tugas hepatitis

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini didunia diperkirnkan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan 1

Upload: ajengdwinta

Post on 30-Dec-2014

415 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Hepatitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap

sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain

prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat

terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi

virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25

tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler

(hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia

balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.

Pada saat ini didunia diperkirnkan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier)

HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan

pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar

antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994).

Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak,

diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa

Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau

oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).

Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang

mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui

alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat

kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang

berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus

meninggal akibat hepatoma.

Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini

mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit penyakit

hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian vasinasi.

Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa

kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit

menjadi carier.

1

Page 2: Tugas Hepatitis

1.2 Rumusan masalah

Untuk mengetahui bagaimana penyakit hepatitis B, epidemiologi, cara penularan dan

upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar kasus hepatitis tidak meningkat.

1.3 Tujuan

Tujuan tulisan ini adalah untuk menggambarkan penyakit hepatitis B, epidemiologi,

cara penularan dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar kasus hepatitis tidak

meningkat.

2

Page 3: Tugas Hepatitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis

B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula menyebabkan radang,

gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati, 2006).

Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau

keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan dianggap

sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain

prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat

terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma hepatocelluler primer (Aguslina, 1997).

Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi hepatitis bisa

bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih asimtomatik pada yang

lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak – anak menularkan hepatitis pada

anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih dari tiga perempat orang dewasa yang

terkena hepatitis A adalah simtomatik (Tjokronegoro, 1999).

Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20% penderita

hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirrhosis hepatic

dan carcinoma hepatoculler primer (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih

tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara

sempurna. Pada saat ini diperkirakan terdapat kira – kira 350 juta orang pengidap (carrier)

HBsAg dan 220 juta (78%) terdapat di Asia termasuk Indonesia (Sulaiman, 1994, dalam

Aguslina, 1997).

2.2 Etiologi Hepatitis

Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali

ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia yang

termasuk DNA virus.

3

Page 4: Tugas Hepatitis

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut dengan

“Partikel Dane”. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti

(core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen

(HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat

imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan

ayr. Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan perbedaan geografik dan

rasial dalam penyebaranya (Aguslina, 1997).

2.3 Patogenesis

Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik merusak sel hati masih belum

jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal – hal tersebut. Informasi dari kenyataanya

ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1)

Efek simptomatik langsung dan (2) adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen

virus atau antigen hepatosit yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit

yang di infeksi virus. Organ hati pada tubuh manusia.

Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga timbul

kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan mekanisme persistensi.

Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat. Targetnya dapat berupa komponen

struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik. Sedangkan persistensinya dapat akibat

mekanisme virus menghindar dari sistem imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau

pemberian obat yang terus - menerus (Stanley, 1995).

2.4 Patofisiologi

Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B

(VHB) mula – mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian

mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus Hepatitis B

(VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjuntnya

nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam asam nukleat virus Hepatitis B

(VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hopses dan berintegrasi

pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk

4

Page 5: Tugas Hepatitis

membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme

terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita

terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B, Non A dan Non B adalah

sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai

infiltrasi sel – sel hati dengan histosit (Aguslina, 1997).

Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah identik pada

proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit dihancurkan dan

melepaskan Fe + Globulin + billiburin. Pengahancuran eritrosit terjadi di limpa, hati, sum –

sum tulang belakang dan jaringan limpoid.

a. Billiburin I

Hasil penelitian eritrosit di lien adalah billiburin I atau billiburin indirect.

Billiburin I masih terkait dengan protein. Di hati billiburin I dipisahkan protein

dan atas pengaruh enzim hati, billiburin I menjadi billiburin II atau

hepatobilliburin.

b. Billiburin II

Billiburin dikumpulkan didalam vesica falea (kandung empedu) dan dialirkan ke

usus melalui ductus choleducutus. Billiburin yang keluar dari vesica falea masuk

ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu sebagian

masuk ke ginjal, sehingga disebut urobillinogen. Bila billiburin terlalu banyak

dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir kemudian

kelihatan menguning sehingga disebut ikterus (Tjokronegoro, 1999).

2.5 Epidemiologi hepatitis b

2.5.1 Etiologi dan masa inkubasi bep a tms b

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali

ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen

Australia. Virus ini termasuk DNA virus.

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut

"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel

inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat

Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen

5

Page 6: Tugas Hepatitis

permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya

virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini

secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial

dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-

rata 80-90 hari.

2.5.2 Sumber dan cara penularan virus hepatitis b

a. Sumber penularan virus hepatitis b.

Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

- Darah

- Saliva

- Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

- Feces dan urine

- Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang

terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui

nyamuk atau serangga penghisap darah.

b. Cara penularan virus Hepatitis B

Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :

a) Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya

melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B

dan pembuatan tattoo

b) Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang

tercemar virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara

penting yaitu:

a) Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang

HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa

perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi

antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.

b) Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari

seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya,

misalnya: melalui hubungan seksual.

6

Page 7: Tugas Hepatitis

2.5.3 Faktor -faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatitis b

1. Faktor Host (Penjamu)

Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat

mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B.

Faktor penjamu meliputi:

a. Umur

Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada

bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun

dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi

kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%

(Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam

jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B

dibanding pria.

c. Mekanisme pertahanan tubuh

Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering

terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis

B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal

ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.

d. Kebiasaan hidup

Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas

seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika

suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.

e. Pekerjaan

Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah

dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi,

7

Page 8: Tugas Hepatitis

petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak

dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

2. Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus

Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.

Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4

subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi

dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan

Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw

dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr

terjadi di Jepang dan China.

3. Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi

perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:

- Lingkungan dengan sanitasi jelek

- Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi

- Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.

- Daerah unit laboratorium

- Daerah unit bank darah

- Daerah tempat pembersihan

- Daerah dialisa dan transplantasi.

- Daerah unit perawatan penyakit dalam

2.5.4 Patologi hepatitis b

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus

Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar

kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma

VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya

nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan

keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan

berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel

hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan

virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan

8

Page 9: Tugas Hepatitis

hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.

Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah

sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati

disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi

hepatitis akut fulminan.

Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah

portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik

persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis

diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas

maka terjadi hepatitis kronik aktif.

2.5.5 Manefestasi Klinis Hepatitis B

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis B

dibagi dua, yaitu :

a. Hepatitis B akut

Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B terhadap

individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan

hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hopses. Hepatitis B akut terdiri atas

3, yaitu:

1) Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus

yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik

(prodromal), gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam

tinggi, anoreksia, mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan warna air

kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan

hati, fase ikterik, gejala demam dan gastrointestinal mulai tambah hebat,

disertai hepatomegali dan spinomegali. Timbulnya ikterus makin hebat

dengan puncak pada minggu ke dua. Setelah timbul ikterus, gejala

menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal dan

fase penyembuhan, ditandai dengan menurunya kadar enzim

9

Page 10: Tugas Hepatitis

aminotransferase, pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri,

pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

2) Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar

mempunyai prognosa buruk dalam 7 – 10 hari, 50% akan berakhir

dengan kematian.

b. Hepatitis B kronik

Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan

mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak

menunjukan perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997)

2.5.6 Kelompok Resiko Tinggi Terkena Hepatitis B

Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih

sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk

kelompok ini adalah :

1. lndividu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif

lebih sering ketularan, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi,

perawat, bidan), petugas laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna

susila, pria homoseksual, supir, dukun bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu

yang terinfeksi hepatitis B.

2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita

hemofilia, hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan

penderita yang mendapat terapi imunosupresif.

2.5.7 Prevalensi Hepatitis B Di Indonesia

Berdasarkan laporan Sistem Surveilance Terpadu (SST) sampai dengan tahun

1997, terlihat adanya penurunan jumlah kasus hepatitis di Puskesmas dan rumah sakit

yaitu dari 48.963 kasus pada tahun 1992 menjadi 16.108 kasus pada tahun 1997.

Sedangkan penderita rawat inap di rumah sakit pada kurun waktu 5 tahun

berfluktuasi. CFR penyakit hepatitis dari kasus rawat inap di RS sejak tahun 1992

sampai dengan 1997 terlihat ada penurunan yaitu dari 2,2 menjadi 1,64. Menurut data

per propinsi tabun 1997 bahwa kasus hepatitis paling banyak terjadi di Jawa Timur

10

Page 11: Tugas Hepatitis

(3002 kasus), Sumatera Utara (1564 kasus) dan Jawa Tengah (1454 kasus) dengan

CFR masing-masing 2,8 %; 1,71 % dan 2,15 %.

Penelitian di 14 rumah sakit pada tahun 1994-1996 mendapatkan bahwa kasus

hepatitis B pada tahun 1994 berjumlah 491 dengan 167 kasus di RS Husada Jakarta,

tahun 1995 sebesar 662 kasus dengan 203 kasus di RS Husada Jakarta dan tahun

1996, sebesar 278 kasus dengan 69 kasus di RS Pelni Jakarta.

Penelitian oleh Hartono 1991 menemukan angka prevalensi Hepatitis B di

Bojana Flores sebesar 7,3 %, Sanjaya dkk menemukan HBsAg dan anti HBs pada

anak murid TK dan SD adalah 4 % (HBsAg) dan 14,9 % (anti HBs).

Pada awal tahun 1993 dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs pada

sejumlah 5.009 sampel darah yang diambil dari karyawan RS Ciptomangunkusumo

dan didapat hasil HBsAg 4,59 % dan anti HBs 35,72 % (Sulaiman A, 1993).

11

Page 12: Tugas Hepatitis

2.6 Penatalaksanaan Hepatitis B

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum

penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :

a. Istirahat

Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak

tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua

dan keadaan umum yang buruk.

b. Diet

Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya

diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35

kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berangsur

– angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna dan tidak

merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).

c. Medikamentosa

Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin darah.

Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana

transaiminase serumsudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal. Pada

keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan diberikan

12

Page 13: Tugas Hepatitis

antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin. Vitamin K diberikan pada

kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan perkoma atau

koma, penanganan seperti pada koma hepatik (Arif, 2000).

d. Pencegahan Hepatitis B

Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu :

1) Health promotion

Helath promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan. Helath

promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene

perorangan, perbaikan gizi, perbaikan system tranfusi darah dan mengurangi

kontak erat dengan bahan - bahan yang berpotensi menularkan virus hepatitis B

(VHB).

2) Specific protection

Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan hepatitis B

dapat dilakukan melalui sterilisasi benda–benda yang tercemar dengan

pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan yang langsung

bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga

pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan

darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan

penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg

petugas kesehatan (unit onkologi dan dialisa) untuk menghindarkan kontak

antara petugas kesehatan dengan penderita dan juga imunisasi pada bayi baru

lahir.

3) Early diagnosis and prompt treatment

Menurut Noor (2006), diagnosis dan pengobatan dini merupakan upaya

pencegahan penyakit tahap II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi mereka yang

menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Tujuan pada

pencegahan tahap II adalah :

13

Page 14: Tugas Hepatitis

a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala pada

sarana pelayanan kesehatan untuk mematiskan bahwa seseorang tidak

menderita penyakit hepatitis B, bahkan gangguan kesehatan lainnya.

b) Melakukan screening hepatitis B (pencarian penderita penyakit Hepatitis)

melalui suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau

menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi

secara dini adanya suatu penyakit hepatitis B.

c) Melakukan pengobatan dan pearwatan penderita hepatitis B sehingga cepat

mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.

4) Disability limitation

Disability limitation merupakan upaya pencegahan tahap III dengan tujuan

untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyakit.

Upaya mencegah kecacatan akibat penyakit hepatitis B dapat dilakukan dengan

upaya mencegah proses berlanjut yaitu dengan pengobatan dan perawatan

secara khusus berkisanambungan dan teratur sehingga proses pemulihan dapat

berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hepatitis B tidak

membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu. Akan tetapi sekali

vitus hepatitis B masuk ke dalam tubuh maka seumur hidup akan menjadi

carrier dan menjadi sumber penularan bagi orang lainnya.

5) Rehabilitation

Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan

(disability limitation) dengan tujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi

fisik, psikologis dan sosial. (Noor, 2006).

Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit hepatitis B

yaitu sebagai berikut :

a) Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat penyakit

hepatitis B

14

Page 15: Tugas Hepatitis

b) Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak

merasa minder dengan orangtua masyarakat sekitarnya karena pernah

menderita penyakit hepatits B.

c) Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap dapat

melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya.

e. Pencegahan Penyakit

Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membetuk

antibodi yang ditunjukan untuk mencegah infeksi oleh virus hepatitis B. Tujuan

utama pemberian imunisasi hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya, secara

tidak langsung menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati dan

pengerasan hati (Depkes RI 2000).

Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif

1. Immunisasi Aktif

Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang

lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah

immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin

hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan

perlindungan selama 2 tahun.

Program pemberian sebagai berikut:

Dewasa: Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal,

kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

Anak : Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian

diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

Jadwal immunisasi bayi di Puskesmas/Posyandu

Umur Antigen

2 bulan BCG, Polio 1, DPT 1

3 bulan HB 1, Polio 2, DPT 2

4 bulan HB 2, Polio 3, DPT 3

9 bulan HB 3, Polio 4, Campak

15

Page 16: Tugas Hepatitis

Jadwal immunisasi bayi di Rumah Sakit

Umur Antigen

0 bulan BCG, Polio 1, HB 1

2 bulan HB 2, Polio 2, DPT 1

3 bulan Polio 3, DPT 2

4 bulan Polio 4, DPT 3

7 bulan HB 3

9 bulan Campak

2. Immunisasi Pasif

Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif

dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang

infeksius dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan

terhadap Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu,

yang HBsAs positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir

(jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada

orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06 ml/Kg

BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.

2.7 Komplikasi

Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit

yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten,

dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik persisten dan terjadi

pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien – pasien hepatitis

kronik persisten akan sembuh kembali.

Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal.

Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik

yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan

kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan

yang tidak sempurna.

Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah

perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain itu juga

16

Page 17: Tugas Hepatitis

adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan dengan

patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan virus

hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati (Sylvia, 1995).

2.8 Prognosis

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu

menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan

biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis

kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut

menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap

asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati (Tjokronegoro, 1999).

Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari

1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien yang menderita hepatitis

karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu diantara dua ratus pasien dengan

hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999). Di seluruh dunia ada satu diantara tiga

yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia (WHO, 2005).

17

Page 18: Tugas Hepatitis

BAB III

KESIMPULAN

Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera

ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B.

Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva,

semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak

sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam

keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan

kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang

memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita.

Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan

pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan

penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan Spesifik Protection, maupun

pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.

18

Page 19: Tugas Hepatitis

DAFTAR PUSTAKA

Aguslina, S., 1997, Hepatitis B Ditinjau dari kesehatan Masyrakat dan Upaya Pencegahan.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Arif, M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aeculapius, Jakarta.

Laila Kusumawati, 2006. faktor – faktor yang berhubungan dengan pemberian Imunisasi

Hepatitis B (0-7 hari), di Kabupaten Bantul, Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Markum, 1997, Imunisasi. FKUI, Jakarta

Sulaiman Ali, Yulitasari, 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia, Yayasan Penerbitan

IDI, Jakarta

Stanley, L.R, 1995, Buku Ajar Patologi, EGC, Jakarta

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 1995. Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC

Tjokronegoro A,. & Sudarsono, S. 1999. Metodelogi Klinik Praktik Kedokteran. Jakarta :

FKUI

19