epidemiologi hiv

30
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HIV/AIDS Makalah: Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Kelompok 9 Ardilla Wasiah Fauziah Rahmi Hidayati Taslimah Kurniati Asria Semester IV Peminatan Kesehatan Lingkungan

Upload: naina-maziyah

Post on 03-Jul-2015

1.134 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Epidemiologi Hiv

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HIV/AIDS

Makalah:Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah

Epidemiologi Penyakit Menular

Kelompok 9Ardilla Wasiah

FauziahRahmi Hidayati

TaslimahKurniati Asria

Semester IVPeminatan Kesehatan Lingkungan

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011 M

Page 2: Epidemiologi Hiv

PENDAHULUAN

AIDS (Acquired lmmunodeficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan dunia pada

saat ini maupun masa yang akan datang karena penyakit ini telah menyebar hampir diseluruh

negara. Penyakit ini berkembang secara pandemi, menyerang baik negara maju maupun negara

yang sedang berkembang. Hal ini merupakan tantangan terhadap pelayanan kesehatan

masyarakat dunia dan memerlukan tindakan segera.

Acquired lmmunodeficiency Sydrome adalah sindrome/kumpulan gejala penyakit yang

disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan/pertahanan tubuh. Penyakit ini

pertama kali ditemukan pada tahun 1981. di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah

menyerang sebagian besar negara didunia. Penyakit ini telah menjadi masalah internasional

karena dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin

banyak negara. Disamping itu belum ditemukannya obat/vaksin yang efektif terhadap AIDS

telah menyebabkan timbulnya keresahan dan keprihatinan di seluruh dunia. Masalah yang

demikian besar dan menyeluruh serta merugikan tidak saja pada bidang kesehatan, tetapi juga di

bidang lain misalnya bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Dikatakan pula

bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakitnya (AIDS) tetapi juga epidemi virus

(HIV) dan epidemi reaksi/dampak negatif di berbagai bidang seperti tersebut diatas .Hal ini

merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang.

Penelitian mengenai AIDS telah dilaksanakan dengan sangat intensif dan informasi

mengenai penyakit ini bertambah dengan cepat. Informasi yang semakin banyak, masalah yang

semakin kompleks dan masih barunya penyakit. AIDS ini sering menimbulkan kesalahpahaman

dan ketakutan yang berlebihan mengenai penyakiti ni. Di Indonesia masalah AIDS cukup

mendapat perhatian mengingat Indonesia adalah negara terbuka, sehingga kemungkinan

masuknya AIDS adalah cukup besar dan sulit dihindari . Sampai Mei 1997 ditemukan 1.32

penderita AIDS dimana 75 orang diantaranva telah meninggal dan yang seropositif terhadap HIV

sebanyak 413 orang. Oleh karenanya kita harus waspada dan siap untuk menghadapi penyakit

ini.

Page 3: Epidemiologi Hiv

Menurut Suesen (1989) terdapat 5 -10 ,juta HIV positif yang dalam waktu 5- 7 tahun

mendatang diperkirakan 10-30% diantaranya akan menjadi penderita AIDS. Masa inkubasi

penyakit ini yaitu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala penyakit sangat lama (sampai

5 tahun atau lebih) dan karena infeksi HIV dianggap seumur hidup maka resiko terjadinya

penyakit akan berlanjut selama hidup pengidap virus HIV. Seseorang yang terserang virus AIDS

menjadi membawa virus tersebut selama hidupnya. Orang tersebut bisa saja tidak demikian

gejala sama sekali, namun tetap sebagai sumber penularan kepada orang lain.

Saat ini pandemi infeksi HIV tanpa gejala jauh lebih banyak daripada penderita AIDS itu

sendiri. Tetapi infeksi HIV itu dapat berkembang lebih lanjut dan menyebabkan kelainan

imonologis yang luas dan gejala klinik yang bervariasi. Menurut Wibisono (1989) diperkirakan 5

-10 juta pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala apapun tetapi potensial sebagai sumber

penularan. AIDS merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai case

fatality rate 100% dalam 5 tahun, artinya dalam waktu 5 tahun setelah diagnosa AIDS di

tegakkan maka semua penderita akan meninggal.

Page 4: Epidemiologi Hiv

DEFINISI DAN GEJALA KLINIS

Definisi

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam

golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang

tergantung pada enzim reverse trancriptase untuk dapat menginfeksi mamalia, termasuk

manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat (Zein, dkk, 2006).

AIDS mula-mula didefinisikan untuk kepentingan survei oleh CDC (the U.S. Centers for Disease

Control and Prevention) sebagai adanya penyakit oportunistik yang setidaknya mengisyaratkan

adanya cacat imunitas seluler tanpa didasari oleh gangguan kekebalan yang diketahui, misalnya

imunosupresi iatrogenik atau keganasan. Dengan tersedianya uji diagnostik yang sensitif dan

spesifik untuk HIV, definisi kasus AIDS telah mengalami beberapa perbaikan (Fauci dan Lane,

2000).

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat

menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) (Mansjoer, 2000). Umar Zein (2006) mendefinisikan AIDS

berdasarkan definisi etimologinya. AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,

dimana acquired artinya didapat, bukan penyakit turunan, immuno artinya sistem kekebalan

tubuh, deficiency artinya kekurangan, dan syndrome artinya kumpulan gejala. Jadi AIDS adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga

mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal padahal penyakit tersebut tidak

akan menyebabkan gangguan yang sangat berarti pada orang-orang dengan sistem kekebalan

normal.

Gejala klinis

Page 5: Epidemiologi Hiv

Terdapat 4 stadium penyakit AIDS1 yaitu :

o Stadium awal infeksi HIV, menunjukkan gejala-gejala seperti : demam, kelelahan, nyeri

sendi, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala-gejala ini menyerupai influenza/

monokleosis.

o Stadium tanpa gejala, yaitu stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat

merupakan sumber penularan infeksi HIV.

o Stadium ARC (AIDS Related Complex), memperlihatkan gejala-gejala seperti : demam lebih

dari 38o C secara berkala/terus-menerus, menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam

waktu 3 bulan, pembesaran kelenjar getah bening, diare/mencret secara berkala/terus-

menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan

aktifitas fisik, berkeringat pada waktu malam hari.

o Stadium AIDS, akan menunjukkan gejala-gejala seperti : gejala klinis utama yaitu

terdapatnya kanker kulit yang disebut sarkoma kaposi, kanker kelenjar getah bening, infeksi

penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang disebabkan oleh pneumocytis carinii, TBC,

peradangan otak/selaput otak.

Klasifikasi

Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for Disease Control)

dibagi atas empat tahap, yakni:

1. Infeksi HIV akut

Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul setelah 2-4 minggu

terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam, ruam merah pada kulit, nyeri telan, badan

lesu, dan limfadenopati. Pada tahapini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan

menyerupai banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif (Murtiastutik,

2008).

2. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis

Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi gejala asimtomatis. Pada orang

dewasa, fase ini berlangsung lama dan penderita bisa tidak mengalami keluhan apapun selama

sepuluh tahun atau lebih. Berbeda dengan anak- anak, fase ini lebih cepat dilalui (Murtiastutik,

2008).

1 Drh. Rasmaliah, M.Kes 2001

Page 6: Epidemiologi Hiv

3. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)

Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua tempat selain limfonodi

inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe berfungsi sebagai tempat penampungan

utama HIV. PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV asimtomatis. Pembesaran

menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan (Murtiastutik, 2008).

4. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat pengobatan, akan berkembang

menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV bergantung pada karakteristik virus dan hospes. Usia

kurang dari lima tahun atau lebih dari 40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik

merupakan faktor penyebab peningkatan progresivitas. Bersamaan dengan progresifitas dan

penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan terhadap infeksi. Beberapa penderita

mengalami gejala konstitusional, seperti demam dan penurunan berat badan, yang tidak jelas

penyebabnya. Beberapa penderita lain mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan.

Penderita yang mengalami infeksi oportunistik dan tidak mendapat pengobatan anti retrovirus

biasanya akan meninggal kurang dari dua tahun kemudian (Murtiastutik, 2008).

Page 7: Epidemiologi Hiv

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

DAN

KARAKTERISTIK HAE

Riwayat Alamiah Penyakit

Perjalanan interaksi HIV dengan sistem imun tubuh yang terbagi dalam tiga fase yang

menunjukkan terjadinya interaksi virus dan hospes yaitu fase permulaan/akut, fase

pertengahan/kronik dan fase terakhir/krisis (Mitchell and Kumar, 2003).

Fase akut menandakan respon imun tubuh yang masih imunokompeten terhadap infeksi HIV.

Secara klinis, fase tersebut ditandai oleh gejala yang sembuh dengan sendirinya yaitu 3

sampai 6 minggu setelah terinfeksi HIV. Gejalanya berupa radang tenggorokan, nyeri otot

(mialgia), demam, ruam kulit, dan terkadang radang selaput otak (meningitis asepsis).

Produksi virus yang tinggi menyebabkan viremia (beredarnya virus dalam darah) dan

penyebaran virus ke dalam jaringan limfoid, serta penurunan jumlah sel T CD4+. Beberapa

lama kemudian, respon imun spesifik terhadap HIV muncul sehingga terjadi serokonversi.

Respon imun spesifik terhadap HIV diperantarai oleh sel T CD8+ (sel T pembunuh, T

sitotoksik cell) yang menyebabkan penurunan jumlah virus dan peningkatan jumlah CD4+

kembali. Walaupun demikian, penurunan virus dalam plasma tidak disertai dengan

berakhirnya replikasi virus. Replikasi virus terus berlangsung di dalam makrofag jaringan

dan CD4+ (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

Fase kronik ditandai dengan adanya replikasi virus terus menerus dalam sel T CD4+ yang

berlangsung bertahun-tahun. Pada fase kronik tidak didapatkan kelainan sistem imun.

Penderita dapat asimptomatik (tanpa gejala) atau mengalami limfadenopati persisten

(pembesaran kelenjar getah bening) dan beberapa penderita mengalami infeksi oportunistik

minor seperti infeksi jamur. Penurunan sel T CD4+ terjadi terus menerus, tetapi masih

diimbangi dengan kemampuan regenerasi sistem imun. Setelah beberapa tahun, sistem imun

tubuh mulai melemah, sementara replikasi virus sudah mencapai puncaknya sehingga

perjalanan penyakit masuk ke fase krisis. Tanpa pengobatan, penderita HIV akan mengalami

Page 8: Epidemiologi Hiv

sindrom AIDS setelah fase kronik dalam jangka waktu 7 sampai 10 tahun (Mitchell and

Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

Fase krisis ditandai dengan hilangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh. Peningkatan

jumlah virus dalam darah (viral load) dan gejala klinis yang berarti. Penderita mengalami

demam lebih dari 1 bulan, lemah, penurunan berat badan dan diare kronis. Hitung sel T

CD4+ berkurang sampai dibawah 500/μL. Penderita juga akan rentan terhadap infeksi

oportunistik mayor, neoplasma (kanker) tertentu dan manifestasi neurologis sehingga

dikatakan penderita mengalami gejala AIDS yang sebenarnya (Mitchell and Kumar, 2003;

Saloojee and Violari, 2001).

Faktor yang mempengaruhi perjalanan HIV/AIDS meliputi faktor hospes dan virus.

Faktor hospes mencakup umur dan faktor genetik. Pada usia anak, AIDS akan berjalan lebih

progresif, selain itu viral load akan lebih tinggi dan infeksi bakteri atau infeksi oportunistik akan

lebih sering dibandingkan pada orang dewasa. Faktor virus mencangkup virulensi yang

dipengaruhi oleh gen virus tertentu, misalnya gen nef (Hogan et al., 2001; Learmont et al.,

1999)2.

Karakteristik Host, Agent, Environment

Faktor Agent

HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk Retrovirus yang mudah mengalami mutasi

sehingga sulit untuk membuat obat yang dapat membunuh virus tersebut .Virus HIV sangat

lemah dan mudah mati diluar tubuh. HIV termasuk Virus yang sensitif terhadap pengaruh

lingkungan seperti air mendidih. sinar matahari dan berbagai desinfektan

Faktor Host

Distribusi golongan umur penderita AIDS Di Amerika Serikat Eropa, Afrika dan Asia tidak

jauh berbeda. Kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun. Mereka termasuk

kelompok umur yang aktif melakukan bubungan seksual. Hal ini membuktikan bahwa

transmisi seksual baik homo maupun heteseksual merupakan pola transmisi utama. Ratio

jenis kelamin pria dan wanita di negara pola I adalah 10 :1. karena sebagian besar penderita

adalah kaum homoseksual sedangkan di negara pola II ratio adalah 1 : 1. Kelompok

masyarakat beresiko tinggi adalah mereka yang melakukan hubungan seksual dengan banyak

2 http://indonesiannursing.com/2008/05/perjalanan-penyakit-hivaids/

Page 9: Epidemiologi Hiv

mitra seks (promiskuitas). kaum homoseksual/biseksual. kaum heteroseksual golongan

pernyalahguna narkotik suntik. Penerima transfusi darah termasuk penderita hemofilia dan

penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV. Kelompok

homoseksual/biseksual adalah kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat.

Prevalensi HIV dikalangan ini terus meningkat dengan pesat.Di SanFransisco pada tahun

1978 hanya 4% kaum homoseksual yang mengidap HIV. 3 tahun kemudian menjadi 24% dan

8 tahun kemudian menjadi 80%. Kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika dimana

prevalensi. HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Afrika pada tahun 1981 mencapai

18%. Kelompok penyalahguna narkotik suntik di Eropa meliputi 11% dan di Amerika

Serikat 25% dari seluruh kasus AIDS.

Faktor Environment.

Lingkungan biologs, sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran

AIDS. Lingkungan biologis antara lain adanya luka-luka pada usus genita, herpes simplex

dan syphilis meningkatkan prevalensi penularan HIV. Demikian juga dengan penggunaan

obat KB pada kelompok wanita tunasusila di Nairobi dapat meningkatkan penularan HIV.

Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual

masyarakat. Bila faktor-faktor ini mendukung pada perilaku seksual yang bebas akan

meningkatkan penularan HIV dalam masyarakat.

Page 10: Epidemiologi Hiv

KONSEP PENULARAN

HIV dapat masuk ke tubuh manusia terutama melalui darah, semen (cairan sperma) dan

sekret vagina, serta transmisi dari ibu ke anak (Mansjoer, 2000). Transmisi dari retrovirus RNA

yang disebarkan melalui darah terjadi terutama oleh mekanisme, yaitu homoseksual atau

heteroseksual, terinfeksi darah penderita HIV/AIDS, penyalahgunaan obat intravena, transfusi

produk-produk darah dan transmisi dari ibu ke anak (Davey, 2000). Penularan infeksi HIV dari

ibu kepada anaknya terjadi selama kehamilan, proses persalinan dan dengan pemberian ASI oleh

ibu penderita HIV/AIDS (Antony dan Lane, 2005).

Peluang untuk tertular HIV melalui hubungan seks adalah 1%, melalui transfusi darah

90%, melalui jarum suntik 90% dan ibu hamil kepada bayinya 30%. Meskipun penularan HIV

melalui hubungan seks mempunyai peluang paling kecil, ternyata lebih dari 90% kasus HIV dan

AIDS yang ada sekarang ini terjadi karena hubungan seks (Yatim, 2006).

HIV tidak dapat menular melalui air liur, keringat ataupun air mata pengidap HIV/AIDS.

Walaupun HIV dapat diisolasi jumlah dari ludah penderita HIV/AIDS dalam jumlah sedikit,

tetapi tidak terdapat bukti yang pasti bahwa ludah dapat menularkan infeksi HIV baik melalui

ciuman atau paparan lainnya (Antony dan Lane, 2005).

Menurut Azhari (2000), AIDS tidak menular melalui:

a. Hidup serumah dengan penderita AIDS (asal tidak mengadakan hubungan seksual)

b. Bersenggolan dengan penderita

c. Berjabatan tangan

d. Penderita AIDS bersin atau batuk di dekat kita

e. Berciuman

f. Berpelukan

g. Menggunakan alat makan bersama

h. Gigitan nyamuk dan serangga lain

i. Memakai pakaian secara bergantian

j. Berenang di kolam renang yang sama

Page 11: Epidemiologi Hiv

POLA PENYEBARAN PENYAKIT

BESAR MASALAH (PREVALENSI DAN INSIDEN)

Kasus HIV/AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahunnya. Prevalensi nasional

untuk HIV/AIDS pernah mencapai 44,4%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi

HIV/AIDS dibawah prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara3. Sampai dengan Desember

2009 jumlah kumulatif kasus AIDS mencapai 19.973 kasus.

Pada gambar diatas nampak adanya peningkatan kasus baru yang cukup signifikan pada

tahun 2008, dari 2.947 kasus baru pada tahun 2007 menjadi 4.969 kasus pada tahun 2008.

3 Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia Tahun 2007. hl. xix

Page 12: Epidemiologi Hiv

Besaran kasus juga dapat dilihat dengan menggunakan Case Rate AIDS yang diperoleh dengan

membandingkan jumlah kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk per 100.000 penduduk. Pada

tahun 2009, provinsi dengan Case Rate tertinggi adalah Papua sebesar 133,1; diikuti oleh Bali

sebesar 45,4; da DKI Jakarta 31,7 per 100.000 penduduk.

HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis

(heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan Narkoba suntik

secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini persentase kasus kumulatif menurut

faktor risiko.

Page 13: Epidemiologi Hiv

Berdasarkan cara penularan, persentase kasus kumulatif tertinggi adalah melalui

hubungan heteroseksual sebesar 50,3%. Sedangkan persentase terendah adalah melalui transfusi

darah sebesar 0,1%.

Untuk kategori jenis kelamin, didapatkan proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih

besar terhadap perempuan yaitu 73,3% berbanding 25,8%.

Proporsi kasus kumulatif AIDS menurut kelompok umur menunjukkan gambaran bahwa

sebagian besar kasus kumulatif AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan 40-49

tahun. Kelompok umur tersebut memang termasuk ke dalam usia produktif yang tentu saja juga

aktif secara seksual.

Page 14: Epidemiologi Hiv

Penanggulangan

Page 15: Epidemiologi Hiv

Penularan dan penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku beresiko,

oleh karena itu penanggulangan harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

perilaku tersebut4. Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit

HIV/AIDS di samping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan

pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan

kegiatan konseling.

Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV/AIDS terhadap darah donor,

pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita

Penjaja Seksual (WPS), penyalahguna obat dengan suntikan (IDUs), penghuni Lapas (Lembaga

Pemasyarakatan) atau sesekali dilakukan penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu

rumah tangga dan sebagainya.5

Berikut ini merupakan strategi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya

penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu6:

Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan menguji coba

cara-cara baru.

Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan untuk

mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang memerlukan akses perawatan dan

pengobatan

4 Komisi Penanggulangan AIDS. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010. KPA, Jakarta. hal. 14

5 Profil Kesehatan Indonesia 2009, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. hl. 956 Komisi Penanggulangan AIDS. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010.

KPA, Jakarta. hl 17.

Page 16: Epidemiologi Hiv

Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan

dan pelatihan yang berkesinambungan

Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi program

penanggulangan HIV dan AIDS

Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV

dilingkungannya

Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan evaluasi

penanggulangan HIV dan AIDS

Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemanfaatannya di semua tingkat.

Kota Depok merupakan sebagian kecil wilayah di Indonedia yang juga tidak luput dari

persoalan peningkatan kasus HIV/AIDS dan menjadi masalah kesehatan dan sosial di daerah

tersebut. Berikut ini program yang dilakukan Pemda Depok dalam penanggulangan HIV/AIDS7:

Harm Reduction

Harm Reduction atau pengurangan dampak buruk pada pengguna jarum suntik, yaitu

dengan mensuplay jarum suntik yang steril kepada pengguna narkoba yang terdata.

Diharapkan dengan selalu mengawasi dan mengontrol jarum suntik, hal tersebut dapat

mencegah penyebaran HIV/AIDS melalui pemakaian jarum suntik.

Penyuluhan dan konseling

Biasanya digelar secara rutin oleh Dinas Kesehatan melalui kader-kader siaga yang telah

tersebar di beberapa titik wilayah tertentu.

Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

Rumatan metadon pada dasarnya mengubah perilaku penggunaan dari jarum suntik

menjadi diminum dengan dosis yang diturunkan secara bertahap.

Mengingat luasnya wilayah Indonesia, sementara sumber daya masih terbatas, kriteria dalam

menentukan tempat dan wilayah pelaksanaan program perlu memperhatikan data epidemiologis

7 Dinas Kominfo Kota Depok. 2011. Penanggulangan HIV/AIDS di Depok. http://www.depok.go.id/01/02/2011/03-kesehatan-kota-depok/penanggulangan-hivaids-di-depok. diakses pada tanggal 07 Mei 2011.

Page 17: Epidemiologi Hiv

HIV dan AIDS dan kemungkinan memperoleh daya ungkit yang besar bila program

dilaksanakan.

PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN

DAN PENGOBATAN

Pencegahan

Pencegahan AIDS difokuskan pada tiga cara penularan yang utama, yaitu: (1) kontak

seksual, (2) penggunaan jarum suntik dan (3) transfusi darah (Hutapea, 1995).

Pengendalian diri untuk tidak berperilaku resiko tertular virus AIDS adalah kunci pencegahan

yang jika dikembangkan secara konsisten akan cukup efektif untuk menyelamatkan masyarakat

dari wabah penularan virus AIDS ini. Pengendalian diri dapat diterapkan melalui tiga cara, yaitu

puasa (P) seks (abstinensia), artinya tidak melakukan hubungan seks, setia (S) pada pasangan

seks yang sah, artinya tidak berganti-ganti pasangan seks dan penggunaan kondom pada setiap

melakukan hubungan seksual yang beresiko tertular virus AIDS atau penyakit menular seksual

(PMS) (Muninjaya, 1999).

Saat ini perkembangan vaksin HIV sangat ditekankan. Vaksin digunakan untuk

menginduksi imunitas tambahan pada tiap imunitas yang menurun akibat infeksi alamiah pada

pasien. Sebagian besar vaksin yang kini tersedia didasarkan pada protein selubung ekstraselular

gp 120 atau protein prekusor selubung gp 160. Salah satu faktor yang mungkin membatasi

keberhasilan vaksin ini adalah banyaknya jenis protein selubung antara galur HIV berbeda.

Penanggulangan

Penularan dan penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku beresiko,

oleh karena itu penanggulangan harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

perilaku tersebut. Bahwa kasus HIV dan AIDS diidap sebagian besar oleh kelompok perilaku

Page 18: Epidemiologi Hiv

resiko tinggi yang merupakan kelompok yang dimarginalkan, maka program-program

pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS memerlukan pertimbangan keagamaan, adat-

istiadat dan normanorma masyarakat yang berlaku disamping pertimbangan kesehatan.

Perlu adanya program-program pencegahan HIV dan AIDS yang efektif dan memiliki

jangkauan layanan yang semakin luas dan program-program pengobatan, perawatan dan

dukungan yang komprehensif bagi ODHA maupun OHIDA untukmeningkatkan kualitas

hidupnya. Upaya- upaya yang dilakukan yaitu :

Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan menguji coba cara-

cara baru;

Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan untuk

mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang memerlukan akses perawatan dan

pengobatan;

Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan

dan pelatihan yang berkesinambungan;

Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi pengembangan program

penanggulangan HIV dan AIDS;

Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV dilingkungannya;

Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan evaluasi

penanggulangan HIV dan AIDS;

Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemamfaatannya di semua tingkat.

Pengobatan

Sebelum ditemukan pengobatan antiretrovirus yang relatif efektif, dan tersedia secara

rutin di AS sekitar tahun 90-an, pengobatan yang ada pada waktu itu hanya ditujukan kepada

penyakit “opportunistic” yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Penggunaan TMP-SMX oral untuk

tujuan profilaktik, dengan pentamidin aerosol kurang efektif, obat ini di rekomendasikan untuk

mencegah penumonia P. carinii. Semua orang yang terinfeksi HIV terhadap mereka harus

dilakukan tes tuberkulin dan dievaluasi apakah mereka penderita TBC aktif. Jika diketahui

menderita TB aktif, pasien harus diberi terapi anti tuberkulosa. Jika bukan TB aktif, pasien

Page 19: Epidemiologi Hiv

dengan tes tuberkulin positif atau yang anergik tetapi baru saja terpajan dengan TB harus

diberikan terapi dengan isoniazid untuk 12 bulan.

Keputusan untuk memulai atau merubah terapi antiretrovirus harus di pandu dengan

memonitor hasil pemeriksaan parameter laboratorium baik Plasma HIV RNA (viral load)

maupun jumlah sel CD4+T dan dengan melihat kondisi klinis dari pasien. Hasil dari dua

parameter ini memberikan informasi penting tentang status virologi dan imunologi dari pasien

dan risiko dari perkembangan penyakit menjadi AIDS. Sekali keputusan untuk memberi terapi

antiretrovirus diambil, pengobatan harus di lakukan dengan agresif dengan tujuan menekan virus

semaksimal mungkin. Pada umumnya, harus diawali dengan penggunaan inhibitor protease dan

dua inhibitor “non nucleoside reverse transcriptase”. Regimen lain mungkin digunakan tetapi

dianggap kurang optimal. Pertimbangan spesifik di berikan kepada orang dewasa dan wanita

hamil, dan bagi pasien pasien ini sebaiknya digunakan regimen pengobatan spesifik.

Hingga pertengahan tahun 1999, satu-satunya obat yang dapat mengurangi risiko

penularan HIV perinatal hanya AZT dan di berikan sesuai dengan regimen berikut: diberikan

secara oral sebelum kelahiran, mulai 14 minggu usia kehamilan dan diteruskan sepanjang

kehamilan, diberikan intravena selama periode intra-partum; diberikan oral bagi bayi baru lahir

hingga berusia 6 minggu. Regimen “chemoprophylactic” ini menurunkan risiko penularan HIV

hingga 66 %. Terapi AZT yang lebih singkat mengurangi risiko penularan hingga 40%. Dari

studi di Uganda, dilaporkan bahwa pada bulan Juli 1999 dosis tunggal nevirapine yang diberikan

kepada ibu yang terinfeksi HIV diikuti dengan dosis tunggal kepada bayi hingga berusia 3 hari,

memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua terapi diatas. Hanya 13.1 % dari bayi

yang mendapat terapi nevirapine yang terinfeksi HIV, dibandingkan dengan 25.1 % dari

kelompok yang mendapat terapi AZT. Harga Nevirapine kurang dari 4 dollar satu dosisnya,

sehingga prospek untuk melindungi penularan ibu ke anak di negara berkembang lebih

memungkinkan di era milinium ini. Namun, kurang tersedianya fasilitas tes HIV dan jasa

konsultasi bagi wanita hamil di negara-negara berkembang yang termiskin di Afrika tetap

merupakan sebuah tantangan yang berat. Disamping itu kurang tersedianya pengobatan anti HIV

bagi orang dewasa membuat angka anak-anak yang menjadi yatim-piatu bertambah di negara-

negara ini.

Page 20: Epidemiologi Hiv

Daftar Pustaka

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

____________. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia

Tahun 2007. Depkes, Jakarta.

Komisi Penanggulangan AIDS. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS

2007-2010. KPA, Jakarta.

Page 21: Epidemiologi Hiv
Page 22: Epidemiologi Hiv