lapkas tht tonsilitis kronik

24
BAB I STATUS PASIEN 1.1. IDENTITAS Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 26 tahun Alamat : Jln. Pegangsaan II Rt. 003/005. Kelapa Gading Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tgl Pemeriksaan : 28 Agustus 2013 No. rekam medik : 00181028 1.2. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) Keluhan Utama : Nyeri menelan sejak 2 bulan SMRS. Keluhan Tambahan : Demam, lemas, sakit kepala. Riwayat Penyakit Sekarang : 1

Upload: suci-efnita

Post on 09-Feb-2016

234 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB ISTATUS PASIEN1. 0. IDENTITASNama:Ny. SJenis Kelamin:Perempuan Umur:26 tahunAlamat:Jln. Pegangsaan II Rt. 003/005. Kelapa GadingPekerjaan: Ibu Rumah TanggaTgl Pemeriksaan:28 Agustus 2013No. rekam medik: 00181028

0. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)Keluhan Utama :Nyeri menelan sejak 2 bulan SMRS. Keluhan Tambahan : Demam, lemas, sakit kepala.Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke Poli THT RSIJ Sukapura dengan keluhan nyeri menelan sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan padat maupun cair namun nyeri lebih dirasakan memberat saat pasien makan makanan padat misalnya nasi atau lauk pauk, gorengan dan makanan pedas. Pasien mengeluh perasaan tidak nyaman pada tenggorokannya dan merasa bau mulut dan napasnya berbau. Nyeri menelan disertai dengan pilek dengan lendir putih yang dirasakan hilang timbul dan kadang kadang hidung tersumbat, sakit kepala sampai demam. Keluhan nyeri pada kedua telinga disangkal. Menurut kakak pasien, kadang kadang pasien tidur mengorok. 2 minggu SMRS, pasien juga mengeluh nyeri menelan, namun pasien tidak berobat ke rumah sakit, pasien hanya mengkonsumsi antibitik yaitu ambacin namun keluhan tidak berkurang. 3 hari SMRS, pasien merasa keluhan nyeri menelan dirasakan disertai dengan sakit kepala dan lemas hingga pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya. Keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun SMRS, dirasakan hilang timbul, menghilang saat pasien kontrol ke dokter THT dan rajin minum obat, namun keluhan timbul kembali.Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien pernah mengeluh dengan keluhan yang sama seperti saat ini 3 bulan SMRS. Pasien memiliki riwayat amandel 1 tahun SMRS sering kambuh dalam 1 tahun terakhir kambuh sebanyak > 5 kali. Riwayat Penyakit Keluarga :Keluhan yang sama di keluarga disangkal.Riwayat Alergi :Alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca dingin disangkal.Riwayat Pengobatan :Sudah berobat ke dokter THT, keluhan berkurang namun timbul kembali. Riwayat Psikososial :Pasien sering mengkonsumsi makanan yang pedas dan berminyak misalnya goreng gorengan dan juga minum air es.

0. PEMERIKSAAN FISIK Status GeneralisKeadaan umum : Baik Kesadaran : ComposmentisTanda Vital Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan Pernafasan : 22 x/ menit Nadi : 84 x/menit Suhu : Afebris 2. Status LokalisTELINGAKananKiri

AurikulaNormotiaNormotia

Nyeri tekanAurikula (-),Nyeri tekan tragus (-),Nyeri tarik Aurikula (-), nyeri tekan tragus (-),Tanda Radang (-),Sikatriks(-), fistel (-),Abses (-), secret (-)Nyeri tekanAurikula (-),Nyeri tekan tragus (-),Nyeri tarik Aurikula (-), nyeri tekan tragus (-),Tanda Radang (-),Sikatriks(-), fistel (-),Abses (-), secret (-)

MAESerumen (-),Tanda peradangan (-)Serumen (-),Tanda peradangan (-)

MukosaHiperemis (-)Hiperemis (-)

Sekret(-)(-)

Membran timpaniIntakReflex cahaya (+)IntakReflex cahaya (+)

Tes bisik Tidak dilakukanTidak dilakukan

Tes rinneTes weberTes schwabahTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

HIDUNGKananKiri

Deformitas(-)(-)

Nyeri tekan :-Pangkal hidung-Pipi-Dahi(-)(-)(-)(-)(-)(-)

Krepitasi(-)(-)

VestibulumLapangRambut (+)Mukosa:Hiperemis (-)Sekret (-)Massa (-)LapangRambut (-)Mukosa :Hiperemis (-)Sekret (-)Massa (-)

Septum deviasi(-)(-)

Dasar hidungSekret (-)Krusta (-)Sekret (-)Krusta (-)

Konka inferiorOedem (-)Hiperemis (-)Oedem (-)Hiperemis (-)

Konka mediaOedem (-)Hiperemis (-)Sekret (-)Oedem (-)Hiperemis (-)Sekret (-)

TENGGOROKANArkus faringSimetris, hiperemis (-)

Pilar anteriorKemerahan

UvulaUkuran dan bentuk normal, letak lurus di tengah

Dinding faringGranula (-), cobble stone appearance (-)

Mukosa faringHiperemis (+), post nasal drip (-) ,massa (-), Pseudomembran (-), granul (-) , bercak-bercak putih (-)

TonsilT2 T3,hiperemis+/+,kriptamelebar, detritus+/+

Gigi geligiLengkap, Caries gigi (-), tambalan (-), nyeri ketok (-)

KGB regionalKGBtidak teraba membesar

Palatum DurumSimetris, massa (-)

Palatum MoleSimetris,massa (-), bercak-bercak keputihan (-)

RESUME Dari anamnesis didapatkan Pasien dengan keluhan nyeri menelan sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan terutama saat menelan. Keluhan disertai demam, pilek, sakit kepala. mulut bau, napas bau. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun SMRS yang dirasakan hilang timbul. Pasien sering mengkonsumsi makanan pedas dan berminyak seperti goreng gorengan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik. Kesadaran komposmentis. Pada status lokalis tenggorokan didapatkan tonsil : T2 T3,hiperemis+/+,kriptamelebar, detritus+/+DIAGNOSIS Tonsilitis KronisPENATALAKSANAANNon medikamentosa Edukasi untuk menghindari faktor pencetus Anjuran minum antibiotik Menjaga daya tahan tubuhMedikamentosa Antibiotik : amoksisilin-clavulanat 3 x 250 mg Obat kumur antiseptik Operatif Tonsilektomi

BAB II TONSILITIS KRONIK 2.1 Definisi Tonsililitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfe yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain bakteri Streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri grup A Streptokokus beta hemolitik (GAVBHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan.3Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan submandibula.6Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.12.2 Epidemiologi Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita tonsilitis kronik dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.7Tonsilitis paling sering terjadi pada anak anak, namun jarang terjadi pada anak anak dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5 15 tahun.2,8 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5 10 tahun dan dewasa muda usia 15 25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier grup A Streptococcus yang asimptomatik, yaitu 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,35 usia 15 44 tahun, dan 0,6% usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14 29 tahun, yakni sebesar 50%. Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita tonsilitis kronik sebanyak 294 (62%). Pada kelompok usia 5 14 tahun.72.3 Etiologi Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan.7 Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase revolusi tidak sempurna.9 Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronik jenis kuman yang paling sering adalah Streptococcus beta hemoliticus grup A (SBHGA). Streptococcus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi patogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.10,11Dari hasil penelitian Suyitni dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering tonsilofaringitis kronik yaitu Streptococcus alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolitikus grup A, Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. Coli.7 Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan yang khusus karena dapar ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan coxackievirus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkab oembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut.11 2.4 Faktor Predisposisi Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit tonsilitis kronik. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasu konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit tonsilitis kronik.12 Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu :1 Rangsangan kronis (rokok, makanan) Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah ubah) Alergi (iritasi kronis dari alergen) Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2.5 Patomekanisme Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.7 Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibularis.12.6 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda tanda bermakna adalah nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejala gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.13Pada pemeriksaan tampak tonsil kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, dan napas berbau.1 Pada tonsilitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nosul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan ke dalam kategori tonsilitis kronik berupa : a. Pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan ke jaringan sekitarnya, kripta melebar diatasnya tertutup oelh eksudat yang purulent. b. Tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang kadang seperti terpendam dalam tonsil bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.10Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi.14, 15T0 : Tonsil masuk didalam fossaT1: < 25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringT2: 25 50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3: 50 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringT4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringUkuran tonsil berdasarkan stadiumnya14, 15 T0: Tonsil telah diangkat TI: Tonsil di dalam fossa tonsillaris TIIA : Besar tonsil jarak arkus anterior dan uvula TIIB : Besar tonsil jarak arkus anterior dan uvula TIII : Besar tonsil mencapai uvula atau lebih 2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita tonsilitis kronik a. Mikrobiologi Penatalaksaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat . gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita tonsilitis kronik dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis kronik tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbanyak yang ditemukan adalah Streptococcus beta hemoliticus diikuti Stafilococcus aureus.16b. Histopatologi Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil. Menunjukkan bahwa diagnosa tonsilitis kronik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi, yaitu ditemukan ringan sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras abses dan infiltrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa tonsilitis kronik.16

2.8 Diagnosis Diagnosis untuk tonsilitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisik yang dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemuk atau komdisi yang berkaitan yang daoat membingungkan diagnosis. Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang megganjal ditenggorokan, ada rasa kering ditenggorokan, napas berbau, iritasi pada tenggorokan dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejala gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfa submandibular.1, 13Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripta terisi oleh dtritus. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan ke dalam kategori tonsilitis kronik.10 Pada biakan tonsil dengan penyakit kronik biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang menujukkan streptokokus beta hemolitikus.102.9 Penatalaksanaan Penetalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif. 1. Medikamentosa Terapi ini ditujukkan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.1 Pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotik yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronik Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan oleh mononukleosis).7

2. Operatif Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih terjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi Absolut 7a. Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apnea) yang terkait dengan cor pulmonaleb. Curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral) c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomiQuincy).d. Perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren. Indikasi relatif 7a. Tonsilitis akut yang berulang (terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun)b. Abses peritonsilarc. Tonsilitis kronik dengan sakit tenggorokan yang persisten, halitosis, atau adenitis cervicald. Sulit menelane. Tonsilolithiasis f. Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit)g. Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapih. Otitis media rekuren atau kronikIndikasi tonsilektomi1The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil dengan pengobatan. 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus B hemolitycus 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusa/otitis media supuratif. Kontraindikasi Tonsilektomi Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut, yaitu : gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat.7,14Teknik operasi Tonsilektomi Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad I masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.7, 17 Diseksi : dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai mencaoai pole bawah dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk mengangkat tonsil. Guilotin : teknik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang. Elektrokauter : kedua elektrokauter unipolar dan bipolaer dapat digunakan pada teknik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya perdarahan namun dapat menyebabkkan terjadinya luka bakar. Laser tonsilektomi : diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih disukai. Teknik yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada teknik diseksi. 2.10 Komplikasi Beberapa literatir menyebutkan komplikasi tonsilitis kronik antara lain :9,18 a. Abses peritonsil Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan disekitarnta. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot otot yang mengelilingi faringeal. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagia yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses. b. Abses parafaring Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan disekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol ke arah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.c. Abses intratonsilarMerupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada tonsilitis folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika dieprlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi. d. Kista tonsiler Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala.2.11 Prognosis Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.7

Daftar Pustaka

1. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008.2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. 2011. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. Available from URL : http//www.mdguidelines.com/tonsilitis-and-adenoiditis/4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. Available from URL : http//www.medicinenet.com5. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In : The Pediatric Clinics Of North America. 2003. P445 586. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and Microbiological Study Of Chronic Tonsilitis. Pdf 7. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009.2011. pdf 8. Empowering Otolaryngologist, Tonsililitis. In : American Academy Of Otolaryngology-Head & Neck Surgery. Pdf9. Mandavia, Rishi. Tonsillitis (online). Available from: URL : http : www.pediatricsinrewiew.com10. Boies AH, Rongga Mulut dan Faring. In : Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : ECG, 1997. P263 340. 11. Gross CW, Harrison SE. Tonsils and Adenoid. In Pediatrics in Review. (online).2000 available from : URL : http://www.pediatricssinrewiew.com12. Ellen Kvestad, Kari Jorum Kvaemer, Espen Roysamb, etall. Heritability of Reccurent Tonsillitis. (online) available from : URL: http://www.Archotolaryngelheadneckurg.com13. Nelson WE, Berham RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In : Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta : ECG, 2000. P 1463 414. Pasha R, Pharyngeal And Adenotonsilar Disorder. In : Otolaryngology-Head and Neck Surgery. P158 16515. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In Head and Neck Manifestations of systemuc Disease. USA : 2007. P493-50816. Ugras, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsilitis Can Be Diagnosed With Histopathologic Findings. In : European Journal of General Medicine, Vol 5, No. 2. Available from : URL : http://www.Bioline Internasional.com 17. Hatmansjah. Tonsilektomi. In : Cermin Dunia Kedokteran vol 89. http://www.cerminduniakedokteran.com18. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease : Introduction. In : Current Otolaryngology 2nded. McGraw-Hill:2007. 17