hand out ver 0.8 komputasi

68
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Keuntungan dan hambatan komputasi numerik 1.3 Jenis-jenis persamaan diferensial Bab 2 Persamaan Atur dan Penurunannya 2.1 Persamaan spesies kimia 2.2 Persamaan kontinyuitas 2.3 Persamaan momentum 2.4 Persamaan energi Bab 3 Dasar-dasar Komputasi Numerik 3.1 Metode diskretisasi 3.1.1 Metode beda hingga 3.1.2 Metode volume hingga 3.1.3 Metode elemen hingga 3.2 Pembuatan grid 3.3 Syarat batas 3.4 Syarat awal 3.5 Bilangan tak berdimensi 3.6 Ilustrasi urutan komputasi numerik Bab 4 Komputasi model eliptik 1 dimensi 4.1 Diskretisasi 4.2 Syarat batas dan syarat awal 4.3 Penyelesaian persamaan aljabar simultan Eliminasi Gauss Gauss-Jordan Tri-Diagonal Matrices Algorithm

Upload: didik-sugiyanto

Post on 05-Jul-2015

760 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Keuntungan dan hambatan komputasi numerik

1.3 Jenis-jenis persamaan diferensial

Bab 2 Persamaan Atur dan Penurunannya

2.1 Persamaan spesies kimia

2.2 Persamaan kontinyuitas

2.3 Persamaan momentum

2.4 Persamaan energi

Bab 3 Dasar-dasar Komputasi Numerik

3.1 Metode diskretisasi

3.1.1 Metode beda hingga

3.1.2 Metode volume hingga

3.1.3 Metode elemen hingga

3.2 Pembuatan grid

3.3 Syarat batas

3.4 Syarat awal

3.5 Bilangan tak berdimensi

3.6 Ilustrasi urutan komputasi numerik

Bab 4 Komputasi model eliptik 1 dimensi

4.1 Diskretisasi

4.2 Syarat batas dan syarat awal

4.3 Penyelesaian persamaan aljabar simultan

Eliminasi Gauss

Gauss-Jordan

Tri-Diagonal Matrices Algorithm

4.4 Contoh pemrograman

Bab 5 Komputasi model parabolik 1 dimensi

5.1 Diskretisasi

5.1.1 Diskretisasi ruang

Page 2: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

5.1.2 Diskretisasi waktu

Metode eksplisit

Metode implisit

5.2 Syarat batas dan syarat awal

5.3 Iterasi

5.3 Contoh pemrograman

Bab 6 Komputasi model hiperbolik

6.1 Diskretisasi

6.2 Syarat batas dan syarat awal

6.3 Contoh pemrograman

Bab 7 Komputasi multi-dimensi

7.1 Persamaan diskretisasi 2 dimensi

7.2 Persamaan diskretisasi 3 dimensi

7.3 Metode penyelesaian persamaan aljabar simultan

7.3.1 Metode langsung

7.3.2 Metode tidak langsung

Metode Gauss-Seidel

Metode Line-by-line

7.4 Contoh pemrograman

Bab 8 Komputasi Aliran Konveksi

8.1 Problem diskretisasi suku konveksi

8.2 Metode Upwind

8.2.1 First order

8.2.2 Second order

8.2.3.High order

8.3 Metode Hybrid

8.4 Metode Power Law

8.5 Metode QUICK

8.5.1 Metode QUICKER

8.5.2 Metode QUICKEST

Page 3: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 9 Komputasi Medan Aliran

8.1 Persamaan atur dan permasalahan pemecahannya

8.2 Metode Vorticity-Stream Function

8.3 Metode MAC

8.4 Metode SIMPLE, SIMPLEC, SIMPLER

8.5 Contoh pemrograman

Bab 10 Model turbulen

10.1 Latar belakang

10.2 Reynolds-Averaged Model

10.3 Reynolds-Stress Model

10.4 Large Eddy Simulation (LES)

Bab 11 Metode visualisasi

11.1 Pengenalan MATLAB

11.2 Visualisasi vektor kecepatan

11.3 Visualisasi kontur

11.4 Visualisasi path-line

Page 4: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Keuntungan dan hambatan komputasi numerik

Keuntungan komputasi numerik

Biaya murah karena hanya membutuhkan komputer. Keuntungan ini semakin besar

dengan semakin kompleksnya obyek yang akan diteliti.

Waktu yang lebih pendek.

Informasi yang komplit. Dalam eksperimen pengukuran untuk suatu variabel

dilakukan dari satu posisi ke posisi yang lain, dan bergantian dengan variabel yang

lain. Sebaliknya dalam koputasi numerik karena variabel-variabel semuanya telah

masuk dalam persamaan matematis yang akan diselesaikan. Juga informasi pada

bagian dimana alat ukur tidak dapat mencapai dapat dengan mudah didapatkan.

Kemampuan untuk mensimulasikan kondisi yang sebenarnya. Pengukuran dibatasi

oleh misalnya temperatur yang sangat tinggi, adanya gas yang berbahaya dsb,

sedangkan komputasi numerik tidak terbatasi hal-hal tersebut.

Kemampuan untuk mensimulasikan kondisi ideal. Dalam tahapan desain sangat

diperlukan untuk mengetahui pengaruh dari satu variabel terhadap kondisi operasional

suatu alat. Tetapi pada kondisi yang aktualnya satu variabel dengan variabel yang

lainnya biasanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan mudah. Hal ini

dalam komputasi dengan mudah dipisahkan.

1.3 Hambatan/Kekurangan Komputasi Numerik

Apabila informasi yang dibutuhkan sedikit maka komputasi numerik membutuhkan

biaya dan waktu yang lebih besar

Tidak pada semua fenomena tersedia persamaan matematis yang established (mis.

fenomena aliran turbulen, aliran non-newtonian, produksi NOx pada pembakaran

turbulen, aliran dua fasa dll). Pada kondisi seperti ini persamaan matematis yang ada

merupakan pemodelan dengan masih mengandung penyederhanaan yang cukup

banyak.

Page 5: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 2 Persamaan Atur dan Penurunannya

2.1 Deskripsi Matematis Fenomena Alam

Banyak fenomena alam dapat dinyatakan secara matematis dalam persamaan

diferensial, baik yang biasa (ordinary) atau parsial. Setiap persamaan mengandung satu

variabel tidak bebas yang bervariasi terhadap variabel-variabel bebasnya. Variabel tidak bebas

biasanya berupa properti spesifik (yaitu properti berbasis massa), seperti fraksi massa,

kecepatan (momentum per unit mass), specific enthalpy, dan lain-lain.

Pada fenomena yang menyangkut aliran fluida dan perpindahan kalor, persamaan

diferensial ini terdiri dari beberapa suku yang terjaga kesetimbangannya sehingga persamaan

diferensial ini juga menyatakan sifat kekekalan (massa, momentum, energi dll). Dalam

persamaan diferensial ini, ada dua suku pokok. Yang pertama adalah suku-suku yang

menunjukkan pengaruh suatu flux persatuan volume pada variabel tidak bebas . Yang kedua

adalah suku yang menunjukkan perubahan variabel persatuan waktu.

Kekekalan Spesies Kimia

Apabila Yi menyatakan fraksi massa dari sebuah spesies kimia, maka kekekalan fraksi

massa Yi dalam sebuah bidang kecepatan u dapat dinyatakan sebagai berikut,

di sini adalah suku yang menunjukkan laju perubahan fraksi massa spesies kimia

persatuan volume. Besaran uYi adalah flux spesies kimia akibat konveksi. Ji adalah flux

akibat difusi. Besaran Ri menunjukkan laju pertumbuhan spesies kimia persatuan volume.

Pertumbuhan ini akibat adanya reaksi kimia sehingga dapat bernilai positif, negatif atau nol.

Apabila flux akibat difusi dinyatakan dengan hukum Fick:

maka persamaan di atas berubah menjadi

Persamaan Kekekalan Energi

Dalam persamaan energi banyak sekali faktor yang berpengaruh. Tetapi di sini hanya

dimasukkan faktor-faktor yang berpengaruh sangat besar saja. Dengan kondisi steady, aliran

kecepatan rendah, viscosity dissipation dapat diabaikan, maka persamaan kekekalan energi

Page 6: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

dapat dinyatakan,

Apabila diasumsikan kalor jenis konstan maka h=cpT, didapatkan persamaan berikut,

Perpindahan panas yang terjadi secara konduksi saja dapat dinyatakan dengan membuat

kecepatan u sama dengan nol, sehingga

Persamaan Kekekalan Momentum

Persamaan untuk kekekalan momentum untuk fluida Newtonian didapatkan dengan cara

yang sama dengan persamaan-persamaan sebelumnya. Apabila u adalah kecepatan arah x,

maka persamaan kekekalan momentum arah x dapat dinyatakan sebagai berikut,

Di sini adalah viskositas, p adalah tekanan, Bx adalah body force arah x, dan Vx adalah suku

viskos selain yang dinyatakan oleh .

Karena momentum adalah besaran vektor maka persamaan momentum mempunyai 3

buah persamaan, yaitu arah x, y, dan z.

Persamaan Diferensial Umum

Persamaan-persamaan di atas kalau dilihat secara detail, akan mempunyai bentuk yang

mirip. Apabila variabel tak bebas dinyatakan sebagai maka,

Di sini adalah koefisien difusi, dan S adalah suku produksi. Jadi suku-suku yang ada adalah

suku unsteady, suku konveksi, suku difusi, dan suku produksi. Besaran dapat berupa fraksi

Page 7: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

massa, temperatur, kecepatan, dan lain-lain. Besaran yang muncul di persamaan umum

dapat dicari dari persamaan keadaan. Selanjutnya, aliran harus memenuhi persamaan

kekekalan massa atau persamaan kontinyuitas yang dinyatakan sebagai berikut,

Persamaan-persamaan di atas ditulis dengan bentuk vektor. Cara lain untuk

menuliskannya adalah dengan cara tensor, sehingga persamaan umum berubah bentuk

penulisan menjadi,

Di sini suku konveksi dan suku difusi mempunyai arti sebagai berikut,

Dalam penulisan dengan notasi tensor hal yang perlu diperhatikan adalah,

Apabila suatu indeks muncul satu kali di suatu suku, ini berarti bahwa persamaan ini

mempunyai komponen sesuai dengan dimensinya.

Apabila suatu indeks muncul dua kali di suatu suku, ini berarti bahwa suku tersebut

mengandung komponen-komponen yang harus digabung menjadi satu.

2.2 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial dapat dinyatakan secara umum sebagai,

Berdasarkan harga B2-4AC maka persamaan diferensial diklasifikasikan sebagai berikut,

Jenis parabolis (B2-4AC = 0)

Persamaan konduksi 1D-unsteady

Persamaan difusi viskosisitas

Persamaan boundary layer

Di sini distribusi awal variabel tidak bebas dan dua set syarat batas dibutuhkan untuk

menyelesaikan persamaan jenis ini. Penyelesaian persamaan parabolis hanya berjalan ke arah

Page 8: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

hilir dalam domain komputasi dari nilai awal dengan memenuhi syarat batas (boundary

conditions). Dengan kata lain harga saat ini hanya tergantung kepada harga saat lampau

dan mempengaruhi harga saat mendatang. Penentuan kondisi awal (initial conditions)

sangat penting.

Jenis ellips (B2-4AC < 0)

Persamaan konduksi 2D-steady atau persamaan Laplace

Persamaan Poisson

Persamaan Navier-Stokes (NS-equations)

Di sini pengaruh dari sebuah titik akan menyebar ke seluruh domain komputasi yang bersifat

tertutup yang dibatasi oleh syarat batas. Penentuan kondisi batas (boundary conditions) sangat

penting.

Jenis hiperbolis (B2-4AC > 0)

Persamaan gelombang

Persamaan aliran compressible

Di sini diperlukan dua set syarat awal dan dua set syarat batas. Pengaruh dari sebuah titik

menyebar ke arah tertentu dengan lingkup tertentu.

Page 9: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 3 Dasar-dasar Komputasi Numerik

3.1 Diskretisasi

Dalam persamaan diferensial yang telah disinggung pada bab sebelumnya, terdapat

suku-suku yang mengandung turunan. Suku-suku ini tidak dapat diselesaikan oleh komputer

kalau tidak diubah menjadi suatu persamaan yang hanya mengandung operasi aritmetik (, ,

, ). Proses pengubahan ini disebut diskretisasi. Secara garis besar, metode diskretisasi ada

3 yaitu metode beda hingga (finite difference), metode volume hingga (finite volume), dan

metode elemen hingga (finite element).

Metode beda hingga

Diskretisasi berdasar metode beda hingga menggunakan deret Taylor (Taylor series)

yang dipangkas orde tingginya. Apabila ada fungsi f(x) seperti di gambar di bawah,

maka deret Taylor sendiri didefinisikan sebagai berikut,

Pada domain komputasi didefinisikan titik-titik perhitungan (nodes) dimana persamaan hasil

diskretisasi nantinya akan diselesaikan. Apabila terdapat deretan titik perhitungan seperti di

bawah,

x x+x

x-x

f(x)

x

x x

i-1 i i+1

x

Page 10: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

maka harga dapat dinyatakan dengan deret Taylor menggunakan harga sebagai

berikut,

Dari persamaan ini bisa didapatkan persamaan untuk dengan memotong suku

yang mengandung , sehingga

Metode ini disebut beda muka (forward difference) berorde 1 (menunjukkan pangkat x

dari suku yang dipotong). Orde di sini menunjukkan tingkat error jika dilihat dari deret

Taylor, di mana semakin besar ordenya menunjukkan hasilnya semakin akurat. Di lain pihak

harga dapat dinyatakan dengan harga sebagai berikut,

sehingga

Cara ini disebut beda belakang (backward difference) yang juga berorde 1. Apabila

persamaan yang menyatakan dikurangi dengan persamaan yang menyatakan

kemudian suku dengan dipotong maka akan didapatkan,

Metode ini disebut sebagai beda tengah (central difference) yang berorde 2.

Page 11: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Dengan cara yang mirip maka juga dapat dicari turunan kedua dengan metode beda

depan, beda belakang, dan beda tengah, yaitu

Beda depan

Beda belakang

Beda tengah

Persamaan yang menunjukkan nilai turunan pertama dan turunan kedua apabila

dimasukkan ke dalam persamaan atur yang berupa persamaan diferensial maka suku-suku

yang mengandung turunan menjadi bisa diselesaikan secara numerik.

Metode beda hingga ini mempunyai keunggulan berupa kemudahan penerapannya.

Tetapi di lain pihak tidak mempunyai arti fisis yang jelas.

Metode Volume Hingga atau Metode Volume Atur (Control Volume)

Di sini satu buah titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume atur. Domain

komputasi dibagi menjadi volume atur-volume atur yang tidak saling overlapping. Dalam

metode volume hingga, persamaan atur didiferensialkan sepanjang volume atur. Sebagai

contoh perhatikan persamaan konduksi satu dimensi,

di sini k, T, S masing-masing adalah konduktivitas, temperatur, dan laju pembangkitan panas

persatuan volume persatuan waktu. Apabila persamaan konduksi 1D di atas didiskretisasi

dengan menggunakan metode volume hingga pada volume atur dengan titik perhitungan P

seperti gambar di bawah,

di mana e dan w masing-masing adalah batas volume atur timur dan barat, maka

persamaannya berubah sebagai berikut,

(x)w (x)e

W P E

x

ew

x

Page 12: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Di sini diasumsikan arah y dan z adalah tebal unit yang besarnya sama dengan 1 sehingga

volume dari volume atur adalah x 1 1. Tahap berikutnya adalah mengintegralkan suku

ke 1 dan ke 2 pada batas volume atur e dan w. Pada tahap ini dibutuhkan informasi mengenai

bagaimana distribusi temperatur di batas volume atur. Apabila diasumsikan temperatur

berubah secara linear maka didapatkan,

Di sini adalah harga rata-rata pada volume atur. Sampai di sini jelas kelihatan bahwa

persamaan atur telah berubah menjadi persamaan yang dapat diselesaikan secara aritmetik.

Pemilihan Metode Beda Hingga atau Metode Volume Hingga

Hal pertama yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua penyelesaian persamaan

diferensial yang diselesaikan secara numerik adalah realistis. Hal ini terkait dengan metode

diskretisasi, metode penyelesaian persamaan aljabar, jumlah dan bentuk mesh, dan lain-lain.

Hal ini dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah.

Hal kedua adalah bahwa metode diskretisasi yang akan dipilih harus selalu memenuhi

sifat kekekalan dari masing-masing persamaan atur.

Dari kedua hal tersebut diatas maka dipilih metode volume hingga karena mempunyai

beberapa kelebihan. Metode volume hingga selalu menjaga sifat kekekalan dari semua

persamaan atur baik persamaan kontinyuitas, momentum, energi, dan spesies kimia pada

Page 13: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

setiap volume atur. Hal ini dapat dilihat ketika dilakukan diskretisasi terhadap persamaan-

persamaan atur pada setiap volume atur. Diskretisasi dengan metode beda hingga sama sekali

tidak menunjukkan sifat kekekalan pada setiap titik-titik grid (walaupun tidak selalu berarti

tidak tercapainya sifat kekekalan secara keseluruhan domain komputasi).

Juga metode volume hingga selalu menghasilkan penyelesaian dengan kecenderungan

atau tren yang sama untuk berbagai ukuran mesh. Ukuran mesh yang semakin kecil (atau

jumlah mesh semakin banyak) menghasilkan hasil yang lebih akurat. Sedangkan ukuran mesh

yang semakin besar tidak membuat hasilnya menjadi tidak masuk akal, tetapi hanya menjauh

dari hasil teoritis/analitis dengan tetap menjaga kecenderungan yang sama. Di lain pihak

metode beda hingga hanya menghasilkan penyelesaian yang masuk akal kalau ukuran mesh

cukup kecil.

3.2 Pembuatan mesh

Prosedur pembuatan mesh dilakukan dengan memprediksi hasil yang akan didapat.

Dalam kasus perpindahan panas, karena di awal eksekusi program distribusi ruang dari T

belum diketahui, maka dibuat mesh yang kasar yang uniform (ukuran besar, jumlah sedikit).

Dari hasil dengan mesh yang kasar (dengan metode volume hingga memungkinkan hasil

dengan tren yang realistis) maka kemudian mesh dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.

Misalnya daerah dengan gradien yang besar di buat mesh lebih halus, kemudian untuk

menyeimbangkan dibuat mesh yang tidak uniform, dan sebagainya. Aktualnya akan dibahas

pada praktek modifikasi program.

Pembuatan mesh dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

A. Menentukan titik-titik perhitungan (nodes) pada domain komputasi terlebih dahulu, baru

kemudian menentukan volume atur (CV) di mana batas CV diletakkan di tengah-tengah

antara 2 titik perhitungan. Dengan metode ini pada batas domain komputasi diletakkan

titik-titik perhitungan dengan membuat half-CV. Keuntungan dari metode ini adalah

perhitungan heat flux bisa dilakukan dengan tepat. Kerugiannya adalah pada mesh yang

tidak uniform titik perhitungan tidak merepresentasikan secara tepat nilai suatu CV.

W EP

Volume atur biasa

Half-CV

Page 14: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

B. Menentukan dari awal CV pada domain komputasi, baru kemudian menentukan titik

perhitungan di tengah-tengah CV.

3.3 Syarat awal

Syarat atau kondisi awal sangat dibutuhkan persamaan diferensial yang berjenis

parabolis atau yang mengandung perubahan terhadap waktu. Untuk lebih mempercepat

perhitungan, nilainya ditetapkan kira-kira sama dengan nilai yang dominan. Antara satu

bagian daerah perhitungan (computational domain) dengan bagian yang lain tidak harus sama,

tetapi lebih praktis dibuat sama. Misalnya pada semua domain komputasi

Sedangkan untuk persamaan yang berjenis ellips atau yang tidak mengandung

perubahan terhadap waktu, maka secara numerik juga dibutuhkan syarat awal. Syarat awal

di persamaan jenis ellips harus ditetapkan lebih hati-hati dengan memperhatikan syarat

batasnya. Terkadang seseorang lebih suka melakukan perhitungan yang unsteady daripada

steady karena alasan penetapan syarat awal yang lebih sulit.

3.4 Syarat batas

Syarat batas sangat dibutuhkan untuk tiap paramater yang ada. Misalnya:

Bagian inlet:

kec. konstan, uniform Uin = U ; Vin = 0m/s

kec. konstan, non-uniform Uin = y/L x Uwall ; Vin = 0m/s

tekanan konstan pin = p

temperatur konstan Tin = T

Bagian dinding:

non-slip U = Uwall

gradien temperatur nol T/y = 0

temperatur konstan T = Twall

W EP

Volume atur biasa

Page 15: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bagian outlet:

tekanan konstan p = pb

gradien kecepatan nol U/x = 0

gradien temperatur nol T/x = 0

Page 16: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 4 Komputasi Model Parabolis Dengan Beda Hingga

4.1 Metode Diskretisasi waktu

Bayangkan sebuah persamaan parabolis yang dinyatakan secara umum sebagai,

Suku sebelah kiri apabila dinyatakan dengan pendekatan beda muka, maka didapatkan

Suku difusi di sebelah sebelah kanan apabila dinyatakan dengan beda tengah maka persamaan

parabolis di atas berubah menjadi,

Di sini yang satu-satunya suku yang belum diketahui adalah yaitu harga pada waktu

sekarang n+1, sedangkan yang lainnya sudah diketahui (karena merupakan harga pada waktu

lampau n). Metode diskretisasi terhadap suku waktu seperti ini yang hanya menyisakan satu

suku yang belum diketahui disebut metode eksplisit. Dengan menentukan kondisi awal dan

dua syarat batas, maka persamaannya dapat diselesaikan sendiri-sendiri tanpa harus

diselesaikan secara simultan. Gambar di bawah menunjukkan hubungan antar titik

perhitungan dengan metode eksplisit.

Karakteristik dari metode eksplisit dapat dilihat dari gambar di bawah. Asumsikan

penyelesaian sudah sampai level waktu n+4. Dari gambar ini jelas bahwa pada level waktu

n+4 harga syarat batas yang digunakan adalah harga pada level waktu n+3.

unknown n+1

known n

i + 1i - 1 i

Page 17: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Di sisi lain apabila pendekatan beda belakang digunakan untuk suku waktu dan beda tengah

digunakan untuk suku difusi, maka didapatkan

Pada persamaan ini didapatkan tiga suku , , yang belum diketahui, sehingga

disebut sebagai metode implicit. Hal ini dapat diilustrasikan dengan gambar berikut,

Penyelesaian persamaan diskretisasi yang menggunakan metode implicit perlu melibatkan

titik-titik yang lain yang juga belum diketahui. Oleh karena itu persamaan di atas perlu

disederhanakan menjadi bentuk umum,

Persamaan terakhir ini ada untuk setiap titik perhitungan, yang kesemuanya harus

diselesaikan secara simultan.

Metode eksplisit, selain dengan cara di atas (disebut juga The Forward Time/Central

Space (FTCS) Method), juga dapat dilakukan dengan cara

The Richardson Method

unknown n+1

known n

i + 1i - 1 i

Page 18: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

The DuFort-Frankel Method

The Crank-Nicolson Method

Diskretisasi secara volume hingga

Sebagai persamaan parabolis, persamaan konduksi 1D unsteady dapat dinyatakan

sebagai berikut,

Persamaan di atas apabila diintegralkan pada volume atur seperti pada soal konduksi steady,

dan sepanjang t t+t

Ketika mengintegralkan suku kiri, apabila diasumsikan T konstan sepanjang volume atur

maka

di sini upperscript (1) dan (0) masing-masing adalah harga pada waktu sekarang dan pada

waktu lampau. Integral pertama suku kanan menghasilkan,

Pada tahap ini perlu mengasumsikan bagaimana perubahan TP, TE, TW. Di sini diasumsikan

perubahannya adalah sebagai berikut,

sehingga,

Dengan menyederhanakan persamaan terakhir dan menggabungkan hasil suku waktu

sekaligus menghilangkan upperscript (1) maka didapatkan,

Page 19: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

di mana,

Diskretisasi waktu

Di sini perlu ditentukan harga dari faktor pemberat f. Apabila f=0 disebut sebagai

metode eksplisit, f=0,5 disebut sebagai metode Crank-Nicolson, f=1 disebut sebagai metode

fully implicit. Pengaruh perubahan TP terhadap t dapat diilustrasikan seperti gambar berikut,

Metode eksplisit mengasumsikan harga TP0 dominan sepanjang t kecuali pada t+t, sehingga

persamaan diskretisasi berubah menjadi,

Hal ini berarti TP tidak berhubungan dengan TE dan TW yang belum diketahui, tetapi didapat

dari TP0, TE

0, TW0 yang sudah diketahui pada tahap sebelumnya (sehingga disebut eksplisit). Ini

artinya bahwa setiap persamaan diskretisasi bisa langsung diselesaikan tanpa melibatkan

persamaan diskretisasi di sekelilingnya. Kepraktisan metode eksplisit ini dibatasi oleh syarat

yang ketat. Dari persamaan terakhir di atas, maka harga koefisien TP0 bisa berharga negatif.

Untuk membuat berharga positif maka butuh t yang cukup kecil sehingga harga aP0 dapat

melebihi aW + aE. Untuk kondisi konduktifitas uniform dan x=(x)e=(x)w maka syarat ini

dapat dinyatakan sebagai,

Page 20: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Persamaan ini merupakan kriteria kestabilan untuk metode eksplisit. Apabila persamaan ini

dilanggar maka akan terjadi hasil yang tidak realistis. Dari persamaan ini juga bisa dikatakan

untuk mendapatkan keakurasian hasil secara bidang (x diperkecil), maka juga butuh t

diperkecil.

Dengan metode implisit (f 0) maka TP berhubungan dengan TE dan TW yang belum diketahui

sehingga perlu penyelesaian secara simultan. Pada metode Crank-Nicolson, yang merupakan

metode yang mungkin dianggap paling mendekati hasil yang realistis secara fisis, akan terjadi

hasil yang tidak realistis apabila harga t cukup besar. Metode Crank-Nicolson hanya cocok

apabila t cukup kecil.

Dengan mengingat karakteritik perubahan temperatur terhadap waktu yang bersifat

eksponensial pada awal perubahan, maka metode fully implicit (f=1) dapat menghasilkan

penyelesaian yang realistis (belum tentu akurat) pada rentang t yang lebar. Hal ini karena

pada f=1 harga koefisien dari TP0 akan selalu berharga positif. Penyelesaian dengan metode

fully implicit harus diselesaikan secara simultan karena melibatkan harga-harga yang belum

diketahui. Di sini yang perlu diperhatikan adalah pada t yang kecil penyelesaian dari metode

fully implicit kurang akurat dibanding dengan metode Crank-Nicolson.

4.2 Contoh kasus - pemrograman dengan metode beda hingga dan eksplisit -

Perhatikan persamaan konduksi, unsteady

Di sini k, cp, dan masing-masing adalah konduktifitas, kalor jenis, dan densitas medium.

Apabila persamaan konduksi ini digunakan untuk persoalan satu dimensi maka dapat

disederhanakan menjadi,

Di sini adalah thermal conductivity (k/cp) yang merupakan perbandingan antara panas

yang dihantarkan dan panas yang disimpan. Untuk memudahkan analisa, pada persamaan di

atas dilakukan non-dimensionalisasi. Apabila didefinisikan panjang referensi L, temperatur

referensi T0 maka besaran non-dimensinal dapat didefinisikan sebagai berikut,

Page 21: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Dari definisi besaran non-dimensional ini didapatkan persamaan non-dimensional

Untuk selanjutnya tanda ( ) dihilangkan untuk penyederhanaan. Selanjutnya persamaan non-

dimensional ini didiskretisasikan dengan metode beda hingga maka didapatkan,

Apabila disederhanakan maka didapatkan,

di sini . Persamaan ini diaplikasikan pada domain komputasi seperti gambar di

bawah dengan syarat awal pada t = 0, 0 x 1 maka T = 1, dan syarat batas pada t > 0, x =

0 dan x = 1 maka T = 0.

Apabila domain komputasi dibagi menjadi 20, yaitu x = 0,05, dan selang waktu t =

0,00025, sehingga r = 0,1 maka akan didapatkan Gambar A. Di sini terdapat beberapa kurva

yang merupakan hasil perhitungan secara analitik dan titik-titik hasil perhitungan secara

numerik, di mana kurva semakin bawah adalah semakin jauh dari kondisi awal. Kemudian

Gambar B menunjukkan apabila r = 0,51.

Page 22: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Gambar A (eksplisit r=0,1) Gambar B (eksplist r=0,51)

Dari Gambar A dan B di atas diketahui bahwa pada harga r yang relatif kecil maka hasil

komputasi menunjukkan hasil yang sama dengan hasil analitik. Tetapi apabila r cukup besar

maka semakin jauh dari kondisi awal maka hasil komputasi menunjukkan osilasi dan semakin

jauh dari hasil analitik. Juga diketahui apabila r = 1 maka perhitungan komputasi menjadi

divergen.

C**********************************************************************C DIFFUSION EQUATION EXPLICIT METHOD *C********************************************************************** PARAMETER(NX=51) DIMENSION U(NX),UU(NX)CC**** INPUT & CALCULATE PARAMETERS WRITE(*,*) 'Input number of mesh. (20)' READ(*,*) KX MX = KX + 1 WRITE(*,*) 'Input number of time steps. (250)' READ(*,*) KM WRITE(*,*) 'Input time increment DELTA T. (0.001)' READ(*,*) DTC DX = 1./FLOAT(MX-1) R = DT/DX**2 IH = (MX+1)/2CC**** INITIAL CONDITION DO 10 I = 1,MX X = FLOAT(I-1)/FLOAT(MX-1) IF(I.LE.IH) THEN U(I) = X ELSE U(I) = 1.-X END IF 10 CONTINUECC**** MAIN LOOP DO 20 K = 1,KM U(1) = 0. U(MX)= 0.

Page 23: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

C DO 30 I = 2,MX-1 UU(I) = R*U(I-1)+(1.-2*R)*U(I)+R*U(I+1) 30 CONTINUE DO 40 I = 2,MX-1 U(I) = UU(I) 40 CONTINUEC IF(ABS(U(IH)).GE.10000.) THEN WRITE(*,*) 'DIVERGE!' STOP END IFC 20 CONTINUEC STOP END

Array U : variabel terikat (sepadan dengan T) yang merupakan fungsi dari x dan berdimensi waktu sekarang (t)

Array UU : U pada waktu berikutnya (t+1)Var NX : panjang arrayVar KX : jumlah meshVar MX : jumlah nodes (titi perhitungan)Var KM : jumlah step waktuVar DT : selang waktuVar DX : jarak antar nodeVar R : DT/DX^2Var IH : nomor nodesVar X : koordinat x nodes

4.3 Contoh kasus - pemrograman dengan metode beda hingga dan implisit -

Persamaan konduksi 1D unsteady seperti di atas apabila dideskritisasi dengan motode beda

hingga secara implisit didapatkan,

Apabila disederhanakan maka didapatkan,

Dari persamaan terakhir ini, untuk mendapatkan suku terbaru pada lokasi x, yaitu , maka

diperlukan harga pada dan (sedangkan harga sudah diketahui pada tahapan

sebelumnya). Dengan kata lain dibutuhkan penyelesaian secara simultan dengan persamaan

diskretisasi pada titik-titik di sebelahnya.

Metode konvensional penyelesaian persamaan aljabar secara simultan adalah metode

eliminasi Gauss ataupun Gauss-Jordan. Karena bentuk persamaan yang khusus, yaitu

Page 24: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

koefisien-koefisien yang tidak nol membentuk lajur khusus secara diagonal, maka

penyelesaiannya menjadi lebih mudah dengan algoritma Thomas atau juga disebut Tri

Diagonal Matrix Algorithm (TDMA). Apabila persamaan diskretisasi dituliskan ulang dengan

persamaan umum

maka akan didapatkan matriks sebagai berikut,

Dengan TDMA maka matriks di atas akan diselesaikan urutan

1. Menghitung P1 dan Q1 dengan persamaan sebagai berikut,

,

2. Menghitung Pi dan Qi dengan persamaan sebagai berikut,

3. Hitung

4. Hitung TN-1, TN-2, …, T3, T2, T1 dengan persamaan

Dari persoalan seperti di atas didapatkan hasil seperti Gambar C. Di sini walaupun harga r

cukup besar tetapi hasilnya sangat mendekati nilai analitisnya dengan perbedaan kurang dari

1%. Hal ini menunjukkan bahwa metode implisit dapat menggunakan selang waktu yang

cukup besar dibandingkan dengan metode eksplisit.

Page 25: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Gambar C (implicit r=1)

C**********************************************************************C DIFFUSION EQUATION IMPLICIT METHOD *C********************************************************************** PARAMETER(NX=51) DIMENSION U(NX),UU(NX),A(NX),B(NX),C(NX),D(NX)CC**** INPUT & CALCULATE PARAMETERS WRITE(*,*) 'Input number of mesh (<51)... (40) ' READ(*,*) KX MX = KX + 1 WRITE(*,*) 'Input number of time steps (50)' READ(*,*) KM WRITE(*,*) 'Input time increment DELTA T. (0.01)' READ(*,*) DTC DX = 1./FLOAT(MX-1) R = DT/DX**2 IH = (MX+1)/2CC**** INITIAL CONDITION DO 10 I = 1,MX X = 100. IF(I.LE.IH) THEN U(I) = X ELSE U(I) = X END IF 10 CONTINUECC**** IMPLICIT METHOD DO 20 K = 1,KM U(1) = 500. U(MX) = 100.C DO 90 I = 1,MX A(I) = R B(I) = -2.*R-1. C(I) = R D(I) = -U(I) 90 CONTINUEC CALL THOMAS(1,MX,A,B,C,D)

Page 26: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

C DO 50 I = 2,MX-1 U(I) = D(I) print *,u(i) 50 CONTINUE 20 CONTINUEC STOP ENDCC**********************************************************************C SUBROUTINE FOR SOLVING TRI-DIAGONAL MATRIX *C********************************************************************** SUBROUTINE THOMAS(IL,IU,A,B,C,D) DIMENSION A(51),B(51),C(51),D(51)C IP=IL+1 DO 10 I = IP,IU R = C(I)/B(I-1) B(I) = B(I)-R*A(I-1) D(I) = D(I)-R*D(I-1) 10 CONTINUEC D(IU) = D(IU)/B(IU) DO 20 I = IP,IU J = IU-I+IL D(J) = (D(J)-A(J)*D(J+1))/B(J) 20 CONTINUEC RETURN END

Array U : variabel terikat (sepadan dengan T) yang merupakan fungsi dari x dan berdimensi waktu sekarang (t)

Array UU : U pada waktu berikutnya (t+1)Array A : koefisien Ui-1 (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray B : koefisien Ui (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray C : koefisien Ui+1 (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray D : konstanta dari persamaan diskretisasiVar NX : panjang arrayVar KX : jumlah meshVar MX : jumlah nodes (titi perhitungan)Var KM : jumlah step waktuVar DT : selang waktuVar DX : jarak antar nodeVar R : DT/DX^2Var IH : nomor nodesVar X : koordinat x nodes

Bab 5 Konduksi 1D, Steady Dengan Volume Hingga

5.1 Diskretisasi

Persamaan konduksi 1D, steady ditunjukkan oleh persamaan berikut,

Page 27: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Persamaan di atas apabila didiskretisasi dengan metode volume hingga akan didapatkan

Harga suku produksi biasanya adalah merupakan suku yang tergantung dari besarnya

variabel tidak bebas (dalam hal ini adalah temperatur). Sehingga sangat wajar kalau

dinyatakan sebagai fungsi temperatur. Walaupun secara umum suku produksi bukan

merupakan fungsi linear dari temperatur, tetapi karena persamaan diskretisasi yang

didapatkan akan berupa persamaan aljabar linear yang diselesaikan secara simultan, maka

akan menguntungkan kalau dinyatakan sebagai,

Dari dua persamaan terakhir ini maka kalau setiap suku diuraikan dan dikelompokkan

berdasar variabel tidak bebas maka akan didapatkan persamaan diskretisasi sebagai berikut,

di sini

Di sini dalam perhitungan koefisien-koefisien persamaan diskretisasi perlu diperhatikan

empat hal penting sebagai berikut,

1. Pada batas volume atur yang berimpitan maka fluks yang melintas harus dinyatakan

dengan persamaan yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan dengan gambar di bawah.

2. Koefisien-koefisien harus bertanda sama (dengan konvensi berharga positif). Hal ini

karena pengaruh dari satu mesh harus mempengaruhi mesh sekitarnya.

3. Harga harus bernilai negatif untuk menjamin harga positif.

4. Untuk menjamin sifat kekekalan maka .

Page 28: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

5.2 Perhitungan Konduktivitas di Batas Volume Atur

Apabila dua volume atur (CV) yang bersebelahan mempunyai harga konduktivitas k

yang mirip, maka untuk menentukan harga k dapat digunakan perhitungan sebagai berikut,

di sini fe adalah faktor pemberat yang didefinisikan sebagai berikut,

Di sini harga dan didefinisikan dari gambar berikut,

Apabila batas CV terletak di tengah-tengah antara titik perhitungan maka harga fe adalah 0,5

yang artinya harga ke merupakan harga rata-rata kE dan kP.

Tetapi apabila terdapat perbedaan konduktivitas yang sangat besar, maka pendekatan

dengan persamaan di atas menghasilkan hasil yang tidak realistis (bayangkan kalau salah satu

material mempunyai konduktivitas mendekati nol). Oleh karena itu ditentukan dengan

persamaan berikut,

Page 29: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

5.3 Sifat Non-linear

Walaupun persamaan diferensial yang bersifat non-linear dapat diubah menjadi

persamaan diskretisasi yang bersifat linear, sifat ketidaklinearan masih dapat muncul misalnya

karena konduktivitas atau suku produksi merupakan fungsi temperatur. Akibatnya koefisien

persamaan diskretisasi juga merupakan fungsi temperatur. Untuk mengatasi hal ini perlu

dilakukan perhitungan secara iterasi.

5.4 Linearisasi Suku Produksi

Secara umum suku produksi biasanya merupakan fungsi yang tidak linear terhadap

variabel tidak bebas (dalam hal ini terhadap temperatur). Akan tetapi, seperti telah dijelaskan

pada bagian sebelumnya, persamaan diskretisasi yang didapatkan adalah persamaan linear

sehingga lebih menguntungkan kalau suku produksi dilinearisasi sebagai S = Sc + SpT di mana

harga Sc dan Sp selalu diperbaharui pada setiap iterasi. Di sini persoalannya adalah bagaimana

menentukan Sc dan Sp.

Beberapa contoh bagaimana menentukan Sc dan Sp. Upperscript (*) menunjukkan harga

pada iterasi sebelumnya.

misal S = 5- 4T

1. Sc = 5 dan Sp = -4. Ini adalah cara termudah dan dapat direkomendasikan.

2. Sc = 5 – 4T*p dan Sp = 0. Cara ini (Sp dibuat nol) menghilangkan pengaruh T terhadap

suku produksi, hanya apabila suku produksi sangat kompleks sehingga tidak mudah

dilinearisasi.

3. Sc = 5 + 7T*p dan Sp = -11. Cara ini membuat perhitungan iterasi menjadi lebih lambat

(butuh lebih banyak perhitungan untuk konvergen), tetapi menguntungkan kalau suku

produksinya sangat tidak linear (perhitungan sangat mudah divergen).

misal S = 4 – 5T3

1. Sc = 4 – 5T*p3 dan Sp = 0. Penjelasannya sama dengan poin b di atas.

2. Sc = 4 dan Sp = – 5T*p2. Ini akan mempercepat iterasi dengan konsekuensi

kemungkinan divergen.

3. Cara yang direkomendasikan:

sehingga Sc = 4 + 10 T*p3, dan Sp = -15 T*

p2

4. Sc = 4 + 20T*p3 dan Sp = – 25T*

p2. Cara ini memperlambat iterasi.

Page 30: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

5.5 Syarat Batas

Syarat batas adalah sangat penting dalam penyelesaian persamaan diferensial.

Penggunaan persamaan yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda apabila syarat

batasnya berbeda. Dalam komputasi perpindahan kalor konduksi dikenal ada 3 jenis syarat

batas, yaitu

1. Batas dengan temperatur diketahui

2. Batas dengan heat flux diketahui

3. Batas dengan heat flux yang dipengaruhi oleh temperatur dan konveksi fluida di

sekitarnya.

Pada mesh yang dibuat dengan metode A seperti di atas, apabila syarat batasnya adalah

temperatur diketahui maka tidak dibutuhkan tambahan persamaan untuk melakukan

perhitungan. Apabila syarat batasnya adalah heat flux diketahui maka perlu dilakukan

diskretisasi persamaan konduksi pada half-CV seperti di bawah sehingga didapatkan,

Karena adalah heat flux qB, maka hasilnya adalah,

Page 31: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Apabila harga qB diketahui maka persamaan diskretisasi menjadi,

di mana,

Apabila harga qB ditentukan dengan koefisien konfeksi h dan temperatur fluida sekeliling,

misal

sehingga persamaan koefisisen persamaan diskretisasinya menjadi,

Page 32: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

BAB 6 KONDUKSI 2D DAN 3D

Persamaan atur untuk persoalan konduksi 2D dapat dinyatakan sebagai berikut,

Apabila persamaan ini didiskretisasi pada CV seperti gambar di bawah maka didapatkan

persamaan diskretisasi sebagai berikut,

di mana

Dengan cara yang maka apabila konduksi 3D didapatkan,

di mana

Page 33: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

6.1 Penyelesaian persamaan aljabar

Metode penyelesaian langsung (termasuk TDMA) persamaan aljabar simultan tidak

mudah dikembangkan untuk persoalan 2 dimensi atau 3 dimensi. Algoritma menjadi sangat

kompleks dan membutuhkan memori yang besar dan waktu yang lama. Pada persoalan yang

linear (penyelesaian persamaan aljabar sekali jalan), penggunaan metode langsung masih bisa

diterima. Tetapi untuk persoalan non-linear penggunaan metode langsung sangat tidak

ekonomis. Sebagai alternatifnya adalah metode iterasi.

Metode iterasi dimulai dengan mengasumsikan harga variabel tidak bebas (misal T)

untuk kemudian memperbaharui/mendapatkan harga variabel tidak bebas yang lebih baik.

Pengulangan lebih lanjut akhirnya dapat menghasilkan penyelesaian yang mendekati harga

yang diinginkan. Metode iterasi biasanya tidak membutuhkan tambahan memori yang besar

dan sangat menguntungkan ketika persoalannya non-linear.

Metode Gauss-Seidel ( point-by-point method )

Metode ini adalah metode iterasi paling sederhana di mana harga dari variabel tidak

bebas dihitung pada setiap titik dengan suatu urutan arah tertentu. Apabila persamaan

diskretisasi dinyatakan sebagai berikut,

di mana indeks nb menyatakan titik-titik sebelahnya, maka TP dihitung sebagai,

Page 34: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

di mana menunjuk harga T pada titik-titik sebelahnya yang tersimpan di memori (yang

sudah dilewati/dihitung maka harga terbaru, yang belum dilewati adalah harga iterasi

sebelumnya). Apabila semua titik telah dilewati/dihitung maka satu iterasi metode Gauss-

Seidel telah selesai.

Metode Gauss-Seidel ini tidak selalu konvergen. Ada syarat cukup (bukan syarat butuh)

untuk kestabilannya, yaitu

Syarat cukup ini disebut Scarborough criterion yang kalau tidak terpenuhi belum tentu

divergen (bisa konvergen). Dengan memperhatikan 4 aturan dalam menghitung koefisien-

koefisien syarat ini dapat terpenuhi. Walaupun begitu, karena konvergensinya sangat lambat

akibat rambatan informasi dari syarat batas berjalan pertitik maka metode ini tidak

direkomendasikan.

Metode Line-by-line

Merupakan gabungan TDMA dan metode Gauss-Seidel. Di sini akan dipilih lajur grid

(misalnya arah y) dan mengasumsikan harga variabel tidak bebas pada lajur-lajur sebelahnya

(arah x dan z) diketahui dari harga terbaru. Harga variabel tidak bebas pada lajur yang dipilih

kemudian diselesaikan dengan TDMA. Setelah selesai satu lajur maka kemudian diselesaikan

lajur sebelahnya dan seterusnya.

Metode ini dapat diilustrasikan dengan gambar di bawah. Apabila lajur yang dipilih

Page 35: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

ditandai dengan tanda dot maka lajur-lajur sebelahnya ditandai dengan tanda silang. Maka

apabila harga variabel bebas pada lajur-lajur sebelahnya (hasil dari iterasi terakhir)

dimasukkan pada persamaan diskretisasi yang ada pada lajur yang dipilih (tanda dot), maka

pada lajur ini dapat dijalankan TDMA. Apabila lajur ini telah selesai maka kemudian pindah

pada lajur sebelahnya (arah x). Karena metode ini rambatan informasi syarat batas berjalan

perlajur maka konvergensinya lebih cepat dibandingkan metode point-by-point. Untuk

menyeimbangkan pengaruh syarat batas pada sisi yang lain bisa dilakukan dengan variasi arah

TDMA (pada suatu interasi dari atas, sedangkan pada iterasi berikutnya dari bawah).

Sedangkan untuk mempercepat penyampaian informasi syarat batas, perlu juga diperhatikan

arah sweep. Dalam kasus seperti gambar di bawah, arah sweep dari kiri ke kanan (yang lebih

kiri lebih dahulu diselesaikan dibanding yang kanan) lebih menguntungkan karena informasi

syarat batas dengan temperatur yang diketahui cepat menyebar ke domain komputasi. Hal ini

karena syarat batas sebelah kanan (adiabatis) tidak menyediakan informasi yang jelas.

Untuk menentukan apakah lajur yang dipilih horisontal atau vertikal maka dapat dilihat

dari besarnya koefisien suatu titik. Apabila koefisien arah vertikal lebih besar dibanding arah

horisontal maka dipilih lajur vertikal.

6.2 Over-relaxation dan Under-relaxation

Pada penyelesaian dengan menggunakan metode iterasi, kadang dibutuhkan proses

mempercepat atau memperlambat konvergensi pada suatu atau seluruh tahapan iterasi. Proses

ini disebut sebagai over-relaxation apabila variabel tidak bebasnya dipercepat, dan under-

Page 36: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

relaxation apabila diperlambat konvergensinya. Over-relaxation sering digunakan bersama-

sama dengan metode Gauss-Seidel sehingga menghasilkan apa yang disebut metode

Successive Over-Relaxation (SOR). Under-relaxation sangat menguntungkan apabila

persoalannya sangat tidak linear. Under-relaxation sering digunakan dalam metode iterasi

untuk menghindari terjadinya divergensi.

Apabila persamaan diskretisasi dinyatakan seperti di bawah,

maka TP dapat dinyatakan sebagai,

Apabila di sisi kanan ditambahkan dan dikurangkan (harga iterasi sebelumnya),

di sini harga di dalam kurung menunjukkan perubahan harga TP selama iterasi terbaru.

Perubahan ini dapat dimodifikasi dengan menggunakan faktor relaksasi , sehingga

atau

Apabila faktor relaksasi berkisar antara 0 dan 1 maka disebut under-relaxation di mana

harga TP dijaga tetap dekat dengan TP* atau dengan kata lain perubahan TP sangat kecil.

Sedangkan apabila lebih besar dari 1 maka disebut over-relaxation.

Tidak ada aturan yang jelas mengenai harga . Harga optimumnya tergantung kepada

berbagai faktor seperti sifat persoalannya, jumlah mesh, jarak antar mesh, dan prosedur iterasi

yang digunakan. Dengan pengalaman dapat digunakan harga yang optimum. Di sini yang

perlu diperhatikan bahwa harga tidak harus sama selama keseluruhan perhitungan. Artinya

harga dapat bervariasi dari satu iterasi ke iterasi berikutnya.

Page 37: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 7 Konveksi dan Difusi

Pada bab-bab sebelumnya, persamaan atur (governing equations) telah mengandung suku

unsteady, suku difusi dan suku produksi, tetapi belum mengandung suku konveksi. Ini karena

perpindahan panas yang terjadi hanya terjadi secara konduksi. Suku konveksi harus

dimasukkan dalam persamaan atur apabila yang menjadi obyek simulasi diiringi perpindahan

panas secara konveksi atau aliran fluida. Penambahan suku konveksi menimbulkan

permasalahan dalam hal diskretisasi persamaan atur.

Di sini yang perlu diklarifikasi adalah definisi dari suku difusi. Dalam hal ini difusi bukan

hanya difusi unsur kimia karena perbedaan konsentrasi ( ), tetapi juga mencakup

besaran yang menunjukkan heat flux ( ) atau tegangan viskos ( ).

Dalam persamaan atur umum maka akan terdapat suku difusi yang dinyatakan sebagai (

( ). Dalam koordinat 3 dimensi maka suku difusi merupakan gabungan pada

masing-masing arah. Secara lengkap maka persamaan atur akan menjadi berikut.

7.1 Konveksi-konduksi Satu Dimensi, Steady

Pada kasus ini persamaan atur yang ada adalah:

di sini u adalah kecepatan dalam arah x. Persamaan kontinyuitas yang ada adalah:

atau

Untuk mendapatkan persamaan diskretisasi dari suatu sistem seperti di bawah, maka

persamaan konveksi-konduksi di atas diintegralkan terhadap volume kontrol sehingga

didapatkan

Page 38: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Apabila di batas volume kontrol diasumsikan perubahan secara linear (yaitu dengan central

difference atau beda tengah) maka,

dan

sehingga hasil integral persamaan di atas adalah:

Untuk menyederhanakan penampilan persamaan digunakan notasi F dan D yang didefiniskan

sebagai berikut,

dan

dimana F menunjukkan intensitas konveksi dan D menunjukkanseberapa mudah difusi terjadi.

D selalu positif, sedangkan F besarnya tergantung kepada arah aliran. Dengan menggunakan

notasi baru ini maka persamaan diskretisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

di sini

Page 39: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Apabila di sini De = Dw = 1 dan Fe = Fw = 4 dan harga E dan W diketahui maka harga P

dapat dicari. Misalnya,

(a) E=200 dan W=100 maka P= 50

(b) E=100 dan W=200 maka P= 250

Kenyataannya bahwa harga P adalah ditentukan oleh harga pada titik-titik yang mengapitnya

yaitu antara 100200. Oleh karena itu harga P pada contoh di atas adalah tidak realistis.

Hasil yang tidak realistis ini bisa dianalisa dengan melihat bahwa koefisien diskretisasi di atas

dapat mempunyai harga negatif tergantung kepada kondisinya. Yaitu apabila F D dan

tergantung kepada tanda F maka harga aW atau aE dapat menjadi negatif yang hal ini

menyalahi aturan dasar. Dengan kata lain bahwa aplikasi beda tengah (central difference)

untuk suku konveksi hanya cocok untuk kasus-kasus dengan bilangan Reynolds yang rendah

atau F/D rendah.

Apabila harga konstan maka persamaan atur di atas dapat diselesaikan secara analitis.

Dengan daerah analitis 0 x L dan syarat batas:

x=0 maka = 0

x=L maka = L

maka solusinya adalah:

di sini P adalah bilangan Peclet yang didefinisikan sebagai berikut:

dan menunjukkan perbandingan intensitas konveksi dan difusi.

Page 40: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Solusi di atas apabila diplot dalam sebuah grafik maka akan didapatkan gambar seperti di

bawah. Dari gambar ini diketahui:

apabila P=0 (persoalan difusi atau konduksi murni) maka antara hubungan x- adalah

linear.

apabila P positif maka harga dipengaruhi oleh harga pada hulu (upstream) 0, dan

apabila P sangat besar maka sebagian besar harga sangat dekat dengan harga 0.

apabila P negatif maka harga L menjadi harga hulu

Untuk mengatasi persoalan yang timbul maka dikembangkan metode-metode seperti di

bawah untuk melakukan diskretisasi suku konveksi.

Page 41: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

(a) Metode Upwind

Pada suku konveksi, apabila

Fe > 0 maka e = P

Fe < 0 maka e = E

Dengan cara yang sama w dapat ditentukan. Apabila digunakan notasi baru [[a,b]] yang

ekuivalen dengan max(a,b) dalam FORTRAN maka Fee dapat dinyatakan sebagai berikut:

Fee = P [[Fe,0]] - E [[-Fe,0]]

Sehingga persamaan diskretisasi berdasar metode upwind adalah:

di sini

(b) Metode Hybrid

Dari metode eksponensial (tidak dibahas) diketahui hubungan aE/De dapat dinyatakan sebagai

berikut:

yang apabila diplot akan didapatkan gambar seperti di bawah.

Page 42: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Dari kurva yang didapatkan diketahui bahwa:

apabila Pe maka aE/DE 0

apabila Pe - maka aE/DE -Pe

apabila Pe = 0 maka aE/DE =1- PeI2

Metode eksponensial pada persoalan steadi dan satu dimensi menghasilkan hasil yang sama

dengan hasil analitis pada berbagai ukuran mesh dan pada berbagai harga bilangan Peclet.

Tetapi karena sangat kompleks dan pada persoalan 2 atau 3 dimensi atau apabila ada suku

produksi hasil yang didapatkan adalah tidak eksak maka jarang dipergunakan.

Metode hybrid adalah penyederhanaan dari metode eksponensial, dimana

apabila Pe < -2 maka aE/DE = - Pe

apabila -2 < Pe < 2 maka aE/DE = 1 - Pe/2

apabila Pe > 2 maka aE/DE = 0

Syarat-syarat ini apabila digabung menjadi satu maka dapat dituliskan,

aE = De [[ -Pe, 1 – Pe/ 2, 0]]

atau

aE = [[ -Fe, De – Fe/ 2, 0]]

Metode hybrid ini dapat diinterpretasikan sebagai:

a) pada -2 Pe 2 metodenya identik dengan beda tengah (central difference).

Page 43: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

b) diluar ini metodenya identik dengan upwind.

sehingga metode ini diberi nama hybrid (campuran).

Apabila metode hybrid ini diaplikasikan untuk men-diskretisasi persamaan yang

mengandung suku konveksi dan difusi maka didapatkan:

(c) Metode Pangkat (Power Law)

Dari gambar sebelumnya diketahui penggunaan metode hybrid pada Pe=2 menghasilkan

perbedaan yang besar dibandingkan hasil analitis, juga ketika Pe sedikit melebihi 2 maka

efek difusi sudah langsung hilang. Metode ini adalah modifikasi dari metode hybrid untuk

mendekati hasil analitis. Di sini,

apabila Pe < -10 maka aE/DE = - Pe

apabila -10 < Pe < 0 maka aE/DE = (1 + 0,1Pe )5 - Pe

apabila 0 < Pe < 10 maka aE/DE = (1 - 0,1Pe )5

apabila Pe > 10 maka aE/DE = 0

Page 44: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Dalam bentuk umum metode power law dapat dituliskan sebagai berikut,

Power ExpPower Exp

Page 45: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Bab 8 METODE SOLVER DALAM PERSOALAN KONVEKSI

Dalam simulasi numerik aliran fluida incompressible, hal yang paling sukar adalah bagaimana

menentukan distribusi tekanan dari persamaan momentum dan kontinyuitas. Hal ini terlihat

ketika akan menyelesaikan persamaan kekekalan momentum maka informasi mengenai

tekanan harus didapatkan dari persamaan kontinyuitas (kekekalan massa) yang didalamnya

tidak terdapat suku tekanan. Pada awal perkembangan CFD, untuk mengatasi hal ini adalah

dengan menggunakan metode Stream Function-Vorticity Method. Metode ini mengeliminasi

suku tekanan p dari persamaan momentum dengan menggunakan definisi vorticity dan

stream function yaitu,

Dengan menggunakan dan maka dua persamaan momentum (kasus 2D) akan berubah

menjadi satu buah persamaan, yaitu

Satu persamaan lain yang dibutuhkan didapatkan dengan cara memasukkan persamaan ke

persamaan sehingga didapatkan,

Kelebihan metode ini tidak perlu informasi mengenai tekanan, syarat batas di mana tidak ada

vortex maka dapat dibuat nol. Sedangkan kekurangannya susahnya syarat batas di

permukaan dinding, kadang-kadang tekanan diperlukan untuk menghitung densitas atau

properti yang lain atau tekanan adalah informasi akhir yang diinginkan (perlu menghitung

tekanan dari ), tidak ada definisi dalam kasus 3D.

Pada perkembangan berikutnya dikembangkan metode Marker and Cell (MAC).

Persamaan momentum fluida incompressible yang dinyatakan dengan ekspresi vektor,

Persamaan kontinyuitas:

Page 46: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

di sini Re adalah bilangan Reynolds. Untuk memudahkan, persamaan momentum dinyatakan

sebagai fungsi v dan p.

Persamaan momentum apabila didiskretisasi secara eksplisit menghasilkan,

Apabila kedua sisi di-divergenkan

Di sini pada waktu n+1 apabila terpenuhi persamaan kontinyuitas:

maka didapatkan apa yang disebut persamaan Poison untuk tekanan,

Ini artinya tekanan dapat dicari dari persamaan kontinyuitas.

SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equations)

Metode SIMPLE merupakan metode implisit dengan pertama-tama mengasumsikan distribusi

tekanan dan kecepatan untuk kemudian dikoreksi dengan sebuah korektor dalam suatu

langkah iterasi. Metode ini bisa langsung digunakan hanya dengan menambahkan satu

persamaan koreksi tekanan yang merupakan modifikasi persamaan kekekalan massa. Secara

garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut.

Persamaan-persamaan aliran fluida untuk dua dimensi yang ada dapat dituliskan

dalam bentuk persamaan umum sebagai berikut,

Apabila pada bidang aliran diterapkan model grid staggered seperti ditunjukkan seperti

gambar berikut,

Page 47: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

maka persamaan umum di atas akan dapat diselesaikan sebagai berikut,

Apabila integral waktu menggunakan metode fully implicit maka diskretisasi persamaan di

atas akan berubah menjadi seperti berikut,

Disini indeks P, E, W, S, N masing-masing menunjukkan posisi definisi variabel, posisi

tetangga di timur, barat, selatan, dan utara. Sedangkan indeks e, w, s, n menunjukkan posisi di

batas/dinding volume atur. Upperscript 0, notasi fe, fw, fn, fs masing-masing berarti nilai

Page 48: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

variabel pada waktu t, koefisien pemberat untuk dinding timur, barat, utara, dan selatan. V

menunjukkan volume atur dimana V = xy. S di sini merangkum suku-suku yang tidak

digolongkan dalam suku konveksi dan difusi, dan bisa dituliskan sebagai berikut, S = Sc + SP

P

Persamaan yang telah didiskretisasi akan bisa dirubah seperti berikut,

Untuk persamaan momentumnya diperlukan perlakuan khusus dimana akan menjadi seperti

berikut,

Persamaan Momentum Arah x

Persamaan Momentum Arah y

Kedua persamaan momentum di atas hanya bisa diselesaikan apabila bidang tekanan

diketahui atau bisa dihitung dengan suatu cara.

Dalam metode SIMPLE yang dilakukan pertama kali adalah mengasumsikan bidang

tekanan p* sehingga bidang kecepatan yang didapatkan adalah bidang kecepatan yang belum

sempurna,

Page 49: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

Hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah membuat bidang kecepatan yang belum sempurna

di atas bisa memenuhi pers. kontinyuitas. Dengan cara iterasi bidang kecepatan dan tekanan

yang sebenarnya bisa dituliskan sebagai berikut,

disini (*) adalah prediksi dan (') adalah koreksinya.

Persamaan gabungan nilai prediksi dan koreksi ini apabila dimasukkan dalam persamaan

momentum arah x kemudian dikurangi dengan persamaan momentum yang dimasuki dengan

nilai prediksi (*) maka akan menghasilkan,

disini suku ke-2 sisi sebelah kanan yang merupakan suku koreksi tekanan akan menjadi

dominan sehingga suku ke-1 sebelah kanan bisa diabaikan(ini karena perhitungan akan

dilakukan dengan cara iterasi sehingga nilai prediksi akan menuju ke nol).

Dari sini akan didapatkan persamaan koreksi kecepatan,

Untuk persamaan momentum arah y-pun akan didapatkan persamaan koreksi kecepatan

dengan cara yang sama.

Kedua persamaan koreksi kecepatan di atas juga bisa dituliskan sebagai berikut,

Persamaan koreksi kecepatan di atas kemudian dimasukkan dalam persamaan kontinyuitas:

Page 50: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

sehingga didapatkan persamaan koreksi tekanan.

dimana,

Sampai disini dapat dipahami bahwa persamaan koreksi tekanan adalah merupakan bentuk

modifikasi dari pers. kontinyuitas, dimana dengan menyelesaikan persamaan koreksi tekanan

ini maka asumsi bidang tekanan akan bisa dikoreksi dan asumsi bidang kecepatan bisa

dikoreksi dengan persamaan koreksi kecepatan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari

algoritma metode SIMPLE seperti berikut,

a. Tentukan p* (tekanan asumsi).

b. Selesaikan persamaan momentum untuk mendapatkan kecepatan asumsi u*, v*.

c. Selesaikan persamaan koreksi tekanan untuk mendapatkan tekanan koreksi p'.

d. Masukkan p' ke persamaan koreksi kecepatan untuk mendapatkan u’ dan v’, kemudian

hitung u, v dengan menggunakan u=u*+u’ ; v=v*+ v’.

e. Hitung p dengan menambahkan p' ke p*.

f. Selesaikan persamaan yang lain (energi, species kimia, dsb).

g. Balik ke step (b) sampai perhitungan iterasi konvergen.

Secara bagan akan bisa digambarkan sebagai berikut,

Page 51: Hand Out Ver 0.8 Komputasi

SIMPLEC (SIMPLE-Consistent)

Dibandingkan dengan SIMPLE maka metode ini akan mempunyai kecepatan konvergen yang

lebih cepat. Ini karena dalam SIMPLEC persamaan koreksi tekanan

menggunakan faktor relaksasi sama dengan 1.

Pemilihan metode solver di sini bisa dipertimbangkan dari hal-hal di bawah,

Untuk aliran yang tidak rumit (laminar) SIMPLEC > SIMPLE

Untuk aliran yang rumit (turbulen, separasi aliran) SIMPLE > SIMPLEC

solve momentum to get velocity prediction

solve mass eqn. (pressure correction) eqn. to get pressure predictorupdate velocity and pressure

solve active scalar equationupdate scalar

update fluid properties

check convergence

STARTEND