hal - dewanpers.or.id · masa bakti 2013-2016 foto dok. dewan pers ... sia. “12 tahun waktu yang...

12
1 Etika | November 2012 Edisi November 2012 4-5 HAL 3 HAL Wartawan Dipenjara Pers Indonesia Belum Bebas Murni Pengumuman Pemilihan Anggota Dewan Pers Masa Bakti 2013-2016 Foto dok. Dewan Pers Problematika Wartawan Indonesia Tabayyun, tabayyun, tabayyun Oleh Muhammad Ridlo ‘Eisy “Lakukanlah check and recheck, lakukanlah konfirmasi dan verifikasi, sebelum kita percaya pada setiap berita yang beredar di media mana pun.” RUU Kamnas Dapat Mengkriminalisasi Wartawan 10 HAL 6 HAL 2 HAL

Upload: vubao

Post on 04-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1Etika| November 2012

Edisi November 2012

4-5HAL

3HAL

Wartawan DipenjaraPers IndonesiaBelum Bebas Murni

PengumumanPemilihan Anggota Dewan Pers

Masa Bakti 2013-2016

Foto dok. Dewan Pers

ProblematikaWartawan Indonesia

Tabayyun, tabayyun, tabayyunOleh Muhammad Ridlo ‘Eisy

“Lakukanlah check and recheck,lakukanlah konfirmasi dan

verifikasi, sebelum kita percayapada setiap berita yang beredar

di media mana pun.”

RUU KamnasDapat Mengkriminalisasi

Wartawan

10HAL

6HAL

2HAL

2Etika | November 2012

Berita Utama

Kondisi pers Indonesia masihseparuh bebas. Penyebab-nya, masih ada wartawan

dipenjara karena beritanya. Negarayang memiliki pers bebas murni tidakakan menerapkan hukum pidanapenjara kepada wartawan.“Wartawan profesional bisamengakibatkan orang merasanamanya tercemar. Selama dia(wartawan) menjalankan tugasnyasesuai kode etik, dia tidak bisadipidana,” tegas Wakil Ketua DewanPers, Bambang Harymurti, saatmenjadi narasumber Dialog DewanPers Kita yang disiarkan TVRINasional Selasa malam (13|11|2012).

Dialog yang dipandu oleh WinaArmada Sukardi ini jugamenghadirkan Anggota Dewan Pers,Agus Sudibyo, dan mantan AnggotaDewan Pers, Wikrama Iryans Abidin.Menurut Bambang, wartawanprofesional bukan tidak bisa salah.Prinsipnya, pers yang baik bukanlahpers yang beritanya tidak pernahsalah, tetapi pers yang langsungmelakukan koreksi, jika perlu memintamaaf, bila tahu telah membuatkesalahan.

Wartawan Dipenjara Pers IndonesiaBelum Bebas Murni

Ia menambahkan, sejakdibentuk 12 tahun lalu, Dewan Persindependen telah melakukan banyakupaya untuk menjaga danmeningkatkan kualitas pers Indone-sia. “12 tahun waktu yang singkatuntuk membereskan semuapersoalan,” katanya.

Wikrama Iryans Abidin menilaiarah kebijakan yang dilakukanDewan Pers sudah benar. Telah adalangkah konkret yang ditempuh,misalnya membuat sekolah jurnalistikdi sejumlah daerah. Ia mendorongDewan Pers untuk terus mem-perjuangkan amandemen UUD 1945agar lebih melindungi kebebasan pers.

PutusanAgus Sudibyo mengungkapkan,

Dewan Pers dalam satu tahun rata-rata menerima 500 pengaduan.Sekitar 85 persen media yang

diadukan dinilai oleh Dewan Persmelanggar kode etik. “Tingkatpelanggaran masih tinggi,” katanya.

Ia menambahkan, 96 persenputusan Dewan Pers diterima olehpihak pengadu dan teradu.Penyelesaian melalui Dewan Persdianggap lebih baik daripadapenyelesaian dengan cara lain.“Sudah ada kesadaran semua pihakkalau ada masalah dengan mediadibawa ke Dewan Pers,” ungkapnya.

Namun demikian, angkakekerasan terhadap wartawan di In-donesia masih terbilang tinggi.Beberapa kasus kekerasan dipicuoleh prilaku wartawan yang tidakprofesional. “Masih banyak yangperlu di benahi, misalnya dari sisiundang-undang. Ada upayamemunculkan undang-undang yangdapat mengancam kebebasan pers,”Agus menambahkan.(red)

“Wartawan profesional bisa mengakibatkanorang merasa namanya tercemar.

Selama dia (wartawan) menjalankan tugasnyasesuai kode etik, dia tidak bisa dipidana”

- Bambang Harymurti -

Sudah ada kesadaran semua pihak kalau ada masalahdengan media dibawa ke Dewan Pers.

“”Agus Sudibyo

3Etika| November 2012

Berita Utama

Syarat Umum:1. Memahami kehidupan pers nasional dan mendukung

kemerdekaan pers berdasarkan Undang-undangNomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode EtikJurnalistik;

2. Memiliki integritas pribadi;3. Memiliki sense of objectivity dan sense of fairness;

dan4. Memiliki pengalaman yang luas tentang demokrasi,

kemerdekaan pers, mekanisme kerja jurnalistik, ahlidi bidang pers dan atau hukum di bidang pers.

5. Calon dari unsur wartawan masih menjadi wartawan.6. Calon dari unsur pimpinan perusahaan pers masih

bekerja sebagai pimpinan perusahaan pers.7. Calon dari unsur tokoh masyarakat ahli di bidang

pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya.

Syarat Administrasi:1. Surat pernyataan kesediaan untuk dicalonkan menjadi

anggota Dewan Pers.2. Menyertakan tanda pengenal yang masih berlaku.3. Menyertakan riwayat hidup.4. Menyertakan pas foto terbaru ukuran 4x6 dua lembar.5. Calon dari unsur wartawan:

a. Berjenjang Wartawan Utama.b. Masih menjalankan kerja jurnalistik di perusahaan

pers yang memenuhi UU Pers dan StandarPerusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Persyang dibuktikan dengan surat keterangan daripenanggung jawab media bersangkutan (formulirdisediakan BPPA dan dapat diunduh diwww.dewanpers.or.id).

6. Calon dari unsur pimpinan perusahaan pers masihbekerja sebagai pimpinan perusahaan pers yangdibuktikan dengan surat keputusan pengangkatandari perusahaan pers bersangkutan yang memenuhiUU Pers dan Standar Perusahaan Pers yangditetapkan oleh Dewan Pers.

7. Calon dari unsur tokoh masyarakat tidak bekerjasebagai wartawan atau menjadi pimpinanperusahaan pers.Berkas-berkas pencalonanditerima mulai 20 November 2012 hingga 5Desember 2012 pukul 24.00 WIB melalui:Sekretariat BPPA Dewan Pers Gedung DewanPers Lantai 7 Jl. Kebon Sirih No. 32 JakartaPusat. Telp. (021) 3504877-75; Faks. (021)3452030 E-mail: [email protected].

PengumumanPemilihan Anggota Dewan Pers Masa Bakti 2013-2016

Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers akan melakukanseleksi calon anggota Dewan Pers masa bakti 2013-2016. Syaratmenjadi calon anggota Dewan Pers:

Badan Pekerja Pemilihan AnggotaDewan Pers

Ketua : Priyambodo RH (Wakil PWI)Sekretaris : Agung Dharmajaya (Wakil ATVLI)Anggota :• Dandhy Dwi Laksono (Wakil AJI)• Haris Jauhari (Wakil IJTI)• K. Candi Sinaga (Wakil PRSSNI)• Sukriansyah S. Latief (Wakil SPS)• Uni Z. Lubis (Wakil ATVSI)• Bambang Harymurti (Wakil Unsur Wartawan dari

Dewan Pers 2010-2013)• ABG Satria Naradha (Wakil Unsur Perusahaan

Pers dari Dewan Pers 2010-2013)• Wina Armada Sukardi (Wakil Unsur Tokoh

Masyarakat dari Dewan Pers 2010-2013)

4Etika | November 2012

Sorotan

1. PendahuluanDi Ciamis ada “seminar

nasional” tentang “pendidikan danpers”. Seminar dihadiri (menurutlaporan panitia) lebih kurang 1.000 or-ang yang terdiri dari pengajar SD, SMP,wartawan, dan lain-lain. Bahkan masihada ribuan permintaan untuk menjadipeserta. Lagi-lagi menurut panitia,kalau tidak dibatasi jumlah pesertadapat berlipat-lipat. Baru sekali ini adaseminar (suatu pertemuan ilmiah)dihadiri begitu banyak peserta. Secaraformal seminar berjalan baik. Adapenyaji. Ada tanggapan-tanggapandari peserta yang cukup mendalamdan menyentuh persoalan yang merekaalami menghadapi wartawan.

Apakah peserta benar-benarberminat untuk menjadi partisipanilmiah seminar ini? Tidak semuanya.Ada berbagai motif lain. Seminarmemberi kesempatan kepada guru-guru dari daerah (sangat) terpencilmasuk kota yang mungkin sudah agaklama mereka tinggalkan. Lebih-lebihkalau mereka mendapat fasilitas SPJalakadarnya. Jumlahnya pasti tidakbesar, tetapi sangat berarti bagi paraguru yang selalu sederhana danprihatin. Berbeda dengan SPJ anggotaDPR yang ke mancanegara dalamrangka menyusun RUU. Ada yang keEropa, ke Amerika Serikat, sampaiBrazil. Tentu sangat besar jumlah SPJanggota DPR ke luar negeri di band-ing SPJ guru dari Bungbulang keCiamis. Hebat sekali. Jangan puladipertanyakan manfaatnya untukrakyat kecil di desa-desa yang jauh itu.Serba kontradiksi dan ironis.

Apakah ada sebab lain, bapak-bapak dan ibu-ibu guru ke seminarnasional tersebut? Ada, dan ini lebihpenting yaitu mendapat sertifikat tanda

Problematika Problematika Problematika Problematika Problematika Wartawan IndonesiaWartawan IndonesiaWartawan IndonesiaWartawan IndonesiaWartawan Indonesia

hadir (sertificate of attendance) diseminar yang bersangkutan. Merekasangat memerlukan sertifikatsemacam itu, tetapi tidak mudahdidapat. Seminar semacam itu langkadan tidak mudah berkesempatan ikutserta. Untuk apa?

Untuk kenaikan pangkat ataupromosi, setiap guru harusmenunjukkan kegiatan-kegiatan yangdisebut kum yang dihitung dalamwujud satuan nilai kredit. Salah satukegiatan yang harus ditunjukkan yaitusertifikat mengikuti seminar-seminarilmiah. Hal ini sangat tidak mudahuntuk guru yang juah dari kegiatanilmiah seperti guru-guru dari daerahgunung Galunggung atau dariPameungpeuk di Garut Selatan.Aturan ini diadakan Diknas sebagaiupaya meningkatkan mutu guru.Sekarang ada beban baru yaitu ujiansertifikasi guru.

Sudah semestinya kita bukanhanya mendukung tetapi kagum atasgagasan meningkatkan mutu guru.Tetapi—seperti pernah ditulis BungHatta—harus dibedakan antaraDichtung und Wahrheit, antarakhayalan dan kenyataan. Rencana danprogram yang baik harus bertolak dari

kenyataan, bukan khayalan seorangpenjual madu. Dari hasil menjual madu,akan membeli ayam. Dari hasil ayammembeli kambing dan seterusnyasampai menjadi kaya. Karena begituasyik mengkhayal, tanpa sadarpedagang madu menyentuh botol madudan semua tumpah ke tanah. Tidak adabuah apapun dari khayalannya.

Banyak sekali produk peraturan,kebijakan, atau program yang dibuatsemata-mata hasil kajian di belakangmeja tanpa dasar kenyataan. Tidakjarang, peraturan, rencana atau pro-gram itu serta merta menjadi bebanatau kewajiban. Guru-guru termasukyang harus memikul kewajibanmelampirkan hal-hal yang tidak masukakal seperti sertifikat seminar nasionaldan lain-lain kewajiban yang harusmereka pikul. Mengapa tidak masukakal? Guru sampai tingkat menengahtidak mengajarkan ilmu tetapipengetahuan dan kepribadian. Itubedanya dengan dosen yangmengajarkan ilmu. Bukan sertifikatseminar yang diperlukan guru, tetapipembinaan pengetahuan dan cara-cara membentuk kepribadian murid.Tidak kalah penting, fasilitas kerja dankesejahteraan. Alangkah tragisnys,Menteri Diknas menyampaikan adaratusan ribu ruang kelas yang sangattidak layak dipakai lagi. Di pihak lain,20% APBN untuk pendidikan. Serbaironis. Belum lagi yang disusur olehBanggar dan lain-lain biaya proseduryang harus ditempuh.

Dalam konsep hukum, ada yangdisebut legal constraint atau con-straint of law. Konsep ini adalahpedang bermata dua. Di satu pihak,constraint of law diperlukan sebagaisaran untuk mencegah perbuatansewenang-wenang, melampui we-

Bagian 1 dari 3 Tulisan

Bagir MananKetua Dewan Pers

5Etika| November 2012

Sorotan

wenang. Dalam makna ini, constraintof law adalah sarana kendali ataukontrol. Di pihak lain, constraint oflaw adalah sarana yang membelengguuntuk melumpuhkan atau menye-babkan berbagai kesulitan bagimasyarakat. Dalam makna ini, didapatiberaneka ragam cara mengatur. Adayang dilakukan dengan mengaturberbagai syarat atau prosedur yangtidak mudah dilaksanakan masyarakat.Ada yang dilakukan denganmenentukan larangan-larangan yangdisertai ancaman yang berlebihan. Adayang mengatur dengan ketentuan-ketentuan yang benar-benarmenindas. Dalam makna-makna inilahmarxisme mengatakan hukum itu alatpenindas.

Pers dapat berperan menolongmasyarakat dengan berita atau hasilinvestigasi lapangan, seperti keadaanguru dan lain-lain. Pers juga menolongpemerintah untuk menyusun aturanatau kebijakan sesuai kenyataan,bukan sekedar reka-rekaan belaka,sekedar jalan atau peluang untukmenguntungkan diri sendiri. Tetapi,ketika di seminar tersebutmenyampaikan kewajiban-kewajibanwartawan, saya disambut dengansuara “wu” yang panjang. Dalamkenyataan, mereka justru menemuikesulitan dari para wartawan yangdatang untuk menekan, menakut-nakuti dan—seperti merekasampaikan—ujung-ujungnya duit.Yang datang adalah wartawan abal-abal atau wartawan bodrex. Berpindahdari mulut harimau ke mulut buaya.Berpindah dari ketidakberdayaan yangsatu ketidakberdayaan yang lain.Begitulah nasib orang kecil di negeriini. Sampai-sampai wartawan punmenyulitkan mereka, bukan menjadipenolong melainkan ikut menganiaya.Mereka sedikit tenteram ketika sayamengatakan, agar yang merasadirugikan melapor ke Dewan Pers danasosiasi-asosiasi wartawan. Saya

menjamin semua laporan akanditindaklanjuti. Kalau terbuktiwartawan ada yang memeras bukanmenjalankan tugas jurnalistik, DewanPers akan meminta aparat kepolisianuntuk melakukan pengusutan. Tentusaja ada syarat, para guru ataupengajar sekolah tidak melakukankesalahan.

Sebelumnya keluhan ini bukanpertama kali saya terima atau dengar.Guru-guru di Karawang, Lampungdan lain-lain menyampaikan persoalanyang sama. Sampai-sampai seorangKepala Sekolah membuat kantortersembunyi, karena sejak pagi-pagisudah ditunggui wartawan untuk mintauang disertai insinuasi-insinuasi bahkanancaman. Beban mengatasi persoalanini, pada tingkat paling hulu ada padaredaksi dan pemilik perusahaan pers.Redaksi mestinya berhati-hati dancorrect terhadap hasil liputanwartawan. Jangan sampai suatu beritamenjadi instrumen untuk memeras.

2. Problematik-problematikwartawan Indonesia

Cukup banyak problematik yangdihadapi wartawan atau pers padaumumnya. Di bawah ini akan dicatatsebagian dan hanya terbatas padaproblematik wartawan.

2.1. Problematik profesionalTidak ada perbantahan,

wartawan adalah profesi, karenadianggap sebagai jenis pekerjaanbebas independen, dan bersifat indi-vidual. Pengertian di atas belummencakup unsur-unsur profesi padaumumnya. Syarat lain suatu profesi

adalah keahlian (expertise) danketrampilan khusus (special skill),seperti pekerjaan dokter atau advokatsebagai profesi. Belum lagi soal etik(diuraikan di bawah), pola hubungandengan masyarakat sebagai klien persdan lain-lain.

Tidak demikian dengan profesiwartawan. Profesi wartawan terbukadan tidak membutuhkan prasyaratsertifikat expertise dan skill khususkewartawanan atau jurnalistik.Keahlian dan ketrampilan diisi sambilmenjadi wartawan (learning bydoing). Pengetahuan dan ketrampilanjurnalistik bukan prerequisite menjadiwartawan. Pada suasana yang wajar,menjadi wartawan semata-matakarena minat dan dorongan bergiatdalam kebebasan. Pada suasana tidaknormal—seperti yang terjadi sekarangdi Indonesia—menjadi wartawanmenjadi pilihan lapangan kerja yangterbuka dan relatif mudah didapat.Dalam kenyataan, bukan sebuahpekerjaan profesi (beroep) tetapipekerjaan seperti yang dilakukan parapekerja pada umumnya (werk).Kenyataan-kenyataan ini bukan hanyamempengaruhi cara kerja dan produkjurnalistik mereka, tetapi tingkah lakuyang tidak layak seperti wartawanabal-abal. Agar seorang wartawanmemenuhi unsur profesional, yangpertama wajib dilakukan adalahmemenuhi sedapat mungkin semuasyarat profesi. Selain wajib dilakukanoleh wartawan sendiri, tugas ini wajibdilakukan perusahaan pers, asosiasi-asosiasi wartawan, asosiasi-asosiasiperusahaan pers, dan Dewan Pers.

Bersambung di edisi Etika mendatang

“Pada suasana yang wajar, menjadi wartawansemata-mata karena minat dan dorongan bergiat

dalam kebebasan. Pada suasana tidak normal—sepertiyang terjadi sekarang di Indonesia—menjadi

wartawan menjadi pilihan lapangan kerja yangterbuka dan relatif mudah didapat”.

6Etika | November 2012

Opini

Jika Pulitzer menasihati parawartawan dengan tiga kata, “Accuracy, accuracy, accuracy”.

Saya ingin mengingatkan wartawandan seluruh masyarakat dengan“tabayyun, tabayyun, tabayyun”.[3]

Lakukanlah check and recheck,lakukanlah konfirmasi dan verifikasi,sebelum kita percaya pada setiapberita yang beredar di media manapun. Secara lebih khusus, peringatanini saya tujukan kepada wartawan,karena dia akan menyebarkan beritaitu kepada masyarakat melaluimedianya. Dampak berita dusta ditangan wartawan akan lebih besardaripada di tangan yang lain.

Peringatan agar orang tidakcepat percaya pada berita yangberedar, khususnya di media maya,karena banyaknya berita bohong dimedia maya yang dikemas denganbegitu rapih. Yang saya maksud me-dia maya, selain di internet, di website,di blog, di facebook, di twitter, juga diblackberry messenger (bbm). Sebagaicontoh berita tentang Rohingya dimedia maya, berita tentang meninggal-nya mahasiswa karena demo antikenaikan harga BBM (bahan bakarminyak) di Jakarta, awal April 2012.Ada juga potret-potret demo,kemacetan lalu-lintas waktu lebaran,atau berita bentrokan antar gang diJakarta yang beredar di dunia maya.

Semua berita itu dapatdikategorikan bohong. Khusus untukberita tentang Rohingya di Myanmar,hampir semua berita yang beredar sulitdipercaya, termasuk yang dipaparkanoleh A.S. Panneerselvam dari PanosSouth Asia, India, pada tanggal 9 Sep-tember 2012 dalam acara Global Fo-

rum Media Development diGrahamstone, Afrika Selatan. Sayameragukan kebenaran paparanPanneerselvam, setelah saya bertemudengan Soe Myint, Pemimpin RedaksiMizzima Media dari Myanmar. Tentu,apa yang dipaparkan Panneerselvambanyak yang benar, tetapi ada bagian-bagian yang meragukan dan perludilakukan investigasi yang independen.Perlu dicatat, sangat terasa ada unsurdisinformasi pada hampir semua beritatentang Rohingya.

Kemudian, berita tentangmeninggalnya mahasiswa pada saatdemo anti kenaikan harga BBM awalApril 2012 yang beredar di bbm.Kepada teman-teman yang sangatbersemangat mem-broadcast beritatewasnya mahasiswa itu, segera sayaingatkan, coba periksa ulang lewatmedia-media konvensional. Yang sayamaksud dengan media konvensionaladalah media yang jelas namapenanggungjawabnya dan jelasalamatnya, misalnya detik.com, vivanews, okezone, radio, televisi,suratkabar dan majalah.

Berita tewasnya mahasiswadalam sebuah demo yang bernuansapolitik, adalah berita besar, dan pasti

mendapat prioritas peliputan oleh me-dia-media konvensional. Jika kita perlucepat untuk tahu apa yang sebenarnyaterjadi, bisa kita buka media online yangsudah dikenal. Kalau kita masih ragu,sebentar lagi akan muncul di radiomaupun televisi. Jika ingin lebihlengkap, besok baca koran ataumajalah. Ternyata, tidak ada mahasis-wa yang tewas pada demo tersebut.

Pedoman yang longgarPeringatan agar masyarakat

tidak cepat percaya khususnya kepadaberita pada media maya, karenapedomannya masih terlalu longgar.Dengan alasan bahwa “berita itubenar-benar mengandung kepentinganpublik yang bersifat mendesak”, me-dia siber boleh menyiarkannya tanpaverifikasi, walaupun berita itu dapatmerugikan pihak lain. Pedoman dariDewan Pers mengungkapkan:

“Media memberikan penjelasankepada pembaca bahwa beritatersebut masih memerlukan verifikasilebih lanjut yang diupayakan dalamwaktu secepatnya. Penjelasan dimuatpada bagian akhir dari berita yangsama, di dalam kurung danmenggunakan huruf miring.”

Tabayyun, tabayyun, tabayyun[1]

Oleh Muhammad Ridlo ‘Eisy[2]

“Lakukanlahcheck and recheck,

lakukanlah konfirmasidan verifikasi, sebelum

kita percaya pada setiapberita yang beredar di

media mana pun.”

7Etika| November 2012

Opini

“Setelah memuat berita sesuaidengan butir (c), - yaitu berita yangdikecualikan-, media wajibmeneruskan upaya verifikasi, dansetelah verifikasi didapatkan, hasilverikasi dicantumkan pada beritapemutakhiran (update) dengan tautanpada berita yang belum terverifikasi.”

Siapa yang menentukan bahwaberita itu benar-benar mengandungkepentingan publik? Tentu wartawandan medianya, yang oleh masyarakatmungkin tidak dianggap penting. Siapayang menjamin wartawan dan mediaitu segera meneruskan upayaverifikasi? Berapa lama? Padahalkerusakan nama baik sudah terjadi.

Agenda Setting Inilah tantangan bagi

masyarakat. Dengan banjirnyainformasi, masyarakat dituntutsemakin cermat dan hati-hati. Caranya mudah, jangan cepat percayakepada siapa pun, jangan cepatpercaya terhadap berita apa pun.Tanya kiri kanan dulu, tabayyun.Apalagi dalam banjir informasi itu adakandungan agenda setting yangdikendalikan oleh kepentingan politikdan modal.

Banyak politisi dan korporasisangat cerdas melakukan disinformasidan brainwashing (cuci otak), denganmenyebarkan informasi yang ujung-ujungnya untuk kepentingan merekasendiri, dengan mengorbankan lawanpolitik atau saingan usahanya, atau jikaperlu dengan merugikan kepentinganmasyarakat. Disinformasi dan brain-washing ini dilakukan dengan sangatcanggih oleh orang-orang yang sangatkompeten dalam media, sosiologi danhukum. Mereka sangat faham etikajurnalistik dan hukum yang berkaitandengan media.

Setelah melakukan pengamatandari berbagai sumber khususnya viainternet, saya menduga, berita tentangRohingya sarat dengan agenda politik,kemungkinan besar ada disinformasi,oleh karena itu perlu investigasiindependen, dan untuk itu perlu biayabesar. Biasanya pelaku disinformasi itumenyebarkan fakta 95-97%, sisanyaadalah jembatan antara fakta satudengan fakta yang lain. Tujuanminimalnya adalah agar dirinya/kelompoknya tidak disalahkan, dankalau bisa yang disalahkan adalahkelompok lawannya atau kelompoklain.

Demikian pula tindakan brain-washing yang dilakukan media. Tidakada satu pun informasi yang disampai-kan adalah berita bohong, semuaberdasarkan fakta yang ada, tetapiberita-berita itu disiarkan berulang-ulang, puluhan kali, atau ribuan kali,sehingga masyarakat beranggapanbahwa itulah satu-satunya kebenaran.Misalnya seekor gajah yang pahanyaluka bernanah. Berita brainwashingitu memfokuskan bahwa gajah ituterluka, dan bernanah. Hal itudisiarkan berulang-ulang, sehinggaterkesan gajah itu penuh luka, penuhnanah, bahkan mungkin sebentar lagimati. Padahal bagian lain dari gajahitu dalam keadaan sehat wal afiat.

Dalam keadaan banjir informasiseperti ini, mau tidak mau, masyarakatsekali lagi diminta tabayyun,memeriksa ulang setiap informasiyang diterimanya, sebelum mengambilkeputusan. Salah satu tempat untukmelakukan pemeriksaan kebenaraninformasi antara lain adalah melaluimedia konvensional, yang jelas siapapenanggungjawabnya, dan di manakantornya.***

Bandung, 16 September 2012

[1] Disampaikan pada Festival Media yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen, di Gedung IndonesiaMenggugat, Bandung, 16 September 2012.

[2] Muhammad Ridlo Eisy adalah anggota Dewan Pers.[3] Perintah tabayyun berasal dari Alquran, surat Al Hujurat, ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang yang beriman! Jika

datang kepadamu seorang yang fasik membawa berita, Carilah keterangan tentang kebenarannya, supaya jangankamu rugikan orang karena tak tahu, hingga menyebabkan kamu penuh penyesalan atas perbuatanmu.”

“Hai orang yang beriman!

Jika datang kepadamu seorang yang fasik membawa berita,

Carilah keterangan tentang kebenarannya,

supaya jangan kamu rugikan orang karena tak tahu,

hingga menyebabkan kamu penuh penyesalan atas perbuatanmu.”(surat Al Hujurat, ayat 6)

8Etika | November 2012

Opini

Dewan Persmenyelenggarakan Uji PublikPedoman PenangananKekerasan terhadapWartawan. Acara tersebutmenghadirkan para pembicaradari kiri, Kamsul Hasan(Tim Perumus PedomanPenanganan Kekerasanterhadap Wartawan),Agus Sudibyo (AnggotaDewan Pers), Imam Wahyudi(Ketua IJTI). (14|11|2012)

Dewan Pers bekerjasama dengan Microsoftmengadakan Pelatihan Windows 8, pelatihantersebut menghadirkan pembicaradiantaranya Wina Armada Sukardi, UniZulfiani Lubis. (Jakarta 9-10|11|2012)

Rapat pertama BPPA(Badan Pekerja Pemilihan

Anggota) Dewan Pers.(19|11|2012)

9Etika| November 2012

Bedah Kasus

Dua orang pejabat bidanghumas dan hukum sebuahkabupaten mengadukan

sebuah surat kabar di daerahnya.Surat kabar ini telah berulang kalimemberitakan tentang bupati didaerah itu secara negatif. Yangmenjadi persoalan berat adalah,bahwa media tersebut hanya meng-gunakan satu sumber, seorangaktivis LSM. Sebanyak 9 dari 13berita yang diturunkan mediatersebut hanya menggunakan satusumber saja, tanpa ada konfirmasidari bupati atau setidaknya pejabatterkait, termasuk humas. Memangada satu edisi yang memuat pernya-taan pejabat humas tersebut, namuntelah “dipoles” sedemikian rupa,

Penempatan Pejabat Pemerintah dalamStruktur Redaksi Pers

sehingga lebih banyak serangan ba-lik media tersebut terhadap pernya-taan sang humas. Tentu saja PakHumas meradang.

Bersikap kritisMenindaklanjuti pengaduan

tersebut, Dewan Pers memper-temukan Pemimpin Redaksi mediadan kedua pejabat tersebut. Dalamklarifikasi itu sang pemimpin redaksisegera menyadari kekeliruannya danbersedia memuat hak jawab darihumas pemkab tersebut dan memin-ta maaf baik kepada bupati maupunmasyarakat.

Terkait penggunaan satu narasumber, Dewan Pers mengingatkankepada media tersebut bahwa

sesuai kerja jurnalistik, sumberseyogyanya tidak langsung di-percaya begitu saja keteranganatau pernyataannya. Sumber dapatsaja mempunyai kepentingantertentu di dalam pernyataan atauketerangan yang disampaikannyakepada media. Oleh karena itu me-dia harus tetap bersikap kritisdalam rangka menguji kebenaraninformasi. Sikap kritis diwujudkanantara lain dengan menguji kebe-naran pernyataan melalui meka-nisme verifikasi atau konfirmasiterhadap sumber yang lain. Ini jugasekaligus untuk memenuhi asaskeberimbangan. Media seyogyanyajuga menggunakan dokumen sertafakta-fakta lain dari berbagai pihakdan sumber-sumber independen.

Namun pada saat yang sama,Dewan Pers mengingatkan, bah-wa penempatan pejabat pemerin-tah di dalam struktur redaksi perstidak baik. Hal ini terungkap dalamklarifikasi Dewan Pers, bahwapejabat humas tersebut jugamemimpin sebuah media umumyang hanya memuat hal-hal positifdari kinerja pemkab. Sesuai de-ngan Pernyataan Dewan Pers No1/2009, disebutkan: “Pejabatpemerintah dan lembaga yangdipimpinnya harus menjadi bagiandari obyek yang dikontrol oleh perssecara terus menerus. Dengandemikian pers yang menempatkanpejabat pemerintah di dalamstruktur redaksinya bertentanganUU Pers. Sebab pers tersebuttidak akan mampu menjalankanperan dan fungsinya secaraoptimal.” ***

Dewan Pers mengingatkan,bahwa penempatan pejabat pemerintahdi dalam struktur redaksi pers tidak baik.

“”PENGURUS DEWAN PERS PERIODE 2010-2013:

Ketua: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L Wakil Ketua: Ir. Bambang Harymurti, M.P.A Anggota: Agus Sudibyo, S.I.P., Drs. Anak Bagus Gde Satria Naradha,

Drs. Bekti Nugroho, Drs. Margiono, Ir. H. Muhammad Ridlo ‘Eisy, M.B.A., Wina Armada Sukardi, S.H., M.B.A., M.M., Ir. Zulfiani Lubis

Sekretaris (Kepala Sekretariat): Lumongga Sihombing

REDAKSI ETIKA: Penanggung Jawab: Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. Redaksi: Herutjahjo, Winahyo, Chelsia, Samsuri (Etika online), Lumongga

Sihombing, Ismanto, Wawan Agus Prasetyo, Reza Andreas (foto), Agape Siregar.

Surat dan Tanggapan Dikirim ke Alamat Redaksi: Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110. Tel. (021) 3521488, 3504877, 3504874 - 75, Fax. (021) 3452030 E-mail: [email protected] Website: www.dewanpers.or.id / www.presscouncil.or.id

(ETIKA dalam format pdf dapat diunduh dari website Dewan Pers: www.dewanpers.or.id)

10Etika | November 2012

Kegiatan

Ketua Komisi Hukum danP e r u n d a n g - U n d a n g a nDewan Pers, Wina Armada

Sukardi, mengatakan RUUKeamanan Nasional (Kamnas) dapatmengkriminalisasi wartawan. Selainwartawan, media massa jugaterancam bisa dibredel pemerintah.

“Pers yang kritis dianggapancaman nasional. Harus diatasisecara militer. Dalam hal ini apapunalasannya harus dibasmi karena akanmengancam keamanan nasional,”kata Wina di Dewan Pers, Jakarta,Jumat (23|11|2012).

Wina menambahkan, carapenindakan media dalam RUUKamnas berpotensi melanggarHAM. Selain itu, inti dari RUUKamnas pun sudah ditinggalkannegara maju. Menurutnya, RUUKamnas memberikan celah penegakhukum bertindak represif.

Di negara maju, terangnya, haltersebut tidak sesuai dengan demo-krasi. Pengesahan RUU Kamnas,lanjutnya, membawa Indonesia mun-dur dari proses demokratisasi.”DalamRUU Kamnas ada beberapa pasal

Kamnas

bentuk definisi ancaman yang terlalukritis. Jangan-jangan nanti JakartaLawyer Club dianggap ancamannasional,” pungkasnya.

Petisi Masyarakat SipilKetua Bidang Pengaduan

Masyarakat dan Penegakan EtikaPers, Agus Sudibyo mengatakan, jikaRUU Kamnas disahkan menjadiundang-undang, maka pihak pertamayang paling dirugikan dan terancamadalah kalangan wartawan. Pasalnya,profesi wartawan adalahmenyebarkan informasi. Jikainformasi yang disebarkan itudianggap pemerintah membahayakankekuasaan mereka, maka pemerintahakan menggunakan undang-undangini untuk menangkap wartawan.

“Wartawan yang palingterancam. Apalagi jika wartawanmenyebarkan informasi strategiskeamanan,” kata Agus di acarakonferensi pers Petisi MasyarakatSipil Menolak RUU Kamnas diJakarta, Ahad (18|11).

Agus mencontohkan, kasuspenganiayaan wartawan Riau TV di

Pekanbaru beberapa waktu lalu. Iadianiayaya oknum anggota TNIkarena meliput pesawat TNI yangjatuh di Pekanbaru. Di mana, TNImenganggap jatuhnya pesawat itumengandung unsur rahasia keamanannegara.

“Lah kok ini dianiayaya. Jatuh-nya kan di kawasan pemukimanpenduduk. Selama pesawat TNI itumasih menggunakan uang negara,maka tak salah jika diliput dan dise-barkan informasinya. Ini kan tugas jur-nalis menyebarkan informasi yang ter-kait kepentingan publik,” kata Agus.

Seperti diketahui, pemerintahkembali menyerahkan RUU Kamnasuntuk dibahas bersama DPRbeberapa waktu lalu. Darisebelumnya, draft di RUU Kamnasdikurangi dari 60 menjadi 55 pasal.

RUU Kamnas dianggapbertentangan dengan kehidupandemokrasi Indonesia yang sedang dibangun pasca reformasi. Jika RUUKamnas ini disahkan menjadi undang-undang, maka kehidupan bernegaraIndonesia akan kembali seperti padazaman orde baru dulu.

Sementara itu, wartawan seniorSulaiman Syakieb menjelaskan, posisiwartawan berpotensi menjadiancaman dalam RUU Kamnas.Menurutnya, RUU itu sangat tidaklayak. Sebab, wartawan bertugasbersikap kritis dari kebijakanpemerintah. Wartawan kritis,lanjutnya, dianggap ancamannasional. “Tidak ada alasan yangcukup untuk melanjutkan RUU ini.Sebab, independensi pers akan dikikisKamnas,” ujarnya.

(Sumber: kompas.com/ROL)

RUU Kamnas Dapat Mengkriminalisasi Wartawan

11Etika| November 2012

Risalah Kesepakatan

12Etika | November 2012

Risalah Kesepakatan