hiv
TRANSCRIPT
![Page 1: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/1.jpg)
Etiologi HIV/AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi
oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit
T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam
sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus
dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif
dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Masa Inkubasi dan masa penularan
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang
dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan
semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini
terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan
“masa window periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus
HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak
![Page 2: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/2.jpg)
menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan
terjadi pada fase inkubasi ini.
(Siregar, Fazidah A. 2004. Pengenalan dan pencegahan AIDS.(Online).
http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf. diakses tanggal 28
Januari 2013.)
Gejala HIV/AIDS
Ada terdapat 5 stadium penyakit AIDS, yaitu :
1. Gejala awal stadium infeksi yaitu :
Demam
Kelemahan
Nyeri sendi I
Nyeri tenggorok
Pembesaran kelenjaran getah bening
2. Stadium tanpa gejala
Stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat merupakan
sumber penularan infeksi HIV.
3. Gejala stadium ARC :
- Demam lebih dari 38°C secara berkala atau terus
- Menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Diare mencret yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang
lama tanpa sebab yang jelas
- Kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik
- Keringat malam
4. Gejala AIDS
- Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut
Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker
kelenjar getah bening.
![Page 3: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/3.jpg)
- Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya pneomonia,
pneumocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti
teksoplasmosis.
5. Gejala gangguan susunan saraf
- Lupa ingatan
- Kesadaran menurun
- Perubahan Kepribadian
- Gejala–gejala peradangan otak atau selaput otak
- Kelumpuhan
(Zulkifli. 2004. AIDS. (Online).
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3756/1/fkm-zulkifli4.pdf.
Diakses tanggal 28 Januari 2013.)
Cara Diagnosis
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu:
1. Langsung : isolasi virus dari sampel, umumnya dengan pemeriksaan
mikroskop elektronatau deteksi antigen virus, misalnya dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR).
2. Tidak langsung : dengan melihat respon zat anti sepesifik, misalnya
dengan Enzym Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA), Westerm Blot,
Immunoflourescent Assay (IFA), atau Radio Immuno Precipitation Assay
(RIPA).
Untuk diagnosis HIV yang lazim digunakan adalah pemeriksaan ELISA
karena memiliki sensivitas yang tinggi (98 - 100%). Akan tetapi spesifisitas
kurang sehingga hasil tes ELISA yang positif harus dikonfirmasii dengan
Westerm Blot yang spesifisitasnya tinggi (99,6% - 100%). Sedangkan
pemeriksaan PCR biasanya dilakukan pada bayi yang masih memiliki zat anti
maternal sehingga menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang
![Page 4: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/4.jpg)
menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit. Zat
itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan menghamburkan
hasil pemeriksaan, seolah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. PCR juga
digunakan pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
Saragih, Juwita. 2008. Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS di RSUP
Haji Adam Malik Medan. (online)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6362/1/09E00196.pdf, diakses
tanggal 28 Januari 2013)
Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penilaran, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta. 2008
Transmisi HIV/AIDS
Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
a. Secara Kontak Seksual
- Ano-Genital
Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan resiko
tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang
pasif menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV.
- Ora-Genital
Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan
semen dari mitra seksual pengidap HIV.
- Genito-Genital / Heteroseksual
Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan
ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko
penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti
lainnya.
b. Transmisi Non Seksual
![Page 5: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/5.jpg)
- Transmisi Parental
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan
narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik
yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih
dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur
ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi
darah adalah lebih dari 90%.
- Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu
termasuk penularan dengan resiko rendah.
(Zulkifli. 2004. AIDS. (Online).
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3756/1/fkm-zulkifli4.pdf.
Diakses tanggal 28 Januari 2013.)
Riwayat Alamiah Infeksi HIV
Berdasarkan interaksi HIV dengan system imun hospes, infeki HIV dapat
dibagi menjadi 3 fase. Pada masing-masing dari ketiga fase infeksi HIV ini,
![Page 6: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/6.jpg)
replikasi virus terus berlanjut dan karenanya infeksi HIV kurang memiliki fase
latensi mikrobiologi yang sebenarnya.
1) Fase dini yang akut ditandai oleh viremia sepintas, penyebaran
virus yang meluas pada jaringan limfoid, penurunan temporer sel-
sel T CD4+ dengan diikuti oleh serokonversi dan pengendalian
replikasi virus pewat pembentukan sel T antivirus CD8+. Secara
klinis dapat terjadi sakit yang akut dan swasirna dengan gejala
nyeri tenggorok, mialgia nonspesifik, serta meningitis aseptic.
Pemulihan klinis dan jumlah sel T CD4+ yang mendekati normal
terjadi dalam waktu 6 hingga 12 minggu. Muatan virus pada akhir
fase akut mencerminkan keseimbangan antara produksi HIV dan
pertahanan hospes. Titik acuan virus ini merupakan predictor
penting untuk meramalkan kecepatan perjalanan penyakit HIV.
2) Fase pertengahan yang kronik ditandai dengan masa latensi klinis
dengan replikasi virus yang intensif dan kontinu terutama di
jaringan limfoid kendati jumlah CD4+ hanya menurun secara
bertahap akibat regenerasi sel-sel T yang cepat. Pasien pada tahap
ini menunjukkan pembesaran limfonodi yang menyeluruh dan
persiten tanpa disertai gejala konstitusional. Fase ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun. Menjelang akhir fase ini dapat
muncul demam, ruam, kelelahan dan viremia. Fase kronik dapat
berjalan selama 7 hingga 10 tahun.
3) Progresi akhir menjadi penyakit AIDS ditandai oleh penurunan
pertahanan tubuh hospes secara cepat yang dimanifestasikan lewat
jumlah CD4+ yang rendah, penurunan berat badan, diare, infeksi
oportunistik dan neoplasma sekunder.
(Robbins, Cotran. Buku saku: Dasar patologis penyakit. 7th ed. Jakarta:
EGC;2009.)
![Page 7: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/7.jpg)
Pengobatan
1. Pengobatan Suportif
Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita.
Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simtomatik,
vitamin dll.
2. Penanggulangan penyakit oportunistik
Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit oportunistik adalah
pengobatan yang diberika kepada ODHA yang bertujuan untuk mengobati
infeksi yang timbul ketika kekebalan tubuh menurun. Infeksi yang sering
dijumpai, antara lain: diare kronis, tuberculosis (TB), candidiasis oral,
sarcoma kapossi, cytomegalovirus (CMV), dan lain-lain.
3. Pemberian obat antivirus.
Berikut ini merupakan beberapa jenis obat antivirus :
Didanosin (ddl)
Zidovudin (ZDV)
Lamivudin (3TC)
Stavudin (d4T)
Obat ARV (Antiretrovirus) masih merupakan terapi pilihan karena:
- Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat
memperpanjang daya tahan tubuh.
- Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat
diturunkan sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil
dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif.
- Hasil penelitian dalam hal upaya pencegahan dengan imunisasi belum
memuaskan.
4. Penaggulangan dampak psikososial
Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penilaran, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta. 2008
![Page 8: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/8.jpg)
Depkes RI .2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. (online)
(http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Situasi%20HIV-AIDS
%202006.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)
Perkembangan Penyakit di Indonesia
Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987 dan
semenjak saat itu kasus terus bertambah hampir diseluruh provinsi di Indonesia
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Data sebenarnya tentang jumlah
orang yang terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia sulit didapat. Seringkali
dikemukakan bahwa jumlah penderita yang berhasil di himpun hanyalah puncak
dari gunung es. Setiap kasus yang dilaporkan diperkirakan ada 100 orang lainnya
yang terinfeksi HIV namun tidak terdeteksi. Jumlah penyakit HIV hanya bisa
diperkirakan, oleh karena itu dibuatlah beberapa proyeksi. Menurut laporan
Bappenas dan UNDP, virus HIV diperkirakan telah menginfeksi 172.000 – 219.00
orang di Indonesia.
Berbagai hasil estimasu yang dilakukan mengenai perkiraan orang yang
terinfeksi HIV menunjukkan bahwa jumlah kasus selalu meningkat dari waktu ke
waktu. Pada tahun 1999, pernah di proyeksikan bahwa jumlah penduduk
Indonesia yang terinfeksi HIV diperkirakan mencapai 50.000 orang dan sebanyak
12.000 orang diantaranya akan meninggal dunia. Pada tahun 2001, para ahli
epidemiologi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan bantuan
konsultan WHO, memperkirakan bahwa jumlah ODHA sekitar 80.000-120.000.
Pada tahun 2006 Depkes kembali melakukan estimasi dan hasilnya menunjukkan
bahwa jumlah ODHA diestimasikan berkisar 169.000-217.000, 46% diantaranya
adalah pengguna Napza suntik. Jika cakupan program tidak dapat ditingkatkan
secara optimal diperkirakan jumlah orang terinfeksi HIV akan mencapai 400.000
pada tahun 2010, dan 100.000 orang diantaranya meninggal. Pada tahun 2015
jumlah ODHA akan mencapai 1.000.000 dengan350.000 kematian.
Purwaningsih dan Widiyatun. 2008. Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia:
Tinjauan Sosio Demografis. (online)
![Page 9: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/9.jpg)
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32087595.pdf, diakses tanggal 28 Januari
2013)
Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kasus HIV/AIDS
1. Maraknya penggunaan narkoba
Merebaknya kasus narkotik dan obat membuat ledakan HIV/AIDS di
Indonesia mulai terjadi. Berbagai kenyataan di Lapangan menunjukkan
30%-50% pecandu narkotik bisa terinfeksi HIV/AIDS. Pengguna narkoba
suntik akan mudah tertular HIV/AIDS.
2. Maraknya pekerja seks dibawah umur
Remaja putrid yang melakukan hal tersebut memiliki motif bukan hanya
sekedar untuk mencari uang, tetapi juga merupakan trend an pemuas
libido.
3. Homoseksual dan biseksual
Perilaku seksual kelompok homo cenderung rentan terpapar HIV/AIDS
karena hubungan seks mereka biasanya dilakukan melalui dubur.
Hubungan seksual melalui dubur lebih beresiko terjadi lukakecil karena
penetrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan seksual melalui
dubur berpotensi mengakibatkan luka 10 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan hubungan seks antara pria dan wanita.
4. Mobilitas penduduk
Letak geografis Indonesia yang strategis baik untuk perdagangan maupun
pariwisata merupakan faktor yang juga mempercepat peningkatan jumlah
penduduk yang terinfeksi HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS dari luar
Indonesia biasanya menghabiskan sisa hidupnya di Bali. Jika ia melakukan
hubungan seksual dengan pekerja seks di Indonesia maka penyebaranpun
semakin meluas. Selain itu adanya perpindahan penduduk jangka pendek
seperti turisme, pelaut yang tinggal beberapa saat di pelabuhan, kunjungan
ke daerah lain untuk tujuan bisnis dan sebagainya juga merupakan faktor
penting dalam terjadinya sexual networking. Dengan pergerakan penduduk
![Page 10: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/10.jpg)
yang bersifat sirkuler ini, maka tidak menutup kemungkinan bagi
seseorang untuk punya hubungan seks dengan pasangan sementara (casual
partener) di tempat lain.
Purwaningsih dan Widiyatun. 2008. Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia:
Tinjauan Sosio Demografis. (online)
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32087595.pdf, diakses tanggal 28 Januari
2013)
Cara Pencegahan
1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual
a. Transfuse darah. Cara ini dapat dicegah dengan mengadakan
pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja yang
ditransfusikan.
b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedic dapat
dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau menggunakan jarum
suntik sekali pakai.
2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual
Penularan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan yang
intensif yang ditujukan pada perubahan cara hidup dan perlaku seksual.
Selain itu upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan sexual
dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita atau
yang diduga menderita AIDS dan penggunaan kondom.
3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak
a. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif.
b. Menurunkan viral load/ kadar virus serendah-rendahnya.
c. Meminimalkan paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh ibu.
Persalinan dengan cara sesar menjadi cara untuk menghindari paparan
![Page 11: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/11.jpg)
cairan tubuh ibu kepada bayinya. Ibu HIV positif juga dapat
menularkan melalui ASI, sehingga bayi yang lahir dari ibu HIV positif
harus menggunakan susu formula.
d. Mengoptimalkan kesehatan ibu hamil dengan HIV positif.
Gondo, Harry Kurniawan. 2011. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi.
(online) (http://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/PENCEGAHAN
%20PENULARAN%20HIV%20DARI%20IBU%20KE%20BAYI.pdf, diakses
tanggal 29 Januari 2013)
Gambaran Epidemiologi Umum
Kasus HIV/AIDS selalu meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada
tahun 1981 tercatat 185 kasus AIDS, tahun 1985 tercatat 140.000 kasus AIDS,
Maret 1987 terdapat 41.888 kasus, Desember 1988 135.134 kasus, 131.00 pada
Maret 1989, Desember 1989 menjadi 198.165 kasus yang dilaporkan ke WHO.
Jumlah penderita AIDS pada awal yahun 1990 adalah 300.000 orang dan
jumlah kumulatif penederita AIDS di dunia menjelang tahun 1991 melebihi 1 juta
orang. Hampir 95% penyakit dilaporkan meneyrang pria usia 20-49 tahun yang
mempunyai gaya hidup tertentu. Di USA dilaporkan 7% menyerang wanita. DI
Afrika perbandingan pria dengan wanita sama banyak.
Staf badan kesehatan sedunia Dr. Michael Merson menyatakan, tahun
2000 mendatang sekitar 4 juta perempuan akan meninggal karena AIDS. Merson
mengatakan jumlah 13 juta wanita terinfeksi HIv dan 4 juta diantaranya
meninggal.
Distribusi umur penderita AIDS di AS, Eropa dan Afrika tidak berbeda
jauh, kelompok terbesar berada pada umur 30-39 tahun, dan menurun pada
kelompok umur yang lebih besar dan lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa
transmisi seksual baik homo m aupun heteroseksual merupakan pola transmisi
utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas, maka
infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30
tahun.
![Page 12: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/12.jpg)
Rasio jenis kelamin pria, wanita di negarapola I adalah 10-15:1 karena
sebagian besar penderita adalah kaum homoseksual, sedangkan di negara-negara
pola II, rasio ini adalah 1:1. Perbandingan antara penderita dari daerah urban
(perkotaan) dan rural (pedesaan) umumnya lebih tinggi di daerah urban, karena di
kota lebih banyak dilakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak
mitra seksual), maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok
masyarakat yang melakukan promiskuitas, yaitu kaum homoseksual termasuk
kelompok biseksual, heteroseksual, dan penyalahguna narkotik suntik, serta
penerima transfusi darah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit
darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV.
Kelompok homoseksual (termausk biseksual) kelompok ini termasuk
kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat. Prevalensi infeksi HIV
dikalangan ini terus meningkat dengan pesat. Di San Fransisco pada tahun 1978,
hanya 4% kaum homoseksual diperkirakan mengidap HIV, 3 tahun kemudian
angka ini bertambah menjadi 24%, 8 tahun kemudian menjadi 80% dan pada saat
ini telah menjadi 100%. Di London pada tahun 1982, hanya 3,7% kaum
homoseksual mengidap HIV, 3 tahun kemudian menjadi 21% saat ini telah lebih
dari 35% sehinggadiperkirakan pada tahun 1990 menjadi 100%.
Kelompok heteroseksual, kelompok ini di Afrika merupakan kelompok
utama dimana homoseksualitas tidak populer. Saat AIDS pertama kali dideteksi
pada kaum homoseksual di negara-negara maju, pola hubungan heteroseksual
belum menjadi perhatian. Saat ini 4% kasus AIDS berasal dari kelompok ini.
Jumlah ini terus meningkat sehingga diramalkan akan terjadi epidemi AIDS kedua
pada kaum heteroseksual.
Sebagai perbandingan keadaan di Amerika Serikat dan Afrika, maka dapat
diperbandingkan dari para penderita penyakit menular seksual heteroseksual yang
berobat ke rumah sakit, persentase penderita dengan infeksi HIV di AS adalah 0-
3,4%, sedangkan di Afrika adalah 18-29%. Demikian pula dengan sero-prevalensi
HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Amerika Serikat berkisar pada
angka 2%, sedangkan di Afrika sampai 18%. Dari data-data ini terlihat bahwa
![Page 13: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/13.jpg)
kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika. Pernah ada anggapan bahwa
AIDS berasal dari pedalaman Afrika dengan pola penyebaran heteroseksual.
Dari penelitian ak hir-akhir ini ternyata prevalensi di daerah urban tetap
lebih besar daripada di pedesaan sehingga anggapan tersebut adalah tidak benar.
Prevalensi di kalangan WTS di beberapa tempat di Afrika Barat adalah 20-88%
sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat berkisar antara 0-30%.
Epidemi HIV masih terkonsentrasi pada IDU (Injecting Drug Users),
homoseksual, pekerja seks, pelanggan pekerja seks beserta pasangan tetapnya.
Rasmaliah. 2001. Epidemiologi HIV/AIDS dan Penanggulangannya. (online)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3771/1/fkm-rasmaliah3.pdf,
diakses tanggal 29 Januari 2013)
Depkes RI .2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. (online)
(http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Situasi%20HIV-AIDS
%202006.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)
Gambaran Epidemiologi di Indonesia
Tujuan P3M HIV/AIDS
Tujuan Umum :
Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA
serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada
individu, keluarga dan masyarakat.
Tujuan Khusus :
![Page 14: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/14.jpg)
- Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan
menciptakansuasana kondusif untuk mendukung upaya
penanggulangan HIV dan AIDS, dengan menitikberatkan pencegahan
pada sub-populasi berperilaku resiko tinggi dan lingkungannya dengan
tetap memperhatikan sub-populasi lainnya.
- Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan,
pengobatan, dan dukungan kepada ODHA yang terintegrasi dengan
upaya pencegahan.
- Meningkatkan peran serta remaja, perempuan, keluarga dan
masyarakat umum termasuk ODHA dalam berbagai upaya
penanggulangan HIV dan AIDS.
- Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara lembaga
pemerintah, LSM, sektor swasta dan dunia usaha, organisasi profesi,
dan mitra internasional di pusat dan di daerah untuk meningkatkan
respons nasional terhadap HIV dan AIDS.
- Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah serta inisiatif
dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
(KPA. 2007. Strategi nasional penanggulangan HIV dan AIDS 207-2010
(Online). http://www.undp.or.id/ programme /.../The%20National% . Diakses
tanggal 29 Januari 2013.)
Strategi P3M
Untuk mencapai tujuan STRANAS, ditetapkan strategi sebagai berikut:
- Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif
dan menguji coba cara-cara baru.
- Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang
memerlukan akses perawatan dan pengobatan.
![Page 15: hiv](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080211/5572142c497959fc0b93f134/html5/thumbnails/15.jpg)
- Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat
dan di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan.
- Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi
pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS.
- Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan
HIV dilingkungannya.
- Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring
dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS.
- Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemamfaatannya
di semua tingkat.
(KPA. 2007. Strategi nasional penanggulangan HIV dan AIDS 207-2010
(Online). http://www.undp.or.id/ programme /.../The%20National% . Diakses
tanggal 29 Januari 2013.)
Ukuran epidemiologi yang dapat dipakai
Kepustakaan