grave disease
DESCRIPTION
RiviewTRANSCRIPT
Hipertiroidisme
Tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif (IPD UI), Tirotoksikosis sebagai akibat prosuksi hormon itu sendiri ( KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN UI) Respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. ( PATOFISIOLOGI)
Tirotoksikosis
Manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi ( IPD UI) Berhubungan denga suatu komplek fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu
jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. (KAPITASELEKTA UI)
Grave’s
Dikenal sebagai penyakit Parry atau basedow, merupakan kelainan dengan 3 manifestasi utama :
Hipertiroidisme dengan struma difusa,
Oftalmopati
Dermopati
ETIOLOGI
Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Grave’s
Penyebab Hipertiroidisme
Biasa Penyakit grave’s
Nodul tiroid toksik : multinodular dan ononodular toksik
Tiroidise : de Quarvain’s dan silent
Tidak biasa Hipertiroidism neonatal
Hipertiroidisme faktisius
Sekresr TSH yang tidak tepat oleh hipofisis : tumor, non tumor( sindrom resistensi hormon tiroid)
Yodium eksogen
Jarang Metastsis kanker thiroid
Kariokarsinoma dan mola hidatidosa
Struma ovarii
Karsinoma testikular embrional
Pilyostotic fibrous dysplasia ( sindrom Mc –Cune-Albright)
Penyebab tiroktoksitosis
Hipertiroidisme Primer Tiroktoksitosis tanpa hiprtiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
Penyakit graves
Gondok multinodula toksik
Adenoma toksik
Obat : yodium lebih, litium
Karsinoma tiroid yang brfungsi
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r, Gs α
Hormon tiroid berlebih (tirotoksikosis faksitia)
Tiroiditis sub akut 9viral atau de quarvain)
Silent tiroiditis
Destruksi kelenjar: amiodaron,I-131, radiasi, adenoma, infrak
TSH- secreting tumor chGH
Tirotoksikosis gestasi ( trisemester pertama)
Resistensi hommon tiroid
ETIOLOGI GRAVE’S
Penyebabnya tidak diketahui pasti, merupakan penyakit autoimun. Penyakit ini mempunyai presdisposisi genetik yang kuat, dimam 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga pendertia penyakit grave’s ditemukan autoantibodi tiroid di dlam darahnya.
Kelainan utama gangguan pada mekanisme hemoestatik yang tidak sanggup untuk mengatasi keaddan hipertiroidisme, diperkirakan hiperfungsi kelenjar tiroid disebabkan oleh hadirnya suatu stimulator tiroid abnormal dalam plsma yaiti LATS ( LONGACTING TIROID STIMULATOR)
INSIDENSI
Wanita : pria = 7 : 1
Dapat terjadi pada semua umur
Angka kejadian tertinggi usia 30 tahun – 70 tahun
Faktor-faktor genetik berperan penting:
Terdapat peningkatan frekuensi haploid HLA-B8 DAN DRw3 pada orang kaukasia
HLA-Bw36 pada orang Jepang
HLA-Bw46 pada orang cina dengan penyakit ini
FAKTOR RESIKO
Wanita
Wanita hamil
Wanita perokok
Usia produktif
Genetik
KLASIFIKASI
PenyebabTirotoksikosis :
1. Hipertiroidisme Primer : Kelainan pada tiroid a.Penyakit Graves b. Gondok multinodulatoksik c. Adenoma toksik d. Obat : Yodium lebih, litium e. Karsinomatiroid yang berfungsi f. Struma ovarii g. Mutasi TSH-r, G-s alfa
2. Tiroksitosis tanpa hipertiroidisme a. HormonTiroidberlebih
b. Tiroiditissubakut c. Silent Thyroiditis d. Destruksikelenjar : amiodaron e. I-131, radiasi, adenoma, infark
3. Hipertiroidisme Sekunder : Kelainannya dari factor ektrinisik
a. TSH-secreting tumor &chGH secreting tumorb. Tiroksitosisgestasic. Resistensihormon Tiroid
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Penyakit Graves ( hipertiroidisme ) adalah suatu gangguan auto imun. Pada gangguan tersebut terdapat beragam autoantibody dalam serum Antibodi ini mencakup antibody terhadap reseptor TSH, peroksisom tiroid, dan tiroglobulin. Dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibody. Efek antibody yang dibentuk berbeda-beda, bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Beberapa contoh antibody terhadap reseptor TSH, yaitu TSI ( Thyroid Stimulating Immunoglobulin ), TGI ( Thyroid Growth Stimulating Immunoglobulun, dan TBII ( TSH Binding Inhibitor Immunoglobulins ). Antibodi ini bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid.
Meskipun peran antibody sebagai penyebab penyakit Graves tampak sudah dapat dipastikan , apa yang menyebabkan sel B menghasilkan autoantibody tersebbut masih belum jelas. Sekresi antibody oleh sel B dipicu oleh sel T Helper CD4+ ynag benyak terdapat dalam kelenjar tiroid. Sel T Helper intratiroid juga tersensitisasi ke reseptor tirotropin dan sel ini mengeluarkan interferon gamma dan TNF. Faktor ini memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada autoimunitas tiroid yang memungkinkan antigen tiroid tersaji ke sel T lain. Hal ini yang mempertahankan pengaktifan sel spesifik-reseptor TSH di dalam tiroid. Sesuai dengan sifat utama pengaktifan sel T Helper pada autoimunitas tiroid, penyakit Graves memperlihatkan keterkaitan dengan allel HLA-DR tertentu dan polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik (CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal meredam respon sel T dan mungkin sebagian alel mengizinkan pengaktifan sel T yang tak terkendali terhadap autoantigen.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa patogenesis penyakit ini disebabkan oleh suatu etiologi yang belum pasti tetapi ada keterkaitan dengan individu yang memiliki gen HLA-DR 3. Individu ini akan menghasilkan suatu auto antibody terhadap reseptor TSH dimana antibody itu bekerja mirip dengan TSH sehingga akan dihasilkan hormone tiroid yang berlebihan. Hormon ini akan mengadakan feed back negative terhadap kelenjar hipofisis agar produksi TSH dihentikan. Namun, walaupun produksi TSH sudah berkurang, masih terdapt antibody yang mirip dengan TSH sehingga akan tetap dihasilkan hormone tiroid secara
berlebihan. Hal ini akan menyebabkan metabolisme tubuh meningkat yang akan menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis.
GEJALA KLINIS
Tirotoksikosis akibat pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional terjadi pada semua kasus Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmos terjadi pada hamper 40% pasien Dermopati infiltratif local ( kadang-kadang disebut miksedema pratibia ) ditemukan pada
sebagian kecil pasien Kulit pasien cenderung lunak, hangat, kemerahan; tidak tahan panas dan berkeringat
Hangat dan kemerahan disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah
Mudah berkeringat karena hipermetabolik
Penurunan BB walaupun nafsu makan meningkatPenurunan berat badan juga disebabkan oleh hipermetabolik
DiareHal ini disebabkan karena tonus traktus GI meninggi disertai hiperperistaltik usus
Palpitasi, takikardia Cemas, tremor, kelemahan otot
Kelemahan otot disebabkan oleh gangguan metabolisme keratin fosfat yangmenyebabkan miopati
OsteopeniaTingginya kadar T3 akan meningkatkan stimulasi transkripsi myosin yang akan meningkatkan kontraksi dari otot. Pada kontraksi otot diperlukan kalsium. Jika kontraksi meningkat, maka kalsium yang dibutuhkan juga tinggi. Bila cadangan kalsium dalam darah berkurang maka akan terjadi resorbsi tulang ( pengambilan cadangan kalsium di tulang ) sehingga kadar kalsium tulang berkurang yang menyebabkan osteopenia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Tes yang menentukan produksi kelenjar tiroid dalam darah : a.T4 dan FT4 (Free Tiroksin) b.T3 dan FT3
c.RT3U (resin T3 uptake) Kapasitas pengikatan T4 serum dinilai dari RT3U. Pada pemeriksaan ini jumlah tempat pengikatan pada protein yang tidak diduduki T4 dan T3, diukur secara tidak langsung.
2.Tes untuk menilai fungsi kelenjar tiroid : a.Radioactive Iodine Uptake (RAIU)
b.Sidik Tiroid c.USG
3.Tes untuk menilai efek hormon tiroid pada jaringan perifer :a.Basal Metabolic Rate (BMR) Tes ini mengukur penggunaan O2 pada keadaan basal,dengan suatu spirometer.Tes ini sekarang jarang dipakai karena tidak sensitif,dipengaruhi banyak faktor,mahal dan memakan banyak waktu. BMR = (0,75 x nadi) + (0,74 x tekanan nadi) – 72 BMR normal = -10 sampai 15%
b.Photomotogram Kecepatan relaksasi refleks tendon Achilles diukur dengan suatu alat.Pemeriksaan ini dipengaruhi kelainan neuromuskuler dan obat-obat.
4.Tes untuk menilai aksis hipotalamik-hipofise-tiroid :
a.Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Tes ini merupakan tes yang spesifik dan paling sensitif untuk diagnosis hipotiroidisme primer
b.Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) Tes untuk membedakan antara hipotiroidisme sekunder dan tersier
5.Tes yang mengidentifikasi dan mengukur substansi-substansi patologi dalam darah :
a.Antibodi antitiroglobulin dan antimikrosomal Kedua antibodi ini ditemukan dalam serum penderita dengan penyakit tiroid oto-imun
b.Thyroid-Stimulating Immunologlobulins (TSI) - LATS - LATS-p - TBII - Thyroid cAMP assays
DIAGNOSIS BANDING
1.Keadaan “anxiety” dengan asal emosional Manifestasi perifer akibat hormon tiroid yang berlebih tidak ada2.Pheokromasitoma Ditemukan keluhan dan gejala hiperaktivasi simpatis3.Eksoftalmus Dapat ditemukan pada uremia dan alkoholisme kronis4.Optalmoplegia tanpa tanda-tanda infiltrasi yang jelas pada DM5.Tirotoksikosis tanpa oftalmopati yang karakteristik untuk penyakit Graves
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tirotoksicosis dapat dikelompokan dalam 3, yaitu:
Tiorostatika (OAT – Obat Anti Tiroid)
Kelompok Obat Efek Indikasi
Obat Anti Tiroid
Propilitiourasil (PTU)
Metimazol (MMI)
Karbimazol (CMZ)
Menghambat sintesis hormon tiroid dan berefek imunosupresif
(PTU juga menghambat konversi T4→T3)
Pengobatan ini pertama pada Graves.
Obat jangka pendek prabedah/pra-RAI
B-Adrenergic-Antagonis
Propranolol
Metorolol
Atenolol
Nadolol
Mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan
Obat tambahan kadang sebagai obat tunggal pada tiroiditis
Bahan Mengandung Iodine
Kalium Iodida
Solusi Lugol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
Menghambat keluarnya T4 dan T3 serta produksi T3 ekstratiroidal
Persiapan tiroidektomi.
Pada krisis tiroid, bukan untuk penggunaan rutin
Obat Lainnya
Kalium Perklorat
Litium Karbonat
Glukokortikoids
Menghambat transpor yodium, sintesis dan keluarnya hormon
Memperbaiki efek hormon di jaringan dan sifat imunologis
Bukan indikasi rutin
Pada subakut tiroiditis berat, dan krisi tiroid
Ada 2 metode untuk pengobatan OAT yaitu.
1. Berdasarkan titrasi, yaitu mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.
2. Blok-Substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali.
TiroidektomiOperasi baru dikerjakan kalua keadaan paisen eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk istmus dan tiroidektomi subtotal lobus lain.
Yodium Radioaktif (RAI)Dosis RAI berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pasca radiasi. Selain itu, perlu dilakukan observasi selama 3 tahun untuk memantau efek jangak panjangnya yaitu hipotiroidisme.
KOMPLIKASI
Penyakit jantung tiroid (PJT) . Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi.
Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba
Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase)
Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroidisme) dan akibat efek samping obat (agranulositosi, hepatotoksik)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam