hipertensi + obat.doc

15
Patofisiologi hipertensi pada lansia : Pada usia lanjut pathogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah : penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi-glomerulo- sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus- menerus peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia makin sensitive terhadap peningkatan atau penururnan kadar natrium penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan

Upload: mahardika-frityatama

Post on 27-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

Patofisiologi hipertensi pada lansia :

Pada usia lanjut pathogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :

penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus- menerus

peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia makin sensitive terhadap peningkatan atau penururnan kadar natrium

penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja

perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.

Patofisiologi meningkatnya GDS :

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/ dL) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140- 199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM).1 Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula glukosa puasa normal. Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula. Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor1 perubahan komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin. Selain gangguan metabolisme glukosa, pada DM juga terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga dapat terjadi peningkatan berat badan sampai obesitas, dan bahkan dapat pula terjadi hipertensi. Bila ketiganya terjadi pada seorang pasien, maka pasien tersebut dikatakan sebagai mengalami sindrom metabolik.

Apakah indikasi penggunaan bisoprolol dan HCT? Apa efek samping yang ditimbulkan pada pemakaian rutin?

a. BISOPROLOL

Indikasi:

Bisoprolol diindikasikan untuk hipertensi, bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain

Efek samping:

Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia, hipoaestesia, ansietas, konsentrasi berkurang.

Sistem saraf otonom: mulut kering.

Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya, cold extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit dada, gagal jantung.

Psikiatrik: insomnia, depresi.

Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah, diare, konstipasi.

Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.

Kulit: rash, jerawat, eksim, iritasi kulit, gatal-gatal, kulit kemerah-merahan, berkeringat, alopesia, angioedema, dermatitis eksfoliatif, vaskulitis kutaneus

Khusus: gangguan visual, sakit mata, lakrimasi abnormal, tinitus, sakit telinga.

Metabolik: penyakit gout.

Pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, dispnea, faringitis, rinitis, sinusitis.

Genitourinaria: menurunnya libido/impotensi, penyakit Peyronie, sistitis, kolik ginjal.

Hematologi: purpura

Lain-lain: kelemahan, letih, nyeri dada, peningkatan berat badan.

b. HCT

Indikasi : hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain.

Efek samping :

Terutama dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hypokalemia yang berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain seperti diuretic hemat kalium atau ACE-inhibitor sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif

Hiponatremia

Hipomagnesemia

Hiperkalsemia

Menghambat sekresi asam urat dari ginjal

Meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserid

Pada penderita DM tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin

Pada pasien pria gangguan fungsi seksual merupakan efek samping yang kadang- kadang cukup mengganggu

b) Apakah indikasi penggunaan antalgin dan meloxicam?

Farmakologi Meloxicam dan Antalgin

A. MELOXICAM

Meloxicam atau movi-cox yang tergolong dalam generasi terbaru obat-obatan Non Steroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID) efektif bisa mengobati nyeri dan inflamasi atau rematik (osteoarthritis dan rheumatoid arthritis).

FarmakokinetikKadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3 jam setelah pemberian per oral. Bila diberi bersama makanan yang kaya lemak, kadar puncak dalam plasma tertunda 1-2 jam. Kadarnya akan menurun sebanyak 37% bila diberikan bersama antasid yang mengandung alumunium dan magnesium. Celecoxib dimetabolisme oleh sitokrom P450 2C9 dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan melalui feses sebanyak 57% dan 27% melalui urine.

Cara kerja obat

Artrilox adalah obat NSAI (Non Steroid Anti Inflammatory) baru dari golongan asam enolat. Mekanisme kerja meloxicam sebagai efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik melalui penghambatan biosintesa prostaglandin yang diketahui berfungsi sebagai mediator peradangan. Proses penghambatan oleh meloxicam lebih selektif pada COX2 daripada COX1. Penghambatan COX2 menentukan efek terapi NSAI, sedang penghambatan COX1 menunjukan efek samping pada lambung dan ginjal.

Efek samping

- Saluran cerna : dispepsia, rasa mual, muntah-muntah, rasa sakit di perut,konstipasi, rasa kembung, diare, bersendawa, esofagitis, ulkus gastro-duodenal, pendarahan gastro-intestinal makroskopik, jarang terjadi kolitis.

- Fungsi hati menjadi abnormal untuk sementara waktu dengan peningkatan kadartransaminase dan btlirubin.

- Fungsi ginjal menjadi abnormal dengan peningkatan kadar serum kreatinin dan/atau serum urea.- Pada kulit : pruritus, ruam kulit, stomatitis, urtikaria, jarang terjadi fotosensitisasi.- Anemia, gangguan jumlah sel darah : lekosit, lekopenia dan trombosito penia. Bila diberikan bersama-sama dengan obat mielotoksik yang potent, terutama methotrexate, akan menyebabkan terjadinya sitopenia.

Kardiovaskuler: edema, peningkatan tekanan darah, palpitasi, muka kemerahan.- Pernafasan : jarang terjadi timbulnya asma akut setelah pemberian aspirin atau obat-obat NSAI lainnya termasuk meloxicam. Sistem susunan saraf pusat : kepala terasa ringan, pusing, vertigo, tinitus, ngantuk.

Interaksi obat

Secara umum berinteraksi dengan obat yang menghambat sitokrom P450 2C9. Potensial berinteraksi dengan flukonazol, litium,furosemid, dan inhibitor ace.Tidak ada interaksi yang secara klinis bermakna dengan gliburid, ketokonazol, metotreksat, fenitoin, dan tolbutamid.

A. METAMPIRON

Metampiron atau disebut juga antalgin merupakan obat analgesik-antipiretik kuat dari derivat pirazolon. Dalam pasaran obat ini sering dikombinasikan dengan Tiamin monohidrat (vitamin B1) untuk memperkuat efek analgetiknya.

Metampiron ditemukan pada tahun 1946. Merupakan obat analgesik golongan NSAID atau analgesik non steroid.

C13H16N3NaO4S.H2O

Dalam bentuk aslinya adalah hablur putih atau putih kekuningan.

Ada 3 efek farmakodinamik metampiron yaitu:

- Analgesik, digunakan untuk mengobati nyeri akut atau kronik hebat bila analgesik lain tidak menolong

- Antipiretik, menurunkan demam bila tidak dapat diatasi dengan antipiretik lain

- Anti-Inflamasi, efek anti radang yang dihasilkan rendah

Metampiron sangat baik diabsorbsi oleh saluran cerna, kadar tertinggi dalam plasma dicapai saat 30-45 menit dan memiliki masa paruh plasma saat 1-4 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diekskresi oleh ginjal.

Dalam pasaran, metampiron terdapat dalam bentuk sediaan tablet / kaplet 500 mg dan larutan injeksi.

Dosis yang digunakan adalah 3 kali sehari 1 tablet (500mg), maksimum 3 gram sehari.

Untuk anak 6-12 tahun diberikan setengah dosis dewasa, maksimal 2 gram sehari.

Untuk anak kurang dari 6 tahun diberikan setengah dosis dewasa, maksimal 1 gram sehari.

Penggunaan dosis suntik tidak boleh lebih dari 1 gram sehari, karena dapat menimbulkan syok.

Kontra Indikasi :

- Reaksi hipersensitifitas

- Wanita hamil, terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir

- Penderita glaukoma sudut sempit

Efek samping dapat muncul seperti gejala kepekaan (ruam, alergi). Pada penggunaan teratur dan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan saluran cerna, tinitus (telingga berdenging), anemia aplastik atau gangguan / terhambatnya pembentukan sel darah merah. Efek samping lainnya yaitu peradangan mulut, hidung, tenggorokan serta tremor, syok hingga menimbulkan agranulositosis yaitu berkurangnya jumlah granulosit dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi. 2011. Geriatri. Jakarta: Balai penerbit FK UI .Edisi ke-4

Kuliah Pengantar Blok Geriatri oleh dr. Fatichati, Sp.PD

Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:cum_5QgGyjIJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/511/508+&cd=1&hl=id&ct=clnk Diakses Maret 2014

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit pada populasi usia lanjut berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada usia lanjut :

Penyakit bersifat multipatologik atau mengenai multiorgan/ sistem, bersifat degenerative, saling terkait

Penyakit biasanya bersifat kronis, cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian

Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenesis

Biasanya juga mengandung komponen psikologik dan social

Usia lanjut juga lebih sensitif terhadap penyakit akut

Maka jelas bahwa pelayanan kesehatan pada usia lanjut berbeda dengan pelayanan kesehatan pada golongan populasi lain.

SARAN

Diharapkan supaya mahasiswa lebih mempersiapkan diri ketika melakukan kegiatan tutorial sehingga diskusi dapat berjalan lebih lancar.