modul 1 skenario2
TRANSCRIPT
MODUL I
Skenario 2
Seorang laki-laki umur 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas terutama
saat bergiat, tetapi berkurang apabila pasien istirahat. Pergelangan kaki membengkak pada
siang hari dan berkurang pada malam hari. Pasien mengeluh kadang terbangun tengah malam
karena merasa sesak. Pada pemeriksaan, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada
pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi pada bagian basal paru. Nadi regular
dan tekanan darah dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher +8 cmH2O pada
posisi 45o . Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang intercostal V. Gambaran
Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69, dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru.
Sebelumnya pasien sering kontrol di Poliklinik dengan tekanan darah tinggi tetapi pasien
tidak minum obat teratur.
Kata Sulit
1. CTR (Cardio Thoracis Ratio) adalah cara pengukuran jantung dengan
membandngkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA.
2. Ictus cordis adalah denyut jantung yang terlihat pada apex.
3. Krepitasi adalah bunyi yang dihasilkan apabila terdapat dua benda yang saling
menggesek, bunyi yang timbul berupa seperti gesekan rambut atau remasan kertas.
Kata Kunci
1. Laki-laki, 50 tahun
2. Sesak napas terutama saat bergiat & berkurang saat istirahat
3. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari
4. Kadang terbangun tengah malam karena merasa sesak
5. Pada pemeriksaan:
Takikardia
Auskultasi didengar bunyi krepitasi pada bagian basal paru
Nadi regular & tekanan darah dalam batas normal
Terdapat bendungan vena leher +8 cmH2O pada posisi 45o
Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang intercostal V
Gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 & terlihat adanya
bendungan pembuluh darah paru
Riwayat hipertensi dan minum obat tidak teratur
Pertanyaan
1. Jelaskan patomekanisme:
a. Sesak saat bergiat dan berkurang saat istirahat
b. Apa yang menyebabkan terbangun karena sesak pada tengah malam
c. Kaki bengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari
d. Hipertensi
2. Apakah terdapat hubungan kelainan jantung terhadap kelainan paru ataupun
sebaliknya?
3. Apa hubungan riwayat hipertensi dengan skenario diatas?
4. Jelaskan tentang langkah-langkah diagnosis pada skenario tersebut!
5. Mengapa tekanan darahnya normal sedangkan terdapat bendungan vena leher +8
cmH2O pada posisi 45o ?
6. Apakah jenis penyakit yang kira-kira biasa ditemukan pada pemeriksaan yang telah
dilakukan?
7. Sebutkan dan jelaskan tentang diferential diagnosis dari skenario tersebut!
Jawaban
1. Patomekanisme:
a. Sesak saat bergiat dan berkurang saat istirahat
Saat berkegiatan tubuh membutuhkan energi tambahan untuk tetap mempertahankan
keadaan homeostasis. Sel-sel di seluruh tubuh membutuhkan O2 secara cepat untuk
mengubahnya menjadi ATP, oleh karena itu jantung bekerja ekstra untuk memompa
darah. Pada penyakit tertentu, kontraktilitas miokardium menurun. Isi sekuncup
meningkat pada waktu latihan fisik menyebabkan jantung tidak mampu mencapai
curah yang diperlukan.
Tubuh berusaha memenuhi kebutuhan energi dengan
meningkatkan ventilasi udara. Namun karena terdapat
penimbunan cairan di alveoli paru yang menyebabkan
compliance paru terganggu sehingga pasien akan sesak saat
bergiat. Terdapat penimbunan cairan di intertitial alveoli
karena adanya gangguan pada jantung kiri pasien yang
berdampak pada bendungan vaskularisasi paru-paru yang
kemudian tekanan pulmonal yang meningkat, tekanan
hidrostatik kapiler paru ikut meningkat sehingga cairan
intravaskular ke intertitial alveoli paru yang semakin
membuat sesak.
b. Apa yang menyebabkan terbangun karena sesak pada tengah malam
Sesak yang terjadi saat tengah malam dan membuat pasien terbangun disebut
paroxysmal nocturnal dyspnea. Bila keadaan ini berat, maka peningkatan tekanan
kapiler dapat mendorong cairan ke dalam alveoli dan menyebabkan edema pulmonal.
Yaitu suatu kondisi mengancam nyawa yang menyebablan dyspnea hebat, yang
mengurangi pertukaran gas dan menyebabkan hipoksemia.
Gejala ini merupakan salah satu gejala dari adanya gagal
jantung ventrikel kiri yang cardiac outputnya menurun dan
menyebabkan terjadi peningkatan tekanan vena pulmonalis
dan tekanan kapilernya. Hal ini yang menyebabkan transudasi
cairan dan terjadi akumulasi di intertitial yang lama kelamaan
menyebabkan alveoli edema. Pada saat tidur, terjadi
penurunan stimulasi adrenergik oleh saraf simpatis, sehingga
terjadi redistribusi darah dan cairan ekstravaskular masuk
kembali ke kompartemen cairan intravaskular sehingga
menyebabkan beban sirkulasi bertambah. Akibatnya terjadi
bendungan paru dan sensori yang menurun, sehingga timbul
sesak napas.
c. Kaki bengkak pada siang hari & berkurang pada malam hari
a) Penyebab edema pada pergelangan kaki
Edema pergelangan kaki terjadi akibat gagal jantung.
Gagal jantung mengakibatkan pengaktifan sistem renin
angiotensin-aldosteron (RAA). Mekanisme ini akan menaikkan
tahanan vaskuler sistemik tetapi menurunkan curah jantung.
Terjadi peningkatan sekresi renin di sel-sel juxtaglomerulus
ginjal. Renin akan memecah angiotensinogen sirkulasi untuk
membentuk angiotensin I yang kemudian secara cepat
dipecah oleh enzim konversi angiotensin yang terikat pada sel
endotel untuk membentuk angiotensin II, suatu vasokontriktor
yang kuat. Dengan meningkatnya angiotensin II, terjadi
vasokontriksi arteriol, tahanan perifer total meningkat, hal ini
akan membantu mempertahankan tekanan darah sistemik.
Angiotensin II ini juga bekerja di korteks adrenalis untuk
meningkatkan sekresi hormon aldosteron. Hormon aldesteron
ini memacu reabsorbsi natrium-natrium dan air dari tubulus
ginjal ke dalam sirkulasi dan membantu meningkatkan
vplume intravaskuler. Hal itu menyebabkan terjadinya retensi
air di nefro ginjal. Akibatnya terjadi perpindahan cairan dari
darah ke ruang intertisiel yang melebihi jumlah pengambilan
cairan ke dalam limfe maka akan terjadi edema pada daerah
dependen.
b) Penyebab edema bertambah pada siang dan berkurang
pada malam hari
Edema bertambah pada siang hari dan berkurang pada
malam hari disebabkan karena pada siang hari aktivitas
sehari-hari yng menggunakan kaki lebih banyak dan sering
dilakukan dibanding pada malam hari. Edema akan berkurang
jika pasien dibiarkan berbaring.
c) Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tubuh dengan tekanan darah melebihi tekanan normal
yaitu >120/80 mmHg. Normalnya pada keadaan homeostatis jika tekanan darah naik,
tubuh akan melakukan usaha kompensasi yaitu berupa menurunkan kontraktilitas
jantung dan melebarkan pembuluh darah agar kecepatan aliran darah dapat menurun.
Tetapi hal tersebut tidak terjadi, maka tekanan darah akan tetap dalam keadaan
melebihi batas normal. Jadi hipertensi dapat disimpulkan sebagai keadaan sistem
pengawasan tubuh yang gagal mengembalikan tekanan darah ke keadaan normal.
Hal tersebut disebabkan oleh penambahan rangsang adregenik ke jantung, pembuluh
kapasitans dan arteriol. Kelainan denyut jantung disebabkan oleh kenaikan aktivitas
beta-adrenergik dan berkurangnya hambatan parasimpatis.
2. Hubungan kelainan jantung terhadap kelainan paru ataupun sebaliknya
3. Hubungan riwayat hipertensi dengan skenario diatas
Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronik dimana tekanan darah meningkat di
atas TD yang disepakati normal. TD terbentuk dari interaksi anatara aliaran darah dan
tahanan pembuluh darah perifer. Airan darah yang menngalir dari jantung ke aorta
menghasilkan gelombang tekanan yang merambat ke arteri di seluruh tubuh. Pada
keadaan normal yang dinding pembuluh darahnya masih elastis, volume darah yang
dipompakan keluar dari ventrikel kiri ditampumpung didalam arteri sedemikian rupa
sehingga darah yang mengalir secara perlahan menghasilkan gelombang tekanan yang
rendah yaitu 750 cm/detik. Sebaliknya pada orang tua atau individu dimana terjadi
kekakuan pembuluh darah maka gelombang tekanan meningkat menjadi 1500 cm/detik,
menyebabkan gelombang tekanan balik terlalu cepat mencapai aorta ascenden yang
masih dalam fase sitolik, dimana masih ada sebagian darah dipompakan keluar dari
ventrikel kiri. Benturan antara gelombang ekanan maju dan baik ini menimbulksn
konsekoensi antara lain : a. tekanan aorta dan tekanan ventrikel sistolik meningkat. B.
darah yang sudah mencapai aorta ascenden akan cepat mengalir lagi ke perifer yang
terjdi pada waktu diastolik mengakibatkan tekanan diastolik menurun tajam. Hal ini
menyebabkan tekanan nadi meingkat sedangkan tekanan pengisian arteri koroner yang
jatuh pada fase early diastolic menurun. Apabia hal ini berlangsung terus menerus akan
menciptakan ventrikel hipertrofi, peningkatan tekanan komsumsi oksigen miokard,
perfusi koroner menurun dan memacu atherosclerosis. Pada kasus hipertensi, jantung
mengalami kekurangan pembentukan ATP. Dengan demikian menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan energy miokard terjadilah gangguan kontraksi dan relaksasi
miokard.
4. Langkah-langkah diagnosis
I. Anamnesa
Yang perlu diungkap dalam wawancara yaitu :
Keluhan utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain : sesak nafas, batuk lendir
atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah dll.
Riwayat penyakit sekarang : menanyakan tentang perjalanan tentang timbul
keluhan sehingga klien meminta pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi, keadan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,
adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil
atau tidakkah usaha tersebut, dll.
Riwayat penyakit terdahulu : menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah
dialami sebelumnya. Misalnya : apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan
penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dsb.
Riwayat keluarga : menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian
juga ditanyakan.
Riwayat pekerjaan : menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.
Riwayat geografi : menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
Riwayat allergi : menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan,
debu dan obat.
Kebiasaan social : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum
alcohol atau obat tertentu.
Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang perhari dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, maka data biography juga merupakan data
yang perlu diketahui, yaitu : Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan
agama yang dianut oleh pasien.
II. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang
memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan
pembuluh darah.
Pemeriksaan kepala dan leher
a. Raut muka
a) Bentuk mukan: bulat, lonjong dll
b) Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan
c) Tes syaraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa
nervus V, VII
b. Bibir
a) Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan TF, TGA, dll
b) Pucat (anemia)
c. Mata
a) Konjungtiva :
Pucat (anemia)
Ptechie (perdarahan bawah kulit/selaput lendir) pada endokarditis
bacterial
b) Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.
c) Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih/abu-abu ditepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol/penyakit jantung
koroner
d) Eksopthalmus
Berhubungan dengan tirotosikosis
e) Gerakan bola mata
Lateral (N. VII), medial (N.III), bawah nasal (N.IV), atas (N.III),
dll.
f) Reflek kornea
Kapas disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam (N.V)
g) Funduscopy
Yaitu pemeriksaan fundus mata dengan opthalmoscop untuk
menilai kondisi pembuluh darah retina pada penderita hipertensi.
d. Tekanan Vena Jugularis (Jugular Venous Pressure)
Penderita dalam posisi berbaring setengah duduk, kemudian diperhatikan :
a) Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba, tetapi bisa
dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium), gelombang c (awal
kontraksi ventrikel-katup tricuspid menutup), gelombang v ( pengisian
atrium-katup tricuspid masih menutup).
b) Pengembungan Vena, normal setinggi manubrium sterni.
c) Bila lebih tinggi daripada itu maka berarti tekanan hidrostatik atrium kanan
meningkat, misalnya pada gagal jantung kanan.
Pengukuran desakan vena sentralis memberi penjelasan faal jantung kanan.
Dapat dilakukan dengan cara memakai vena jugularis eksterna sebagai
manometer. Untuk menentukan vena cava superior di atrium kanan dapat dipakai
patokan angulus ludovici (di manubrium sterni) yan jaraknya kurang lebih 5 cm
(R) dari atrium kanan. Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5 cm di
bawah garis horizontal yang melalui angulus ludovici maka tekanan vena
jugularis sama dengan R-5 cm. Sedang bila 3 cm di atas garis horizontal maka
R+3 cm. Normalnya pada posisi pasien 45 derajat titik kolaps berada 4-5 cm
diatas garis horizontal.
e. Arteri karotis
a) Palpasi :
Berdenyut keras seperti berdansa (pada insufisiensi katup aorta)
Paling tepat untuk memeriksa sirkulasi pada henti jantung
Perlu dibandingkan kiri dan kanan, untuk mengetahui adanya
penyempitan pembuluh darah di daerah itu.
b) Auskultasi
Bising (bruit) pada penyempitan arteri karotis, penyempitan katup aorta.
f. Kelenjar tiroid
a) Inspeksi
Tengadah sedikit, telan ludah, teliti bentuk dan simetrisnya.
b) Palpasi
Jari telunjuk dan tengah kedua tangan ditempatkan pada kedua sisi
isthmus, pemeriksa berada dibelakang penderita. Jari tengah dan telunjuk
meraba trakea dari atas kebawah, mulai dari tulang krikoid, kemudian
meraba-raba kesamping mulai dari garis tengah trakea setinggi isthmus.
Teliti : bentuk, konsistensi, dan ukurannya.
c) Auskultasi
Bising pada kelenjar tiroid menunjukkan vaskularisasi yang meningkat,
disebabkan oleh hiperfungsi.
g. Trakea
Pemeriksaan berdiri disamping kanan penderita, tempelkan jari tengah pada
bagian bawah trakea. Pada perabaan keatas, kebawah dan kesamping,
kedudukan trakea dapatlah ditentukan apakah ditengah, bergeser kekanan/kiri.
Bila pada tiap denyut jantung trakea terasa tertarik kebawah (tanda oliver),
kemungkinan ad aneurisma aorta atau tumor mediastinum.
Pemeriksaan fisik jantung
Atrium Kanan
Paling jauh disisi kanan (2 cm disebelah kanan tepi sternum, setinggi sendi kosto
sternalis ke 3 – 6).
Ventrikel kanan
Menempati sebagian besar dari proyeksi jantung pada permukaan dada. Batas bawah
adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke 6 dengan apeks jantung.
Ventrikel Kiri
Tak begitu tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm merupakan daerah ventrikel
kiri jantung merupakan garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kosto
sternalis ke 2 sebelah kiri.
Atrium kiri
Letaknya paling posterior, tak terlihat dari depan kecuali sebagian kecil saja yang
terletak di belakang kostosternalis kiri ke 2.
a) Inspeksi (periksa pandang)
Menentukan :
Bentuk precordium
Normal kedua belah dada simetris
Bila cekung / cembung sesisi berarti ada penyakit jantung / paru sesisi
Cekung
Pada perikarditis menahun, fibrosis / atelektasis paru, skoliosis, kifoskoliosis,
akibat beban yang menekan dinding dada (pemahat, tukang kayu, dll.)
Cembung atau menonjol
Pada pembesaran jantung, efusi perikard, efusi fleura, tumor paru, tumor
mediastinum, skoliosis, atau kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi fleura/
perikard merupakan penonjolan daerah intern kostalis. Penonjolan akibat
kelainan jantung menahun / bawaan merupakan penonjolan iga.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau
dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit
ditemukan misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah
kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau
ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil.
Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan
kongenital.
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-
paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimumnya menghilang, suatu
variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh
kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti
bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan
menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar
garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan
pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan
menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan
pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan
denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada berbagai keadaan seperti
hipertiroidisme, anemia, demam.
Denyut pada apeks jantung
Pada umumnya denyut jantung tampak didaerah apeks. Pemeriksaan dilakukan
sambil penderita berbaring atau duduk dengan sedikit membungkuk. Normal
dewasa : terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2 – 3 cm dari garis mid klavikularis.
Daerah yang berdenyut seluas kuku ibu jari. Normal anak : terletak diruang sela
iga ke 4 kiri. Bila denyut berada di belakang tulang iga payudara besar, dinding
toraks tebal, emfisema, efusi perikard maka denyut terseebut tak tampak.
Denyut apeks tergeser ke samping kiri pada keadaan patologis, misalnya :
penyakit jantung, skoliosis/kifoskoliosis, efusi fleura, pneumothorak, tumor
mediastinum, abdomen membuncit (asites, hamil, dll.)
Denyut nadi pada dada
Timbul denyutan di sela iga 2 kanan aneurisme aorta.
Timbul denyutan di sela iga 2 kiri :dilatasi arteri pulmonalis (PDA,
aneurisme a. pulmonalis), aneurisme aorta desenden.
Retraksi (tarikan kedalam) di prekordium seirama dengan systole pada
perikarditis adesiva, insufisiensi tricuspid/aorta.
Denyut vena
Vena didada dan punggung tak tampak denyutannya. Yang kelihatan berdenyut
hanya vena jugularis interna dan eksterna.
b) Palpasi (periksa raba)
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan
perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse ,
normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis
midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan
gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang
pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada
keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2.
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift,
systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih
melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus
Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum.
Urutan palpasi
Teliti denyutan dan getaran (thrill) di prekordium
Teliti pergerakan trakea
Denyut Apeks
Normal di sela iga ke 5 (2-3 cm medial garis mid klavikularis). Bisa tak teraba
oleh karena kegemukan, dinding thoraks tebal, emfisema,dll.
Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta / mitral
Sedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis aorta.
Getaran (thrill)
Bising jantung yang keras (derajat IV/6 atau lebih) akan teraba sebagai getaran
pada palpasi.
Lokasi di sela iga 2 kiri sternum, misalnya pada pulmonal stenosis.
Lokasi di sela iga 4 kiri sternum misalnya pada Ventrikular Septal Depect.
Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum (basis) misalnya pada Aortik stenosis
Lokasi di apeks - diastole : pada Mitral Stenosis, sistol : Mitral Insufisiensi.
Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita membungkuk kedepan, dengan
napas ditahan waktu ekspirasi, kecuali getaran MS yang lebih mudah teraba bila
penderita berbaring pada sisi kiri.
Gerakan Trakea
Anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta, karenanya trakea perlu
diperiksa. Pada aneurisma aorta denyutnya akan menjalar ke trakea, dan denyutan
ini dapat diraba.
Cara : pemeriksa berdiri dibelakang penderita dan kedua jari telunjuk diletakkan
pada trakea sedikit dibawah krikoid. Kemudian larings dan trakea diangkat ke atas
oleh kedua telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta, tiap kali jantung berdenyut
terasa oleh kedua jari telunjuk bahwa trakea dan laring tertarik ke bawah.
c) Perkusi (periksa ketuk)
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu
dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas
pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan
apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak
jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung
koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi
tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi
atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan
dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan
ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada
emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar
ditentukan.
d) Auskultasi (periksa bunyi)
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat
vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan
kejadian hemodinamik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan
chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan
terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type,
digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
1) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
2) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
3) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan
bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen
bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga
terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai
desiran atau bising jantung
Waktu kedua atrium kontraksi darah dialirkan ke dua ventrikel, disebelah
kanan melewati katup tricuspid, sedang disebelah kiri melewati katup mitral.
Kemudian kedua ventrikel berkontraksi dan darah dipindahkan dari ventrikel
kanan ke a. pulmonalis, sedang dari ventrikel kiri ke aorta. Permulaan
kontraksi ventrikel (sistolik) terjadi waktu katup mitral dan tricuspid menutup,
dimana kedua katup ini terbuka selama atrium berkontraksi. Permulaan
relaksasi ventrikel (diastole) terjadi waktu katup aorta dan pulmonal menutup,
yang selama ventrikel berkontraksi tetap terbuka.
Arteri karotis berdenyut segera setelah sistolik ventrikel, kemudian disusul
oleh denyutan a. radialis. Jadi hendaknya denyut a. karotis yang dijadikan
pegangan untuk menentukan sistolik ventrikel.
Katup pulmonal
Persambungan iga 3 kiri dengan sternum
Katup aorta
Pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup pulmonal.
Katup mitral
Pada sternum, dekat batas atas sendi antara iga 4 dengan sternum.
Katup tricuspid
Pada sternum (arah menyilang sternum), sesuai garis penghubung proyeksi
katup mitral dengan sendi antara sternum dengan iga kanan ke 5.
Bila ada kelainan jantung proyeksi katup berpindah, misalnya stenosis mitral
maka katup mitral bergerak ke kiri bawah.
Proyeksi katup bukan menunjukkan tempat bunyi jantung yang terdengar
paling keras, meskipun bunyi – bunyi jantung di bangkitkan di sekitar katup -
katup jantung.
Bunyi jantung dibangkitkan oleh katup :
Mitral : paling jelas terdengar di apeks
Trikuspid : di sternum dekat sendi sternum sela iga 5 kanan
Aorta : pada sendi antara sternum sela iga 2 kanan / apeks
Pulmonal : pada sela iga 2 kiri dekat tepi sternum
Tekhnik auskultasi :
Sebelumnya kita harus mengetahui bahwa stethoscope terdiri dari 2 bagian
yakni bell dan diapragma. Kualitas stetoskope yang baik mempunyai dua
saluran terpisah yang menghubungkan bagian kepala stetoskope ke masing –
masing bagian telinga.
Bell :
Untuk mendengarkan suara yang nadanya rendah. Misalnya BJ 3, BJ 4, bising
mid diastole mitral / tricuspid.
Tempelkan dengan penekanan yang ringan saja pada dinding dada.
Diapragma :
Merupakan kepala yang bermembran, digunakan untuk mendengarkan suara
yang nadanya tinggi, misalnya bunyi jantung 1 dan 2, OS (opening snap),
bunyi ejeksi (ejection sound), pericardial friction rub, bising sistolik dan awal
sistolik.
Penting dipahami :
1) BJ 1 dan BJ 2 yang normal
2) Belajar memusatkan pendengaran pada BJ 1 dan BJ 2 sendiri – sendiri,
sehingga dapat dibedakan apakah bunyi itu terdengar sebagai satu suara
atau terpisah.
3) Terganggu oleh bunyi jantung
Bunyi jantung :
BJ 1 : ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan tricuspid
BJ 2 : ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonal
Normal BJ 1 lebih keras dari BJ 2, tetapi BJ 1 nadanya rendah sedang BJ 2
nadanya tinggi.
Intensitas bunyi jantung 1:
Mengeras pada takhikardi oleh karena macam – macam sebab (MS dan
lain-lain)
Melemah pada miokarditis, kardiomiopati, infark miokard, efusi
perikard, empisema tumor yang menyelimuti jantung, MI.
Di apeks (daerah katup mitral) – BJ 1 lebih keras daripada BJ 2.
Didaerah katup aorta dan pulmonal – BJ 2 lebih keras daripada BJ 1.
Untuk membedakan BJ 1 dan BJ 2 :
· Perbedaan intensitas sesuai dengan lokasi tersebut diatas.
· Singkronisasinya dengan denyut a. karotis.
Intensitas bunyi jantung 2
BJ 2 mengeras pada hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal. Tetapi keadaan
dinding dan arus aliran darah dalam arteri bersangkutan ikut menentukan. Bila
dinding lentur dan arus aliran darah ke a. pulmonalis tak deras oleh karena
stenosis, maka BJ 2 dapat melemah meskipun ada hipertensi.
BJ 3 dan BJ 4 yang fisiologik :
BJ 3 : terdengar samar-samar pada awal fase diastolic (BJ 2) – normal pada
orang muda, karena getaran pada otot-otot dan korda tendine katup
mitral/tricuspid waktu ventrikel terisi darah yang deras.
BJ 4 : Umumnya tak terdengar.
Letaknya pada akhir fase diastolic (presistolik), jadi sesaat sebelum BJ 1,
timbul diantara gelombang P dan kompleks QRS dan disebabkan oleh
kontraksi otot atrium.
BJ 1 yang terpisah :
BJ 1 oleh karena penutupan Mitral dan Trikuspid; BJ 2 oleh karena penutupan
katup aorta dan pulmonal. Bila ada selisih waktu yang cukup lama antara
penutupan kedua katup yang bersangkutan, maka BJ 1 dan BJ 2 terdengar
terpisah.
5. Mengapa tekanan darahnya normal sedangkan terdapat bendungan vena leher +8
cmH2O pada posisi 45o
Hubungan intrinsik antara volume diastol akhir (VDA) dan isi sekuncup dikenal
sebagai hukum Frank-Starling jantung. Secara sederhana, hukum ini menyatakan
bahwa jantung dalam keadaan normal memompa keluar sewaktu sistol volume darah
yang kembali padanya sewaktu diastol. Jika terjadi keadaan patologis berupa
meningkatnya aliran balik vena sehingga meningkatkan preload secara otomatis juga
meningkatkan afterload. Agar darah pada jantung dapat dipompa sampai tuntas pada
VDA yang meningkat maka terjadi kompensasi dari faktor intrinsik berupa
peningkatan panjang serat otot, jantung semakin teregang, dan kekuatan kontraksi
dan isi sekuncup meningkat. Selain itu, faktor ekstrinsik juga mengompensasi yaitu
terjadi stimulasi saraf simpatis dan epinefrin yang meningkatkan kontraktilitas
jantung sehingga jantung memompa lebih kuat untuk memeras keluar lebih banyak
darah yang dikandungnya. Namun stimulasi simpatis dapat membantu
mengompensasi hanya dalam waktu singkat karena jantung menjadi kurang responsif
terhadap norepinefrin setelah pajanan berkepanjangan selain itu, simpanan
norepinefrin di ujung saraf simpatis jantung terkuras.
Seiring dengan perkembangan penyakit dan semakin merosotnya kontraktilitas,
jantung mencapai suatu titik dimana ia tidak dapat memompa keluar isi sekuncup
yang normal meskipun dilakukan tindakan kompensasi sehingga jantung berada
dalam keadaan gagal jantung dekompensasi dimana terjadi forward failure ketika
jantung gagal memompa darah dalam jumlah memadai ke jaringan karena isi
sekuncup semakin berkurang dan backward failure terjadi secara bersamaan ketika
darah yang tidak dapat masuk dan dipompa keluar oleh jantung terus terbendung
sistem vena.
Gagal jantung kiri memiliki konsekuensi lebih serius daripada gagal sisi kanan.
Backward failure sisi kiri menyebabkan edema paru (kelebihan cairan jaringan di
paru) karena darah terbendung di paru. Akumulasi cairan di paru ini mengurangi
pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru, menurunkan oksigenasi darah
arteri dan meningkatkan kadar CO2 pembentuk asam di darah. Selain itu, salah
konsekuensi yang lebih serius dari forward failure sisi kiri adalah berkurangnya
aliran darah ke ginjal, yang menimbulkan masalah ganda. Pertama, ginjal tertekan;
dan kedua ginjal semakin menahan garam dan air di tubuh sewaktu pembentukan
urin dalam upaya meningkatkan volume plasma lebih lanjut untuk memperbaiki
penurunan aliran darahnya. Retensi cairan berlebihan semakin memperparah masalah
kongesti vena yang sudah ada.
Jadi, konsekuensi paling penting dari hukum Starling adalah bahwa isi sekuncup dari
ventrikel kanan dan kiri sesuai. Perbedaan kecil yang bersifat sementara terjadi
sepanjang waktu, misalnya saat bernapas atau bangkit dari posisi berbaring. Namun
demikian, bila curah ventrikel kanan lebih besar daripada curah ventrikel kiri untuk
setiap periode yang bermakna maka terjadi kompensasi berdasarkan hukum Starling.
6. Jenis penyakit yang kira-kira biasa ditemukan pada pemeriksaan yang telah
dilakukan
Pada pemeriksaan diperoleh:
a. Pernapasan cepat atau sesak napas
1) Sesak nafas akut saat istirahat terjadi pada penyakit :
a) Gagal inhibitor ventrikel kiri
b) Emboli paru akut
c) Stenosis mitral (jarang)
2) Sesak nafas kronik saat istirahat terjadi pada penyakit:
a) Gagal jantung kronik
b) Sesak angina ekuivalen
c) Emboli paru kronik
Ditemukan juga gejala penyakit jantung sebagai berikut yang mendasari:
1) Pada gagal jantung ringan sesak hanya terjadi saat aktivitas
2) Pada gagal jantung yang lebih berat sesak juga dapat terjadi bila berbaring
(ortopnea), yang langsung menghilang bila duduk atau berdiri ( <5-10 menit).
Bila gejala ini berat, disebut dyspnea noktural poroksismal. Sering ditandai
edema tungkai bawah, membaik pada pagi hari dan memburuk pada malam
hari.
b. Krepitasi pada basal paru
Bunyi krepitasi merupakan bunyi tambahan yang biasa terdengar pada akhir
inspirasi. Peniruannya seperti garam yang dimasukkan ke dalam api atau gesekan
tangan yang kuat juga bisa dindaikan seperti krtas yang diremuk. Biasa ditemukan
pada:
o Edema paru
o Koch pulmonum
o Tumor paru
o Pada awal dan ahir pneumonia lobaris
c. Edema Tungkai
1) Edema bilateral pada penyakit :
a) Gagal jantung kongestif
b) Gagal hati
c) Gagal ginjal
d) Sindrom nefrotik
e) Malnutrisi
f) Imobilitas
g) Obat-obatan
2) Edema unilateral pada penyakit
a) Obstruksi limfatik
b) Obstruksi vena
c) Selulitis
d) Rupture kista beker
e) Imobilitas local, misalnya hemiparesis
Pada gagal jantung, edema tungkai terjadi pada gagal jantung kanan dan selalu
disertai peningkatan tekanan vena jugularis. Sering ditemukan hepatomegaly
sebagai tanda yang mendasarinya. Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan
berat di abdomen, harus dipertimbangkan adanya konstriksi pericardial.
d. Bendungan vena leher +8 cm posisi 45 derajat menandakan adanya kelainan pada
faal jantung kanan yang mengakibatkan terjadi bendungan besar di vena jugularis.
Biasa didapatkan pada penderita gagal jantung kanan yang dapat diawali right
ventrikel hypertrophy (RVH), juga didapatkan pada obstruksi vena cava superior,
stenosis atau regurgitasi trikuspidalis, efusi perikardial, juga pericarditis konstriktif.
e. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ interkostal V menandakan adanya
pembesaran jantung sebelah kiri sehingga terjadi cardiomegaly. Normal ictus cordis
berada pada apex cordis, yaitu pada ventrikel kiri. Pembesaran ini dapat berupa
hipertropi ataupun dilatasi dari ventrikel kiri atau atrium kiri.
f. Pemeriksaan rontgen didapatkan CTR 0,69, akibat adanya cardiomegaly yang dapat
ditegaskan dari perabaan ictus cordis yang berada di linea axillaris anterior.
Normalnya nilai cardiothoracic ratio ialah tidak melebihi 0,5 yang berarti lebar
jantung tidak melebihi setengah dari lebar thoraks. Selain itu, pada foto rontgen juga
didapatkan adanya bendungan pembuluh darah paru yang normalnya tidak ada. Biasa
ditemukan pada penyakit gagal jantung kongesti yang sudah menyebabkan kongesti
di pembuluh darah paru, atau juga bisa didapatkan pada edema paru serta pad gagal
jantung kiri.
7. Differential Diagnose
Kardiomiopati Dilatasi
Definisi
Kardiomiopati yang ditandai dengan dilatasi ventrikel dan gejala dan tanda gagal
ventrikel umumnya penyebabnya iodipatik, sehingga menyingkirkan disfungsi
ventrikel sekunder akibat iskemia atau penyakit katup jantung atau hipertensi.
Etiologi
Etiologi bersifat idiopatik. Progresi dari miokarditis viral menjadi kardiopati dilatasi.
Biasanya menyerang pengguna alkohol atau pada perempuan post partum.
Gejala Klinis
Lelah, letargi, dispnu umum dan kadang pasien datang dengan edema pari yang jelas
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram mungkin tidak spesifik namun dapat mengkonfirmasi adanya
aritmia atrium atau ventrikel. Radiografi toraks serin memperlihatkan kongesti vena
paru atau edema paru. Pengukuran tekanan arteri pulmonal dapat dilakukan dengan
kateterisasi jantung.
Penatalaksanaan
a. Diuretik, digoksin, penghambat ACE dan nitrat jangka panjang
Semua obat ini memiliki peranan dalam tatalaksana kardiomiopati dilatasi,
dengan penghambat ACE menjadi obat yang penting karena efek tambahnya
pada mortalitas.
b. Penyekat β
Metoprolol dan carvedilol, misalnya juga efktif pada beberapa pasien meskipun
mekanisme kerjanya tetap tidak jelas dan mungkin luas. Obat-obatan anti aritmia
terbatas karena banyak yang memiliki efek inotropik negative dan dapat
memperburuk gagal jantung.
c. Amiodaron
Umum diresepkan untuk aritmia atrium dan ventrikel karena efektif dan
ditoleransi dengan baik, relative bebas dari efek inotropik negative. Aritmia
ventrikel agresif dan mengancam hidup kadang mmebutuhkan insersi
defibrillator internal meskipun saat ini tidak banyak terdapat bukti pengaruhnya
pada pasien-pasien tersebut.
d. Antikoagulan
Umumnya direkomendasikan pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi terutama
bia disertai dengan aritmia atrium atau adanya thrombus ventrikel. Namun
demikian, banyak yang menyarankan untuk tetap memberikan antikoagulan pada
pasien disfungsi ventrikel kiri dan/ atau dilatasi atrium berat walau tidak
ditemukan bukti adanya aritmia atau thrombus.
e. Transplantasi jantung
Dilakukan pada pasien berusia muda dengan inkapasita fungsional berat atau
gagal jantung yang memburuk. Kesulitan dalam mendapatkan donor telah
menyebabkan pengembangan tehnik bedah alternative, seperti kardiomioplasti
dan bedah reduksi ventrikel, namun teknik ini belum terbukti menurunkan
morbiditas dan mortalitas.
Kardiomiopati Hipertropik
Defenisi
Terjadi pada hipertrofi ventrikel kiri dan ventrikel kanan.
Etiologi
Hipertensi dan genetik
Gambaran Klinis
Dispnu, nyeri dada, palpitasi, rasa pusing, singkop. Kadang-kadang disertai ematian
mendadak.
Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi
b. EKG
c. Kateterisasi jantung
Penatalaksanaan
a. Penyekat β dan penyekat saluran kalsium, terutama verapamil, dapat
digunakan untuk membantu relaksasi miokard dan mengurangi obstruksi alur
keluar ventrikel kiri.
b. Miomektomi bedah
Tindakan bedah ini diakukan jika terjadi obstruksi alur keluar ventrikel kiri.
c. Penggantian katup mitral diperlukan apabila terjadi mitral regurgitation
berat.
d. Pacu jantung
Dilakukan dan telah menjadi rekomendasi pada beberapa pasien. Perubahan
pada aktivasi listrik atrium dan ventrikel dapat memperkuat pengisian
ventrikel dan mengurasi obstruksi alur kelua.
Infark Miokard Akut
Pendahuluan
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jatung terganggu. IMA terjadi karena adanya aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak stabil dapat
menyumbat total arteri koroner dan hal ini selalu mengakibatkan terjadinya nekrosis
miokard. Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi
komplit dan ireversible dalam 3-4 jam. Meskipun demikian, proses remodelling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai bebrapa minggu atau bulan
karena daerah infark terus meluas dan daerah noninfark mengalami dilatsasi.
Secara morfologis terdapat 2 IMA, yakni IMA subendokardial dan IMA
transmural. IMA transulat mengenai seluruh dinding miokard da terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner. Sementara daerah IMA subendokardial terdapat pada
daerah yang amat peka terhadap iskemia dan infark. IMA subendokardial terjadi
akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai
akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-
kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah
bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardi atau
hipertrofi ventrikel. Meskipun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan,
kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah
pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Patologi
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besr ventrikel kiri, septum dan
atrium kiri, arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, dan
veentrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner
kanan di banding kiri (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri
kanan dan 10% dari sisi kiri. Nodus SA dan AV juga diperdarahi oleh arteri kugel.
Jadi obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark aterior, dan infark
inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan. Namun ila obstruksi telah
terjadi di banyak tempat dan kolateral-kolateral telah terbentuk lokasi infrark sulit
untuk diketahui darimana asalnya.
Patofisiologi
Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan diastolik
ventrikel kiri. Tekanaan akhir diatolik kiri naik, maka tekanan atrium kiri juga naik.
Bila tekanan atrium kiri naik di atas 25mmHg lama kelamaan akan menyebabkan
transudassi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Buruknya
hemodinamik ini bukan saja akibat daerah infark namun daerah iskemin disekitarnya
pun turut berperan. Miokard yang masih relatif baik akan mengkompensasi untuk
mempertahankan curah jantung khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik,
namun akibatnya kebutuhan oksigen miokard meningkat. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, maka buruknya hemodinamik
akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang berkompensasi sudah
buruk akibat iskemik atau infark lama, maka tekanan akhir ventrikel kiri akan naik
dan terjadilah gagal jantung. IMA mengakibatkan perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal ventrikel baik yang terkena infark ataupun tidak. Perubahan
ini mengakibatkan remodlling ventrikel yang akan mempengaruhi fungsi ventrikel
sehingga dapat timbul aritmia dan prognosis.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobat. Hal ini disebabkan
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Sistem saraf autonom juga berperan basar terhadap terjadinya aritmia yang
merupakan penyulit IMA tersering. Pasien IMA inferior umumnya mengalami
peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia
meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis akan mempertinggi
kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, tiduk, panas atau ditindih beban berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri
berlangsung leih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif terhadap
nitrogliserin. Kadang-kadang pada penderita diabetes dan orang tua tidak ditemukan
nyeri sama sekali. Nyeri dapat dsertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat
dingin, berdebar-debar atau sinkope.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradorsal, irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukan adanya bendungan
paru, takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang
relatif lebih berat. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau
teraba di dinding dada pada IMA anterior.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi
Berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q dan
IMA tanpa gelombang Q. Pada IMA gelombang Q mula-mual terjadi elevasi segmen
ST yang konveks pada hantaran yang mencerminkan daerah IMA. Elevasi segmen
ST kemudian diikuti oleh terbentuknya gelombang Q patologis yang menunjukan
IMA transmural. Hal ini terjadi pada 24 jam pertama IMA. Berikutnya elevasi
segmen ST akan berkurang dan gelombang T akan terbalik (inversi). Setelah
beberapa hari atau minggu keduanya dapat menjadi normal, namun gelombang T
tetap datar. Gelombang T hiper akut jarang ditemukan pada rekaman EGK pertama
setelah serangan, sebab ia cepat menghilang karena kelainan gelombang T diikuti
oleh elevasi segmen ST.
Secara kasar, luas kelainan IMA dapat diperkirakan berdasarkan banyaknya
hantaran yang memperlihatkannya. Misalnya IMA anterior pada hantaran I, aVL, V1
sampai V6 dan IMA inferior pada hantaran II, III dan aVF. Bila ditemukan kelainan
pada hantaran V1 dan V2, maka IMA anterior dikatakan septal. Bila kelainan pada
hantaran V3 dan V4 dikatakan anterior, kelainan pada hantaran V1-V4 dikatakan
anteroseptal, anterolatral bila kelainan pada hantaran I, aVL, V5 dan V6, anterior
luas bila kelainan terdapat pada hantaran I, aVL, V1 dan V6, dan anterolateral tinggi
bila kelainan pada hantaran I dan aVL. IMA ventrikel kanan memperlihatkan
kelainan EKG pada hantaran I, II, aVF, V3R dan V4R. Pada IMA non-Q hanya ada
depresi segmen ST dan inversi simetrik gelombang T.
Laboratorium
IMA dapat diketahui dengan adanya peningkatan kadar enzim atau isoenzim,
sebab pada IMA enzim-enzim intrasel akan dikeluarkan ke dalam aliran darah.
Enzim-enzim tersebut ialah kreatin fosfokinase atau aspartat amino transferase
(SGOT), laktat dehidrogenase (alfa-HBDH), dan isoenzim CPK-MB (CK-MB).
SGOT dapat ditemukan pada jantung, hati, otot, rangka, ginjal dan otak.
Pada pasien gagal jantung, kadar SGOT akan meningkat pada bendungan hati. Pada
IMA SGOT meningkat setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan
kembali normal setelah 2-4 hari.
LDH tidak terlalu spesifik untuk pemeiksaan IMA sebab LDH dapat
meninggi pada banyak kerusakan jaringan tubuh. Namun Isoenzim LDH1 yang
merupakan bagian dari LDH banyak terdapat di jantung. Isoenzim LDH1 memiliki
pergerakan elektroforetik yang mirip dngan alfa-HBDH. LDH meningkat setelah 24
jam, mencapai puncak setelah 48-72 jam dan kembali normal setelah 7-10 hari.
CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih spesifik
untuk diagosa IMA. Bila tidak dilakuakn kardiversi berulang-ulang Isoenzim CPK-
MB akan meningkat spesifik untuk gagal jantung. peningkatan CPK dan CPK-MB
pada 6 jam setelah serangan IMA, mencapai puncak pada 24 jam dan kembali normal
setelah 1 ½ sampai 2 hari.
Radiologi
Radiologi tak terlalu berperan, namun apabila terdapat bendungan paru (gagal
jantung) kadang-kadang dapat ditemukan kardiomegali.
Ekokardiografi
Pada IMA tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik
dinding jantung yang menurun.
Pengobatan
Diet : hari pertama diberikan makanan lunak untuk menghindari resiko mual,
muntah, henti jantung, dan aspirasi. Bila membaik, dapat dinaikan menjadi makanan
lunak. Bila ada gagal jantung, di tambahkan dengan diet rendah garam.
Pasien dipasang infus dektrosa 5% untuk jaga-jaga bila diperlukan pemberian obat
intravena.
Morfin 5 mg atau petidin 25-50 mg : mengurangi rasa nyeri
Inhalasi nitrogenoksida 20-50% : bila ada efek samping hipotensi dan depresi
pernafasan
Nitrat, kalsium antagonis atau obat penghambat adenoreseptor beta : angina baru
terjadi setelah IMA
Heart Failure
Epidemiologi
Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad, namun
penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya kondisi tunggal.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering adalah akokardiografi, dengan disfungsi
ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai fraksi ejeksi <30-45%pada kebanyakan
survey epidemiologi. Sekitar 3-20 per 1000 orang populasi mengalami gagal jantung,
dan dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada
usia di atas 65 tahun). Di inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah sakit setiap
tahun untuk gagal jantung, mempersentasikan 5% dari semua perawatan medis.
Etiologi
a. Hipertensi (10-15%)
b. Kardiomiopati (dilatasi, hipertropi, restriktif)
c. Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
d. Congenital (defek septum atrium, defek septum ventral)
e. Aritmia (persisten)
f. Alkohol
g. Obat-obatan
h. Kondisi curah jantung tinggi
i. Perikard (konstriksi atau efusi)
j. Gagal jabtung kanan (hipertensi paru)
Patofisiologi
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik
berlebhih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah
mekanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.
1. Mekanisme Adaptif
Mekanisme kompensasi jantung memberikan manfaat hemodinamik segera
namun, menyebabkan konsekuensi merugikan jangka panjang yang berperan
dalam perkembangan gagal jantung kronis.
Hipertrofi miokard meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki
kontraksi sistolik namun juga meningkatkan kekakuan dinding ventrikel,
menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik. Penurunan perfusi ginjal
menyebabkan stimulasi system Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) yang
menyebabkan kadar rennin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) gnjal, yang
menstimulasi pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dati ujung saraf simpatik,
menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal,
menyebankan retensi natrium dan air dan ekskresi kalium di ginjal. Gangguan
fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron,
sehingga dapat meningkatkan aldosteron lebih lanjut.
Aktivasi system saraf simpatik pada gagal jantung kronis melalui baroreseptor,
menghasilkan kontraktilitas miokerd pada awalnya, namun kemudian pada
aktivasi system RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan
tonus vena (preload jantung) dan arteri (afterload jantung). Meningkatkan
norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan air dan edema. Stimulasi
simpatik kronis menghasilkan regulasi-turun reseptor-beta jantung, menurunkan
respon jantung terhadap stimulasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan
baroreseptor, kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih
lanjut.
Peptida Natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal dan sistem saraf
pusat
a) Peptida Natriuretik Atrial dilepaskan dari Atrium jantung sebagai respon
terhadap peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi
b) Pada manusia, peptide natriuretik otak juga dilepaskan dari jantung
terutama dari ventrikel, dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida
Natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II
pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium ginjal.
Kadar hormone antidiuretik (vasopresin) juga meningkat, menyebabkan
vasokonstriksi dan berperan dalam retensi air dan hiponatremia. Restensi natrium
di ginjal juga dibantu oleh endothelin yang merupakan peptide vasokoonstriktor
poten yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel endothelial vaskuler. Konstriksi
vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatakan tekanan natrium dan
tekanan serta volume akhir diastolic ventrikel, pemanjangan sarkomer, dan
konstraksi myofibril diperkuat (mekanisme frank starling).
Mekanisme kompensasi ini bekerja untuk mempertahankan curah jantung ketika
miokardium gagal namun setiap kompensasi ini memiliki konsekuensinya.
2. Kelaninan Non-Jantung
Endotelium vaskuler berperan pentng dalam regulasi tonus vascular, secara local
melepaskan factor konstriksi dan relaksasi. Peningkatan tonus vascular perifer
pada pasien dengan gagal jantung kronis disebabkan peningkatan aktifitas
simpatik, aktivasi system RAA, dan gangguan pelepasan factor relaksasi dari
endothelium (endothelium derived relaxing factor/EDRF nitrat oksida). Beberapa
efek dari latihan dan terapi obat tertentu (penghambat enzim pengkonversi
angiotensin (ACE)) mungkin disebabkan karena perbaikan fungsi endothelial.
3. Disfungsi Miokard Diastolik
Gangguan relaksasi miokard, karena peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan
penurunan komplians, menghasilkan gangguan pengisian diastolic ventrikel.
Fibrosis iskemik miokard, kardiomiopati hipertrofik, dan hipertensi merupakan
penyebab tersering tetapi dapat juga disebabkan oleh infiltrasi miokard,
misalnya, amiloid. Disfungsi diastolic sering timbul bersama gagal sistolik
namun juga bias berdiri sendiri pada 20-40% pasien gagal jantung. Diagnosis
disfungsi diastolic biasanya dibuat dengan pengukuran ekokardiografi.
Perbedaan antara kedua komponen gagal jantung ini tak memiliki tatalaksana
yang terlalu berbeda karena masih belum jelas bagaimana tatalaksana fungsi
diastolik yang terbaik.
4. Remodeling Miokard, Hibernasi dan stunning
Setelah infark miokard luas, proses remodeling terjadi dengan hipertrofi regional
dari segmen noninfark serta penipisan dan dilatasi daerah yang infark. Akibat
dari proses remodeling terjadi perubahan bentuk dan ukuran ventrikel kiri. Hal
ini paling terlihat ketika arteri koroner yang terkait infark tetap teroklusi dan tak
mengalami rekanalisasi. Bahkan setelah reperfusi yang berhasil, pemulihan
miokard dapat tertunda (stunning miokard). Hal ini berlawanan dengan hibernasi
miokard, yang mendeskripsikan disfungsi miokard lebih persisten saat istirahat,
sekunder dari penurunan perfusi miokard, bahkan bila miosit jantung tetap viable
dan kontraktilitas membaik dengan revaskularisasi. Miokard yang mengalami
stunning atau hibernasi tetap responsi terhadap stimulasi inotropik, dan dapat
dinilai dengan ekokardiografi stress, pemindaian perfusi miokard radionuklida,
atau tomografi emisi positron (PET).
Gambaran Klinis
Gambaran klinis relative dipengaruhi oleh tiga faktor:
1) Kerusakan jantung
2) Kelebihan beban hemodinamik
3) Mekanisme kompensasi yang sekunder yang timbul saat gagal jantung
terjadi.
I. Gagal Jantung Kiri
Gejala:
a. Penurunan kapasitas aktivitas
b. Dispnu (mengi, ortopnu, PND)
c. Batuk (hemoptisis)
d. Letargi dan kelelahan
e. Penurunan nafsu makan dan berat badan
Tanda:
a. Kulit lembab, menandakan vasokonstriksi perifer
b. Tekanan darah (tinggi, rendah atau normal)
c. Denyut nadi (volume normal atau rendah), (alternans/takikardi/aritmia)
d. Pergeseran apeks
e. Regurgitasi mitral fungsional
f. Krepitasi paru
II. Gagal Jantung Kanan
Gejala mungkin minimal, terutama jika telah diberikan diuretik. Gejala yang
timbul antara lain:
a. Pembengkakan pergelangan kaki
b. Dispnu (namun bukan ortopnu atau PND)
c. Penurunan kapasitas aktivitas
d. Nyeri dada
Tanda:
a. Denyut nadi (aritmia takikardi)
b. Peningkatan JVP
c. Edema
d. Hepatomegali dan asites
e. Gerakan bergelombang parasternal
f. S3 atau S4 RV
Prognosis
Sejumlah factor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung:
a) Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran
klinis semakin buruk prognosisnya
b) Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, sisi sekuncup, dan fraksi
ejeksi
c) Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin,
rennin, vasopressin, dan peptide natriuretik plasma
d) Aritmia: focus ektopik ventrikel yang sering
Klasifikasi fungsional gagal jantung (NYHA):
1) Kelas I: tak ada batasan aktivitas fisik
2) Kelas II: sedikit batasan pada aktivitas
3) Kelas III: btasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun sedikit
aktivitas menyebabkan gejala)
4) Kelas IV: gejala saat istirahat
Stroke dan tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2% setiap tahunnya
(1,5% pada gagal jantung ringan/sedang) dan 4% pada yang berat dan
dibandingkan dengan 0,5% pada control.
Pemeriksaan Penunjang
a) Radiografi toraks
b) EKG
c) Ekokardiografi
d) EKG embulator
e) Tes darah
f) Pencitraan radionuklida
g) Kateterisasi jantung
h) Tes latihan fisik
Tatalaksana
Faktor umur dan factor gaya hidup:
1) Oksigen
2) Alcohol
3) Vaksinasi
4) Nutrisi
5) Garam dan air
Terapi obat-obatan
1) Diuretic
2) Digoksin
3) Vasodilator
4) Simpatomimetik
5) Penyekat beta
6) Antikoagulasi
7) Antiaritmia
Lainnya
1) Konterpulsasi balon intraaorta
2) Alat bantu ventrikel
3) Kardiomyoplasti
4) Pembedahan reduksi ventrikel kiri
Hipertensi Paru
Definisi
Peninggian tekanan darah arteri pulmonalis melebihi 25mmHg pada waktu istirahat
atau melebihi 30 mmHg pada waktu olahraga. Terbagi atas dua : hipertensi primer
dan hipertensi sekunder.
Etiologi
Hipertensi primer :
1. Obat-obatan anoreksia (fluramin)
2. Kokain
3. Obat-obatan kemoterapi (mi tomisin C, bleomisin, siklofosfamid, karmustin)
4. L-triptofan
5. Hipertensi portal
6. Kelainan jaringan ikat
7. Infeksi HIV
8. Sindrom keracunan oli
Hipertensi sekunder
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Fibrosis paru
3. Gagal napas karena abnormalitas dinding dada
4. Apnu tidur
5. Penyakit tromboemboli paru kronis
6. Penyakit jaringan ikat
7. Hidup di daerah tinggi
8. Penyakit jantung sisi kiri
9. Penyakit jantung congenital
Patofisiologi
Paru akan melakukan kompensasi terhadap peningkatan aliran darah dengan
melakukan vasodilatasi dan recruitment pembuluh darah yang tidak mengalami
perfusi saat istirahat. Penurunan resitensi pembuluh darah paru memungkinkan
ventrikel kanan yang yang normal mengakomodasi perubahan besar berupa hipertrofi
ventrikel dan selama beberapa saat, aliran darah paru normal dapat dipertahankan
dengan PH.
Gambaran Klinis
Meskipun progresi PH primer sangat bervariasi, pasien biasanya tidak menjadi
simptomatik hingga kondisi lanjut. Dispnu sering terjadi dan rasa tidak enak pada
dada. Tanda-tanda yang lain :
1. Peningkatan tekanan vena jugularis
2. Takikardi sinus atau AF
3. Tekanan darah sistemik normal atau rendah
4. Sirkulasi perifer buruk
5. Sianosis sentra dan perifer
6. Bunyi jantung ketiga/ keempat RV (S3/S4)
7. Komponen paru bunyi jantung kedua terdengar keras
8. Regurgitasi tricuspid
9. Edema
10. Pembesaran hati dan asites
Pemeriksaan
1. Elektrokardiogram, memperlihatkan deviasi aksis ke kanan, hipertrofi atrium
kanan atau RV namun seringkali tidak signifikan.
2. Radiografi toraks
Bisa ditemukan dilatasi arteri pulmonalis utama pada semua penyebab PH, bukti
utama pada semua penyebab PH, bukti penyakit paru dasar, atau defek perfusi
paru bercak
3. Tes fungsi paru
Akan menunjukkan kelainan pada pasien dengan penyakit paru dasar. Kapasitas
difusi karbon monoksida sangat rendah bila ada PH.
4. Pemindaian ventilasi-perfusi
Mungkin memperlihatkan emboli paru
5. Pemindaian tomografi terkomputerisasi
6. Ekardiogram
Memperlihatkan penyakit jantung dasar dan tingkat tekanan arteri pulmonalis
dapat diperkirakan dari kalkulasi tekanan sistolik
7. Ketetrisasi jantung kanan
Untuk mendignosis PH, menilai derajat keparahan dan respons vasodilatasi
terhadap obat atau oksigen inspirasi konsentrasi tinggi, angiografi pulmonal juda
dapat memperlihatkan bukti penyakit tromboemboli
Penatalaksanaan
1. Oksigen merupakan vasodilatasi paru poten,
2. Obat anti kuagulan
Pemberian berdasarkan laporan dimana pasien HPP memiliki resiko terjadi
nonemboli di mikrosirkulasi paru.
3. Calcium channel bloker
CCB merupaka golongan dihidropiridin dan benzotiazepin memiliki efek
vasodilatasi pada arteri pulmonalis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
Nifedipin dan diltiazem bermanfaat bagi pasie HPP.
4. Prostasiklin analog
a. Epoprostenol tersedia dalam bubuk kering yang diberikan secara parenteral
(IV). Karena obat ini memiliki half life yang pendek sehingga
pemberiannya harus secara kontinyu dan dengan infuse set yang khusus.
b. Beraprost : prostasiklin analog yang diberikan secara oral. Obat ini
memiliki sifat sangat vasoselektif di arteri pulmonalis dibandingkan
dengan di vascular sistemik sehingga di indikasikan untuk HPP.
c. Illoprost : prostalitik analog yang dapat diberikan per oral, IV, dan inhalasi.
5. Endotelin reseptor antagonis
Boesentan menghambat endotelin reseptor. Pemberian boesentan dosis 62,5 mg
dengan dosis yang semakin tinggi memperbaiki gejala dan hemodinamik pasien
HPP.
6. 5-fosfodiesterase inhibitor
Ditemukan pada jaringan vaskularisasi paru. Ekspresi gen dan aktivitas 5
fosfodiesterase meningkat pada pasien HPP. Sildenafil spesifik menghambat
enzim ini sehingga meningkatkan cGMP intraselular yang memiliki efek
vasodilatasi dan antiproliferasi otot polos vascular paru.
7. Lain-lain :
a. Diuretic
Menurunkan tekanan vena sentralis sehingga memperbaiki gejala
bendungan seperti asites dan edema pretibial. Hati-hati pemberiannya
karena dapat menurunkan cardiac output.
b. Digoksin
Pemberian digoksin jangka pendek meningkatkan kontratilitas miokard dan
meningkatkan cardiac output pada HPP, namun follow up jangka panjang
belum pernah dilaporkan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Siregar, Tagor Gumanti Muda. 1998. Buku Ajar Kardiologi, Hipertensi Esensial.
Jakarta: FK UI. Halaman 198
2.