implantasii ket

4
Implantasi embrio dan invasi trofoblas merupakan kunci dari keberhasilan kehamilan. Kehamilan ektopik adalah adanya implantasi yang terjadi diluar kavum uterus. Perkembangan dari kehamilan ektopik merupakan terbesar morbiditas dan mortalitas ibu pada trisemester 1. Normalnya embrio akan berimplantasi pada endometrium pada daerah fundus uterus. Pada saat berimplantasi, daerah endometrium akan mengekspresikan faktor molekuler yang akan mengatur hubungan feto-maternal dan inisiasi sel-sel stroma endometrium. Faktor mmolekuler yang berperan disini adalah sitokin dan faktor pertumbuhan Pada kasus kehamilan ektopik, embrio berimplanstasi selain di endometrium dan sering kali berimplantasi pada ampula tuba fallopi. Presentasi kejadian kehamilan ektopik pada negara maju yang disertai dengan pendarahan pada trisemester 1 yaitu 1-2% dari seluruh kehamilan (Refaat, 2014). Etiologi dari kehamilan ektopik disebabkan oleh kegagalan dari transport tuba, serta diduga merupakan kegagalan dari interaksi antara endometrium, tuba fallopi dan embrio (Refaat, 2014). Pemeriksaan penunjang untuk kehamilan ektopik yaitu pemeriksaan hCG kuantitatif yang dikombinasi dengan ultrasound transvaginal. Selain itu dapat pula dinilai dari kadar aktivin dan aktivin binding protein, follistatin yang dihasilkan oleh saluran genitalia wanita. Aktivin merupakan faktor pertumbuhan β yang didapat diisolasi oleh cairan folikuler yang dihasilkan oleh seluruh organ sistem reproduksi wanita yang berfungsi seperti

Upload: vita-madmo

Post on 16-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KET

TRANSCRIPT

Page 1: Implantasii Ket

Implantasi embrio dan invasi trofoblas merupakan kunci dari keberhasilan kehamilan.

Kehamilan ektopik adalah adanya implantasi yang terjadi diluar kavum uterus. Perkembangan

dari kehamilan ektopik merupakan terbesar morbiditas dan mortalitas ibu pada trisemester 1.

Normalnya embrio akan berimplantasi pada endometrium pada daerah fundus uterus. Pada saat

berimplantasi, daerah endometrium akan mengekspresikan faktor molekuler yang akan mengatur

hubungan feto-maternal dan inisiasi sel-sel stroma endometrium. Faktor mmolekuler yang

berperan disini adalah sitokin dan faktor pertumbuhan

Pada kasus kehamilan ektopik, embrio berimplanstasi selain di endometrium dan sering kali

berimplantasi pada ampula tuba fallopi. Presentasi kejadian kehamilan ektopik pada negara maju

yang disertai dengan pendarahan pada trisemester 1 yaitu 1-2% dari seluruh kehamilan (Refaat,

2014).

Etiologi dari kehamilan ektopik disebabkan oleh kegagalan dari transport tuba, serta diduga

merupakan kegagalan dari interaksi antara endometrium, tuba fallopi dan embrio (Refaat, 2014).

Pemeriksaan penunjang untuk kehamilan ektopik yaitu pemeriksaan hCG kuantitatif yang

dikombinasi dengan ultrasound transvaginal. Selain itu dapat pula dinilai dari kadar aktivin dan

aktivin binding protein, follistatin yang dihasilkan oleh saluran genitalia wanita. Aktivin

merupakan faktor pertumbuhan β yang didapat diisolasi oleh cairan folikuler yang dihasilkan

oleh seluruh organ sistem reproduksi wanita yang berfungsi seperti faktor parakrin dan autokrin

sebagai regulasi terhadap fungsi reproduksi (Refaat, 2014).

Tindakan laparoskopi baru dilakukan apabila status hemodinamik pasien stabil, serum hCG

≤3000 IU/L, janin <4 cm dan tidak ditemukan adanya aktivitas jantung janin (Refaat, 2014).

Aktivin bekerja dengan cara menempel pada kompleks reseptor transmembran serin dan reseptor

threonine kinase. Aktivin akan mengordinasi sintesis dari follistatin yang merupakan regulator

bioaktivitas dari aktivin. Aktivin merupakan faktor potensial untuk interaksi maternal-embrio

yang nantinya akan meregulasi proliferasi sel, differensiasi sel dan apoptosis, serta berperan

dalam remodeling jaringan, embriogenesis dan organogenesis. Aktivin A memiliki efek relaksasi

pada tuba fallopi dengan cara dapat menginduksi Nitrit oxide yang akan menginhibisi peristaltic

tuba serta menurunkan ekspresi oksitosin dan Tromboxan A2 yang menginduksi akumulasi dari

Ca2+ intraseluler (Refaat, 2014).

Aktivin memiliki 2 reseptor, yaitu reseptor tipe I dan tipe II, serta 2 subunit, yaitu subunit βA

dan βB yang terlokalisisasi pada tuba fallopi, endometrium dan placenta. reseptor tipe I pada

Page 2: Implantasii Ket

subunit βA berperan dalam perkembangan embrio dan aktivitas dari subunit βA dan βB tinggi

pada endometrium wanita yang tidak hamil. Pada endometrium, aktivin A terlokalisasi pada

epitel endometrium dan kadarnya meningkat pada saat fase sekretori. Aktivin A ini nantinya

akan menyebabkan pencucian endometrium yang akan berkolerasi dengan siklus menstruasi dan

penipisan endometrium. Pada saat hamil, ormalnya kadar serum aktivin A menurun yang

merupakan suatu indikasi adanya invasi dari trofoblast (Refaat, 2014).

Beberapa penelitian terkait dengan ekspresi aktivin menyebutkan bahwa kehamilan ektopik

terkait dengan reseptor tipe II aktivin dan follistatin. Pada tuba fallopi terjadi peningkatan dari

subunit βA, reseptor tipe II A dan II B, serta follistatin. Pada penelitian tersebut juga disebutkan

bahwa terjadi peningkatan ekspresi dari molekul-molekul tersebut pada pasien yang memiliki

antibody terhadap Chlamydia trachomatis. Hal tersebut membuktikan bahwa aktivitas aktrivin

dan follistatin pada epithelium tuba memiliki peran penting pada pathogenesis kehamilan ektopik

namun tidak dapat menjelaskan tentang abnormalitas dari letak implantasi (Refaat, 2014).

Level serum dari aktivin A dan follistatin meningkat signifikan pada saat hamil yang

mengindikasikan adanya hubungan fetoplacenta. Level serum dari aktivin A menurun pada

nonviable trophoblast, sehingga kadar aktivin A dapat dijadikan marker untuk diagnosis

kehamilan ektopik, meskipun hingga saat ini masih diperdebatkan (Refaat, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Florio (2007) dalam Refaat (2014) didapatkan hasil serum aktivin

A memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Daponte (2013) dalam Refaat (2014) yang mengukur sensitivitas dan spesifisitas dari

follistatin, didapatkan hasil serum follistatin dan rasio aktivin A/follistatin memiliki performans

yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan serum aktivin A dalam menegakkan diagnosis

kehamilan ektopik. Penelitian lain menyebutkan bahwa serum aktivin A tidak memiliki

sensitivitas maupun spesifisitas dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik bila

dibandingkan dengan β hCG.