epidemiologi frambusia

27
BAB I PENDAHULUAN Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola- pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan- determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut. 1,2 Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia, patologi, mikrobiologi dan genetika. 1,2 Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu public health yang menekankan pada keberadaan penyakit dan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Epidemiologi sebagai ilmu merupakan cabang ilmu kesehatan atau filosofi dasar dari disiplin – disiplin ilmu kesehatan termasuk kedokteran, yaitu suatu proses untuk menganalisis atau memahami hubungan interaksi 1

Upload: lazzluvly

Post on 08-Dec-2015

94 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

jbk

TRANSCRIPT

Page 1: Epidemiologi Frambusia

BAB I

PENDAHULUAN

Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti

bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam

perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi,

sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit

pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola

penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa

epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-

determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.1,2

Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman

dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua

disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program

pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia,

patologi, mikrobiologi dan genetika.1,2

Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu public health yang menekankan pada

keberadaan penyakit dan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Epidemiologi

sebagai ilmu merupakan cabang ilmu kesehatan atau filosofi dasar dari disiplin – disiplin

ilmu kesehatan termasuk kedokteran, yaitu suatu proses untuk menganalisis atau memahami

hubungan interaksi antara proses fisik, biologis dan fenomena sosial. Dalam hal ini,

epidemiologi mempelajari dan mencoba memahami bagaimana penyakit terjadi, apa sebab

kausalnya, bagaimana perjalanan penyakitnya, apa faktor – faktor yang mempengaruhi

terjadinya suatu penyakit serta bagaiamana distribusi frekuensinya ’.2

Epidemiologi didefinisikan oleh International Epidemiological Association

(McKenzie et al., 2011; Center for Disease Control and Prevention, 2004; Murti, 1997) dan

oleh John Last dalam Dictionary of Epidemiology sebagai: “Ilmu yang mempelajari

frekuensi, distribusi dan determinan (faktor yang menentukan) dari keadaan atau peristiwa

terkait kesehatan pada populasi tertentu, dan aplikasi dari ilmu tersebut untuk mengendalikan

masalah-masalah kesehatan”.3

Dalam perkembangan ilmu epidemiologi sarat dengan hambatan-hambatan karena

belum semua ahli bidang kedokteran setuju metode yang di gunakan pada epidemioogi. Hal

1

Page 2: Epidemiologi Frambusia

ini disebabkan karena perbedaan paradigma dalam menangani masalah kesehatan antara ahli

pengobatan dengan metode epidemiologi terutama pada saat berlakunya paradigma bahwa

penyakit disebabkan oleh roh jahat. Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat

perjuangan yang gigih para ilmuwan terkenal di kala itu. Seperti sekitar 1000 SM Cina dan

India telah mengenalkan variolasi, Abad ke 5 SM muncul Hipocrates yang memperkenalkan

bukunya tentang air,water and places, selanjutnya Galen melengkapi dengan faktor atmosfir,

faktor internal serta faktor predisposisi. Abad 14 dan 15 terjjadi karantina berbagai penyakit

yang di pelopori oleh V. Fracastorius dan Sydenham, selanjutnya pada tahun 1662 John

Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatata kematian PES & data metriologi.

Pada tahun 1839 William Farr mengembangkan analisis statistik, matematik dalam

epidemiologi dengan mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan

penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara orang-orang yang menikah dan tidak,

dan antara pekerja yang berbeda jenis pekerjaannya di inggris. Upaya yang telah dilakukan

untuk mengembangkan sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan

informasi itu untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr

sebagai the founder of modern epidemiology.4

Salah satu penyakit menular yang perlu mendapat perhatian adalah Frambusia.

Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3 stadium yaitu

ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif yang dini dan dekstruktif

lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat

berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/

trauma.5

2

Page 3: Epidemiologi Frambusia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Epidemiologi

“Epidemiologi” berasal dari dari kata Yunani epi= atas, demos= rakyat, populasi

manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu

yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi

pada rakyat, yakni penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi.

Kata “epidemiologi” digunakan pertama kali pada awal abad kesembilanbelas (1802)

oleh seorang dokter Spanyol bernama Villalba dalam tulisannya bertajuk Epidemiología

Española (Buck et al., 1998). Tetapi gagasan dan praktik epidemiologi untuk mencegah

epidemi penyakit sudah dikemukakan oleh “Bapak Kedokteran” Hippocrates sekitar

2000 tahun yang lampau di Yunani. Hippocrates mengemukakan bahwa faktor

lingkungan mempengaruhi terjadinya penyakit. Dengan menggunakan Teori Miasma

Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena “keracunan” oleh zat kotor yang

berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk mencegah epidemi penyakit

dilakukan dengan cara mengosongkan air kotor, membuat saluran air limbah, dan

melakukan upaya sanitasi (kebersihan). Teori Miasma terus digunakan sampai

dimulainya era epidemiologi modern pada paroh pertama abad kesembilanbelas.3

Pada tahun 1970 MacMahon dan Pugh mendefinisikan epidemiologi sebagai

penyebaran dan penentu dari frekwensi penyakit pada manusia (Epidemiology is the

study of the distribution and determinants of disease frequency in man ).6

Menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000 menyatakan bahwa epidemiologi

adalah : “studi yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan keadaan pada

populasi serta penerapannya untuk pengendalian masalah – masalah kesehatan”.3,6

Selain itu menurut WHO, epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan

determinan kesehatan yang berkaitan dengan kejadian di populasi dan aplikasi dari studi

untuk pemecahan masalah kesehatan.3,6

Pada 1983 International Epidemiological Association mendefinisikan

epidemiologi "the study of the distribution and determinants of health-related states or

events in specified populations, and the application of this study to control of health

problems” - Epidemiologi adalah “studi tentang distribusi dan determinan keadaan dan

3

Page 4: Epidemiologi Frambusia

peristiwa terkait kesehatan pada populasi, dan penerapannya untuk mengendalikan

masalah kesehatan”.3

Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini Epidemiologi adalah Ilmu

yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat

masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor –

factor yang Mempengaruhinya). Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya,

perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam

perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit

menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker,

penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah

menjangkau hal tersebut.6

B. Ruang Lingkup Epidemiologi

a. Studi.

The American Heritage -Stedman's Medical Dictionary mendefinisikan kata “study”

sebagai “research, detailed examination, or analysis of an organism, object, or

phenomenon” – studi adalah “riset, penelitian terinci, atau analisis tentang suatu

organisme, objek, atau fenomena”. Kata kerja “study” berarti melakukan riset,

meneliti, atau menganalisis sesuatu. Kata “study” juga berarti suatu cabang ilmu,

sains, dan seni “... a particular branch of learning, science, or art”.3

b. Keadaan dan peristiwa terkait kesehatan.

Epidemiologi mempelajari tidak hanya penyakit tetapi juga aneka keadaan dan

peristiwa terkait kesehatan, meliputi status kesehatan, cedera (injuries), dan berbagai

akibat penyakit seperti kematian, kesembuhan, penyakit kronis, kecacatan, disfungsi

sisa, komplikasi, dan rekurensi. Keadaan terkait kesehatan meliputi pula perilaku,

penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan.3

c. Distribusi.

Distribusi (penyebaran) penyakit pada populasi dideskripsikan menurut orang

(person), tempat (place), dan waktu (time). Artinya, epidemiologi mendeskripsikan

penyebaran penyakit pada populasi menurut faktor sosio-ekonomi-demografi-

geografi, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, ras,

keyakinan agama, pola makan, kebiasaan, gaya hidup, tempat tinggal, tempat

bekerja, tempat sekolah, dan waktu terjadinya penyakit.3

4

Page 5: Epidemiologi Frambusia

d. Determinan.

Epidemiologi mempelajari determinan penyakit pada populasi, disebut epidemiologi

analitik. Determinan merupakan faktor, baik fisik, biologis, sosial, kultural, dan

perilaku, yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit. Determinan merupakan

istilah yang inklusif, mencakup faktor risiko dan kausa penyakit. Faktor risiko

adalah semua faktor yang berhubungan dengan meningkatnya probabilitas (risiko)

terjadinya penyakit. Untuk bisa disebut faktor risiko, sebuah faktor harus

berhubungan dengan terjadinya penyakit, meskipun hubungan itu tidak harus

bersifat kausal (sebab-akibat).3

e. Populasi.

Seperti sosiologi dan demografi, epidemiologi merupakan sains populasi (population

science). Epidemiologi mempelajari distribusi dan determinan penyakit pada

populasi dan kelompok-kelompok individu, bukan pada individu. Populasi bisa

merupakan masyarakat di sebuah kota, negara, atau kelompok umur tertentu,

komunitas pekerja tertentu, ras tertentu, masyarakat miskin, dan sebagainya.

Pengelompokan individu menurut karakteristik sosio-ekonomi-demografi-geografi,

dengan mengabaikan keunikan masing-masing individu, dapat memberikan petunjuk

awal tentang hubungan antara karakteristik itu dan terjadinya perbedaan distribusi

penyakit pada kelompok tersebut.3

f. Penerapan

Pengetahuan yang diperoleh dari riset epidemiologi diterapkan untuk memilih

strategi intervensi yang tepat untuk mencegah atau mengendalikan penyakit pada

populasi (Thacker dan Buffington, 2001; CDC, 2010a, ThinkQuest, 2010). Dimensi

epidemiologi yang menekankan aplikasi untuk mengontrol masalah kesehatan

disebut epidemiologi terapan (applied epidemiology).3

C. Tujuan dan Kegunaan Epidemiologi

Adapun tujuan dari Epidemiologi adalah sebagai berikut :3,7

1. Mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi

Epidemiologi mendeskripsikan siapa yang merupakan kasus, dimana mereka

berada, berapa umur mereka, karakteristik umum apa yang dimiliki oleh kelompok

tersebut, serta dugaan awal mengapa kasus-kasus muncul demikian banyak di suatu

area tertentu tetapi tidak demikian di area lain. Epidemiologi mendeskripsikan pola

kolektif penyakit yang terbentuk oleh kumpulan kasus-kasus tersebut, mendeteksi

5

Page 6: Epidemiologi Frambusia

kecenderungan (trends) insidensi penyakit, merunut perubahan karakter penyakit,

mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan menaksir besarnya beban penyakit.3

2. Mengetahui riwayat alamiah penyakit (natural history of disease)

Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perkembangan alami

(natural) penyakit yang terjadi sepanjang waktu pada individu. Riwayat alamiah

penyakit mencakup semua fenomena yang terkait penyakit, meliputi tahap rentan

(susceptible), tahap subklinis, tahap klinis, dan tahap kesembuhan/ kecacatan/

kematian. Pada tahap rentan individu belum terpapar oleh agen kausal (etiologi)

penyakit. Pada tahap rentan perlu dilakukan upaya pencegahan primer, yaitu

melakukan promosi kesehatan (pendidikan kesehatan, dan sebagainya) dan proteksi

spesifik (imunisasi, dan sebagainya)

3. Menentukan determinan penyakit

Epidemiologi analitik bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor, baik fisik,

biologis, sosial, kultural, dan perilaku, yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyakit, disebut determinan penyakit. Determinan penyakit meliputi faktor risiko

dan kausa (etiologi) penyakit. Hasil studi epidemiologi analitik memberikan basis

rasional untuk melakukan program pencegahan. Jika faktor etiologi (kausa) penyakit

dan cara mengurangi atau mengeliminasi faktor-faktor itu diketahui, maka dapat

dibuat program pencegahan dan pengendalian penyakit dan kematian karena penyakit

tersebut.

4. Memprediksi kejadian penyakit pada populasi

Pengetahuan tentang resiko penyakit atau prognosis akibat penyakit pada

populasi dalam suatu periode waktu dapat digunakan untuk memprediksi jumlah dan

distribusi penyakit atau kematian pada populasi mamupun memprediksi risiko

terjadinya penyakit atau kematian pada individu dalam suatu periode waktu di masa

mendatang.

5. Mengevaluasi efektivitas intervensi preventif maupun terapetik

Epidemiologi analitik berguna untuk mengevaluasi efektivitas manfaat,

kerugian (efek yang tidak diinginkan), dan biaya dari intervensi preventif maupun

terapetik.

6. Menentukan prognosis dan faktor prognostik penyakit

Epidemiologi analitik tidak hanya mempelajari faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyakit, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya akibat-akibat penyakit. Epidemiologi analitik mempelajari prognosis dan

6

Page 7: Epidemiologi Frambusia

faktor-faktor prognostik, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas

terjadinya akibat-akibat penyakit, mencakup relaps, rekurensi, komplikasi, kematian

(kelangsungan hidup), maupun kesembuhan.

7. Memberikan dasar ilmiah pembuatan kebijakan publik dan regulasi tentang masalah

kesehatan masyarakat

Epidemiologi merupakan instrumen untuk mengontrol distribusi penyakit pada

populasi. Riset epidemiologi memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai

dasar ilmiah pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan tentang cara

mencegah kejadian baru penyakit, memba-smi kasus yang timbul, mencegah

kematian dini, memperpanjang hidup, dan memperbaiki status kesehatan populasi.

D. Studi Epidemiologi

Studi epidemiologi terdiri atas:

1. Epidemiologi Deskriptif

Merupakan studi deskriptif terhadap jumlah dan distribusi (penyebaran) pada

manusia atau masyarakat yang berhubungan dengan karateristik orang yang menderita

(who), Tempat kejadian (where), dan waktu terjadinya penyakit (when) seperti yang

tertera pada Tabel 1.3,4,8

Tabel 1. Indikator yang digunakan pada epidemiologi deskriptif 8

Who Where When

Umur Desa/Kota sekuler

Jenis Kelamin Lokal/Nasional Musiman

Ras/Etnis Global/Internasional Siklus

Pekerjaan Tropis/Subtropis

Agama

Pendidikan

Status Kesehatan

2. Epidemiologi Analitik

Dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana dan mengapa

fenomena kesehatan/masalah kesehatan/penyakit dalam masyarakat bisa terjadi dan

mencari serta menganalisis hubungan atau interkasi antara faktor risiko dengan

kejadian masalah kesehatan/penyakit yang sedang terjadi dan untuk menguji hipotesa

7

Page 8: Epidemiologi Frambusia

mengenai kemungkinan hubungan kausal antara faktor resiko dengan penyakit atau

masalah kesehatan. Pada Epidemiologi analitik ini dilakukan juga perbandingan

antara dua kelompok manusia atau masyarakat, yaitu satu kelompok yang dipelajari

dan satu kelompok sebagai pembanding serta mengetahui besarnya kontribusi faktor

resiko dan hubungannya dengan kejadian penyakit yang diamati.3,8

3. Epidemiologi eksperimental

Epidemiologi eksperimental adalah penelitian yang perlu dilakukan sebagai

pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya faktor penyakit, maka

perlu diuji faktor kebenarannya dengan percobaan dan eksperimen.9

E. Prinsip dan Metode Epidemiologi

Epidemiologi merupakan sains yang menggunakan metode ilmiah untuk

mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan terjadinya penyakit.

Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit dan kecenderungan (trend)

penyakit pada populasi. Epidemiologi deskriptif berguna untuk memahami distribusi

dan mengetahui besarnya masalah kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik

mempelajari determinan/ faktor risiko/ kausa penyakit. Epidemiologi analitik berguna

untuk memahami kausa penyakit, menjelaskan dan meramalkan kecenderungan

penyakit, dan menemukan strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan

penyakit. 3,7

Kedua jenis riset epidemiologi memerlukan metode ilmiah agar deskripsi,

penjelasan, prediksi, cara pengendalian dan pencegahan penyakit benar (valid) dan dapat

diandalkan (reliabel). Prinsip dan metode ilmiah epidemiologi sebagai berikut: 3,7

(1) Penalaran epidemiologi

(2) Pengukuran

(3) Perbandingan

(4) Estimasi

(5) Uji hipotesis

(6) Validitas dan presisi

(7) konsistensi penelitian

F. Definisi Frambusia

8

Page 9: Epidemiologi Frambusia

Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3

stadium yaitu ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif yang

dini dan dekstruktif lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Penyakit ini disebabkan oleh

Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta. Penyakit ini adalah penyakit

kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat

dengan luka terbuka atau cedera/ trauma.5

Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa

menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10

minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah

membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit

dan plasma sel yang membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh,

termasuk tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital,

axila dan mulut.5

Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung, yaitu :13

1. Penularan secara langsung (direct contact) .

Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke

orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung

Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan

kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan

antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.

2. Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .

Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda

atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan

gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang

terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi

yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2

kemungkinan:

a) Infeksi effective.

Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit

berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala

penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke

dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi

tidak kebal terhadap penyakit frambusia.

9

Page 10: Epidemiologi Frambusia

b) Infeksi ineffective.

Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat

berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala

penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke

dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang

mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia

Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan

penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi.5

G. Epidemiologi Frambusia

Frambusia ditularkan oleh langsung melalui kulit, kontak non – seksual dengan lesi

menular. Karena hidup Treponema pallidum pertenue tergantung pada suhu dan

kelembaban, Frambusia sering di temukan pada tempat-tempat dengan lingkungan yang

hangat, iklim yang lembab, terutama di daerah tropis. Insiden dari lesi kulit frambusia

meningkat pada musim hujan dari pada musim kemarau. Tingginya kelembaban

mendorong pertumbuhan yang cepat bagi papillomata dan kelangsungan hidup

treponema dalam eksudat serosa, dimana dapat meningkatkan penularan dan transmisi.

Frambusia banyak didapatkan pada anak-anak, 75 % kasus baru didapatkan pada

individu kurang dari 15 tahun dan anak-anak (usia 2-15 tahun) yang merupakan reservoir

utama infeksi. Luka pada kulit penerima, seperti goresan atau gigitan serangga dapat

membuat transmisi infeksi lebih mudah. Frambusia dapat ditularkan dalam rumah

tangga, tetapi transmisi dapat juga terjadi di antara anak-anak di masyarakat, sekolah,

dan tempat-tempat umum.10

Subspesies pertenue telah diidentifikasi dalam non-manusia primata di Afrika ( 17 %

dari populasi gorila liar di Republik Demokratik Kongo dengan subspesies yang sama),

dan eksperimental penelitian menunjukkan bahwa inokulasi manusia dengan monyet

yang diisolasi menyebabkan frambusia. Namun, tidak ada bukti dari cross-transmission

antara manusia dan primata, atau peningkatan angka kejadian frambusia di negara-negara

seperti Kamboja, Malaysia, dan Vietnam, di mana kontak antara manusia dan monyet

merupakan hal yang biasa. Program eradikasi atau pembasmian frambusia oleh WHO

dan UNICEF di 46 negara mengurangi jumlah kasus dari estimasi total 50 juta di 1952,

menjadi 2,5 juta pada tahun 1964. Pada akhir 1970-an, penyakit frambusia kembali

muncul, yang mengakibatkan diadakan resolusi dari World Health Assembly pada tahun

1978 untuk memperbaharui upaya pemberantasan penyakit tersebut. Namun, upaya

10

Page 11: Epidemiologi Frambusia

pengontrolan yang baru – terutama di Afrika barat pada tahun 1980 - gagal setelah

beberapa tahun karena kepentingan politik. Kecuali untuk WHO di wilayah Asia Selatan,

yang terus mempertahankan pemberantasan frambusia pada programnya. Frambusia

tidak dianggap prioritas dan status epidemiologi frambusia di seluruh dunia tidak pasti.

Ada bukti yang berkembang bahwa jumlah kasus di beberapa negara terus meningkat.10

Gambar 1. Distribusi Geografis Penyakit Frambusia di Dunia10

Gambar 1. menunjukkan data terbaru dari rutinitas pengawasan di negara-negara

endemik frambusia dibandingkan dengan distribusi global pada tahun 1950. Karena

pelaporan kejadian frambusia tidak wajib, gambar tersebut hanya menunjukkan adanya

penyakit, dan kemungkinan ada beberapa kejadian tidak dilaporkan. Tidak ada proses

sertifikasi bagi negara-negara yang tidak lagi endemik, padahal negara-negara yang

endemik dari tahun 1950-an telah memberantas frambusia tetapi tidak melaporkan

dengan jelas. Frambusia tetap endemik di masyarakat yang hidup dalam kemiskinan,

padat penduduk, dan dengan kondisi yang tidak higienis, terutama di daerah pedesaan

11

Page 12: Epidemiologi Frambusia

terpencil Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik. Informasi terakhir tentang tidak adanya

frambusia di Amerika, kecuali untuk dua laporan yang diterbitkan pada tahun 2003, salah

melaporkan pemberantasan Frambusia di Ekuador, dan 5,1% prevalensi frambusia aktif

di daerah pedesaan Guyana.10

Hasil survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 di daerah endemik

frambusia yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Carribeam menunjukkan dari 400 juta

penduduk diperkirakan 50/100 juta kasus frambusia. Prevalensi kasus aktif di Amerika

Selatan yaitu Brasil dengan 2,5 %, Haiti 50%, sementara negara-negara di Afrika seperti

Liberia 30 %, Kamerun 5,6 %, sedangkan di Asia Tenggara : Thailand 3,1 % dan

Indonesia 17,2 %. Peningkatan kasus disebabkan oleh kuman Treptonema pallidum ssp.

parteneu, lingkungan (environment) seperti perubahan iklim panas yang lama atau

kelembaban udara, sosioekonomi, status sanitasi.11

Pada tahun 1994 sampai tahun 2004 jumlah kasus frambusia di Indonesia dengan rata-

rata 10/10.000 penduduk terdapat di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung,

Nangroeh Aceh Darusalam (NAD), Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan

Papua, sedangkan jumlah kasus kurang dari 10/10.000 penduduk terdapat di Jawa Timur

dan Sulawesi Tengah. Walaupun ada penurunan jumlah kasus di daerah lainnya dari

periode tahun 1994-2004 akan tetapi pada tahun 2004 daerah yang menjadi kantong-

kantong frambusia yaitu di Wilayah Timur Indonesia yaitu di Papua dan Papua Barat,

Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penyakit frambusia lebih

dari 10/10.000 penduduk.11

Gambar 2. Distribusi Geografis Frambusia di Indonesia

12

Page 13: Epidemiologi Frambusia

Pada tahun 2006 terdapat lima propinsi di Indonesia dengan angka prevalensi yang

cukup tinggi yaitu Papua Barat 15 %, Papua 10 %, Sulawesi Tenggara 7,92 %, Nusa

Tenggara Timur 2,8 %, dan Maluku 1,08 %.12

2112

4987

3283 3489

5099

6464

8907

6083

7751

60316631

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Case

Kurva 1. Angka Kejadian Penyakit Frambusia di Indonesia tahun 2001 – 2009

Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di

beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah

kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak

kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa

Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang

penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan)

termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan.11

Secara keseluruhan, epidemiologi deskriptif dari Frambusia adalah sebagai

berikut:

1. Dari Segi Orang (person)

a. Umur

Penyakit ini meskipun dapat menyerang semua usia, namun paling banyak

anak-anak di bawah 15 tahun, meskipun insiden puncak terjadi pada anak-

anak antara usia 6-10 tahun.12

b. Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan yang signifikan.10

c. Gaya Hidup

Faktor sanitasi seperti rajin mencuci tangan serta memperhatikan kebersihan

makanan sangatlah berperan, karena penularan terjadi melalui kontak langsung

dengan eksudat pada lesi awal dari kulit orang yang terkena infeksi. Penularan

tidak langsung melalui kontaminasi akibat menggaruk, barang-barang yang

13

Page 14: Epidemiologi Frambusia

kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang hinggap pada luka

terbuka, namun hal ini belum pasti.13

2. Dari Segi Waktu (time)

Insiden dari lesi kulit frambusia meningkat pada musim hujan dari pada

musim kemarau. Tingginya kelembaban mendorong pertumbuhan yang cepat bagi

papillomata dan kelangsungan hidup treponema dalam eksudat serosa, dimana dapat

meningkatkan penularan dan transmisi.10

3. Dari Segi Tempat (place)

Adanya perbaikan sanitasi dan lingkungan pada akhir abad ke 19,

menyebabkan penularan frambusia bahkan cenderung menghilang di negara-negara

maju dengan sanitasi yang baik, namun masih bersifat endemik di beberapa negara

berkembang yang masih banyak memiliki lingkungan kumuh.13 Karena hidup

Treponema pallidum pertenue tergantung pada suhu dan kelembaban, Frambusia

sering di temukan pada tempat-tempat dengan lingkungan yang hangat, iklim yang

lembab, terutama di daerah tropis.10

BAB III

14

Page 15: Epidemiologi Frambusia

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi

(penyebaran) serta determinat masalah kesehatan pada sekelompok

orang/masyarakat serta determinannya (faktor – faktor yang mempengaruhinya).

Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada

penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah

yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga

penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu

lintas, dan sebagainya.

2. Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3

stadium yaitu ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif

yang dini dan dekstruktif lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Penyakit ini

disebabkan oleh Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta.

3. Penularan Frambusia dapat terjadi secara langsung yaitu melalui sentuhan dengan

penderita dan terjadi secara tidak langsung melalui perantaraan benda atau serangga,

tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular

dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada

jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.

4. Hasil survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 di daerah endemik

frambusia yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Carribeam menunjukkan dari 400

juta penduduk diperkirakan 50/100 juta kasus frambusia.

5. Pada tahun 2006 terdapat lima propinsi di Indonesia dengan angka prevalensi

frambusia yang cukup tinggi yaitu Papua Barat 15 %, Papua 10 %, Sulawesi

Tenggara 7,92 %, Nusa Tenggara Timur 2,8 %, dan Maluku 1,08 %.

B. Saran

Bagi Petugas Kesehatan

1. Upaya promosi kesehatan umum dan memberikan pendidikan kesehatan kepada

masyarakat tentang treponematosis, dan penjelasan kepada masyarakat untuk

memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang

baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk

15

Page 16: Epidemiologi Frambusia

meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk mengurangi

angka kejadian.

2. Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya

pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik di wilayah

tersebut.periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala

aktif atau laten. Pengobatan kontak yang asimptomatis perlu dilakukan dan

pengobatan terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita

dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang

berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.

3. Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak

untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan

penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.

4. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan

diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye

pemberantasan di masyarakat. Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini

terhadap frambusia ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan

kesehatan setempat yang permanen.

5. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.

Bagi Masyarakat

1. Pencegahan penyakit frambusia secara mandiri seperti

menggunakan sarana berobat dan memeriksa diri secara rutin bila

mengalami gejala frambusia. Selain itu masyarakat perlu juga

mengakses informasi tentang kesehatan khususnya informasi

tentang frambusia melalui berbagai media secara terus menerus

untuk meningkatkan pengetahuan tentang frambusia dan

masyarakat perlu melakukan pembersihan lingkungan rumah dan

pemenuhan kebutuhan akan air bersih.

16

Page 17: Epidemiologi Frambusia

DAFTAR PUSTAKA

1. Anugrah D. 2013. Sejarah Perkembangan Ilmu Epidemiologi. [cited 2013 September

20], available at http://ditaanugrah.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-ilmu-

epidemiologi.html.

2. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC; 2002. hal : 88 – 9.

3. Murti B. Pengantar Epidemiologi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Sebelas Maret.

[cited 2013 September 20], available at

http://fk.uns.ac.id/static/materi/Pengantar_Epidemiologi_Prof_Bhisma_Murti.pdf

4. Bustan MN. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta; 2002.

5.

6. Universitas Airlangga. Pengertian Epidemiologi. [cited 2013 September 20], available at

http://web.unair.ac.id/admin/file/f_17960_Epidemiologi.pdf

7. Rajab. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta : EGC. 2009.

8. Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : EGC; 2009. hal 45 –

93.

9. Pengertian Distribusi Epidemiologi. 2012. [cited 2013 September 20], available at

http://www.ilmufisioterapi.info/pengertian-distribusi-epidemiologi.html

10. Mitja, Aiesedu K, Mobey D. 2013. Yaws. World Health Organization Lancet Journal.

[cited 2013 September 20], available at

http://www.who.int/yaws/2013_Yaws_seminar_Lancet.pdf

11. Geulia M. 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Keluarga dengan Kejadian

Frambusia di Wilayah Kerja Puskesmas Nggaha Ori Angu Kabupaten Kabupaten Sumba

Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. [cited 2013 September 20], available at

http://web.unair.ac.id/admin/file/f_17960_Epidemiologi.pdf

12. Boedisusanto RI, Waskito F, Kushadiwijaya H. 2009. Analisis Kondisi Rumah, Sosial

Ekonomi dan Perilaku sebagai Faktor Resiko Kejadian Frambusia di kota Jayapura

Tahun 2007. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 2. [cited 2013 September 20]

13. Majid A. 2010. Agent Epidemiologi. [cited 2013 September 20], available at

http://kesmasmandalawaluya.blogspot.com/2010/02/frambusia_09.html

17

Page 18: Epidemiologi Frambusia

18