identifikasi interaksi obat antihipertensi – obat lain

52
i IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN : EFEK INTERAKSI OBAT TERHADAP TERCAPAINYA TARGET TEKANAN DARAH PADA PASIEN STROKE ISKEMIK IDENTIFICATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG – OTHER DRUG INTERACTION : THE EFFECT OF DRUG INTERACTION ON ACHIEVING BLOOD PRESSURE TARGETS IN ISCHEMIC STROKE PATIEN DIANAYU LESTARI P2500215005 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

i

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN : EFEK INTERAKSI OBAT TERHADAP TERCAPAINYA TARGET

TEKANAN DARAH PADA PASIEN STROKE ISKEMIK

IDENTIFICATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG – OTHER DRUG INTERACTION : THE EFFECT OF DRUG INTERACTION ON

ACHIEVING BLOOD PRESSURE TARGETS IN ISCHEMIC STROKE PATIEN

DIANAYU LESTARI

P2500215005

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dianayu Lestari

Nomor Mahasiswa : P2500215005

Program Studi : Farmasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan tulisan atau pemilikan orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya sendiri siap menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Juli 2017

Yang menyatakan

Dianayu Lestari

Page 3: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

iii

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN : EFEK INTERAKSI OBAT TERHADAP TERCAPAINYA TARGET

TEKANAN DARAH PADA PASIEN STROKE ISKEMIK

IDENTIFICATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG – OTHER DRUG INTERACTION : THE EFFECT OF DRUG INTERACTION ON

ACHIEVING BLOOD PRESSURE TARGETS IN ISCHEMIC STROKE PATIEN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Farmasi

Disusun dan diajukan oleh

DIANAYU LESTARI

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 4: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN
Page 5: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah, SWT atas segala limpahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat merampungkan tesis yang berjudul

“Identifikasi Interaksi Obat Antihipertensi – Obat lain Terhadap

Tercapainya Target Tekanan Darah pada Pasien Stroke Iskemik” sebagai

salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi di Program

Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar.

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan

dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan

segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku komisi penasehat I dan Dr.

dr. Hj. Jumraini Tammasse, Sp.S sebagai komisi penasehat II yang

telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya dalam

memberikan bimbingan, bantuan dan perhatian mulai dari perencanaan

judul sampai selesainya tesis ini.

2. Dr. Aliyah, M.S., Apt., Prof. Dr. Rer.nat. Marianti Manggau, Apt., dan

Firzan Nainu, M. Biomed. Sc., Ph.D., Apt selaku komisi penguji yang

juga telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan

kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

3. Pihak dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang telah memberikan

kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

Page 6: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

vi

4. Ibunda tercinta Anastasia Taha dan ayahanda tercinta H. Muhammad

Natsir Achmad serta suamiku Andi Subham yang selalu memberikan

segala dukungan yang sangat berharga dalam hal apapun.

5. Seluruh rekan-rekan Program Pascasarjana Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin Makassar Angkatan 2015 yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan,

dorongan serta kritikan yang sangat membangun kepada penulis.

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Makassar.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat untuk ilmu

pengetahuan khususnya untuk bidang farmasi klinik, dan semoga dan

Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan berkah dan

anugerah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu.

Makassar, Juli 2017

Penulis

Dianayu Lestari

Page 7: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

vii

ABSTRAK

Dianayu Lestari. Identifikasi Interaksi Obat Antihipertensi – Obat Lain : Efek Interaksi Obat terhadap Tercapainya Target Tekanan Darah pada pasien Stroke Iskemik (dibimbing oleh Elly Wahyudin dan Jumraini Tammasse).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat antihipertensi pada pengobatan pasien stroke iskemik, pengaruh efek interaksi obat antihipertensi - obat lainnya terahadap tercapainya tekanan darah target pasien stroke iskemik, tingkat keparahan interaksi obat antihipertensi pada terapi pasien stroke iskemik.

Penelitian ini dilaksanakan di rawat inap bagian saraf RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama periode April-Juni 2017, penelitian ini merupakan observasional non eksperimen, pengambilan data secara prospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara non-probability yang dan memenuhi kriteria inklusi.

Hasil penelitian diperoleh sebanyak 32 sampel menggunakan obat antihipertensi dan seluruhnya (100%) mengalami interaksi obat terdapat diantaranya 13 sampel mengalami efek interaksi obat antihipertensi – obat lain terhadap tercapainya target tekanan darah (TD), yaitu: 2 kasus penurunan TD melampaui target, 1 kasus tidak mencapai TD target, 1 kasus mencapai TD target dalam rentang waktu lama, yaitu 17 hari dan cenderung menyebabkan tekanan darah persisten, 6 kasus TD terkoreksi dengan penggunaan 2 - 3 macam obat antihipertensi sehingga dapat mencapai TD target dalam kurang dari 7 hari pengamatan, 3 kasus tercapai TD. Dari 221 interaksi obat yang terjadi pada terapi pasien stroke iskemik, terdapat 98(44,34%) interaksi obat dengan tingkat keparahan minor, 106(47,96%) interaksi obat dengan tingkat keparahan signifikan, dan 17 (7,70%) interaksi obat dengan tingkat keparahan serius.

Kata kunci : identifikasi interaksi obat antihipertensi

Page 8: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

viii

ABSTRACT

Dianayu Lestari. An Identification of the Interaction Between Antihypertensive Drugs – Other Drugs : The Effect of Drug Interaction on Achieving Blood Pressure Target in Ischemic Stroke Patients (supervised by Elly Wahyudin and Jumraini Tammasse).

The study aims to identify the potential interaction of antihypertensive drugs in the treatment of ischemic stroke patients, decsribe the effect of antihypertensive drug interaction with other drugs on achieving targeted blood pressure of ischemic stroke patients, and reveal the severity of antihypertensive drug interaction in the therapy of ischemic stroke patients.

The research was perfomed in the inpatient nerve section of the Central general Hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo from April to June 2017. This study is non-experimental observational. Prospective data collection was conducted on a non-probability and sampling fulfilled the inclusion criteria.

The study indicates out of 32 patients used antihypertensive drugs and all (100%) had drug interaction, 13 patients experienced drug interaction of antihypertensive drugs with other drugs on achieving blood pressure (BP) targets, ie: 2 cases of BP decrease over the target, 1 case not reaching the BP target, 1 case reaching the BP target but taking longer time (17 days) causing the BP persistent, 6 BP cases were corrected with 2 to 3 antihypertensive drugs that the BP target was attained less than 7 days, and 3 casees reaching the BP target. From 221 drug interactions, there were 98(44,34%) patients with minor severity, 106(47,96%) with significant severity, and 17 (7,7%) with serious severity.

Keywords: drug interaction identification, antihypertensive drug

Page 9: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ii

HALAMAN PENUNJUK TESIS iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke 8

B. Obat Antihipertensi 18

C. Interaksi Obat 26

Page 10: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

x

D. Identifikasi Interaksi Obat Menggunakan Program

Aplikasi Basis Data 36

E. Kerangka Teori 38

F. Kerangka Konsep 39

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 40

B. Waktu dan Lokasi Penelitian 41

C. Bahan dan Alat Penelitian 41

D. Populasi dan Sampel 42

E. Prosedur Penelitian 42

F. Defenisi Operasional 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Pasien Stroke Iskemik Rawat Inap

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo 45

B. Identifikasi Interaksi Obat Antihipertensi – Obat Lain 49

C. Efek Interaksi Obat Terhadap Tercapainya Target

Tekanan Darah Pasien Stroke Iskemik 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 64

B. Saran 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

xi

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Distribusi usia dan jenis kelamin pasien stroke iskemik 45

2. Distribusi faktor risiko pasien stroke iskemik 46

3. Pengobatan pasien stroke iskemik 47

4. Klasifikasi berdasarkan kejadian interaksi obat

dan tingkat keparahan 49

5. Distribusi jenis antihipertensi yang digunakan 51

6. Interaksi obat antihipertensi 54

Page 12: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Diagram interaksi obat dan tingkat keparahan 50

Page 13: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

1. Alur penelitian 66

2. Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan

dari subjek penelitian 67

3. Formulir persetujuan setelah penjelasan 69

4. Rekomendasi persetujuan etik 71

5. Persetujuan ijin penelitian 72

6. Tekanan darah awal dan setelah penggunaan

obat antihipertensi 73

7. Efek interaksi obat antihipertensi – obat lain terhadap

tekanan darah 74

8. Data profil interaksi obat pasien stroke iskemik 77

9. Data penggunaan obat 82

10. Curiculum Vitae 95

Page 14: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Interaksi obat telah dikenali selama lebih dari 100 tahun. Hingga

kini seiring dengan peningkatan ketersediaan agen – agen terapi yang

kompleks serta penyebaran polifarmasi, potensi terjadinya interaksi obat

semakin besar dan telah menjadi suatu penyebab penting dalam reaksi

obat yang tak diinginkan (Adverse drug reactions/ADR).Walaupun

dibutuhkan regulasi untuk mendefinisikan profil keamanan dari obat –

obatan baru sebelum dipasarkan, potensi terjadinya interaksi obat yang

tak diinginkan tidak selalu tersedia dengan jelas (Walker, 2012).

Risiko interaksi obat meningkat dengan jumlah obat yang

digunakan. Dalam sebuah penelitian di rumah sakit, tingkat Adverse Drug

Reaction pada pasien dengan 6-10 obat 7% berisiko interaksi, meningkat

menjadi 40% pada mereka yang memakai 16-20 obat-obatan, dengan

kenaikan eksponensial yang sebagian besar disebabkan interaksi obat

(Smith et al., 1969). Dalam kelompok berisiko tinggi pada unit gawat

darurat, risiko potensial yang merugikan akibat interaksi obat adalah 13%

pada pasien yang memakai 2 (dua) obat-obatan dan 82% pada mereka

yang memakai 7 (tujuh) atau lebih obat (Goldberg, 1996).

Page 15: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

2

Efek – efek dari interaksi yang melibatkan metabolisme obat

sangatlah bervariasi pada pasien individual karena perbedaan kecepatan

metabolisme obat dan sensitivitas terhadap induksi enzim mikrosomal.

Beberapa obat tertentu sering dimasukkan dalam interaksi obat dan

membutuhkan perhatian khusus(Walker, 2012).

Penelitian terkait potensi interaksi obat – obat (potensial drug –

drug interactions/pDDIs) lebih besar pada pasien stroke yang berusia

lebih dari 40 tahun. pDDIs dari rejimen yang terdiri atas terapi multi-obat

merupakan perhatian utama penelitian tersebut dapat menyebabkan

peningkatan risiko rawat inap dan biaya perawatan kesehatan yang lebih

tinggi. Mayoritas interaksi yang farmakokinetik dengan tingkat keparahan

moderat. Dalam penelitian ini pDDIs terutama terjadi antara antihipertensi,

antikoagulan dan antiplatelet (Venkateswaramurthy, 2016).

Sekitar tiga dari setiap empat orang (75%) yang mengalami stroke

pertama memiliki tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm Hg.Stroke

terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu. Tanpa darah yang kaya

oksigen, sel-sel otak mati. Sebesar 87% dari stroke diklasifikasikan

sebagai iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika gumpalan atau blok massa

pembuluh darah memotong aliran darah ke suatu bagian dari otak

(AHA/ASA, 2016).

Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan

hemoragik. Stroke iskemik dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli

Page 16: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

3

otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak

merupakan 20% sisa penyebab stroke dan dibagi menjadi perdarahan

intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/

ekstradural (Goldszmidt et al, 2013).

Hipertensi, fibrilasi atrial, penyakit jantung, diabetes, dislipidemia,

kontrasepsi oral, migrain, penyalahgunaan obat dan alkohol, faktor

inflamasi dan hemostatik, homosistein, maupun gangguan pernapasan

saat tidur adalah beberapa faktor risiko pada stroke yang dapat

dimodifikasi dengan penggunaan obat-obatan (DiPiro, 2012).

Hipertensi adalah faktor risiko yang paling umum dan penting pada

stroke iskemik. Ketika terjadi stroke, tekanan darah sering naik karena

berbagai faktor, seperti stres psikologis, nyeri, peningkatan tekanan

intrakranial, retensi urin, dan hipoksemia (Ishitsuka, 2013).

Hubungan antara tekanan darah dan risiko stroke sangat besar,

berkelanjutan, bernilai, konsisten, independen, terprediksi, dan signifikan

secara etiologi. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar risiko stroke.

Risiko stroke meningkat secara bertahap dengan meningkatnya tekanan

darah (Goldstein L.B. et al. 2011). Hipertensi juga dapat memperburuk

angka kematian stroke (Muruganathan dan Mangesh, 2016).

The American Heart Association merekomendasikanpenanganan

hipertensi pada perdarahan intraserebralhanya ketika tekanan darah lebih

dari 180/105 mmHg.Tekanan arteri rata-rata harus dipertahankandi bawah

Page 17: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

4

130 mmHg.Pada pasien dengan stroke iskemik, tekanan perfusidistal ke

pembuluh darah terhambat dan kompensasivasodilatasi pembuluh darah

ini terjadi untuk mempertahankanaliran darah yang memadai. Tekanan

sistemik yang lebih tinggidiperlukan untuk mempertahankan perfusi.

Kebanyakan pasien, terlepas dari kontrol tekanan darah pre-iskemik,

mengalami kenaikan berkelanjutan tekanan darah selama iskemia

serebral, termasuktransient ischemic attack. Oleh karena itu, pada pasien

denganstroke iskemik, tekanan darah harus diamati dengan hati-hati.

Dilakukan pengamatan awal dalam 1 hingga 2 jam untuk menentukan

apakah tekanan darah turun secara spontan. Hanya tekanan arteri rata-

rata yang persisten lebih dari 130 mm Hg atau tekanan darah sistoliklebih

dari 220 mm Hg harus diperlakukan secara hati-hati. Tekanan arteri rata-

rata harus diturunkan15% menjadi 20% (Goldstein, 2011).

Penurunan tekanan darah telah menunjukkan pengurangan risiko

stroke 30-40% (Furie KL, 2011). Pasien dengan tekanan darah tinggi

harus tetap tidak diobati kecuali tekanan darah mereka melebihi 220/120

mm Hg, atau mereka memiliki bukti diseksi aorta, infark miokard akut

(AMI), edema paru, atau ensefalopati hipertensi. Namun, tingkat tekanan

darah mungkin terlalu tinggi. Jika tekanan darah hendak diobati, obat

parenteral bekerja cepat lebih disukai (DiPiro dkk, 2012).

Identifikasi terhadap kemungkinan terjadinya interaksi obat yang

terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi bertujuan untuk menemukan terjadinya

Page 18: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

5

interaksi dan efek dari interkasi obat sedini mungkin untuk menjamin

keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan salah satu bentuk

pelayanan farmasi klinik sebagai standar pelayanan kefarmasian (Menkes

RI, 2014).

Hipertensi terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.

Penanganan dini sangat penting dalam mencegah kerusakan organ target

yang progresif. Pemantauan sebagaimana pada unit perawatan intensif

diperlukan untuk mencapai endpoint terapi yang tepat. Penanganan

hipertensi pada pasien stroke harus dipertimbangkan terhadap risiko

tekanan darah yang persisten ataupun yang turun secara berlebihan

sehingga harus dilakukan identifikasi kemungkinan adanya interaksi obat

untuk mencegah terjadinya interaksi obat antihipertensi dengan obat

lainnya yang dapat berakibat pada terjadinya efek interaksi yang

menyebabkan tidak tercapainya target tekanan darah yang diharapkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah berpotensi terjadi interaksi obat antihipertensi dengan obat

lainnya pada pengobatan pasien stroke iskemik ?

2. Apakah efek interaksi obat antihipertensi dengan obat lainnya

berpengaruh terahadap tercapainya tekanan darah target pasien

stroke iskemik ?

Page 19: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

6

3. Bagaimana tingkat keparahan interaksiobat antihipertensi dangan obat

lainnya pada terapi pasien stroke iskemik ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat antihipertensi

pada pengobatan pasien stroke iskemik.

2. Untuk mengidentifikasipengaruh efek interaksi obat antihipertensi

dengan obat lainnya terahadap tercapainya tekanan darah target

pasien stroke iskemik

3. Untuk mengidentifikasitingkat keparahan interaksiobat antihipertensi

pada terapi pasien stroke iskemik

D. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan manfaat berupa:

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam

melakukanidentifikasiinteraksi obat di rumah sakit khususnyapada

penanganan pasien stroke iskemik.

Page 20: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

7

2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data untuk mengetahui potensi

dan efek interaksi obat antihipertensi dengan obat lainnya pada

penanganan pasien stroke iskemik.

3. Bagi Tenaga Kesehatan Lain di Rumah Sakit

a. Data yang sifatnya informatif bagi tenaga kesehatan khususnya

tenaga kefarmasian dalam menilai kasus yang terkait dengan

potensi terjadinya interaksi obat antihipertensi untuk mencegah

secara dini adanya efek interaksi obat.

b. Dapat menjadi salah satu informasi terkini untuk

pengambilankeputusan terkait rasio antara manfaat dan risiko

penggunaan obat.

Page 21: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Definisi

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

defisit neurologis fokal onset secara tiba-tiba- yang berlangsung

setidaknya dalam 24 jam dan diduga berasal dari vaskular. Sama

halnya dengan TIA tetapi berlangsung kurang dari 24 jam dan

biasanya kurang dari 30 menit. Onset mendadak dan durasi gejala

ditentukan melalui riwayat. Penggunaan teknik pencitraan sensitif

(magnetic resonance imaging [MRI] dengan pencitraan

diffusionweighted [DWI]) telah mengungkapkan bahwa gejala yang

berlangsung lebih dari 1 jam dan kurang dari 24 jam berhubungan

dengan infark, membuat TIA dan stroke ringan secara klinis tidak

dapat dibedakan (Fagan dan Hess, 2012 ).

2. Epidemiologi

Stroke adalah penyebab No 5 kematian di Amerika Serikat,

menewaskan hampir 130.000 orang setahun (128.978). Itu 1 dari

setiap 20 kematian. Hampir 800.000 (sekitar 795.000) orang di

Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahun, dengan sekitar tiga

dari empat merupakan stroke yang pertama kali (AHA/ASA, 2016).

Page 22: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

9

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional

tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh

tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi,

sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh

nakes. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di

Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka

Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil, sedangkan

Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan

diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan

(17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti

Jawa Timur sebesar 16 per mil sedangkan Sumatera Barat sebesar

12,2 per mil.

3. Klasifikasi dan Etiologi

Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan

stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab

stroke, disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke

sel-sel otak akibat bentukan trombus atau emboli. Keadaan ini

dapat diperparah oleh terjadinya penurunan perfusi sistemik yang

mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral dan

subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial

(Smith et al., 2005).

Page 23: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

10

Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik

dan hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% kasus stroke dan

dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar,

dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak merupakan 20% sisa

penyebab stroke dan dibagi menjadi perdarahan intraserebral,

perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural

(Goldszmidt, 2003).

a. Stroke Hemoragik

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah

perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat

mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah

stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis perdarahan (stroke

hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik

intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial,

pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm

akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol

otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan

kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan

subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital

pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach, 2007).

b. Stroke Iskemik

Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada

prinsipnya disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang

Page 24: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

11

masing-masing akan mengganggu atau memutuskan aliran darah

otak atau cerebral blood flow (CBF). Nilai normal CBF adalah 50–

60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30 ml/100mg/menit.

Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi kegagalan

homeostasis, yang akan menyebabkan influks kalsium secara

cepat, aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai

eksitotoksik dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang

terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas

yang akan menambah kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan

transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika

gangguan CBF masih antara 15–30 ml/100mg/menit, keadaan

iskemik dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal (Wibowo,

2001).

Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya :

a. Stroke Trombotik

Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran

lambat biasanya terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami

dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering

berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan

penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang lebih

jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis

dan basilaris. Stroke trombotik dapat dari sudut pandang klinis

tampak gagap dengan gejala hilang timbul berganti–ganti secara

Page 25: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

12

cepat. Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit

perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung

atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik

intra-arteri, aliran darah yang mungkin bergantung pada tekanan

intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan darah

tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia

otak, dan stroke (Sylvia A.P. & Lorraine M.W., 2006).

b. Stroke embolik

Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya

menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum

sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari bahan trombotik yang

terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena

biasanya adalah bekuan kecil, fragmen– fragmen dari jantung

mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan

demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya tergantung pada bagian

mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan

berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme

dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah

sehingga gejala–gejala mereda. Namun, fragmen–fragmen tersebut

kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbulkan gejala–

gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko

yang lebih besar terkena stroke hemoragik, karena terjadi

perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang

Page 26: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

13

mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah emboli

pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur dinding

arteri sebelah distal dari okulasi embolus melemah atau rapuh

karena perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat

menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh

tersebut. (Sylvia A.P. & Lorraine M.W., 2006).

4. Patofisiologi

Rata-rata aliran darah otak yang normal 50 mL/100 g per

menit, dan ini dipertahankan melalui berbagai tekanan darah

(artinya tekanan arteri dari 50 sampai 150 mm Hg) dengan proses

yang disebut autoregulasi cerebral. Pembuluh darah otak melebar

dan menyempit dalam menanggapi perubahan tekanan darah,

tetapi proses ini dapat terganggu oleh aterosklerosis, hipertensi

kronis, dan cedera akut, seperti stroke. Ketika aliran darah lokal

otak menurun di bawah 20 mL/100 g per menit, iskemia kemudian

terjadi, dan ketika pengurangan lebih lanjut bertahan di bawah 12

mL/100 g per menit, kerusakan permanen otak terjadi, yang disebut

infark. Jaringan yang iskemik tetapi mempertahankan integritas

membran disebut sebagai penumbra iskemik karena biasanya

mengelilingi inti infark. Penumbra ini berpotensi diselamatkan

melalui intervensi terapeutik (DiPiro dkk, 2012).

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak

menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan

Page 27: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

14

reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak

dan unsur-unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional

otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat

iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi

nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah

core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan

jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang

fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat

iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra

iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic

akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah

penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke

iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-sel otak berfungsi

kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tak

terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur

mengalami kematian.

5. Patogenesis Stroke Iskemik

Penyebab utama stroke iskemik adalah thrombus dan emboli

yang seringkali dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik.

Thrombus disebabkan oleh kerusakan pada endotel pembuluh

darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah besar (large vessel

thrombosis), maupun di pembuluh darah lakunar (small vessel

thrombosis). Kerusakan ini dapat mengaktivasi dan melekatkan

Page 28: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

15

platelet pada permukaan endotel tersebut, kemudian membentuk

bekuan fibrin. Penyebab terjadinya kerusakan yang paling sering

adalah aterosklerosis (aterotrombotik). Pada aterotrombotik

terbentuk plak akibat deposisi lipid sehingga terjadi penyempitan

lumen pembuluh darah yang menghasilkan aliran darah yang

turbulen sepanjang area stenosis. Hal ini dapat menyebabkan

disrupsi intima atau pecahnya plak sehingga memicu aktivitas

trombosit. Gangguan pada jalur koagulasi atau trombolisis juga

dapat menyebabkan thrombus. Pembentukan thrombus atau

emboli yang menutupi arteri akan menurunkan aliran darah di

serebral dan bila ini berlangsung dalam waktu lama dapat

mengakibatkan iskemik jaringan sekitar lokasi thrombus (Fagan

dan Hess, 2008).

6. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada pasien stroke pada umumnya

mengalami kelemahan pada salah satu sisi tubuh dan kesulitan

dalam berbicara atau memberikan informasi karena adanya

penurunan kemampuan kognitif atau bahasa (Fagan dan Hess,

2008).

Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah bertahun–

tahun, berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang–kadang disertai mual dan

muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium

Page 29: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

16

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

sarafpusat

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus

7. Faktor Risiko

Faktor risiko stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan

kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable,

atau potentially modifiable) dan dengan bukti yang kuat (well

documented atau less well documented). Rekomendasi untuk

mengurangi faktor risiko agresif mengarah pada strokemodifiable,

faktor risiko well documented ataupun less well documented,

bahkan pada individu dengan risiko nonmodifiable. Faktor risiko

nonmodifiable adalah usia, ras, jenis kelamin, berat badan lahir

rendah, dan riwayat keluarga. Risiko individu dari memiliki riwayat

penyakit stroke meningkat secara substansial karena umur, dengan

dua kali lipat risiko untuk setiap dekade untuk pasien yang lebih tua

dari 55 tahun. Orang-orang Afrika-Amerika, kepulauan Asia-Pasifik,

dan Hispanik mengalami tingkat kematian lebih tinggi daripada ras

Kaukasia. Pria berada pada risiko stroke yang lebih tinggi daripada

wanita ketika disandingkan untuk usia, tetapi wanita yang

menderita stroke lebih besar kemungkinannya untuk meninggal

(DiPiro dkk, 2012).

Page 30: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

17

8. Penatalaksanaan Terapi

Tujuan pengobatan stroke akut adalah (a) mengurangi

berlangsungnya cedera neurologis dan penurunan angka kematian dan

jangka panjang cacat, (b) mencegah komplikasi sekunder imobilitas dan

disfungsi neurologis, dan (c) mencegah stroke kekambuhan (Fagan dan

Hess, 2008 ).

Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang pertama

reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk

memperbaiki iskemik dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan,

antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu pencegahan

kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area

iskemik (Fagan dan Hess, 2008).

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk

pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi

yang direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam

dan aspirin dengan onset 48 jam (Fagan dan Hess, 2008).

a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat

pembuluh darah, melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen

pembekuan darah). Akan tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu

perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan terlarut tidak hanya fibrin yang

menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang ada dalam

pembuluh darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika diberikan sebelum

Page 31: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

18

3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan

lain, seperti CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang minum obat

pembekuan darah (Wiwit S., 2010).

b. Antiplatelet

The American Heart Association/ American Stroke Association

(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan

sebagai terapi pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel

maupun extended-release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan

terapi antiplatelet yang direkomendasikan (Fagan dan Hess, 2008).

Prevensi sekunder dilaksanakan dengan memberikan agen anti

platelet serta mengontrol faktor risiko metabolik. Faktor risiko metabolik

yang dimaksud meliputi tekanan darah, kadar lemak, dan kadar gula.

Penurunan tekan darah telah menunjukkan pengurangan risiko stroke 30-

40% (Furie KL, 2011).

B. Obat Antihipertensi

Pemilihan obat antihipertensi perlu bijaksana dan disesuaikan

dengan respon individual. Penurunan tekanan darah lebih jauh akan

berguna terhadap outcomestroke namun harus dilaksanakan secara

perlahan-lahan sehingga tidak mengganggu perfusi darah ke otak. Pasien

dengan tekanan darah sistolik >220mmHg dan diastolik > 120 mmHg

perlu mendapat terapi, namun batasan tekanan darah untuk pasien yang

Page 32: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

19

akan mendapat terapi fibrinolitik seperti tPA adalah 185/110 mmHg

(Widyati, 2014).

Menurut Pedoman ASA, pasien dengan tekanan darah tinggi harus

tetap tidak diobati kecuali tekanan darah mereka melebihi 220/120 mm

Hg, atau mereka memiliki bukti diseksi aorta, infark miokard akut (AMI),

edema paru, atau ensefalopati hipertensi. (DiPiro dkk, 2012)

Tingkat tekanan darah mungkin terlalu tinggi, dan sejumlah uji klinis

sedang menguji pengobatan lebih agresif hipertensi dalam pengaturan

akut. Jika tekanan darah hendak diobati, obat parenteral bekerja cepat

lebih disukai, seperti labetalol dan nicardipine, atau nitroprusside. (DiPiro

dkk, 2012).

Untuk pengobatan awal pasien hipertensi, JNC-8

merekomendasikan empat golongan obat antihipertensi, yaitu angiotensin

converting enzim inhibitor(ACEI), angiotensin reseptor blocker (ARB),

calcium channel blockers (CCBs), dan diuretik thiazide (James, 2014).

1. Diuretik

Obat golongan diuretik menurunkan tekanan darah dengan jalan

membantu tubuh menyingkirkan kelebihan cairan dan natrium melalui

urinasi. Golongan ini adalah yang paling tua dan paling banyak digunakan

daripada obat antihipertensi lain. Diuretik tertentu, yaitu kelompok tiazid

dapat berperan sebagai vasodilator dengan membuka pembuluh darah.

Efek samping antara lain keletihan, keram kaki, lemah, encok (jarang),

peningkatan gula darah, terutama pada penderita diabetes, dan

Page 33: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

20

penurunan libido dan atau impotensi. Diuretik terbagi ke dalam tiga

subkategori:Diuretik tiazid (Klorotizida, Klortalidon, Hidroklorotiazid,

Politiazid, Indapamid, Metolazon), Loop Diuretik (Bumetanida,

Furosemida, Torsemida), Diuretik Hemat-Kalium (Amilorida, Triamteren)

(Kowalski, 2010).

Diuretik tiazid adalah diuretik denganpotensi menengah yang

menurunkan tekanandarah dengan cara menghambat reabsorpsisodium

pada daerah awal tubulus distal ginjal,meningkatkan ekskresi sodium dan

volume urin.Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasilangsung pada

arteriol, sehingga dapatmempertahankan efek antihipertensi lebihlama.

Tiazid diabsorpsi baik pada pemberianoral, terdistribusi luas dan

dimetabolisme dihati.

Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2jam setelah pemberian dan

bertahan sampai12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikansekali

sehari.

Efek antihipertensi terjadi pada dosisrendah dan peningkatan dosis

tidakmemberikan manfaat pada tekanan darah,walaupun diuresis

meningkat pada dosis tinggi.Efek tiazid pada tubulus ginjal

tergantungpada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazidkurang

bermanfaat untuk pasien dengangangguan fungsi ginjal.

Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian Hidroklortiazid

adalah hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia dan

gout, gula darah tinggi, hiperlipidemia, hiperkalsemia (Ganiswarna,1995).

Page 34: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

21

2. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE Inhibitor)

Dengan menghambat kerja enzim yang mengaktifkan angiotensin.

ACE inhibitor mencegah penyempitan pembuluh darah dan menurunkan

resistensi aliran darah yang pada akhirnya menurunkan tekanan darah.

Efek samping yang mungkin adalah kemerahan pada kulit atau reaksi

alergi lain, hilang selera makan, batuk kering kronis, angiodema,

hiperkalemia, neutropenia, dan kerusakan ginjal. Selain gejala-gejala

tersebut, ACE inhibitor secara umum ditoleransi dengan baik. Contoh:

Benazepril, Kaptopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Moeksipril (Kowalski,

2010).

ACEI merupakan obat antihipertensi lini pertama yang digunakan

untuk penanganan hipertensi pasien stroke namun pasien yang diterapi

dengan ACEI banyak yang mengalami hiperkalemia dan penggunaan

bersamaan dengan potasium-sparingdiuretiks dapat menyebabkan

hiperkalemia yang mengancam nyawa (Juurlink, 2003).

3. Calcium Channel Blocker (CCB)

Kategori obat antihipertensi ini, disebut juga antagonis kalsium.

Mengganggu jalan masuk kalsium menuju sel otot jantung dan arteri. Ini

akan membatasi penyempitan arteri, memungkinkan aliran darah yang

lebih lancar untuk menurunkan tekanan darah. Golongan obat ini juga

Page 35: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

22

diresepkan untuk mengatasi gangguan irama jantung disertai nyeri dada

yang disebut sebagai angina pektoris (biasanya disebut angina saja). Efek

samping meliputi jantung berdebar, bengkak pada pergelangan kaki,

ruam, konstipasi, sakit kepala, dan pening. Setiap obat dalam golongan ini

memiliki efek samping khusus. Contoh: Amlodipin, Bepridil, Diltiazem,

Felodipin, Nifedipin, Nimodipin, Nisoldipin (Kowalski, 2010).

Calcium channel blockers (CCB)menurunkan influks ion kalsium ke

dalam selmiokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung,dan sel‐sel otot

polos pembuluh darah. Efek iniakan menurunkan kontraktilitas

jantung,menekan pembentukan dan propagasi impulselektrik dalam

jantung dan memacu aktivitasvasodilatasi, interferensi dengan konstriksi

ototpolos pembuluh darah. Semua hal di atasadalah proses yang

bergantung pada ionkalsium (Beth Gormer, 2007).

Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin(misalnya nifedipin dan

amlodipin);fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin(diltiazem).

Dihidropiridin mempunyai sifatvasodilator perifer yang merupakan

kerjaantihipertensinya, sedangkan verapamil dandiltiazem mempunyai

efek kardiak dandugunakan untuk menurunkan heart rate danmencegah

angina (Beth Gormer, 2007).

Amlodipinesecara konsisten menunjukkan memiliki efek

menguntungkan untuk menurunkan BP, BPV, dan mengurangi kejadian

stroke kejadian pada pasien hipertensi (Muruganathan, 2016).

Page 36: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

23

4. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular

dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas

renin yang rendah. Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa

mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak

mempengaruhi lipid dan glukosa darah (Nafrialdi, 2007).

Berdasarkan studi “A Combined Role of Calsium Channel Blockers

and Angiotensin Reseptor Blckers in Stroke Prevention” (Peran Kombinasi

Kalsium Channel Blocker dan Angiotensin Receptor Blockers dalam

Pencegahan Stroke), telah dikaitkan dengan perkembagan dan kemajuan

penyakit serebrovaskular pada pasien dengan hipertensi. Angiotensin II

diperkirakan dapat mendorong remodeling, menghambat endotelium

dependen relaksasi dan mengganggu darah di barier otak, sehingga

penggunaan ARB ini dapat untuk cerebroprotection. Menurut hipotesis

yang diusulkan oleh Boutitie et al dalam uji klinik, ARB dapat memberikan

perlindungan terhadap stroke selain menurunkan tekanan darah karena

mereka menghambat efek angiotensin I pada sirkulasi serebral, tetapi

disini dikatakan memungkinkan angiotensin II untuk berpotensi

memberikan perlindungan terhadap stroke melalui reseptor angiotensin II

(Wang, 2009).

Perbandingan interaksi obat dari semua golongan angiotensin

reseptor bloker menunjukkan bahwa losartan memiliki potensi tertinggi

Page 37: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

24

untuk interaksi obat karena dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450.

Sedangkan pada valsartan, irbesartan, dan candesartan tidak ditemukan

adanya interaksi obat yang signifikan (Barreras, 2003).

5. Beta-blocker

Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor.Reseptor ini

diklasifikasikan menjadi reseptorbeta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1

terutamaterdapat pada jantung sedangkan reseptorbeta‐2 banyak

ditemukan di paru‐paru,pembuluh darah perifer, dan otot lurik.Reseptor

beta‐2 juga dapat ditemukan dijantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga

dapatdijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapatditemukan di

otak.Stimulasi reseptor beta pada otak danperifer akan memacu

pelepasanneurotransmitter yang meningkatkan aktivitassistem saraf

simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1pada nodus sino‐atrial dan

miokardiakan meningkatkan heart rate dan kekuatankontraksi. Stimulasi

reseptor beta pada ginjalakan menyebabkan pelepasan

renin,meningkatkan aktivitas system reninangiotensin‐aldosteron. Efek

akhirnya adalahpeningkatan cardiac output, peningkatantahanan perifer

dan peningkatan sodium yangdiperantarai aldosteron dan retensi air (Beth

Gormer, 2007).

Terapi menggunakan beta‐blocker akan bersifat antagonis

terhadap semua efek tersebut sehinggaterjadi penurunan tekanan

darah.Beta‐blocker yang selektif (dikenal jugasebagai cardioselective

beta‐blockers), misalnyabisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1,

Page 38: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

25

tetapitidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja olehkarena itu

penggunaannya pada pasien denganriwayat asma dan bronkhospasme

harus hati-hati.Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnyapropanolol)

memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2.Beta‐blocker yang mempunyai

aktivitasagonis parsial (dikenal sebagai aktivitassimpatomimetik intrinsik),

misalnya acebutolol,bekerja sebagai stimulan‐beta pada saataktivitas

adrenergik minimal (misalnya saattidur) tetapi akan memblok aktivitas beta

padasaat aktivitas adrenergik meningkat (misalnyasaat berolah raga). Hal

ini menguntungkankarena mengurangi bradikardi pada siang hari (Beth

Gormer, 2007) .

Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atauginjal tergantung sifat

kelarutan obat dalam airatau lipid. Obat‐obat yang diekskresikanmelalui

hati biasanya harus diberikan beberapakali dalam sehari sedangkan yang

diekskresikanmelalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruhyang lebih

lama sehingga dapat diberikan sekalidalam sehari. Beta‐blocker tidak

bolehdihentikan mendadak melainkan harus secarabertahap, terutama

pada pasien dengan angina,karena dapat terjadi fenomena rebound (Beth

Gormer, 2007).

Page 39: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

26

C. Interaksi Obat

1. Defenisi

Interaksi obat terjadi ketika efek dari satu obat diubah oleh

kehadiran obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa

lingkungan bahan kimia (Baxter, 2008).

Efek gabungan dari kombinasi tersebut bisa bermanifestasi sebagai

suatu efek yang aditif atau diperkuat dari salah satu atau lebih obat,

antagonism dari efek satu atau lebih obat, atau perubahan lain dalam efek

dari satu atau lebih obat. Interaksi yang signifikan secara klinis mengacu

pada kombinasi dari obat – obatan terapi yang memiliki konsekuensi

langsung pada kondisi pasien. Keuntungan terapi bisa didapatkan dari

interaksi obat tertentu, misalnya kombinasi dari obat–obat antihipertensi

berbeda bisa digunakan untuk memperbaiki kontrol tekanan darah atau

suatu antagonis opioid bisa digunakan untuk membalik efek dari overdosis

morfin (Walker, 2012)

Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat

membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau

berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga

dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila

dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi

(Fradgley, 2003)

Page 40: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

27

2. Epidemiologi

Estimasi yang akurat dari insiden interaksi obat sulit untuk

didapatkan karena penelitian – penelitian yang dipublikasi sering

menggunakan berbagai kriteria yang berbeda – beda untuk

mendefinisikan interaksi obat, dan untuk membedakan antara interaksi

klinis yang signifikan dan non-signifikan. Beberapa dari penelitian –

penelitian terdahulu membandingkan obat – obatan yang diresepkan

dengan daftar interaksi obat yang mungkin terjadi tanpa memperhatikan

potensi signifikansi/kekuatannya secara klinis (Baxter, 2008).

3. Mekanisme Interaksi Obat

Interaksi obat sering melibatkan lebih dari satu mekanisme. Ada

beberapa situasi di mana obat berinteraksi dengan mekanisme yang unik,

tetapi mekanisme yang paling umum adalah interaksi yang melibatkan

mekanisme farmakokinetik.

a. Interaksi farmakokinetik

Farmakokinetik adalah obat yang diberi bersamaan yang satu obat

mengubah tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat

lain. Hal ini paling sering diukur dengan perubahan dalam satu atau lebih

parameter kinetik, seperti konsentrasi serum puncak, area di bawah kurva,

konsentrasi waktu paruh, jumlah total obat diekskresikan dalam urin

(Tatro, 2009).

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :

Page 41: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

28

1) Interaksi pada absorbsi obat

i. Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif

tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak

yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh kelarutannya dalam

lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan

formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh

lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH

tinggi (Baxter, 2008).

ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan kompleks

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di

dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk

menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi

penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida

juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh,

antibakteri tetrasiklin dengan kalsium, bismut aluminium, dan besi,

membentuk kompleks yang kurang diserap sehingga mengurangi

efek antibakteri (Baxter, 2008).

iii. Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian

atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan

lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Misalnya metoklopramid

Page 42: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

29

mempercepat pengosongan lambung sehingga meningkatkan

penyerapan parasetamol /asetaminofen (Baxter, 2008).

iv. Malabsorbsi dikarenakan obat

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat

mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin

dan metotreksat (Baxter, 2008).

2) Interaksi pada distribusi obat

i. Interaksi ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke

seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut

dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa

proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein

plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma

bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul -

molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat

yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Baxter, 2008).

ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti

testis , dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-

glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-

sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor

Page 43: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

30

transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam

otak, yang dapat meningkatkan efek samping Central Nervous

System (CNS) (Baxter, 2008).

3) Interaksi pada metabolisme obat

i. Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam

bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia

diubah menjadi yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika

tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan

terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan

kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia,

atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat

terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi

terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran

retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama

metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan

oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa

yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya

obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal

sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif.

Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom

P450 (Baxter, 2008).

Page 44: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

31

ii. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu

terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai

efek hipnotik yang sama, alasannya bahwa barbiturat

meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan

laju metabolisme dan ekskresinya (Baxter, 2008).

iii. Inhibisi enzim

Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat,

sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme

yang paling sering dihambat adalah fase oksidasi oleh isoenzim

sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi

enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat.

Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak

penting secara klinis (Baxter, 2008).

iv. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi

Parasetamol dimetabolisme oleh CYP2E1, metronidazole

menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa

metronidazole meningkatkan efek parasetamol (Medscape, 2014).

Page 45: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

32

4). Interaksi pada ekskresi obat

i. Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah

(pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi,

yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus maka akan tetap

dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah

dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH

yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi,

meningkatkan hilangnya obat (Baxter, 2008).

ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama

ditubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi.

Sebagai contoh, probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat

lainnya. (Baxter, 2008).

iii. Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi

vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini

dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang

(Baxter, 2008).

Page 46: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

33

b. Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat

menginduksi perubahan respon pasien terhadap obat tanpa mengubah

farmakokinetik objek obat. Artinya, orang dapat dilihat perubahan kerja

obat tanpa perubahan konsentrasi plasma. Interaksi farmakologis, yaitu,

penggunaan bersamaan dari dua atau lebih obat dengan tindakan

farmakologis yang sama atau menentang (misalnya, penggunaan alkohol

dengan obat anti ansietas dan hipnotik atau antihistamin), adalah bentuk

interaksi farmakodinamik. Beberapa dokter mengatakan bahwa reaksi

tersebut tidak interaksi obat, dan memang sebagian besar tidak kecuali

reaksi yang dilaporkan merugikan (Tatro, 2009)

1). Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama

diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh,

alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis

terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan

lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang

efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas,

nefrotoksisitas dan depresi sumsum tulang (Baxter, 2008).

Page 47: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

34

2). Interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat

dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya NSAID

diketahui mengurangi efek antihipertensi dengan mekanisme

farmakodinamik antagonisme. NSAID menghambat sintesa

prostaglandin untuk vasodilatasi ginjal (Mozayani dan Raymond,

2012).

Interaksi obat juga dibedakan menjadi (Tatro, 2009) :

1) Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari

established (sangat mantap terjadi), probable (interaksi obat bisa

terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi

obat mungkin terjadi, tetapi belum pasti terjadi), serta unlikely

(interaksi obat tidak terjadi).

2) Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu interaksi dengan onset cepat (efek interaksi terlihat

dalam 24jam) dan interaksi dengan onset lambat (efek interaksi

terlihat setelah beberapa hari sampai minggu).

3) Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan

menjadi tiga, yaitu mayor (efek fatal, dapat menyebabkan

kematian), moderat (efek sedang, dapat menyebabkan kerusakan

organ), dan minor (tidak begitu masalah,dapat diatasi dengan baik).

Page 48: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

35

4. Tingkat keparahan interaksi obat

Potensi keparahan interaksi sangat penting dalam menilai risiko vs

manfaat terapi alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau

modifikasi jadwal penggunaan obat, efek negatif dari kebanyakan interaksi

dapat dihindari. Tiga derajat keparahan didefinisikan sebagai:

a. Keparahan minor

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika efek

biasanya ringan; konsekuensi mungkin mengganggu atau tidak terlalu

mencolok tapi tidak signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan

tambahan biasanya tidak diperlukan (Tatro, 2009).

b. Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika

efek yang terjadi dapat menyebabkan penurunan status klinis pasien.

Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah

sakit mungkin diperlukan (Tatro, 2009).

c. Keparahan major

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika

terdapat probabilitas yang tinggi, berpotensi mengancam jiwa atau dapat

menyebabkan kerusakan permanen (Tatro, 2009).

Page 49: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

36

D. Identifikasi Interaksi Obat Menggunakan

Program Aplikasi Basis Data

Identifikasi interaksi obat pada penelitian ini menggunakan program

Medscape, aplikasi basisdata berupa aplikasi android berlisensi bebas,

merupakanlayanan web untuk dokter dan profesional kesehatan.

Menyajikan fitur peer-review asli artikel jurnal medis, CME (Continuing

Medicine Education), basis data yang disesuaikan dengan versi dari

Perpustakaan Nasional of Medicine 's MEDLINE, berita medis sehari-hari,

cakupan konferensi besar, dan informasi-termasuk data base obat

(Referensi Obat Medscape, atau MDR (Medscape Drug Reference) dan

pemeriksaan interaksi obat menggunakan tools drug interaction checker.

Semua konten di Medscape tersedia gratis bagi para profesional dan

konsumen, hanya perlu melakukan registrasi. Misi Medscape adalah

memperbaiki perawatan pasien dengan informasi dan sumber klinis yang

komprehensif yang penting bagi dokter dan profesional kesehatan.

Pada Mei 1995, Medscape, Inc diluncurkan di New York Silicon Alley

oleh SCP Communications, Inc, di bawah arahan Peter Frishauf . Pada

Februari 1999, redaksi medis George D. Lundberg dipekerjakan sebagai

editor-in-chief dari Medscape tersebut. Selama 17 tahun sebelum

bergabung Medscape ia menjabat sebagai Editor dari Journal of American

Medical Association . Pada September tahun itu, Medscape, Inc go public

dan mulai diperdagangkan di NASDAQ bawah MSCP simbol. Pada bulan

Page 50: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

37

Mei 2000, Medscape bergabung dengan MedicaLogic, Inc., perusahaan

publik lainnya. MedicaLogic menyatakan kebangkrutan dalam waktu 18

bulan dan Medscape dijual untuk WebMD pada bulan Desember 2001.

Pada tahun 2009, WebMD merilis aplikasi iOS dari Medscape CME, diikuti

oleh versi Android dua tahun kemudian.

Medscape memiliki lebih dari 30 situs khusus yang berbeda, masing-

masing dengan tim penasehat khusus dari spesialis tersebut untuk

menyediakan dokter dan profesional kesehatan dengan:

a. Berita medis termasuk berita asli dan komentar ahli, ditambah artikel

dari jurnal medis teratas untuk memberi tahu perkembangan terbaru

di setiap bidang

b. Referensi Klinis yang berisi obat-obatan, penyakit, dan prosedur

dengan konten berbasisbukti, ditulis dokter dan diulas untuk digunakan

padaperawatan dan ditingkatkan dengan gambar dan video.

c. Continuing Medical Education di lebih dari 30 spesialisasi dan ratusan

topik

d. Medscape Consult - Komunitas online dimana dokter bertanya dan

menjawab pertanyaan Klinis.

e. 8000+ resep dan monograf obat bebas, termasuk herbal dan

suplemen

f. Pada layar utama tersedia pilihan tools: Drugs, Condition, Procedures,

Drug Interaction Checker, Pill Identifier, calculator, Formulary, dan

Directory(Medscape, 2017).

Page 51: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

38

E. Kerangka Teori

Pasien strok iskemik dengan tekanan darah

sistolik >220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg

Terapi Farmakologi :

Alteplase

Trombolitik

Neuroprotektan

Obat Antihipertensi

Kegagalan terapi : target tekanan darah tidak tercapai

Efek interaksi obat yang tidak diinginkan

Interaksi obat antihipertensi -

obat lain.

Page 52: IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI – OBAT LAIN

Variabel Penelitian :

- Variabel bebas : obat antihipertensi

- Variabel terika

- Variabel antara : parameter yang dinilai, yaitu tekanan darah.

- Variabel perancu : insufisiensi ginjal dan insufisiensi hati.

• Obat antihipertensi + obat lain (neuroprotektan, antiplatelet, anti dislipidemia, dll)

Identifikasi

interaksi obat

F. Kerangka Konsep

Variabel Penelitian :

bebas : obat antihipertensi dan obat lain.

Variabel terikat : interaksi obat antihipertensi – obat lain

Variabel antara : parameter yang dinilai, yaitu tekanan darah.

Variabel perancu : insufisiensi ginjal dan insufisiensi hati.

antihipertensi +

(neuroprotektan, antiplatelet, anti dislipidemia, dll)

Identifikasi

interaksi obat

• Efek sinergis terhadap tekanan darah

• Efek antagonis terhadap tekanan darah

Tekanan darah

• Tercapai target tekanan darah

• Hipotensi• Hipertensi

menetap

Interaksi OAH

Faktor-mempengaruhpenilaian interaksi obat - Insufisiensi ginjal- Insufisiensi hati

39

obat lain.

Variabel antara : parameter yang dinilai, yaitu tekanan darah.

Variabel perancu : insufisiensi ginjal dan insufisiensi hati.

Efek sinergis terhadap tekanan darahEfek antagonis terhadap tekanan darah

Interaksi OAH-Obat lain

-faktor yang mempengaruhi penilaian interaksi obat :

Insufisiensi ginjal Insufisiensi hati