presus tht (tonsilitis).docx

18
TUGAS PRESENTASI KASUS TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT Pembimbing: dr. Supriyo, Sp. THT dr. Anton B.D., Sp. THT Disusun Oleh : Dera Fakhrunnisa G1A009020

Upload: yessy-dwi-oktavia

Post on 21-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus THT (tonsilitis).docx

TUGAS PRESENTASI KASUS

TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT

Pembimbing:

dr. Supriyo, Sp. THT

dr. Anton B.D., Sp. THT

Disusun Oleh :

Dera Fakhrunnisa G1A009020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Presus THT (tonsilitis).docx

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul:

“Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut”

Disusun Oleh :

Dera Fakhrunnisa G1A009020

Pada tanggal , Desember 2012

Pembimbing, Pembimbing,

dr. Anton B.D., Sp. THT dr. Supriyo., Sp. THT

Page 3: Presus THT (tonsilitis).docx

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit pada tonsil dan adenoid termasuk salah satu masalah kesehatan yang

penting karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling banyak ditemukan

pada populasi umum. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan

bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari

pasien yang datang berkunjung ke pelayanan kesehatan terutama anak-anak (Brodsky &

Poje, 2001).

Tonsilitis merupakan infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis dapat bersifat

akut maupun kronik (Sjamsuhidayat & Jong, 1997). Menurut Commission on Acute

Respiration Disease 25% etiologi dari tonsilitis adalah disebabkan oleh Streptokokus

hemolitikus, 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain dan sebagian lagi disebabkan oleh

Pneumokokus, Stafilokokus, serta Hemofilus influeza (Lee, 2003).

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun

1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis sebesar 4,6% adalah tertinggi setelah nasofaringitis

akut (3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997

sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari

seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang

paling sering terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki,

13,7 persen pada perempuan) (Rusmarjono, 2007).

Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat

mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis

kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

Page 4: Presus THT (tonsilitis).docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsil merupakan kumpulan

besar jaringan limfoid di belakang faring yang memiliki keaktifan imunologik (Ganong,

1998). Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan

cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, sehingga

tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil yang

sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali

(Sjamsuhidayat & Jong, 1997).

B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Etiologi tonsilitis berdasarkan hasil penelitian dari Commission on Acute

Respiration Disease diantaranya adalah (Lee, 2003):

1. 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan

tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

2. 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer

Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

3. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.

4. Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :

a. Streptokokus hemolitikus Grup A

b. Hemofilus influenza

c. Streptokokus pneumonia

d. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

e. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

Faktor predisposisi terjadinya tonsilitis diantaranya adalah (Roesmarjono, 2007) :

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

C. PATOFISIOLOGI

Page 5: Presus THT (tonsilitis).docx

Epitel mukosa dan jar. limfoid diganti oleh jaringan parut

Mengalami pengerutan kripte melebar

Kripte diisi oleh detritus

Proses terus menerus hingga menembus kapsul tonsil

Terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris

Bakteri menginfiltrasi lapisan epitel

Terbentuk fokal infeksi

Epitel terkikis

Reaksi jaringan limfoid superkistal

Pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit PMN

D. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesa

Manifestasi klinik sangat bervariasi, diantaranya adalah nyeri tenggorokan

yang berulang atau menetap rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di

tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan

saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala

konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok (Rusmarjono, 2007;

Nelson et al., 2000).

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.

Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari

kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti

keju/dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering

adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap

sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang

Bakteri menginfiltrasi lapisan epitel

Terbentuk fokal infeksi

Epitel terkikis

Reaksi jaringan limfoid superkistal

Pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit PMN

Page 6: Presus THT (tonsilitis).docx

tipis terlihat pada kripta (Adams, 1997). Berikut adalah tabel mengenai hasil

pemeriksaan fisik yang mungkin didapat pada pasien tonsilitis.

Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Tonsilitis

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut Tonsilitis KronisHiperemis dan edema

Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi tidak hiperemis

Kripte tak melebar

Kripte melebar Kripte melebar

Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)

Hipertrofi tonsil dinilai berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan

orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan

jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi

menjadi (Bailey et al., 2006):

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 1. (A) Hipertrofi tonsillar grade I (B) Hipertrofi tonsillar grade II (C) Hipertrofi tonsillar grade III (D) Hipertrofi tonsillar grade IV

Page 7: Presus THT (tonsilitis).docx

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi tonsilitis dapat ditemukan tiga kriteria

histopatologi yaitu infiltrasi limfosit ringan-sedang, adanya Ugra’s abses dan

infitrasi limfosit yang difus (Ja Ugras&Kutluhan, 2008).

b. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan bakteriologi dari tonsil dapat dilakukan dengan pemeriksaan

sediaan swab secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau dengan pemeriksaan

biakan dan uji kepekaan. Pemeriksaan ini dapat diambil dari swab permukaan tonsil

maupun jaringan inti tonsil.

Daerah tenggorok banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil

mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang

didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang

menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu

menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya (Hammouda et al., 2009; Shaihk et

al., 2009).

Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab

tonsilitis yang lebih akurat. Bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang

masuk ke parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk di dalam kripta tersumbat

(Hammouda et al., 2009; Shaihk et al., 2009).

E. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,

pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral

(Rusmarjono, 2007; Adams, 1997). Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada

penderita tonsilitis kronis adalah cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin

( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam

klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Amalia, 2011).

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan dengan cara mengangkat tonsil (tonsilektomi). Indikasi

dan kontraindikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,

Head and Neck Surgery adalah (Derake & Carr, 2002) :

Page 8: Presus THT (tonsilitis).docx

a. Indikasi absolut:

1) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofacial

3) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang

dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

4) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

5) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b. Indikasi relatif :

1) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

2) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak

responsif terhadap terapi media

3) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten

terhadap antibiotik betalaktamase

4) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

c. Kontra indikasi :

1) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

2) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak

mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

3) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

4) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

5) Celah pada palatum

3. Nonmedikamentosa

a. Menghindari makanan berminyak, air dingin dan es.

b. Menjaga higienitas gigi dan mulut.

c. Makan makanan yang lembut.

F. PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan

suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih

nyaman. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami

Page 9: Presus THT (tonsilitis).docx

infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan

sinus (Amalia, 2011).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi dari tonsilitis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar

atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal

dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan

penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening/pembuluh

darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar

limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.

d. Abses retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak

usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa

sehingga menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih/berupa

cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil

membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi ke organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

Page 10: Presus THT (tonsilitis).docx

BAB III

KESIMPULAN

1. Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil.

2. Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang memiliki

keaktifan imunologik.

3. Tonsilitisdapat bersifat akut maupun kronik.

4. 25% etiologi dari tonsilitis adalah disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus, 25 %

disebabkan oleh Streptokokus lain dan sebagian lagi disebabkan oleh Pneumokokus,

Stafilokokus, serta Hemofilus influeza.

5. Manifestasi klinik tonsilitis berupa nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap rasa

ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada

tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, pembesaran tonsil

dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut serta sebagian kripta mengalami stenosis.

6. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tonsilitis

antara lain dengan pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologi.

7. Tatalaksana untuk tonsilitis berupa terapi konservatif, terapi operatif dan terapi

nonmedikamentosa.

8. Komplikasi tonsilitis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara

hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

9. Prognosis tonsilitis secara umum adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: Presus THT (tonsilitis).docx

Adams, G.L. 1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Boies Buku Ajar

Penyakit THT edisi 6. Jakarta: EGC.

Amalia, Nina. 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di RSUP H. Adam Malik

Medan Tahun 2009. Skripsi. Universitas Sumatra Utara Medan.

Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. 2006. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy

dalam Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. Lippincott Williams &

Wilkins.

Brodsky, L., Poje, C. 2001. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy dalam : Bailey,

BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology Vol 1 3rd edition. Lippincott Williams &

Wilkins.

Derake A, Carr MM. 2002. Tonsillectomy dalam Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.

EMedicine.com.inc. 1 – 10.

Hammouda M, Khalek ZA, Awad S, Azis MA, Fathy M. 2009. Chronic tonsillitis

bacteriology in egyptian children including antimicrobial susceptibility. Aust. J. Basic

& Appl. Sci. 3(3): 1948-53.

Ja Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. 2008. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With

Histopathologic Findings. European Journal of General Medicine. 5(2).

Lee, K.J. 2003. The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Essential Otolaryngology

Head & Neck Surgery. USA: McGraw Hill Medical Publishing Division.

Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. 2000. Tonsil dan Adenoid dalam Ilmu

Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: ECG.

Rusmarjono, Kartoesoediro S. 2007. Tonsilitis kronik dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi 6. Jakarta: FKUI.

Shaihk SM, Jawaid MA, Tariq N, Farooq MU. 2009. Bacteriology of tonsilar surface and

core in patients with recurrent tonsillitis, undergoing tonsilectomy. Otolaryngology.

15(4): 95-7.