lapkas hepatitis b kronik
DESCRIPTION
penyakit dalamTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. Darto
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl.Kertayasa RT/RW 06/04 Kelurahan Kertayasa Kecamatan Kramat
Tegal, Jawa Tengah
No. RM : 795624
Tanggal masuk RS : 1 September 2015 pukul 22:20
Ruangan : Rosella
Tanggal dikasuskan : 5 September 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 6 September 2015 di bangsal Rosella secara
autoanamnesis dan alloanamnesis kepada pasien dan anak pasien
Keluhan Utama : nyeri perut sejak sore hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien bernama Tn. Darto berusia 59 tahun datang ke IGD RSUD Kardinah
pada tanggal 1 September 2015 dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri perut dirasakan diseluruh bagian perut. Pasien mengatakan bahwa
perutnya terasa tegang dan keras sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pada tanggal 1
September 2015. Selain itu, pasien juga merasa perutnya bertambah besar/buncit dan
kembung sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh adanya keluhan
BAB cair berwarna hitam seperti kopi sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengatakan bahwa pipisnya berwarna kuning seperti teh. Pasien juga merasa
bahwa mata dan tubuhnya menjadi kuning sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluh adanya gejala mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan
sejak sore hari sebelum masuk ke rumah sakit. Muntah bercampur dengan darah berwarna
hitam. Pasien mengatakan bahwa beliau muntah sebanyak 1x sejak sore hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluh bahwa tubuhnya lemas, letih, lesu, lunglai, tidak berenergi
dan nafsu makan menurun. Pasien menyangkal mempunyai riwayat demam. Pasien juga
menyangkal bahwa dadanya merasa membesar
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang seperti ini sebelumnya dimana
pasien merasa mata dan badannya menguning sekitar 3 bulan yang lalu
Pasien mengaku pernah menjalani operasi hernia scrotalis di RSUD Kardinah
Pasien menyangkal mempunyai riwayat hipertensi
Pasien menyangkal mempunyai riwayat kencing manis
Pasien menyangkal adanya riwayat maag
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien mengatakan bahwa istri pasien pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya
Riwayat Sosial Ekonomi :
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku mempunyai riwayat merokok sejak usia muda yaitu 18 tahun. Pasien
mengaku biasa menghabiskan 1 bungkus rokok dalam sehari. Akan tetapi, sejak 1
tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan sudah berhenti
merokok.
Riwayat sering mengkonsumsi minuman beralkohol disangkal oleh pasien
Riwayat pernah memakai tato juga disangkal oleh pasien
Riwayat mengkonsumsi NAPZA dan pemakaian jarum suntik juga disangkal oleh
pasien
Riwayat Pengobatan :
Pada tahun 2015 sekitar 3 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku
pernah menjalani operasi hernia scrotalis. Riwayat pernah melakukan transfusi darah
disangkal oleh pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 5 Agustus 2015 pukul 07:30 di bangsal Rosella secara auto dan
alloanamnesis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kualitatif Apatis
Kuantitatif GCS E4 M6 V5
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg. Pengukuran dilakukan dengan manset dewasa
pada lengan kiri pasien di arteri brakhialis sinistra dengan posisi tiduran sebanyak 2x
Nadi : 100x/menit, regular, isi dan tegangan cukup, ekual pada
a.radialis kanan dan kiri
Suhu : 36.60C pada aksila kiri
Pernafasan : 24x/menit. Tipe pernafasan abdomino-torakal
Status antropometri :
BB : 50 kg
TB : 160 cm
IMT : 19,53 kg/m2 (normal)
Pemeriksaan Status Generalis
Kepala : Normosefali. Rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, alopesia (-), benjolan (-), nyeri tekan (-)
MATA KANAN MATA KIRI
Simetris, tidak mudah
dicabut, warna hitam
Alis mata Simetris, tidak mudah
dicabut, warna hitam
Oedem (-), benjolan (-), bulu
mata tidak rontok, trikiasis
(-)
Palpebra superior dan inferior Oedem (-), benjolan (-),bulu
mata tidak rontok,
trikiasis (-)
Pucat (+), hiperemis (-) Konjungtiva Pucat (+), hiperemis (-)
Ikterik (+) Sklera Ikterik (+)
Bulat, isokor, diameter 3
mm/3mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung
(+/+)
Pupil Bulat, isokor, diameter 3
mm/3mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung
(+/+)
Hidung : bentuk normal, deviasi septum nasi (-/-), nafas cuping hidung (-/-),
mukosa hiperemis (-/-), konka eutrofi (+/+), sekret (-/-), benjolan (-/-),
nyeri tekan (-/-)
Telinga : Normotia, bentuk dan ukuran dalam batas normal, benjolan (-/-),
nyeri tarik (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (+/+), deafness (-/-)
Mulut : Bibir berwarna merah, kering (-/-), pucat (+/+), sianosis (-/-), mukosa
mulut berwarna merah (+), sariawan (-), gusi bengkak (-), lidah pucat
(+), lidah kotor (-), atrofi papil lidah (-), lidah tremor (-), karies gigi
(-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, arkus faring simetris kanan dan
kiri.
Leher : Trakea teraba terletak ditengah, deviasi trakea (-), kelenjar tiroid
dalam batas normal, KGB tidak ada pembesaran.
Thorax :
Inspeksi : Bentuk rongga dada normal, simetris, dinding dada berwarna sawo
matang, ikterik (+), pucat (-), kemerahan (-), retraksi intercostae (-/-),
atrofi m.pectoralis(-/-), sela iga dalam batas normal, tidak melebar dan
tidak menyempit
PARU :
Anterior Kanan Kiri
Inspeksi Gerak dinding dada simetris
saat statis dan dinamis.
Retraksi sela iga (-),
ginekomastia (-), spider nevi
(-)
Gerak dinding dada simetris
saat statis dan dinamis.
Retraksi sela iga (-),
ginekomastia (-), spider nevi
(-)
Palpasi Vocal fremitus teraba
normal, sama kuat pada paru
kanan dan kiri, tidak ada
hemithorax yang tertinggal
Vocal fremitus teraba
normal, sama kuat pada paru
kanan dan kiri, tidak ada
hemithorax yang tertinggal
Perkusi Sonor pada seluruh lapang
paru kanan. Peranjakan ± 2
jari sela iga VII linea
Sonor pada seluruh lapang
paru kiri
midklavikularis dextra
Auskultasi Suara nafas vesikular (+)
Suara nafas tambahan :
rhonki (-), wheezing (-)
Suara nafas vesikular (+)
Suara nafas tambahan :
rhonki (-), wheezing (-)
Posterior Kanan Kiri
Inspeksi Gerak dinding dada simetris
saat statis dan dinamis.
Gerak dinding dada simetris
saat statis dan dinamis.
Palpasi Vocal fremitus teraba
normal, sama kuat pada paru
kanan dan kiri, tidak ada
hemithorax yang tertinggal
Vocal fremitus teraba
normal, sama kuat pada paru
kanan dan kiri, tidak ada
hemithorax yang tertinggal
Perkusi Sonor pada seluruh lapang
paru kanan
Sonor pada seluruh lapang
paru kiri
Auskultasi Suara nafas vesikular (+)
Suara nafas tambahan :
rhonki (-), wheezing (-)
Suara nafas vesikular (+)
Suara nafas tambahan :
rhonki (-), wheezing (-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V1 1 cm di medial linea midclavicularis
sinistra. Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS II parasternalis sinistra
Auskultasi : Suara dasar : S1-S2 regular
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : Bentuk abdomen buncit dengan sagging of the flanks, kulit dinding
perut tampak tegang, licin dan berkilat, ikterik (+), venektasi (-),
smiling umbilikus (+), sikatriks (+)
Auskultasi : bising usus dalam batas normal 7x/menit
Perkusi : perkusi keempat kuadran terdengar suara pekak, shifting dullness (+),
hepar tidak teraba
Palpasi : Distensi (+), nyeri tekan kuadran kanan atas (+), nyeri lepas (-),
massa (-), hepatomegali (+) dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan,
permukaan licin dan tepi tumpul, splenomegali (+), undulasi (+),
murphy sign (-), turgor kulit < 2 detik
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA : pembesaran scrotum (+). Terpasang selang kateter
EKSTREMITAS :
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem +/+ +/+
Kulit pucat +/+ -/-
Spider nevi -/- -/-
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
01 Agustus 2015
CBC + Diff count Hasil Nilai Rujukan
CBC
Hemoglobin 6.5 g/dL
Leukosit 18.500/uL
Hematokrit 20.7 %
Trombosit 275.000/uL
Eritrosit 2,3 juta/uL
RDW 17.6 %
MCV 91.2 U
MCH 28.6 pcg
MCHC 31.4 g/Dl
Diff Count
Neutrofil 77.6 %
Limfosit 13.5 %
Monosit 7.8 %
Eosinofil 1 %
Basofil 0.2 %
Laju Endap Darah
LED 1 jam 74 mm/jam
LED 2 jam 116 mm/jam
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 123 mg/dl
SGOT 53.1 U/L
SGPT 44.1 U/L
Ureum 90 mg/dl
Creatinine 0.96 mg/dl
Seroimunologi
HbsAg Positif
HIV (rapid test) Negatif
USG ABDOMEN
Hepar : ukuran besar, echo parenkim hiperekhoik, permukaan licin,
tepi tumpul, v.aorta tidak melebar, ascites (+)
VF : dinding tebal, double layer (+), internal echo (-), batu (-)
Pankreas & lien : ukuran normal, echo parenkim normoekhoik, massa (-)
Renal dx & sin : ukuran normal, echo parenkim normoekhoik, batu (-), kalix
tak melebar, lymphonodi para aorta tak membesar
KESAN : Hepatomegali susp. Hepatitis kronis dengan ascites
Pankreas, lien, ke 2 renal & lymfonodi para aorta dalam batas
normal
V. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Nyeri perut
2. Mual
3. Muntah berwarna hitam seperti kopi
4. Perut terasa membesar/buncit dan tegang
5. BAB hitam
6. BAK warna seperti teh
7. Anemia normokromik normositer, leukositosis, netrofilia, limfositopenia, LED 1
jam ↑ 74 mm/jam, LED 2 jam ↑ 116 mm/jam, SGOT ↑ 53.1 U/L, SGPT ↑ 44.1
U/L, Ureum ↑ 90 mg/dL
8. HbsAg (+)
VI. DAFTAR MASALAH AKTIF
1. Hepatitis B kronik
2. Anemia normokromik normositer
VII. DAFTAR MASALAH PASIF
1. Riwayat hernia scrotalis
VIII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem I : Hepatitis B Kronik
Assesment : Menegakkan diagnosis hepatitis B kronik
Mencegah supaya tidak terjadi komplikasi hepatitis B
Inisial plan :
Diagnosa :
Gejala klinis : mual, muntah, malaise, nyeri perut, penurunan berat badan,
ikterik.
Pemeriksaan Fisik : sklera ikterik, hepatomegali disertai nyeri tekan kuadran
kanan atas abdomen dan splenomegali.
Pemeriksaan penunjang : HbsAg seropositif > 6 bulan (+), serum DNA VHB
> 20.000 IU/ml, SGOT ↑, SGPT ↑, Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronis
dengan derajat nekroinflamasi sedang-berat
Terapi :
Interferon (IFN) alfa 5-10 MU 3x seminggu
Analog nukleos(t)ida
o Analog nukleosida
Lamivudin (3TC) 100 mg/hari PO
Telbivudin (LdT) 600 mg/hari PO
Entecavir (ETV) 0,5 – 1 mg/hari PO
o Analog nukleotida
Adenovir (ADV) 10 mg/hari PO
Tenofovir (TDF) 300 mg/hari PO
Vaksinasi hepatitis B
Monitoring :
KU, TTV pagi siang dan malam hari. Pemantauan hasil lab (SGOT, SGPT,
Ureum), asupan nutrisi.
Edukasi :
Peningkatan asupan nutrisi
Edukasi informasi tentang hepatitis B kronik (pengertian, transmisi virus,
tanda dan gejala, komplikasi) kepada keluarga pasien
Memberikan motivasi kepada istri pasien untuk dilakukan screening hepatitis
B
Mengajarkan kepada pasien tentang seks aman dengan menggunakan kondom
untuk mencegah penularan penyakit
Memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak sharing penggunaan pasta gigi
dan alat shaving karena apabila terdapat luka, infeksi bisa menular ke orang
lain.
Problem II : Anemia normositer normokromik
Assesment : Menegakkan diagnosis anemia normositer normokromik
Inisial plan :
Diagnosa :
Gejala klinis : lemah, letih, lesu, lunglai, kurang energi, mukosa mulut dan
bibir pucat
pemeriksaan laboratorium hematologi (darah lengkap)
Pemeriksaan sediaan apus darah tepi (SADT)
Terapi : Transfusi PRC sampai Hb ≥ 10 g/dl
Monitoring : KU (pucat), TTV (TD,HR, RR, S), Kesadaran, tanda
pendarahan, keadaan serta Hb post transfusi
Edukasi : Edukasi serta informed consent tentang terapi transfusi PRC yang
diberikan serta efek sampingnya
IX. MONITORING
Tanggal Problem I : Hepatitis B kronik
05/09/15 S : nyeri perut di seluruh bagian perut, perut terasa penuh & tegang, nyeri dirasakan hilang timbul, BAB hitam, BAK warna seperti teh, lemas (+), letih (+), mual (+)O : KU ; Tampak lemah TTV ; TD 130/80 mmHg, N 100x/menit, RR 28x/menit, Suhu 36.60C PF ; sklera ikterik (+/+), shifting dullness (+), undulasi (+), hepatomegali (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+), splenomegali (+)A : Hepatitis B kronikP : Infus tutofusin 20 tpm, lamivudin tab 100 mg per oral 1x sehari, interferon
alfa 2a tab 100 mg per oral 1x sehari, omeprazole 1 vial/hari, sucralfat 3x sehari 1 sendok teh sekali minum 1 jam sebelum makan/ 2 jam setelah makan
06/09/2015 S : nyeri perut diseluruh bagian perut, perut terasa penuh & tegang, nyeri hilang timbul, mual (+), lemas (+), BAK warna seperti teh, demam sumeng-sumengO : KU ; tampak sakit sedang TTV ; TD 130/90 mmHg, N 100 x/menit, R 20 x/menit, S 37,6oC PF ; sklera ikterik (+), shifting dullness (+), undulasi (+), hepatomegali (+), splenomegali (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+)A : Hepatitis B kronik belum ada perbaikanP : Infus tutofusin 20 tpm, lamivudin tab 100 mg per oral 1x sehari, interferon
alfa 2a tab 100 mg per oral 1x sehari, omeprazole 1 vial/hari, sucralfat 3x sehari 1 sendok teh sekali minum 1 jam sebelum makan/ 2 jam setelah makan
07/09/2015
08/09/2015
S : nyeri perut diseluruh bagian perut, perut terasa penuh & tegang, nyeri hilang timbul, mual (+), lemas (+), BAK warna seperti tehO : KU ; tampak sakit sedang TTV ; TD 140/90 mmHg, N 80x/menit, R 24x/menit, S 36,8oC PF ; sklera ikterik (+), shifting dullness (+), undulasi (+), hepatomegali (+), splenomegali (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+)A : Hepatitis B kronikP : Infus tutofusin 20 tpm, lamivudin tab 100 mg per oral 1x sehari, interferon alfa 2a tab 100 mg per oral 1x sehari, omeprazole 1 vial/hari, sucralfat 3x sehari 1 sendok teh sekali minum 1 jam sebelum makan/ 2 jam setelah makanS : nyeri perut diseluruh bagian, sakit kepala (+)O : KU ; tampak sakit sedang TTV ; TD 160/90 mmHg, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit, S 36.20
PF ; sklera ikterik (+), shifting dullness (+), undulasi (+), hepatomegali (+), splenomegali (+)
A : Hepatitis B kronikP : Infus tutofusin 20 tpm, lamivudin tab 100 mg per oral 1x sehari, interferon
alfa 2a tab 100 mg per oral 1x sehari, omeprazole 1 vial/hari, sucralfat 3x sehari 1 sendok teh sekali minum 1 jam sebelum makan/ 2 jam setelah makan, Hidroklorotiazid tab 25 mg per oral 1x sehari
Tanggal Problem II : Anemia normositik normokrom
05/09/15
Post transfusi PRC 150cc
S : lemas (+), letih (+), lesu (+), lunglai (+), kurang energi (+)O : KU ; pucat, lemas TTV ; TD 130/80 mmHg, N 100 x/menit, R 28x/menit, S 36.6oC PF ; CA (+/+) , mukosa mulut dan bibir pucat. Lab : Hb 6,5 g/dLA : anemia normositik normokromP : Transfusi PRC sampai Hb ≥ 10 g/dl
06/09/2015 S : lemas (+)O : KU ; pucat, lemas TTV ; TD 130/90 mmHg, N 100 x/menit, R 20 x/menit, S 37,6oC PF ; CA (-/-)A : anemia normositik normokrom dengan perbaikanP : Observasi KU, TTV, ulangi tes laboratorium darah lengkap 1 bulan post
transfuse07/09/2015
08/09/2015
S : lemas (+)O : KU ; lemah (+), pucat (+) TTV ; TD 140/90 mmHg, N 80x/menit, R 24x/menit, S 36,8oC PF ; CA (-/-), CRT < 2 detikA : anemia normositik normokrom dengan perbaikanP : ulangi tes laboratorium darah lengkap 1 bulan post transfusi
S : lemas (+)O : KU ; lemah (+), pucat (-) TTV ; TD 160/90 mmHg, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit, S 36.20
A : anemia normositik normokrom dengan perbaikanP : ulangi tes laboratorium 1 bulan post transfusi
X. ALUR PIKIR KASUS
laki-laki 59 tahun
ANAMNESIS : nyeri perut (+), perut membuncit, kembung, BAK warna seperti teh, mata dan badan menguning, mual (+), muntah (+)
PEMERIKSAAN FISIK : hepatomegali (+), splenomegali (+), ascites (+), sklera ikterik (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
SGOT ↑ 53.1 u/L, SGPT ↑ 44.1 U/L, USG Abdomen kesan hepatomegali susp. hepatitis kronis dengan ascites, HbsAg (+)
Hepatitis B kronik
ANAMNESIS : lemas (+), letih (+), lesu (+), lunglai (+), lethargi (+), tidak nafsu makan
PEMERIKSAAN FISIK :
KU lemah, pucat, CA (+/+), RR 28x/menit, mukosa mulut & bibir pucat
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hb 6.5 g/dl, Ht 20.7 %
Anemia normositik normokrom
XI. KETERKAITAN MASALAH
HEPATITIS B KRONIK
ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITERER
TINJAUAN PUSTAKA
A. HEPATITIS
Definisi
Hepatitis merupakan penyakit infeksi virus sistemik yang menyerang hati.
Infeksi hepatitis dapat terjadi akut maupun kronis. Dikatakan akut apabila inflamasi
(peradangan) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan
dan kronis apabila hepatitis tetap bertahan lebih dari 6 bulan.
Hepatitis B Kronis
Hepatitis B merupakan persistensi virus hepatitis B (VHB) yang berlangsung
lebih dari 6 bulan. Hal ini diketahui dengan terdapatnya HBsAg dalam darah, anti
Hbc dan serum HBV DNA. Virus hepatitis B (VHB) merupakan suatu anggota famili
Hepadnavirus yang menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang sebagian
kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Etiologi
Etiologi VHB Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan
tergolong dalam famili Hepadnaviridae. Nama famili Hepadnaviridae ini disebut
demikian karena virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom
DNA. Termasuk dalam famili ini adalah virus hepatitis Woodchuck (sejenis marmot
dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus
hepatitis B pada bebek Peking dan bajing tanah (ground squirrel). Virus Hepatitis B
akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat yang tidak memadai,
selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan penyimpanan selama 1 minggu
atau lebih. Virus Hepatitis B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola,
terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan
nukleokapsid dibagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung
genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda dengan bentuk sirkular. Selama
infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu virus
utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus (HBsAg). Ukuran
kapsul virus berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament
Epidemiologi
Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia,
dimana terdapat sedikitnya 75 % dari seluruhnya 300 juta individu HbsAg positif
menetap di seluruh dunia. Di Asia sebagian besar pasien hepatitis B kronik mendapat
infeksi pada masa perinatal. Infeksi hepatitis B yang didapat pada masa perinatal dan
balita biasanya bersifat asimptomatik dan dapat menjadi kronik pada 90% kasus. Pada
orang dewasa 10% menjadi kronis. Dari yang terinfeksi secara kronis 20% menjadi
sirosis hati dan kanker hati.
Transmisi Virus
Terdapat 2 cara transmisi infeksi virus hepatitis B yaitu lewat transmisi secara
vertikal dan transmisi secara horizontal.
Transmisi Vertikal
Transmisi infeksi HBV dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya. Dapat
terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal, selama persalinan atau perinatal
dan setelah persalinan atau postnatal. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
bayi yang tertular VHB secara vertikal mendapat penularan pada masa perinatal yaitu
pada saat terjadi proses persalinan. Karena itu bayi yang mendapat penularan vertikal
sebagian besar mulai terdeteksi HBsAg pada usia 3-6 bulan yang sesuai dengan masa
tunas infeksi VHB yang paling sering didapatkan. Penularan yang terjadi pada masa
perinatal dapat terjadi melalui cara maternofetal micro infusion yang terjadi pada
waktu terjadi kontraksi uterus.
Transmisi Horizontal
Cara penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap hepatitis B kepada
individu yang masih rentan. Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau
melalui selaput lendir.
a. Melalui Kulit : Ada dua macam penularan melalui kulit yaitu penularan
melalui kulit yang disebabkan tusukan yang jelas (penularan parenteral),
misalnya melalui suntikan, transfusi darah, atau pemberian produk yang
berasal dari darah dan tattoo. Kelompok kedua adalah penularan melalui kulit
tanpa tusukan yang jelas, misalnya masuknya bahan infektif melalui goresan
atau abrasi kulit dan radang kulit. Universitas Sumatera Utara
b. Melalui Selaput Lendir : Selaput lendir yang diduga menjadi jalan masuk
VHB ke dalam tubuh adalah selaput lendir mulut, hidung, mata, dan selaput
lendir kelamin. Melalui selaput lendir mulut dapat terjadi pada mereka yang
menderita sariawan atau selaput lendir mulut yang terluka. Melalui selaput
lendir kelamin dapat terjadi akibat hubungan seks heteroseksual maupun
homoseksual dengan pasangan yang mengandung HBsAg positif yang bersifat
infeksius.
Kelompok Risiko Tinggi
Ada beberapa kelompok yang mempunyai resiko tertular infeksi VHB baik
secara vertikal maupun horizontal, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif
b. Lingkungan penderita dengan HBsAg positif terutama anggota keluarga
yang selalu berhubungan langsung
c. Tenaga medis, paramedis, dan petugas laboratorium yang selalu kontak
langsung dengan para penderita hepatitis B. Dari kelompok ini yang terbanyak
ditemukan ialah petugas unit bedah, kebidanan, gigi, petugas hemodialisa.
d. Penderita bedah, gigi, penerima transfusi darah, pasien hemodialisa.
e. Mereka yang hidup di daerah endemis VHB dengan prevalensi tinggi,
misalnya di Indonesia : Lombok, Bali, Kalimantan Barat.
Patogenesis
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,
partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbeAg yang tidak memebntuk partikel
virus. VHB merangsang respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah
respons imun nonspesifik (innate immune response) karena dapat terangsang dalam
waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi
nonspesifik ini terjadi dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan permukaan dinding Antigen
Presenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah
mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB MHC kelas II pada dinding APC.
Kemudian, sel T CD8+ akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang
terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi lewat dua cara yaitu mekanisme
sitolitik dan mekanisme nonsitolitik. Pada mekanisme sitolitik proses eliminasi virus
terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang menyebabkan peningkatan ALT.
Sedangkan pada mekanisme nonsitolitik eliminasi virus terjadi tanpa merusak sel hati
yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF)
alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+.
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Anti HBs berfungsi untuk
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Akan
tetapi, infeksi kronik VHB bukan disebabkan oleh gangguan produksi anti-HBs
karena pada pasien hepatitis B kronik dapat ditemukan anti HBs yang tidak terdeteksi
dengan metode pemeriksaan biasa disebabkan anti-HBs bersembunyi dalam kompleks
dengan HBsAg.
Proses terjadinya infeksi kronik hepatitis B disebabkan oleh proses eliminasi
virus yang kurang efisien. Proses eliminasi virus yang tidak efisien dapat disebabkan
oleh faktor virus maupun faktor pejamu. Faktor virus antara lain: terjadiny
imunotoleransi terhadap produk VHB, hmbatan terhadap CTL yang berfungsi
melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi
HBeAg, integrasi genom VHB dalam genom sel hati. Sedangkan faktor pejamu antara
lain: faktor genetic, kurangnya produksi IFN, adanya antibody terhadap antigen
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antidiotipe, faktor kelamin atau
hormonal.
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk VHB dalam
persistensi VHB adalah mekanisme persistensi VHB pada neonatus yang dilahirkan
oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan adanya
imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi
VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T
karena tingginya konsentrasi partikel virus. Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan
karena mutasi pada daerah precore dari DNA yang menyebabkan tidak diproduksinya
HBeAg. Tidak diproduksinya HBeAg pada mutan tersebut mengakibatkan eliminasi
sel yang terinfeksi VHB terhambat.
Fase Perjalanan Penyakit
Terdapat 3 fase penting pada perjalanan penyakit hepatitis B kronik yaitu fase
imunotoleransi, fase imunoaktif atau fase immune clearance dan fase nonreplikaif
atau fase residual. Pada masa kanak-kanak atau dewasa muda, sistem imun tubuh
toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian rupa,
tetapi tidak terjadi peradangan hat yang berarti. Dalam keadaan itu VHB ada dalam
fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif, anti-HBe
negatif, titer DNA VHB tinggi dan konsentrasi ALT yang relatif normal. Fase ini
disebut fase imunotoleransi. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB
akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Fase ini disebut fase imunoaktif atau
immune clearance dimana pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan
menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase imunoaktif
serokonversi HBeAg baik secara spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi.
Sisanya, sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian
besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini, titer
HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negative dan anti-HBe yang menjadi
positif secara spontan, serta konsentrasi ALT yang normal, yang menandai terjadinya
fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 20-30% pasien hepatitis B kronik dalam
fase residual dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan kekambuhan.
Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu terjadi serokonversi
HBeAg positif menjadi anti-HBe justru sudah menjadi sirosis. Hal ini disebabkan
karena terjadinya fibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada kekambuhan yang
berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi tersebut.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis hepatitis dibagi menjadi fase akut dan fase kronik. Pada
hepatitis B akut masa inkubasi terjadi selama 1-6 bulan dimana pada fase ini tanda
dan gejalanya terbagi menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase pre-ikterik : fase pre ikterik terjadi 1-2 minggu sebelum fase ikterik. Pada
fase ini terdapat gejala konstitusional seperti anoreksia, mual, muntah,
malaise, keletihan, arthralgia, myalgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis dan
batuk. Selain itu juga dapat disertai peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu
tinggi.
2. Fase ikterik : gejala prodromal berkurang, namun ditemukan sclera ikterik dan
penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan hepatomegali
disertai nyeri tekan di kuadran kanan atas abdomen. Selain itu, dapat juga
ditemukan splenomegali, gambaran kolestatik hingga adenopati servikal.
3. Fase perbaikan (konvalesens) : gejala konstitusional menghilang, namun
masih ditemukan hepatomeali dan abnormalitas pemeriksaan kimia hati.
Pada hepatitis B kronik gambaran klinisnya bervariasi mulai dari aimptomatik
sampai dengan simptomatik. Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif). HBsAg positif
dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang
menetap atau intermitten. Pada pasien sering didapatkan gejala mirip seperti
hepatitis akut ditambah dengan gejala-gejala lainnya seperti lemas, anoreksia,
mual, nyeri perut kuadran kanan atas abdomen. Apabila perjalanan pernyakit
berlanjut secara progresif gejala-gejala tambahan akan muncul seperti
ensefaloati hepatic, somnolen, gangguan pola tidur, kebingungan, ascites,
perdarahan gastrointestinal, koagulopati dan koma. Pada biopsi hati didapatkan
gambaran peradagan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan
menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg
negatif.
2. Carrier VHB inaktif. Pada kelompok ini HBsAg positif dengan titer DNA
VHB yang rendah yaitu kurang dari 105 kopi/ml. Pasien menunjukkan
konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan
histologik terdapat kelainan jaringan yang minimal. Sering sulit untuk
membedakan hepatitis B kronik HBe negatif dengan pasien carrier VHB inaktif
karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang dilakukan secara rutin. Maka
dari itu, diperlukan pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang cukup
lama.
Diagnosis