gizi onkologi richardo gana
TRANSCRIPT
TUGAS BLOK ONKOLOGI
TERAPI GIZI PASIEN CARCINOMA NASOFARING
Nama : Richardo D. Gana
NIM : 0808013589
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Skenario :
Seorang pasien laki – laki usia 67 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan tidak mau makan.
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengidap Carcinoma Nasofaring dan tidak didapatkan
adanya perdarahan. Berat badan pasien 45 kg dengan tinggi badan 170 cm. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan Hb pasien 9 g/dl.
Lakukanlah tahapan penentuan status gizi pasien dan terapi diet untuk penderita tersebut!
Tahapan Penentuan dan Terapi Gizi :
1. Subyektif
Identitas Pasien :
Jenis kelamin : Pria
Usia : 67 tahun
Riwayat Penyakit Umum :
Carcinoma Nasofaring (+)
Perdarahan (-)
Riwayat Gizi :
Pasien telah mengalami keganasan dengan adanya gangguan makan berupa tidak
mau makan
2. Obyektif
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan menilai apakah pasien mengalami anemia yang
dapat dilihat dari pemeriksaan konjunctiva untuk menilai apakah terjadi tanda – tanda
anemia berupa pucat dan juga dapat kita nilai apakah pasien mengalami gangguan
metabolik protein dimana jika terjadi katabolisme berlebihan protein sebagai akibat
defisiensi kalori, maka dapat terjadi edema.
Antropometrik :
TB : 170 cm
BB : 45 kg
IMT : BB / TB2 (m) = 45 / 2,89 (m) = 15,57
Laboratorium :
Hb : 9 g/dl
3. Assessment / Penilaian
Diagnosis :
Status Gizi : pasien tersebut memiliki status Gizi Kurus karena berdasarkan
IMT pasien 15,57 berarti IMT < 18,5 menandakan pasien tersebut Status Gizi
Kurus
Status Metabolik : berdasarkan hasil laboratorium, pasien tersebut kemungkinan
mengalami anemia dimana Hb pasien yang rendah yaitu 9 g/dl. Kadar Hb pasien
yang rendah, dapat diakibatkan oleh karena kekurangan asupan zat besi sebagai
pembentuk Hb dikarenakan riwayat pasien mengalami kesulitan makan. Keadaan
ini dapat menyebabkan asupan energi ke seluruh tubuh juga dapat menurun
(hipoglikemia) dan juga penurunan ikatan oksigen – hemoglobin dalam darah
(Hipoxia).
Status Gastrointestinal : pasien tersebut mengalami kesulitan menelan dikarenakan
adanya keganasan pada nasofaring. Hal ini dapat menyebabkan gangguan digesti
dan juga absorbsi pada saluran pencernaan. Semakin sedikit makanan yang masuk,
semakin sedikit pula yang dicerna dan diabsorbsi.
4. Planning / Perencanaan :
Komposisi Nutrisi :
Cairan : pasien dapat kita beri cairan yang cukup untuk menghindari terjadi
dehidrasi tetapi perlu kita pertimbangkan untuk restriksi cairan karena pasien
tersebut datang dengan kondisi gizi kurang dimana kemungkinan terjadinya
peningkatan katabolisme protein yang dapat menyebabkan edema.
Energi : untuk pasien tersebut yang memiliki status gizi kurang, kita
pertimbangkan memberi rencana terapi energi maksimal yaitu 35 kal per KgBB.
Pasien tersebut memiliki berat badan 45 Kg → 35 X 45 = 1575 kal. Dengan
perhitungan tersebut, pasien ini harus mendapat terapi diet yang memenuhi
kebutuhan kalori sebesar 1575 kalori dalam sehari.
Makronutrien :
Protein : standar pemberian protein yaitu 1-2 g/kgBB/hari. Untuk pasien
tersebut yang memiliki status gizi buruk, dapat kita pertimbangkan untuk
pemberian terapi protein 2 g/kgBB/hari sehingga 2 X 45 kg = 90 g/hari. Dari
hasil tersebut, pasien ini harus mendapat terapi protein sebanyak 90 gram/hari.
Lemak : pemberian asupan lemak pada pasien ini dengan mempertimbangkan
status gizinya, maka pasien dapat diberi asupan lemak 35 %. Pemberian asupan
lemak pada pasien, tidak boleh terlalu berlebihan karena asupan energi bukan
saja berasal dari lemak, tapi juga dari karbohidrat dan protein. Dan dengan
kondisi pasien yang mengalami gangguan digesti, dikhawatirkan lemak yang
lebih sulit diabsorbsi, akan memperlambat gerakan peristaltik usus yang
mengakibatkan pasien mengalami gangguan pencernaan. Dengan perencanaan
asupan energi 35 %, maka 35/100 X 1575 = 551,25 kal di konversi ke gram →
551,25 / 9 = 61,2 gram. Berarti pasien harus mendapat asupan lemak 61,2 gram
dalam sehari. Dan perlu dipikirkan jenis lemak yang dapat diberikan yaitu
lemak tidak jenuh untuk mempermudah metabolisme.
Mikronutrien :
Untuk pasien dengan Carcinoma nasofaring, dapat kita pertimbangkan
pemberian multivitamin antioksidan (A,C,E) dengan 2 dosis terbagi dalam
sehari, beta-karoten, selenium, zinc,dll.
Untuk memperbaiki kadar hemoglobin dan mencegah anemia, dapat
dipertimbangkan pemberian tablet zat besi dan juga makanan yang tinggi zat
besi seperti hati ayam atau hati sapi.
Metode Pemberian : untuk pasien tersebut yang telah mengalami kesulitan makan, kita
tetapi mempertimbangkan untuk pemberian makanan peroral untuk tetap membantu
fungsi saluran pencernaan pasien dan asupan makanan dapat lebih baik. Tetapi kita
tetap melakukan evaluasi apakah pasien dapat melanjutkan dengan asupan per oral
ataupun diganti dengan asupan enteral. Jika asupan oral pasien tidak adekuat dalam
waktu kurang dari 4-6 minggu, dapat kita ganti dengan pemberian enteral. Jika
dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien tidak adekuat lebih dari 4 – 6 minggu dan
kita lihat pasien datang dengan malnutrisi berat, dapat kita ganti dengan pemberian via
gastrostomi/jejunostomi. Tetapi apabila dengan nutrisi tersebut tidak memperbaiki gizi
pasien, kita dapat membantu dengan pemberian secara parenteral untuk dapat
memberikan nutrisi langsung tanpa absorbsi dari usus. Prinsip pemberian makanan
pada pasien tetap diberikan makanan padat kalori dan cukup protein. Untuk pasien
gangguan menelan, kita dapat berikan makanan lunak karena memiliki tekstur yang
mudah dikunyah, ditelan dan dicerna dibanding makanan biasa. Yang harus kita ingat
pula bahwa pemberian makanan harus tetap mempertimbangkan selera dan rasa agar
pasien memiliki gairah dan nafsu makan. Selain itu juga dapat kita berikan nutrisi
parenteral untuk membantu asupan nutrisi. Kita beri yang tinggi protein yaitu bisa Pan
Amin G. kita pertimbangkan juga pemberian formula spesifik apabila pada pasien
mengalami immunodefisiensi.
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring : untuk monitoring / pemantauan, kita pantau apakah tujuan terapi diet
telah dapat memenuhi kebutuhan untuk memperbaiki gizi dan kondisi pasien, dan kita
perhatikan juga bilamana terjadi komplikasi metabolik akibat dari terapi nutrisi
tersebut, kita perhatikan juga agar tidak terjadi gangguan mekanik maupun adanya
kemungkinan infeksi.
Evaluasi :
Penilaian Keadaan Umum : selama pemberian terapi nutrisi, kita tetap menilai
bagaimana keadaan umum pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dll.
Analisis Asupan :
Pola makan : kita perhatikan bagaimana pola makan pasien baik pada saat
pemberian per oral, enteral, maupun parenteral agar kita dapat mengetahui pola
asupan mana yang paling baik untuk pasien dapat memenuhi kebutuhan energi
dan nutrisi. Dapat kita pantau dengan riwayat makan 24 jam (24-h food recall)
Penilaian status gizi : kita pantau apakah pemberian terapi nutrisi dapat membantu
memperbaiki gizi pasien yang kurang. Kita ukur lagi berat badan pasien apakah
mengalami peningkatan dan apakah tidak terjadi atrofi otot rangka. Jika belum ada
perbaikan, kita perlu pertimbangkan untuk menambah asupan energi pasien.
Penilaian status metabolik : selama terapi nutrisi, kita tetap perlu memantau
bagaimana status metabolik pasien dengan tetap melakukan pemeriksaan
laboratorium apakah terjadi peningkatan Hemoglobin atau tidak, kita periksa juga
bagaimana kadar glukosa darah pasien, albumin, globulin, ureum dan kreatinin
untuk pemantauan fungsi ginjal, dan juga pemantauan fungsi hati (SGOT,SGPT,&
GGT).
Penilaian status gastrointestinal : karena pasien mengalami gangguan
gastrointestinal akibat kurangnya proses pencernaan pasien, kita tetap memantau
bagaimana status gastrointestinal pasien selama pemberian terapi nutrisi untuk
menilai apakah mengalami perbaikan atau bahkan mengalami kondisi intoleransi
yang kemudian dapat kita pertimbangkan untuk pergantian jenis dan metode
pemberian asupan nutrisi.