konseling hiv

16
Konseling dan Tes HIV

Upload: dian-afida

Post on 09-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Konseling HIV

TRANSCRIPT

  • Konseling dan Tes HIV

  • Dalam proses Konseling dan Tes HIV dapat dilakukan melalui dua pendekatan,yaitu:Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/Provider Initiated Testing and Counseling = PITC).Tujuan umum dari TIPK tersebut adalah untuk melakukan diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasi pasien untuk mendapatkan pengobatan lebih dini pula, juga untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinis atau medis terkait pengobatan yang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil tanpa mengetahui status HIV nya. Diindikasikan pada:setiap orang dewasa, remaja, dan anak-anak yang datang dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV, terutama pasien TB dan IMS; asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin; bayi atau anak yang lahir dari ibu terinfeksi HIV; anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah epidemik meluas atau anak dengan malnutrisi yang tidak menunjukkan respons yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adekuat; laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV

  • Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan dilaksanakan tidak dengan cara mandatori atau wajib. Prinsip 3C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R (reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya.

    b. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi klien atau yang disebut konseling dan tes HIV sukarela (KTS-Voluntary Counselling and Testing/Client Initiated Counseling and Testing = CICT).Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV AIDS beserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya.Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. Pada layanan tersebut klien datang sendiri untuk meminta dilakukan tes HIV atas berbagai alasan baik ke fasilitas kesehatan atau layanan tes HIV berbasis komunitas

  • Beberapa Prinsip Layanan Konseling dan Tes HIV:1. Sukarela dalam melaksanakan tes HIV. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaanklien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan.2. Saling membangun kepercayaan dan menjaga konfidensialitas.3. Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien/pasien. Semuainformasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugaskesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasitertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak.Konfidensialitas dapat dibagi sesuai kebutuhan klien/pasien.4. Mempertahankan hubungan relasi yang efektif.5. Konselor/Petugas Medis mendorong klien/pasien untuk kembali mengambil hasil tes danmengikuti konseling pasca tes untuk mengurangi perilaku berisiko.

  • Tahapan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) a. Pre-test counseling Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konseling pra tes :1) Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir2) Perkenalan dan arahan.3) Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganyakonfidensialitas sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami.4) Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV.5) Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untukpemeriksaan darah.6) Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasiPetunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV67diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV.7) Di dalam konseling pra tes HIV seorang konselor harus dapat membuat keseimbangan antarapemberian informasi, penilaian risiko dan merespons kebutuhan emosi klien.8) Melakukan penilaian sistem dukungan.9) Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed Concent) sebelum dilakukan tes HIV. Jelaskanjuga mengenai konfidensialitas berbagi untuk kepentingan kesehatan klien.

  • b. HIV testing Tes antibodi HIVInfeksi HIV biasanya didiagnosis melalui deteksi dari antibodi terhadap virus. Pada umumnya antibodi terbentuk di dalam darah seseorang memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV. Periode setelah infeksi tetapi antibodi masih belumterdeteksi dikenal dengan istilah window period.Diagnosis dari infeksi HIV juga dimungkinkan dengan mendeteksi virus (p24 antigen, berbasis tes nucleic-acid atau pembiakan) namun alat ini belum tersedia luas dan cukup mahal

  • 2. Tes untuk mendeteksi virus HIVTes pertama yang bisa mendeteksi sirkulasi bebas dari partikel HIV adalah antigen HIV p24 EIAs. Ukuran kuantitatif dari plasma HIV RNA (viral load) sekarang telah menggantikan tes EIAs ini. Pengukuran viral load saat ini merupakan hal yang standar pada negara maju untuk pentahapan dan monitoring merespons terapi antiretroviral. Bagaimanapun, beberapa faktor membatasi kegunaan dari metode ini pada negara-negara berkembang berupa mahalnya peralatan yang dibutuhkan dan diperlukan kondisi laboratorium, pengawasan kualitas dan staf yang sangat terlatih.

  • 3. Pemeriksaan Laboratoris Untuk Tes HIVProsedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%) sedangkan untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).

  • c. Post-test counseling

  • Reaksi psikologis orang yang terinfeksi HIV/AIDS Kubler Ross (dalam Sarafino 2006) menyatakan ada lima tahapan reaksi psikologis dalam menghadapi kematian pada pasien-pasien terminal illness yaitu 1. Denial

    Reaksi pertama ketika menghadapi kematian adalah menyangkal kematian itu. Pasien terminal illness mengatakan Tidak, itu tidak benar atau ada kesalahan pada hasil yang diberikan. Penyangkalan seperti ini merupakan reaksi pertama yang ditunjukkan pasien. Menurut Kubler Ross, penyangkalan akan hilang dengan segera dan berganti dengan kemarahan. 2. Anger

    Kemudian pasien menyadari Ya, ini terjadi pada saya dan tidak salah. Pasien bertanya dalam hati Mengapa ini terjadi pada saya Pasien menyalahkan orang-orang yang sehat dan marah kepada setiap orang termasuk perawat, dokter dan keluarganya. 3. Bargaining

    Pada tahap ini, seseorang mengubah strategi dengan melakukan tawar-menawar atau negoisasi dengan Tuhan. Misalnya Tuhan, saya berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik jika Engkau menyembuhkan penyakit ini. Universitas Sumatera Utara

    4. Depression

    Ketika strategi tawar-menawar tidak membantu dan pasien merasa hidupnya tinggal sebentar lagi maka depresi terjadi. Mereka menangisi akan apa yang terjadi pada masa lalu dan kehilangan masa depan. Menurut Kubler Ross, depresi yang terjadi dalam waktu yang lama membuat pasien melepaskan kesedihan itu dengan menerima apa yang terjadi. 5. Acceptance

    Pasien yang sudah cukup lama menjalani hidupnya mencapai tahap terakhir dimana mereka tidak merasa depresi lagi tetapi sudah merasa agak tenang dan siap menerima kematian.