fikosianin_nita silviani arifin_13.70.0069_c2_unika soegijapranata

16
FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Nita Silviani Arifin NIM: 13.70.0069 Kelompok : C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 Acara III

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Praktikum Teknologi Hasil Laut kloter C mengenai Ekstraksi Karagenan dilakukan pada tanggal 30 September 2015 - 1 Oktober 2015 di Laboratorium Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata, dengan diampu oleh asisten dosen Ferdyanto Juwono. Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna fikosianin dalam bentuk powder.

TRANSCRIPT

Page 1: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Nita Silviani Arifin

NIM: 13.70.0069

Kelompok : C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Acara III

Page 2: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer, hotplate, gelas ukur,

pengaduk/stirrer, tabung reaksi, sentrifuge, spektrofotometer, pipet volume, pompa

Pilleus, plate stirrer, sendok, loyang, plastik, oven, dan alat penumbuk.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina, aquades, dan

dekstrin.

1.2. Metode

Biomassa Spirulina dilarutkan ke dalam aquades dengan perbandingan 1:10.

Biomassa Spirulina ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Page 3: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Supernatant diambil sebanyak 8 ml dan ditambahkan dekstrin dengan

perbandingan 1:1 (kelompok C1, C2, C3) dan 8:9 (kelompok C4, C5).

Larutan diaduk dengan stirrer selama 2 jam.

Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.

Supernatant yang terbentuk diencerkan hingga 10-2

dan diukur

absorbansinya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.

Page 4: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Keduanya dicampur hingga merata dan dituangkan ke wadah.

Wadah dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC hingga kadar airnya ±7%.

Adonan yang sudah kering dihancurkan hingga berbentuk powder.

Page 5: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =𝑂𝐷615 − 0,474(𝑂𝐷652)

5,34×

1

10−2

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 (mg/g) =𝐾𝐹 × 𝑉𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)

𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑎)

Kadar fikosianin diukur dengan rumus sebagai berikut:

Page 6: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fikosianin pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin

Kel

Berat

biomassa

kering (g)

Jumlah

aquades

(ml)

Total

filtrat

(ml)

OD

615

OD

652

KF

(mg/ml)

Yield

(mg/g)

Warna

Sebelum

dioven

Sesudah

dioven

C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +

C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +

C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +

C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +

C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ + Keterangan:

Warna

+ : biru muda

++ : biru

+++ : biru tua

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing kelompok menghasilkan

konsentrasi fikosianin (KF) dan yield yang berbeda-beda. Konsentrasi fikosianin yang

didapatkan berkisar antara 2,114 hingga 2,280 mg/ml, di mana nilai yang tertinggi

diperoleh kelompok C1. Yield yang didapatkan berkisar antara 14,798 hingga 15,960

mg/g, di mana nilai yang tertinggi juga diperoleh kelompok C1. Sementara itu, warna

fikosianin pada semua kelompok berubah dari biru tua (kelompok C1, C2, C3) dan biru

(kelompok C4, C5) menjadi biru muda sesudah dikeringkan dalam oven.

Page 7: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Fikosianin merupakan pigmen yang bersifat dominan di dalam keluarga fikobiliprotein

(Zhang, 2014). Fikobiliprotein dapat melakukan penyerapan warna dengan jendela

spektra yang lebih luas, dan berkaitan dengan lokasi dan dinamika transfer energi dari

protein antenna terhadap fungsinya pada alga utuh, fikobiiliprotein merupakan sesuatu

yang penting (Wit et al., 2008). Menurut Adams (2005), fikobiliprotein banyak

ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga hijau-biru) dan

Cryptophyta. Spirulina merupakan contoh spesies alga penghasil pigmen fikosianin

yang termasuk ke dalam golongan alga hijau-biru (Kumar et al., 2014).

Fikosianin secara umum digunakan sebagai pewarna alami pada makanan serta industri

kosmetik karena memiliki warna biru yang khas. Lebih jauh lagi, fikosianin dapat

digolongkan ke dalam makanan kesehatan karena sifat fisiologisnya, seperti sebagai

antioksidan, anti inflamasi, dan aktivitas-aktivitas yang melindungi organ hati. Oleh

karena keuntungan-keuntungan inilah, berbagai penelitian memfokuskan kepada

pembangunan pengolahan yang efisien untuk produksi massal dari fikosianin dan juga

ekstraksi fikosianin dari mikroalga, meskipun juga terdapat beberapa kesulitan dalam

ekstraksi fikosianin dikarenakan dinding selnya yang berlapis-lapis serta banyaknya

jumlah kontaminan (Zhang, 2014).

El-Baky (2003) menyatakan bahwa pigmen fikosianin dapat larut dalam pelarut polar

seperti air. Oleh karena itu, pigmen fikosianin ini telah sejak dulu dimanfaatkan sebagai

pewarna makanan yang alami. Selain itu, di dalam struktur fikosianin terdapat rantai

tetraphyrroles terbuka yang kemungkinan memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal oksigen (Romay et al., 1998).

Gambar 1. Struktur Fikosianin (Carra & Heocha, 1976).

Page 8: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Pada praktikum kali ini, dilakukan isolasi pigmen fikosianin beserta pembuatan

pewarna bubuk dari fikosianin. Untuk mengisolasi pigmen, pertama-tama biomassa

Spirulina ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk kemudian dilarutkan

ke dalam aquades dengan perbandingan 1:10. Perlakuan ini termasuk ke dalam metode

ekstraksi polar, di mana fikosianin merupakan salah satu pigmen yang larut air seperti

yang dinyatakan oleh Walter (2011), yaitu bahwa untuk mengekstrak fikosianin dari

Spirulina perlu digunakan pelarut polar yang memiliki pH netral.

Larutan kemudian diaduk dengan stirrer selama 2 jam. Menurut Pavia (2005),

penggunaan stirrer ini dilakukan untuk mencegah terjadinya bumping sebagai akibat

adanya turbulensi di dalam larutan. Turbulensi akan memecahkan gelembung-

gelembung besar yang terbentuk pada larutan yang mendidih. Pada saat suatu larutan

dipanaskan, terdapat suatu resiko bahaya bahwa larutan tersebut dapat mengalami

superheated. Ketika hal ini terjadi, gelembung-gelembung yang sangat besar terkadang

meletup secara hebat dari larutan tersebut; hal inilah yang dinamakan bumping.

Bumping harus dihindari karena dapat menimbulkan resiko akan hilangnya materi dari

apparatus, yang dapat memunculkan api, atau pun bahwa apparatus kemungkinan akan

pecah. Selain itu, tujuan tambahan dalam penggunaan stirrer ini adalah untuk

memastikan bahwa seluruh reagen telah benar-benar tercampur secara merata.

Selanjutnya, larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.

Perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Silveira et al. (2007), yaitu bahwa setelah

dilakukan ekstraksi polar, langkah yang berikutnya adalah sentrifugasi dengan tujuan

untuk mengendapkan debris sel serta mengambil pigmen fikosianin yang terlarut di

dalam pelarut polar yang berupa air. Supernatant yang terbentuk diencerkan hingga 10-2

dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Tujuan dari

pengenceran tersebut adalah supaya larutan yang dianalisa tidak terlalu pekat, dan hasil

yang didapat benar-benar akurat (Day & Underwood, 1992). Supernatant yang sudah

diencerkan tersebut kemudian diambil sebanyak 8 ml dan ditambahkan dekstrin dengan

perbandingan 1:1 (kelompok C1, C2, C3) dan 8:9 (kelompok C4, C5). Menurut Murtala

(1999), penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah

kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, serta

Page 9: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

memperbesar volume. Selain itu, penambahan dekstrin ke dalam produk juga dapat

mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.

Dekstrin adalah suatu bentuk polisakarida hasil hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-

enzim tertentu, serta berwarna putih sampai kuning. Struktur molekul dekstrin adalah

bentuk spiral, sehingga dengan demikian molekul-molekul flavor dapat terperangkap di

dalam struktur spiral helix (Reynold, 1982). Fenema (1976) menambahkan bahwa

dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga kandungan

oksigen yang terlarut dapat dikurangi, dan proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin juga

bersifat lebih stabil terhadap panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil ataupun

senyawa yang peka terhadap panas dan oksidasi, di mana dalam hal ini berperan dalam

melindungi fikosianin. Wiyono (2007) menyatakan bahwa dekstrin memiliki viskositas

yang relatif rendah, sehingga penggunaan dekstrin dalam jumlah banyak masih

diizinkan. Penggunaan dekstrin dalam jumlah banyak ini berfungsi sebagai bahan

pengisi atau sebagai agen entrapment dikarenakan oleh karakteristik dekstrin yang dapat

meningkatkan berat produk serta memerangkap senyawa penting demi mempertahankan

stabilitasnya.

Setelah keduanya dicampur hingga merata dan dituangkan ke wadah, wadah yang

digunakan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC hingga kadar airnya ±7%.

Metode pengeringan yang dilakukan ini sesuai dengan pernyataan Desmorieux &

Decaen (2006), yaitu bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan

pemanasan yang dirancang sedemikian rupa dengan suhu yang berkisar antara 40-60°C,

serta dengan kecepatan udara sebesar 1,9 hingga 3,8 m/s. Setelah dikeringkan, adonan

dihancurkan hingga berbentuk powder, sehingga terbentuklah pewarna bubuk

fikosianin.

Sementara itu, absorbansi dari supernatant yang telah diukur sebelumnya dapat

digunakan untuk mengukur konsentrasi dan yield fikosianin, yaitu dengan rumus

sebagai berikut:

KF (mg/ml) = – 0,474 ( )

,

Page 10: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

(mg/g) = × ( )

( )

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa konsentrasi fikosianin berkisar

antara 2,114 hingga 2,280 mg/ml, di mana nilai yang tertinggi diperoleh kelompok C1.

Kemudian, yield yang didapatkan berkisar antara 14,798 hingga 15,960 mg/g, di mana

nilai yang tertinggi juga diperoleh kelompok C1. Menurut Fox (1991), absorbansi

(Optical Density) sangat dipengaruhi oleh kejernihan dari larutan. Dengan demikian,

semakin tinggi padatan terlarut atau semakin pekat dan keruh larutan yang dihasilkan,

maka absorbansinya juga semakin meningkat. Kemudian apabila OD yang dihasilkan

semakin tinggi, maka konsentrasi dan yield fikosianin yang dihasilkan juga semakin

tinggi. Jadi, OD berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin beserta yield yang

dihasilkan. Hal ini juga dapat dibuktikan dari rumus konsentrasi fikosianin yang telah

disebutkan sebelumnya (Bennet & Bogorad, 1973 dalam Antelo et al., 2010).

Sementara itu, warna fikosianin pada semua kelompok berubah dari biru tua (kelompok

C1, C2, C3) dan biru (kelompok C4, C5) menjadi biru muda sesudah dikeringkan dalam

oven. Ada sedikit perbedaan yang terletak pada warna fikosianin sebelum dikeringkan

dalam oven, yaitu warna awal fikosianin pada kelompok C1, C2, dan C3 yang

melakukan penambahan dekstrin dengan perbandingan 1:1, dengan kelompok C4 dan

C5 yang melakukan penambahan dekstrin dengan perbandingan supernatant:dekstrin

sebesar 8:9. Artinya, kelompok C4 dan C5 melakukan penambahan konsentrasi dekstrin

yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok C1, C2, dan C3, di mana pada

kelompok C4 dan C5, warna yang dihasilkan cenderung lebih muda atau lebih pudar.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiyono (2007), yaitu bahwa penambahan konsentrasi

dekstrin yang semakin tinggi akan menghasilkan bubuk fikosianin yang berwarna

semakin pudar atau cenderung cerah. Hal ini dikarenakan oleh warna dekstrin sendiri

yang adalah putih, sehingga dengan ditambahkannya dekstrin yang terlalu banyak akan

membuat bubuk fikosianin memudar.

Salah satu faktor terpenting dalam memperoleh fikobiliprotein dari bubuk kering

Spirulina adalah pemilihan protokol ekstraksi dan purifikasi, di mana efisiensi dari

metode ekstraksi sendiri ditentukan oleh perhitungan konsentrasi dan rasio kemurnian

Page 11: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

dari fikosianin yang diisolasi. Kemurnian fikosianin memiliki peran yang signifikan

dalam aplikasi komersial dan pada umumnya dievaluasi menggunakan rasio absorbansi

A615 dan A280, di mana A615 mewakili ketinggian puncak untuk fikosianin dan A280

mengindikasikan kontaminasi dari protein-protein yang kaya akan asam amino

aromatik. Kemurnian sebesar 0,7 dianggap sebagai food grade, 3,9 sebagai reactive

grade, dan lebih dari 4,0 sebagai analytical grade (Kamble et al., 2013).

Gambar 2. Contoh Label Komposisi Nutrisi pada Produk Bubuk Spirulina Kering yang

Diproduksi secara Komersial (Tang & Suter, 2011).

Page 12: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Selain tingginya kadar provitamin A, mikroalga yang dikeringkan juga dapat

menyediakan berbagai macam nutrien lain termasuk protein, mineral, vitamin, dan

antioksidan. Spirulina sendiri mengandung sejumlah besar vitamin B12, protein (60-

70% dari berat kering), karotenoid, dan zeaxanthin (Tang & Suter, 2011). Kumar et al.

(2009) menambahkan, Spirulina mengandung 18 jenis asam amino dan vitamin-vitamin

penting seperti biotin, tokoferol, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, asam pirodozoik,

beta karoten, vitamin B12, dan sebagainya. Dengan demikian, produksi dunia terhadap

alga yang dapat dikonsumsi dan produk-produk alga yang digunakan sebagai suplemen

makanan, bahan tambahan makanan, makanan fungsional, dan obat-obatan telah

mencapai ribuan ton per tahunnya. Kemudian karena penggunaannya yang potensial

untuk menjadi biofuel, produksinya tidak diragukan lagi pasti akan meningkat (Tang &

Suter, 2011).

Meskipun demikian, pigmen fikosianin yang didapatkan dari Spirulina ini juga

memiliki kelemahan, yaitu stabilitasnya yang rendah terhadap panas, dan cahaya

(Jespersen et al., 2005). Sarada et al. (1999) menambahkan, di mana pada hasil

penelitiannya, fikosianin bersifat stabil pada rentang pH antara 5-7,5 di suhu ruang

(25±2oC). Pada suhu yang lebih rendah, fikosianin dapat stabil lebih lama dibandingkan

pada suhu ruang. Di bawah dan di atas pH 5-7,5, pigmen fikosianin akan kehilangan

warnanya secara bertahap. Pengaruh suhu terhadap stabilitas fikosianin

mengindikasikan bahwa fikosianin sangat tidak stabil pada suhu 45oC dan di atasnya, di

mana fikosianin akan kehilangan warnanya. Di atas suhu 30oC, fikosianin secara

bertahap akan kehilangan warnanya. Fikosianin cukup stabil pada suhu 10 dan 4oC

untuk waktu yang lama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fikosianin bersifat

stabil pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang lama dengan pH berkisar antara

5,0-7,5.

Page 13: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

4. KESIMPULAN

Fikosianin merupakan salah satu jenis pewarna biru yang bersifat alami pada

industri makanan dan kosmetik.

Fikosianin memiliki berbagai manfaat dalam bidang kesehatan, seperti sebagai

antioksidan, anti inflamasi, dan aktivitas-aktivitas yang melindungi organ hati.

Pigmen fikosianin dapat diekstrak dari biomassa Spirulina dengan menggunakan

metode ekstraksi polar.

Berdasarkan hasil pengamatan, konsentrasi fikosianin berkisar antara 2,114 hingga

2,280 mg/ml, sedangkan yield berkisar antara 14,798 hingga 15,960 mg/g.

Absorbansi (OD) dari supernatant fikosianin berbanding lurus dengan konsentrasi

fikosianin beserta yield yang dihasilkan.

Untuk membuat pigmen fikosianin dalam bentuk bubuk, supernatant dari hasil

ekstraksi polar ditambahkan dengan dekstrin dan dikeringkan dalam oven.

Penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah

kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan,

memperbesar volume, serta mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.

Setelah dikeringkan, warna fikosianin berubah menjadi lebih muda, di mana

penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan menghasilkan bubuk

fikosianin yang berwarna semakin pudar atau cenderung cerah.

Spirulina mengandung 18 jenis asam amino dan vitamin-vitamin penting.

Pigmen fikosianin memiliki stabilitas yang rendah terhadap panas, cahaya, dan pH.

Fikosianin bersifat stabil pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang lama

dengan pH berkisar antara 5,0-7,5.

Semarang, 21 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

- Deanna Suntoro

- Ferdyanto Juwono

(Nita Silviani Arifin)

13.70.0069

Kelompok C2

Page 14: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

5. DAFTAR PUSTAKA

Day R. A. & A. L. Underwood. 1992. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi ke-5. Erlangga.

Jakarta.

Jespersen, L.; L. D. Stromdahl; K. Olsen; L. H. Skibsted. 2005. Heat and light stability

of three natural blue colorants for use in confectionery and beverages.

European Food Research and Technology, 220, 261-266.

Kamble, Suresh P.; Rajendra B. Gaikar; Rimal B. Padalia; Keshav D. Shinde. 2013.

Extraction and purification of C-phycocyanin from dry Spirulina powder and

evaluating its antioxidant, anticoagulation and prevention of DNA damage

activity. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp. 149-153.

Kumar, Venkatesh; Dhiraj Kumar; Ashutosh Kumar; S. S. Dhami. 2009. Effect of Blue

Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of

Silkworm (Bombyx mori L.). ARPN Journal of Agricultural and Biological

Science. Asian Research Publishing Network. www.arpnjournals.com.

Pavia, Donald L. 2005. Introduction to Organic Laboratory Techniques: A Small Scale

Approach. Cengage Learning. USA.

Sarada, R.; Manoj G. Pillai; G. A. Ravishankar. 1999. Phycocyanin from Spirulina sp:

influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy

of extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process

Biochemistry 34 (1999) 795-801. Elsevier Science Ltd.

Tang, Guangwen & Paolo M. Suter. 2011. Vitamin A, Nutrition, and Health Values of

Algae: Spirulina, Chlorella, and Dunaliella. Journal of Pharmacy and Nutrition

Sciences, 2011, 1, 111-118. Jean Mayer USDA Human Nutrition Research

Center on Aging at Tufts University. Boston, USA.

Wit, Chantal D. van der Weij-De; Alexander B. Doust; Ivo H. M. van Stokkum; Jan P.

Dekker; Krystyna E. Wilk; Paul M. G. Curmi; Rienk van Grondelle. 2008.

Phycocyanin Sensitizes both Photosystem I and Photosystem II in Cryptophyte

Chroomonas CCMP270 Cells. Biophysical Journal Volume 94, March 2008,

2423-2433. Biophysical Society.

Zhang, Xifeng; Fenqin Zhang; Guanghong Luo; Shenghui Yang; Danxia Wang. 2015.

Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-

Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition

Research, 2015, Vol. 3, No. 1, 15-19. Zhangye, P. R. China.

Page 15: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = – 0,474 ( )

, ×

Yield (mg/g) = KF × ol (total iltrat)

g ( erat iomassa)

Kelompok C1

KF = 0,1490 – 0,474 (0,0575)

, ×

= 2,280 mg/ml

Yield = 2,280×56

= 15,960 mg/g

Kelompok C2

KF = 0,1460 – 0,474 (0,0594)

, ×

= 2,207 mg/ml

Yield = 2,207×56

= 15,449 mg/g

Kelompok C3

KF = 0,1437 – 0,474 (0,0574)

, ×

= 2,181 mg/ml

Yield = 2,181×56

= 15,267 mg/g

Kelompok C4

KF = 0,1410 – 0,474 (0,0593)

, ×

= 2,114 mg/ml

Yield = 2,114×56

= 14,798 mg/g

Page 16: Fikosianin_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Kelompok C5

KF = 0,1440 – 0,474 (0,0588)

, ×

= 2,175 mg/ml

Yield = 2,175 × 56

= 15,225 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal