fgd 1 per-uu berkaitan dengan forensik

11
FOCUS GROUP DISCUSSION TOPIK :PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL, SISTEM PEMBUKTIAN DAN SISTEM MEDIKOLEGAL DI INDONESIA TUJUAN Mengetahui beberapa ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan Kedokteran Forensik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan, tentang proses peradilan pidana dan perdata, system pemeriksaan medikolegal, sanksi hokum bagi dokter yang menolak untuk memberikan bantuan di pengadilan serta sanksi hukum bagi masyarakat yang mengahalangi bedah mayat kehakiman. Proses peradilan Dikenal dua macam proses peradilan yang sering melibatkan kalangan dokter, yaitu: 1. Perkara pidana 2. Perkara perdata Perkara pidana Perkara pidana adalah perkara yang menyangkut kepentingan dan ketentraman masyarakat dimana pihak yang berpekara adalah antara jaksa penuntut umum mewakili negara dengan tertuduh. Proses peradilan pidana terdiri atas 3 tahap, yaitu 1 penyidikan oleh penyidik, tahap II penuntutan oleh penuntut umum dan tahap III mengadili perkara oleh hakim.

Upload: pupuliciouz

Post on 24-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FGD

TRANSCRIPT

FOCUS GROUP DISCUSSIONTOPIK:PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL, SISTEM PEMBUKTIAN DAN SISTEM MEDIKOLEGAL DI INDONESIATUJUAN Mengetahui beberapa ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan Kedokteran Forensik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan, tentang proses peradilan pidana dan perdata, system pemeriksaan medikolegal, sanksi hokum bagi dokter yang menolak untuk memberikan bantuan di pengadilan serta sanksi hukum bagi masyarakat yang mengahalangi bedah mayat kehakiman.

Proses peradilan Dikenal dua macam proses peradilan yang sering melibatkan kalangan dokter, yaitu:1. Perkara pidana2. Perkara perdata

Perkara pidanaPerkara pidana adalah perkara yang menyangkut kepentingan dan ketentraman masyarakat dimana pihak yang berpekara adalah antara jaksa penuntut umum mewakili negara dengan tertuduh.Proses peradilan pidana terdiri atas 3 tahap, yaitu 1 penyidikan oleh penyidik, tahap II penuntutan oleh penuntut umum dan tahap III mengadili perkara oleh hakim. Penyidikan dimulai dari penyelidikan oleh penyelidik yaitu seluruh pejabat kepolisian. Pada tahap ini penyelidik Polri belum perlu meminta bantuan ahli untuk menentukan ada tidaknya peristiwa pidana. Penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti seehingga perkaranya menjadi jelas dan menemukan tersangka.Dalam tahap ini keterlibatan ahli untuk membantu penyidik sangat penting yaitu sebagai kompas dalam mengarahkan penyidikan. Kehadiran saksi ahli di sidang pengadilan mungkin diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang pemeriksaan yang talah dilakukannya (Visum et Repertum) atau tentang pengetahuan di bidang yang dikuasainya yang diperlukan hakim.

Perkara PerdataPerkara perdata adalah perkara antar pribadi atau badan hukum yaitu antara penggugat dengan tergugat. Inisiatif berperkara datang dari pihak yang merasa dirugikan. Penggugat dan tergugat dapat diwakili oleh pengacara.System pemeriksaan medikolegalTerdapat 3 sistem dalam menangani korban, yaitu:1. System coronerPada system coroner perlu tidaknya pemeriksaan bedah mayat ditentukan oleh seorang coroner. Pada mulanya coroner hanyalah petugas yang mewakili kerajaan (crown) dalam membantu mengutip pajak di wilayah kekuasaannya. Sistem ini dipakai di Inggris dan di beberapa Negara bagian Amerika atau di bekas jajahan Inggris.2. System Medical Examiner.Yang menentukan perlu tidaknya bedah mayat pada korban adalah seorang medical examiner atau deputi-nya. Medical examiner adalah seorang ahli Patologi Forensik. Di dalam system ini terdapat semua tim yang diperlukan untuk menyelidiki peristiwa criminal seperti pemeriksaan autopsi, Kimia Forensic, Toksikologi, Balistik, sidik jari, fotografi, DNA dan lain-lain, system ini umumnya dipakai di Amerika.3. System ContinentalSystem continental adalah system yang umumnya dipakai di daratan Eropa dan juga dianut dinegara kita sebagai warisan penjajahan Belanda. Pada system ini yang menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan bedah mayat adalah Polisi (penyidik) atau dalam hukum acara pidana yang lama (RIB) adalah magistrate (pegawai penuntut umum).

Ketentuan hukum di tingkat penyidikanDitingkat penyidikan, wewenang penyidik minta bantuan kepada dokter maupun ahli lainnya dijelaskan KUHAP pasal 133. Bila tidak ada penyidik maka sesuai KUHAP pasal 10, wewenang ini dilaksanakan oleh penyidik pembantu. Penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam KUHAP pasal 6-10.KUHAP pasal 61. Penyidik adalah :a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesiab. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.c. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur kebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.KUHAP pasal 7Penyidik POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang:1. Menerima laporan atau pengaduan seeorang tentang adanya tindak pidana2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang7. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersaangka atau saksi8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan perkara9. Mengadakan penghentian penyidikan10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang betanggung jawab.

KUHAP pasal 8Berisi ketentuan tentang kewajiban penyidik membuat berita acara dan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penuntut umum, dengan ketentuan:1. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara2. Dalam penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

KUHAP pasal 10Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

KUHAP pasal 1341. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukan pembedahan tersebut.3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang.Ketentuan yang berhubungan dengan penuntutan sebagaimana yang dalam Bab XV KUHAP, tidak banyak yang berhubungan dengan dokter. Bila jaksa sebagai penuntut umum melihat ada kekurangan dalam berkas yang disampaikan penyidik tidak dilengkapi dengan visum, maka instansi ini akan meminta kepada penyidik untuk melengkapinya.

KUHP pasal 1381. Penuntut umum setelah memeriksa hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waaktu tujuh hari wajib memberitahukannya kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.2. Dalam hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepaada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Ketentuan hukum di tingkat pengadilanKewajiban atau peranan dokter untuk memberikan keterangan ahli di siding pengadilan diatur dalam ketentuan sebagai berikut:

KUHAP pasal 1791. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

KUHAP pasal 183Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.Dalam ketentuan lain dijelaskan mengenai alat bukti yang sah yang terdapat dalam pasal 184 KUHP.

KUHAP pasal 184Alat bukti yang sah ialah:a. Keterangan saksib. Keterangan ahlic. Suratd. Petunjuke. Keterangan terdakwa

Yang dimaksud dengan keterangan ahli dijelaskan pada pasal 186 KUHAP.KUHAP pasal 186Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di siding pengadilan secara lisan.Alat bukti surat termasuk Yisum et Repertum yang dibuat dokter, ini dijelaskan dalam

KUHAP pasal 187Surat sebagaiman tersebut dalam pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :a. Dstb. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan.c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.

Hak undur diriKUHAP pasal 1701. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tenang hal yang dipercayakan kepadanya.2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.Pasal ini menjelaskan adanya hak dokter untuk dapat mengundurkan diri sebagai saksi ahli. Tetapi dapat atau tidak dapat menggunakan hak undur diri tergantung kepada hakim.

Sanksi hukumMengenai sanksi bagi dokter yang tidak mau memenuhi kewajibannya menurut yang diatur dalam undang-undang, dapat dikenai sanksi hukum pidana.

KUHAP pasal 224Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suau kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankan dalam kedudukan tersebut diatas:1. Dalam perkara pidana, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.Begitu pula bagi anggota masyarakat yang keberatan dilakukan bedah mayat dengan berbagai alasan, maka pilihan akhirnya tergantung dari penyidik. Bila perlu pejabat kepolisian dapat menggunakan ketentuan KUHP pasal 222.

KUHP pasal 222Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum denan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.

Kedudukan peraturan perudang-undanganSecara norma, hukum ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum tertulis biasanya dinamakan peraturan perundang-undangan saja, sebab istilah peraturan telah menunjukkan norma hukum tertulis. Secara hierarkis, peraturan perrundang-undangan di Indonesia tersusun sebagai berikut :1. Undang-Undang Dassar 19452. Ketetapan MPR3. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang4. Peraturan Pemerintah5. Keputusan Presiden6. Peraturan-perraturan Pelaksanaan lainnya, seperti :a. Peraturan Menterib. Instruksi Menteri

Hirarki tersebut berarti bahwa peraturan yang lebih rendah secara tegas harus berdasarkan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi. Selain hukum terulis, ada pula hukum tidak tertulis, yang lazimnya disebut juga sebagai hukum adat. Hukum tidak tertulis bersumber pada kebiasaan yang kemudian mempunyai akibat-akibat hukum.