfungsi

ventrikel sekunder akibat iskemia atau penyakit katup jantung atau hipertensi.

Etiologi

Etiologi bersifat idiopatik. Progresi dari miokarditis viral menjadi kardiopati dilatasi.

Biasanya menyerang pengguna alkohol atau pada perempuan post partum.

Gejala Klinis

Lelah, letargi, dispnu umum dan kadang pasien datang dengan edema pari yang jelas

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram mungkin tidak spesifik namun dapat mengkonfirmasi adanya

aritmia atrium atau ventrikel. Radiografi toraks serin memperlihatkan kongesti vena

paru atau edema paru. Pengukuran tekanan arteri pulmonal dapat dilakukan dengan

kateterisasi jantung.

Penatalaksanaan

a. Diuretik, digoksin, penghambat ACE dan nitrat jangka panjang

Page 22: MODUL 1 Skenario2

Semua obat ini memiliki peranan dalam tatalaksana kardiomiopati dilatasi,

dengan penghambat ACE menjadi obat yang penting karena efek tambahnya

pada mortalitas.

b. Penyekat β

Metoprolol dan carvedilol, misalnya juga efktif pada beberapa pasien meskipun

mekanisme kerjanya tetap tidak jelas dan mungkin luas. Obat-obatan anti aritmia

terbatas karena banyak yang memiliki efek inotropik negative dan dapat

memperburuk gagal jantung.

c. Amiodaron

Umum diresepkan untuk aritmia atrium dan ventrikel karena efektif dan

ditoleransi dengan baik, relative bebas dari efek inotropik negative. Aritmia

ventrikel agresif dan mengancam hidup kadang mmebutuhkan insersi

defibrillator internal meskipun saat ini tidak banyak terdapat bukti pengaruhnya

pada pasien-pasien tersebut.

d. Antikoagulan

Umumnya direkomendasikan pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi terutama

bia disertai dengan aritmia atrium atau adanya thrombus ventrikel. Namun

demikian, banyak yang menyarankan untuk tetap memberikan antikoagulan pada

pasien disfungsi ventrikel kiri dan/ atau dilatasi atrium berat walau tidak

ditemukan bukti adanya aritmia atau thrombus.

e. Transplantasi jantung

Dilakukan pada pasien berusia muda dengan inkapasita fungsional berat atau

gagal jantung yang memburuk. Kesulitan dalam mendapatkan donor telah

menyebabkan pengembangan tehnik bedah alternative, seperti kardiomioplasti

dan bedah reduksi ventrikel, namun teknik ini belum terbukti menurunkan

morbiditas dan mortalitas.

Kardiomiopati Hipertropik

Defenisi

Terjadi pada hipertrofi ventrikel kiri dan ventrikel kanan.

Page 23: MODUL 1 Skenario2

Etiologi

Hipertensi dan genetik

Gambaran Klinis

Dispnu, nyeri dada, palpitasi, rasa pusing, singkop. Kadang-kadang disertai ematian

mendadak.

Pemeriksaan Penunjang

a. Ekokardiografi

b. EKG

c. Kateterisasi jantung

Penatalaksanaan

a. Penyekat β dan penyekat saluran kalsium, terutama verapamil, dapat

digunakan untuk membantu relaksasi miokard dan mengurangi obstruksi alur

keluar ventrikel kiri.

b. Miomektomi bedah

Tindakan bedah ini diakukan jika terjadi obstruksi alur keluar ventrikel kiri.

c. Penggantian katup mitral diperlukan apabila terjadi mitral regurgitation

berat.

d. Pacu jantung

Dilakukan dan telah menjadi rekomendasi pada beberapa pasien. Perubahan

pada aktivasi listrik atrium dan ventrikel dapat memperkuat pengisian

ventrikel dan mengurasi obstruksi alur kelua.

Infark Miokard Akut

Pendahuluan

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke

otot jatung terganggu. IMA terjadi karena adanya aterosklerosis pembuluh darah

koroner. Trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak stabil dapat

Page 24: MODUL 1 Skenario2

menyumbat total arteri koroner dan hal ini selalu mengakibatkan terjadinya nekrosis

miokard. Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi

komplit dan ireversible dalam 3-4 jam. Meskipun demikian, proses remodelling

miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai bebrapa minggu atau bulan

karena daerah infark terus meluas dan daerah noninfark mengalami dilatsasi.

Secara morfologis terdapat 2 IMA, yakni IMA subendokardial dan IMA

transmural. IMA transulat mengenai seluruh dinding miokard da terjadi pada daerah

distribusi suatu arteri koroner. Sementara daerah IMA subendokardial terdapat pada

daerah yang amat peka terhadap iskemia dan infark. IMA subendokardial terjadi

akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai

akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-

kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah

bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardi atau

hipertrofi ventrikel. Meskipun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan,

kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah

pasien dipulangkan dari rumah sakit.

Patologi

Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besr ventrikel kiri, septum dan

atrium kiri, arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, dan

veentrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner

kanan di banding kiri (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri

kanan dan 10% dari sisi kiri. Nodus SA dan AV juga diperdarahi oleh arteri kugel.

Jadi obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark aterior, dan infark

inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan. Namun ila obstruksi telah

terjadi di banyak tempat dan kolateral-kolateral telah terbentuk lokasi infrark sulit

untuk diketahui darimana asalnya.

Patofisiologi

Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan

penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi

Page 25: MODUL 1 Skenario2

sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan diastolik

ventrikel kiri. Tekanaan akhir diatolik kiri naik, maka tekanan atrium kiri juga naik.

Bila tekanan atrium kiri naik di atas 25mmHg lama kelamaan akan menyebabkan

transudassi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Buruknya

hemodinamik ini bukan saja akibat daerah infark namun daerah iskemin disekitarnya

pun turut berperan. Miokard yang masih relatif baik akan mengkompensasi untuk

mempertahankan curah jantung khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik,

namun akibatnya kebutuhan oksigen miokard meningkat. Bila infark kecil dan

miokard yang harus berkompensasi masih normal, maka buruknya hemodinamik

akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang berkompensasi sudah

buruk akibat iskemik atau infark lama, maka tekanan akhir ventrikel kiri akan naik

dan terjadilah gagal jantung. IMA mengakibatkan perubahan bentuk serta ukuran

ventrikel kiri dan tebal ventrikel baik yang terkena infark ataupun tidak. Perubahan

ini mengakibatkan remodlling ventrikel yang akan mempengaruhi fungsi ventrikel

sehingga dapat timbul aritmia dan prognosis.

Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin

tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobat. Hal ini disebabkan

daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Sebaliknya perburukan

hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.

Sistem saraf autonom juga berperan basar terhadap terjadinya aritmia yang

merupakan penyulit IMA tersering. Pasien IMA inferior umumnya mengalami

peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia

meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis akan mempertinggi

kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

Gejala Klinis

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,

ditekan, tiduk, panas atau ditindih beban berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan

(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri

berlangsung leih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif terhadap

Page 26: MODUL 1 Skenario2

nitrogliserin. Kadang-kadang pada penderita diabetes dan orang tua tidak ditemukan

nyeri sama sekali. Nyeri dapat dsertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat

dingin, berdebar-debar atau sinkope.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah

paradorsal, irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukan adanya bendungan

paru, takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang

relatif lebih berat. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau

teraba di dinding dada pada IMA anterior.

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiografi

Berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q dan

IMA tanpa gelombang Q. Pada IMA gelombang Q mula-mual terjadi elevasi segmen

ST yang konveks pada hantaran yang mencerminkan daerah IMA. Elevasi segmen

ST kemudian diikuti oleh terbentuknya gelombang Q patologis yang menunjukan

IMA transmural. Hal ini terjadi pada 24 jam pertama IMA. Berikutnya elevasi

segmen ST akan berkurang dan gelombang T akan terbalik (inversi). Setelah

beberapa hari atau minggu keduanya dapat menjadi normal, namun gelombang T

tetap datar. Gelombang T hiper akut jarang ditemukan pada rekaman EGK pertama

setelah serangan, sebab ia cepat menghilang karena kelainan gelombang T diikuti

oleh elevasi segmen ST.

Secara kasar, luas kelainan IMA dapat diperkirakan berdasarkan banyaknya

hantaran yang memperlihatkannya. Misalnya IMA anterior pada hantaran I, aVL, V1

sampai V6 dan IMA inferior pada hantaran II, III dan aVF. Bila ditemukan kelainan

pada hantaran V1 dan V2, maka IMA anterior dikatakan septal. Bila kelainan pada

hantaran V3 dan V4 dikatakan anterior, kelainan pada hantaran V1-V4 dikatakan

anteroseptal, anterolatral bila kelainan pada hantaran I, aVL, V5 dan V6, anterior

luas bila kelainan terdapat pada hantaran I, aVL, V1 dan V6, dan anterolateral tinggi

bila kelainan pada hantaran I dan aVL. IMA ventrikel kanan memperlihatkan

Page 27: MODUL 1 Skenario2

kelainan EKG pada hantaran I, II, aVF, V3R dan V4R. Pada IMA non-Q hanya ada

depresi segmen ST dan inversi simetrik gelombang T.

Laboratorium

IMA dapat diketahui dengan adanya peningkatan kadar enzim atau isoenzim,

sebab pada IMA enzim-enzim intrasel akan dikeluarkan ke dalam aliran darah.

Enzim-enzim tersebut ialah kreatin fosfokinase atau aspartat amino transferase

(SGOT), laktat dehidrogenase (alfa-HBDH), dan isoenzim CPK-MB (CK-MB).

SGOT dapat ditemukan pada jantung, hati, otot, rangka, ginjal dan otak.

Pada pasien gagal jantung, kadar SGOT akan meningkat pada bendungan hati. Pada

IMA SGOT meningkat setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan

kembali normal setelah 2-4 hari.

LDH tidak terlalu spesifik untuk pemeiksaan IMA sebab LDH dapat

meninggi pada banyak kerusakan jaringan tubuh. Namun Isoenzim LDH1 yang

merupakan bagian dari LDH banyak terdapat di jantung. Isoenzim LDH1 memiliki

pergerakan elektroforetik yang mirip dngan alfa-HBDH. LDH meningkat setelah 24

jam, mencapai puncak setelah 48-72 jam dan kembali normal setelah 7-10 hari.

CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih spesifik

untuk diagosa IMA. Bila tidak dilakuakn kardiversi berulang-ulang Isoenzim CPK-

MB akan meningkat spesifik untuk gagal jantung. peningkatan CPK dan CPK-MB

pada 6 jam setelah serangan IMA, mencapai puncak pada 24 jam dan kembali normal

setelah 1 ½ sampai 2 hari.

Radiologi

Radiologi tak terlalu berperan, namun apabila terdapat bendungan paru (gagal

jantung) kadang-kadang dapat ditemukan kardiomegali.

Ekokardiografi

Page 28: MODUL 1 Skenario2

Pada IMA tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik

dinding jantung yang menurun.

Pengobatan

Diet : hari pertama diberikan makanan lunak untuk menghindari resiko mual,

muntah, henti jantung, dan aspirasi. Bila membaik, dapat dinaikan menjadi makanan

lunak. Bila ada gagal jantung, di tambahkan dengan diet rendah garam.

Pasien dipasang infus dektrosa 5% untuk jaga-jaga bila diperlukan pemberian obat

intravena.

Morfin 5 mg atau petidin 25-50 mg : mengurangi rasa nyeri

Inhalasi nitrogenoksida 20-50% : bila ada efek samping hipotensi dan depresi

pernafasan

Nitrat, kalsium antagonis atau obat penghambat adenoreseptor beta : angina baru

terjadi setelah IMA

Heart Failure

Epidemiologi

Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad, namun

penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya kondisi tunggal.

Pemeriksaan penunjang yang paling sering adalah akokardiografi, dengan disfungsi

ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai fraksi ejeksi <30-45%pada kebanyakan

survey epidemiologi. Sekitar 3-20 per 1000 orang populasi mengalami gagal jantung,

dan dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada

usia di atas 65 tahun). Di inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah sakit setiap

tahun untuk gagal jantung, mempersentasikan 5% dari semua perawatan medis.

Etiologi

Page 29: MODUL 1 Skenario2

a. Hipertensi (10-15%)

b. Kardiomiopati (dilatasi, hipertropi, restriktif)

c. Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)

d. Congenital (defek septum atrium, defek septum ventral)

e. Aritmia (persisten)

f. Alkohol

g. Obat-obatan

h. Kondisi curah jantung tinggi

i. Perikard (konstriksi atau efusi)

j. Gagal jabtung kanan (hipertensi paru)

Patofisiologi

Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik

berlebhih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah

mekanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.

1. Mekanisme Adaptif

Mekanisme kompensasi jantung memberikan manfaat hemodinamik segera

namun, menyebabkan konsekuensi merugikan jangka panjang yang berperan

dalam perkembangan gagal jantung kronis.

Hipertrofi miokard meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki

kontraksi sistolik namun juga meningkatkan kekakuan dinding ventrikel,

menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik. Penurunan perfusi ginjal

menyebabkan stimulasi system Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) yang

menyebabkan kadar rennin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II

merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) gnjal, yang

menstimulasi pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dati ujung saraf simpatik,

menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal,

menyebankan retensi natrium dan air dan ekskresi kalium di ginjal. Gangguan

Page 30: MODUL 1 Skenario2

fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron,

sehingga dapat meningkatkan aldosteron lebih lanjut.

Aktivasi system saraf simpatik pada gagal jantung kronis melalui baroreseptor,

menghasilkan kontraktilitas miokerd pada awalnya, namun kemudian pada

aktivasi system RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan

tonus vena (preload jantung) dan arteri (afterload jantung). Meningkatkan

norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan air dan edema. Stimulasi

simpatik kronis menghasilkan regulasi-turun reseptor-beta jantung, menurunkan

respon jantung terhadap stimulasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan

baroreseptor, kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih

lanjut.

Peptida Natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal dan sistem saraf

pusat

a) Peptida Natriuretik Atrial dilepaskan dari Atrium jantung sebagai respon

terhadap peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi

b) Pada manusia, peptide natriuretik otak juga dilepaskan dari jantung

terutama dari ventrikel, dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida

Natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II

pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium ginjal.

Kadar hormone antidiuretik (vasopresin) juga meningkat, menyebabkan

vasokonstriksi dan berperan dalam retensi air dan hiponatremia. Restensi natrium

di ginjal juga dibantu oleh endothelin yang merupakan peptide vasokoonstriktor

poten yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel endothelial vaskuler. Konstriksi

vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatakan tekanan natrium dan

tekanan serta volume akhir diastolic ventrikel, pemanjangan sarkomer, dan

konstraksi myofibril diperkuat (mekanisme frank starling).

Mekanisme kompensasi ini bekerja untuk mempertahankan curah jantung ketika

miokardium gagal namun setiap kompensasi ini memiliki konsekuensinya.

2. Kelaninan Non-Jantung

Page 31: MODUL 1 Skenario2

Endotelium vaskuler berperan pentng dalam regulasi tonus vascular, secara local

melepaskan factor konstriksi dan relaksasi. Peningkatan tonus vascular perifer

pada pasien dengan gagal jantung kronis disebabkan peningkatan aktifitas

simpatik, aktivasi system RAA, dan gangguan pelepasan factor relaksasi dari

endothelium (endothelium derived relaxing factor/EDRF nitrat oksida). Beberapa

efek dari latihan dan terapi obat tertentu (penghambat enzim pengkonversi

angiotensin (ACE)) mungkin disebabkan karena perbaikan fungsi endothelial.

3. Disfungsi Miokard Diastolik

Gangguan relaksasi miokard, karena peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan

penurunan komplians, menghasilkan gangguan pengisian diastolic ventrikel.

Fibrosis iskemik miokard, kardiomiopati hipertrofik, dan hipertensi merupakan

penyebab tersering tetapi dapat juga disebabkan oleh infiltrasi miokard,

misalnya, amiloid. Disfungsi diastolic sering timbul bersama gagal sistolik

namun juga bias berdiri sendiri pada 20-40% pasien gagal jantung. Diagnosis

disfungsi diastolic biasanya dibuat dengan pengukuran ekokardiografi.

Perbedaan antara kedua komponen gagal jantung ini tak memiliki tatalaksana

yang terlalu berbeda karena masih belum jelas bagaimana tatalaksana fungsi

diastolik yang terbaik.

4. Remodeling Miokard, Hibernasi dan stunning

Setelah infark miokard luas, proses remodeling terjadi dengan hipertrofi regional

dari segmen noninfark serta penipisan dan dilatasi daerah yang infark. Akibat

dari proses remodeling terjadi perubahan bentuk dan ukuran ventrikel kiri. Hal

ini paling terlihat ketika arteri koroner yang terkait infark tetap teroklusi dan tak

mengalami rekanalisasi. Bahkan setelah reperfusi yang berhasil, pemulihan

miokard dapat tertunda (stunning miokard). Hal ini berlawanan dengan hibernasi

miokard, yang mendeskripsikan disfungsi miokard lebih persisten saat istirahat,

sekunder dari penurunan perfusi miokard, bahkan bila miosit jantung tetap viable

dan kontraktilitas membaik dengan revaskularisasi. Miokard yang mengalami

stunning atau hibernasi tetap responsi terhadap stimulasi inotropik, dan dapat

Page 32: MODUL 1 Skenario2

dinilai dengan ekokardiografi stress, pemindaian perfusi miokard radionuklida,

atau tomografi emisi positron (PET).

Gambaran Klinis

Gambaran klinis relative dipengaruhi oleh tiga faktor:

1) Kerusakan jantung

2) Kelebihan beban hemodinamik

3) Mekanisme kompensasi yang sekunder yang timbul saat gagal jantung

terjadi.

I. Gagal Jantung Kiri

Gejala:

a. Penurunan kapasitas aktivitas

b. Dispnu (mengi, ortopnu, PND)

c. Batuk (hemoptisis)

d. Letargi dan kelelahan

e. Penurunan nafsu makan dan berat badan

Tanda:

a. Kulit lembab, menandakan vasokonstriksi perifer

b. Tekanan darah (tinggi, rendah atau normal)

c. Denyut nadi (volume normal atau rendah), (alternans/takikardi/aritmia)

d. Pergeseran apeks

e. Regurgitasi mitral fungsional

f. Krepitasi paru

II. Gagal Jantung Kanan

Gejala mungkin minimal, terutama jika telah diberikan diuretik. Gejala yang

timbul antara lain:

a. Pembengkakan pergelangan kaki

b. Dispnu (namun bukan ortopnu atau PND)

Page 33: MODUL 1 Skenario2

c. Penurunan kapasitas aktivitas

d. Nyeri dada

Tanda:

a. Denyut nadi (aritmia takikardi)

b. Peningkatan JVP

c. Edema

d. Hepatomegali dan asites

e. Gerakan bergelombang parasternal

f. S3 atau S4 RV

Prognosis

Sejumlah factor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung:

a) Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran

klinis semakin buruk prognosisnya

b) Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, sisi sekuncup, dan fraksi

ejeksi

c) Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin,

rennin, vasopressin, dan peptide natriuretik plasma

d) Aritmia: focus ektopik ventrikel yang sering

Klasifikasi fungsional gagal jantung (NYHA):

1) Kelas I: tak ada batasan aktivitas fisik

2) Kelas II: sedikit batasan pada aktivitas

3) Kelas III: btasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun sedikit

aktivitas menyebabkan gejala)

4) Kelas IV: gejala saat istirahat

Stroke dan tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2% setiap tahunnya

(1,5% pada gagal jantung ringan/sedang) dan 4% pada yang berat dan

dibandingkan dengan 0,5% pada control.

Page 34: MODUL 1 Skenario2

Pemeriksaan Penunjang

a) Radiografi toraks

b) EKG

c) Ekokardiografi

d) EKG embulator

e) Tes darah

f) Pencitraan radionuklida

g) Kateterisasi jantung

h) Tes latihan fisik

Tatalaksana

Faktor umur dan factor gaya hidup:

1) Oksigen

2) Alcohol

3) Vaksinasi

4) Nutrisi

5) Garam dan air

Terapi obat-obatan

1) Diuretic

2) Digoksin

3) Vasodilator

4) Simpatomimetik

5) Penyekat beta

6) Antikoagulasi

7) Antiaritmia

Lainnya

1) Konterpulsasi balon intraaorta

2) Alat bantu ventrikel

3) Kardiomyoplasti

4) Pembedahan reduksi ventrikel kiri

Page 35: MODUL 1 Skenario2

Hipertensi Paru

Definisi

Peninggian tekanan darah arteri pulmonalis melebihi 25mmHg pada waktu istirahat

atau melebihi 30 mmHg pada waktu olahraga. Terbagi atas dua : hipertensi primer

dan hipertensi sekunder.

Etiologi

Hipertensi primer :

1. Obat-obatan anoreksia (fluramin)

2. Kokain

3. Obat-obatan kemoterapi (mi tomisin C, bleomisin, siklofosfamid, karmustin)

4. L-triptofan

5. Hipertensi portal

6. Kelainan jaringan ikat

7. Infeksi HIV

8. Sindrom keracunan oli

Hipertensi sekunder

1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

2. Fibrosis paru

3. Gagal napas karena abnormalitas dinding dada

4. Apnu tidur

5. Penyakit tromboemboli paru kronis

6. Penyakit jaringan ikat

7. Hidup di daerah tinggi

8. Penyakit jantung sisi kiri

9. Penyakit jantung congenital

Patofisiologi

Page 36: MODUL 1 Skenario2

Paru akan melakukan kompensasi terhadap peningkatan aliran darah dengan

melakukan vasodilatasi dan recruitment pembuluh darah yang tidak mengalami

perfusi saat istirahat. Penurunan resitensi pembuluh darah paru memungkinkan

ventrikel kanan yang yang normal mengakomodasi perubahan besar berupa hipertrofi

ventrikel dan selama beberapa saat, aliran darah paru normal dapat dipertahankan

dengan PH.

Gambaran Klinis

Meskipun progresi PH primer sangat bervariasi, pasien biasanya tidak menjadi

simptomatik hingga kondisi lanjut. Dispnu sering terjadi dan rasa tidak enak pada

dada. Tanda-tanda yang lain :

1. Peningkatan tekanan vena jugularis

2. Takikardi sinus atau AF

3. Tekanan darah sistemik normal atau rendah

4. Sirkulasi perifer buruk

5. Sianosis sentra dan perifer

6. Bunyi jantung ketiga/ keempat RV (S3/S4)

7. Komponen paru bunyi jantung kedua terdengar keras

8. Regurgitasi tricuspid

9. Edema

10. Pembesaran hati dan asites

Pemeriksaan

1. Elektrokardiogram, memperlihatkan deviasi aksis ke kanan, hipertrofi atrium

kanan atau RV namun seringkali tidak signifikan.

2. Radiografi toraks

Bisa ditemukan dilatasi arteri pulmonalis utama pada semua penyebab PH, bukti

utama pada semua penyebab PH, bukti penyakit paru dasar, atau defek perfusi

paru bercak

3. Tes fungsi paru

Page 37: MODUL 1 Skenario2

Akan menunjukkan kelainan pada pasien dengan penyakit paru dasar. Kapasitas

difusi karbon monoksida sangat rendah bila ada PH.

4. Pemindaian ventilasi-perfusi

Mungkin memperlihatkan emboli paru

5. Pemindaian tomografi terkomputerisasi

6. Ekardiogram

Memperlihatkan penyakit jantung dasar dan tingkat tekanan arteri pulmonalis

dapat diperkirakan dari kalkulasi tekanan sistolik

7. Ketetrisasi jantung kanan

Untuk mendignosis PH, menilai derajat keparahan dan respons vasodilatasi

terhadap obat atau oksigen inspirasi konsentrasi tinggi, angiografi pulmonal juda

dapat memperlihatkan bukti penyakit tromboemboli

Penatalaksanaan

1. Oksigen merupakan vasodilatasi paru poten,

2. Obat anti kuagulan

Pemberian berdasarkan laporan dimana pasien HPP memiliki resiko terjadi

nonemboli di mikrosirkulasi paru.

3. Calcium channel bloker

CCB merupaka golongan dihidropiridin dan benzotiazepin memiliki efek

vasodilatasi pada arteri pulmonalis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

Nifedipin dan diltiazem bermanfaat bagi pasie HPP.

4. Prostasiklin analog

a. Epoprostenol tersedia dalam bubuk kering yang diberikan secara parenteral

(IV). Karena obat ini memiliki half life yang pendek sehingga

pemberiannya harus secara kontinyu dan dengan infuse set yang khusus.

b. Beraprost : prostasiklin analog yang diberikan secara oral. Obat ini

memiliki sifat sangat vasoselektif di arteri pulmonalis dibandingkan

dengan di vascular sistemik sehingga di indikasikan untuk HPP.

c. Illoprost : prostalitik analog yang dapat diberikan per oral, IV, dan inhalasi.

5. Endotelin reseptor antagonis

Page 38: MODUL 1 Skenario2

Boesentan menghambat endotelin reseptor. Pemberian boesentan dosis 62,5 mg

dengan dosis yang semakin tinggi memperbaiki gejala dan hemodinamik pasien

HPP.

6. 5-fosfodiesterase inhibitor

Ditemukan pada jaringan vaskularisasi paru. Ekspresi gen dan aktivitas 5

fosfodiesterase meningkat pada pasien HPP. Sildenafil spesifik menghambat

enzim ini sehingga meningkatkan cGMP intraselular yang memiliki efek

vasodilatasi dan antiproliferasi otot polos vascular paru.

7. Lain-lain :

a. Diuretic

Menurunkan tekanan vena sentralis sehingga memperbaiki gejala

bendungan seperti asites dan edema pretibial. Hati-hati pemberiannya

karena dapat menurunkan cardiac output.

b. Digoksin

Pemberian digoksin jangka pendek meningkatkan kontratilitas miokard dan

meningkatkan cardiac output pada HPP, namun follow up jangka panjang

belum pernah dilaporkan.

Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Siregar, Tagor Gumanti Muda. 1998. Buku Ajar Kardiologi, Hipertensi Esensial.

Jakarta: FK UI. Halaman 198

2.