ii vol. 14, no.2 2016 - bp paud dan dikmas jawa...

83

Upload: nguyendiep

Post on 09-Sep-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode
Page 2: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

ii JPNF Vol. 14, No.2 2016

PelindungKepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur

PenasehatKepala Seksi Informasi dan Kemitraan

RedakturEko Yunianto

EditorWidya Ayu Puspita

Putu Ashintya Widhiartha

SekretariatM. Subchan Sholeh

Alief HabibiyFerdiana Rosyidah

Alamat RedaksiGedung Pusat BP-PAUD dan Dikmas Jawa TimurJl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya 60117

Telp. 031 5945101 – 5925972Fax. 031 5953787

email. [email protected],id

Page 3: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

iiiJPNF Vol. 14, No.2 2016

JURNAL PNFVol. 14, No. 2 Desember 2016

LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI “KLINIK BUDAYA LITERASI”[Ainur Rasyid Ridha]

PENTINGNYA KOMPETENSI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING TENAGA KERJA INDONESIA MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN[Putu A. Widhiartha]

PENERAPAN QUIPPER SCHOOL UNTUK MENINGKATKAN MUTU LULUSAN PENDIDIKAN KESETARAAN KEJAR PAKET C DI SKB KOTA MALANG[Kholifah Dwi Untari]

PEMBELAJARAN BAHASA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SENTRA DAN LINGKARAN UNTUK ANAK USIA 4 – 6 TAHUN DI PAUD CAHAYA TAZKIA SURABAYA[Suharti]

METODE BERMAIN UNTUK MENGATASI SELECTIVE MUTISM PADA ANAK USIA DINI[Ermida L Simanjuntak]

RAGAM PROGRAM STIMULASI PENANGANAN KETERLAMBATAN BICARA ANAK USIA 3 – 6 TAHUN[Widya Ayu Puspita]

“MERENDA KASIH” (STRATEGI PEMBIMBINGAN PENDIDIK PAUD DALAM PENINGKATAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN DI KELOMPOK BERMAIN KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN BLITAR)[Hanik Handayani]

Page 4: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

iv JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena ber-kat rahmat dan hidayah-Nya, Redaksi Jurnal Pendidikan Non Formal (JPNF) BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur telah berhasil menyelesaikan penyusunan JPNF Edisi 2 Tahun 2016.

Dalam edisi kedua ini, JPNF menyajikan sejumlah tema bagi para pembaca. Para penulis mengulas hasil riset atau kajian teoritis di bidang PAUD, pendidikan kesetaraan, pendidikan keluarga, dan pendidikan masyarakat (Dikmas). Tema PAUD mewarnai edisi dua ini dengan topik-topik menarik. Seperti strategi dan metode untuk menangani keterlambatan bicara pada anak, pembelajaran bahasa untuk anak dengan metode sentra dan lingkaran serta pembimbingan bagi pen-didik PAUD. Kiat meningkatkan kualitas lulusan Kejar Paket C melalui “Quipper School” mewakili ulasan soal pendidikan kesetaraan.

Tema pendidikan keluarga hadir melalui upaya membangun atmosfer literasi di keluarga untuk meningkatkan budaya baca. Selain itu, urgensi kompetensi ko-munikasi lintas budaya menghadapi persaingan global menjadi isu sentral pada tema pendidikan masyarakat.

Ulasan para akademisi dan praktisi dari berbagai lembaga dalam edisi ini diharapkan mampu menginspirasi untuk menciptakan gagasan-gagasan segar da-lam peningkatan mutu dan kualitas program PAUD dan Dikmas.

Kepala Balai

Drs. Dadan Supriatna, M.Pd NIP. 196212311992121001

Page 5: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

1JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI “KLINIK BUDAYA LITERASI”

Ainur Rasyid Ridha

AbstrakLingkungan keluarga sebagai klinik budaya literasi bertujuan agar budaya

membaca terus digalakkan khusunya dalam lingkungan keluarga. Peran keluarga diharapkan bisa seoptimal mungkin mendesain lingkungannya dengan unsur unsur yang ada di dalamnya bisa menjadi pemicu munculnya gairah membaca di lingkungan keluarga sehingga lingkungan keluarga dapat menjadi klinik budaya literasi.

Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.

Keluarga merupakan komponen penting yang membentuk suatu masyarakat. Kebiasaan individu yang dibentuk oleh sebuah lingkungan keluarga akan banyak mempengaruhi kultur masyarakat secara makro terkait dalam hal keberaksaraan masyarakat (literacy of society).

Layaknya sebagai klinik yang memfasilitasi suatu layanan terkait dengan literasi maka perlu dipersiapkan lingkungan rumah yang dapat mendukung terjadinya pembiasaan beraksara (habitual of literacy). Lingkungan tersebut haruslah memiliki prinsip-prinsip menggerakkan dan memotivasi (mobilize and motivate), bertujuan (purpose), pengalaman (experience oriented) , pengakuan dan penghargaan (recognition and reward), transmisi social (social transmission), keteladanan (parents provide examples).

Bagian penting untuk merealisasikan klinik budaya literasi di rumah.adalah mempersiapkan “Pengelolaan Sumber Belajar”. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan terkait pengelolaan sumber belajar antara lain: klasifikasi buku (classification of books), penempatan buku (placement of book), pemeliharaan (maintenance), pemanfaatan (utilization).

Kesimpulannya adalah klinik budaya literasi dalam lingkungan keluarga jika terus difungsikan, maka manfaat layanan yang telah diberikan akan dapat membiasakan anggota keluarga menjadi gemar membaca, memperbaiki komunikasi, diskusi menjadi jalan keluar menyelesaikan masalah, meningkatkan pemikiran inovatif dan kreatif serta kaya pengalaman/informasi.

Klinik budaya literasi di lingkungan keluarga akan memberikan dampak positif jika komponen-komponen terkait didalamnya dapat saling mendukung menciptakan orkestra harmoni yang menciptakan masyarakat gemar membaca (reading society).Kata kunci : budaya literasi, keluarga, sumber belajar

Page 6: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

2 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

AbstractFamily environmental as a literate culture clinic aimed to keeping the

culture of reading continue to be encouraged especially in the family environ-ment. The role of the family is expected to optimally design environment with elements in it could be a trigger arousal reading in the family so that the fam-ily can become literate culture clinic.

Literacy is the ability to write and read, literate culture is intended to make a habit of thinking that is followed by a process of reading, writing and ultimately what is done in a process of these activities will create a master-piece.

Families are important components that make up a society. Habitual in-dividuals formed by a family environment will greatly influence the culture of the society as a macro-related in terms of Society Literacy .

Just like a clinic that facilitates a service associated with literacy it is nec-essary to prepare the home environment that may favor the occurrence of lit-eracy habituation. The environment must have principles as follows mobilize and motivate, purpose, experience oriented, recognition and awards, social transmission, parents provide examples.

An important part to realize clinic literate culture in Family Environment adalah prepare “Learning Resource Management”. Some things need to be prepared related to the management of learning resources include classifica-tion of books, placement of books, maintenance, utilization .

The conclusion of this paper is clinic literate culture within a family en-vironment if it continues to function, then the benefits of the service that has been provided will be able to familiarize members of the family becomes: Fond of reading, Improve communication, discussion becomes a way out to solve the problem, increase innovative and creative thinking as well as rich experi-ence / information.

Clinic literate culture in a family environment will have a positive impact if related components therein can support each other creating the harmony orchestra to create a society that likes to read (reading society).Keywords : literacy culture, family, learning resources

PENDAHULUANLiterasi adalah keberaksaraan,

yaitu kemampuan menulis dan memba-ca. Budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya hal yang dilakukan dalam sebuah proses kegia-tan tersebut akan menciptakan karya (Haryanti, 2014). Kompetensi penting yang akan terlibat dalam hal ini ada-lah membaca dan menulis. Banyak hal penting dalam lingkungan sekitar kita yang selalu terkait dan melibatkan

kompetensi tersebut. Banyak informa-si yang ada akan dapat dimaknai den-gan baik jika seseorang telah memiliki kompetensi yang baik dalam beraksara, sehingga tidak dapat dihindari kemam-puan membaca dan menulis harus dimi-liki oleh semua orang jika tidak ingin kehilangan informasi yang selalu kita butuhkan.

Keluarga merupakan komponen penting yang membentuk suatu masyarakat. Kebiasaan seseorang yang dibentuk oleh sebuah lingkungan kelu-arga akan banyak mempengaruhi kul-

Page 7: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

3JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

tur masyarakat secara makro terkait dalam hal keberaksaraan masyarakat (Literacy of Society). Beraneka ragam informasi seringkali menjadi bagian dalam aktivitas komunikasi antar kom-ponen dalam lingkungan keluarga. Banyak bentuk informasi tidak tersam-paikan dalam bentuk komunikasi ver-bal namun dalam bentuk kode angka dan huruf yang harus diterjemahkan oleh pembacanya. Surat Kabar, Buku, Leaflet, Booklet serta banyak lagi rag-am media baca yang ada di lingkungan rumah.

Jenis belajar yang sering terjadi melalui proses membaca adalah jenis belajar insidental. Jenis belajar insi-dental seringkali terjadi melalui proses membaca, dimana belajar berlangsung bila orang mempelajari sesuatu dengan tujuan tertentu tetapi disamping itu juga belajar hal lain yang sebenarnya tidak menjadi sasarannya. Misalnya seorang membaca koran bekas, namun merasa tidak direncanakan tiba-tiba menemukan artikel yang menarik, seh-ingga berguna menambah wawasannya ( Riyanto, 2012). Informasi tersebut akan tersampaikan apabila pembacan-ya memiliki kompetensi baik dalam hal membaca atau berkeaksaraan. Kom-petensi membaca yang dimiliki tidak-lah cukup dalam memperoleh informasi yang ada. Budaya membaca merupakan elemen penting juga sehingga semuan-ya bisa terintegrasi dalam mewujudkan penyerapan informasi yang ada.

PEMBAHASAN Prinsip-Prinsip Lingkungan Keluarga Sebagai Klinik Literasi

Belajar bisa dilakukan dimana saja, dan kapan saja serta dengan berbagai cara . Pembelajaran adalah upaya mem-belajarkan siswa untuk belajar. Keg-iatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien (Muhaimin, 1996). Upaya membelajarkan seseorang untuk belajar dapat pula dilakukan di ling-kungan keluarga melalui proses mem-

bangun budaya membaca. Lingkungan keluarga dapat dipersiapkan sebagai klinik budaya literasi yang dapat mem-berikan layanan baik dalam menin-gkatkan kompetensi keberaksaraan-nya maupun menjadikannya sebagai lingkungan yang memiliki budaya lit-erasi terhadap seluruh anggotanya. Layaknya sebagai klinik yang mem-fasilitasi suatu layanan terkait dengan literasi maka perlu dipersiapkan ling-kungan rumah yang dapat mendukung terjadinya pembiasaan beraksara (Ha-bitual of literacy). Lingkungan terse-but haruslah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :

Menggerakkan dan memotivasi 1. (Mo-bilize and motivate) Berbagai komponen yang terlibat dalam lingkungan keluarga seperti anggota keluarga, media baca sep-erti koran, novel, buku pelajaran, brousur, buku teks petunjuk serta yang lainnya diharapkan dapat mampu menggerakkan dan memoti-vasi (Mobilize and Motivate) seluruh anggota keluarga untuk melaku-kan dan membiasakan aktivitas membaca. Di samping itu tempat/ruang yang mendukung terjadinya interaksi komponen yang ada seh-ingga proses tersebut dapat berg-erak dinamis perlu kiranya diper-siapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Lingkungan yang da-pat menggerakkan dan memotivasi komponen didalamnya tidak serta merta terjadi begitu saja, namun perlu campur tangan seluruh kom-ponen keluarga sehingga memberi-kan dampak memunculkan motiva-si yang berkesinambungan dalam rangka pembiasaan membaca. 2. Bertujuan (Purpose)Bahan bacaan yang tersedia di-harapkan memiliki isi yang men-gandung pesan positif yang sangat berarti bagi kepentingan pemba-canya, seperti masalah lingkun-gan, sosial, keagamaan, kecakapan hidup, kesehatan dan yang lain-

Page 8: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

4 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

nya sehingga jelas tujuan (Purpose) dari membaca adalah meningkat-kan mutu kehidupan pembacanya baik dari sisi sosial, moral, keseha-tan, religi dan yang lainnya melalui penyerapan informasi dari aktifitas membaca. Konten isi bacaan yang baik dimungkinkan akan memun-culkan reading interest bagi pem-bacanya. Oleh karena itu, perlu kiranya pemilihan bahan – bahan bacaan memperhatikan beberapa unsur antara lain, informasi dibu-tuhkan pembacanya, informasi yang terkandung diupayakan up-dated, Bahasanya sederhana mu-dah dipahami, menarik dari sisi fisik bahan bacaannya (cover, tu-lisan, warna dll), kesesuaian dalam teknik penulisan, serta mengand-ung norma yang dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya. 3. Pengalaman (Experience oriented)Otak kita berkembang pesat den-gan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa in-gin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa/seseorang telah mengalami informasi sebelum mereka mem-peroleh informasi sebelum mer-eka memperoleh nama untuk apa mereka pelajari (De Porter, 2003). Berbagai media baca yang tersedia dirumah diharapkan dapat mem-berikan pengalaman-pengalaman baru dan menarik bagi pembacan-ya, sehingga anggota keluarga akan selalu termotivasi untuk membaca bahan bacaan yang ada. Buku tidak hanya sekedar bahan bacaan sema-ta, namun buku akan menjadi lebih bermakna jika informasi yang ter-surat dapat membawa pembacanya untuk terus membaca dan meman-faatkan informasi yang terkand-ung secara positif dalam lingkun-gan atau kehidupannya. Dengan demikian melalui membaca maka sebenarnya para pembaca sedang melakukan proses self learning

guna memperoleh pengalaman dari apa yang dibacanya.Pengakuan dan penghargaan 4. (Recognition and reward)Setiap pembaca di lingkungan ke-luarga yang berhasil memetik in-formasi terhadap apa yang telah dibacanya kiranya perlu diberi pen-gakuan keberhasilan akan pesan dalam bacaan yang berhasil diap-likasikan dalam kehidupan keluar-ga. Bentuk pengakuan (recognition) bisa bermacam-macam antara lain pujian, pemberian penghargaan (reward) berupa buku atau bahan bacaan lainnya. Sehingga setiap pembaca merasa apa yang telah dilakukannya mendapat perhatian juga dari lingkungannya.Transmisi sosial (5. Social transmission)Seluruh komponen dalam keluarga diharapkan dapat terintegrasi se-hingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial (Social Transmis-sion) yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara anak dan orang tua serta komponen lainnya sehingga budaya literasi dalam lingkungan keluarga akan selalu terpelihara. Transmisi social merupakan dampak dari in-formasi/pengalaman dari apa yang telah dibaca. Keterkaitan antara informasi yang terkandung dalam bahan bacaan dengan pembacanya akan menjadi pemicu munculnya perilaku social dalam lingkungan keluarga. Keteladanan 6. (Parents provide examples)Hal yang sangat penting dalam up-aya menggerakkan dan memotivasi (Mobilize and Motivate) sehingga tercipta pembiasaan membaca (Reading habitual) adalah ketela-danan dari orang tua dengan mem-berikan contoh kebiasaan membaca di rumah (Parents provide exam-

Page 9: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

5JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

ples). Contoh yang diberikan orang tua akan menjadi potret yang akan terekam dan dapat mempengaruhi motivasi untuk melakukan aktifi-tas yang sama menjadi suatu kebi-asaan jika dilakukan terus menerus bagi lingkungannya. Akan menja-di kurang tepat apabila orang tua dalam lingkungan keluarga hanya bisa memberikan perintah untuk membiasakan/gemar membaca, sementara para orang tua tidak memberikan uswah bagi lingkun-gannya.

Pengelolaan Sumber BelajarKlinik budaya literasi dalam ling-

kungan keluarga akan dapat memberi-kan perubahan perilaku terkait dengan keberaksaraan anggotanya. Jika pem-biasaan ini dilakukan sejak dini, tentu perubahannya akan segera dapat terli-hat. Para ahli pendidikan banyak yang mengakui bahwa pola pembiasaan yang bersifat behavioristik dimana terda-pat Penghargaan (reward) dan Huku-man (Punishment) yang dilakukan se-jak usia dari tingkat pendidikan dasar dinilai cukup efektif karena dilakukan pada anak-anak sejak usia dini. Guna merealisasikan perilaku tersebut maka perlu kiranya sebuah strategi. Slame-to (1991) berpendapat, bahwa strategi adalah suatu rencana tentang pendaya-gunaan dan penggunaan potensi yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran. Bagian pent-ing untuk merealisasikan klinik budaya literasi di rumah adalah perlu memper-siapkan strategi terkait dengan Pen-gelolaan Sumber Belajar. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan terkait pen-gelolaan sumber belajar antara lain:

Klasifikasi buku 1. (Classificationof books)Perencanaan pengelolaan sumber belajar dalam klinik budaya lit-erasi diperlukan guna mengetahui bagaimana serta siapa yang akan memanfaatkan sumber belajar tersebut. Jika untuk anak-anak

kita yang berusia dini tentunya berbeda dengan anak-anak yang sudah menginjak pendidikan dasar atau anggota keluarga yang memi-liki usia di atasnya. Pemilihan buku misalnya, perlu untuk disesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat usia dan kebutuhannya.Kemudahan, kemenarikan serta kesesuaian jenis buku yang ada akan menjadi bagian penting da-lam upaya memberikan kenyaman-an dalam menggairahkan pemba-canya. Klasifikasi buku yang ada perlu diperhatikan berdasarkan beberapa pertimbangan misalnya:

Isi materi buku (a. content of book): Kesehatan, Keagamaan, Keter-ampilan, Sosial dllKesesuaian Usia : Anak, Dewa-b. sa, Semua UsiaTingkat keberaksaraan (c. literacy level): Bisa membaca dengan baik dan lancar, Bisa Membaca tapi kurang lancar atau masih belajar membaca

Penempatan Buku 2. (Placement of Book)Rumah merupakan suatu ling-kungan yang kompleks. Aktivitas didalamnya sangat heterogen tidak hanya sekedar aktifitas belajar atau membaca, sehingga perlu diper-siapkan bagaimana sumber belajar / buku yang disediakan di dalam klinik budaya literasi kita sehingga tidak banyak mengganggu atau ter-ganggu dengan aktifitas lain diling-kungan keluarga. Lemari atau rak buku terbuka dan mudah dijangkau akan menjadi sangat penting untuk dipersiapkan.Pemeliharaan 3. (Maintenance)Keberadaan Klinik budaya lit-erasi di lingkungan keluarga perlu terus dipertahankan agar terjadi pembiasaan membaca dari unsur komponen keluarga didalamnya. Kontinyuitas keberadaan dan ke-berlangsungan program ini perlu dipertahankan dan dipelihara, baik

Page 10: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

6 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

pemeliharaan dari sisi sumber bela-jarnya (buku-buku) maupun read-ing habitual penghuninya. Pemanfaatan 4. (Utilization)Sumber belajar yang tersedia di-harapkan dapat dimanfaatkan ses-uai dengan tingkat kebutuhan dan usia penggunanya (Rahayu, 2014). Orang tua akan menjadi coacher dalam klinik budaya literasi ini. Pembiasaan yang dilakukan ke-pada anak-anak akan memberikan dampak pada keterikatan perilaku yang akan mereka lakukan.

KESIMPULANKlinik budaya literasi dalam ling-

kungan keluarga jika terus difungsi-kan, maka manfaat layanan yang telah diberikan akan dapat membiasakan anggota keluarga menjadi :

Gemar membaca1. Memperbaiki komunikasi2. Diskusi menjadi jalan keluar me-3. nyelesaikan masalahMeningkatkan pemikiran inovatif 4.

dan kreatifKaya pengalaman/informasi. 5. Membiasakan membaca setiap hari selama 10 menit misalnya, maka akan terpola untuk gemar dan ter-biasa membaca. Memberi kesempa-tan untuk bertanya (Questioning) terhadap apa yang telah dibacanya akan membiasakan membuka ko-munikasi melalui diskusi terhadap permasalahan yang dihadapinya. Peran orang tua disini diharapkan dapat mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi cara berfikir anak sebab pertanyaan anak merupakan wujud keingintahuan. Klinik bu-daya literasi di lingkungan keluarga akan memberikan dampak positif jika komponen-komponen terkait didalamnya dapat saling mendu-kung menciptakan Orchestra yang Harmony menciptakan masyarakat yang gemar membaca (Reading So-ciety).

DAFTAR PUSTAKA

De Porter, B., et al. 2003. Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Bandung. Kaifa

Haryanti, T., 2014. Membangun Budaya Literasi dengan Pendekatan Kultural di Komunitas Adat. Surabaya. Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia

(YPPI)Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya. Citra MediaRahayu, N., 2014. Makalah : “ Pengelolaan Sumber Belajar” . Program Studi Pendidikan Guru UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Riyanto, Y. 2002. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta. Kencana Perdana

Media GroupSlameto. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta.

Bumi Aksara

Page 11: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Ridha, Lingkungan Keluarga sebagai Klinik Budaya Literasi

7JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

PENTINGNYA KOMPETENSI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING TENAGA KERJA INDONESIA

MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Putu A. Widhiartha

AbstrakHasil asesmen dari International Labor Organization (ILO) menyatakan

sistem pendidikan di Indonesia kesulitan untuk membekali angkatan kerja dengan keterampilan atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Salah satu kompetensi yang kurang mendapat perhatian dari sistem pendidikan formal di Indonesia adalah kompetensi komunikasi lintas budaya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan orang lain yang memiliki perbedaan latar belakang budaya, maka orang tersebut dituntut untuk lebih keras dalam memahami, menerima dan menyesuaikan diri. Kompetensi komunikasi lintas budaya menjadi penting saat seseorang bersiap untuk bekerja di luar negeri, apalagi di negara-negara yang memiliki budaya berbeda dengan Indonesia. Dengan semakin meningkatnya persaingan mengisi pasar tenaga kerja di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menjadi penting untuk membekali ten-aga kerja Indonesia tidak hanya dengan kompetensi vokasional tetapi juga dengan kompetensi komunikasi lintas budaya.Kata kunci : komunikasi lintas budaya, Masyarakat Ekonomi ASEAN, tenaga kerja Indonesia

AbstractAssessment result of the International Labor Organization (ILO) reported

the education system in Indonesia has struggled to provide the workforce with the skills or competencies that match the needs of the labor market. One of the competencies that have received less attention in the formal education system in Indonesia is a cross-cultural communication competency. Cross-cultural communication competence becomes important when someone prepared to work abroad, especially in countries that have different cultures with Indone-sia. With increased competition to fill the labor market in the era of the ASE-AN Economic Community (AEC), it becomes important to provide Indonesian workers not only with vocational competencies but also with cross-cultural communication competency.Keywords: cross-cultural communication, ASEAN Economic Community, Indonesian workforce

PENDAHULUANAwal tahun 2016 ini Indonesia dan

negara-negara ASEAN lainnya me-masuki era Masyarakat Ekonomi ASE-AN (MEA). Di era ini banyak batasan dan proteksi yang hilang di berbagai sektor antara lain pajak, bea masuk, dan tentu saja sektor tenaga kerja. Di era MEA negara-negara yang memiliki

tenaga kerja terdidik dan terampil akan mengambil keuntungan terbesar dalam kompetisi untuk mengisi dunia kerja di wilayan ASEAN ini.

Data BPS menunjukkan hingga akhir 2013 jumlah angkatan kerja In-donesia yang memegang ijazah tert-inggi SD sederajat atau bahkan tidak tamat mencapai 52 juta jiwa (46,93%

Page 12: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

8 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

dari angkatan kerja). Sementara peme-gang ijazah SMP sederajat mencapai 20,5 juta jiwa (18,5%) dan lulusan SMA sederajat 17,84 juta jiwa (16,1%). Peme-gang ijazah S1 atau lebih tinggi menca-pai 7,57 juta jiwa (6,83%) dan diploma sejumlah 2,92 juta jiwa (2,63%).

Sebagai pembanding negara tetang-ga seperti Malaysia memiliki total ang-katan kerja 13,12 juta jiwa dengan 7,32 juta jiwa (55,79%) adalah lulusan SMA dan 3,19 juta orang (24,37%) lulusan sarjana/diploma. Singapura memiliki 3,22 juta orang pemegang ijazah SMA (49,9%) dan 29,4% pemegang gelar sar-jana/diploma.Dari data ini kita bisa memahami mengapa tenaga kerja In-donesia sebagian besar bekerja sebagai pekerja kasar, hal ini turut mempengar-uhi kesiapan Indonesia dalam MEA.

Dari jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar separuhnya bera-da pada usia produktif. Diperkirakan sampai 50 tahun ke depan populasi penduduk usia produktif ini akan terus meningkat hingga di atas 60%. Walau-pun demikian jumlah usia produktif ini tidak diikuti dengan kesejahter-aan bagi masyarakat. Dari data Bank Dunia sekitar 40% penduduk Indone-sia hidup dengan kurang dari $1,80 per hari. Berdasar laporan International Labour Organization (ILO), Indonesia mengalami kesulitan dalam merespon pemenuhan kompetensi yang dibutuh-kan oleh lapangan kerja. Ada kesenjan-gan antara lulusan pendidikan formal ataupun pelatihan dengan kebutuhan di lapangan kerja.

Hasil asesmen dari ILO menya-takan sistem pendidikan di Indonesia kesulitan untuk membekali angkatan kerja dengan keterampilan atau kom-petensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Pada posisi manajemen menengah hingga atas diperkirakan In-donesia hanya akan mampu memenuhi 56% dari kebutuhan dunia kerja hingga tahun 2020. Hal ini berarti sisanya ber-peluang diisi oleh tenaga kerja dari luar Indonesia.

Salah satu kompetensi yang kurang mendapat perhatian dari sistem pen-didikan formal di Indonesia adalah kompetensi komunikasi lintas budaya. Pada saat seseorang berinteraksi den-gan orang lain yang memiliki perbedaan latar belakang budaya, maka orang tersebut dituntut untuk lebih keras dalam memahami, menerima dan me-nyesuaikan diri. Salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi komunikasi lintas budaya adalah dengan cara men-genali dan mengembangkan kecerdasan budaya. Kecerdasan budaya merujuk pada kemampuan individu untuk me-mahami, berpikir dan berperilaku se-cara efektif pada situasi-situasi yang bercirikan perbedaan antar budaya.

Kecerdasan budaya menjadi penting saat seseorang bersiap untuk bekerja di luar negeri, apalagi di negara-negara yang memiliki budaya berbeda dengan Indonesia. Di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki kemiripan budaya yang cukup erat dengan Malaysia dan Brunei Darus-salam karena bersumber dari akar bu-daya Melayu. Tetapi semakin ke utara perbedaan ini semakin besar misalnya dengan negara-negara Indochina sep-erti Laos, Vietnam dan Kamboja atau dengan Filipina sebagai negara yang memiliki ikatan sejarah yang kuat den-gan Amerika Serikat. Dengan semakin meningkatnya persaingan mengisi pasar tenaga kerja di era MEA, menjadi penting untuk membekali tenaga kerja Indonesia tidak hanya dengan kom-petensi vokasional tetapi juga dengan kompetensi komunikasi lintas budaya.

PEMBAHASANKomunikasi dan Karakteristiknya

Komunikasi dilakukan oleh manu-sia kapan saja dan di mana saja, bahkan saat mereka sedang seorang diri. Larson (2007) memperkirakan seorang manusia menerima tidak kurang dari 5000 pesan komunikasi setiap harinya baik verbal ataupun nonverbal. Begitu pentingnya komunikasi sehingga seorang manusia

Page 13: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

9JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

yang tidak diperbolehkan berkomu-nikasi dengan orang lain adalah bentuk hukuman yang paling kejam bagi se-orang manusia.Komunikasi itu sendiri adalah salah satu inti yang membentuk arti dari seorang manusia, membeda-kannya dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan atau tumbuhan.

Komunikasi memiliki arti penting bagi setiap manusia, melalui komunika-si seseorang dapat memberikan arti bagi kehidupannya. Manusia mendefinisi-kan siapa dirinya melalu komunikasi dengan manusia lainnya. Komunikasi adalah alat untuk memulai, menjaga, ataupun mengakhiri hubungan antara seorang manusia dengan manusia lain-nya.Melalui komunikasi konflik dan permusuhan pada tingkat individual hingga dunia dapat dimulai dan diakh-iri. Ironisnya komunikasi pula yang bisa menyebabkan berbagai masalah be-sar di kehidupan manusia. Perceraian, pembunuhan, bahkan perang bisa ber-mula dari kesalahan komunikasi.

Disebabkan sifatnya yang demikian natural, definisi dari komunikasi send-iri cukup sulit untuk ditetapkan. Frank Dance (1970) menyusun sebuah daftar yang memuat 98 definisi berbeda ten-tang komunikasi. Beberapa tahun ke-mudian Dance bahkan mempresentasi-kan sebuah daftar yang berisi lebih dari 125 definisi dari komunikasi. Meskipun sangat sult untuk mendefinisikan ko-munikasi secara universal, definisi ini tetaplah penting karena dari definisi tersebut akan mempengaruhi pola pikir seseorang tentang cara berkomunikasi.

Dilihat dari dimensi proses misal-nya, definisi komunikasi menurut Berlo (1960) dalam Neuliep (2003) adalah re-fleksi dari sebuah proses yang berubah terus menerus, sehingga tidak ada ujung pangkal yang pasti dari komunikasi. Sebuah proses bersifat berkelanjutan dan selalu berubah. Tidak ada awal atau akhir yang pasti walaupun pesan sendiri memiliki awal dan akhir yang jelas. Sebagai contoh saat kita menyapa teman kita, “halo, apa kabar?” dan dia

menjawab “baik”. Pada saat itu pesan sudah tersampaikan kepada dua be-lah pihak tetapi komunikasi non ver-bal mungkin masih terjadi setelahnya. Misalnya kita masih mengamati teman kita tersebut apakah benar-benar terli-hat baik-baik saja ataukah sebenarnya sedang sakit. Teman kita pun bisa mengamati kita apakah kita benar-benar bertanya karena perhatian kita ataukah hanya sekedar rutinitas basa-basi saat bertemu.

Komunikasi sendiri bersifat tidak bisa dibatalkan atau diulang. Saat kita pernah merasa disakiti atau seseorang, hal tersebut akan mempengaruhi pada bagaimana kita berkomunikasi dengan orang tersebut di masa depan. Kita menjadi lebih berhati-hati atau bahkan menghindari orang tersebut.

Dari dimensi dinamika, Bowers dan Bradac (1982) mendefinisikan komu-nikasi sebagai transaksi antar penggu-na simbol yang memiliki arti dinamis, berubah dari fungsi awalnya sesuai persepsi pihak yang terlibat dalam ko-munikasi. Tidak jarang komunkasi ter-ikat pada suatu waktu dan tidak dapat diubah kembali seperti awal mula.

Proses dan dinamis berhubungan secara erat karena komunikasi menjadi suatu proses disebabkan sifat alamiah-nya yang dinamis. Sesuatu yang bersi-fat dinamis dianggap aktif dan berarti. Sayangnya komunikasi sering didefi-nisikan sebagai sebuah entitas nyata dan bukan abstrak. Padahal sebagai sebuah proses dinamis mustahil untuk menggambarkan proses komunikasi dalam wujud nyata. Analogi yang ses-uai untuk hal ini adalah saat fotografer memotret seekor kuda yang sedang berlari. Kita yang melihat foto tersebut mengetahui bahwa kuda tersebut se-dang berlari, tetapi kita tidak mungkin dapat menggambarkan berapa kecepa-tan kuda tersebut atau seberapa kuat tenaga yang dikeluarkan kuda tersebut untuk berlari. Demikian pula komu-nikasi sebagai sebuah proses dinamis, kita dapat memahami bahwa suatu

Page 14: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

10 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

proses komunikasi sedang berlangsung tetapi untuk memahami kita harus ter-libat di dalam proses komunikasi terse-but untuk memahami setiap pesan yang disampaikan.

Pada dimensi transaksi dan inter-aksi Goss (1983) mendefinisikan ko-munikasi sebagai interaksi dari dua tau lebih manusia melalui pertukaran pesan. Komunikasi bersifat interak-tif dan transaktif karena terjadi antar manusia. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa komunikasi dapat dilakukan dengan diri mereka sendiri (disebut komunikasi intrapersonal), tetapi sebagian besar ahli meyakini bahwa pondasi komunikasi adalah in-teraksi antar individu yang berbeda. Komunikasi memerlukan partisipasi aktif dari dua orang untuk mengirim-kan dan menerima pesan. Partisipasi aktif artinya seseorang secara sadar mengarahkan pesan mereka pada ses-eorang yang lain. Hal ini berarti komu-nikasi bersifat interaktif atau dua arah. Sedangkan komunikasi bersifat tran-saktif artinya akan selalu ada umpan balik atau pesan balasan dari seseorang yang kita ajak berkomunikasi, bahkan seandainya orang tersebut tidak men-jawab secara verbal sekalipun. Kontak mata, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan bentuk komunikasi non verbal lainnya bisa berarti sebuah jawaban dari pesan yang kita sampaikan sebelumnya.

Dari dimensi simbolis komunikasi didefinisikan oleh Cooley (1909) dalam Neuliep (2003) sebagai seluruh sim-bol dari pemikiran, bersama dengan arti yang melekat pada simbol terse-but melampaui batas ruang dan wak-tu.Simbol adalah sebuah entitas yang dipilih dan disepakati bersama untuk mewakili suatu makna. Simbol dapat berupa verbal atau non verbal. Simbol adalah suatu alat atau kendaraan bagi pemikiran seseorang untuk disampai-kan kepada orang lain. Simbol tidak bersifat mutlak baik secara verbal dan non verbal. Sebagai contoh verbal, kata “kucing” hanya memiliki makna bagi

pemakai bahasa Melayu (Malaysia, In-donesia, Brunei) tetapi tidak memiliki makna apapun bagi pemakai bahasa Inggris. Contoh non verbal misalnya kita mengacungkan jari tengah adalah sebuah gestur yang sangat tidak sopan di negara barat tetapi tidak berarti apapun bila kita melakukannya pada orang Afrika misalnya

Seluruh bahasa verbal sebenarnya merupakan berbagai simbol yang dikombinasikan, simbol alphabet A, B, C, D, dan seterusnya dikombinasikan membentuk kata, kata membentuk ka-limat, dan kalimat membentuk bahasa. Jadi bahasa merupakan simbol untuk menyampaikan pemikiran kita pada orang lain yang sama-sama bisa mema-hami simbol (bahasa) yang kita guna-kan.

Sifat komunikasi yang paling ser-ing diperdebatkan adalah, apakah ko-munikasi bersifat sengaja (intentional) ataukah bisa tidak.Komunikasi yang disengaja adalah saat satu pihak me-mang bermaksud mengajukan pesan kepada pihak lainnya. Sedangkan ko-munikasi yang tidak disengaja bisa ter-jadi apabila suatu pihak menerima pe-san atau menafsirkan pesan dari pihak lain yang sebenarnya tidak ditujukan bagi dia. Misalnya saat seseorang ber-wajah muram di kantor, orang lain di sekitarnya akan cenderung menafsir-kan bahwa orang tersebut sedang me-mikirkan suatu masalah, padahal bisa jadi bukan itu yang terjadi. Disebab-kan sudah ada respon atau pemikiran yang tersampaikan beberapa pakar menganggap komunikasi sudah terjadi walalupun tidak disengaja.

Komunikasi juga bergantung pada konteks atau kondisi di mana komu-nikasi terjadi. Sebagai contoh konteks dapat bersifat kultural, relasional, fisikal, dan perseptual. Dalam berbagai kondisi konteks dapat menentukan arti dari sebuah pesan. Sebagai contoh kon-teks dari sebuah ruang kelas menentu-kan bentuk komunikasi apa yang akan terjadi. Kelas yang diajar oleh seorang

Page 15: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

11JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

narasumber atau fasilitator yang sudah terkenal akan cenderung memiliki pe-serta didik yang lebih tenang dan mem-perhatikan materi yang diberikan.

Pada dasarnya ada empat tipe kon-teks yang mempengaruhi proses komu-nikasi, yaitu: (1) lingkungan kultural dan mikro kultural, (2) lingkungan fisik, (3) lingkungan sosial relasional, dan (4) lingkungan perseptual. Lingkungan kultural meliputi semua faktor dan pengaruh yang mempengaruhi suatu budaya. Lingkungan fisik adalah ruang atau teritori di saat komunikasi terjadi. Misalnya pembicaraan antara si A dan si B akan berbeda apabila dilakukan di lingkungan yang sibuk dibandingkan di perpustakaan yang tenang. Ling-kungan sosial relasional mengacu pada peran sosial dan keanggotaan pada sebuah kelompok masyarakat, atau de-mografis. Jenis kelamin, usia, agama, tingkat pendidikan misalnya semua memiliki pengaruh pada komunikasi yang dilakukan. Sedangkan lingkungan perseptual meliputi motivasi, keingi-nan, ataupun ancaman personal yang membuat komunikasi harus dilakukan. Contohnya saat seseorang mengajukan kenaikan gaji ke pimpinan perusahaan akan berbeda dibandingkan saat orang yang sama hendak mengajak temannya makan malam.

Komunikasi bersifat alamiah, artin-ya komunikasi dilakukan di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Seorang manusia secara konstan dihujani berb-agai pesan verbal dan non verbal. Bea-vin dan Jackson (1967) dalam Neuliep (2003) bahkan secara tegas menyata-kan seorang manusia tidak akan dapat hidup tanpa komunikasi. Komunikasi sama pentingnya dengan makanan atau udara karena komunikasi adalah kebu-tuhan alamiah dari manusia.

Budaya dan KarakteristiknyaBudaya membentuk komunikasi

dan komunikasi juga terikat pada bu-daya. Orang-orang dari budaya berbe-da berkomunikasi dengan cara berbeda

pula. Komunikasi secara verbal atau-pun non verbal dalam kehidupan se-hari-hari seseorang dipengaruhi secara kuat oleh budaya di sekitarnya. Salah satu contoh paling nyata dari bagaima-na budaya mempengaruhi komunikasi adalah pada penggunaan bahasa Ing-gris. Bahasa yang sudah diterima seba-gai bahasa internasional ini ternyata juga masih memiliki multi tafsir ber-gantung pada negara asal dari orang yang menggunakannya. Sebagai con-toh saat orang Inggris mengatakan “to bomb” itu bisa berarti “melakukan tu-gas dengan baik”, tetapi di Amerika itu berarti “mengebom” atau “menghan-curkan”. Pada komunikasi non verbal budaya juga berpengaruh secara kuat, misalnya di negara-negara Eropa barat atau Amerika, orang cenderung tidak berdekatan dan menjaga jarak dalam berbicara, minimal sekitar 50 centi-meter. Hal berbeda di negara-negara Timur Tengah, orang cenderung berbi-cara sangat berdekatan sebagai simbol kepercayaan dalam berkomunikasi.

Komunikasi pada dasarnya adalah sebuah proses dinamis untuk mener-jemahkan berbagai pesan verbal dan non verbal dalam lingkungan kultural, fisikal, sosial, dan perseptual. Meskip-un berbagai pesan yang dikirim bersi-fat kesengajaan tapi tidak jarang justru pesan non verbal yang tidak disengaja yang ditangkap oleh orang lain. Hal inilah yang kadang kala menimbulkan permasalahan atau konflik yang tidak perlu.

Sama halnya dengan komunikasi, budaya juga bersifat sangat alamiah pada kehidupan manusia. Budaya ser-ingkali tidak bisa dilihat tetapi sangat berpengaruh. Saat kita menjalani ke-hidupan sehari-hari kita tidak secara sadar akan betapa besar pengaruh bu-daya kita. Saat anda berada di Indone-sia anda tidak akan menyadari bahwa anda berpikir, berkata, dan bertingkah laku seperti orang Indonesia, hingga suatu saat anda pergi ke luar negeri dan melihat orang Indonesia yang lain. Pada

Page 16: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

12 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

saat itulah anda akan mengenali bahasa tubuh dan tingkah laku seseorang apa-bila dia berasal dari Indonesia.

Kultur atau budaya juga tidak mu-dah untuk didefinisikan, seorang ahli antropologi Australia Roger Keesing (1974) menyatakan bahwa “Budaya tidak memiliki sebuah definisi mutlak atau keramat yang dapat kita temukan, tetapi seperti simbol-simbol lain, itu dapat berarti apapun sesuai yang kita maksudkan, seperti semua konsep anal-isis lainnya dalam mengartikan budaya seseorang harus menggalinya sendiri dan mencoba untuk menamainya den-gan fenomena natural yang sesuai.”

Sama halnya dengan setiap orang bisa mendefinisikan budaya menurut pandangan mereka sendiri, lebih dari 50 tahun silam dua ahli antropologi terkenal Alfred Kroeber dan Clyde Kluckhohn menemukan dan mempela-jari 300 definisi dari budaya, tidak ada satupun yang benar-benar sama satu dengan lainnya.

Seringkali masyarakat berpikir bahwa budaya berarti seni atau karak-terisitik masyarakat di suatu lokasi ses-uai sejarahnya. Kota kecil atau perkam-pungan terpencil seringkali dianggap tidak berbudaya padahal budaya ada di mana saja. Ada banyak budaya di sebuah desa kecil di Nusa Tenggara Timur sama seperti ada banyak buda-ya yang berbeda di Jakarta. Walaupun tidak ada definisi universal tentang bu-daya atau kultur ada beberapa karak-teristik tentang budaya yang disepakati bersama. Seperti pada Neuliep (2003), budaya didefinisikan sebagai suatu akumulasi pola dari nilai-nilai, keyaki-nan, dan kebiasaa yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan persamaan sejarah atau persamaan simbol verbal dan non verbal.

Budaya adalah akumulasi dari nor-ma, kepercayaan, dan kebiasaan. Buda-ya dapat didefiniskan dari norma dan sistem kepercayaan dan tindakan kel-ompok atau komunitasnya. Orang yang berada pada budaya yang sama pada

umumnya berbagai kepercayaan dan norma yang sama. Contohnya di neg-ara seperti Amerika Serikat, penghar-gaan terhadap individu sangat tinggi, kepentingan individu sangat dihargai di atas kepentingan bersama. Prestasi perorangan sangat diagungkan. Ber-beda dengan di Jepang yang memiliki budaya kolektif dan homogen, kepent-ingan bersama lebih dihargai dan har-moni merupakan norma yang dijunjung tinggi. Orang Jepang umumnya men-ganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok terlebih dahulu sebelum sebagai individu yang unik. Meskip-un sistem pendidikan Jepang diang-gap termasuk yang baik tetapi mereka tidak mengenal kelas akselerasi untuk anak berbakat. Orang Jepang percaya menempatkan seseorang berbeda ber-dasarkan prestasi akademiknya akan merusak kohesi sosial

Walaupun budaya Amerika sangat menghargai nilai-nilai individu, tetapi ironisnya orang Amerika sendiri bertin-dak dalam pola yang hampir homogen. Misalnya mereka bekerja 40 jam/ min-ggu, menerima gaji dan membayar pa-jak, mobil dan rumah merupakan lam-bang keberhasilan mereka, dan televisi adalah alat elektronik yang wajib ada di semua rumah. Meeskipun orang Amer-ika melihat diri mereka sendiri sebagai individu yang unik tetapi kebanyakan dari mereka memiliki pola kebiasaan yang sama.

Budaya adalah sekelompok orang dengan kesamaan sejarah. Masyarakat yang memiliki budaya yang sama se-lain berbagi norma, nilai, dan keper-cayaan umumnya juga berbagi sejarah yang sama. Pada inti setiap budaya ada tradisi yang secara turun temurun di-wariskan pada generasi berikutnya. Seajarah adalah komponen utama dari tradisi tersebut yang diwariskan mela-lui pendidikan baik formal ataupun nonformal. Sebagai contoh sikap rema-ja Amerika Serikat yang cenderung in-dependen dan menghargai hak individu adalah hasil dari pelajaran sejarah ten-

Page 17: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

13JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

tang Declaration of Independence yang merupakan dokumen keramat bangsa Amerika. Pelajaran ini diberikan baik di sekolah maupun orang tua mereka.

Komunikasi Lintas BudayaSalah satu elemen paling penting

dari suatu budaya adalah sistem komu-nikasi. Sistem komunikasi baik verbal dan non verbal menjadi pengenal iden-tik dari suatu budaya. Untuk melihat perbedaan dari sebuah kode verbal adalah salah satu hal yang paling mu-dah untuk dilakukan. Bahkan di antara dua budaya yang sangat mirip seperti Indonesia dan Malaysia yang menggu-nakan bahasa dasar yang sama yaitu bahasa Melayu tetap memiliki serang-kaian kode verbal yang berbeda. Gam-bar II.2. ini menunjukkan betapa rumit-nya suatu komunikasi lintas budaya.

Gambar I Diagram Komunikasi Lintas Budaya

Sistem kode nonverbal juga berbe-da antara satu budaya dengan budaya lainnya. Sistem komunikasi nonverbal menggunakan bahasa tubuh, gestur, ek-spresi wajah, dan bahkan jarak dan po-sisi saat berkomunikasi sebagai bagian dari budaya. Sebagai contoh bersend-awa setelah makan dianggap sebagai

suatu tindakan yang tidak sopan di In-donesia tetapi hal ini justru sebaliknya di Korea Selatan yang menganggap hal tersebut sebagai bentuk pujian bagi orang yang memasak makanan.

Sewaktu kita berinteraksi dengan seseorang dari kelompok budaya yang berbeda kita akan menghadapi banyak ketidakpastian. Kita bisa tidak mema-hami tentang budaya orang tersebut, nilai dan norma yang dianutnya, kebi-asaan, bahasa, dan berbagai aspek ko-munikasi lainnya. Kita bisa saja men-galami kekhawatiran bahkan untuk sekedar mengucapkan salam karena kita khawatir akan melakukan kesala-han yang akan mengganggu proses ko-munikasi selanjutnya yang hendak kita lakukan. Charles Berger menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi dengan orang dari kelompok budaya yang ber-

beda adalah sebuah proses yang kom-pleks dan membutuhkan prediksi yang tepat.

Prediksi menjadi hal penting da-lam komunikasi dengan seseorang dari budaya yang berbeda karena tingginya tingkat ketidakpastian yang kita hada-pi. Kita harus bisa membuat prediksi

Page 18: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

14 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

bagaimana orang yang kita ajak berko-munikasi tersebut akan menanggapi cara kita berkomunikasi. Teori Berger tersebut pada dasarnya meyakini bah-wa saat kita berkomunikasi dengan ses-eorang dari budaya yang berbeda usaha terbesar kita adalah mengurangi ting-kat ketidakpastian, terutama apabila kita akan bertemu dan berkomunikasi lagi dengan orang tersebut di kemudian hari.

Ketidakpastian tersebut dapat menimbulkan kegelisahan dan peras-aan terasing yang dapat mempengaruhi hasil komunikasi yang kita harapkan. Hal ini akan diperburuk apabila bu-daya dari salah satu pihak yang berko-munikasi juga cenderung tertutup atau menjaga jarak dengan orang yang baru dikenal dan berasal dari budaya yang berbeda.

Interaksi yang sukes dengan orang dari budaya berbeda membutuhkan kompetensi komunikasi. Menurut Spitzberg (1997), kebanyakan model dari kompetensi komunikasi meliputi kompetensi pengetahuan, sikap, dan perilaku. Kompetensi pengetahuan meliputi seberapa banyak seseorang mengetahuai tentang komunikasi. Kompetensi sikap meliputi motiva-si seseorang untuk melakukan atau menghindari terjadinya komunikasi. Kompetensi perilaku mengacu pada keterampilan seseorang untuk berin-teraksi secara kompeten. Seorang ko-munikator yang kompeten memahami aturan, norma, hasil yang diharapkan dan tidak menyalahi hal-hal tersebut secara signifikan. Seorang komunika-tor dianggap sukses apabila pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh orang yang diajak berkomunikasi. Ke-terikatan yang terlalu kuat pada latar belakang budaya sendiri inilah yang menghasilkan etnosentrisme yang akan dibahas pada bagian berikutnya.

Pada dasarnya komunikasi lintas budaya adalah sebuah kombinasi rumit dari kultural, mikro kultural, lingkun-gan, persepsi, dan konteks sosial rela-

tional di antara dua orang atau lebih yang melakukan encoding dan decoding suatu pesan baik verbal maupun non-verbal. Disebabkan tingkat kompleksi-tas dari proses ini ada beberapa asumsi tentang komunikasi lintas budaya.

Selama komunikasi lintas budaya, pesan yang dikirim biasanya bukan-lah pesan yang diterima. Setiap orang-orang dari budaya yang berbeda ber-kumpuldan bertukar pesan, mereka akan membawa berbagai pemikiran, norma, emosi, dan kebiasaan yang di-tanamkan oleh budayanya. Seperti telah disebutkan di atas komunikasi lintas budaya adalah sebuah aktifitas simbolis di mana ide dan pemikiran dari seseorang disampaikan pada orang yang lain dan diterjemahkan oleh pen-erima pesan. Jika diibaratkan sebagai komunikasi via radio maka latar bela-kang budaya adalah “noise” atau gang-guan yang bisa mengganggu peneri-maan pesan yang diinginkan.

Gangguan yang muncul akan se-makin kuat apabila pihak yang berko-munikasi memiliki ikatan yang terlalu kuat pada budayanya. Ikatan yang terlalu kuat pada budaya sendiri dan tidak mau mempelajari budaya lain menyebabkan munculnya Etnosen-trisme. Etnosentrisme adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang men-ganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. Etnosentrisme adalah hambatan dalam melakukan komunikasi lintas budaya.

Kebanyakan orang akan berangga-pan bahwa saat kita berhasil mengua-sai bahasa asing maka dengan mudah kita akan dapat berkomunikasi dengan orang yang menggunakan bahasa terse-but. Hal ini tidak sepenuhnya benar karena bahasa verbal hanyalah salah satu kunci keberhasilan dalam komu-nikasi lintas budaya. Komunikasi lintas budaya sendiri diyakini lebih banyak melibatkan komunikasi non verbal se-bagai kunci keberhasilan dalam berko-munikasi. Ekspresi, kedekatan, dan sta-

Page 19: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

15JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

tus antara pihak yang berkomunikasi biasanya sudah ditentukan oleh budaya masing-masing. Di Indonesia misalnya orang akan dianggap sopan apabila menerima barang dengan tangan kanan sementara di negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang men-erima barang dengan dua tangan ada-lah bentuk yang paling sopan. Orang Indonesia misalnya tidak membuka serta merta kado atau buah tangan dari orang yang baru ditemui, sedangkan di Jepang membuka dengan segera buah tangan adalah bentuk kesopanan dari penerima pada si pemberi.

Di negara barat yang menjunjung tinggi kebebasan individu, berbicara menunjukkan siapa kita. Dengan berbi-cara orang lain akan dapat menilai ses-eorang, baik tingkat kecerdasan, sifat, status sosial, dan berbagai hal lain.Se-baliknya di negara-negara Asia Timur umumnya orang justru menunjukkan sikap dengan tidak berkata-kata.Ka-ta-kata sering dianggap hanya sebagai basa basi dan orang lebih percaya pada bahasa tubuhatau komunikasi non verbal lainnya. Pepatah China menga-takan “Seseorang harus lebih banyak menggunakan telingadaripada mulut” dan “Bencana terjadi dari berbicara secara ceroboh”. Dari pepatah terse-but kita dapat menarik kesimpulan jika masyarakat China (dan sebagian besar Asia Timur) menganggap orang yang patut dihargai adalah orang yang tidak banyak bicara tetapi saat dia berbicara akan memberikan pengaruh yang be-sar.

Setiap kita berinteraksi dengan orang dari budaya yang berbeda, kita akan mengidentifikasi orang terse-but sebagai bagian dari kelompok bu-dayanya. Karakteristik dari kelompok budaya tersebut yang akan lebih domi-nan mewarnai persepsi dan asumsi kita daripada karakteristik pribadi orang tersebut. Stereotipe dan generalisasi pada akhirnya akan mempengaruhi cara kita berkomunikasi dengannya. Hal ini dapat mengganggu proses komu-

nikasi yang kita lakukan, karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai karakternya sendiri.Dengan demikian pada saat melakukan komunikasi lin-tas budaya kita tidak bisa serta merta menilai hanya dengan paradigma mere-ka sebagai bagian dari suatu kelompok budaya tetapi juga harus memperhati-kan karakteristik pribadi mereka.

Cara Membangun Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

Kompetensi komunikasi lintas bu-daya adalah kemampuan yang kom-pleks yang dibutuhkan untuk melaku-kan komunikasi secara efektif dan sesuai ketika berinteraksi dengan orang lain yang secara linguistik dan budaya berbeda dari diri sendiri (Jose-phine, 2012). Kompetensi komunikasi antarbudaya melihat keberhasilan dan kelayakan komunikasi dan interaksi antara orang-orang dari budaya yang berbeda yang mengidentifikasikan ling-kungan simbolik dan fisik tertentu (Mu-lyana, 2005). Martin dan Nakayama (2007) dalam Luthfia (2014) menjabar-kan kompetensi komunikasi antarbu-daya menjadi dua komponen, yaitu komponen individual dan komponen kontekstual. Dengan mengembangkan komponen individual dan komponen kontekstual ini seseorang dapat menin-gkatkan kompetensi komunikasi lintas budaya di lingkungannya.Komponen individual terdiri dari:

Motivasi, yaitu keinginan untuk 1. berkomitmen dalam hubungan, ke-inginan untuk belajar tentang diri pribadi dan orang lain dan berusaha untuk fleksibel. Motivasi adalah di-mensi terpenting dalam komponen individual.Pengetahuan dan pengetahuan ten-2. tang diri sendiri, yaitu mengenal kelebihan dan kekurangan diri se-bagai orang yang melaksanakan ko-munikasi.Pengetahuan bahasa, yaitu penge-3. tahuan tentang bahasa ibu, bahasa asing dan memahami kesulitan dari

Page 20: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

16 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

tiap bahasa.Pemahaman akan komunikasi non 4. verbal termasuk pemahaman ter-hadap makna ambigu, empati dan tidak berprasangka buruk.Menjaga perilaku dan keterampi-5. lan sehari-hari yang dapat dihargai orang di lingkungan sekitar.

Komponen kontekstual terdiri dari:Pemahaman atas konteks dan set-1. ting dimana komunikasi berlang-sung. Seorang komunikator yang baik harus sensitif pada kondisi dan latar budaya sekelilingnya.Mengetahui posisi kita sebagai ko-2. munikator di dalam suatu percaka-pan/pertemuan/ situasi.Gudykunts dan Kim (2003) dalam

Luthfia (2014) mengemukakan 3 di-mensi kompetensi komunikasi antarbu-daya terutama untuk warga negara as-ing yang ditempatkan di suatu negara:

Dimensi kognitif: memiliki pengeta-1. huan tentang bahasa setempat, tan-da-tanda non-verbal, nilai-nilai bu-daya, sistem komunikasi dan aturan berinteraksi.Dimensi afektif: memiliki motiva-2. si dan orientasi sikap yang sesuai dengan budaya setempat, memiliki sensitifitas budaya, rasa humor, dan lain-lain.Dimensi perilaku: memiliki kemam-3. puan berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis bahasa se-tempat, mampu mengekspresikan dan memahami ekspresi non-ver-bal. Semua ilmuwan komunikasi antarbudaya sepakat bahwa keahl-ian teknis tidaklah cukup, kary-awan dan manager harus mampu beradaptasi pada berbagai konteks budaya, sensitifitas dan berkemam-puan bahasa Inggris dan lokal ada-lah hal penting

Bagi tenaga kerja Indonesia yang hendak memasuki pasar dunia kerja dengan budaya yang berbeda sebaiknya dapat melakukan beberapa hal berikut :

Mempelajari budaya dari negara 1. atau organisasi yang menjadi tujuan bekerja melalui berbagai referensi, misalnya internet dan buku-buku atau orang-orang yang pernah ting-gal di negara-negara yang hendak dituju. Jika perlu mengikuti pelatihan ko-2. munikasi antarbudaya. Kedutaan besar atau konsulat jenderal negara tertentu seperti Jepang atau Korea Selatan di Indonesia sering men-gadakan acara pengenalan budaya bahkan pelatihan pengenalan bu-daya negara mereka.Mencoba melihat situasi dari pers-3. pektif budaya orang lain.Menghapus prasangka terhadap 4. orang dari negara atau etnis terten-tu.Mempelajari cara memperkenalkan 5. diri dari negara atau masyarakat yang hendak dituju, kesan pertama sangatlah penting, melakukan ke-salahan pada saat perkenalan bisa menimbulkan kesan kurang baik.

KESIMPULANDari pembahasan di atas dapat di-

ambil kesimpulan bahwa:Kompetensi komunikasi lintas bu-1. daya menjadi sebuah keterampilan yang wajib dikuasai oleh tenaga kerja Indonesia yang hendak bek-erja di luar negeri. Kompetensi ini dapat membantu mereka dalam meningkatkan daya saing dan kes-uksesan mereka dalam menjalankan pekerjaan dan meniti karir.Suksesnya sebuah proses komu-2. nikasi adalah kesamaan persepsi antara pemberi pesan dan penerima pesan, karena itu dalam menguasai kompetensi komunikasi lintas bu-daya perlu adanya motivasi lebih dan keterbukaan pemikiran dari seseorang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri untuk mempelajari dan menempatkan diri pada budaya yang berbeda. Pras-angka dan stereotip yang terbangun

Page 21: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

17JPNF Vol. 14, No.2 2016

Widhiartha, Pentingnya Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

dari awal tidak akan membantu da-lam menguasai kompetensi komu-nikasi lintas budaya. Komunikasi lintas budaya adalah 3. siklus yang memberikan tekanan lebih pada pihak yang berkomu-nikasi. Walaupun demikian kabar baiknya adalah semakin sering ses-eorang menjalani siklus ini akan se-makin baik pula komunikasi dengan orang-orang dari budaya yang ber-beda tersebut. Satu hal yang harus

selalu diingat adalah saat berko-munikasi dengan orang dari bu-daya yang berbeda seseorang harus beradaptasi dengan situasi yang memungkinkan pesan yang kita inginkan dapat tersampaikan den-gan baik. Saat mampu beradaptasi pada situasi yang berbeda dari bu-dayanya berarti saat itu dia telah menjadi seorang komunikator yang kompeten.

DAFTAR PUSTAKA

Bowers, J. W., & Bradac, J. J. (1982). “Issues in Communication Theory: A Metatheoretical Analysis,” in M. Burgoon (Ed.), Communication Yearbook 5 (p. 3). New Brunswick, NJ: Transaction Books.

Dance, F. E. X. (1970). “The ‘Concept’ of Communication,” Journal of Communication, 20, 201–210.

Goss, B. (1983). Communication in Everyday Life. Belmont, CA: WadsworthJosephine, M.E. (2012), Analisa Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya dalam

Menyelesaikan Konflik Lintas Budaya (Studi Kasus Sekretariat ASEAN Jakarta), Jakarta, Pascasarjana Universitas Indonesia

Keesing, R. (1974). “Theories of Culture,” in B. J. Siegel (Ed.), Annual Review of Anthropology (pp. 73–97). Palo Alto, CA: Annual Reviews.

Larson, C. U. (2007). Persuasion: Reception and Responsibility (11th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.

Luthfia, A. (2014), Pentingnya Kesadaran Antarbudaya dan Kompetensi Komunikasi Antarbudaya dalam Dunia Kerja Global, Jurnal Humaniora Vol.5 No.1, Jakarta: Bina Nusantara

Mulyana, D. (2005). Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya (2nd Edition ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Neuliep, J.W., (2003), Intercultural Communication, A Contextual Approach,” Houghton Mifflin

Spitzberg, B. H. (1997). “A Model of Intercultural Communication Competence,” in L. A. Samovar & R. E. Porter (Eds.), Intercultural Communication: A Reader (8th ed., pp. 379–391). Belmont, CA: Wadsworth.

Page 22: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

18 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School Untari, Penerapan Quipper School

PENERAPAN QUIPPER SCHOOL UNTUK MENINGKATKAN MUTU LULUSAN PENDIDIKAN KESETARAAN KEJAR PAKET C

DI SKB KOTA MALANG

Kholifah Dwi Untari

AbstrakDengan mempertimbangkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) membuka peluang munculnya inovasi model pembelajaran berbasis TIK yang lebih kreatif dan inovatif dengan tujuan meningkatkan minat belajar peserta didik. Sebuah inovasi yang akan penulis terapkan kepada peserta didik Paket C di SKB Kota Malang yaitu menggunakan platform daring yang disebut Quipper School pada proses pembelajaran. Fungsi utama dari Quipper School tersebut adalah untuk membantu peserta didik yang tidak dapat hadir di sekolah dapat tetap aktif mengikuti pembelajaran. Mereka bisa belajar secara daring dengan membuka Quipper School melalui internet. Pembelajaran kesetaraan Paket C dengan penerapan Quipper School di SKB Kota Malang pada akhirnya menunjukkan adanya peningkatan pada hasil belajar peserta didik. Kata kunci : Pembelajaran berbasis TIK, Quipper School, pendidikan kesetaraan

AbstractThe advancement of information and communication technology (ICT) in-

creases the opportunities for innovative and creative ICT-based learning models in order to increase the interest of learners. The author presents an innovation which will be applied to student Paket C at SKB Kota Malang by using an on-line platform called Quipper School. The main function of the Quipper School is to help students, who can not attend school, remain actively learning. They can learn online with open Quipper School over the internet. Quipper School imple-mentation in equivalency education program, known as Paket C, at SKB Kota Malang eventually showed an improvement in learning outcomes of students.Keywords: ICT based learning, Quipper School, equivalency education

PENDAHULUAN SKB Kota Malang merupakan lem-

baga yang menyelenggarakan pendidi-kan nonformal, diantaranya kejar pa-ket A, kejar paket B dan kejar paket C. Latar belakang dari peserta didik non-formal rata–rata mereka yang menga-lami drop out sekolah, faktor ekonomi keluarga, pengaruh lingkungan keluar-ga yang kurang harmonis, dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu juga bahwa motivasi serta tingkat keaktifan peserta didik di SKB Kota Malang juga

sangat kurang maksimal. Apabila di-lihat dari tingkat kehadiran khususnya untuk peserta didik kejar paket C san-gat minim sekali karena banyak peserta didik yang telah bekerja sehingga wak-tu masuk sekolah dengan jam mereka bekerja bersamaan jadi mereka tidak bisa aktif masuk ke sekolah. Tapi me-mang ada beberapa peserta didik yang selalu aktif masuk sekolah tapi mereka tidak bisa terlalu fokus dalam meneri-ma pembelajaran karena tingkat moti-vasi belajarnya yang menurun.

Page 23: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Untari, Penerapan Quipper School

19JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School

Di SKB Kota Malang juga melayani peserta didik yang usianya sudah bu-kan usia sekolah lagi bahkah ada juga yang sudah usia lanjut tapi masih mem-punyai keinginan untuk menempuh pendidikan paket. SKB Kota Malang pada awal tahun 2012 bekerja sama dengan 6 kelurahan diantaranya kelu-rahan Blimbing, Bunul, Cemorokan-dang, Madyomulyo, Purwantoro dan Kebunsari. Bagi peserta didik yang me-nempuh pendidikannya di SKB masuk setiap hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 13.00 WIB sampai 16.30 WIB, sedangkan yang menempuh pen-didikan di kelurahan masuk setiap hari Senin dan Selasa dimulai pada pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB. Untuk Pendidik di kelurahan adalah seorang pendidik/guru yang tempat tinggalnya berdekatan dengan kelurahan-kelurah-an tempat pembelajaran.

Penulis adalah seorang pamong belajar kejar paket C dan mengajar mata pelajaran sosiologi untuk kelas XI dan XII. Jumlah siswa yang ada di SKB kurang lebih sekitar 20 sampai 30 anak, sedangkan di tiap kelurahan rata–rata sekitar 15 sampai 35 anak jadi untuk jumlah tiap kelurahan tidak sama. Dari keenam kelurahan jumlah peserta didiknya yang paling banyak yaitu Kelurahan Bunul karena memang daerah tersebut rata-rata masyarakat yang ekonominya rendah dan banyak anak yang berasal dari keluarga broken home. Untuk tingkat keaktifan dan ke-disiplinan peserta didik sangat kurang, tiap hari jumlah peserta didik yang masuk sekolah hanya 50% saja. Den-gan kondisi tersebut diatas maka pros-es pembelajaran tidak bisa kondusif, karena tiap hari yang mengikuti pem-belajaran silih berganti, sehingga ma-teri yang mereka dapat juga tidak bisa utuh dari mulai bab pertama sampai dengan bab terakhir. Jumlah kehadiran akan lengkap apabila saat melaksana-kan UTS dan UAS, pendidik mengin-formasikan lewat telepon bahkan men-datangi ke rumah mereka. Apabila ada

peserta didik yang memang benar-benar tidak dapat meningalkan pekerjaannya maka mereka akan melakukan ulangan susulan diluar jam kerja. Para pendidik juga tidak dapat terlalu menekan mer-eka karena memang kondisi yang tidak memungkinkan.

Adapun materi yang penulis sam-paikan dengan menggunakan acuan buku modul dan buku paket sosiologi untuk pendidikan nonformal, selain itu juga memakai acuan dari buku paket untuk pendidikan formal dengan tu-juan supaya materi menjadi lebih luas lagi dan wawasan serta pemahaman siswa bisa lebih berkembang. Apabila sudah tuntas maka peserta didik akan diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal. Namun di sisi lain ternyata nilai yang dicapai oleh peserta didik juga masih rendah. Hal ini disebabkan karena memang minat belajar mereka sangat rendah, bahkan ada yang ber-fikir bahwa yang penting mereka lulus sekolah tanpa peduli dengan nilai yang dicapai.

Melihat kondisi peserta didik sep-erti di atas maka sangat berpengaruh sekali terhadap tingkat kelulusan teru-tama bagi peserta didik paket C, pada-hal sebagian dari mereka mempunyai motivasi dan keinginan yang kuat un-tuk melanjutkan ke jenjang lebih ting-gi. Selama kurun waktu 2 tahun yaitu mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 SKB Kota Malang memiliki jum-lah peserta didiknya sebagaimana di tabel berikut :

Kondisi Riil Sebelum Pelaksanaan Quipper

Tabel IKondisi Peserta Didik Paket C SKB Kota Malang

Tahun Peserta Didik

Hasil Kelulusan

Lulus Tidak Lulus

Persentase Kelulusan Ket

2011 - 2012 25 18 7 72% Peserta SKB

2012 - 2013 63 47 16 75%Peserta SKB dan 6 Kelurahan

Page 24: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

20 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School Untari, Penerapan Quipper School

Dengan melihat kondisi tingkat ke-lulusan yang rendah diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas peserta didik. Dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi informasi dan ko-munikasi (TIK) perlu adanya inovasi model pembelajaran berbasis TIK yang lebih kreatif dan inovatif supaya dapat menarik minat belajar peserta didik.

Sebuah inovasi yang akan penu-lis berikan kepada peserta didik un-tuk proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan media sosial yang biasa disebut Quipper School. Fungsi utama dari Quipper School tersebut adalah untuk membantu peserta didik yang tidak dapat hadir/masuk sekolah atau tidak dapat aktif dalam mengikuti pembelajaran. Mereka bisa belajar se-cara daring dengan membuka Quipper School melalui internet.

Quipper School adalah sebuah plat-form gratis untuk melakukan pembela-jaran daring bagi pendidik dan peserta didik. Secara umum gambaran dari media sosial Quipper School ini adalah merupakan aplikasi pendidikan yang menyediakan dua layanan utama yaitu LINK untuk pendidik dan LEARN un-tuk peserta didik. LINK adalah tempat di mana penulis sebagai pendidik dapat mengelola kelas secara daring dan me-lihat perkembangan peserta didik, me-nyiapkan tugas, dan mengirim pesan ke peserta didik. Sedangkan LEARN ada-lah laman untuk peserta didik. Aplikasi ini dipenuhi dengan fitur yang mem-buat belajar selalu terasa aman dan menyenangkan dan peserta didik bisa mengakses atau membaca materi pem-belajaran, menjawab soal, mengirim-kan pesan kepada pendidik.

Dengan harapan peserta didik dap-at belajar secara mandiri sesuai dengan waktu luang yang dimiliki tanpa harus meninggalkan pekerjaannya Quipper School tidak harus menggunakan com-puter atau laptop tetapi bisa menggu-nakan telepon selulernya sepanjang terkoneksi dengan jaringan internet.

METODE PENELITIANDalam proses penerapan metode

pembelajaran melalui Quiper School ini diawali dengan beberapa tahap di antaranya:Perencanaan

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran langkah awal yang penu-lis lakukan antara lain :

Membuat silabus dan Rencana 1. Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada standar isi yaitu

Penyusunan RPP a. Menyiapkan media pembelaja-b. ranMenyiapkan sumber belajarc. Membuat perangkat penilaian d. pembelajaranMerencanakan skenario pembe-e. lajaran

Mensosialisasikan metode Quipper 2. School kepada peserta didik Langkah yang penulis lakukan da-lam mensosialisasikan kepada pe-serta didik yaitu :

Mengumpulkan peserta didik a. di SKB terutama peserta didik kelas XI dan XIIMemberikan penjelasan tentang b. Quipper SchoolPembuatan akun secara bersa-c. ma–sama

PelaksanaanPembuatan akun pendidik1. Langkah-langkah dalam peng-gunaan Quipper School ini yaitu penulis sebagai pendidik mem-buat akun terlebih dahulu. Dimulai dengan mendaftarkan diri dengan mengisikan formulir pendaftaran yang sudah tersedia. Pendidik yang memiliki akun Facebook juga bisa mendaftarkannya melalui akun Fa-cebooknya. Pada tahap ini pamong akan dimun-culkan dengan akun Facebook dari para customer service (CS) Quipper School, jadi pendidik dapat memi-lih salah satu dari mereka. Fungsi mereka adalah pendidik bisa men-

Page 25: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Untari, Penerapan Quipper School

21JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School

ghubungi lewat akun Facebook mereka jika menemui kesulitan dalam mengoperasikan Quipper School.Mensosialisasikan Quipper School 2. ke Peserta DidikPembelajaran menggunakan Quip-per School ini akan lebih meny-enangkan bagi peserta didik karena pembelajaran akan lebih bervariasi dibandingkan dengan proses pem-belajaran sebelumnya. Langkah yang penulis lakukan yaitu :

Peserta didik Paket C berkum-a. pul di SKBMembuat akun kelas, karena b. kode kelas berfungsi sebagai kode yang akan digunakan oleh peserta didik untuk mendaftar.Membuat akun untuk peserta c. didik secara bersama-samaMenjelaskan langkah-langkah d. dalam penggunaan akun peser-ta didikMemberikan materi yang ada di e. Quipper Siswa Memberikan tugas f.

Pembuatan Akun Peserta Didik3. Sebelum menggunakan Quipper School dalam proses belajar, pe-serta didik terlebih dahulu mem-buat akun. Sebagian dari peserta didik SKB mendaftarkan akunnya melalui Facebook mereka dan ada juga yang mendaftarkan langsung dengan mengisi form pendaftaran di Quipper School. Para peserta didik rata-rata sudah bisa untuk mendaftarkannya sendiri, tapi ada juga yang masih dipandu. Apa-bila peserta didik lupa cara untuk mendaftarkannya maka disara-nkan untuk melihat pada panduan versi video. Pembelajaran 4. Pembelajaran yang dilakukan bagi peserta didik paket C di SKB Kota Malang yaitu dengan mengguna-kan modul pembelajaran dan buku diktat sosiologi. Selain menggu-nakan modul penulis juga menco-

ba memadukan dengan membuka Quipper School dalam proses pem-belajaran, yang tujuannya supaya peserta didik dalam proses belajar baik di rumah maupun di sekolah akan lebih intensif lagi. Sarana yang di gunakan adalah komputer, laptop, LCD dan telepon seluler mereka sendiri. Pembelajaran un-tuk Kejar Paket C dilaksanakan se-tiap hari Senin sampai dengan hari Kamis pada pukul 13.00 WIB sam-pai 16.30 WIB. Dalam satu minggu mereka masuk 4 kali pertemuan, tetapi bagi peserta didik yang pros-es pembelajarannya di kelurahan mereka masuk 3 hari pada pukul 18.30 WIB sampai pukul 20.30 WIB sebab peserta didik yang ada di kelurahan mereka rata-rata telah bekerja dan usia mereka sudah bu-kan usia sekolah lagi.Dalam mengawali pembelajaran penulis memberikan materi/men-jelaskan materi dari bab per bab ke peserta didik melalui tatap muka, Tanya jawab, dan latihan soal den-gan menggunakan acuan modul dan buku diktat sosiologi, dipadukan dengan membuka Quipper School supaya peserta didik tidak merasa jenuh dan lebih termotivasi. Sete-lah materi selesai sampaikan maka pendidik akan memberikan tugas ke peserta didik. Tugas bisa dik-erjakan di sekolah ataupun di ru-mah.

EvaluasiEvaluasi merupakan sebuah metode

untuk mengetahui perkembangan mau-pun dampak dari pelaksanaan proses kegiatan. Dalam pelaksanaan evaluasi ini dilakukan secara periodik dengan melibatkan peserta didik secara lang-sung maupun melalui lembar evaluasi berupa pemberian tugas maupun ujian serta menerima masukan dari rekan pendidik yang lain. Dalam pelaksanaan evaluasi ditekankan pada beberapa hal mulai dari proses pembelajaran hingga

Page 26: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

22 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School Untari, Penerapan Quipper School

respon peserta didik terhadap materi pelajaran yang diberikan, hal ini saya lakukan dengan cara:

Mengevaluasi proses pembelajaran 1. yang telah berjalan,

Melihat respon peserta didik a. terhadap materi pelajaran yang diberikan,Melihat perkembangan penge-b. tahuan peserta didik,Melihat hasil penilaian dari c. proses pembelajaran melalui pemberian tugas maupun nilai ujian.Melihat perubahan sikap mau-d. pun perilaku peserta didik.

Untuk lebih maksimal dalam mem-peroleh hasil evaluasi selain melibat-kan langsung peserta didik juga meli-batkan peran pamong belajar yang lain melalui media diskusi maupun berbagi pengalaman.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil

Proses belajar mengajar dengan menggunakan Quipper School ini, telah memberikan hasil yang baik bagi pe-serta didik yaitu dalam hal :

Pembelajaran1. Pendidik merasa dimudahkan da-lam proses mengajar dan dalam menyampaikan materi terhadap peserta didik. Selain itu juga peser-ta didik tidak akan merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran karena media Quipper School ini lebih menarik dan menyenangkan, secara detail dapat terlihat dalam tabel berikut:

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada ta-hun 2013-2014 dan 2014-2015 ada peningkatan kelulusan dari peserta didik dibandingkan sebelumnya Bagi peserta didik yang tidak lulus dalam ujian nasional disebabkan oleh beberapa faktor yaitu karena nilai ujian dan nilai rapor yang rendah dan ada juga peserta didik waktu pelaksanaan ujian tidak da-pat hadir sehingga tidak lulus. Dengan melihat perkembangan tingkat kelulusan khususnya paket C di SKB Kota Malang apabila di li-hat dari tahun ke tahun maka SKB memberikan solusi atau inovasi untuk meningkatkan proses belajar mengajar melalui Quipper School sehingga bagi peserta didik yang tidak dapat masuk sekolah setiap harinya bisa belajar dan mengerja-kan soal-soal secara daring. Quip-per School merupakan salah satu langkah untuk memberikan moti-vasi dan inovasi terhadap peserta didik supaya nilai ujian nasional bisa lebih meningkat dan tingkat ketercapaian kelulusan dapat terus meningkat.

DampakSetelah setiap tahap pelaksan-

aan selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa besar dampak dari implementasi pelaksanaan Quip-per Schools baik terhadap proses be-lajar mengajar maupun terhadap pe-serta didik. Dari hasil evaluasi yang

Tahun Peserta Didik

Hasil Kelulusan

Lulus Tidak Lulus

Persentase Kelulusan Ket

2011 – 2012 25 18 7 72% Peserta SKB

2012 – 2013 63 47 16 75% Peserta SKB dan 6 Kelurahan

2013 – 2014 176 119 57 68% Peserta SKB dan 6 Kelurahan

2014 – 2015 101 85 16 84% Peserta SKB dan 6 Kelurahan

Tabel II Perkembangan Hasil Belajar Setelah Penggunaan Quipper School

Page 27: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Untari, Penerapan Quipper School

23JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School

telah dilakukan maka didapat bebera-pa dampak diantaranya:

Dampak Positif1. Citra lembaga lebih meningkat a. Jumlah peserta didik lebih be-b. sar Peserta didik lebih aktif dalam c. belajarPendidik lebih mudah dalam d. menyampaikan materiMeningkatkan tingkat kelulu-e. san Pendidik lebih aktif dan lebih f. percaya diri dalam mengajarPeserta didik lebih bersemangat g. dalam belajarnyaTingkat kehadiran peserta didik h. lebih meningkat

Dampak Negatif2. Peserta didik kurang aktif ke a. sekolahKetrampilan menulis berkurangb. Pendidik tidak bisa memantau c. perkembangan langsung peserta didik secara fokusPerkembangan perilaku peserta d. didik tidak bisa terpantau den-gan maksimal

Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung

Di samping untuk mengetahui dampak perkembangan dari imple-mentasi Quipper School, evaluasi juga bermanfaat untuk mengetahui kondisi riil terkait dengan faktor–faktor yang bisa menghambat maupun mendukung proses pembelajaran dengan Quipper Schools ini. Dari hasil evaluasi telah didapat beberapa faktor di antaranya adalah :

Faktor pendukung1. Faktor pendukung dalam menerap-kan Quipper School terhadap pe-serta didik dalam pengembangan inovasi pembelajaran yaitu

SKB Kota Malang sangat men-a. dukung apabila proses pembela-jaran dengan dilakukan dengan mengunakan modul, buku diktat dan Quipper School.

SKB memberikan fasilitas sa-b. rana dan prasarana yaitu me-nyediakan komputer, laptop dan LCD supaya tujuan pembelaja-ran bisa tercapai secara maksi-mal.Para pamong belajar di SKB c. Kota Malang juga memberikan dukungan dalam penerapan Quipper School tersebut terh-adap peserta didik.Peserta didik sangat senang dan d. mendukung apabila proses bela-jar di sekolah ataupun di rumah dengan menggunakan Quip-per School, tetapi peserta didik juga tetap belajar menggunakan modul dan buku diktat. Orang tua dari peserta didik juga e. telah memberikan dukungan, karena selama ini anak-anak mereka menggunakan telepon selulernya untuk bermain atau hal-hal yang kurang berman-faat. Dengan Quipper School ini maka putra putri mereka bisa menggunakan telepon seluler mereka ke hal yang positif.

Faktor penghambat2. Dalam pelaksanaan metode ini ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat di antaranya :

Tidak semua pamong belajar a. siap melaksanakan metode ini, hal ini disebabkan tidak hanya karena faktor sarana yang tidak dimiliki akan tetapi juga karena faktor penguasaan TIK yang masih kurang.Tidak semua peserta didik b. memiliki kemampuan yang baik terhadap TIK sehingga disamp-ing memperkenalkan metode Quipper School ini maka pa-mong belajar juga masih harus mengenalkan pengunaaan TIK dalam proses pembelajaran.Peserta didik dan pamong be-c. lajar walaupun sudah men-guasai penggunaan TIK tetapi belum semua terbiasa dengan

Page 28: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

24 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Untari, Penerapan Quipper School Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

metode Quiper School. Hal ini menyebabkan perlunya waktu tambahan untuk memperkenal-kan metode ini.

KESIMPULAN Dari paparan di atas, maka pen-1. garuh TIK bagi dunia pendidikan sangatlah penting sekali untuk pe-serta didik khususnya Paket C di SKB Kota Malang. Pembelajaran kesetaraan berbasis kontekstual melalui penerapan Quipper School di SKB Kota Malang menunjukkan adanya peningkatan pada hasil be-lajar peserta didik. Hasil yang di-capai dari pembelajaran kesetaraan melalui penerapan cyber school SKB Kota Malang adalah (1) menum-buhkan minat peserta didik dalam mengikuti sosialisasi cyber school, (2) sebagian besar capaian pembe-lajaran berada pada katagori baik, dan (3) sebagian besar peserta didik menguasai teknologi, sehingga pen-didik tidak merasa kesulitan dalam membimbing peserta didiknya.Dampak yang dicapai dalam pen-2.

erapan Quipper School di SKB Kota Malang dapat dilihat dari segi minat belajar peserta didik, serta tanggapan positif yang ber-hubungan dengan proses belajar mengajar yang semakin berkuali-tas. Walaupun demikian juga ter-dapat faktor positif dan negatif dalam penggunaan teknologi yang berhubungan dengan peserta didik. Dari segi positif antara lain peserta didik menjadi lebih aktif, dan lebih mudah dalam proses belajar kar-ena tidak terhalang oleh ruang dan waktu serta tidak mengganggu jam kerja mereka. Sedangkan faktor negative antara lain peserta didik menjadi malas, rasa ketergantungan terhadap media sosial sangat ting-gi dan kurang bisa memanfaatkan media yang ada ke hal yang positif. Hal ini menegaskan bahwa pen-didik harus terus aktif dalam mem-bimbing dan memberikan motivasi yang positif terhadap perserta didik dengan harapan peserta didik bisa fokus menggunakan TIK pada hal-hal yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahsanudin., (2008). “Modul Sosiologi, untuk SMA”. CV Hayati tumbuh Subur, Surakarta

Budiati, A.C.,(2009). “Sosiologi Kontekstual:untuk SMA kelas XII”. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Elisanti dan Rostini, T. (2009). “Sosiologi 3: untuk SMA/MA. Kelas XII IPS” . Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

https://school.quipper.com.id diakses 15 Februari 2016

Page 29: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Untari, Penerapan Quipper School

25JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

PEMBELAJARAN BAHASA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SENTRA DAN LINGKARAN UNTUK ANAK USIA 4 – 6 TAHUN

DI PAUD CAHAYA TAZKIA SURABAYA

Suharti

AbstrakPenggunaan bahasa yang baik sangat penting bagi perkembangan anak,

karena untuk mengembangkan kemampuan dalam mengorganisasi, meng-klasifikasi, mengkategorisasi dan memahami konsep anak harus memiliki ko-sakata yang luas dan cukup. Anak yang memiliki kosakata yang baik dapat mengekspresikan ide, pengetahuan dan pengalaman dengan baik. PAUD Ca-haya Tazkia mengembangkan kemampuan berbahasa anak dengan menggu-nakan pendekatan Sentra dan Lingkaran. PAUD Cahaya Tazkia menggunakan prinsip bermain melalui belajar yang diintegrasikan dengan pendidikan agama pada setiap kegiatannya. Pendekatan Sentra dan Lingkaran dengan integrasi pendidikan agama Islam ini dipandang efektif dalam rangka pengembangan kemampuan dasar anak dan sekaligus dalam rangka pembentukan karakter.Kata kunci : pembelajaran bahasa, sentra dan lingkaran, PAUD

AbstractThe skill for good using of language is very important for children’s develop-

ment, since in order to develop their ability to organize, to classify, to catego-rize and to understand any concept they should have a broad vocabulary. Chil-dren who have a good vocabulary can express ideas, knowledge and experience. Cahaya Tazkia Early Childhood Education Center develops children language skills using the Center and Circles approach. Cahaya Tazkia uses the principle of playing through learning integrated with religious education in all of its ac-tivities. Center and Circles approach and the integration of Islamic religious education is seen to be effective in order to develop the basic capabilities of chil-dren’s language skills and in the context of the character building.Keywords : language learning, center and circle, early childhood education

PENDAHULUANPendidikan Anak Usia Dini meru-

pakan upaya yang ditujukan kepada anak usia 0 sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun, agar tumbuh dan berkem-bang secara optimal, siap dalam me-masuki jenjang pendidikan selanjut-nya, serta menjadi manusia paripurna yang handal. Seperti tercantum dalam Undang-undang SISDIKNAS, pasal.1

PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rang-sangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam me-masuki pendidikan lebih lanjut.

Penggunaan bahasa yang baik san-gat penting bagi perkembangan anak,

Page 30: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

26 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

karena untuk mengembangkan ke-mampuan dalam mengorganisasian. Klasifikasi, kategorisasi dan memahami konsep, anak harus memiliki kosakata yang luas dan cukup, sehingga dapat mengekspresikan ide, pengetahuan dan pengalaman yang baik.

Stimulasi berbicara, persi memba-ca dan menulis. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda–beda dan akan terus berkem-bang hingga dewasa. Perkembangan bahasa pada anak usia 4–6 tahun meru-pakan fase yang cukup penting yaitu anak telah belajar mengucapkan dan menyusun kata dengan struktur dan anak telah belajar tentang makna kata yang diucapkan. Pada usia 4-6 tahun, anak telah memperoleh pengembangan bahasa tidak hanya dirumah tetapi juga disekolah. Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari segi kemampuan menerima, memahami dan melahirkan semula. Kemampuan berkembang be-rangsur-angsur mengikuti waktu yang saling berkait antarasatu sama lain. Sedapat mungkin coletehan anak di-tanggapi dan diperhatikan, sehingga potensi kemampuan berbahasa akan semakin meningkat (Direktorat Pen-didikan Anak Usia Dini, tahun 2002).

Pusat Pendidikan Anak Usia Dini Cahaya Tazkia Gebang Putih Sukolilo Surabaya merupakan lembaga yang menangani anak usia dini, yang pembe-lajarannya menggunakan pendekatan (pembelajaran dengan menggunakan sistem sentra-sentra), dan memiliki 7 (tujuh) sentra dan Pusat PAUD Cahaya Tazkia mempunyai keunggulan karena dalam pembelajarannya juga menguna-kan bahasa asing (Inggris dan Arab).

Sehubungan dengan paparan di atas maka penulis melaksanakan pene-litian dengan judul Pembelajaran Ba-hasa Indonesia dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran Untuk Anak Usia 4–6 Tahun di PAUD Cahaya Tazkia.

METODE PENELITIANPenelitian ini difokuskan pada

peyelenggaraan pembelajaran Sen-tra dan lingkaran pada PAUD Cahaya Tazkia Gebang Putih Sukolilo Sura-bayameliputi : Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAUD Cahaya Tazkia, kemampuan dasar apa yang dimiliki anak dengan pendekatan Sentra dan lingkaran, faktor-faktor apa saja yang mendukung dan penghambat pelaksan-aan pendekatan Sentra dan Lingkaran di PAUD Cahaya Tazkia Gebang Putih Sukolilo Surabaya.

Pendekataan yang digunakan da-lam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif pelaksanaan pem-belajaran dengan pendekatan sentra dan lingkaran Pada PAUD Cahaya Taz-kia Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran secara mendetail tentang pelaksan-aan pembelajaran dengan pendekatan kemampuan dasar apa yang dimiliki-anak dengan pendekataan Sentra dan lingkaran dan faktor kekurangan dan kelebihan dengan pendekatan Sentra dan Lingkaran.

HASIL DAN PEMBAHASANProfil PAUD Cahaya TazkiaPembelajaran di PAUD Cahaya Tazkia

Kegiatan Pembelajaran khususnya di kelompok bermain dan TK menggu-nakan sentra dan lingkaran, sedangkan pada TPA menitik beratkan pada keg-iatan pengasuhan.

Pelaksanaan pembelajaran sentra dan lingkaran yang terdapat di kel-ompok bermain dan TK meliputi: (1) sentra persiapan, (2) sentra peran, (3) sentra rancang bangun, (4) sentra seni dan kreatifitas, (5) sentra bahan alam. Keseluruhan sentra baik pada kelom-pok bermain maupun TK setiap hari di buka. Setiap sentra di bimbing oleh satu pendidik sentra. Anak didik da-lam satu kelompok belajar dalam satu hari hanya bermain dalam satu sentra.

Page 31: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

27JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

Pada hari berikutnya anak didik dalam satu kelompok tersebut berpindah pada sentra lainnya. Demikian seterusnya sehingga pada hari kelima semua sen-tra yang ada telah digunakan sebagai tempat belajar melalui bermain.

Langkah-langkah penerapan pem-belajaran dalam pelaksanaan sentra dan lingkaran di KB dan TK Cahaya Tazkia dapat diuraikan sebagai beri-kut:

Kegiatan awal adalah penyambu-tan anak yang dimulai pada pukul 07.30 s.d 08.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB kegiatan pembelajaran secara res-mi dimulai yaitu dengan kegiatan ling-karan pagi yaitu anak didik bersama pendidik membentuk lingkaran besar kemudian pendidk memulai dengan memberi salam, mengajak anak berdoa, belajar menghafal surat-surat pendek, bernyanyi, dan kegiatan fisik yang di-lakukan dalam kurun waktu setengah jam.

Kegiatan ke dua adalah materi pagi yaitu pendidik melakukan apersepsi antara lain dengan menanyakan pada anak didik tentang apa yang telah dipelajari pada hari kemarin, menanya-kan pengalaman anak ketika dirumah dan pendidik menyampaikan tema atau sub tema yang akan dipelajari pada hari tersebut.

Kegiatan ke tiga adalah pendidi-kan makan yaitu anak diajarkan etika makan dengan menggunakan bekal masing-masing yang di bawa dari ru-mah, dan satu bulan sekali dilakukan kegiatan makan bersama dengan menu makanan dari komite sekolah.

Kegiatan ke empat adalah anak didik dalam satu kelompok memasuk sentra sesuai dengan jadwal sentra masing-masing dengan bimbingan pendidik sentra. Tepat empat pijakan dalam pelaksanaann sentra meliputi: (1) pijakan awal yaitu pendidik telah menyiapkan lingkungan main dengan beberapa densitas main dan menjelas-kan pada anak tentang jenis dan cara menggunakan mainan; (2) pijakan sebe-

lum main yaitu pendidik memfasilitasi anak untuk menyepakati aturan main; (3) pendidik mengamati dan melakukan evaluasi proses pembelajaran selama anak bermain. (4) pijakan setelah ber-main yaitu beres-beres dan recalling.

Kegiatan Pembelajaran di TPA lebih menekankan pada kegiatan pen-gasuhan sehingga belum mengguna-kan pendekatan pembelajaran den-gan menggunakan metode sentra dan lingkaran. Meskipun demikian dalam pelaksanaannya anak difasilitasi untuk bermain dengan bimbingan dan penga-wasan dari pengasuh. Sejak bulan Ok-tober 2013 pengasuh TPA dengan bimb-ingan pendidik kelompok bermain telah menyusun rencana kegiatan mingguan (RKM) dan rencana kegiatan harian (RKH) untuk digunakan dalam mem-fasilitasi anak dalam kegiatan pembe-lajaran di TPA melalui konsep belajar melalui bermain sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak.

Pendidik dan Tenaga KependidikanPendidik TK Cahaya Tazkia seban-

yak enam orang dengan latar belakang 5 orang dengan latar belakang pendidi-kan sarjana, dan 1 orang dengan latar belakang pendidikan D2 (PGTK). Dari lima orang tenaga pendidik pada TK Cahaya Tazkia 3 orang diantaranya te-lah mendapatkan sertivikasi pendidik.

Tenaga kependidikan TK sebanyak 2 orang terdiri tenaga administrasi, dan tenaga kebersiahan. Dilihat dari latar belakang pendidikan, untuk tenaga administrasi berpendidikan sarjana ekonomi, sedangkan tenaga kebersihan merangkap keamanan dengan pendidi-kan SMP.

Metode PembelajaranKegiatan Pembelajaran khususnya

di TK menggunakan sentra dan ling-karan, Pelaksanaan pembelajaran sen-tra dan lingkaran yang terdapat di TK meliputi: (1) sentra persiapan, (2) sen-tra peran, (3) sentra rancang bangun, (4) sentra seni dan kreatifitas, (5) sen-

Page 32: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

28 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

tra bahan alam. Keseluruhan sentra TK setiap hari di buka. Setiap sentra di bimbing oleh satu pendidik sentra. Anak didik dalam satu kelompok bela-jar dalam satu hari hanya bermain da-lam satu sentra. Pada hari berikutnya anak didik dalam satu kelompok terse-but berpindah pada sentra lainnya. Demikian seterusnya sehingga pada hari kelima semua sentra yang ada te-lah digunakan sebagai tempat belajar melalui bermain.

Langkah-langkah penerapan pem-belajaran dalam pelaksanaan sentra dan lingkaran di TK Cahaya Tazkia da-pat diuraikan sebagai berikut: Kegiatan awal adalah penyambutan anak yang dimulai pada pukul 07.30 s.d 08.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB kegiatan pem-belajaran secara resmi dimulai yaitu dengan kegiatan lingkaran pagi yaitu anak didik bersama pendidik memben-tuk lingkaran besar kemudian pendidik memulai dengan memberi salam, men-gajak anak berdoa, belajar menghafal surat-surat pendek, bernyanyi, dan kegiatan fisik yang dilakukan dalam kurun waktu setengah jam.

Kegiatan ke dua adalah materi pagi yaitu pendidik melakukan a persepsi antara lain dengan menanyakan pada anak didik tentang apa yang telah dipelajari pada hari kemarin, menanya-kan pengalaman anak ketika dirumah dan pendidik menyampaikan tema atau sub tema yang akan dipelajari pada hari tersebut.

Kegiatan ke tiga adalah pendidikan makan yaitu anak diajarkan etika ma-kan dengan menggunakan bekal mas-ing yang di bawa dari rumah, dan satu bulan sekali dilakukan kegiatan makan bersama dengan menu makanan dari komite sekolah.

Kegiatan ke empat adalah anak didik dalam satu kelompok memasuk sentra sesuai dengan jadwal sentra ma-sing-masing dengan bimbingan pendi-dik sentra. Terpat empat pijakan dalam pelaksanaann sentra meliputi: (1) pija-kan awal yaitu pendidik telah menyiap-

kan lingkungan main dengan beberapa densitas main dan menjelaskan pada anak tentang jenis dan cara mengguna-kan mainan; (2) pijakan sebelum main yaitu pendidik memfasilitasi anak un-tuk menyepakati aturan main; (3) pen-didik mengamati dan melakukan eva-luasi proses pembelajaran selama anak bermain. (4) pijakan setelah bermain yaitu beres-beres dan recalling.

Sarana dan Prasarana PembelajaranSarana pembelajaran yang dimi-

liki TK Cahaya Tazkia berupa alat per-mainan edukatif (APE) sangat beragam disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan usia anak dan mendu-kung dalam pembelajaran sentra dan lingkaran. APE yang dimiliki berupa APE indor yaitu dipergunakan dalam memfasilitasi pembelajaran di sentra atau di dalam ruangan, dan APE out-door yaitu APE yang lebih difokuskan untuk mendukung perkembangan as-pek motorik kasar anak.

Jenis APE yang dimiliki TK Cahaya Tazkia digunakan untuk mendukung 5 aspek perkembangan anak meliputi: (1) aspek agama dan moral, (2) kognitif, (3) sosial emosional, (4) fisik baik motorik kasar maupun motorik halus anak, dan (4) aspek bahasa. Secara keseluruhan APE yang dimiliki dapat dilihat dalam lampiran daftar inventaris sarana pem-belajaran TK Cahaya Tazkia.

Adapun prasarana untuk mendu-kung proses pembelajaran yang diguna-kan TK Cahaya Tazkia adalah gedung PAUD Cahaya Tazkia yang terletak di lantai 3. Dalam gedung tersebut terda-pat ruang pembelajaran sentra seban-yak 5 sentra, ruang pendidik dan kepala sekolah, kamar mandi sebanyak 3 unit, ruang UKS, dan Gudang.

Program PendukungSebagai pendukung pembelajaran

di TK Cahaya Tazkia maka setiap sele-sai tema tertentu maka diakhiri dengan kegiatan puncak tema Kegiatan pun-cak tema dapat dilakukan di sekolah

Page 33: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

29JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

dan di luar sekolah. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tema. Misal tema transportasi maka kegiatan puncak tema dilakukan di luar sekolah, sedang puncak tema tentang makanan sehat maka puncak tema dilakukan di seko-lah.

Kegiatan pendukung lainnya yang dilakukan TK Cahaya Tazkia adalah pemeriksaan kesehatan umum, DDTK, dan pemberian vitamin bekerjasama dengan puskesmas dan konsultasi kes-ehatan (Gizi, pemeriksaan gigi, THT, konsultasi psikologi anak, kesehatan linhkungan, perlindungan anak beker-jasama dengan yayasan kesejahteraan anak Indonesia (YKAI) Cabang Jawa Timur. Keseluruhan kegiatan tersebut setahun dilakukan dua kali, atau den-gan kata lain kegiatannya dilakukan satu kali setiap semester.

Kegiatan outbound merupakan bentuk kegiatan pendukung lainnya yang pelaksanaannya dapat dilaku-kan di sekolah atau di luar lingkun-gan sekolah. TK Cahaya Tazkia dalam satu tahun melakukan 5 kali kegiatan outbound dimana 3 kegiatan outbound dilakukan di lingkungan sekolah dan 2 kegiatan outbound lainnya dilakukan di luar sekolah

Pelaksanaan parenting merupa-kan bentuk kegiatan pendukung den-gan sasaran orangtua murid.. Kegiatan tersebut dalam pelaksanaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Agenda yang rutin dilakukan adalah pada saat awal tahun ajaran baru dan menjelang akhir semester (penerimaan rapor). Kegiatan di antara keduanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan lembaga.

Program pemgembangan diri (ek-stra kurikuler) meliputi: drum band, komputer, menari, dan renang. Kegia-tan bakti sosial merupakan kegiatan pendukung lainnya yang dilakukan un-tuk menanamkan rasa kedermawanan pada anak. Kegiatan bakti sosial yang secara rutin dilakukan antara lain: pembagian sembako pada anak yatim/panti asuhan, penyerahan zakat fitrah

pada fakir miskin, dan kegiatan sosial lainnya.

PENERAPAN TAHAP–TAHAP SENTRA DAN LINGKARAN

Dalam kurikulum Sentra dan Ling-karan ditekankan bahwa, pengalaman main akan tercapai dengan sangat baik bila orang dewasa mengerti perkem-bangan anak dan tahap bermain anak serta menggunakannya untuk mendu-kung anak ke arah kemampuan keak-saraan dan keberhasilan di sekolah.

Untuk penerapan kurikulum di-jabarkan menjadi rencana pembelaja-ran. Rencana pembelajaran berisi ten-tang: tema, (2) konsep dan kosakata, (3) kegiatan bermain, dan (4) bahan dan alat bermain.

Rencana pembelajaran disusun un-tuk semua kegiatan di jadwal harian. Dalam satu hari anak memiliki 4 kali kesempatan bermain dalam setting yang berbeda (bermain bebas saat da-tang, bermain bebas di luar, bermain di sentra, bermain di dalam setelah ban-gun tidur). Rencana pembelajaran dis-usun oleh tim pendidik setiap minggu. Semua Rencana pembelajaran meng-gunakan tema yang sama untuk waktu tertentu. Biasanya setiap tema dibahas dalam satu bulan. Berarti ada 12 tema dalam setahun dan disusun menjadi 12 tema bulanan.

Dalam kegiatan pelaksaan, maka pengelola memperhatikan hal-hal se-bagai berikut :

Membuka sentra secara bertahap, 1. sesuai dengan kesiapan pendidik dan sarana pendukung lainnya.Mengatur giliran setiap kelompok 2. anak untuk bermain di sentra ses-uai dengan jadwal. Setiap kelom-pok dalam satu hari hanya bermain di satu sentra saja.Memberi variasi dan kesempatan 3. main yang cukup kepada setiap anak agar tidak bosan dan tidak be-rebut.Seiring dengan kesiapan pendidik 4. dan sarana pendukung, dapat me-

Page 34: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

30 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

nambah sentra baru apabila belum lengkap.Melengkapi setiap sentra dengan 5. berbagai jenis APE baik yang buatan pabrik maupun yang dikembangkan sendiri dengan memanfaatkan lim-bah dan lingkungan alam sekitar.Selanjutnya proses pembelajaran

dalam program pendidikan anak usia dini dengan pendekatan sentra dan lingkaran adalah sebagai berikut:

Penataan lingkungan bermain.1. Sebelum anak datang pendidik menyiapkan bahan alat main yang akan digunakan sesuai dengan rencana jadwal kegiatan yang te-lah disusun untuk kelompok anak. Pendidik menata alat dan bahan main yang akan digunakan ses-uai dengan kelompok usia yang dibimbing). Penataan alat main harus mencerminkan rencana pem-belajaran yang dibuat. Penyambutan anak pukul 08.00 2. WIBAnak-anak datang dengan men-gucapkan salam kemudian mereka meletakkan tas di loker dan berba-ris menyanyi, sebelum naik ke atas atau masuk kelas anak–anak ber-main dulu motorik kasar.Opening Circles3. pukul 08.00 – 08.30 WIBPada kegiatan ini yang berperan adalah pendidik piket di samp-ing pendidik pendamping/penang-gungjawab kelompok. Pada kegia-tan Opening circles pendidik piket yang meninjau kegiatan ini, pen-didik penanggungjawab memanggil dan mengumpulkan anak menuju ruang aula untuk kelompok open-ing circles.Opening circles didahului den-gan pengaturan formasi dengan membuat lingkaran besar den-gan bernyanyi-nyanyi selanjutnya anak-anak diperintahkan untuk duduk. Kemudian pendidik piket memimpin berdoa dengan bahasa Indonesia dan diterjemahkan den-

gan bahasa Inggris dan ditirukan oleh anak-anak. Setelah selesai mengucap-kan doa. Dilanjutkan dengan peny-usunan formasi berbaris berbanjar untuk melakukan senam pagi. Yang berada di urutan paling depan ada-lah pendidik pendamping. Setelah dilaksanakan senam anak-anak duduk kembali untuk menuju ru-ang yang digunakan pembelajaran materi pagi. Untuk menentukan kelompok mana yang dapat giliran meninggalkan ruangan pendidik piket memberi pertanyaan dengan materi-materi yang sudahpernah diberikan ber-dasarkan Tema yang ditetapkan. dari kelompok Abu Bakar I, pen-didik menunjuk kelompok Abu Bakar II, untuk meninggalkan ru-ang opening circles, dan seterus-nya. Pendidik mengajukan pertan-yaan “apa bahasa Arabnya mata” kemudian kelompok Abu Bakar 1 ada yang menjawab “Ainun” maka kelompok Abu Bakar 1 yang dii-jinkan meningkalkan ruang, kemu-dian pendidik mengajukan “apa fungsi mata” anak dari Abu Bakar II, menjawab “untuk melihat yang baik” maka kelompok Abu Bakar I yang keluar dari ruang opening cir-cles, selanjutnya semua kelompok masuk ke ruang materi pagi.Materi Pagi Pukul 08.30 – 09.30 4. WIBKegiatan ini dimaksudkan untuk membekali anak dengan pengeta-huan sesuai dengan tema pembe-lajaran. Materi pagi yaitu sholat dhuha, belajar mengaji, hafalan surat–surat pendek dan membaca doa sehari–hari. Untuk mendukung pembelajaran di sentra-sentra ses-uai dengan hasil pengamatan penel-iti, saat melaksanakan pengamatan temanya tentang lingkungan seko-lah salah satunya adalah tempat bermain, tempat belajar, tempat sentra–sentra. Sehingga yang men-

Page 35: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

31JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

jadi pokok bahasan adalah ling-kungan sedangkan sub pokok ba-hasan adalah tempat belajar.Untuk anak usia dini anak ditunjukkan tempat-tempat kegiatan yang ada di sekitarnya.Pada kegiatan materi pagi juga dikenalkan tentang huruf dan ang-ka. Maksud dari pembelajaran ini adalah untuk melatih anak menge-nal huruf dan angka selain itu anak diajarkan membuat kosa kata den-gan awalan yang telah ditentukan. Pada saat pengamatan kosakata yang diajarkan dengan awalan Hi. Sehingga anak-anak dibimbing un-tuk membuat kosa kata sesui den-gan petunjuk pendidik. Kegiatan ini diharapkan dapat bimbing anak untuk mengusasi perbendaharaan kata sehingga mendukung dalam berkomunikasi.Snack Time5. pukul 09.30 – 10.00 WIBPendidik mengatakan waktu ha-bis, sekarang waktunya snack time sebelumnya mencuci tangan ter-lebih dahulu. Untuk menuju tem-pat cuci tangan anak-anak berbaris dengan pendidik sebagai pemimpin barisan. Setelah mencuci tangan, anak mengambil bekal masing-masing kemudian masuk ruangan lagi untuk makan bekal diawali dengan berdoa mau makan. Kemu-dian memulai makan. Di sela makan pendidik menanya-kan apakah rejekinya halal semua? Anak-anak menjawab: ”halal ” dengan memperlihatkan bungkus makanan untuk di baca oleh pen-didik tentang label halal. Pendidik juga ikut makan, di sela waktu ma-kan pendidik menawarkan “anak-anak mau berbagi kue?” Kemudian anak yang mau diberi kue men-jawab: ” boleh berbagi ustadzah?” , kemudian pendidik memberi kue, dan anak mengucapkan: “Terima Kasih”. Setelah selesai makan, anak-anak membawa tempat ma-

kan ke kotak tempat perlengkapan masing-masing. Selanjutnya anak-anak bermain bebas.Bermain di Sentra-Sentra Pukul 6. 10.30 – 11.30 WIBSetelah anak bermain bebas atau menurut istilah umumnya istira-hat, pendidik piket membunyikan mainan sebagai tanda panggil un-tuk berkumpul menuju aula untuk pembukaan sentra. Dilanjutkan belajar melalui bermain di sentra sesuai dengan jadwal masing-mas-ing kelompok yang dibimbing oleh pendidik sentra.Saat anak-anak bermain bebas pendidik sentra mengatur sentra yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Pendidik menyiapkan ba-han dan alat yang akan digunakan untuk kegiatan bermain. Di Cahaya Tazkia ada 6 (enam) sesuai jumlah kelompok yaitu Umar I, Umar II, Umar III, Abu Bakar I, Abu Bakar II, Abu Bakar III. Semua sentra di-pakai untuk setiap hari mulai hari Senin sampai hari Jumat.

Pijakan Lingkungan Main a. Dalam pelaksanaan Sentra dan Lingkaran di PAUD Cahaya Tazkia pijakan lingkungan ber-main dilaksanakan oleh pen-didik sentra dengan mengikuti langkah-langkah sesuai dengan pijakan sebagai berikut :Mengelola awal lingkungan dengan bahan yang cukup, yaitu dengan cara menyiapkan bah-an-bahan yang cukup. Minimal 3 tempat untuk setiap anak.Merencanakan intensitas dan densitas, pendidik mengatur waktu main seperti dalam deskripsi catatan lapangan set-iap sentra. Adanya pengaturan waktu untuk pembukaan sentra, kegiatan inti sentra dan penutu-pan sentra.Di samping merencanakan in-tensitas pendidikjuga menen-

Page 36: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

32 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

tukan densitas, yang dimaksud densitas adalah berbagai macam cara setiap jenis pemainan yang dihadirkan untuk pengalaman anak. Merencanakan densitas dilakukan pendidik saat me-nyusun dan menentukan jenis permainan, minimal memiliki bahan untuk mendukung tiga hakikat bermain, yaitu sensori motor, pembangunan dan ber-main peran. Pendidik menyiap-kan berbagai jenis permainan yang disesuaikan dengan tema yang telah ditetapkan untuk se-tiap bahan dan menyesuaikan dengan kondisi di PAUD Caha-ya Tazkia.Pendidik menata kesempatan main yang mendukung hubun-gan sosial positif. Pendidik juga menata kesempatan bermain minimalnya untuk bermain sendiri, berdampingan dan bek-erjasama sesuai dengan misi-misinya.Dalam penataan kesempatan bermain tidak hanya untuk men-dukung hubungan sosial yang positif tetapi juga untuk mendu-kung kehidupan beragama. Seh-ingga dalam menata kesempatan bermain, menyediakan alat dan bahan yang bernuansa agama.Pendidik menata kesempatan bermain dengan menyediakan tempat serta jumlah anak, se-hingga saat anak bermain me-mungkinkan untuk mengadakan interaksi dengan teman lain. Pendidik dalam menyediakan/memilih bahan untuk bermain yang bernuansa agama untuk mendukung pengalaman spiri-tual.Pijakan pengalaman awal mainb. Langkah pertama adalah mem-baca doa secara ikhlas sebelum kegiatan. Pendidik kemudian mengajarkan anak duduk, se-lanjutnya pendidik membuka

kegiatan dengan mengucap salam dan mengajak bedoa sebelum belajar dan mengucap surat Al Fatihah, Al Ikhlas, An Nas dan Al Falaq. Pada kesem-patan lain anak-anak diminta duduk melingkar dengan rapi dengan sikap berdoa selanjut-nya menunjuk salah satu murid untuk memimpin doa pembuka Al Fatihah, doa sebelum belajar, mengucapkan surat Al Ikhlas, An Nas, Al Falaq. Pendidik menunjukkan gambar wajah ayah anak –anak men-jawab dengan memakai bahasa Inggris “Father” dan pendidik menunjukkan wajah Ibu, Aini menjawab “Mother” berarti anak usia 4–6 tahun sudah mengerti tentang bahasa Indonesia atau faham untuk menjawab dengan memakai bahasa Inggris.Sentra bahasa Arab diawali membaca Al-Fatihah, membaca surat–surat pendek dan mem-baca doa sebelum belajar dan menghafalkan Alma’ul Husna, menyebut nama malaikat, na-ma–nama wajib Allah dan lebih banyak ke nilai moral agaman-ya.

KESIMPULAN Berdasarkan pada paparan di atas

dapat dikemukakan kesimpulan seba-gai berikut :

PAUD Cahaya Tazkia mengembang-1. kan kemampuan berbahasa anak dengan menggunakan pendekatan Sentra dan Lingkaran.Untuk kegia-tan inti sentra pusat PAUD Cahaya Tazkia sudah melakukan sesuai dengan prosedur Sentra dan Ling-karan. Sedangkan adanya tamba-han kegiatan yaitu kegiatan materi pagi, makan bersama keluarga, sho-lat berjamaah, dan qiroati didasari karena pelaksanaan pembelajaran di Cahaya Tazkia diintegrasikan dengan pendidikan agama Islam

Page 37: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

33JPNF Vol. 14, No.2 2016

Suharti, Pembelajaran Bahasa dengan Menggunakan Metode Sentra dan Lingkaran

dan waktu pembelajaran di lapan-gan lebih lama dari pada ketentuan pada rambu-rambu pembelajaran Sentra dan Lingkaran. Tambahan kegiatan tersebut sangat mendu-kung pelaksanaan pembelajaran berbahasa.PAUD Cahaya Tazkia dalam pelak-2. sanaan dengan menggunakan prin-sip bermain melalui belajar yang diintegrasikan dengan pendidikan agama pada setiapkegiatannya. Pendekatan ini dipandang sangat efektif dalam rangka pengemban-gan kemampuan dasar anak dan sekaligus dalam rangka pembentu-kan aklakul karimah. Namun de-mikian pendekatan ini juga memer-lukan sarana dan prasarana yang

memadai juga diperlukan pendidik yang profesional.Kelemahan pelaksanaan pendeka-3. tan Sentra dan Lingkaran pada PAUD Cahaya Tazkia meliputi:

Kurangnya tenaga pendidik, se-a. hingga pendidik tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga melaksanakan tugas-tugas ad-minstrasi.Pembelajaran dengan pendeka-b. tan Sentra dan Lingkaran me-merlukan ruang yang nyaman dan luas.Laporan kemajuan anak yang c. disebut Progress reportdalam menyusun indikator penilaian masih tumpang tindih pada se-tiapsentra.

DAFTAR PUSTAKA

Anik Kurnia Rahayuningsih. 2003. Penerapan Model Pendidikan Atraktif pada Pembelajaran Taman Kanak-kanak Negeri Pembina Kab. Karanganyar (Tesis) Surakarta : UNS

Aswarni Sudjud. 1998. Problem-problem dan Alternatif Solusinya di Lembaga Prasekolah. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Bambang Sudibyo, 2005. “Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Semiloka PAUD Nasional”,Buletin PADU Edisi Khusus2005: Dit PAUD Depdiknas.

Kunarti,2008. Penerapan Pendekatan Pembelajaran BCCT dan sesuai Perkembangan Anak Developmentally Appropriate Practice (DAP) pada Pendidikan Anak Usia Dini( Study Kasus pada Kelompok Bermain Bunga Bangsa). Lebih Jauh tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Pijakan dan Penilaian Main Anak usia Dini.Jakarta: Direktorat PADU, Ditjen PLS dan Pemuda., 2004.

Page 38: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

34 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

METODE BERMAIN UNTUK MENGATASI SELECTIVE MUTISM PADA ANAK USIA DINI

Ermida L Simanjuntak

AbstrakSelective mutism atau membisu selektif adalah kegagalan atau penolakan

berbicara yang konsisten pada situasi sosial tertentu saat individu diharapkan untuk berbicara tetapi individu dapat berbicara secara lancar pada situasi sosial yang lain. Kondisi selective mutism ini dapat terjadi pada anak-anak usia dini. Tulisan ini akan membahas mengenai pengertian selective mutism serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya selective mutism. Contoh kasus mengenai selective mutism serta rancangan intervensi bagi subjek tersebut juga dibahas pada tulisan ini. Intervensi bagi subjek pada contoh kasus dirancang dengan menggunakan pendekatan metode bermain yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak usia dini. Peran orangtua dan guru juga penting untuk membantu mengatasi selective mutism yang dialami oleh anak. Kata kunci : selective mutism, metode bermain, anak usia dini

AbstractSelective mutism is failure or rejection to speak consistently in a specific

social situation when a person is expected to speak, on the other hand the person is able to speak in another social situation. Selective mutism can be oc-curred in early childhood. This study will discuss about the definition of selec-tive mutism and also factors that relate to selective mutism. Case study about a child who has selective mutism and possible intervention for the child is also discussed in this study. Intervention is designed based on playing method in accordance with developmental stage of the subject. The role of parents and teachers is important to overcome selective mutism in children.Keywords : selective mutism, playing method, early childhood

PENDAHULUAN Masa anak-anak adalah masa

perkembangan yang penting karena pada masa ini aspek kognitif, sosial maupun motorik individu mengalami perkembangan yang cukup pesat (San-trock, 2011). Seiring dengan perkem-bangan ini maka permasalahan-per-masalahan yang berhubungan dengan aspek kognitif, sosial maupun motorik juga berpotensi muncul secara ber-variasi pada anak. Salah satu per-masalahan perilaku yang kemungkinan muncul pada anak adalah masalah se-lective mutism atau membisu selektif.

Selective mutism adalah suatu kondisi saat individu diharapkan untuk berbi-cara tetapi mengalami kegagalan atau penolakan bicara secara konsisten pada waktu tertentu, namun individu terse-but dapat berbicara dengan lancar pada situasi yang lain (Viana, Beidel & Rabian, 2009; Kearney, 2010; Busse & Downey, 2011).

Membisu selektif (selective mut-ism) terkadang dapat terjadi pada anak usia dini dan hal ini dapat mengganggu perkembangan sosial pada anak. Anak-anak yang mengalami membisu selektif pada dasarnya tidak memiliki masalah

Page 39: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

35JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

dalam bicara, mereka dapat berbicara dengan lancar hanya saja pada suatu situasi anak cenderung menolak un-tuk bicara (Kearney, 2010). Penolakan untuk berbicara ini hanya terjadi pada suatu situasi, namun pada situasi yang lain anak akan dapat berbicara dengan lancar tanpa hambatan. Tulisan ini akan membahas tentang pengertian membisu selektif (selective mutism) dan kemung-kinan rancangan intervensi yang dapat diberikan untuk memperbaiki kondi-si membisu selektif yang dialami oleh anak usia dini.

PEMBAHASANTeori Selective Mutism

Selective mutism didefinisikan se-bagai kegagalan atau penolakan berbi-cara yang konsisten pada situasi sosial tertentu dimana individu diharapkan untuk berbicara tetapi individu dapat berbicara pada situasi yang lain (Vi-Vi-ana, Beidel & Rabian, 2009; Kearney, 2010; Busse & Downey, 2011). Selective mutism juga disebutkan dalam DSM V (APA, 2013) dimana ciri-ciri selective mutism adalah sebagai berikut :

Mengalami kegagalan berbicara 1. pada situasi sosial tertentu dimana individu diharuskan untuk berbi-cara tetapi dapat berbicara pada situasi yang lain.Gangguan ini mempengaruhi pen-2. didikan atau komunikasi sosial in-dividu.Durasi terjadinya gangguan ber-3. langsung minimal 1 bulan (tidak termasuk pada 1 bulan awal pada saat masuk sekolah). Kegagalan berbicara bukan dis-4. ebabkan karena kurangnya penge-tahuan individu pada bahasa yang harus digunakan pada situasi sosial tertentu.Gangguan yang terjadi bukan dis-5. ebabkan karena gangguan komu-nikasi (kurang lancar berbicara) dan bukan disebabkan karena gangguan autism, schizophrenia atau gang-guan psikotik lainnya.

Kearney (2010) dan Kumara, dkk (2014) menyebutkan beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan pada orangtua atau guru untuk memastikan kondisi selective mutism pada anak. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain :

Apakah anak menunjukkan a. kegagalan berbicara pada situa-si sosial pada saat ia diharapkan untuk berbicara?.Apakah anak mampu berbicara b. lancar pada situasi lain seperti di rumah?.Apakah penolakan anak untuk c. berbicara ini berpengaruh terh-adap komunikasi sosial dan nilai akademisnya?.Apakah anak mengalami kega-d. galan dalam berbicara pada situasi yang diharapkan telah terjadi setidak-tidaknya satu bulan dan bukan karena akibat penyesuaian di awal bulan seko-lahnya?.Apakah kegagalan berbicara e. pada anak diakibatnya karena kurangnya pemahaman bahasa yaitu anak tidak familiar den-gan bahasa yang digunakan?.Apakah kegagalan berbicara f. pada anak lebih diakibatkan oleh gangguan komunikasi sep-erti gagap?.Apakah kegagalan berbicara g. pada anak terjadi karena men-galami gangguan perkemban-gan pervasif, schizophrenia atau psikotik lainnya?.

Anak dapat diduga mengalami se-lective mutism bila pertanyaan nomer 1-4 dijawab “Ya” dan nomer 5–7 dijawab “Tidak”. Meskipun demikian karakter-istik selective mutism dapat bervariasi pada anak (Kearney, 2010). Ada anak yang menolak bicara dengan guru dan teman tetapi ada anak yang menolak bicara hanya pada guru saja. Di samp-ing itu ada anak yang berbicara dengan suara lirih atau pelan tetapi ada juga yang sama sekali tidak mengeluarkan suara. Anak yang mengalami selective

Page 40: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

36 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

mutism ada yang masih mau mengikuti instruksi guru atau berpartisipasi pada kegiatan akademis di sekolah meskip-un tidak berbicara tetapi ada pula anak selective mutism yang tidak berbicara dan juga tidak mengikuti kegiatan aka-demis di kelas (Kearney, 2010). Salah satu ciri lain dari anak selective mutism adalah mereka sering menggunakan bahasa nonverbal seperti mengangguk, menggeleng atau menunjuk tanpa men-geluarkan suara ketika ditanyai oleh orang lain (Kearney, 2010).

Selective mutism umumnya juga terjadi pada anak di taman kanak-ka-nak karena taman kanak-kanak adalah masa dimana anak memasuki sekolah pertama kali (Cleave, 2009). Busse & Downey (2011) menyebutkan bahwa selective mutism seringkali tidak terde-teksi sebelum anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan karena di rumah anak yang mengalami selective mutism da-pat berkomunikasi dengan baik seperti anak-anak normal pada umumnya. Di samping itu Kearney (2010) dan Sharp, Sherman & Gross (2007) menyebutkan bahwa kondisi diam ini seringkali di-anggap wajar oleh orang-orang di seki-tar anak seperti oleh guru karena anak-anak ini dianggap tidak mengganggu kelas sehingga penanganan terhadap anak-anak ini tidak segera dilakukan.

Beberapa faktor-faktor penyebab selective mutism pada anak adalah se-bagai berikut (Viana, Beidel & Rabian, 2009; Kearney, 2010) :

Kecemasan sosial1. Salah satu penyebab utama peri-laku diam anak adalah adanya ke-cemasan sosial yang dialami oleh anak. Anak-anak yang menga-lami kecemasan sosial cenderung menghindari situasi-situasi sosial yang membutuhkan mereka ber-interaksi dengan orang lain yang tidak mereka kenal. Apabila mer-eka terpaksa memasuki situasi so-sial lain maka perilaku diam ada-lah salah satu cara untuk mengatasi rasa cemas yang mereka alami.

Anak-anak normal juga mungkin menunjukkan perilaku diam pada situasi yang baru tetapi perilaku diam yang mereka tunjukkan ada-lah untuk mengamati situasi seki-tarnya. Pada anak-anak yang men-galami kecemasan sosial mereka juga menunjukkan perilaku diam tetapi perilaku diam ini cenderung lebih lama daripada anak-anak normal dan hal ini sebagai salah satu cara untuk mengatasi rasa ce-mas yang mereka alami.Rasa malu (2. Shyness)Penelitian juga membuktikan bah-wa anak-anak yang memiliki rasa malu yang berlebihan juga cend-erung akan menunjukkan perilaku diam yang dapat mengarah pada selective mutism (Viana, Beidel & Rabian, 2009. Rasa malu merupa-kan bagian dari temperamen anak dimana anak-anak yang pemalu cenderung menarik diri pada situa-si-situasi yang baru (Feng, Shaw & Moilanen, 2011). Rasa malu didefi-nisikan sebagai ketakutan dan ke-cenderung menarik diri pada situ-asi yang tidak dikenal (Feng, Shaw & Moilanen, 2011). Pada anak-anak yang mengalami selective mutism umumnya mereka menunjukkan perilaku diam di sekolah. Anak-anak ini biasanya menolak untuk pergi ke sekolah tetapi karena rasa malu yang mereka rasakan maka mereka cenderung menjadi diam saat di sekolah. Coplan, Arbeau, & Armer (2007) menyebutkan bahwa rasa malu ini umumnya terjadi pada anak-anak di usia taman kanak-ka-nak dan apabila tidak diatasi dapat mengganggu penyesuaian diri anak di sekolah. Konsekuensi atas perilaku 3. Perilaku diam yang ditunjukkan oleh anak cenderung menetap kar-ena adanya konsekuensi meny-enangkan yang diterima anak. Pada saat anak diam terkadang orangtua memberikan peneguhan positif den-

Page 41: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

37JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

gan cara menjawabkan pertanyaan bagi anak pada saat anak diam ke-tika ditanyai orang lain. Di samp-ing itu terkadang anak mendapat-kan peneguhan lewat pelukan atau kata-kata yang menyenangkan bila ia diam dan tidak menjawab saat diajak bicara. Selain konsekue-nsi menyenangkan terkadang anak juga berusaha menghindari kon-sekuensi negatif dengan diam dan tidak berbicara. Apabila anak be-ranggapan bahwa dengan diam ia akan terhindar dari amarah atau hukuman fisik pada situasi tertentu maka anak juga akan cenderung diam dan tidak berbicara. Pada situasi di sekolah guru juga terka-dang memaklumi bila anak diam sehingga membiarkan bila anak tidak berbicara. Pengaruh genetis4. Penelitian yang dilakukan Kris-tensen & Torgersen (2001 dalam Vi-ana, Beidel & Rabian, 2009) menun-jukkan bahwa ibu dan ayah yang mengalami selective mutism dan kecemasan sosial cenderung memi-liki anak-anak yang juga menga-lami selective mutism. Di samping itu orangtua yang memiliki sifat pemalu pada saat kecil juga cend-erung memiliki anak-anak dengan pemasalahan yang sama sehingga dapat diambil kesimpulan bah-wa adanya pengaruh genetis pada permasalahan selective mutism (Cleave, 2009).Pola asuh orangtua5. Pola asuh orangtua juga dianggap dapat menjadi faktor penyebab se-lective mutism pada anak. Kearney (2010) menyebutkan bahwa orang-tua yang overprotektif dan men-gontrol perilaku anak cenderung menyebabkan anak-anak menjadi lebih diam dalam situasi sosial yang baru karena anak-anak tidak belajar untuk mengendalikan situ-asi. Penelitian yang dilakukan oleh Sharp, Sherman, & Gross (2007)

juga menegaskan bahwa pola asuh orangtua yang otoriter dan protek-tif dapat mempengaruhi anak men-jadi pemalu sehingga anak menjadi kurang mampu beradaptasi pada situasi sosial yang baru.Pengalaman traumatis6. Anak yang mengalami selective mutism seringkali disebabkan adanya trauma pada kejadian ter-tentu. Viana, Beidel & Rabian (2009) menyebutkan bahwa pengalaman traumatis dapat menyebabkan anak menjadi diam karena adan-ya ketakutan pada saat berbicara. Kearney (2010) menyebutkan con-toh kasus pengalaman traumatis pada seorang anak Vietnam yang berimigrasi ke Amerika dengan orangtuanya. Di sekolah pada saat di Amerika, anak ini berbicara ba-hasa Inggris dengan logat bahasa ibunya dan ia ditertawakan teman-temannya. Hal ini menyebabkan ia menjadi malu untuk bicara bahasa Inggris di sekolah.Perilaku membangkang 7. (oppositional)Perilaku diam juga sering disebab-kan karena anak menunjukkan per-lawanan secara pasif terhadap apa yang diminta darinya. Anak tidak bersedia menurut tetapi ia memilih untuk diam dan tidak melakukan apa-apa. Kearney (2010) pada anak yang menolak untuk sekolah (school refusal) atau tidak nyaman dengan kondisi sekolah akhirnya membuat anak tersebut memilih diam pada saat di sekolah. Perilaku diam ini adalah sebagai bentuk perlawanan yang ditunjukkan oleh anak karena dipaksa untuk datang ke sekolah.

Intervensi Selective MutismKearney (2010), Viana, Beidel & Ra-

bian (2009), Busse & Downey, 2011 dan Kumara dkk, (2014) menyebutkan ada beberapa teknik intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi selective mutism antara lain:

Page 42: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

38 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

Contigency management1. Teknik ini adalah memberikan re-inforcement / penguat positif pada anak saat ia bersedia berbicara. Watson (1992 dalam Kumara dkk, 2014) menyebutkan bahwa contin-gency management dapat dilakukan dengan cara memberikan penguat bila anak bicara dan mengabaikan perilaku tidak bicaranya. Kearney (2010) menyebutkan bahwa pen-guat ini dapat berupa hal-hal yang disukai oleh anak. seperti stempel, stiker, es krim, dll. Stimulus fading2. Stimulus fading adalah teknik men-gurangi kontrol dari suatu stimulus yang dianggap menakutkan oleh individu (Busse & Downye, 2011). Watson (1992 dalam Kumara dkk, 2014) menyebutkan bahwa stimu-lus fading dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan orang baru secara bertahap pada situasi yang membuat anak dapat berbicara. Apabila seorang anak telah nyaman pada situasi tertentu yang membuat ia dapat berbicara maka stimulus yang membuat ia cemas dapat dita-mbahkan sedikit demi sedikit pada situasi tersebut sehingga stimulus yang membuat cemas tersebut be-rangsur-angsur akan hilang pen-garuhnya (fading).Systematic desensitization3. Systematic desensitization dilaku-kan dengan cara menunjukkan pada anak objek atau situasi yang menakutkan bagi anak dari ting-katan yang paling nyaman sampai tingkatan yang paling ditakuti oleh anak (Watson 1992 dalam Kumara, dkk). Busse & Downey (2011) me-nyebutkan bahwa teknik ini bi-asanya dikombinasikan dengan teknik relaksasi. Salah satu contoh kasus yang disajikan oleh Busse & Downey (2011) pada anak yang mengalami selective mutism ada-lah dengan cara mengawali dengan berbisik, berbicara pada kelompok

kecil dan berbicara di depan kelas. Hal ini dilakukan secara bertahap sampai anak dapat mengatasi stimu-lus yang paling menakutkan bagi di-rinya. Self modeling4. Self modeling dilakukan dengan cara menunjukkan pada anak yang sedang mengalami selective mutism perilaku anak saat ia dapat berbicara. Hal ini diawali dengan merekam perilaku bicara anak saat ia merasa nyaman kemudian hasil rekaman tersebut ditunjukkan kepada anak. Dengan demikian diharapkan anak dapat menirukan perilakunya sendiri pada situasi-situasi yang menuntut ia ber-bicara. Kearney (2010) dan Busse & Downey (2011) menyatakan bahwa rekaman tersebut dapat berbentuk video dan kemudian diputar pada situasi yang dianggap nyaman oleh anak. Pada saat rekaman tersebut diputar maka konselor memberikan pujian pada perilaku anak di vid-eo dan memberikan dorongan agar anak bersedia bicara dalam situasi lainnya.Shaping5. Teknik ini adalah menggabungkan antara contingency management dan successive approximation, artinya akan ada tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan akhir yang diharap-kan yaitu mampu berbicara. Apabila individu dapat mencapai tahap terse-but maka ia akan mendapatkan pen-guat positif (Busse & Downey, 2011). Proses penetapan tujuan perilaku dapat dimulai dari tahap tanpa su-ara, bersuara secara lirih, berbicara dengan kata tunggal sampai berbi-cara lancar dengan orang lain (Soan, 2004 dalam Kumara, dkk, 2014). Proses shaping juga dapat dilakukan dengan memberikan kata-kata kunci atau tanda-tanda (prompts) untuk menuntun subjek agar dapat berbi-cara dalam situasi yang diharapkan. Farmakologi 6. Farmakologi adalah teknik peng-

Page 43: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

39JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

gunaan obat-obatan untuk men-ingkatkan perilaku bicara subjek. Busse & Downey (2011) menyata-kan bahwa anak yang mengalami selective mutism disebabkan rasa cemas yang berlebihan sehingga pemberian obat akan dapat men-gurangi kecemasan tersebut dan membuat anak dapat berbicara. Be-berapa obat yang digunakan untuk mengatasi selective mutism adalah kelompok anti depressant seperti phenelzine, fluoxetine, sertraline, fluvoxamine (Kearney, 2010). Peng-gunaan obat hanya dapat mengu-rangi kecemasan tetapi keahlian bicara hanya dapat dibentuk dari terapi perilaku. Obat-obatan ini bi-asanya hanya digunakan pada per-ilaku selective mutism yang sangat parah.Metode bermain7. Selain teknik intervensi yang dike-mukakan di atas seringkali inter-vensi yang dilakukan pada anak usia dini yang mengalami selec-tive mutism adalah menggunakan teknik bermain (Busse & Downey, 2011; Kumara dkk, 2014). Usia dini adalah masa bermain bagi anak sehingga apabila anak dilibatkan dalam situasi bermain maka anak akan merasa senang dan belajar banyak hal baru tanpa mereka sa-dari. Anak-anak pra-sekolah yang mengalami selective mutism akan meningkat kemampuan bicaranya bila materi intervensi mengguna-kan metode bermain. Kurniastuti & Arini (dalam Kumara dkk, 2014) menyebutkan bahwa permainan yang dapat dilakukan pada anak usia dini yang mengalami selec-tive mutism antara lain permainan pantomim, bisik kata, bercerita lewat potongan gambar dan ber-main peran. Model intervensi den-gan permainan ini ternyata cukup efektif untuk meningkatkan peri-laku bicara subjek penelitian seh-ingga subjek yang awalnya diam

sepanjang waktu di kelas menjadi mampu membaca di depan teman-temannya. Ia juga mampu men-ceritakan pengalamannya kepada teman-temannya saat istirahat. Merujuk pada kondisi ini maka me-tode bermain terbukti cukup efek-tif untuk mengatasi permasalahan selective mutism yang dialami oleh anak usia dini (Kurniastuti & Arini dalam Kumara dkk, 2014). Bergen (dalam Santrock, 2011) menyebut-kan bahwa permainan yang meli-batkan orang lain atau social play seperti yang dilakukan pada pene-litian Kurniastuti dan Arini (dalam Kumara dkk, 2014) dapat mening-katkan kemampuan sosial anak.

Penanganan Kasus Membisu SelektifDalam memberikan gambaran yang

lebih konkrit tentang kasus membisu selektif maka penulis menyajikan salah satu contoh kasus yaitu N seorang anak usia 4 tahun 9 bulan yang mengalami selective mutism di sekolah. Intervensi yang akan diberikan pada N menggu-nakan metode bermain yang disesuai-kan dengan tahap perkembangan N. Terjadinya kondisi membisu selektif N dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis fungsional dari Sat-tler (2002) yaitu menggunakan konsep antesedent, perilaku dan konsekuensi. Antesedent dalam hal ini adalah hal-hal yang memicu munculnya perilaku, sedangkan perilaku adalah tindakan yang ditunjukkan oleh subjek dan kon-sekuensi adalah hal yang akan diterima oleh subjek. Adapun gambaran subjek N adalah sebagai berikut :

ANTESEDENT

PERILAKU

KONSEKUENSI

.

Bagan 1. Permasalahan Selective Mutism pada N

Page 44: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

40 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

Rancangan intervensi yang akan diberikan pada N adalah mengguna-kan metode bermain yang akan meli-batkan guru dan 3 orang teman N yang dianggap dekat oleh N. Intervensi yang digunakan adalah menggunakan meto-de bermain yang didasarkan pada ga-bungan metode shaping dan stimulus fading dimana subjek diharapkan me-munculkan respon bicara secara berta-hap dan dimulai dari situasi yang dian-ggap nyaman oleh subjek kemudian hal yang ditakuti oleh subjek diberikan se-cara bertahap.

Target perilaku pada subjek di in-tervensi ini sesuai dengan tahapan awal yang dapat dicapai oleh anak selective mutism menurut Soan (2004 dalam Ku-mara dkk, 2014) yaitu berbicara dengan kata tunggal dengan suara yang jelas terdengar sebelum dapat berbicara lancar. Berbicara dengan kata tunggal adalah target yang diberikan pada in-tervensi ini dengan asumsi bila subjek telah terbiasa berbicara dengan kata tunggal maka subjek akan perlahan-la-han dapat berbicara dengan kata yang lebih banyak. Dengan demikian target perilaku yang diharapkan dari subjek pada intervensi ini adalah :

Berbicara dengan kata tunggal ke-1. pada teman.Berbicara dengan kata tunggal ke-2. pada guru.Metode intervensi yang digunakan

adalah metode bermain sehingga subjek akan diajak terlibat dalam permainan. Pemilihan metode bermain didasarkan pada pertimbangan usia subjek yaitu usia prasekolah dimana menurut On-gan & Emily (2005) bahwa metode ber-main pada anak usia prasekolah adalah metode yang cukup efektif untuk me-ningkatkan ketrampilan komunikasi dan berbahasa pada anak. Di samping itu metode permainan juga efektif di-gunakan untuk melakukan intervensi pada anak yang mengalami selective mutism (Busse & Downey, 2011; Ku-mara dkk, 2014). Atas pertimbangan ini maka intervensi pada KA akan meng-

gunakan metode bermain. Kurniastuti & Arini (dalam Ku-

mara dkk, 2014) menyebutkan bahwa ada beberapa jenis permainan yang dapat digunakan pada intervensi anak yang mengalami selective mutism yaitu permainan pantomim, bisik kata, ber-cerita lewat potongan gambar dan ber-main peran. Kurniastuti & Arini (da-lam Kumara dkk, 2014) menggunakan metode ini untuk melakukan intervensi pada seorang subjek yang mengalami selective mutism dan terlihat adanya perkembangan dimana subjek yang awalnya diam sepanjang waktu di kelas menjadi mampu membaca dengan men-geluarkan suara di depan teman-te-mannya. Di samping itu Bergen (dalam Santrock, 2011) menyebutkan bahwa permainan yang melibatkan orang lain atau dilakukan secara berkelompok akan meningkatkan kemampuan ko-munikasi dan sosialisasi anak. Atas dasar itu maka permainan yang akan digunakan pada intervensi ini yaitu :

Permainan bisik kata berantai1. Permainan menyusun gambar 2. Permainan tebak kata dan mewar-3. nai kelompok

Ketiga permainan tersebut akan menga-jak untuk berbicara dari berbisik hing-ga mengeluarkan suara secara normal sehingga N akan berbicara dari ting-katan yang paling mudah sampai ting-katan yang paling sulit bagi dirinya. Di samping itu semua permainan akan di-lakukan secara berkelompok sehingga N akan berkomunikasi dengan teman-nya yang ada di kelompok. Hal ini ber-tujuan agar perilaku diam N menurun dan N dapat mengeluarkan suara saat berbicara dengan teman-temannya. In-tervensi pada N dirancang berdasarkan metode yang disebutkan oleh Kurnias-tuti & Arini (dalam Kumara dkk, 2014). Contoh intervensi berupa bisik kata berantai dapat ditampilkan pada tabel berikut ini :

Page 45: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

41JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

Permainan Bisik Kata BerantaiWaktu : 2 x 30 menit (2 sesi)

Alat dan Bahan : pensil dan kertas

TARGET PERILAKU

KONDISI AWAL PROSES INTERVENSIKONDISI AKHIR

YANG DIHARAPKANBerbicara 1. dengan kata tunggal kepada teman.

Berbicara 2. dengan kata tunggal kepada guru.

Subjek diam - dan belum mau terlibat dalam permainan.Subjek belum - mau berbicara dengan berbisik pada teman.Subjek belum - berbicara dengan berbisik pada guru.

Penulis menjelaskan aturan main kepada - seluruh peserta bahwa selama permainan ini maka kata-kata harus diucapkan dengan berbisik.Pemainan pertama bertujuan menuliskan - kata-kata yang akan disampaikan satu sama lain dengan berbisik secara berantai. Kata yang diucapkan adalah 2 kata dan kemudian menjadi kalimat yang terdiri dari 4 kata.Pada awalnya ibu subjek berada pada posisi - yang menuliskan kata dan subjek berada pada posisi orang kedua. Apabila subjek sudah terbiasa maka posisi yang menuliskan kata diisi oleh guru dan ibu tidak terlibat lagi dalam permainan ini.Orang pertama akan dibisikkan kata atau - kalimat oleh penulis dan orang ini akan melanjutkan kata ini secara terus menerus kepada orang berikutnya sampai kemudian dituliskan di kertas. Setelah itu pengecekan kebenaran kata akan dilakukan bersama-sama. Permainan kedua adalah setiap orang - memilih 2 nama hewan kemudian membisikkan nama hewan tersebut kepada orang di sebelahnya. Setelah itu orang di sebelah tersebut akan membisikkan nama hewan tersebut kepada penulis dan penulis kemudian menuliskannya di kertas dan kemudian dilakukan pengecekan bersama-sama. Permainan kedua ini dapat diganti dengan nama tumbuhan atau buah. Permainan ketiga adalah memilih salah satu - huruf yang diambil secara acak dari wadah kemudian setiap orang diminta membuat kata dengan awalan huruf itu. Kata itu akan dibisikkan kepada teman disebelahnya dan kemudian teman tersebut membisikkan kata tersebut pada penulis untuk dituliskan. Ketiga permainan ini dapat dilakukan secara - bervariasi dalam setiap sesi pertemuan dan target pada permainan ini adalah subjek mau berbicara dengan teman atau gurunya dengan cara berbisik.

Subjek mau terlibat - dalam permainan.Subjek mau - berbicara dengan berbisik pada teman.Subjek mau - berbicara dengan berbisik pada guru.

Tabel 1. Contoh Intervensi Bagi N

Page 46: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

42 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

Bentuk evaluasi untuk melihat keber-hasilan intervensi N dapat dilakukan dengan menggunakan lembar berupa

check list dengan tampilan lembar evaluasi sebagai berikut :

Hari / Tanggal Waktu Pelaksanaan Nama Permainan

:::

____________________________________________________________________________________

Perilaku Ya Tidak Keterangan

Mengikuti permainanBerbicara berbisik dengan temanBerbicara berbisik dengan guruBerbicara dengan kata tunggal dengan temanBerbicara dengan kata tunggal dengan guruBekerjasama dengan temanMenggunakan bahasa nonverbal

Tabel 2. Bentuk Lembar Evaluasi Intervensi Bagi N

KESIMPULAN Membisu selektif (selective mut-

ism) didefinisikan suatu kondisi seorang individu yang mengalami kegagalan atau penolakan berbicara yang konsis-ten pada suatu situasi sosial tertentu saat individu tersebut diharapkan un-tuk berbicara, namun individu dapat berbicara dengan lancar pada situasi yang lain. Kondisi ini juga kemungki-nan dapat terjadi pada anak usia dini. Intervensi berupa metode bermain

dengan menggunakan penggabungan teknik shaping dan stimulus fading dapat dilakukan pada anak usia dini. Bentuk-bentuk permainan yang dapat dilakukan sesuai dengan metode ini antara lain bisik kata berantai, tebak gambar atau menyusun gambar dalam kelompok bersama teman-teman yang dianggap nyaman oleh anak. Di samp-ing itu disarankan bahwa orangtua dan guru juga dapat terlibat dalam proses intervensi yang diberikan bagi anak.

Page 47: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

43JPNF Vol. 14, No.2 2016

Simanjuntak, Metode Bermain untuk Selective Mutism pada Anak Usia Dini

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5th edition. Washington : American Psychiatric Publishing.

Busse, R.T & Downey, J. (2011). Selective Mutism : A Three-Tiered Approach to Prevention and Intervention. Contemporary School Psychology. Vol. 15 (p. 53-63).

Bergman, R.L., Gonzalez, A., Piacentini, J. & Keller, M.L. (2013). Integrated Behaviour Therapy for Selective Mutism : A Randomized Controlled Pilot Study. Behaviour Research and Therapy. vol. 51 (p. 680 – 689).

Coplan, R.J., Arbeau, K.A. & Armer, M. (2008). Don’t Fret, Be Supportive! Maternal Characteristics Linking Child Shyness to Psychosocial and School Adjustment in Kindergarten. Journal Abnormal Child Psychology. Vol. 36 (p. 359 – 371).

Cleave, H. (2009). Too Anxious to Speak?. The Implications of Current Research into Selective Mutism for Educational Psychology Practice. Educational Psychology in Practice. Vol. 25 (3). (p. 233 – 246).

Feng, X., Shaw, D.S. & Moilanen, K. L. (2011). Parental Negative Control Moderates the Shyness-Emotion Regulation Pathway to School Age Internalizing Symptoms. Journal Abnormal Child Psychology. Vol. 39 (p. 425 – 436).

Kearney, C.A. (2010). Helping Children With Selective Mutism and Their Parents : A Guide for School-Based Professionals. Oxford : Oxford University Press.

Kumara, A. (2014). Kesulitan Berbahasa pada Anak : Deteksi Dini dan Penanganannya. Yogyakarta : PT. Kanisius.

Ongan, A.T & Emily, A. (2005). Child Development and Teaching Young Children. Sydney : Thomson – Social Science Press.

Sattler, J.M. (2002). Asessment of Children : Behavioural and Clinical Applications 4th edition. San Diego : Jerome M. Sattler, Publisher.

Sharp, W.G., Sherman, C., Gross, A.M. (2007). Selective Mutism and Anxiety : A Review of the Current Conceptualization of the Disorder. Journal of Anxiety Disorder. Vol. 21 (p. 568 – 579).

Santrock, J.W. (2011). Life Span Development 11th edition. New York : McGraw-Hill, Inc

Viana, A.G., Beidel, D.C. & Rabian, B. (2009). Selective Mutism : A Review and Integration of the Last 15 years. Clinical Psychology Review. Vol. 29. (p. 57 – 67).

Page 48: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

44 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

RAGAM PROGRAM STIMULASI PENANGANAN KETERLAMBATAN BICARA ANAK USIA 3 – 6 TAHUN

Widya Ayu Puspita

AbstrakPerkembangan bicara merupakan salah satu tahap perkembangan yang

penting, sehingga perlu mendapatkan perhatian orangtua maupun pendidik, karena mempengaruhi perkembangan pada area lain. Setiap anak mengalami perkembangan bicara secara bertahap, dan pada setiap tahap dapat diketahui kemungkinan adanya gangguan atau keterlambatan. Agar keterlambatan tersebut dapat distimulasi atau diintervensi sejak dini, maka perlu adanya deteksi dini secara tepat. Deteksi dini salah satunya dapat melalui profilling, sehingga dapat diduga kemungkinan penyebab dan jenis nya.

Deteksi dini penyebab dan jenis keterlambatan bicara memberikan data yang memadai untuk melakukan stimulasi. Stimulasi tersebut dapat dilakukan oleh orangtua maupun pendidik. Dalam melakukan kegiatan stimulasi, perlu dipahami kebutuhan, karakteristik, kondisi anak serta keamanan, kesehatan serta kesesuaian media yang digunakan. Dengan stimulasi yang tepat diharapkan anak dapat mengalami perkembangan bicara yang optimal sesuai dengan usianya.Kata kunci : perkembangan, keterlambatan bicara, profil, deteksi dini, stimulasi

AbctractSpeech development is one of important phase on early childhood develop-

ment, so we have give serious attention. This development influence another developmental areas. Each children have their own phase in speech develop-ment, but each phase have consequences to another development areas. We can detect speech delay or speech disorder so we can arrange right stimulation. One detection way is by children profilling. Proffiling will give many information about causes dan speech delay type.

Those information will give guide to arrange stimulation programmes, that can be conducted by parents or teachers. Stimulation programmes must be suit-able to children needs, characteristics, and conditions. The media must safe for the children. By right stimulation, children will have good speech develop-ment.Keywords : development, speech delay, profile, early detection, stimulation

Page 49: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

45JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini mem-berikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan yang penting bagi anak, sehingga merupakan pondasi yang ber-guna bagi kehidupan anak selanjutnya. Oleh karena itu, dalam proses pendidi-kan, hendaknya memperhatikan ke-butuhan, karakteristik dan latar bela-kang sosial, budaya, serta bahasa anak. Pendidikan anak usia dini yang tepat mengedepankan kepentingan terbaik anak, sehingga dilaksanakan atas dasar beberapa hal penting, yaitu bahwa set-iap anak memiliki :

Hak untuk hidup, tumbuh dan 1. berkembang. Hak ini dimiliki oleh anak sejak berada dalam kandun-gan, sehingga harus dipenuhi oleh setiap orang dewasa, terutama yang berinteraksi langsung dengan anak. Untuk memenuhi hak terse-but, maka pemberian imunisasi, ASI, gizi, kesehatan dan monitoring pertumbuhan serta perkembangan secara berkala dan berkelanjutan menjadi kebutuhan mendasar yang perlu diperhatikan. Usia dini ada-lah periode keemasan (golden peri-od), sehingga memerlukan stimulasi yang tepat, yang dapat mengopti-malkan seluruh potensi anak.Hak perlindungan, yaitu bahwa set-2. iap anak perlu dilindungi dari sega-la bentuk tindakan kekerasan, baik secara fisik, non fisik, diskriminasi dan eksploitasi, serta memberikan jaminan bahwa setiap anak memili-ki identitas seperti nama yang baik dan akte kelahiran.Hak partisipasi, yang menjamin 3. peran serta dan penghargaan terh-adap pendapat anak sesuai dengan usia dan perkembangan psikologis-nya (Madyawati, 2016).Setiap anak memiliki potensi un-

tuk berkembang secara optimal pada semua aspek perkembangan termasuk perkembangan bicara. Menurut Chom-sky, 1982, terdapat mekanisme bawaan

sejak lahir yang khusus untuk perkem-bangan bicara, hanya saja terdapat faktor gangguan organik dan minim-nya stimulasi dari lingkungan yang da-pat mengakibatkan keterlambatan bi-cara. Bicara adalah pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata, dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perkembangan bicara perlu diperhatikan secara serius karena mempengaruhi perkembangan pada aspek-aspek yang lainnya.

Yliherva, dkk, melakukan peneli-tian pada lebih dari 8.000 anak di Fin-landia menemukan adanya hubungan prematuritas, asfiksia, berat badan la-hir yang rendah dengan kejadian ket-erlambatan bicara pada anak. Semen-tara Tomblin, dkk, menemukan banyak kasus pada anak laki-laki, status gizi baik, usia kehamilan cukup bulan, tidak asfiksia, namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05).

Orangtua seringkali terlambat me-nyadari bahwa anaknya mengalami keterlambatan bicara, sehingga pen-anganannya juga akan mengalami ke-terlambatan. Skrining keterlambatan bicara, merupakan metode yang efektif untuk mengidentifikasi secara dini ke-terlambatan bicara pada anak (Beyeng, 2012:12-17). Data menunjukkan angka kejadian anak dengan keterlambatan bicara cukup tinggi. Gangguan komu-nikasi dan gangguan kognitif merupak-an bagian dari gangguan perkembangan anak, terjadi pada sekitar 8%. Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan orang-tua (di luar gangguan pendengaran dan celah pada palatum) angka kejadian-nya 0,9% pada anak di bawah umur 5 tahun dan 1,94% pada anak usia 5 sam-pai dengan 14 tahun. Dari hasil evalua-si langsung terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan hasil wawan-cara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4% sampai dengan 5% (Soetjiningsih, 2003).

Page 50: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

46 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Cochrane, 1984, terakhir telah me-laporkan data keterlambatan bicara, bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah. Prevalensi keterlambatan bicara dan bahasa pada anak usia 2 - 4,5 tahun adalah 5 -8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3 - 19%.

Anak yang mengalami kelainan ba-hasa pada prasekolah, dimugkinkan sekitar 40% hingga 60% dari anak-anak tersebut akan mengalami kesulitan be-lajar dalam bahasa tulisan dan mata pelajaran akademik. Sidiarto, 2002, menyebutkan bahwa anak yang diru-juk dengan kesulitan belajar spesifik, lebih dari 60% mempunyai keterlam-batan bicara. Rice, 2007, menyebutkan, apabila disfasia perkembangan tidak diatasi secara dini, 40% sampai dengan 75% anak akan mengalami kesulitan untuk membaca. Oleh karena itulah, diperlukan penanganan keterlambatan bicara sejak dini melalui stimulasi dan intervensi yang tepat.

Penanganan keterlambatan bicara akan optimal apabila sejak awal dike-tahui penyebabnya. Diantara berbagai penyebab gangguan bicara, deprivasi lingkungan merupakan ranah yang dapat diintervensi oleh pendidik dan orang tua melalui stimulasi yang tepat. Deprivasi lingkungan merupakan ben-tuk kurangnya stimulasi dan dukun-gan sosial yang dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi orang tua, lingkungan, pendidikan orang tua, pola asuh, status gizi, dan pengetahuan orang tua. Se-baliknya, interaksi anak dengan ling-kungan sekitarnya yang sarat dengan aktivitas bicara dan bahasa, menjadi faktor yang kondusif untuk memini-malkan dan menangani gangguan bi-cara dan bahasa.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Vygotsky (1978) dengan teori interak-sionisme tentang pemerolehan bahasa yang menyebutkan bahwa perkemban-gan bicara dipengaruhi oleh interaksi sosial. Pada anak, interaksi sosial yang utama dilakukan dengan orang tua, ke-

mudian sekolah dan dikeuatkan oleh lingkungan sekitar.

Berdasarkan hal tersebut, pengeta-huan orang tua sangat berperan pent-ing dalam perkembangan bicara dan bahasa anak. Sebelum anak memasu-ki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah, lingkun-gan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses perkembangan bahasa anak. Proses perkembangan bicara yang optimal da-pat terjadi melalui pemberian stimulasi yang tepat, dan hal ini sangat penting bagi anak yang mengalami keterlam-batan bicara.

Usia 3 – 6 tahun merupakan peri-ode kritis perkembangan bicara, dan pada usia tersebut kesiapan kemam-puan bicara merupakan hal yang pent-ing terkait dengan kesiapan anak untuk memasuki tahap perkembangan dan jenjang pendidikan berikutnya. Pada usia 3-6 tahun sebagian besar anak sudah berada di lembaga pendidikan anak usia dini.

Program stimulasi yang tepat dan praktis akan membantu orangtua dan pendidik, sehingga anak yang menga-lami keterlambatan berbicara dapat berkembang kemampuannya, bahkan seperti kemampuan anak pada umum-nya. Oleh karena itu, program stimulasi pada anak usia dini dirancang sesuai dengan karakteristik usia dan kondisi gangguan keterlambatan berbicara. Program stimulasi tersebut dapat di-lakukan oleh orangtua dan pendidik yang dapat dilakukan di lembaga mau-pun di rumah. Program stimulasi me-merlukan kerjasama yang baik antara orangtua dengan lembaga pendidikan anak usia dini, yang dalam hal ini di-lakukan oleh pendidik.

Rumusan MasalahBagaimana ragam program stimu-

lasi untuk penanganan keterlambatan bicara anak usia 3 – 6 Tahun?

Page 51: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

47JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

TujuanMendeskripsikan ragam program

stimulasi untuk penanganan keterlam-batan bicara anak usia 3 – 6 Tahun

KAJIAN PUSTAKAPerkembangan Bicara

Anak belajar berbicara secara ber-tahap. Setiap tahapan tersebut penting untuk diketahui oleh orangtua maupun pendidik, sehingga apabila kemungki-nan terdapat gangguan, dapat dideteksi dan diatasi sejak dini. Perkembangan bicara anak sejak lahir hingga 6 tahun disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 1Perkembangan Bicara Anak

No. Usia Perkembangan Bicara1. Lahir – 3 bulan Anak membuat suara yang menyenangkana.

Anak mengulang suara yang sama (seperti mengoceh)b. Anak menangis dengan cara yang berbeda untuk menunjukkan kebutuhannya c. yang berbeda

2. 3 – 7 bulan Anak berceloteh ketika sendiriana. Anak melakukan kegiatan berulang ketika bermain (dengan bunyi atau b. gerakan tubuh)Anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik c. perhatian orang dewasa di sekitarnya

3. 7 – 12 bulan Anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik a. perhatian orang dewasa di sekitarnyaAnak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/suarab. Anak akan berceloteh dengan kata-kata sederhana : “ma-mam”, “da-da” c. tetapi masih belum jelas pengucapannya

4. 12 – 24 bulan Anak dapat mengunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kataa. Anak sudah bisa menyusun dua kata, contoh : mau minum, mau minum, dllb. Anak dapat bertanya dengan menggunakan dua kata sederhana, misalnya : c. “itu apa?”, “mana kucing?”

5. 24 – 36 bulan Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan a. mengatakan nama benda yang dimaksudCara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhanb. Anak sudah dapat mengucapkan kata-kata yang digunakan dalam c. keseharianAnak memahami tata bahasa secara sederhana, misalnya “aku mau naik d. sepeda”

6. 4 - 6 tahun Anak sudah dapat mengucapkan kata dalam kalimat yang kompleksMisalnya :”Ibu, aku lebih suka warna merah”.

Sumber : Direktorat Pembinaan PAUD, 2012

Agar anak memiliki perkemban-gan bicara yang optimal, maka salah satu cara yang tepat adalah memberi-kan waktu yang cukup bagi anak un-tuk mengungkapkan pikiran, pendapat, ide dan perasaannya, serta meluangkan waktu yang cukup untuk berbicara dengan anak. Anak dapat didorong untuk mengemukakan pendapat, me-nyampaikan pertanyaan, dan bercerita. Di samping itu, anak juga dapat dilatih untuk mendengar dengan baik, kar-

kegiatan berdialog, berdiskusi dan membaca (gambar atau kata).Ekspresi2. Perkembangan ekspresi meliputi pemaknaan terhadap suara yang dikeluarkan oleh anak, bahasa tu-buh dan ekspresi wajah.Lafal ucapan3. Perkembangan lafal ucapan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Agar anak memiliki lafal yang baik, hen-daklah lingkungan memberi du-

ena dengan cara mendengar anak akan mendapatkan kosakata baru serta tata cara berbicara yang benar. Oleh kar-ena itu, sebaiknya orang dewasa tidak mengoreksi atau mengkritik secara langsung ucapan anak, tetapi mengu-capkan kembali perkataan anak den-gan ucapan yang tepat.

Unsur-unsur perkembangan bicara meliputi beberapa hal penting, yang se-tiap unsur saling berkaitan, yaitu :

Perkembangan kosakata1. Perbendaharaan kata atau kosaka-ta anak dapat diperkaya melalui

Page 52: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

48 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

kungan yang tepat dengan tidak mengkritik ucapan anak, tidak menirukan bahasa anak, dan seba-gaimana, tetapi dapat menguatkan dengan mengulangi ucapan anak dengan benar dan jelas, sehingga anak dapat mengucapkannya kem-bali dengan benar pula.

Gangguan Bicara dan Keterlambatan Bicara

Gangguan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tam-pak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.

Perkembangan bicara dapat dikata-kan terganggu, apabila ketika berbicara itu, pesan yang disampaikan tidak da-pat dipahami, tidak menarik perhatian serta membuat suasana pembicaraan yang tidak menyenangkan karena sulit-nya ditangkap pesan tersebut. Dengan demikian, proses komunikasi akan ter-ganggu atau menyebabkan pembicara menjadi kesulitan untuk menempatkan diri (terlihat aneh, tidak terdengar jelas, dan tidak menyenangkan)(Van Ripper dalam L.L.Emerick, 1979).

Menurut Berry and Eisenson (Tem-plin, 1957), kasus-kasus gangguan bi-cara yang sering terjadi antara lain:

Suara tidak mudah didengar atau 1. tidak mudah dipahamiSuara tidak langsung terdengar 2. dengan jelasBunyi vokal terdengar tidak jelas3. Terdapat kesalahan pada bunyi-bu-4. nyi tertentuSulit mengungkapkan perasaan, ide 5. atau pendapat atau kadang-kadang terbata-bata dan bahkan tampak gagapKekurangan nada dan ritme yang 6. normalTerdapat kekurangan dari sisi lin-7. guistikPerkembangan bicara tidak sesuai 8.

dengan umur, jenis kelamin, dan perkembangan fisik Terlihat tidak menyenangkan bila 9. berbicaraGangguan bicara berhubungan erat

dengan area lain yang mendukung sep-erti fungsi otot mulut dan fungsi pen-dengaran, meliputi masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan da-lam menggunakan kata dan biasanya akibat cedera otak) dan keterlambatan dalam bicara.

Gangguan bicara yang berhubun-gan dengan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf, atau sering juga terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu, juga da-pat berupa gangguan dalam pitch, vol-ume atau kualitas suara.

Gagap adalah gangguan kelancar-an atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulan-gan suara, suku kata atau kata, atau suatu blocking yang spasmodik, bisa pula terjadi karena spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Biasanya terdapat kecend-erungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gang-guan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.

Afasia yaitu kehilangan kemam-puan untuk membentuk kata atau ke-hilangan kemampuan untuk menang-kap arti kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak dengan afasia biasanya memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, akan tetapi kemudian mengalami trauma kepala atau gang-guan neurologis lain, misalnya kejang.

Keterlambatan bicara adalah kelu-han utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Keterlambatan bicara dapat disebab-

Page 53: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

49JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

kan oleh berbagai faktor termasuk fak-tor lingkungan atau hilangnya penden-garan. Keterlambatan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan un-tuk mengerti atau menggunakan baha-sa, atau ketidakmampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bi-cara dan makan.

Bentuk-bentuk Keterlambatan BicaraKeterlambatan bicara yang dialami

anak terdapat dalam berbagai manifes-tasi. Terdapat berbagai macam bentuk keterlambatan bicara pada anak usia dini, antara lain:

Gangguan artikulasi1. Gangguan artikulasi terjadi ketika ada kendala dalam koordinasi me-kanisme fisik dalam berbicara (pita suara, lidah, bibir, langit-langit lu-nak dan keras, paru-paru) yang bekerjasama untuk menghasilkan arus ujaran.Gangguan kefasihan2. Gangguan kefasihan dicirikan den-gan interupsi atau pengulangan arus ujaran. Ketidakfasihan ini mungkin hanya untuk menunjuk-kan kondisi emosi yang meningkat atau tergesa-gesa dalam berbicaraGangguan suara3. Gangguan suara dicirikan dengan ketidakmampuan otot untuk men-gontrol keluarnya suara, yaitu bisa terlalu keras (melengking) atau terlalu lemah dalam intonasi.Keterlambatan bicara ada yang terjadi karena gangguan kognitif maupun kesulitan pendengaran. Anak dengan gangguan kognitif tidak bisa memproses bahasa secara efektif dan mungkin tidak mengem-bangkan pengetahuan konsep yang penting untuk berbicara secara lan-car dan runtut. Sementara itu, anak dikatakan mengalami kesulitan pendengaran ketika kemampuan pendengaran berkurang sampai lebih dari 25 desibel dalam frekue-

nsi untuk bunyi manusia, gangguan pendengara terjadi, dan perkem-bangan bahasa dan bicara menjadi terpengaruh (Marschark, 1997).

Penyebab Keterlambatan BicaraPenyebab keterlambatan bicara

sangat luas dan banyak, ada yang rin-gan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fung-sional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlam-batan bicara golongan ini biasanya rin-gan dan hanya merupakan ketidakma-tangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu, terutama setelah usia 2 tahun akan membaik dengan stimulasi yang tepat. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsion-al maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan.

Bayi dengan beberapa faktor risiko harus lebih diwaspadai dan dilakukan deteksi dini lebih cermat. Faktor risiko yang harus diwaspadai adalah :

Bayi prematur terutama dengan 1. komplikasi sepsis, perdarahan otak dan komplikasi lainnyaBayi berat badan lahir rendah2. Bayi dengan riwayat sering muntah, 3. disertai riwayat alergi dan hipersen-sitivitas makananBayi saat paska kelahiran dira-4. wat di NICU dengan kuning sangat tinggi, terapi tranfusi, gangguan kejang, perdarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih di-waspadai berisiko mengalami gang-guan keterlambatan bicaraAnak yang memiliki saudara kand-5. ung mengalami gangguan penden-garanInfeksi kehamilan oleh TORCH 6. (Toxoplasmas, Rubella, Cytomega-lovirus/CMV, dan Herpes Simplex Virus II) Penyebab keterlambatan bicara

sangat banyak dan luas, meliputi se-mua gangguan mulai dari proses pen-

Page 54: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

50 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

dengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Keter-lambatan bicara pada anak dapat dis-ebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebabnya adalah adanya gangguan hemisfer dominan.

Penyimpangan ini biasanya meru-juk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, corpus colosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga disebabkan karena di luar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua baha-sa. Akan tetapi, bila penyebabnya kare-na lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.

Secara umum jenis dan pe-nyebab keterlambatan bicara pada anak dibedakan atas :

Keterlambatan bicara ringan dan 1. tidak berbahaya, sering disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara ini biasanya disebabkan karena keterlambatan gangguan koordinasi oral motor atau gerakan mulut atau ketidak-matangan fungsi organ otak tetapi tanpa disebabkan oleh adanya ke-lainan di otak. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif. Ciri khasnya adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis lain. Untuk memastikan status ke-terlambatan fungsional harus den-gan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsionalMutisme selektif2. Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan ter-tentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu, atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang

lebih tua. Keadaan ini lebih ban-yak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral den-gan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.Deprivasi lingkungan3. Lingkungan sangat mempengar-uhi perkembangan bicara. Pada awal kehidupan anak, lingkungan memberikan pengalaman sosial dan emosi, yang memberikan du-kungan kepada anak, oleh karena itu, anak merupakan bagian dari sistem lingkungan tempat dia hidup dan tinggal. Deprivasi lingkungan merupakan keadaan ini anak tidak mendapatkan stimulasi yang cu-kup dari lingkungannya. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya stimulasi menyebabkan timbul-nya keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi terse-but juga mengalami kurang makan atau child abused, maka keterlam-batan bicara akan diikuti oleh ke-lainan berbahasa, dan dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak. Berbagai macam keadaan lingkun-gan yang mengakibatkan keterlam-batan bicara adalah :

Lingkungan yang sepia. Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi keterampilan terse-but didapatkan anak melalui meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan meng-hambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang-tua untuk memberikan waktu berbicara dengan anak. Namun demikian, ketika berbicara den-gan anak, hendaklah yang jelas,

Page 55: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

51JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

pelan dan intonasi suara yang rendah atau sedang. Apabila dalam bentuk instruksi, sebai-knya sederhana dan mengguna-kan kalimat pendek yang jelas. Perlu juga mengulang kata-kata anak dengan lebih jelas apabila kata-kata yang diucapkan anak belum jelas. Dengan demikian, anak akan belajar mengucapkan kata-kata dengan baik melalui proses peniruan tersebut.Status sosial ekonomib. Menurut penelitian Mc. Car-thy, orang tua pendidik, dokter atau ahli hukum mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik diband-ingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak terampil. Hal ini dimungkinkan karena orangtua memiliki tata bahasa yang baik ketika sedang berbicara sehingga ditirukan dengan baik pula oleh anak.Proses pembelajaran yang salahc. Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan. Proses pembelajaran yang salah, misalnya mengulang kata-kata anak dalam bahasa cadel anak, memberikan instruksi dalam kalimat panjang dan sulit di-mengerti anak, “menggumam” ketika berbicara dengan anak, dan lain-lain. Terlau banyak menonton televisi ketika anak berusia 0 – 2 tahun juga meru-pakan salah satu proses pembe-lajaran yang salah.Pola pengasuhan di rumahd. Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, keka-cauan dan ketidaksenangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara

lebih banyak untuk menjauhi kondisi yang tidak menyenang-kan tersebut. Oleh karena itu, berikanlah suasana yang tenang dan menyenangkan di rumah, sehingga anak akan belajar ber-bicara dengan baik.Harapan orangtua yang berlebi-e. hanSikap orang tua yang mempu-nyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya, dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebi-han dengan harapan anaknya menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat kemampuan bicaranya.Anak kembarf. Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang leb-ih buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberi-kan lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya mem-punyai perilaku yang saling me-niru. Hal ini menyebabkan mer-eka saling meniru pada keadaan kemampuan bicara yang sama – sama belum berkembang den-gan baik.Penggunaan dua bahasag. Pemakaian dua bahasa ka-dang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini tidak terlalu meng-khawatirkan, karena pada um-mumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian dua bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak mem-punyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak den-gan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.

Keterlambatan bicara organik 4. atau nonfungsional yang harus di-

Page 56: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

52 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

waspadai. Keterlambatan bicara jenis yang harus diwaspadai ini adalah keterlambatan bicara yang disebabkan karena gangguan organ tubuh terutama adanya kelainan di otak. Gejala umum keterlam-batan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlam-batan perkembangan. Dicurigai ke-terlambatan bicara nonfungsional bila disertai dengan:

Hereditera. Gangguan karena kelainan ge-netik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlam-batan. Menurut Mery, anak yang lahir dengan kromosom 47XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan mem-butuhkan terapi bicara sebe-lum usia prasekolah. Bender berpendapat bahwa kromosom 47XXY mengalami kelainan bi-cara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47XXX.Kelainan neurologis bawaan sep-b. erti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrose-fali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gang-guan neurologis lainnya.Kelainan otakc. Gangguan berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan ke-mampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggu-nakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pan-tomim. Pada usia sekolah, terli-hat dalam bentuk kesulitan be-lajar.Kelainan organ bicarad.

Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palato-schizis/cleft palate), deviasi sep-tum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah se-hingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula men-gakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Ke-lainan bibir sumbing bisa men-gakibatkan penyimpangan reso-nansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.Gangguan pendengaran e. Apabila anak dapat mengikuti perintah, dapat bergoyang saat mendengarkan lagu, dan dapat bersenandung lagu biasanya bu-kan gangguan pendengaran, dan tidak perlu harus tes gangguan pendengaran. Apabila tidak ter-dapat gangguan tersebut maka perlu dilakukan tes penden-garan. Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan di sekitarnya. Apabila anak men-galami gangguan pendengaran, selalu harus dipikirkan kemung-kinan adanya keterlambatan bicara. Terdapat beberapa pe-nyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi bila mengalami trauma/perlukaan yang berulang pada organ dalam sistem pendenga-ran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infek-

Page 57: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

53JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

si berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kun-ing yang berat (hiperbilirubin). Pengobatan dengan pemasan-gan alat bantu dengar akan san-gat membantu bila kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pen-dengaran tetapi tingkat kecer-dasan normal, maka perkemban-gan bicara dan bahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada terjadi kemun-duran. Pada fase selanjutnya, anak kemudian menggumam, yang akan menghilang, lalu dis-usul hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pen-diam. Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.Gangguan kecerdasan f. Gangguan kecerdasan biasanya merujuk pada tingkat intele-gensia yang di bawah rata-ra-ta. Apabila anak masih dapat mengikuti perintah ringan, da-pat melakukan gerakan dada, jabat tangan dan respon non verbal baik, biasanya bukan gangguan kecerdasan.Retardasi mentalg. Retardartasi mental adalah kurangnya kecerdasan seorang anak dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada ka-sus redartasi mental, keterlam-batan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pe-mecahan masalah visuo-motor.Autismeh. Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditan-dai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan inderawi, pola bermain dan gangguan perilaku serta emosi. Autisme juga dikat-akan sebagai gangguan perkem-

bangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gang-guan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, peri-laku, komunikasi dan interaksi sosial. Apabila kontak mata atau pandangan mata bisa me-lihat lawan bicara dalam waktu lama dan baik, biasanya bukan gangguan autis. Gangguan bi-cara dan bahasa yang berat da-pat disebabkan karena autisme. Gangguan emosi dan perilaku i. lainnyaGangguan bicara biasanya di-sertai gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya disertai kesulitan belajar, hiper-aktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya.Alergi makananj. Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gang-guan perkembangan, yang salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada mani-festasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila al-ergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bi-caranya.

Keterlambatan bicara nonfung-sional biasanya termasuk ke-terlambatan yang berat. Ciri-ciri keterlambatan bicara berat antara lain :

Usia 0 – 3 bulan 1) Tidak mau tersenyum so-a) sial Tidak mengeluarkan su-b) ara sebagai jawaban atau respon

Usia 3 – 8 bulan 2)

Page 58: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

54 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Tidak ada perhatian terhadap lingkungan sekitarUsia 8 – 15 bulan 3)

Tidak mengeluarkan bunyi dalam bentuk “babling” Tidak bicara sama sekaliUsia 15 – 20 bulan 4)

Tidak mengucapkan 3-4 kata

Deteksi Dini Keterlambatan BicaraKeterlambatan bicara harus di-

deteksi dan ditangani sejak dini, den-gan metode yang tepat, karena bicara merupakan media utama seseorang un-tuk mengekspresikan emosi, pikiran, pendapat dan keinginannya. Jika anak mengalami masalah dalam mengek-spresikan diri, untuk bisa dimengerti oleh orang lain atau orang tuanya, pen-didik dan teman-temannya, maka akan membuatnya frustrasi. Oleh karena itu, deteksi dini dan mengenali keter-lambatan bicara pada anak sejak dini sangat penting.

Kemampuan bicara adalah investa-si terbesar anak di masa depan untuk mencapai berbagai prestasi. Keter-lambatan bicara sering dialami anak dengan berbagai penyebab. Orangtua harus mewaspadai gangguan bicara terutama bila pada tingkat gangguan yang berat. Akan tetapi, sebaliknya, gangguan keterlambatan bicara yang ringan hendaknya tidak diremehkan. Pada gangguan keterlambatan bicara yang ringan akan membuat kualitas ke-mampuan anak dalam berkomunikasi di masa depan tidak optimal.

Deteksi dini keterlambatan bicara pada anak sangat penting untuk bisa segera dilakukan intervensi dan stim-

ulasi lebih dini. Semakin dini mend-eteksi keterlambatan bicara, maka se-makin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Deteksi dini dapat dilakukan oleh orangtua maupun pen-didik di lembaga sekolah.

Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat di-lakukan stimulasi dan intervensi. De-teksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak dan melibatkan orang tua, keluarga, dok-ter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang mer-awat anak tersebut, sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa menge-nali apakah keterlambatan bicara anak merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional.

Terdapat beberapa tanda dan ge-jala yang harus diwaspadai bila anak mengalami keterlambatan bicara. Ber-bagai gejala tersebut dapat dilakukan sesuai tahapan umur anak. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mendeteksi gangguan perkembangan bicara ses-uai tahapan, tetapi secara umum dapat dilihat dari saat pertambahan usia ke-mampuan bicaranya menurun, misalnya apabila sebelumnya sering mengoceh kemudian mengocehnya menghilang atau sebelumnya bisa mengucapkan kata mama dan papa kemudian meng-hilang harus dicermati ada masalah da-lam perkembangan bicara.

Berikut ini disajikan tanda gang-guan bicara yang bisa menjadi indika-tor keterlambatan bicara menurut usia anak.

No. Usia Tanda-tanda Umum

1. Usia 4 - 6 Bulan Tidak menirukan suara yang dikeluarkan oleh orangtua/orang a. yang sedang mangajaknya berkomunikasiPada usia 6 bulan belum tertawa atau bercelotehb.

2. Usia 8 – 10 bulan Tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatiana. Belum bereaksi ketika dipanggil namanyab. Tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangisc.

3. Usia 12 – 15 bulan Belum menunjukkan mimika.

Tabel 2Tanda-tanda Umum Keterlambatan Bicara Menurut Usia

Page 59: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

55JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

No. Usia Tanda-tanda Umum

Belum mampu mengeluarkan suarab. Tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan c. sesuatuBelum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daagg”d. Tidak mampu memperlihatkan 6 mimik yang berbedae. Belum dapat mengucapkan 1 – 3 kataf.

4. Usia 18 – 24 Bulan Belum dapat mengucapkan 6 – 10 kataa. Tidak menunjukkan ke sesuatu ke sesuatu yang menarik b. perhatianBelum dapat mengikuti perintah sederhanac. Belum mampu merangkai 2 kata d. Tidak mampu memahami fungsi benda-benda sederhana, misalnya e. sikat gigi, sendok, garpuBelum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lainf. Tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanyag.

5. Usia 30 – 36 Bulan Tidak dapat dipahami oleh anggota keluargaa. Tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak b. dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga

6. Usia 3 – 4 Tahun Tidak mengucapkan kalimata. Tidak mengerti perintah verbalb. Tidak memiliki minat bermain dengan sesamanyac. Tidak mampu menyelesaikan kata, seperti mengucapkan “ayah”d. Masih gagape. Tidak dapat mengerti secara lengkapf.

7. Usia 4 – 6 Tahun Usia 4 – 5 tahunMemahami bahasa (bahasa reseptif)1. Anak menunjukkan ketidakmampuan dalam :

Menyimak perkataan orang lain (bahasa ibu atau bahasa a. lainnya) Mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan b. Memahami cerita yang dibacakan c. Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat (nakal, d. pelit, baik hati, berani, baik, jelek, dsb)Mendengar dan membedakan bunyi-bunyian dalam Bahasa e. Indonesia (contoh, bunyi dan ucapan harus sama)

Mengungkapkan bahasa (bahasa ekspresif)2. Anak menunjukkan ketidakmampuan dalam :

Mengulang kalimat sederhana a. Bertanya dengan kalimat yang benar b. Menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan c. Mengungkapkan perasaan dengan kata sifat (baik, senang, d. nakal, pelit, baik hati, berani, baik, jelek, dsb) Menyebutkan kata-kata yang dikenal e. Mengutarakan pendapat kepada orang lain f. Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau g. ketidaksetujuan Menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar h. Memperkaya perbendaharaan kata i. Berpartisipasi dalam percakapan j.

Usia 5 – 6 tahunMemahami bahasa (bahasa reseptif)1. Anak menunjukkan ketidakmampuan dalam :

Mengerti beberapa perintah secara bersamaan a. Mengulang kalimat yang lebih kompleks b.

Page 60: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

56 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Bila terdapat beberapa tanda dan gejala tersebut sebaiknya orangtua har-us waspada bahwa memang anak men-galami keterlambatan bicara. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis dan penyebab gangguan bicara terse-but. Dalam menentukan tahapan beri-kut ini memanglah tidak mudah. Apa-bila tanda awal tidak diperhatikan, bisa jadi muncul keterlambatan bicara yang berat.

HASIL DAN PEMBAHASANPedoman Umum Melakukan Stimulasi

Anak belajar berbicara melalui stimulasi yang tepat. Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa ketika berbicara dengan anak antara lain :

Proses perkembangan berbicara 1. akan optimal apabila anak berada dalam lingkungan dan stimulasi yang tepat. Lingkungan yang tepat adalah lingkungan yang positif, be-bas dari tekanan, serta kaya bahasa. Lingkungan yang penuh tekanan dapat menghambat perkembangan bicara anak, yang salah satunya adalah timbulnya gagap. Oleh kar-ena itu, ada beberapa sikap yang perlu dihindari, antara lain :

Perintaha. Ancamanb.

No. Usia Tanda-tanda Umum

Memahami aturan dalam suatu permainan c. Senang dan menghargai bacaan d.

Mengungkapkan bahasa (bahasa ekspresif)2. Anak menunjukkan ketidakmampuan dalam :

Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks a. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang b. sama Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, c. serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok d. kalimat-predikat-keterangan) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide e. pada orang lain Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah f. diperdengarkanMenunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam buku g. cerita

Kritikc. Pemberian labeld. Menyalahkane. Meremehkanf. Membandingkang. Menyindirh. Menghibur dengan tujuan menu-i. tupi kekurangan anak sehingga anak tidak dapat menerima kon-disi dirinya secara obyektifBerbohong (Hastuti, 2008)j.

Orang dewasa menunjukkan sikap 2. dan minat yang tulus kepada anakAnak belajar dan mendapat ide un-3. tuk berbicara dari mendengar orang-orang yang di sekitarnya bercakap-cakap, dengan demikian hendaknya orang dewasa selalu melibatkan anak dalam berkomunikasiAnak siap belajar untuk membuat 4. suara dari bahasa yang ia pelajari. Apabila seorang anak hidup dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa, maka dapat membunyikan suara dari kedua bahasa tersebutOrang dewasa hendaknya men-5. jadi pendengar yang baik dan ber-bicara sebanyak mungkin dengan anak serta membuat percakapan pribadi dengan anak. Menjadi pen-dengar yang aktif berarti orang tua melakukan kontak mata, mempo-sisikan tubuh dengan tepat, meng-

Page 61: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

57JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

gunakan nada suara rendah hingga sedang, mantap, tidak ragu-ragu, memiliki ekspresi wajah yang ramah dan positif sehingga anak merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaan, serta memiliki ucapan penerimaan (tidak mengabaikan pembicaraan anak/merespons pem-bicaraan anak). Dengan demikian, anak akan merasa didengar dan di-hargai, anak berani berbicara, anak mengenal tata cara berbicara yang baik dan benar, serta mengakrabkan hubungan antara anak dan orang dewasaMemberikan kesempatan yang cu-6. kup bagi anak untuk memahami perasaan dan perkataan orang de-wasa, dengan cara berbicara yang pelan dan jelasSebaiknya anak dapat melihat ba-7. hasa tubuh orang dewasa yang se-dang berbicara. Oleh karena itu, seringkali orang dewasa dituntut ekspresif dalam berbicara, yaitu menyampaikan pesan verbal yang diikuti dengan pesan non verbal.Berinteraksi dengan anak memer-

lukan kehatian-hatian dan pemahaman yang tepat, terutama ketika hendak melakukan stimulasi. Hal ini dikarena-kan anak adalah individu yang unik, serta dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

Ketika hendak melakukan stimu-lasi perkembangan bicara pada anak usia 3 – 6 tahun, hendaknya memasti-kan bahwa :

Stimulasi sesuai dengan karakteris-8. tik anak. Oleh karena itu, hendaknya kenali dulu anak, untuk mengurangi kemungkinan penolakan oleh anakAnak dalam kondisi sehat, sehingga 9. tidak memperburuk kondisi yang dialami anak. Di samping itu juga agar anak merasa nyaman Pemberi stimulasi (guru, orangtua 10. atau orang dewasa lainnya) dalam kondisi tidak mengalami tekanan, sehingga dapat membantu anak-anak dengan sepenuh hati (sabar,

bertahap dan mampu memahami setiap karakteristik anak)Kondisi lingkungan aman, bersih 11. dan nyamanPemberi stimulasi dalam kondisi 12. bersih dan tidak sedang menderita penyakit menular. Apabila sedang dalam kondisi tidak sehat, pastikan sedang dalam proses pengobatan dan lindungi anak dari kemungki-nan tertular penyakit (misalnya : menggunakan masker bila sedang flu)Memahami seluruh tahap stimulasi 13. dan berlatih terlebih dahulu sebe-lum melakukannya bersama anakPemberi stimulasi dapat melaku-14. kan dengan benar. Apabila merasa kurang memahami, mintalah di-dampingi oleh ahli, seperti petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat), pendidik PAUD atau kader yang terlatihAnak nyaman untuk melakukan 15. kegiatan tersebut. Hentikan pro-gram stimulasi apabila anak tam-pak mulai tidak nyamanMelakukan program stimulasi den-16. gan penuh kesabaran dan bertahapApabila menggunakan peralatan 17. dalam melakukan stimulasi, pasti-kan bahwa peralatan tersebut aman bagi anak. Apabila peralatan yang digunakan cukup kecil, maka laku-kan pengawasan dengan baik, seh-ingga tidak membahayakan kesela-matan dan kesehatan anakMemilih jenis stimulasi yang me-18. mungkinkan untuk dilakukan ter-lebih dahulu (pilihlah yang paling mudah dan sederhana untuk di-lakukan terlebih dahulu)Seluruh stimulasi hendaknya di-19. lakukan sesering mungkin untuk membentuk kebiasaan (habituasi) dengan pola yang berulangAktivitas dapat dikembangkan se-20. suai dengan tujuannya, sesuai den-gan karakteristik anak dan kondisi setempat, misalnya tema pembela-jaran di lembaga PAUD

Page 62: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

58 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Apabila anak belum dapat melaku-21. kan aktivitas stimulasi yang diberi-kan, maka aktivitas tersebut dapat diulang sesuai dengan kondisi anak. Apabila anak tetap tidak dapat melakukan, maka dapat memilih ragam stimulasi yang lainApabila merasa curiga ada keter-22. lambatan atau gangguan perkem-bangan bicara yang berat, diskusi-kan dengan orang terdekat anak dan para profesional (misalnya, dokter, dokter anak, psikolog, dan sebagainya)Hasil dari kegiatan stimulasi tidak 23. bersifat cepat (instant), karena anak berkembang secara bertahap den-gan irama perkembangan yang ber-beda-beda.

Ragam StimulasiPenanganan keterlambatan bicara

cukup bervariasi, tergantung pada pe-nyebab dan tingkatannya (ringan, se-dang, berat), serta ada atau tidaknya gangguan perkembangan yang lainnya. Bila tidak terdapat gangguan autis, gangguan kecerdasan, gangguan pen-dengaran dan gangguan susunan saraf pusat lainnya, maka biasanya masuk golongan keterlambatan bicara fung-sional. Biasanya gangguan pada kelom-pok ini tergolong ringan, dan dengan pertambahan usia atau setelah usia 2 tahun membaik dengan cepat apabila diberikan stimulasi yang tepat. Biasan-ya gangguan ini terutama terjadi kar-ena kurang stimulasi, terlalu banyak melihat televisi, terlalu banyak meng-gunakan gadget, maka yang terjadi adalah gangguan ekspresi atau gang-guan koordinasi gerakan mulut.

Hal ini terbukti bahwa pada anak yang memiliki saudara kandung dan tinggal serumah, faktor stimulasi dan frekuensi melihat televisi sama, ditemukan bahwa pada anak yang satu terlambat bicara dan anak lain tidak terlambat bicara. Mungkin saja fak-tor tersebut hanya memperberat, tetapi bukan penyebab utama. Gangguan kel-

ompok ini sering terjadi pada penderita yang mengalami alergi dan hipersen-sitifitas makanan. Berbeda dengan ke-lainan non fungsional atau gangguan organik di organ susunan saraf pusat, tampaknya harus segera dilakukan in-tervensi sejak dini lebih intensif. Den-gan demikian, anak dapat mengejar ke-terlambatan bicara.

Meskipun stimulasi dan intervensi sejak dini paling baik, tetapi pada anak dengan keterlambatan bicara fungsion-al biasanya belum memerlukan terapi bicara secara khusus. Intervensi dan stimulasi untuk gerakan oral motor da-pat dilakukan di rumah. Dengan penan-ganan dalam segi neuromotorik dapat mencapai tingkat kesadaran yang opti-mal melalui stimulasi sistem multisen-soris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan. Penggunaan sikat gigi listrik kadang membantu menstimulasi sensoris otot di daerah mulut. Tinda-kan yang tampaknya dapat membantu adalah melatih koordinasi gerakan otot mulut adalah dengan membiasakan mi-num dengan memakai sedotan, latihan senam gerakan otot mulut, latihan me-niup balon atau harmonika.

Bila setelah usia 2-3 tahun perkem-bangan bicara masih belum optimal maka terapi bicara dan terapi sensori integrasi dapat segera dilakukan. Tera-pi bicara dan terapi sensori integrasi harus segera dan agresif dilakukan pada gangguan keterlambatan bicara non fungsional.

Beberapa bentuk stimulasi perkem-bangan bicara anak usia 3 – 6 tahun untuk menanggulangi keterlambatan bicara tanpa adanya penyerta disajikan pada tabel berikut ini.

Page 63: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

59JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Tabel 3Program Stimulasi untuk Penanganan Keterlambatan Bicara

Anak Usia 3 – 6 Tahun

No.Tipe Keterlambatan

BicaraJenis Stimulasi Alat dan Bahan

1. Gangguan Suara Latihan pernafasana. -Meniup (menggunakan mulut) b. di kaca sambil menarik nafas dalam

Kaca

Berenang (bila memungkinkan)c. Bermain air, dengan memer-d. cikkan atau mengguyurkan air pelan-pelan mengenai wajah anak (anak diminta menahan nafas sekitar 1 - 2 detik agar tidak kemasukan air melalui hidung)

AirGayung air/ember

2. Gangguan Fonologi / Artikulasi (pengucapan kata)

Menjilat es krim/coklat/madua. Es krim/coklat/madu

Menggetarkan bibir (brrr...)b. -Meniup gelembung sabunc. Gelembung sabun

SabunAirWadah plastik

Meniup balon yang sudah berisi d. udara (sudah ditiup)

Balon yang sudah berisi gas

Meniup (dari benda yang paling e. ringan : tissue – kertas – balon – peluit – lilin – pianica/har-monica)

TissueKertasBalon yang sudah ditiupPeluitLilinPianicaHarmonica

Meniup sedotan/air berwarnaf. Sedotan berdiameter lubang yang besarKertasPewarna kue cair/serbukAir

Mengunyahg. BuahSayurKueNasi atau makanan lainnya sesuai dengan usia

Menggerakkan bibir (atas, h. bawah, kiri, kanan)

-

Menggetarkan lidahi. -Menggerakkan lidahj. -Berdecakk. -Mengecapl. -Menggumam panjangm. -Mendesisn. -Berbisiko. -Berkumurp. Air matang

GelasPijat (pipi, bibir atas, bibir q. bawah)

Minyak pijat yang aman atau pelembab

Menyikat gigi dan lidahr. Sikat gigiPasta gigi (sesuai kebutuhan)GelasAir matangSapu tangan atau handuk kecil per anak

Page 64: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

60 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

No.Tipe Keterlambatan

BicaraJenis Stimulasi Alat dan Bahan

3. Gangguan Kefasihan Bersenandunga. -Bernyanyi b. MikrofonBerceritac. *) Gambar tanpa kata

Buku bergambar (tanpa kata)Mengobrol (berdiskusi dalam d. bahasa anak)

-

Bermain peran (makro dan mik-e. ro)

Alat permainan peran makro (sesuai dengan yang dimiliki sekolah)Alat permainan peran mikro (sesuai dengan yang dimiliki sekolah)

Bersyair / menirukan syairf. -Menirukan suara binatang / g. benda / alam

Berbagai jenis suara yang diperdengarkan oleh pendidik

Bermain tebak binatang dan h. menirukan suara binatang

Kartu bergambar binatang

Mendengarkan musiki. Kaset/VCDVCD player/Tape recorder

Mendengarkan laguj. Kaset/VCDVCD player/Tape recorder

Berteriakk. Catatan :*) Dapat dikembangkan sesuai kondisi masing-masing lembaga

Agar anak memiliki perkembangan bicara yang optimal, di samping selu-ruh jenis stimulasi di atas, maka perlu dituntaskan tugas perkembangan yang terkait dengan keseimbangan dan mo-torik kasar. Kegiatan yang dapat di-lakukan seperti :

Berdiri dengan satu kaki bergantian 1. dengan mata terbuka dan tanpa berpegangan (2 menit)Berdiri dengan satu kaki bergan-2. tian, tetapi mata tertutup dan tanpa berpegangan (2 menit)Berjalan bervariasi, seperti :3.

Berjalan berjinjita. Berjalan mengikuti pola b. Berjalan maju dan mundurc. Berjalan mengikuti hitungand.

Berjalan di atas papan titian4. Naik turun tangga5. Bermain jungkat jungkit6. Berayun-ayun7. Bergelayut8. Seluruh stimulasi tersebut dilaku-

kan secara berulang dengan memper-hatikan kenyamanan dan kemajuan perkembangan setiap anak. Dengan demikian, sifatnya sangat individual, sehingga pendidik hendaknya memiliki

catatan kemajuan atau perkembangan setiap anak setelah dilakukan stimu-lasi.

Kerangka OperasionalKerangka operasional program

stimulasi untuk penanganan keterlam-batan bicara anak usia 3 – 6 tahun disa-jikan berikut ini.

Page 65: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

61JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Gambar 1Kerangka Operasional Program Stimulasi untuk Penanganan Keterlambatan Bicara

Anak Usia 3 – 6 Tahun

1)

2)

3)

4)

5)

Page 66: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

62 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Alur Penyelenggaraan P rogramAlur penyelenggaraan program

stimulasi disajikan dalam alur berikut ini.

Dari gambar di atas dapat dijelas-kan sebagai berikut.

Pada anak usia 3 – 6 tahun dilaku-1. kan deteksi dini untuk mengetahui kemungkinan adanya keterlam-batan bicara serta penyertanyaAnak usia 3 – 6 tahun yang men-2. galami keterlambatan bicara tanpa penyerta diberikan stimulasi (rag-am kegiatan) sesuai dengan karak-teristik anak. Stimulasi dilakukan secara alami oleh orang dewasa se-suai dengan panduan stimulasi ber-dasarkan pada usia anak. Ketika melakukan stimulasi, orang dewasa melakukan observasi dalam rangka penilaian perkembangan bicaraPada saat proses stimulasi berlang-3. sung, pendidik melakukanpengama-tan dan pencatatan perkembangan bicara anak (penilaian pada saat proses stimulasi berlangsung). Pen-

catatan yang dilakukan terutama adalah yang bersifat catatan anek-dot (catatan mengenai perkemban-gan penting dan bermakna pada anak)Pada akhir kegiatan stimulasi (akhir 4. program), pendidik melakukan pe-nilaian perkembangan bicara, yang akan digunakan untuk merancang tindak lanjut, termasuk kemung-kinan untuk merujuk anak apabila tidak menunjukkan perkembangan bicara yang signifikan. Dalam hal rujukan, pendidik melakukan ko-munikasi terlebih dahulu dengan orangtua atau orang terdekat anak, seandainya pada kondisi tertentu orangtua tidak dapat diajak berko-munikasi. Kondisi tertentu tersebut misalnya anak hidup terpisah dari orangtua, orangtua yang bercerai, dan sebagainya.

Gambar 2Alur Penyelenggaraan Program Stimulasi

Page 67: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

63JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Model Program Stimulasi Program stimulasi dilakukan dalam

dua model, yaitu :Kelompok1. Model kelompok dimaksudkan bah-wa program stimulasi dilakukan ketika anak yang mengalami ket-erlambatan bicara sedang melak-sanakan kegiatan bersama dengan anak yang lain. Dengan demikian, kegiatan stimulasi dilaksanakan terintegrasi dengan kegiatan pem-belajaran sehari-hari bersama-sa-ma dengan semua anak.Individual2. Model individual dimaksudkan bahwa program stimulasi dilakukan dengan pendekatan individual, dan dilaksanakan ketika anak tidak ber-sama dengan anak lain, dalam arti di luar jam belajar bersama. Hal ini berarti terdapat tambahan waktu bagi anak di luar jadwal kegiatan pembelajaran yang rutin. Melalui program individual, interaksi yang intensif adalah anak dengan keter-lambatan bersama guru saja tanpa adanya anak yang lainnya. Dalam hal ini, orangtua dapat mendamp-ingi apabila memungkinkan.

Penilaian Perkembangan Bicara Anak Usia 3 – 6 TahunPemetaan Kondisi Demografi Anak (Profilling Anak)

Pemetaan kondisi demografi anak ditujukan untuk mengetahui latar be-lakang (profil) anak, dengan demikian akan dapat menemukan dan mengenal keberagaman individu/peserta didik. Aktivitas ini pada dasarnya merupa-kan proses identifikasi. Setelah dilaku-kan identifikasi dapat diketahui alur pertumbuhan dan perkembangan indi-vidu/peserta didik sehingga diketahui performa atau gambaran pertumbuhan dan perkembangannya secara umum.

Prinsip identifikasi dibatasi untuk alasan menemukenali dan/atau meng-kategorikan saja sehingga belum dapat menjawab pertanyaan potensi apa yang

dimiliki peserta didik. Proses identi-fikasi dilakukan dengan cara pengama-tan/observasi dan melakukan wawan-cara dengan orangtua. Dengan adanya pemetaan kondisi anak tersebut, se-sungguhnya yang sedang dilakukan adalah profiling atau penyusunan profil anak. Dengan adanya profil anak, da-pat diketahui riwayat anak sejak dalam kandungan, ketika proses persalinan dan setelah dilahirkan.

Deteksi Dini Keterlambatan Bicara Anak Usia 3 – 6 Tahun

Deteksi dini keterlambatan bicara dimaksudkan untuk mengetahui ke-mungkinan adanya keterlambatan se-hingga dapat dilakukan stimulasi lebih lanjut. Deteksi dini diperlukan untuk mengetahui jenis keterlambatan bicara, sehingga kegiatan stimualsi sesuai den-gan jenisnya.

Deteksi Dini Penyerta Keterlambatan Bicara

Pada kasus-kasus keterlambatan bicara, ada yang disertai dengan peny-erta atau pemberat. Terdapat berbagai penyerta, antara lain :

Gangguan Pendengaran1. Masalah Mental Emosional2. Autisme3. Hiperaktivitas4. Gangguan pertumbuhan atau 5. perkembangan lainnyaUntuk mengetahui ada atau

tidaknya penyerta, maka dilakukan de-teksi dini oleh orangtua atau pendidik. Penilaian Perkembangan Bicara Saat Stimulasi

Penilaian yang dimaksudkan di sini adalah penilaian proses, untuk menge-tahui perkembangan bicara secara pe-riodik. Penilaian dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan hasil pengamatan. Pencatatan ditekankan pada catatan anekdot, yang merupak-an catatan perkembangan penting dan bermakna pada anak.

Page 68: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

64 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

Penilaian Perkembangan Bicara Sebelum dan Pasca Stimulasi

Pendidik melakukan pengama-tan dan pencatatan untuk mengetahui perkembangan bicara sebelum dan pas-ca stimulasi. Untuk hal tersebut, digu-nakan instrumen sebagaimana disaji-kan terlampir.

Evaluasi Penyelenggaraan ProgramPenyelenggaraan program perlu

dilakukan evaluasi sehingga diketahui berbagai faktor yang mendukung dan menghambat serta kemungjkinan pe-nyempurnaan program selanjutnya.

KESIMPULAN Perkembangan bicara anak sangat 1. dipengaruhi oleh lingkungan tem-pat anak hidup. Lingkungan yang positif dan kaya bahasa akan dapat mengoptimalkan perkembangan bi-cara.Deteksi dini yang tepat perlu di-2. lakukan agar dapat diketahui jenis dan penyebab keterlambatan yang diderita anak.Ragam stimulasi yang dilakukan 3. disesuaikan dengan jenis keterlam-batan bicara dan area penyebab-nya.

Page 69: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

65JPNF Vol. 14, No.2 2016

Puspita, Stimulasi Penanganan Keterlambatan Bicara

DAFTAR PUSTAKA

Beyeng, Rosalia, Soetjiningsih, Trisna Windiani. 2012. Prevalensi dan Karakteristik Keterlambatan Bicara Pada Anak Prasekolah Di TPA Werdhi Kumara I Dengan Early Language Milestone Scale-2, Jurnal Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta

Chomsky. 1982. Lectures of Government and Binding. Foris. New YorkCochran-Smith M. 1984. The Making of A Reader. Ablex. NorwoodDolgde. 2007. The Brain That Changes Itself. Penguin Books. LondonHastuti, Dwi. 2008. Pengasuhan : Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia.

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Penerbit Erlangga. JakartaIndriati, Etty. 2015. Kesulitan Bicara dan Berbahasa pada Anak. Prenadamedia.

JakartaKaptiningsih, Andi, Dwijo Saputro, Edith Humris, et al. 1997. Stimulasi, Deteksi

dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Madyawati, Lilis. 2016. Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak. Prenadamedia. Jakarta

Narendra, Moersinthowarti B, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, et al. 2005. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. CV Sagung Seto. Surabaya

Otto, Beverly. 2015. Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini. Prenadamedia. Jakarta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Santrock, John W. 1995. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Penerbit Erlangga. Jakarta

Sadjaah, Edja, Dardjo Sukarja. 2005. Bina, Wicara, Persepsi, Bunyi dan Irama. Departemen Pendidikan Nasional

UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial. 2011. Skrining Perkembangan Balita. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

UKK Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. 2011. Deteksi Dini Tanda dan Gejala Penyimpangan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Ikatan Dokter Anak Jawa Timur. Surabaya

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kementerian Pendidikan Republik Indonesia

Wahjuni. 1998. Pemeriksaan Penyaringan Keterlambatan Bahasa pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat. FKUI. Jakarta

Yliherva A, Olsen P, Maki-Torkko E, Koiranen M, Jarvelin MR. 2001 : 90. Linguistic and Motor Abilities of Low-Birthweight Children as Assessed by Parents and Teachers at 8 Years of Age, Journal of Acta Paediatr. New York

Page 70: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

66 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih Handayani, Merenda Kasih

Hanik Handayani

AbstrakPendidikan anak usia dini (PAUD) adalah upaya pembinaan yang diberikan

kepada anak sejak lahir hingga 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian berbagai rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani (pelayanan holistik), agar memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan dalam tahap berikutnya. Usia 0- 6 tahun sering disebut sebagai masa golden age, merupakan suatu masa ketika anak diharapkan memperoleh sentuhan pendidikan sebagai upaya menstimulasi tumbuh kembang kecerdasan anak. Pada masa tersebut sel otak anak akan tumbuh, apabila penanganannya tidak tepat maka akan sangat merugikan anak secara pribadi maupun secara umum bagi bangsa karena anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi.

PAUD memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan secara fisik maupun sosial emosional dalam rangka memasuki pendidikan maupun kehidupannya di masa yang akan datang. Untuk memfasilitasinya diperlukan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pelatihan, pengasuhan dan perlindungan peserta didik di lembaga PAUD.

Salah satu tugas pokok dan fungsi penilik adalah melakukan pembimbingan pada pendidik dengan sasaran perorangan. “Merenda Kasih” merupakan strategi pembimbingan Pendidik PAUD dalam peningkatan mutu proses pembelajaran di Kelompok Bermain Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Strategi pembimbingan yang telah dilakukan selama hampir dua tahun ini mudah dilakukan oleh berbagai jenjang penilik. Dari Penilik Pertama sampai Penilik Utama karena strategi ini lebih efektif, efisien dan fleksibel.

Prosedur “Merenda Kasih” dilakukan melalui Merencanakan, Datang, Kerjasama, Sederhana, Inovasi dan Hasil . “Merenda Kasih” bisa digunakan sebagai solusi persoalan pembimbingan pada PTK PAUDNI sehingga bisa membantu penilik dalam melakukan pembimbingan program PAUDNI di kecamatan masing-masing.Kata Kunci: merencanakan, datang, kerja sama, sederhana, inovasi, hasil

“MERENDA KASIH” (STRATEGI PEMBIMBINGAN PENDIDIK PAUD DALAM PENINGKATAN

MUTU PROSES PEMBELAJARAN DI KELOMPOK BERMAIN KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN BLITAR)

Page 71: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Handayani, Merenda Kasih

67JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih

AbstractEarly childhood education is education aimed at early childhood (0-6 years),

which is done through the provision of a variety of stimuli to help the growth and development of the physical and spiritual (holistic services) in order to have the readiness to enter the education level in the next stage.

At the age of 0-6 years are often referred to as the Golden Age of children expected to get the right stimulation for their growth and development. At that time the child’s brain cells is growing. Children who are purposeful and regular stimulation will grow faster than children who are less / not stimulated.

Early Childhood Education provide appropriate education facilities for children, so they have readiness physically and emotionally, to enter the social education and life in the future. It is necessary to facilitate the professionals in charge of planning, implementing the learning process, and assess learning out-comes, as well as coaching, care and protection of children in early childhood. in this case the early childhood educator who taught in Preschool Ages 2-3 and Ages 3 -4 years.

“Merenda” Kasih as a strategy of early childhood education mentoring in a progressive increase in the Quality Process of Learning in Preschool District of Kesamben, Blitar is already the author did for almost two years and it could be more effective, efficient and flexible, easily done by anyone either, overseers, the first to the top overseers, and can be used to provide guidance on early child-hood teacher. It would be very helpful in coaching appropriate. Keywords: planning, show up, cooperation, simple, innovative, results

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang ditujukan kepada anak usia dini (0-6 tahun) yang dilaku-kan melalui pemberian berbagai rang-sangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani (pelayanan holistik) agar memiliki ke-siapan dalam memasuki jenjang pen-didikan dalam tahap berikutnnya. Usia 0-6 tahun sering disebut sebagai masa golden age, sehingga anak hendaknya memperoleh sentuhan pendidikan yang tepat. Pada masa tersebut sel otak anak akan tumbuh, apabila penanganannya tidak tepat maka akan sangat merugi-kan khususnya pada anak itu secara pribadi maupun secara umum bagi bangsa, karena anak merupakan gen-erasi penerus bangsa (Soetjiningsih 1995 : 9). Anak yang mendapat stimu-lasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan den-

gan anak yang kurang/tidak menda-pat stimulasi. Pendidikan anak usia dini memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan secara fisik maupun sosial emosional dalam rangka memasuki pendidikan maupun kehidu-pannya di masa yang akan datang.

Dalam Permendikbud RI No.137 tahun 2014 tantang Standar Nasional PAUD, pada pasal 24 no (1) disebutkan bahwa Pendidik PAUD adalah tenaga profesional yang bertugas merencana-kan, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pelatihan, pengasuhan dan perlindungan, dalam hal ini adalah pendidik PAUD yang mengajar di Kelompok Bermain Usia 2-3 dan Usia 3-4 tahun .

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nomor 38 tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional

Page 72: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

68 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih Handayani, Merenda Kasih

Penilik dan Angka Kreditnya, seorang penilik dituntut mempunyai kualifikasi akademik yang relevan, yaitu minimal S1/DIV, selain itu penilik harus lulus seleksi, diklat fungsional dan uji kom-petensi. Uji kompetensi dilakukan se-suai nomenklatur jenis penilik, yaitu penilik PAUD, penilik kesetaraan dan keaksaraan serta penilik kursus.

Salah satu tugas penilik adalah melakukan pengendalian mutu program PAUD di kabupaten Blitar. Kabupaten Blitar yang terdiri dari 22 kecamatan dan 21 penilik. Idealnya jumlah penilik di kabupaten Blitar sejumlah 66 orang, sedangkan yang ada hanya 21 orang, dengan demikian pekerjaan yang se-harusnya dilakukan oleh 3 orang pada setiap kecamatan, tetapi dibebankan pada 1 orang bahkan ada satu kecama-tan yang harus dirangkap oleh penilik. Penilik PAUD di kabupaten Blitar ada-lah 11 orang.

Di Kabupaten Blitar, program Kel-ompok Bermain (KB) sebanyak 243 lembaga yang diselenggarakan oleh perorangan sebesar 129 lembaga (53.09 %) dan diselenggarakan oleh PKBM sebesar 34 lembaga (13.99%). Pendidik KB sebesar 745 orang terdiri dari 15 Orang (2.01%) laki-laki dan 730 orang (97.99%) perempuan. Kualifikasi pen-didikan SMP/MTs- S1 sebesar 444 orang (59.60%), pendidik bukan be-rasal dari pendidikan sekolah 21 orang (2.82%), dan 302 belum pernah mengi-kuti pelatihan. Pengelola KB berjumlah 456 orang.

Kecamatan Kesamben terdiri dari 10 desa dengan jumlah 15 lembaga PAUD yang didukung dengan 36 tenaga pen-didik. Pada tahun 2013, berdasarkan data yang ada masih banyak ditemui pendidik PAUD belum memenuhi stan-dar PAUD pada kompetensi pedagogik dalam melaksanakan proses pembela-jaran, yaitu belajar melalui bermain.

Pada awalnya dalam melakukan pembimbingan di Kecamatan Kesam-ben ditemui kesulita. Dengan adanya kondisi tersebut, maka disusun strategi

Merenda Kasih sebagai upaya pem-bimbingan yang efektif, efisien dan fleksibel, yang bisa dilaksanakan oleh setiap penilik.

“Merenda Kasih” adalah strate-gi yang penulis kembangkan sebagai suatu upaya untuk memudahkan strate-gi pembimbingan yang efektif, efisien, dan fleksibel. Prinsip pembimbingan ini terdiri dari 6 aspek yang harus ter-penuhi, yaitu (1) Merencanakan, (2) Da-tang, (3) Kerjasama, (4) Sederhana, (5) Inovasi dan (6) Hasil .

Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Merenda 1. Kasih sebagai strategi Pembimbin-gan pendidik PAUD dalam pening-katan mutu Proses Pembelajaran dikelompok bermain?Mengapa Merenda Kasih dapat di-2. gunakan sebagai strategi pembimb-ingan yang efektif, efisien dan flek-sibel?

Tujuan PenulisanMenjelaskan langkah-langkah pen-3. erapan “Merenda Kasih” sebagai strategi pembimbingan pendidik PAUD dalam peningkatan mutu proses pembelajaran dengan meng-gunakan metode belajar melalui bermain.Menjelaskan keunggulan “Merenda 4. Kasih” sebagai strategi pembimbin-gan pendidik PAUD dalam pening-katan mutu proses pembelajaran, belajar melalui bermain.

Keunggulan dan KeunikanKeunggulan1.

Merenda Kasih sebagai pem-a. bimbingan belum pernah ada, keunggulannya pada Inovasi dalam melakukan kegiatan pem-bimbingan melalui teknik pem-injaman CD (compact disk) dan memberikan copy dari FD (flash disk) yang berisi informasi, film tentang metode pembelajaran pada satuan PAUD

Page 73: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Handayani, Merenda Kasih

69JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih

Merenda Kasih adalah pem-b. bimbingan yang terdiri dari 6 as-pek yang harus terpenuhi, yaitu (1) Merencanakan, (2) Datang, (3) Kerja Sama, (4) Sederhana, (5) Inovatif dan (6) Hasil.Merenda Kasih sangat efektif, c. efisien dan fleksibel Media yang digunakan mudah d. diaplikasikan, sehingga mem-percepat pemahaman pendidik PAUD dalam memperoleh ma-teri. Pendidik melihat CD, men-catat pertanyaan yang belum dipahami, mengaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di lembaga kelompok bermain. Pengamatan langsung (obser-vasi) pada pendidik PAUD da-lam proses pembelajaran, peni-lik bekerja sama dengan kepala sekolah untuk mengamati, jika ditemukan masalah segera bisa diselesaikan. Instrumen pem-bimbingan bisa secara lang-sung dibawa pulang, sebagai bukti fisik bahwa penilik su-dah melakukan pembimbingan, mempermudah penilik dalam merekap dan menyusun laporan. Dalam pembimbingan hanya menggunakan waktu 4 kali per-temuan, tergantung kesepaka-tan yang dibuat antara penilik sebagai pembimbing dengan kesiapan pendidik dan kepala sekolah /pengelola. Dalam hal biaya, media dan materi pem-bimbingan sudah disiapkan pe-nilik. Media Compact Disk (CD) tidaklah mahal, sekarang sudah sangat mudah untuk membuat materi pembimbingan. Penilik bisa berkreasi dalam membuat tayangan proses pembelajaran atau penggunaan fasilitas den-gan mengunduh dari internet tentang contoh- contoh pembe-lajaran melalui bermain, dari hasil pembimbingan keuntun-gan bagi Penilik adalah bisa se-

cara langsung merekap data dan segera membuat laporan sedan-gkan keuntungan bagi Pendidik, tidak butuh biaya hanya kesedi-aan untuk mengikuti langkah – langkah pembimbingan, dengan hanya melihat, memahami, dan mengaplikasikan dalam kegia-tan proses pembelajaran di Kel-ompok Bermain. Strategi juga bisa digunakan pada pembimb-ingan apapun, dengan men-gubah isi dari instrumen dan isi dari materi serta dapat diguna-kan oleh semua penilik dalam pengendalian mutu baik penilik pertama sampai dengan penilik utama.

Keunikan 2. Merenda Kasih belum pernah ada dan belum pernah dilakukan oleh penilik lain di Kabupaten Blitar. Dari sisi nama, penilik memberi-kan saran untuk penggunaan APE, tidak harus yang dibeli dari toko tetapi bisa memanfaatkan potensi local. Misalnya penggunaan APE pada sentra alam bisa mengguna-kan APE tanaman buah-buahan, sayuran, pasir, dan lain-lain.

PEMBAHASANProsedur Pelaksanaan Merencanakan

Penilik sebagai pengendali mutu dan evaluasi dampak dalam setiap akan melakukan kegiatan harus mer-encanakan termasuk dalam kegiatan pembimbingan ini. Dalam merencana-kan ada yang harus disiapkan, yaitu :

Membuat pemetaan wilayah pem-1. bimbinganMembuat instrumen pembimbingan 2. atau format pembimbingan,catatan tentang proses pembelajaran Membuat jadwal pembimbingan ke 3. lembaga PAUD Menyiapkan materi 4. Materi terkait dengan proses pem-belajaran, yang antara lain terdiri atas:

Page 74: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

70 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih Handayani, Merenda Kasih

Pijakan lingkungana. Pijakan sebelum main b. b. Pijakan selama main c. c. Pijakan setelah main d.

Menyiapkan media pembimbingan 5. dalam bentuk compact disk atau copy-nya di flashdisk

Datang a. Untuk melakukan kegiatan pembimbingan penilik harus mendatangi lembaga PAUD, pe-nilik tidak boleh menunggu bila ada keluhan dari pengelola atau mendengar dari pendidik PAUD yang lain. Jika pada pembimb-ingan pertama pendidik siap dikunjungi, maka pada pem-bimbingan kedua penilik dating lagi ke lembaga, untuk dating kelembaga PAUD ini jug a leb-ih fleksibel sesuai kesepakatan yang dibuat.Kerjasamab. Kegiatan pembimbingan ini membutuhkan kerja sama yang baik antara penilik dan pen-didik, dan pengelola PAUD, tanpa ada kerjasama yang baik mustahil tujuan itu bisa dica-pai. Penilik harus bisa mem-bangun hubungan yang harmo-nis dengan pendidik maupun pengelola. Hubungan harmonis dapat diartikan hubungan yang bisa saling menghargai satu sama lain, penilik harus benar-benar hati-hati dalam melaku-kan pendekatan secara personal ini, menjalin keterbukaan bisa menempatkan pendidik sebagai orang dewasa. Partisipasi dijadikan sebagai metode yang penting dengan tujuan membuat sasaran pan-tau mempunyai perasaan bahwa mereka penting dan berguna. “Perasaan-perasaan pribadi dan hubungan-hubungan yang me-nyenangkan” merupakan sem-boyan dari pendekatan hubun-gan manusiawi (Burhanuddin,

1994). Dengan kerja sama yang baik, pendidik dengan rasa nyaman menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ada, ini akan memudahkan penilik da-lam melakukan kegiatan pen-gendalian mutu pada pendidik PAUD Sederhanac.

Pada saat datang pertama 1) kali penilik melakukan ob-servasi dengan melihat lang-sung proses pembelajaran, meminjamkan CD (compact disk), copy di FD (flash disk), mencatat, diskusi dengan pendidik.Penilik dan Pendidik mem-2) buat kesepakatan tentang waktu, pada hari yang sama pada minggu berikutnya, pendidik siap untuk dikun-jungi. Pendidik melihat tayangan Media CD (com-pact disk), copy di FD (Flash Disk), mengadopsi, mencatat, dan konsultasi.Penilik melihat lagi proses 3) pembelajaran setelah dip-injami Media CD (compact disk), copy di FD (flash disk), sudah ada perubahan atau belum, dicatat didiskusikan dengan pendidik apa saja permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran.Jika belum pembimbingan 4) akan diteruskan pada per-temuan minggu berikutnya sesuai dengan kesepakatan yang dibuatJika sudah bisa melakukan 5) proses belajar dengan meng-gunakan metode belajar melalui bermain, maka keg-iatan pembimbingan dilan-jutkan pada pada pertemuan Himpaudi setiap satu bulan sekali, di UPTD Kecamatan Kesamben, Kabupaten Bli-

Page 75: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Handayani, Merenda Kasih

71JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih

tar.Inovasid.

Merenda Kasih pembimbin-1) gan ini belum pernah ada Media CD (compact disk), 2) copy di FD (Flash Disk)

Hasil e. Ini adalah tahapan setelah di-lakukan pembimbingan perta-ma, yang ditujukan pada pen-didik PAUD dalam peningkatan mutu proses pembelajaran di lembaga Kelompok Bermain Kecamatan Kesamben Kabu-paten Blitar, untuk mengetahui kesesuaian dengan standar. Apabila belum, dilanjutkan pada pembimbingan ke dua

IDENTIFIKASI

MERENCANAKAN - Pemetaan - Instrumen - Jadwal - Materi - Media

DATANG KERJASAMA

SEDEHANA - Pembimbingan 1 s.d 4

INOVASI - Materi - Media

HASIL

KURANG SESUAI

SESUAI PENYUSUNAN LAPORAN

1

2 3

4

5 6

6a

6b

dan seterusnya sampai pendidik PAUD bisa melakukan proses pembelajaran sesuai standar yang ditetapkan. Apabila sudah dilaksanakan sesuai pembimb-ingan pada Pendidik PAUD di-lanjutkan pada pemantapan, sedang pendidik PAUD yang sudah dibimbing tetapi belum melakukan proses pembelaja-ran, maka akan dilakukan pem-bimbingan secara terus menerus sampai pendidik PAUD melaku-kan proses pembelajaran yang sesuai dengan standar PAUD yang ditetapkan.

Alur Merenda Kasih

Catatan :Secara umum pengertian evaluasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memberi-kan penilaian terhadap sesuatu sebagai upaya untuk mengetahui sejauhmana keber-langsungan suatu program.Evaluasi pada pembimbingan yang dilakukan pada pen-didik PAUD, sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana mutu Pendidik PAUD dalam Proses Pembelajaran apakah sudah sesuai standar atau belum.

ALUR MERENDA KASIH

Page 76: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

72 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih Handayani, Merenda Kasih

Pelaksanaan Evaluasi Evaluasi dilakukan sebelum pelak-1. sanaan Kegiatan Pembimbingan, untuk mengetahui apakah Pendidik PAUD sudah melakukan proses Pembelajaan melalui bermain ses-uai standar yang telah ditetapkan, (dari dari hasil pemantauan )Evaluasi dilakukan setelah dilaku-2. kan pembimbingan, apakah su-dah ada perubahan, pada Pendidik PAUD dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode be-lajar melalui bermain di lembaga PAUD

Hasil KegiatanHasil pembimbingan memuaskan,

dari jumlah pendidik yang dibimbing telah memahami dan melakukan pros-es pembelajaran sesuai standar yang telah ditetapkan dari jumlah 36 Pen-didik pada saat belum dilakukan pem-bimbingan hanya 9 orang (25%) yang telah melakukan proses pembelajaran yang sudah memenuhi standar PAUD dari jumlah tersebut setelah diada-kan pembimbingan meningkat sejum-lah 28 orang (77,78%) dan yang belum melakukan proses pembelajaran mela-lui bermain sejumlah 8 orang (22,23%). Jumlah ini pada tahun 2015 masih men-jadi sasaran pembimbingan.

Pembimbingan Merenda Kasih di-lakukan dalam kurun waktu tiga sam-pai dengan empat kali (maksimal 1 bulan) dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni tahun 2014. Diharapkan dengan adanya peningka-tan mutu dalam proses pembelajaran ini pendidik semakin tahu, semakin berse-mangat untuk berkreasi dalam kegia-tan-kegiatan lainnya yang mendukung untuk kemajuan pendidik sendiri. Se-dangkan 8 orang masih menjadi fokus pembimbingan pada tahun 2015.

Setelah dilakukan pembimbin-gan oleh penilik, diperoleh hasil dari 15 lembaga PAUD dengan jumlah 36 orang pendidik yang sudah memahami dan mampu melakukan proses pembe-

lajaran sesuai dengan standar, seban-yak 28 orang (77,78%) dan yang belum mampu melakukan KBM sejumlah 8 orang (22,23%).

Dampak Dampak terhadap lembaga 1.

Dengan kualitas pendidik PAUD a. yang baik memberikan dampak positif terhadap lembaga. Jum-lah peserta didik yang terus ber-tambah dari tahun ke tahunAdanya keberanian pada lem-b. baga PAUD untuk mengusulkan Akreditasi PAUD

Dampak ekonomi2. Dengan peningkatan mutu a. pendidik PAUD, bertambah-nya siswa bertambah pula kesejahteraan yang diperoleh Pendidik PAUD dari lembaga PAUD.

Dampak sosial3. Jumlah peserta didik yang se-a. lalu bertambah dari tahun ke tahun, semakin tinggi keper-cayaan orang tua pada lembaga Kelompok Bermain, sehingga menitipkan putra-putrinya pada lembaga tersebut .Banyak peserta didik yang dari b. lain daerah untuk mengikuti pembelajaran pada lembaga Kelompok Bermain tersebut.

Dampak budaya4. Perubahan pola pikir pada a. pendidik untuk selalu mencari informasi, untuk memenuhi kebutuhan kemajuan pada as-pek-aspek yang lain yang terkait dengan lembaga Kelompok Ber-main.Semakin meningkatkan seman-b. gat kebersamaan dalam pa-guyuban Himpaudi saling ber-bagi ilmu untuk menjadi lebih baik.

Faktor pendukung dan penghambat Faktor pendukung :

Respon pengelola dan pendidik 1.

Page 77: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Handayani, Merenda Kasih

73JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih

PAUD baik , sangat mendukung kegiatan pembimbingan Dalam proses pembelajaran semua 2. pendidik sudah bisa membuat tema dan rencana kerja harian, rencana mingguan, rencana semesteran dan rencana tahunan Pendidik sudah bisa melakukan 3. penilaian kepada peserta didik, pe-nilaian harian, mingguan, bulanan dan semesteranPendidik mau meluangkan waktu 4. untuk melihat compact disc /Copy FDPendidik siap bekerja sama dalam 5. program pembimbingan ini.

Faktor penghambat :Kualifikasi pendidik yang tidak 1. relevan sebagai Pendidik PAUD (SMA)Pendidik belum memahami Standar 2. Nasional PAUD tentang kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh pendidik PAUDPendidik masih baru menjadi pen-3. didik di lembaga PAUD dan belum pernah ikut pelatihan Pendidik PAUD Pendidik hanya sebagai pendamp-4. ing, belum berani melakukan proses pembelajaran sendiri di lembaga PAUD.

KESIMPULANKesimpulan

“Merenda Kasih” adalah singkatan Merencanakan, Datang, Kerjasama, Sederhana, Inovasi, dan Hasil sebagai prinsip pembimbingan untuk pening-katan mutu pendidik PAUD di Keca-matan Kesamben, Kabupaten Blitar.

“Merenda Kasih” mudah diap-likasikan untuk pembimbingan. Ma-teri pembimbingan pada satuan PAUD adalah metode belajar melalui bermain, yang harus memenuhi pijakan lingkun-gan, pijakan sebelum main, pijakan saat main dan pijakan setelah main. Media yang digunakan dalam pembimbingan berupa CD (compact disk) dan copy FD (flash disk). Penilik membuat video berupa contoh pembelajaran melalui bermain.

Saran “Merenda Kasih” sebagai strategi

dalam melakukan kegiatan pembimb-ingan untuk peningkatan mutu pen-didik PAUD dimanapun berada. Mudah dilakukan, efektif, efisien dan fleksibel. Bisa dilakukan penilik dari berbagai jenjang dari penilik pertama sampai dengan Penilik Utama.

Strategi ini membutuhkan dukun-gan dari semua pihak dalam kegia-tan pengendalian mutu dan evaluasi dampak khususnya di Kecamatan Ke-samben Kabupaten Blitar dan wilayah lain.

Page 78: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

74 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Handayani, Merenda Kasih

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, (1994), Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Edward dan Sallis, 2004, Manajemen Kualitas Total Dalam Pendidikan (Total

Quality Management)Sugiono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung : AlfabetaPeraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.

14 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka KreditnyaSanjaya, Wina, 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Prenada MediaPeraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 137

tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD.

Page 79: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

Handayani, Merenda Kasih

75JPNF Vol. 14, No.2 2016

PROFIL PENULIS

Ainur Rasyid Ridha, lahir di Sumenep, Madura, 12 September 1970. Gelar sarjana diraih dari Jurusan Agronomi Universitas Bangkalan pada tahun 1993 dan dari Jurusan Biologi MIPA di IKIP PGRI Tuban pada 2003. Pada tahun 2007 menyelesai-kan studi S2 Teknologi Pembelajaran di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya (Unipa). Sehari-hari bertugas sebagai Pamong Belajar Madya di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Tuban, Jawa Timur.

Putu Ashintya Widhiartha, lahir di Surabaya tanggal 22 Juli 1977. Pamong Belajar Madya BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur ini menyelesaikan gelar sarjana di Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya tahun 2000. Pada tahun 2004 sampai 2006 melanjutkan studi master di jurusan Teknologi Informasi Universitas Ritsumeikan, Jepang. Karyanya pernah menjadi nominator “Indonesia ICT Awards” tahun 2008 kat-egori “E-Education”. Keikutsertaannya dalam “JICA Training for Promoting Nonformal Education” di Hiroshima University, Jepang dan UNESCO Bangkok, Thailand pada tahun 2010 mengantarkannya menjadi peserta terbaik.

Kholifah Dwi Untari, dilahirkan di Kota Kediri, Jawa Timur pada 8 April 1976. Pendidikan sarjana diselesaikan di Universitas Negeri Malang pada tahun 2001 dengan predikat memuaskan. Mengawali karir sebagai Pamong Belajar Pertama di UPTD SKB Kota Malang pada tahun 2011. Di tahun 2015, meraih juara III dalam Lomba Karya Nyata “Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) PAUDNI Berprestasi Tingkat Provinsi Jatim”. Pada Mei 2016, berhasil menjadi Juara II Kategori Pamong Belajar dalam “Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) PAUD dan Dikmas Berprestasi Tingkat Nasional”. Atas prestasinya, Kholifah mendapatkan peng-hargaan dari Ditjen GTK untuk melaksanakan “Pertukaran GTK PAUD dan Dikmas Antar Daerah” dan ditempatkan di Kota Ambon, Propinsi Maluku selama 10 hari, pada 15 – 25 September 2016. Selain menjalankan tugas sebagai Pamong Belajar, Kholifah juga aktif mengajar bidang studi IPA pada Kejar Paket B dam Sosiologi untuk Kejar Paket C di UPTD SKB Kota Malang.

Page 80: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

76 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Ermida Listyani Simanjuntak, lahir di Surabaya tahun 1978. Jenjang Sarjana diselesaikan pada tahun 2000 di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Gelar Master of Science (MSc) pada bidang pendidikan diraih di Rijksuniversiteit Groningen, Belanda pada tahun 2005. Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ini juga berhasil menuntaskan studi Magister Psikologi Profesi di Unair pada tahun 2015. Ermida menekuni kajian Psikologi Pendidikan serta Psikologi dan Internet.

Widya Ayu Puspita, lahir di Malang tanggal 27 Agustus 1975. Pamong Belajar Madya BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur ini menyelesaikan pendidikan S3 Kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Telah banyak menghasilkan karya tulis ilmiah. Salah satunya menjadi karya tulis terbaik dalam Lomba Karya Tulis Nasional Pamong Belajar tingkat na-sional pada tahun 2004 dan 2006.

Hanik Handayani, lahir di Blitar, 2 Oktober 1967. Meraih gelar sarjana pada tahun 1990 dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah IKIP Malang. Bertugas sebagai Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) di Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar sejak tahun 1996 hingga 2005. Pada tahun 2008-2012 alih tugas menjadi Penilik PNFI Kecamatan Selorejo. Sejak Februari 2012 hingga saat ini bertugas sebagai Penilik PNFI Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar.

Suharti, lahir di Tuban, 12 Desember 1965. Gelar sarjana diraih dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di IKIP Ronggolawe, Tuban pada tahun 1989. Karir di bidang PLS di-awali sejak bertugas sebagai Tenaga lapangan Dikmas (TLD) di Kabupaten Tuban pada tahun 1991-2003. Pada tahun 2004, karirnya berlanjut sebagai Pamong Belajar di BP PLSP Regional IV Surabaya (nama lama BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur). Pamong Belajar Muda ini menyelesaikan studi S2 pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya pada 2016.

Page 81: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

77JPNF Vol. 14, No.2 2016

PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL DI JURNAL PNF BP-PAUD DAN DIKMAS JAWA TIMUR

Artikel yang ditulis meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang 1. kependidikan dan pembelajaran, utamanya Pendidikan Nonformal dan Infor-mal. Naskah dibuat dalam program MS Word dengan huruf Times New Ro-man, ukuran 12 pts, dengan spasi 1.0, dengan ukuran kertas A4, dan panjang naskah maksimum 15 halaman. Pengiriman naskah dalam bentuk attachment e-mail ditujukan ke alamat: [email protected] Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di 2. bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantu-mkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjur-kan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi.Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, dis-3. ertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar-kecil di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 16 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring ), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar 4. akademik); abstrak (maksimum 150 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; ba-hasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kes-impulan; daftar rujukan.Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar 5. akademik); abstrak (maksimum 150 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan.Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 ta-6. hun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel pene-litian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, 7. tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai ket-erangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: ( Davis , 2002: 47).Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diu-8. rutkan secara alfabetis dan kronologis.Buku:Anderson , D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education . Berkeley: Mc-Cutchan Publishing Co.

Page 82: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

78 JPNF Vol. 14, No.2 2016

Buku kumpulan artikel:Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.Artikel dalam buku kumpulan artikel:Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Da-lam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.Artikel dalam jurnal atau majalah:Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Pro-fesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor , XX (4): 57-61.Artikel dalam koran:Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?Majapahit Pos , hlm. 4 & 11.Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):Jawa Pos. 22 April, 1995 . Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.Dokumen resmi:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Lap-oran Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional . 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.Buku terjemahan:Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan . Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Na-sional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi . Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.Makalah seminar, lokakarya, penataran:Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah . Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Univer-sitas Lambungmangkurat, Banjarmasin , 9-11 Agustus.Internet (karya individual):Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm , (Online), http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html , diakses 12 Juni 1996).Internet (artikel dalam jurnal online):Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , diakses 20 Januari 2000).Internet (bahan diskusi):Wilson, D. 20 November 1995 . Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected] , diakses 22 No-vember 1995).Internet (e-mail pribadi):Naga, D.S. ([email protected] ). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP . E-mail kepada Ali Saukah ([email protected] ).

Page 83: ii Vol. 14, No.2 2016 - BP PAUD DAN DIKMAS JAWA …bppauddikmas-jatim.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2016.pdf · Kepala BP PAUD dan Pendidikan Masyarakat Jawa Timur ... untuk anak dengan metode

79JPNF Vol. 14, No.2 2016

Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan 9. dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Universitas Negeri Malang, 2000) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang te-lah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris menggunakan ragam baku.Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang di-10. tunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomen-dasi/saran dari mitra bestari atau penyunting.Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/11. atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Penyunting tidak berkewajiban mengembalikan artikel yang tidak dimuat.Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan soft-12. ware komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.