tonsilitis kronik edit akhir

28
BAB I PENDAHULUAN Masalah kesehatan dari penyakit pada tonsil termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada populasi umum. Keluhan seperti nyeri tenggorokan maupun infeksi saluran pernapasan bagian atas adalah keluhan terbanyak dari pasien yang datang berkunjung ke pelayanan kesehatan terutama anak-anak. Lokasi tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan menyebabkan ia tidak jarang terkena infeksi atau menjadi sarang (fokal) infeksi. Peradangan tersebut mengakibatkan gangguan dalam proses menelan atau pernafasan karena membesarnya tonsil. Peradangan pada tonsil disebut tonsillitis dan infeksinya yang cenderung berulang mengakibatkan sering menjadi kronis. 1,3 Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Untuk seluruh kasus, prevalensinya tertinggi setelah nasofaring akut, yaitu 3,8% dengan insidensi sekitar 6,75% dari jumlah seluruh kunjungan. Pada tonsilitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsilitis kronis hipertrofi. 6 Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi 1

Upload: warda-el-maida-rusdi

Post on 09-Aug-2015

92 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan dari penyakit pada tonsil termasuk penyakit yang paling banyak

ditemukan pada populasi umum. Keluhan seperti nyeri tenggorokan maupun

infeksi saluran pernapasan bagian atas adalah keluhan terbanyak dari pasien yang datang

berkunjung ke pelayanan kesehatan terutama anak-anak. Lokasi tonsil pada saluran

pernafasan dan pencernaan menyebabkan ia tidak jarang terkena infeksi atau menjadi sarang

(fokal) infeksi. Peradangan tersebut mengakibatkan gangguan dalam proses menelan atau

pernafasan karena membesarnya tonsil. Peradangan pada tonsil disebut tonsillitis dan infeksinya

yang cenderung berulang mengakibatkan sering menjadi kronis.1,3

Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan

kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan

kelainan tersering pada anak di bidang THT. Untuk seluruh kasus, prevalensinya tertinggi setelah

nasofaring akut, yaitu 3,8% dengan insidensi sekitar 6,75% dari jumlah seluruh kunjungan. Pada

tonsilitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsilitis kronis

hipertrofi.6

Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit

tenggorok berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada

tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%)

(Suwendo, 2001). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997

sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh

jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering

terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada

perempuan).7

Tingginya angka kasus tonsillitis kronis dan bahayanya komplikasi yang dapat terjadi,

maka sepatutnya mendapat perhatian yang berlebih dalam hal penanganan serta pencegahan

kekambuhan.

1

Page 2: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel

permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat. 7

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba

auditiva.

Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla

pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran

nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan

jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe

pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. 7

2

Page 3: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu

sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,

minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana

didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya

tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian

kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan

penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. 7

B. Anatomi Tonsil Palatina

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin

waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil

pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan

oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang

tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar

tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih

penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai

otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan

berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. 7

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :

Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan

lateral tonsila.

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-

30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris,

daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil

3

Page 4: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali

makan. 7

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat

meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi

hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah

hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada

jalan nafas.

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.

maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,

a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan

cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di

bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole.

Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior

menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian

luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.

palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole

dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil

membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 7,8

4

Page 5: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

C. Tonsillitis kronis

Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil

yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya

sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya.(Rusmarjono, 2001).

Organisme penyebab tonsillitis kronis sama dengan tonsillitis akut yaitu beta hemolitikus

streptokokus. Infeksi yang berulang-ulang bisa menyebabkan terjadinya pembesaran tonsil

melalui parenchyma atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang kuman dapat berubah

menjadi kuman golongan gram negative.6

Terjadinya proses peradangan yang berulang sehingga selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid mengalami pengikisan maka pada proses penyembuhan jaringan limfoid

akan diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus menjadi

lebar. Secara klinis, kriptus ini tampak diisi oleh detritus. Jika proses berjalan terus yang

dapat menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di

sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar

limfe submandibula.1

D. Imunologi tonsillitis kronis

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 % dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah

50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun kompleks

yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite dan APCs (antigen presenting

cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa IgG.6

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1.)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2.) sebagai organ utama

produksi antibody dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.8

Pada tonsilitis kronis telah terjadi penurunan fungsi imunitas dari tonsil. Penurunan

fungsi tonsil ditunjukkan melalui peningkatan deposit antigen persisten pada jaringan tonsil

5

Page 6: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten berakibat peningkatan insiden

sel yang mengekspresikan IL-1β, TNF-α, IL-6, IL- 8, IL-2, INF-γ, IL-10, dan IL-4.6

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu

pertama respon imun tahap I, kedua respon imun tahap II, dan ketiga migrasi limfosit. Pada

respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang

merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya

berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro

intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing,

limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Respons imun tonsila palatina tahap II

terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel

limfoid.Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari

penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil

melaui HEVdan kembali ke sirkulasi melaui limfe. Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu

masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin,

dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan didalam

kripte.6

E. Gejala klinis dan diagnosis

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa

kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Gejala tonsillitis kronis dibagi

menjadi : 1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,

sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri

kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian.4

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka

gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

6

Page 7: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis tonsilitis

akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi peningkatan leukosit, penurunan hemoglobin,

dan usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.

F. Obstruksi Sleep Apnea (OSA)

Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan gangguan tidur berulang yang ditandai

menurunnya sirkulasi udara. Salah satu tanda gangguan ini adalah snoring, disebabkan oleh

obstruksi faring yang inkomplit atau adanya perubahan konfigurasi saluran napas atas selama

tidur. Suara yang dihasilkan bersumber dari kolapsnya sebagian saluran napas atas,

bergetarnya uvula, palatum, dan tonsil. Pada tonsil yang hipertrofi, risiko terjadinya snoring

menjadi meningkat. 4, 7

Tonsilitis hipertrofi merupakan salah satu penyebab tersering obstructive sleep apnea

(OSA) pada anak. Selain tonsilitis, banyak jenis penyakit yang juga bermanifestasi sama.

Sehingga penting untuk memastikan penyebab sleep apnea. Anamnesis dan pemeriksaan

fisik cukup bermanfaat untuk menegakkan diagnosis. Apabila penyebab sleep apnea adalah

akibat hipertrofi tonsil, maka tindakan operasi tonsilektomi perlu dilakukan. 4, 7

Pada anak, perubahan fisiologi mendasar yang terjadi pada OSA adalah hipoksia dan

hiperkapnea akibat obstruksi, yang kemudian menstimulasi baroreseptor dan kemoreseptor

perifer. Terganggunya kontinuitas tidur dan penurunan rapid-eye-movement bermanifestasi

7

Page 8: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

pada keadaan mudah mengantuk sepanjang hari.Tingginya insidensi OSA pada anak dengan

hipertrofi tonsil disebabkan volume jaringan limfoid yang meningkat pada usia 6 bulan

sampai dengan masa pubertas, dan mencapai maksimum pada usia anak sekolah. Meski

demikian, OSA tidak selalu muncul walaupun terjadi penyempitan saluran napas, karena

pada keadaan normal, tonsil yang hipertrofi tidak mengalami kolaps sewaktu tidur.1,7

G. Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan

tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang

konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk

pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk

membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak

mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. 4,7

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and

Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi

tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck Surgery :

a) Indikasi absolut:

i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap,

gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofacial

iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang

dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b) Indikasi relatif :

i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak

responsif terhadap terapi media

8

Page 9: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten

terhadap antibiotik betalaktamase

iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

c) Kontra indikasi :

i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai

pengalaman khusus terhadap bayi

iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

v) Celah pada palatum

H. Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi bila tidak dilakukan penanganan

sebaik mungkin. Komplikasi tersebut antara lain komplikasi sekitar tonsil a) peritonsilitis

yaitu peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus maupun

abses, b) abses peritoneal yaitu kumpulan nanah yang terbentuk didalam ruang tonsil

bersumber dari penjalaran tonsillitis akut yang mengalami supurasi hingga menembus kapsul

tonsil, c) abses faringeal yaitu infeksi dalam ruang parafaring dimana penjalaran dapat

melalui aliran limfe maupun pembuluh darah, d) abses retrofaring yaitu pengumpulan pus

dalam ruang retrofaring, e) kista tonsil akibat terkumpulnya sisa makanan dalam kripta yang

tertutup jaringan fibrosa, f) tonsilolith yaitu terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium

karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur, g) dan dapat

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh

terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,

nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis.1,7

Tindakan tonsilektomi pada penanganan tonsillitis kronis dapat menimbulkan

komplikasi antara lain a) perdarahan, b) Nyeri akibat kerusakan mukosa, serabut saraf

glosofaringeus atau vagus, serta adanya inflamasi dan spasme otot faringeus yang

menyebabkan iskemia, selanjutnya siklus nyeri ini berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh

mukosa sekitar 14 – 21 hari, c) komplikasi lainnya berupa dehidrasi, demam, kesulitan

9

Page 10: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

bernafas, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring,

lesi dibibir lidah maupun gigi.9

10

Page 11: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. DG

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Bima

Pekerjaan : Pelajar

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri saat menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan nyeri

pada saat menelan yang hilang timbul sejak 2 tahun lalu dan memberat sejak 2

bulan terakhir ini. Dalam 2 tahun itu, pasien mengaku mengalami serangan

seperti ini ± 10 kali. Nyeri pada saat menelan dirasakan oleh pasien terutama

setelah mengkonsumsi jajanan di sekolah ataupun minum minuman dingin dan

nyeri menelan tersebut akan hilang sendiri tanpa pengobatan setelah beberapa

hari. Selain itu, pasien juga mengeluhkan perasaan mengganjal dalam

tenggorokan dan ibu pasien juga mengakui saat tidur pasien sering terdengar

mengorok serta bangun dari tidur karena merasa sesak. Pasien mengeluhkan

demam, batuk yang tidak berdahak dan pilek terutama saat serangan, akan tetapi

ketika pemeriksaan tidak mengeluhkan demam, batuk maupun pilek. Keluhan

nyeri pada telinga, telinga mendengung, dan telinga terasa penuh disangkal

pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengeluhkan gejala yang sama sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat

asma (-).

11

Page 12: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa. Riwayat hipertensi (-),

riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat sakit jantung (-).

Riwayat Pengobatan :

Pasien sering bolak balik ke PKM terdekat namun keluhan masih dirasakan.

Riwayat Alergi :

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal ibu pasien.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

TD : -

Nadi : 86 x/menit

RR : 24 x/menit

T : afebris

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

12

Page 13: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

3. Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

Serumen (+), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

4. Membran timpani Intak. Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Intak. Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk normal, hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk normal, hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), hiperemia Bentuk (normal), hiperemia

13

Page 14: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

Tonsil kanan : hiperemis +, kripte +, detritus +, melebar -> T2Tonsil kiri : hiperemis +, kripte +, detritus +, melebar ->T3

(-) (-)

Meatus nasi media Mukosa hiperemis, sekret (-),

massa (-)

Mukosa hiperemis, sekret (-),

massa (-)

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-), abses (-)

Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-), abses (-)

Pemeriksaan tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (+), edema (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)

Tonsila palatine kanan kiri

T2

Hiperemi (+), kripte (+),

detritus (+)

T3

Hiperemi (+), kripte (+),

detritus (+)

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (+) hiperemi (+)

Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-)

14

Page 15: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

IV. Diagnosis

Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

V. Diagnosis banding

Adenotonsilitis kronis

VI. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap; cloting time; bleeding time

VII. Rencana terapi

Medikamentosa

o Antibiotika :

Amoxicilin (10-15mg/kgBB/x dalam 3 kali pemberian)

BB pasien = 30kg 300-450mg/x

Sediaan dalam bentuk sirup (125mg/5ml) maka pasien

dianjurkan minum 1 sendok makan (15ml) per 1 kali

pemberian dalam 3 kali/ hari selama 5-7 hari.

o Analgetik dan antipiretik :

Paracetamol (10mg/kgBB/x dalam 4-8jam)

BB pasien = 30kg 300mg/x

Sediaan dalam bentuk sirup (120mg/5ml) maka pasien

dianjurkan minum 1 sendok makan (15ml) per 1 kali

pemberian dalam 3-4 kali/hari.

Pembedahan

Pro – Tonsilektomi

15

Page 16: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

VIII. KIE

a. Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, manis, pedas, dan lainnya

yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan minuman dingin.

b. Menjaga higiene mulut.

c. Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan

penyembuhan.

d. Sarankan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempertimbangkan

untuk melakukan operasi pengangkatan amandel atau tonsilektomi jelaskan

indikasi, dan komplikasinya.

o Indikasi pada pasien : Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun

walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat, tonsil hipertropi,

sumbatan jalan nafas.

o Komplikasi tonsilektomi : dapat berupa perdarahan, nyeri post operasi,

dan komplikasi lainnya berupa dehidrasi, demam, kesulitan bernafas,

aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal,

stenosis faring, lesi dibibir lidah maupun gigi.

IX. Prognosis

Dubia ad Bonam

16

Page 17: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

BAB VI

PEMBAHASAN

Tonsilitis adalah peradangan yang mengenai tonsilo palatina. Pada kasus ini, diagnosis

tonsilitis kronis eksaserbasi akut ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan

fisik yang dilakukan pada pasien. Dari keluhan pasien didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri

pada saat pasien menelan yang disertai rasa sakit pada tenggorokan yang timbul terutama setelah

mengkonsumsi gorengan, makanan pedas, atau minuman dingin.

Pada pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan gambaran perjalanan kronis pada tonsil.

Pada tonsil didapatkan pembesaran pada tonsila (tonsila palatina), dengan permukaan yang

hiperemi (kemerahan) dan tidak rata, ukuran pembesaran tonsil T2-T3 dan pada tonsila palatine

kiri tampak kripte melebar, terlihat adanya detritus, dan begitu pula pada tonsil kanan. Gambaran

perjalanan kronis juga dapat dilihat dari gejala yang berlangsung sejak 2 tahun dan baru

dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Eksaserbasi akut ditandai dengan pada tonsil didapatkan

tanda-tanda inflamasi yaitu mukosa tonsil nampak udem dan hiperemi.

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis juga menjadi perhatian yang sangat penting

seperti rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan (makanan panas, pedas,

berminyak, serta minuman dingin), hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik

dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Pada kasus ini faktor yang mendukung adalah

sering mengkonsumsi makanan pedas dan berminyak serta minuman dingin yang dapat memicu

timbulnya serangan. Pada pasien didapatkan serangan berulang yang sangat sering yaitu lebih

dari 10 kali dalam setahun serta ukuran tonsil yang cukup membesar dan di khawatirkan dapat

mengganggu jalan napas maka pada pasien ini terdapat indikasi untuk dilakukannya

Tonsilektomi.

17

Page 18: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL. 1997. Penyakit – Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta : EGC,

hal :320 -55

2. Ballenger, JJ., James B. Snow Jr. 1997. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher.

Jakarta: Bina Rupa Aksara.

3. Brodsky, L & Poje, C. 2001. Tonsilitis. Tonsillectomy and adenoidectomy, Dalam :

Bailey, BJ.Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1 third ed, Lippincott Milliams &

Wilkins

4. Dedya, et all. 2009. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pada Anak. Fk Unlam : Bagian Smf Penyakit THT.

5. Derake A, Carr MM. 2002. Tonsillectomy. Available at : www.emedicine.com. hal : 1 –

10

6. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract.

New York, NY: McGraw Hill.

7. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Dalam :

Soepardi EA, Iskandar N. Ed. Buku Ajar Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

8. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th Ed.

New York : The McGraw−Hill Companies

9. Hatmansyah. 1993. Tonsilektomi. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran no 89. hal : 18-21

18

Page 19: Tonsilitis Kronik Edit Akhir

Laporan Kasus

TONSILITIS KRONIS

Oleh :

Irmawan Farindra

06.06.0025

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN

TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

RSU PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR (UNIZAR)

2012

19