hepatitis b okkkkkk

13
Hepatitis B Definisi Penyakit yang disebabkan oleh virus, bersifat akut, terutama ditularkan secara parenteral tetapi juga dapat secara oral, melalui hubungan yang erat antara penderita dengan orang lain, dan dari ibu ke bayinya. Gejala prodromalnya berupa demam, muntah, malaise, anoreksia, mual dan muntah yang sering hilang dengan timbulnya ikterik klinis, angioderm, lesi kulit seperti urtikaria dan arthritis. Setelah sampai 4 bulan, sebagian besar penderita dapat sembuh sempurna. Tetapi beberapa diantaranya dapat berubah menjadi carrier atau bahkan kronis. (Dorland) Etiologi Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pada tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut Partikel Dane. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e-antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. Sumber Penularan Virus Hepatitis B Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa: Darah Saliva Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B Feses dan urine Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah

Upload: berthariyanti-hr

Post on 01-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Hepatitis B

DefinisiPenyakit yang disebabkan oleh virus, bersifat akut, terutama ditularkan secara parenteral tetapi juga dapat secara oral, melalui hubungan yang erat antara penderita dengan orang lain, dan dari ibu ke bayinya. Gejala prodromalnya berupa demam, muntah, malaise, anoreksia, mual dan muntah yang sering hilang dengan timbulnya ikterik klinis, angioderm, lesi kulit seperti urtikaria dan arthritis. Setelah sampai 4 bulan, sebagian besar penderita dapat sembuh sempurna. Tetapi beberapa diantaranya dapat berubah menjadi carrier atau bahkan kronis. (Dorland)Etiologi

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pada tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut Partikel Dane. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e-antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Sumber Penularan Virus Hepatitis B

Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

Darah

Saliva

Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

Feses dan urine

Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah

Transmisi Virus Hepatitis B

Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara, yaitu:

a. Parenteral, dimana terjadi penembusan pada kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tato.

b. Non Parenteral, terjadi karena bersentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:

a. Penularan Vertikal, yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.

Data mengenai prevalensi HBsAg pada wanita hamil di beberapa daerah di Indonesia (tabel 1). b. Penularan Horizontal, yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual.

Tabel 1

Prevalensi HbsAg pada wanita hamil dibeberapa tempat di IndonesiaDaerahJumlah IbuHBsAg (%)Jumlah

Surabaya10164,6Edison 1989

Denpasar5692,46Montessori 1991

15522,58Surya 1991

Mataram30783,8Soewignyo 1993

Solo18003,4Suparyanto 1993

Faktor Predisposisi

1. Faktor Host (Penjamu)

Semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu, seperti: a. Umur

Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.

c. Mekanisme Pertahanan Tubuh

Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.

d. Kebiasaan Hidup

Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tato, pemakaian akupuntur.

e. Pekerjaan

Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

2. Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.

3. Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:

Lingkungan dengan sanitasi jelek

Daerah dengan angka prevalensi VHB-nya tinggi

Daerah unit pembedahan: ginekologi, gigi, mata.

Daerah unit laboratorium

Daerah unit bank darah

Daerah tempat pembersihan

Daerah dialisa dan transplantasi Daerah unit perawatan penyakit dalam

PatogenesisPada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan carrier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.

Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis

yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

Manifestasi KlinisBerdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hepatitis B Akut, yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hospes.

Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :

1. Hepatitis B akut yang khas

2. Hepatitis Fulminant

3. Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B Kronis, yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.

Hepatitis B Akut yang Khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

1. Fase Praikterik (Prodormal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.

Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).

2. Fase lkterik

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal. 3. Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

Hepatitis Fulminant

Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.

Hepatitis Kronik

Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang baik.

Diagnosis

Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati (Tabel 2). Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis

eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.

Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi.

Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan adanya replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg berkorelasi dengan kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus, keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore atau core mutant). Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg

negatif ternyata memiliki HBV DNA > 10 copies/ml. Pasien hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi di Asia dan Mediterania umumnya mempunyai kadar HBV DNA lebih rendah (berkisar 10 copies/ml) dibandingkan dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu diterapi.Tabel 2

Definisi dan Kriteria Diagnosis Pada Penderita Hepatitis B

KeadaanDefinisiKriteria Diiagnosis

Hepatitis B kronisProses nekroinflamasi kronis hati disebabkan oleh infeksi persisten virus hepatitis B. Dapat dibagi menjadi hepatitis B kronis dengan HBeAg + dan HBeAg -1. HBsAg + > 6 bulan

2. HBV DNA serum > 10 copies/ml

3. Peningkatan kadar ALT/AST secara berkala/persisten

4. Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronis (skor nekroinflamasi > 4)

Carrier HBsAg inaktifInfeksi virus hepatitis B persisten tanpa disertai proses nekroinflamasi yang signifikan1. HBsAg + > 6 bulan

2. HBeAg - , anti HBe +

3. HBV DNA serum < 10 copies/ml

4. Kadar ALT/AST normal

5. Biopsi hati menunjukkan tidak adanya hepatitis yang signifikan (skor nekroinflamasi < 4)

Setelah penyesuaian terhadap usia, sex, keberadaan antibodi terhadap virus hepatitis C, status merokok dan penggunaan alkohol, risiko relatif karsinoma hepatoselular sebesar 9,6 ( 95%CI: 6,0-15,2) pada kelompok HBsAg positif saja, dan sebesar 60,2 (95% CI: 35,5-102,1) pada kelompok dengan HBsAg dan HBeAg positif.

Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif (Tabel 2). Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA, derajat nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan hepatitis kronis B sendiri dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif.

Pemeriksaan virologi untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Ada beberapa persoalan berkaitan dengan pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada beberapa jenis pemeriksaan HBV DNA, yaitu : branched DNA, hybrid capture, liquid hybridization dan PCR. Dalam

penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur menggunakan amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur sampai 100-1000 copies/ml. Ke dua, beberapa pasien dengan hepatitis B kronis memiliki kadar HBV DNA fluktuatif. Ketiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA yang mencerminkan tingkat progresifitas penyakit hati.

Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif: kadar 10 copies/ml merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis.

Tabel 3

Evaluasi Pasien Hepatitis Kronis

Parameter Keterangan

Evaluasi Awal1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati

3. Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg, anti HBe dan HBV DNA

4. Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya pengguna narkoba injeksi, atau daerah endemis)

5. Skrining karsinoma hepatoselular : kadar alfa feto protein dan ultrasonografi

6. Biopsi hati pada pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B kronis

Follow-up Pasien yang Belum DiterapiPasien HBeAg positif dan HBV DNA >10 copies/ml dan kadar ALT normal:

1. Pemeriksaan ALT setiap 3-6 bulan

2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang setiap 1-3 bulan

3. Bila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan, pertimbangkan biopsi dan terapi

4. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

Pasien carrier HBsAg inaktif:

1. Pemeriksaan ALT setiap 6 12 bulan

2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV DNA dan singkirkan penyebab penyakit hati lainnya

3. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.

Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah dengan Histologic Activity Index score.Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal ( Tabel 3). Pada pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA > 10 copies/ml dan kadar ALT normal yang belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan pemantauan

kadar ALT dan HBV DNA.

Terapi

Tujuan terapi hepatitis B kronis adalah untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi VHB dan mencegah progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensial menuju gagal hati, dan mencegah karsinoma hepatoselular.

Sasaran pengobatan adalah menurunkan kadar HBV DNA serendah mungkin, serokonversi HBeAg dan normalisasi kadar ALT.

Sasaran sebenarnya adalah menghilangnya HBsAg, namun sampai saat ini keberhasilannya hanya berkisar 1-5%, sehingga sasaran tersebut tidak digunakan.

Tabel 4

Penilaian Terhadap Respon Terapi

Respon Terapi

BiokimiawiPenurunan kadar ALT menjadi normal

Virologi Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi (10 copies/ml)ALT StrategiTerapi

++2 x BANNEfikasi terhadap terapi rendah

Observasi, terapi bila ALT meningkat

++> 2 x BANNMulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir

End point terapi : serokonversi HBeAg dan timbulnya anti HBe

Durasi terapi :

Interferon selama 16 minggu

Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi serokonversi HBeAg

Adefovir minimal 1 tahun

Bila tidak memberikan respon/ada kontraindikasi, interferon diganti lamivudin / adefovir

Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

-+> 2 x BANNMulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir. Interferon atau adefovir dipilih mengingat kebutuhan perlunya terapi jangka panjang

End point terapi : normalisasi kadar ALT dan HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak terdeteksi

Durasi terapi :

Interferon selama satu tahun

Lamivudin selama > 1 tahun

Adefovir selama > 1 tahun

Bila tidak memberikan respon/ ada kontraindikasi interferon diganti lamivudin / adefovir

Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

--2 x BANNTidak perlu terapi

+/-+Sirosis hatiTerkompensasi : lamivudin atau adefovir

Dekompensasi : lamivudin (atau adefovir), interferon kontraindikasi, transplantasi hati

+/--Sirosis hatiTerkompensasi : observasi

Dekompensasi : rujuk ke pusat transplantasi hati

Sesuai dengan rekomendasi the American Association for the Study of Liver Disease terapi diberikan pada penderita hepatitis B kronis, dengan syarat : (1) HBeAg positif dan HBV DNA >10 copies/ml dan kadar ALT>2 batas atas angka normal. (2) HBeAg positif dan HBV DNA >10 copies/ml dan kadar ALT< 2 batas atas angka normal tidak perlu terapi, hanya perlu dievaluasi setiap 6-12 bulan, kecuali bila pemeriksaan histologi menunjukkan adanya nekroinflamasi tingkat sedang sampai berat (3) HBeAg negatif dan HBV DNA >10 copies/ml dan kadar ALT>2 batas atas angka normal. (4) Penderita sirosis hati dengan HBV DNA >10 copies/ml (Tabel 5).Interferon

Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Berdasarkan studi meta analisis yang melibatkan 875 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif: serokonversi HBeAg terjadi pada 18%, penurunan HBV DNA terjadi pada 37% dan normalisasi ALT terjadi pada 23%. Salah satu kekurangan interferon adalah efek samping dan pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 juta MU 3 kali / minggu selama 16 minggu.

Lamivudin

Lamivudin merupakan antivirus melalui efek penghambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun.

Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi.

Adefovir

Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling tidak selama satu tahun.

Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir 10 mg dan 30 mg selama 48 minggu dibandingkan plasebo.

Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik secara signifikan (p