format penilaian
DESCRIPTION
Format PenilaianTRANSCRIPT
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pengelolaan Kelas
1. Arti Kelas
Tentang pengertian kelas, para ahli pendidikan berbeda-beda dalam
mengemukakan definisi. Diantaranya:
a. Ali Imron
Kelas diartikan sebagai ruangan belajar atau rombongan belajar, ruangan yang
dibatasi empat dinding atau tempat peserta didik belajar, dan tingkatan atau
grade.1
b. Hadar Nawawi
Memandang kelas dari dua sudut pandang, yaitu:
1) Kelas dalam arti sempit
Kelas adalah ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa
berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
2) Kelas dalam arti luas
Kelas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah, yang sebagian satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk
mencapai suatu tujuan.2
Dari pengertian di atas maka dapat diartikan bahwa kelas bukanlah
sekedar sekumpulan anak yang melakukan kegiatan belajar di bawah tanggung
jawab guru dan semata-mata dibatasi oleh empat dinding tembok pembatas.
Sesungguhnya kelas merupakan lingkungan yang kompleks dan berbagai
peristiwa bisa terjadi.
1 Ali Imron, dkk. (ed). Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003).Hlm.43
2 Hadari Nawawi. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai LembagaPendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982). Hlm. 116
13
-
Berikut merupakan aspek-aspek kehidupan kelas dari Doyle dalam Good
dan Brophy yang patut dipelajari guru terutama untuk bertindak sebagai
manager:3
1) Multidimensionality
Di kelas terdapat tugas yang berbeda dan muncul berbagai peristiwa.
2) Simultaneity
Di kelas sering muncul berbagai berbagai kejadian secara bersamaan.
3) Immediacy.
Langkah dari berbagai peristiwa yang terjadi di kelas sesungguhnya
berlangsung cepat. Sehingga setiap anak umumnya menghendaki respon yang
cepat atas kebutuhan belajarnya.
4) Unpredictable and Public Classroom Climate.
Dalam kelas berbagai peristiwa sering muncul melalui cara yang tidak terduga
oleh guru. Apa yang terjadi pada diri anak tertentu sering dapat dilihat dengan
cepat oleh anak-anak yang lain, tetapi tidak dengan cepat dapat dipelajari guru.
Anak-anak sering pula dapat menangkap apa yang guru rasakan menyangkut
tindakannya atas anak lain, dan mereka memberi respon yang tidak terduga
terhadap gurunya. Interaksi demikian sering membentuk suatu iklim kelas yang
kurang menyenangkan dan tidak lagi kondusif atas proses pengajaran.
5) History.
Setelah suatu penyelenggaraan pengajaran berlangsung beberapa minggu atau
beberapa bulan, norma-norma yang berlaku umum di kelas terbentuk dan berbagai
pengertian berkembang. Peristiwa yang muncul di awal tahun menjadi pembuka
(bisa positif atau negatif) bagi terjadinya peristiwa-peristiwa berikutnya.
2. Kondisi dan Situasi Belajar Mengajar di Kelas
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai situasi dan kondisi yang
terjadi di kelas. Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang
dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, baik secara fisik maupun
psikologis, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan suasana dan ruang kelas
selama proses pembelajaran. Kedua kondisi tersebut perlu ditata dengan baik
3 Good, Thomas L, Brophy, Jere E. Looking in Classrooms. Fifth Edition. (New York:Harper Collins Publishers. 1991). Hlm. 02
-
untuk memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru,
dan antar siswa. Berikut ini adalah bagan situasi dan kondisi pembelajaran di
kelas sebagaimana yang diungkap rohani:4
Adapun penjabaran bagan di atas adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Fisik
Pengelolaan kondisi fisik adalah pengelolaan atau pengaturan kelas yang
berkaitan dengan ketatalaksanaan ruangan yang dibatasi oleh dinding tempat
siswa berkumpul bersama mempelajari segala yang diberikan oleh pengajar,
4 Ahmad Rohani, Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).Hlm. 121-125
-
dengan harapan proses belajar mengajar bisa berlangsung secara efektif dan
efisien.5 Lingkungan fisik meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Ruangan tempat belajar
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak
berdesak-desakan dan tidak saling mengganggu antar peserta didik pada saat
melakukan aktivitas belajar.6 Menurut Winata Putra, ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell
yaitu:
a) Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas
tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat
memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru
harus dapat memandang semua siswa ketika proses pembelajaran.
b) Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil
barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar
tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak
dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
c) Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang
disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang
perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja
kelompok.
d) Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan
kepadatan kelas.
e) Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang
menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan
5 Rohmad, Ali. Jurnal Ilmiah Tarbiyah. Inovasi Pengelolaan Kelas Dalam MengacuKedinamisan Pembelajaran. (Malang: Universitas Negeri Malang). Hlm. 356
6 Ahmad Rohani, Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta. 1991).Hlm. 120
-
menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Penyusunan dan pengaturan
ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan
memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau
tingkah laku siswa dalam belajar. 7
Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut
Conny Semawan, yaitu:
a. Ukuran bentuk kelas
b. Bentuk serta ukuran bangku dan meja
c. Jumlah siswa dalam kelas
d. Jumlah siswa dalam setiap kelompok
e. Jumlah kelompok dalam kelas
f. Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang
pandai, pria dan wanita). 8
2) Pengaturan tempat duduk (sitting arrangement)
Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa
dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di sekolah formal.
Tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat
duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat
panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman
dan dapat belajar dengan tenang.
Dalam mengatur tempat duduk yang terpenting adalah memungkinkan
terjadinya tatap muka, serta guru mudah mengontrol tingkah laku peserta didik.
Karena pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar
mengajar.9
7 Udin S. Winataputra. Srategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Universitas TerbukaDepartemen Pendidikan Nasional, 2003). Hlm. 22
8 Epa Muhopilah. Penataan Tempat Duduk Siswa sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas,(Ahmad Sudrajad tentang Pendidikan). (online). (Http://Akhmadsudrajat.Wordpress.Com, diakses28 Juli 2008).
9 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta.1991).Hal. 121
-
Berikut beberapa model pengaturan tempat duduk:
a) Berbaris berjajar
Pola pengaturan tempat duduk berbaris berjajar dapat dilihat pada gambar 2.1:
Gambar 2.1Pola Pengaturan Tempat Duduk Berpola Sejajar
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 121 )
b) Pengelompokan yang terdiri atas 4 sampai 6 orang
Pola pengaturan tempat duduk berkelompok dapat dilihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2Pola Pengaturan Tempat Duduk Berkelompok
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 121 )
c) Formasi huruf U
Ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa secara cepat karena guru
dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
Seperti pada gambar 2.3:
-
Gambar 2.3Pola Pengaturan Tempat Duduk Formasi Huruf U
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 122 )
d) Setengah lingkaran
Desain setengah lingkaran ini memungkinkan guru bisa langsung bertatap muka
dengan peserta didik dan mudah bergerak untuk dapat memberikan bantuan pada
peserta didik. Pola pengaturan tempat duduk setengah lingkaran dapat dilihat pada
gambar 2.4:
Gambar 2.4Pola Pengaturan Tempat Duduk Setengah Lingkaran
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 122 )
-
e) Berbentuk lingkaran dan persegi
Pola pengaturan tempat duduk lingkaran dan persegi dapat dilihat pada
gambar 2.5:
Gambar 2.5Pola Pengaturan Tempat Duduk Berbentuk Lingkaran dan Persegi
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 121 )
3) Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar
yang memungkinkan panas cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi
yang baik. Peserta didik harus dapat melihat tulisan dengan jelas tulisan yang ada
di papan, buku bacaan. Cahaya harus datang dari sebelah kiri, cukup terang tetapi
tidak menyilaukan. Ventilasi dan pengaturan cahaya dalam kelas dapat terlihat
secara jelas pada gambar 2.6 dibawah ini :
Gambar 2.6Ventilasi yang Sudah Cukup Baik
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 123 )
-
Gambar 2.7Ventilasi yang Sempurna
(Sumber: Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991: 123 )Keterangan :
Pada Gambar 6, ventilasi bawah perlu di tutup dengan kawat kassa, untuk menahan
binatang-binatang yang berbahaya dari luar.
4) Pengaturan penyimpanan barang-barang
Barang-barang sebaiknya disimpan ditempat khusus yang mudah dicapai kalau
diperlukan atau digunakan dalam kegiatan belajar. Barang yang nilai praktisnya
tinggi dapat disimpan di ruang kelas yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu kegiatan peserta didik.
b. Kondisi Sosio-Emosional
Suasana sosio-emosional mempunyai pengaruh dalam proses belajar
mengajar, yang merupakan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran. Diantaranya
adalah:10
1) Tipe kepemimpinan guru
Peranan guru atau tipe kepemimpinan guru sangat penting dalam suasana
emosional dalam kelas. Apabila guru yang tipe kepemimpinannya otoriter peserta
didiknya hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi semua
aktifitas menurun. Sebaliknya tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan
pada sikap demokratis dengan membina persahabatan antara guru dan peserta
10 Ahmad Rohani, dan Abu Ahmadi . Pengelolaan Pengajaran. Hlm. 121-125
-
didik atas dasar saling memahami dapat membantu terciptanya kondisi proses
belajar mengajar yang optimal.11
2) Sikap Guru
Sikap guru menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan hendaknya
tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan keyakinan bahwa tingkah laku peserta
didik akan dapat diperbaiki. Bersikap hangat dan akrab dengan anak didik, selalu
menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya. Dan guru harus
mempunyai unsur-unsur ketrampilan yaitu sikap tanggap, membagi perhatian,
memusatkan perhatian kelompok atau kelas.12
3) Suara Guru
Suara guru sebaiknya relatif rendah tetapi jelas yang kedengarannya santai
yang akan mendorong siswa untuk berani mengajukan pertanyaan dan bervariasi
sehingga tidak membosankan serta jangan terlalu tinggi atau terlalu rendah.
c. Kondisi Organisasional
1) Pergantian pelajaran
Untuk beberapa pelajaran ada baiknya peserta didik tetap berada dalam
ruangan, akan tetapi untuk pelajaran tertentu diharuskan berpindah ruangan
seperti pelajaran komputer. Hal ini hendaknya diatur secara tertib, misalnya ada
tenggang waktu bagi peserta didik untuk berpindah ruangan dan membereskan
alat yang akan dipakai.
2) Guru yang berhalangan hadir
Jika ada guru yang berhalangan hadir maka peserta didik disuruh menunggu
selama kurang lebih 10 menit. Apabila dalam waktu itu guru tidak hadir maka
lapor kepada guru piket dan guru piketlah yang mengambil inisiatif untuk
mengatasinya.
3) Masalah antar peserta didik
Jika antar peserta didik terdapat masalah maka dapat melapor kepada wali
kelas untuk bersama-sama memecahkan dan mengatasi masalah tersebut.
11 Ahmad Rohani, dan Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran. Hlm. 121-12512 Syaiful Bahri, Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta:
PT.Rineka Cipta1996). Hlm 210-212
-
3. Pengelolaan Kelas
a. Pengertian Pengelolaan Kelas
Dalam proses pembelajaran di kelas yang sangat urgen untuk dilakukan guru
adalah mengupayakan kondisi belajar mengajar yang baik. Oleh karena itu,
penting bagi guru memiliki kemampuan menciptakan kondisi pembelajaran yang
baik guna mencapai efektivitas yang optimal dalam kegiatan pembelajaran.
Kemampuan tersebut adalah kemampuan mengelola kelas.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengelolaan kelas merupakan upaya
pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta
memulihkannya apabila terjadi gangguan atau penyimpangan, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.13 Dalam literatur lain, Usman
mengatakan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.14
Selanjutnya tentang pengertian pengelolaan kelas beberapa ahli
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
1) Ahmad Rohani
Menurut Ahmad Rohani pengelolaan kelas menunjuk kepada kegiatan-
kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses belajar (pembinaan raport, penghentian tingkah laku peserta
didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan
waktu penyelesaiaan tugas oleh penetapan norma kelompok yang produktif, dan
sebagainya).15
2) Suharsimi Arikunto
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab
kegiatan belajar-mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai
kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang
13 Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. (Jakarta : Dirjen PMPTK) Hlm.01
14 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung : PT.Remaja Rosda Karya,2002). Hlm.97.
15 Ahmad Rohani, dan Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran . Hlm. 123
-
diharapkan. Pengelolaan kelas ini meliputi dua hal, yaitu: 1. Pengelolaan yang
menyangkut siswa. 2. Pengelolaan fisik (ruangan, perabot, pelajaran)16
3) Made Pidarta
Menurut Made Pidarta, pengelolaan kelas ditinjau dari pengertian lama dan
baru adalah sebagai berikut:
a) Pengertian lama:
Pengelolaan kelas adalah mempertahankan ketertiban kelas.
b) Pengertian baru:
Pengelolaan kelas ialah proses seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat
terhadap problem dan situasi pengelolaan kelas. Guru bertugas menciptakan,
memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas, sehingga individu
dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada tugas-tugas
individual.17
Berdasarkan pengertian di atas, implikasinya pengelolaan kelas merupakan
suatu usaha menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal agar
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Pengelolaan kelas
ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu
berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang (fasilitas) seperti tempat
duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara,
ventilasi) dll.
b. Sasaran Pengelolaan Kelas
Berdasarkan pengertian pengelolaan kelas yang disampaikan oleh beberapa
pakar pendidikan, maka sasaran pengelolaan kelas bisa dibedakan menjadi dua
macam yaitu pengelolaan fisik dan pengelolaan siswa ( prilaku siswa).18 Dimana
keduanya dibahas sebagai beriku:
1) Pengelolaan fisik
Pengelolaan fisik berkaitan dengan ketatalaksanaan atau pengaturan kelas
yang merupakan ruangan yang dibatasi dinding. Siswa berkumpul mempelajari
16Suharsimi Arikunto. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif.(Jakarta: CV.Rajawali, 1986). Hlm.67
17 Made Pidarta, Pengelolaan Kelas. (Surabaya: Usaha Nasional, 1988). Hlm.1118Nur Azizah, Strategi Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smp Negeri 4 Bat. Skripsi, (Fakultas Tarbiyah UINMalang, 2009. Tidak diterbitkan
-
segala yang diberikan pengajar dengan harapan proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas yang bersifat fisik ini
meliputi pengadaan pengaturan ventilasi dan tata cahaya, tempat duduk siswa,
alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas, dan lain-lain
sebagai inventaris kelas.19 Dalam literatur lain, Arikunto mengatakan bahwa
pengelolaan fisik meliputi penciptaan lingkungan belajar yang baik agar proses
pengajaran dapat berlangsung dengan sempurna. Diantaranya:
a) Penataan lingkungan fisik. Penempatan tempat duduk siswa, guru, alat dan
perabot diatur agar siswa bergerak leluasa.
b) Ventilasi dan penempatan cahaya, ruang belajar yang pengap akan
menyebabkan kebosanan bekerja, apalagi jika ruang itu gelap. Untuk
memperoleh macam ruangan yang representatif untuk kegiatan belajar,
perancangan bangunan harus bekerjasama dengan ahli kurikulum.
c) Penempatan lemari atau rak tempat penyimpanan barang. Lemari dan perabot
lainnya tidak ditaruh dimana saja, tetapi sebaiknya diatur menurut prinsip:
(1) Mudah dalam mengambil barang
(2) Tidak mengganggu lalu lintas kegiatan.
(3) Dipandang estetis.
(4) Penempatan alat peraga, media dan gambar-gambar, model, benda-benda
nyata, harus ditempatkan sesuai dengan tujuan pengajaran. Alat-alat itu
sebaiknya mudah dilihat dan leluasa untuk diperagakan. Jika
menggunakan OHP, sebaiknya ditempatkan ditempat yang aman dan
leluasa20
2) Pengelolaan siswa
Berbeda dengan pengelolaan fisik, pengelolaan siswa berkaitan dengan
pemberian stimulus dalam rangka membangkitkan dan mempertahankan kondisi
motivasi siswa untuk sadar dan berperan aktif dan terlibat dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Manifestasinya dapat berbentuk kegiatan
tingkah laku, suasana yang diatur atau diciptakan guru dengan menstimulus siswa
19Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : Rineka Cipta, 1996.).Hlm. 288
20 Suharsimi Arikunto. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif . Hlm.66
-
agar berperan serta aktif dengan proses pendidikan dan pembelajaran secara
penuh.21 Menurut Nur Hadi, pengelolaan siswa adalah upaya untuk menciptakan
dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi. Hal
ini dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) maupun secara kuratif
(pengobatan).22
Jadi sasaran pengelolaan kelas adalah bertujuan untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi belajar yang efektif bukan sekedar mengelola
lingkungan fisik belajar seperti penataan bangku, membuat perpustakaan di kelas,
menata pencahayaan kelas dan sebagainya, tetapi juga berhubungan dengan
bagaimana guru mengelola organisasi kelas, dalam artian siswa-siswa yang
membuat masalah yang dapat menghambat proses belajar mengajar, seperti
tindakan siswa yang mengganggu temannya, mengobrol ketika diberi tugas oleh
guru, lupa membawa pekerjaan rumah dan sebagainya.
c. Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan merupakan masalah yang sangat fundamental dalam setiap proses
aktivitas tertentu, khususnya di bidang pendidikan. Sebab, dari tujuan itulah
sesuatu akan dapat menentukan corak dan ke arah mana organisasi akan dibawa.
Oleh karena itu, pengelolaan kelas dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:23
1) Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2) Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi pembelajaran.
3) Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung
dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional
dan intelektual siswa dalam kelas.
21 Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : Rineka Cipta, 1996.).Hlm. 288
22 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif . hlm.68
23Ahmad Mk. Peranan Manajemen Kelas dalam Html. (Online),(Http://Ahmadsyahbio.Blogspot.Com, diakses 17 Pebruari 2007).
-
4) Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya. 24
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah
menyediakan, menciptakan dan memelihara kondisi yang optimal di dalam kelas
sehingga siswa dapat belajar dan bekerja dengan baik. Selain itu, guru juga dapat
mengembangkan dan menggunakan alat bantu belajar sehingga dapat membantu
siswa dalam mencapai hasil belajar yang diinginkan.
d. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Dalam hal ini secara garis besar pendekatan pengelolaan kelas dapat
dikelompokkan menjadi:
1) Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavior Modification).
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioristik yang menganggap semua
tingkah laku merupakan hasil belajar. Dan juga berdasarkan prinsip psikologi
bahwa setiap individu perlu diperhitungkan dalam proses pembelajaran. Prinsip
psikologi tersebut adalah, meliputi:
a) Penguatan positif (positif reinforcement)
Memberikan stimulus positif, berupa ganjaran atau pujian terhadap perilaku
atau hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti "Nah
seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah dibaca".25 Selain
dengan pujian (verbal), pendekatan ini juga dapat dilakukan dengan memberi
penghargaan dalam bentuk isyarat persetujuan, senyuman, anggukan,
menggangkat jempol tangan, membesarkan hati dan berbagai penguatan non
verbal seperti merubah mimik wajah, gerakan badan (gesture), mendekati siswa,
dan kegiatan yang menyenangkan, dan penguat berupa simbol atau benda,
misalnya sticker bagi siswa yang nialinya 100. Hal ini dilakukan dengan tujuan
prilaku siswa yang positif dapat terulang lagi. Serta menumbuhkan rasa kompetisi
bagi siswa lain.
24Ahmad Mk. Peranan Manajemen Kelas dalam .Html (Online),(Http://Ahmadsyahbio.Blogspot.Com, diakses 17 Pebruari 2007).
25 Modul Pembelajaran. Pendekatan dalam Pengelolaan kelas. Hlm. 14
-
b) Hukuman (Punishment)
Yaitu suatu penampilan sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai,
dengan harapan menurunkan frekuensi pemunculan tingkah laku yang tidak
dikehendaki. Tindakan hukuman dalam pengelolaan kelas masih bersifat
kontroversial (dipertentangkan). Sebagian menganggap bahwa hukuman
merupakan alat yang efektif untuk dengan segera menghentikan tingkah laku yang
tidak dikehendaki, sekaligus merupakan contoh "yang tidak dikehendaki" bagi
siswa lain. Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi
antara guru (yang menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi terganggu, atau
siswa yang dihukum menjadi "pahlawan" di mata teman-temannya.26 Selain itu,
dengan adanya hukuman di asumsikan dapat berakibat pada perkembangan anak
selanjutnya karena anak akan mendapatkan pengalaman yang buruk yang dapat
berpengaruh pada kepribadian (kebiasaan-kebiasaan, sikap, pandangan hidup)
Dalam menerapkan pendekatan hukuman biasanya guru mengontrol siswa
dengan ancaman, sanksi, dan bentuk disiplin yang ketat dan kaku.27 Diantaranya:
(a) larangan dan anjuran
Pendekatan larangan dan anjuran adalah pendekatan dalam pengelolaan kelas
yang dilakukan dengan memberikan peraturan-peraturan yang isinya melarang
siswa melakukan sesuatu yang mencemarkan kegiatan proses belajar-mengajar
atau menganjurkan siswa untuk melakukan sesuatu yang mendukung proses
belajar-mengajar.28 Larangan dan anjuran ini akan efektif apabila disusun
berdasarkan kontrak sosial, sehingga tidak dirasakan oleh siswa sebagai
pembatasan yang diberikan oleh sekolah, tetapi lebih dirasakan sebagai
kesepakatan bersama yang harus ditaati bersama.
(b) Pendekatan pengalihan atau pemasabodohan
Yaitu kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan dengan mengalihkan
perhatian kegiatan atau membiarkan sama sekali tingkah laku siswa yang
menyimpang, dengan cara:
26 Modul pembelajaran. Pendekatan dalam Pengelolaan kelas. Hlm. 1527 Fitri Puspita Sari, Strategi Pengelolaan Kelas pada Mata Pelajaran PAI dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Krembung Sidoarjo, (Skripsi. FakultasTarbiyah UIN Malang. 2009.)Tidak diterbitkan.
28 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. (Yogyakarta: IKIP. 1983.).Hlm. 175
-
(1) Meremehkan sesuatu kejadian atau tidak berbuat apa-apa sama sekali
(2) Menukar anggota kelompok dengan mengganti atau mengeluarkan anggota
tertentu
(3) Mengalihkan tanggung jawab kelompok pada perorangan.29
c) Pendekatan penguasaan atau penekanan
Yaitu pengelolaan kelas yang dilakukan dengan menunjukkan kekuasaan
seorang guru terhadap siswa sehingga tindakannya untuk mengatasi
penyimpangan tingkah laku dilakukan dengan tekanan-tekanan. Contoh dari
pendekatan ini misalnya memerintah, tindakan memarahi, menggunakan
kekuasaan orang tua atau kepala sekolah untuk mengelola kelas, melakukan
tindakan kekerasan atau mendelegasikan kepada salah seorang siswa untuk
melakukan penguasaan terhadap kelas.30
d) Penghapusan (extinction) dan penundaan (time out)
Yaitu menghilangkan atau tidak memberikan ganjaran yang diharapkan
seperti yang sudah-sudah (menahan pemberian penguatan positif), atau
pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya diharapkan siswa.31
e) Penguatan negative (negative reinforcement). 32
Yaitu meniadakan tindakan yang tidak menyenangkan atau tidak disukai.
Dengan kata lain menghilangkan hukuman. Contoh: Wawan yang waktu
sebelumnya dimarahi Pak guru karena pekerjaannya tidak benar dan tidak rapi,
pada pengumpulan tugas berikutnya Pak guru tidak memarahinya lagi. Harapan
dari tindakan-tindakan tersebut dapat menghentikan atau mengurangi perilaku-
perilaku yang tidak dikehendaki serta dapat meneruskan atau meningkatkan
perilaku-perilaku yang dikehendaki.
29 Muhammad Azhar. Proses Belajar Mengajar Pola C.B.S.A. (Surabaya: Usaha Nasional,1993). Hlm. 93
30 Muhammad Azhar. Proses Belajar Mengajar Pola C.B.S.A. Hlm. 9331 Modul Pembelajaran. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas. Hlm. 1632 Mulyadi, Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro ,(Malang: Shefa ,1999) Hlm. 05
-
2) Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Sosio Emosional climate Approach)
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa proses pembelajaran yang efektif
mempersyaratkan adanya iklim sosio-emosional yang baik artinya suasana
hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa serta antara siswa dengan
siswa.33 Oleh sebab itu, tugas guru dalam mengelola kelas adalah membangun
hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio-emosional yang positif
di sekolah.34 Karena fitrah seorang anak adalah ingin selalu mendapatkan kasih
sayang yang cukup, rasa aman dimanapun dia berada.35 Dengan demikian
pendekatan ini berkeyakinan bahwa hubungan guru dengan siswa yang penuh
simpati dan saling menerima merupakan kunci pelaksanaan dari pendekatan ini.
Sehingga lebih menekankan pentingnya tingkah laku atau tindakan guru yang
menyebabkan siswa memandang guru itu benar-benar terlibat dalam pembinaan
siswa dan memperhatikan apa yang dialami siswa baik suka maupun duka.
Implikasi dari pendekatan ini adalah siswa bukan semata-mata sebagai individu
yang sedang mempelajari pelajaran tertentu, tetapi dipandang sebagai keseluruhan
pribadi yang sedang berkembang.
3) Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan proses kelompok didasarkan atas dua macam anggapan dasar,
yaitu bahwa kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu
kelompok kelas. Kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-
ciri seperti yang dimiliki oleh sistem sosial lainnya.
Dalam hubungannya dengan kelompok kelas, maka tugas guru dalam
mengelola kelas adalah berusaha mengembangkan dan mempertahankan suasana
kelompok kelas yang efektif dan produktif.36 Schomuck dalam mengemukakan
enam unsur yang berkenaan dengan pengelolaan kelas melalui pendekatan proses
kelompok, yaitu:
33 Modul Pembelajaran. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas. Hlm. 1734 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. (Yogyakarta: IKIP. 1983).
Hlm. 17535 Zakiyah Darajad. Kesehatan Mental (Jakarta: Gunung Agung,1983). Hlm.7636 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Hlm. 175
-
a) Harapan
Adalah prestasi yang ada pada guru dan siswa berkenaan dengan hubungan
mereka. Harapan merupakan ramalan tentang apa yang diperbuat oleh diri sendiri
dan orang lain dalam saling berhubungan itu. Dengan demikian harapan yang
menyangkut bagaimana anggota-anggota kelompok berprilaku berpengaruh
terhadap bagaimana guru dan siswa akan berperilaku dalam saling berhubungan.
Kelompok kelas yang efektif akan terjadi apabila harapan yang berkembang pada
diri guru dan siswa adalah tepat, realistik, dan jelas dimengerti oleh guru dan
siswa. Perilaku guru menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan
perilaku siswa, dan dengan demikian siswa akan berperilaku sesuai dengan
harapan guru.37
b) Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam hal ini diartikan sebagai perilaku yang mendorong
kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan. Dengan demikian perilaku
kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
anggota dalam membantu menumbuhkan norma kelompok; menggerakkan
kelompok mendekati pencapaian tujuan; meningkatkan mutu interaksi antar
anggota ketompok; dan mengembangkan kerataan hubungan dalam kelompok.38
Disinilah letak peranan guru dalam menumbuhkan hubungan yang baik antara
guru-siswa dan siswa-siswa. Karena pendidikan sekolah merupakan tempat kedua
anak-anak berlatih menumbuhkan kepribadiannya. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban guru untuk membimbing anak dalam menyelesaikan dan menghadapi
kesukaran-kesukaran dalam hidup. Karena banyak sekali kesukaran-kesukaran
yang dihadapi anak ketika mulai masuk sekolah. Sekolah merupakan lingkungan
baru bagi anak yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya (keluarga). Sekolah
mempunyai peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan mempunyai larangan
yang perlu diindahkan. Jika guru tidak berusaha memahami kesukaran-kesukaran
yang dihadapi siswa, dapat berakibat pada kebencian anak pada sekolah sehingga
37 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang MenyenangkanBagi Siswa). Hlm. 55-64
38 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkanbagi Siswa), hlm. 55-64
-
ada sekian banyak anak yang merasa takut untuk masuk sekolah.39 Disinilah
besar peranan guru dalam menumbuhkan cinta sekolah bagi anak-anak.
c) Kemenarikkan
Berkaitan dengan pola keakraban yang terdapat dalam kelompok kelas.
Kemenarikkan juga dapat diartikan sebagai tingkat hubungan persahabatan di
antara anggota kelompok kelas. Tingkat kemenarikan ini tergantung kepada
sampai sejauh mana hubungan interpersonal yang positif di antara anggota
kelompok kelas, misalnya bagaimana guru berusaha untuk meningkatkan sikap
menerima anggota kelas terhadap kehadiran siswa/anggota baru yang selama ini
mereka menolak. 40
d) Norma
Merupakan suatu pedoman tentang cara berpikir, cara berperilaku, dan rasa
yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Hubungan interpersonal sangat
dipengaruhi oleh norma ini, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang
dapat diharapkan dari orang lain dan yang harus dilakukan terhadap orang lain.
Kelompok kelas yang efektif ditandai norma yang produktif. Dalam hal ini tugas
guru adalah membantu kelompok untuk mengembangkan, menerima dan
mempertahankan norma-norma kelompok yang produktif. Metode disukai
kelompok yang produktif dapat mengubah norma-norma yang tidak produktif.41
e) Komunikasi
Merupakan dialog antar anggota kelompok baik melalui komunikasi verbal
maupun non verbal. Komunikasi memungkinkan terciptanya interaksi yang
bermakna di antara anggota kelompok dan memungkinkan terciptanya proses
kelompok. Komunikasi yang efektif ditandai dengan penafsiran secara benar dan
tepat proses yang disampaikan, dengan demikian tugas guru adalah mempunyai
arah ganda, artinya guru bertugas membuka seluruh komunikasi yang
memungkinkan siswa secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaannya, di
samping itu juga menarik pikiran dan perasaan yang mereka komunikasikan
kepada guru. Sebagai tambahan, guru juga perlu membantu siswa untuk
39 Zakiyah Darajat, Kesehtan Mental .(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1983). Hlm. 71-7240 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkan
Bagi Siswa). Hlm. 55-6441 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkan
Bagi Siswa). Hlm. 55-64
-
mengembangkan kemampuan khusus berkomunikasi, seperti membuat paraphase
dan mengemukakan balikan.42
f) Keeratan
Berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dipunyai kelompok kelas, atau
merupakan jumlah keseluruhan dari rasa yang dipunyai oleh semua anggota
kelompok terhadap kelompok itu. Keeratan ini menekankan hubungan individu
terhadap kelompok secara keseluruhan, bukan terhadap individu-individu lain di
dalam kelompok, keeratan dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:
(1) Besar kecilnya minat terhadap tugas-tugas kelompok;
(2) Sejauh mana sikap saling menyukai terhadap sesama anggotanya; dan
(3) Sejauh mana kelompok memberikan prestasi tertentu kepada anggotanya.43
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas
dengan pendekatan proses kelompok adalah sebagai berikut:
(1) Guru hendaknya mampu membentuk dan memelihara kelompok kelas
maupun kelompok keciI, yang efektif dan produktif.
(2) Kelompok efektif dan produktif dapat terjadi apabila dalam kelompok
tersebut memiliki harapan, kepemimpinan, keterkaitan, suasana, iklim, baik
fisik (tempat, udara dan sebagainya) maupun non fisik (solidaritas, loyalitas,
kepuasan, keakraban), norma aturan dan komunikasi. Guru tanggap dan
mampu merubah kelompok yang tidak efektif dan tidak produktif.
e. Jenis dan Prosedur Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang menunjukan kepada
kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
bagi terjadinya proses belajar-mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru
dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif
semata, akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematis berdasarkan langkah-
Iangkah bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan.
42 Mulydi. Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkan BagiSiswa). Hlm. 55-64
43 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkan BagiSiswa). Hlm. 55-64
-
Menurut Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana
yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif
maupun secara kuratif.44 Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari
sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pengelolaan kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk
menciptakan kondisi pendidikan yang menguntungkan bagi proses belajar
mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau
pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan
berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak
dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses
belajar mengajar di kelas. 45
2) Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada
tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah
laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah
laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan
baik.46
Berdasarkan jenis pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-
langkah pengelolaan kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Dimensi Pencegahan (preventif)
(1) Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya banyak mempengaruhi terciptanya
kondisi belajar mengajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang
strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan
kesadaran diri" sebagai guru. Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan
tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian
yang stabil, harmonis serta berwibawa.
(2) Peningkatan kesadaran siswa
44 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Hlm. 16345 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Hlm. 16346 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Hlm. 163
-
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa
diikuti meningkatnya kesadaran siswa, sebab apabila siswa tidak memiliki
kesadaran terhadap dirinya maka tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan
guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat mengganggu kondisi
optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa ditandai
dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap
tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang
terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut
guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai
berikut:
(a) Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai
anggota kelas.
(b) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.
(c) Menciptakan suasana saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
(3) Penampilan sikap guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan
dan sikap keseharian selalu "Apa adanya" tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap
demikian merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan
respon atau reaksi positif.
(4) Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan; langkah ini mengharuskan
guru agar mampu:
(a) Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat
individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja
dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman-
temannya.
(b) Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan
sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah
dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.
(c) Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil
sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem
pengelolaan.
(5) Menciptakan "kontrak sosial".
-
Langkah terakhir dalam upaya pengelolaan kelas secara preventif adalah
pengaturan tingkah laku dengan menggunakan norma atau nilai. Norma atau nilai
itu diharapkan akan menjadi landasan tindakan yang akan berfungsi untuk
mempertahankan kehadiran tingkah laku siswa yang mendukung maupun untuk
mencegah tingkah laku sosial, pada hakikatnya adalah norma yang dituangkan
dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tertulis maupun tidak tertulis,
yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai individu maupun
sebagai kelompok. Kontrak sosial yang dipergunakan dalam upaya pengelolaan
kelas hendaknya disusun oleh siswa sendiri dengan pengarahan dan bimbingan
pendidik.47
Adapun prosedur dimensi pencegahan dapat digambarkan sebagaimana diagram
berikut:
47 Nurhadi, Muljani A. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Hlm. 164-169
-
b. Dimensi Penyembuhan (kuratif)
Langkah-Iangkah pengelolaan dimensi penyembuhan (kuratif) meliputi hal-
hal berikut:
1) Mengidentifikasi Masalah
Dalam tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau
mengetahui masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari masalah-masalah tersebut
guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui
siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.
2) Menganalisa Masalah
Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa
penyimpangan dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada
penyimpangan itu. Setelah diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan
menentukan alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan
tersebut.
3) Menilai Alternatif-alternatif Pemecahan
Menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan. Pada langkah
ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan
sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternatif
mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
4) Melaksanakan Alternatif yang Telah Ditetapkan
Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah
melaksanakan alternatif tersebut.
5) Mendapatkan balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah
yang dimaksud.
Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk
mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan
dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang
direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini
merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program. Langkah prosedur
pengelolaan penyembuhan kuratif digambarkan sebagai berikut:
-
DIAGRAM PROSEDUR PENGELOLAAN DIMENSI PENYEMBUHAN
(KURATIF)
f. Kedudukan Pengelolaan Kelas dalam Taksonomi Variabel Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan ini
akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan
efisien. Banyak usaha telah dilakukan oleh para ilmuwan pembelajaran dalam
mengklasifikasikan variabel-variabel pembelajaran yang menjadi perhatiannya
terutama bila dikaitkan dengan teori-teori pembelajaran. Muhaimin dkk,
mengemukakan bahwa klasifikasi yang lebih terinci dan memadai sebagai
landasan pengembangan suatu teori pembelajaran adalah oleh Reigeluth yang
mengklasifikasikan variabel-variabel pembelajaran menjadi 4, yaitu: 48
1) Kondisi pembelajaran
2) Bidang studi
3) Strategi pembelajaran
48 Muhaimin, dkk. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam PembelajaranPendidikan Agama). (Surabaya: CV. Citra Media. 1996). Hlm. 99
-
4) Hasil pembelajaran
Klasifikasi variabel-variabel pembelajaran dari Reigeluth telah banyak
diujicobakan serta diwarnai oleh pemikiran-pemikiran teknologi pembelajaran.
Oleh karena itu, pada tahun berikutnya klasifikasi variabel-variabel pembelajaran
itu dimodifikasi menjadi 3 meliputi:
1) Kondisi pembelajaran
2) Metode pembelajaran, dan
3) Hasil pembelajaran49
Variabel-variabel yang dikelompokkan ke dalam kondisi pembelajaran adalah
karakteristik si belajar, karakteristik lingkungan pembelajaran dan tujuan
institusional. Variabel metode pembelajaran mencakup strategi pengorganisasian
pembelajaran baik mikro maupun makro, strategi penyampaian, dan strategi
pengelolaan pembelajaran. Adapun variabel hasil pembelajaran mencakup semua
efek yang dihasilkan dari pembelajaran, apakah itu pada diri siswa, lembaga
pendidikan, termasuk juga lingkungan masyarakat.50
Berdasarkan pada taksonomi variabel pembelajaran di atas, maka kedudukan
pengelolaan kelas terletak pada kondisi pembelajaran. Dengan demikian, dalam
upaya meningkatkan kemampuan belajar siswa maka pengelolaan kelas dapat
dimanipulasi oleh pengajar karena pengelolaan kelas merupakan faktor yang
mempengaruhi peningkatan hasil pembelajaran berupa keefektifan, efisiensi, dan
daya tarik pembelajaran yang semua itu dapat menjadikan siswa meningkatkan
kemampuannya dalam hal belajarnya.
B. Masalah-masalah Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pengajaran. Pengelolaan kelas
mengacu pada bagaimana guru menciptakan dan memelihara keefektifan kelas
dan menyelesaikannya bila muncul masalah-masalah pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung. Tujuan dari penyelesaian masalah tersebut adalah
untuk mengantisipasi dan melakukan penanganan terhadap permasalahan yang
49 Yendra Afriza Wijaya, Pengelolaan Kelas dalam Meningkatkan Kemampuan BelajarSiswa di SMP Negeri 1 Ngoro Mojokerto. (Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Malang. 2006) Tidakditerbitkan.
50 Muhaimin, dkk. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam PembelajaranPendidikan Agama). Hlm. 100
-
muncul, supaya tidak mengganggu pencapaian tujuan pembelajaran.51 Masalah
pengelolaan kelas tidak hanya terbatas pada masalah mengelola lingkungan fisik
atau kondisi ruang kelas saja, permasalahan lain yang tak kurang penting adalah
bagaimana seorang guru mengendalikan situasi belajar serta memulihkannya
apabila terjadi gangguan.52
Menurut Raka Joni dalam Mulyadi, masalah pengelolaan kelas dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah
kelompok.53
1. Masalah Individu/perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah
laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk
diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Asad, bahwa Masalah individu akan muncul karena dalam
setiap individu ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin
mencapai harga diri. Sehingga ketika kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui
cara-cara yang wajar maka individu tersebut akan berusaha mendapatkannya
dengan cara-cara yang tidak baik.54
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi
beberapa tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
a. Attention getting behaviors
Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya
membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban supaya
mendapat pertolongan/perhatian oleh guru (pasif).
b. Power seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang ingin mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau
kehilangan kendali emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa"
pada aturan penting di kelas (pasif).
51 Nur Muhammad, Keterampilan Mengelola Kelas. (online). (Www.KeterampilanPengelolaan Kelas-edu.), diakses September 2011)
52 Nur Muhammad, Keterampilan Mengelola Kelas.(online), diakses September 201153 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang Menyenangkan
Bagi Siswa). Hlm.12-1354 Asad, Masalah dan Pemecahannya dalam Pengelolaan Kelas. (online). (Belajar Bahasa
blogs, diakses 22 februari 2011).
-
c. Revenge seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut
balas, misalnya mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok
ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
d. Passive Behaviour (helpness)
Peragaan ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk
mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang
menjadi bagiannya.
2. Masalah Kelompok
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah
kelompok dalam manajemen kelas. Masalah ini merupakan yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan
akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan
belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya
akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan baik. .55
Masalah-masalah kelompok yang dimaksud adalah:
a. Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial
ekonomi, dan sebagainya
b. Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai
sebelumnya
c. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
d. Membombang anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
e. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
f. Semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh
guru lain.56
55 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang MenyenangkanBagi Siswa),Hlm.16
56 Mulyadi, Classroom Management (Mewujudkan Suasana Kelas yang MenyenangkanBagi Siswa). Hlm.16
-
Berdasarkan klasifikasi masalah pengelolaan kelas di atas, maka masing-
masing masalah perlu ditangani dengan pendekatan yang sesuai dengan
masalahnya. Sehingga keterampilan menganalisa atau mendiagnosa jenis masalah
mutlak dimiliki oleh guru.
Berikut adalah anjuran cara mendiagnosa masalah individu pengelolaan kelas
oleh Dreikurs dan Cassell:
a. Apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan siswa, maka
kemungkinan siswa tersebut ada pada tahap meminta perhatian.
b. Apabila guru merasa dikalahkan atau terancam oleh perbuatan siswa, maka
kemungkinan siswa tersebut ada pada tahap ingin menunjukkan kekuatan.
c. Apabila guru merasa tersinggung oleh perbuatan siswa, kemungkinan siswa
tersebut ada pada tahap ingin balas dendam.
d. Apabila guru merasa benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa lagi dalam
menghadapi ulah siswa, maka besar kemungkinan siswa tersebut ada pada tahap
ingin menunjukan ketidakmampuan.57
Sedangkan untuk mendiagnosa masalah kelompok guru dapat melihat dari
tanda-tanda yang ditampakkan oleh kelompok siswa di kelas, seperti: siswa
bersifat pasif, acuh, tidak puas, perhatian kelas mudah dialihkan dan sebagainya.
Oleh karena itu, dari dua macam masalah pengelolaan kelas tersebut, maka
memerlukan penanganan yang berbeda. Diagnosis yang keliru akan menimbulkan
tindakan korektif yang keliru pula.
3. Sebab-Sebab Munculnya Masalah Pengelolaan Kelas
Setiap masalah atau konflik tidak terjadi secara mendadak, melainkan ada hal
yang menyebabkannya. Demikian juga dengan masalah-masalah pengelolaan
kelas. Menurut Musthafa Fahmi, konflik adalah adanya salah satu dari dua
dorongan yang berlawanan, yang tidak dapat dipenuhi keduanya dalam satu
waktu.58 Secara sederhana dua pakar penulis Amerika Serikat yaitu, Cathy A
Constantino, dan Chistina Sickles Merchant, mengatakan bahwa konflik pada
57 Asad, Masalah dan Pemecahannya dalam Pengelolaan Kelas. (online), (Belajar Bahasablogs, diakses 22 Februari 2011).
58 Mustafa Fahmi, As-Shihatun Nafsiyah (fi Usrati wal madrasati wal mujtamai)[ter.Zakiyah Darajad, Kesehatan Jiwa(dalam keluarga, sekolah dan masayarakat), (Jakarta: BulanBintang). Hlm. 17
-
dasarnya adalah sebuah proses mengekspresikan ketidapuasan, ketidaksetujuan,
atau harapan-harapan yang tidak terealisasi.59
Adapun penyebab munculnya suatu konflik antara lain disebabkan oleh:
a. Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu
masyarakat. Sasarannya adalah meningkatkan komunikasi dan saling pengertian
antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar
masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
b. Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar
manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang
sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan,
partisipasi, dan otonomi. Sasarannya adalah mengidentifikasi dan mengupayakan
bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-
pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu. Karena manusia dibekali dengan sejumlah
dorongan yang berlainan, sehingga dorongan-dorangan tersebut membutuhkan
pemuasan dan pencapaian tujuan yang diinginkan. Sehingga ketika kebutuhannya
tidak terpenuhi manusia akan melakukan apapun demi memenuhi kebutuhannya.
Misalnya anak-anak yang kurang perhatian, maka ia akan sering melakukan hal-
hal yang menarik perhatian untuk memperoleh kasih sayang, misalnya banyak
keluhan dan pengaduan, menjerit-jerit, atau tertawa-tawa keras, suka membuat
rebut, kekacauan dan sebagainya.60 Atau mungkin juga anak akan melukai dirinya
dengan mogok makan, tidak mau bicara, membiarkan dirinya jatuh,atau bahkan
menjadi keras kepala, tidak mau mendengarkan nasehat otrang tua/guru, dan lain-
lain.61
59 Aat Sriyati, Managemen Konflik dalam Organisasi. Makalah disajikan dalam PerkualihanFakultas Ilmu Keperawatan Jatinagor, Universitas Pajajaran.
60 Zakiyah Darajad, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983). Hlm. 8061 Zakiyah Darajad, Kesehatan Mental,. Hlm. 80
-
c. Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras
dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami
konflik. Sasarannya adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan
perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka
untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka dari pada posisi
tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
d. Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak
diselesaikan. Sasarannya adalah melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara
pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman
dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di
antara mereka.
e. Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara
komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasarannya adalah
menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak
lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain,
meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
f. Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan
dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasarannya adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan
jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik,
mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan,
keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan. 62
Sedangkan menurut Hendrick, konflik terjadi bedasarkan tiga tahap; pertama
peristiwa sehari-hari, kedua adanya tantangan, dan ketiga karna timbulnya
62Ardy Maulidy Navastara.Manajemen Konflik: Devinisi dan Teori-Teori Konflik. (online).(Http://Jepits.Wordpress.Com., diakses bulan Juli 2007).
-
pertentangan.63 Berdasarkan teori munculnya konflik tersebut, Raka Joni
mengatakan bahwa masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu
ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri.
Ketika kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka
individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak
baik.64
Sebagaimana yang dikatakan Harlock, pada umumnya anak usia sekolah
dasar mempunyai rasa keinginan untuk diterima oleh teman sebaya sangat
tinggi.65 Sehingga anak-anak berusaha melakukan apapun supaya diterima oleh
kelompoknya. Meskipun harus melakukan pelanggaran yang berlawanan dengan
norma-norma yang ada. Termasuk norma di sekolah.
Berikut adalah pelanggaran-pelanggaran umum yang biasa dilakukan anak-
anak di sekolah menurut J. Robert dan J. T.Bird:
1. Mencuri
2. Menipu
3. Berbohong
4. Menggunakan kata-kata yang kasar dan kotor
5. Merusak inventaris sekolah
6. Membolos
7. Menggaggu anak lain dengan mengejek, menggertak dan menciptakan
gangguan
8. Membaca komik dan mengunyah permen karet selama pelajaran berlangsung
9. Berbisik-bisik, melucu, atau berbuat gaduh di kelas
Berkelahi dengan teman sekelas.66
C. Paradigma Anak Usia Sekolah Dasar
63 Akdon, ed. Manajemn Konflik dalam Organisasi, (Jakarta: Alfabeta, 2008). Hlm. 1964Mawardi, Masalah dan Pemecahannya dalam Pengelolaan Kelas (online), (
Http://Jepits.Wordpress.Com., diakses 22 Februari 2011).65 Elizabeth Harlock, Developmental Psycologi (A life-Span Approch), fifth edition
1980.[ed. Ridwan Max Sijabat, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentangkehidupan) (Jakarta: Erlangga, 2005). Hlm. 147.
66 Elizabeth Harlock, Developmental Psycologi (A life-Span Approch), fifth edition 1980.Hlm. 167.
-
Anak merupakan individu yang menyimpan berbagai potensi serta aset yang
sangat berharga bagi kehidupan selanjutnya, disisi lain tidak sedikit yang
mengklaim bahwa anak merupakan individu yang tidak berdaya, yang hanya
menimbulkan gangguan dan masalah dimanapun dia berada. Semisal di
lingkungan keluarga, jika anak banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan
tidak mau mengulang pelajarannya di rumah, orang tua tidak segan-segan
memarahi atau menghukum. Jika anak nilainya jelek orang tua selalu
menyalahkan anaknya yang malas, bodoh, dan sebagainya. Di sekolahpun
demikian, seringkali guru mengatakan siswanya nakal, sulit diatur, suka melawan,
kurang disiplin dan menyebalkan. Sehingga tidak sedikit guru yang menghukum
siswanya apabila datang terlambat, tidak mengerjakan PR, bermain ketika
pelajaran, lupa membawa buku, berkelahi dengan teman, karena dianggap
mengganggu dan bersalah. Padahal belum tentu tindakan yang dianggap buruk
dan mengganggu itu benar adanya. Bisa jadi tindakan tersebut hanyalah bentuk
ketidaktepatan dalam mengekspresikan keinginan dalam memenuhi
kebutuhannya. Menurut Sibylle, diantara yang menyebabkan berprilaku nakal
anak adalah rasa ketidakpuasan terhadap harapan yang ada pada dirinya, yang
terwujud dalam bentuk rasa kesepian, takut, dosa, atau cemas yang merupakan
masalah bagi anak.67 Disinilah urgensi orang dewasa untuk membantu anak dalam
memenuhi kebutuhan (menyelesaikan masalahnya) melalui pendidikan yang baik
supaya anak tidak salah dalam menentukan sikap dan selalu dijadikan subyek
bersalah di manapun dia berada baik do rumah maupun di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang psikologi, normal saja jika anak sering berprilaku
yang dapat menyebabkan masalah-masalah di sekolah/kelas. Hal tersebut
dikarenakan secara psikologis siswa SD berada pada fase bermain dan
penyesuaian diri.68 Sedangkan sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak-
anak yang berasal dari berbagai lapisan dan corak kehidupan masyarakat, yang
menuntut anak untuk melakukan penyesuaian diri.69 Bagi anak yang mudah
67 Sibille Escalona, Understanding Hostility in Children, [ter.Abdul Munin al Maligy,Zakiyah Darajat, . Dendam Anak-anak, (Jakarta: Bulan Bintang. 1980). Hlm.63
68 Elizabeth Harlock, Developmental Psycologi (A life-Span Approch), fifth edition1980.[ed. Ridwan Max Sijabat, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentangkehidupan) (Jakarta: Erlangga, 2005). Hlm. 148
69 Koestoer Partowisastro. Dinamika Psikologi Sosial. (Jakarta: Erlangga, 1983). Hlm. 55
-
menyesuaikan diri tidaklah jadi masalah. Mereka dapat dengan mudah menerima
hal-hal yang baru. Tetapi bagi anak yang sulit menyesuaikan diri, tidak sedikit
yang mengalami kegoncangan mental sehingga timbul kecemasan dan stress
ketika pagi datang yang mengharuskan mereka pergi ke sekolah.
Sebagai orang dewasa (orang tua dan guru) harus mampu memahami kondisi
mereka, karena sejatinya pengalaman yang sangat berat bagi anak adalah ketika
mulai belajar hidup berdisiplin di sekolah, mulai duduk tenang pada jam-jam
tertentu, dan harus patuh pada peraturan.70 Bagi anak yang biasa dimanja di
rumah, sekolah merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan yang dapat
menyisakan pengalaman-pengalaman menyedihkan dan derita yang tidak
sedikit.71 Sehingga guru dan orang tua harus mampu membantu anak supaya bisa
menyelesaikan masalahnya. Bukan memarahi dan mengatakan anaknya nakal,
pemalas dan sebagainya.
Disisi lain fakta penelitian dan pengamatan yang dilakukan Maslow dalam
bukunya teori motivasi dengan pendekatan hierarki kebutuhan manusia,
menunjukkan bahwa anak-anak normal pada hakikatnya sering bersifat
bermusuhan, merusak dan mementingkan dirinya sendiri; tetapi disisi lain sering
juga menunjukkan sikap yang berbeda seperti murah hati, kooperatif dan tidak
mementingkan dirinya.72 Dua penampakan sikap tersebut sepintas tampak aneh.
Tetapi ini realitas, sehingga perlu kajian lebih lanjut supaya paradigma-
paradigma yang menjadikan anak sebagai subyek dianggap bersalah dalam
setiap tingkah lakunya dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai contoh salah satu
ciri anak usia sekolah yang dikatakan orang dewasa adalah sering membuat
kerusakan/merusak. Padahal jika dianalisa lebih lanjut belum tentu demikian, anak
yang membongkar jam, mereka tidak merasa merusak jam itu; tetapi merasa
sedang mempelajarinya. Apabila sikap membongkar jam/mainan dikatakan
sebagai dorongan utama membuat kerusakan, hal ini sangatlah tidak adil bagi
anak, karena sejatinya mereka hanya mengekspresikan rasa ingin tahunya melalui
70 Zakiyah Darajad, Kesehatan Mental, hlm. 10171 Sibille Escalona, Understanding Hostility in Children, [ter.Abdul Munin al Maligy,
Zakiyah Darajat, . Dendam Anak-anak, (Jakarta: Bulan Bintang. 1980). Hlm.4772 Abraham Maslow, Motivation and Persnality, Usa: Herper and Row Publications [ter.
Nurul Imam. Motivasi dan Kepribadian I (Teori Motivasi dengan Pendekatan Hierarki KebutuhanManusia). (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1994). Hlm.148
-
kegiatan membongkar apa saja yang ingin mereka ketahui, dan ini merupakan
proses belajar yang harus diberi fasilitas dan pengembangan oleh orang tua/guru
dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah mereka. Sehingga dengan
pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak
hal dibandingkan dengan anak belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut
Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD). Zone of Proximal
Development memberi makna baru terhadap kecerdasan. Kecerdasan tidak
diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya.
Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi
dengan orang dewasa.73
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam
konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak
hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada
orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir.74 Tahap seperti ini
dinamakan sebagai Scaffolding Interpretation, yaitu memandang zona
perkembangan proksimal sebagai wilayah penyangga untuk mencapai taraf
perkembangan yang semakin tinggi.75 Sehingga sebelum terjadi internalisasi
dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental (berlangsungnya proses
mental) terbentuk, anak perlu dibantu proses belajarnya.
D. Strategi-Strategi Pengelolaan Kelas
Istilah strategi dalam konteks pengajaran dapat diartikan sebagai pola umum
tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran. Pola umum
ini berupa macam-macam tindakan yang digunakan guru-peserta didik pada
berbagai ragam event di dalam proses belajar mengajar.
Untuk mengatasi gangguan yang sering timbul ini maka guru dapat
menerapkan berbagai strategi dalam mengatasi masalah pengelolaan kelas.
Diantara strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:76
73 Sumardi, 2008. Relevansi Teori Psikologi Piaget, Vygotsky, dan Bruner dalamPembelajaran Bahasa Inggris,(sumardis site), (online), (http://robertsumardi.wordpress.com,diakses 11 september 2008)
74 Sumardi, 2008. Relevansi Teori Psikologi Piaget, Vygotsky, dan Bruner dalamPembelajaran Bahasa Inggris,(sumardis site), diakses 11 september 2008)
75 Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008). Hlm. 10276 J.J.Hasibuan dkk., Proses Belajar Mengajar.(Bandung: Remadja Karya, 1988). Hlm.
180.
-
1. Masalah yang Bersifat Individual
a. Tingkah laku menarik perhatian
Bersikap masa bodoh terhadap pelanggaran siswa yang menunjukkan tingkah
laku menarik perhatian, kemudian memberikan respon positif terhadap tingkah
laku siswa yang positif.
b. Tingkah laku mencari kekuasaan
Memberikan tugas yang bersifat memimpin, memberikan tugas yang
memerlukan keberanian, dan memberikan tugas yang menuntut kekuatan fisik,
bagi siswa yang menunjukkan tingkah laku dapat menguasai orang lain seperti
mendebat, marah, dan selalu lupa pada peraturan kelas yang disepakati
sebelumnya.
c. Tingkah laku membalas dendam
Tidak memberikan respon, ekspresi wajah yang wajar terhadap siswa yang
menunjukkan tingkah laku membalas dendam. Misalnya siswa mengancam,
menendang, dan biasanya berperilaku merasa lebih kuat.
d. Peragaan ketidakmampuan (helpness/passive behaviours).
Bagi siswa yang menunjukkan ketidakmampuan, biasanya bersikap sangat
apatis (masa bodoh) terhadap pekerjaan apapun, karena dia merasa hanya
kegagalan yang akan Ia dapatkan. Anak selalu merasa dirinya lemah, tidak
berdaya, Ia tidak mengerti dirinya sendiri, dan tidak mengerti orang lain, dan Ia
merasa hidup ditengah-tengah alam permusuhan yang penuh kontradiksi.77 Untuk
mengatasi masalah seperti ini maka guru tidak boleh menyalahkan siswa secara
langsung, guru menunjukkan segi keberhasilan siswa.78 Kemudian sering-sering
memberikan pengertian dan pendekatan secara intensif.
2. Masalah Kelompok
Masalah individual dalam pengelolaan kelas cenderung tidak menjadi sesuatu
yang berkepanjangan. Tetapi masalah kelompok seringkali menjadi masalah
77 Musthafa Fahri, As-shihah an-nafsiyah. Hlm. 3578 J.J. Hasibuan dkk. Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Remadja Karya, 1988). Hlm.
180
-
serius. Untuk mengatasi masalah pengelolaan kelas yang bersifat kelompok dapat
dilakukan tindakan sebagai berikut:79
a. Kelas kurang kohesif.
Kurangnya kesatuan kelas dapat diatasi dengan meningkatkan keakraban dan
kerjasama. Mengusahakan kesatuan kelas dapat dengan membuat kelompok
menjadi menarik bagi semua anggota dan memperbaiki iklim kelas. Langkah
pertama adalah menganalisis situasi dan struktur kelas, kemudian menentukan
kebutuhan-kebutuhan mereka, selanjutnya kebutuhan itu dicoba diusahakan agar
relatif terpenuhi.80
b. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
Masalah ini dapat diatasi dengan membangun kerjasama dan persahabatan,
Dengan berinteraksi dan komunikasi, siswa akan dapat gambaran realistik tentang
situasi kelompok kelas, mengembangkan pengertian untuk mengurangi konflik
antar individu, dan belajar mengendalikan diri untuk menciptakan situasi belajar
yang baik.81
c. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok,
misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
Masalah ini merupakan tindakan yang mengganggu kondisi kelas. Guru harus
segera menghentikannya secara tepat dan segera. Pesan-pesan non-verbal atau
gerakan tubuh baik berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis dan sebagainya dapat
membantu guru dalam pengelolaan kelas.82
d. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Misalnya
gangguan jadwal, atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan
sebagainya. Keadaan ini disebabkan menurunnya motivasi dan kegairahan belajar
siswa, maka guru perlu membangkitkan semangat siswa untuk belajar.
e. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
digarap.
Masalah ini mungkin disebabkan belum adanya tata tertib kelas sebelumnya.
Guru melakukan kontrol sosial melalui pendekatan. Dengan siswa merasa dekat
79 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). Hlm. 11980 Made Pidarta. Hlm. 39.81 Made Pidarta. Hlm. 47-4882 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran.Hlm. 130.
-
dengan guru akan memperkecil kesempatan mereka untuk berbuat nakal dan
melanggar tata tertib sekolah.83
f. Semangat kerja rendah. Misalnya aksi protes kepada guru karena
menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
Masalah ini diatasi dengan siasat yang tertib, melalui sikap demokratis guru,
akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk ikut terlibat dalam
menegakkan disiplin di sekolah, ikut bertanggung jawab dan ikut
mempertahankan aturan yang telah ditetapkan bersama.84
Menurut Daniel Muijs dan David Reynolds, ada sejumlah model atau strategi
yang diusulkan untuk mengatasi prilaku buruk siswa, seperti model Evertson dan
Emmer berikut:
a. Guru menyuruh siswa menghentikan prilaku buruknya dan melakukan kontak
dengan murid sampai prilaku menghilang
b. Guru melakukan kontak mata dengan murid sampai prilaku menghilang
c. Guru mengingatkan murid tersebut tentang prilaku yang semestinya
dilakukan
d. Guru perlu memerintahkan kepada murid untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan prilaku yang benar kepada dirinya sendiri
e. Guru perlu memberikan hukuman atas pelanggaran aturan.85
Model lain untuk menangani prilaku buruk siswa adalah model LEAST, yang
menyarankan lima langkah untuk menangani kerusuhan, diantaranya:
a. Leave it Alone (biarkan saja)
b. End the Action Inderectly (hentikan tingkah lakunya secara tidak langsung),
c. Attend More Fully (beri perhatian lebih),
83 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran. Hlm. 13184 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran. Hlm. 13585 Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching (Teori dan Aplikasi). (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008). Hlm. 137
-
d. Spell Out Direction (beri pengarahan kata demi kata),
e. Track the Behavior (lacak prilaku itu), hal ini dilakukan jika prilaku tersebut
muncul berulang-ulang pada salah seorang murid atau lebih, lebih baik lagi
jika disediakan catatan sistematik tentang prilaku buruk siswa.86
86Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching (Teori dan Aplikasi). Hlm. 138