skenario fgd tuberkulosis

40
TUBERKULOSIS PEMBIMBING : Gembong Nuswanto, dr.,MSc OLEH : Talita Nandia. P 09700052 Shelivia Destiana 09700023 Alam Indramawan 09700090 Lengginus Arief .T 09700125 Rr. Ghea Kuspratiwi 09700312 Dwi Setiawan .H 09700232 Nur Aini 09700328 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: dwi-setiawan-hardianto

Post on 30-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

fgd tuberkulosis

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario FGD Tuberkulosis

TUBERKULOSIS

PEMBIMBING :

Gembong Nuswanto, dr.,MSc

OLEH :

Talita Nandia. P 09700052

Shelivia Destiana 09700023

Alam Indramawan 09700090

Lengginus Arief .T 09700125

Rr. Ghea Kuspratiwi 09700312

Dwi Setiawan .H 09700232

Nur Aini 09700328

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2015

Page 2: Skenario FGD Tuberkulosis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya kami dapat

menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat berdasarkan data dan informasi serta

pengetahuan yang diperoleh selama kepanitraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat

dengan judul Tuberkulosis. Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas

kepanitraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Gembong Nuswanto, dr.,MSc selaku dosen

pembimbing, serta semua teman sejawat yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini

hingga selesai.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran

yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat

bermanfaat bagi para membaca.

Surabaya, 20 November 2015

Penulis

Page 3: Skenario FGD Tuberkulosis

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. iii

BAB I. PENDAHULUAN…..……………………………….......................………….…. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4

2.1 ANALISA......................................................................................................... 4

2.2 TUBERKULOSIS............................................................................................ 6

2.2.1 Definisi TB...............................................................................................

6

2.2.2 Gejala dan cara penularan TB................................................................... 7

2.2.3 Faktor resiko TB....................................................................................... 7

2.2.4 Pencegahan TB......................................................................................... 12

2.2.5 Program penanggulangan TB................................................................... 14

BAB III RENCANA PROGRAM.................................................................................... 17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..………………………..........………………… 25

DAFTAR PUSTAKA…………….………………………………..…..………………… 26

Page 4: Skenario FGD Tuberkulosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia.

Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta

manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika

sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar

35% dari semua kasus tuberkulosis.

Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009

angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta

jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat

seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar

14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia

mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia,

namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria

melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia.

Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000

dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian

akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu, kasus resistensi

merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB. Pencegahan

meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.

Pemberantasan kasus tuberkulosis paru menjadi perhatian dunia karena

pemberantasan kasus tuberkulosis paru termasuk dalam tujuan keenam dari

Milllenium Development Goals (MDG) 2015 yakni penanganan penyakit menular

berbahaya yaitu HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis paru dan penyakit lainnya.

Page 5: Skenario FGD Tuberkulosis

Sedangkan penyebab utama meningkatnya prevalensi uberkulosis adalah

kondisi sosial ekonomi, kondisi lingkungan yang buruk, status gizi yang buruk, dan

program penanganan tuberkulosis paru yang belum optimal. faktor-faktor yang

mempunyai hubungan bermakna dengan kesembuhan/ketidaksembuhan orang yang

sedang berobat tuberkulosis paru adalah merokok, penghasilan, pengetahuan tentang

tuberkulosis paru, sikap terhadap proses pengobatan tuberkulosis paru, perilaku,

keadaan rumah, program OAT (Obat Anti Tuberkulosis), PMO (Pengawas Minum

Obat).

Mengacu pada kondisi tersebut diperlukan adanya penanggulangan penyakit

tuberkulosis paru ini. DOTS (Directly Observed Treatment Succes Rate) adalah

stategi penyembuhan tuberkulosis paru jangka pendek dengan pengawasan secara

langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan

tuberkulosis paru dapat berlangsung secara cepat. Kategori kesembuhan penyakit

tuberkulosis paru yaitu suatu kondisi dimana individu telah menunjukan peningkatan

kesehatan dan memiliki salah satu indikator kesembuhan penyakit tuberkulosis paru,

diantaranya: menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak

(follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu pemeriksaan

follow up sebelumnya negatif (Depkes RI, 2008).

Program kesembuhan tuberkulosis paru DOTS menekankan pentingnya

pengawasan terhadap penderita tuberkulosis paru agar menelan obat secara teratur

sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS direkomendasikan oleh

WHO secara global termasuk di Indonesia untuk menanggulangi tuberkulosis paru,

karena menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi yaitu 95% (Fatiyyah, et al,.

2011).

I.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apa faktor yang menyebabkan tingginya angka TB di puskesmas Sukamandi?

1.2.2 Bagaimana cara menurunkan prevalensi TB di Kecamatan Sukamandi?

Page 6: Skenario FGD Tuberkulosis

I.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tingginya angka TB di Puskesmas

Sukamandi dan mengetahui cara menurunkan prevalensi TB di Kecamatan

Sukamandi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penyebab kurangnya penyuluhan TB

b. Mengetahui peranan rendahnya PMO pada prevalensi TB

c. Mengetahui peranan kondisi lingkungan pada prevalensi TB

d. Mengetahui peranan kondisi kepadatan hunian pada prevalensi TB

e. Mengetahui peranan kondisi sosial ekonomi pada prevalensi TB

f. Mengetahui prioritas dalam menurunkan prevalensi TB

Page 7: Skenario FGD Tuberkulosis

BAB II

ANALISA DATA

2.1 Analisa

Skenario

Dokter dari Puskesmas Sukamandi ingin melaksanakan program menekan

tingginya prevalensi diwilayahnya. Prevalensi Tb di daerahnya termasuk tertinggi di

Kabupaten. Angka prevalensi Kecamatan Sukamandi 455/100.000 penduduk

sedangkan angka prevalensi Kecamatan kesuluruhan sekitar 385/100.000 penduduk.

Dokter Puskesmas tersebut ingin membuat program yang mungkin dapat

menurunkan angka prevalensi dengan menggunakan beberapa faktor risiko terjadinya

tingginya angka prevalensi Tb tersebut. Dalam analisi odds ratio dari penelitian yang

dilakukan terlihat sebagai berikut :

Faktor risiko Odds ratio Keterangan

1. Kurangnya penyuluhan

Tb

2 OR>1

2. Rendahnya PMO 9 OR>1

3. Kondisi lingkungan 5 OR>1

4. Kepadatan hunian 6 OR>1

5. Rendahnya pengertian

PHBS

0,2 OR<1

6. Rendahnya pendidikan 1 OR=1

7. Kodisi sosial ekonomi 4 OR>1

Dari data pada skenario diatas dapat dianalisis permasalahan sebagai berikut :

1. Tingginya prevalensi TB di Kecamatan Sukamndi

2. Kurangnya penyuluhan TB

3. Rendahnya peran PMO

4. Kondisi lingkungan yang buruk

5. Kepadatan hunian

6. Kondisi sosial ekonomi menengah kebawah

Page 8: Skenario FGD Tuberkulosis

Faktor tersebut menjadi faktor risiko tingginya prevalensi TB di Kecamatan

Sukamandi karena bernilai odds ratio >1. Sedangkan rendahnya tingkat pendidikan bukan

menjadi faktor risiko dikarenakan odds = 1, dan rendahnya pemahaman PHBS menjadi

faktor protektif dikarenakan odds ratio <1.

Rendahnya pemahaman tentang PHBS merupakan faktor protektif karena pemahaman

masyarakat hanya sebagian kecil dan tidak menyeluruh. Ada beberapa indikator dalam

PHBS, namun yang berkaitan dengan TB hanya sebagian kecil saja. Diperkirakan yang

dikuasai oleh masyarakat tidak berkaitan dengan TB.

Berdasarkan analisis kelompok kami priorotas masalah yang diangkat adalah

“menekan prevalensi TB dan meningkatkan motivasi PMO di Kecamatan Sukamndi” dan

dapat disimpulkan faktor risiko yang terusun dalam inventarisasi masalah adalah sebagai

faktor penyebab dan tingginya prevalensi TB sebagai faktor akibat. Setelah mengetahui

prioritas masalah dan penyebab tingginya prevalensi TB, maka kepala Puskesmas harus

membuat program penurunan prevalensi TB dan memotivasi PMO. PMO di data agar

dapat diketahui berapa besar minat warga untuk ikut berperan dalam berpartisipasi

sebagai PMO.

Penyebab menurunnya peranan PMO dikarenakan faktor berikut, yaitu :

a. Tingkat pengetahuan kader dan petugas tentang tugas dan fungsi PMO

b. Motivasi PMO menurun dikarenakan tidak adanya reward, misalnya tidak digaji

c. Sarana transportasi tidak menujang untuk kerumahpasien TB yang jauh

d. Pelaporan kurang memadai, biarpun pasien rajin minum obat namun PMO jarang

melaporkan maka perhitungan tempo waktu jangka sembuh pasien di puskesmas

menjadi rancu.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor tinggi prevalensi TB yaitu kurangnya

peranan PMO. Peranan PMO cenderung menurun, dikarenakan kurangnya motivasi

dan pengetahuan tentang penyakit TB, maka membutuhkan peranan dokter dan dinas

kesehatan.

Page 9: Skenario FGD Tuberkulosis

Fish bone

Penyuluhan Peran dokter dan dinkes

Pelayanan kesehatan Kepatuhan pasien

Rendahnya pengertian PHBS Rendahnya pendidikan

Rendahnya PMO

Rendahnya sosial ekonomi

Kepadatan hunian Kondisi Lingkungan

2.2 TUBERKULOSIS

2.2.1 Definisi TB

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

basil Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru,

tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

Proses

Lingkungan

Masukan

Tingginya prevalensi TB

Page 10: Skenario FGD Tuberkulosis

2.2.2 Gejala dan cara penularan TB

Gejala-gejala TB Paru adalah batuk terus menerus dan berdahak selama tiga,

batuk bercampur darah, sesak napas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan

berkurang, berat badan turun, rasa kurang enak badan (lemas), demam meriang

berkepanjangan, berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.

(Kementrian Kesehatan RI, 2010)

Penularan TB Paru Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA

positif. Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita

menyebarkan kuman bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet

yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa

jam, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam pernapasan.

Setelah kuman TB paru masuk kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran

darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian

tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

2.2.3 Faktor Risiko TB

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Teori John

Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga

faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan (environment) ( Soemirat, 2010).

1. Agent

Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent

dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana

sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab

utama/esensial dalam terjadinya penyakit ( Soemirat, 2010). Agent yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium

tuberculosis.

Page 11: Skenario FGD Tuberkulosis

2. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan

arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia

merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman

tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat

menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).

Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :

a. Jenis kelamin Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena

TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki

aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan

terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).

b. Umur Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia

produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia

produktif selalu dibarengi dengan aktivitas yang meningkat sehingga banyak

berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak pengaruh terhadap resiko

tertular penyakit TB paru.

c. Kondisi sosial ekonomi WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis

paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin

(dalam Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan

berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan

menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena

infeksi TB Paru.

Page 12: Skenario FGD Tuberkulosis

d. Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan.

Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis

paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan

diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin).

Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah

menyebabkan penyakit tuberkulosis paru ( dalam Fatimah, 2008)

e. Status gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup

akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap

infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan

mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan

protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru

(dalam Sitepu, 2009).

3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda tidak

hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat

interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat,

2010). Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama

lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan

salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan

penghuninya.

Kondisi Fisik Rumah Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat

pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,

kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari

tanah. Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Bagi

sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua

anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya. Namun, yang perlu

diingat kondisi kesehatan perumahan juga sangat berperan sebagai media

penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya (Winarsih,

2007).

Page 13: Skenario FGD Tuberkulosis

Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan

jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi

daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi

reservoir bagi seluruh lingkungan. Timbulnya permasalahn kesehatan di

lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan

ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan

kemampuan keuangan penghuninya.

Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang

berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :

a.Ventilasi

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang

menyenangkan dan menyehatkan manusia (Dalam Tobing, 2009). Jendela dan

lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai

lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut

tetap segar. Rumah sehat harus memiliki ventilasi atau lubang udara. Ventilasi

berfungsi untuk menjaga aliran udara didalam rumah tetap lancar sehingga

rumah tidak pengap, keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni

rumah juga tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya

oksigen didalam rumah yang berarti karbon dioksida yang bersifat racun dapat

meningkat (Winarsih,2007). Ventilasi juga berfungsi untuk membebaskan

udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen misalnya bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir.

b. Kelembaban Rumah

Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme, termasuk kuman tuberkulosis sehingga viabilitas lebih lama

(Dalam Sitepu, 2009). Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah

denganmenggunakan hygrometer. Kelembaban udara dalam rumah minimal

40% – 70. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas

akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk

istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan

dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi (Depkes,2007).

Page 14: Skenario FGD Tuberkulosis

Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan

mempermudah berkembang biaknya mikroorganisme. Mikroorganisme

tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara , selain itu kelembaban

yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering

sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban

udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-kuman

termasuk kuman tuberkulosis.

c. Pencahayaan

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga sangat

baik bagi kesehatan karena dapat membunuh bibit penyakit seperti kuman TB

(Winarsih,2007). Depkes RI,1994 mengemukakan bahwa : “Sinar matahari

dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan

mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya

matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca.

Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat

mematikan kuman” (dalam Fatimah, 2008). Oleh sebab itu, rumah dengan

standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian

tuberkulosis.

d. Kepadatan Penghuni Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah

dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan

kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per

orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 9

m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum3 m² per orang. Kamar tidur

sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah

dua tahun ( Suryo, 2010).

Page 15: Skenario FGD Tuberkulosis

Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit

tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya. Ukuran

luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru.

Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat

kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar

diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas

ruangannya (dalam Fatimah, 2008).

Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di

dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang

semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan

tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya

kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh

dan berkembang biak lebih bagi kuman Mycobacterium tuberculosis. Dengan

demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah

melalui saluran pernafasan.

e. Lantai rumah

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan

perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam

ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat

menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. Keadaan lantai rumah

perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau

keramik. Secara hipotesis jenis lantai rumah memiliki peran terhadap proses

kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah

cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman

tuberkulosis di lingkungan juga sangat dipengaruhi.

2.2.4 Pencegahan TB

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Mencegah lebih baik dari pada

mengobati, kata-kata itu selalu menjadi acuan dalam penanggulangan penyakit TB

Paru di masyarakat.

Page 16: Skenario FGD Tuberkulosis

Dalam buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus

dilakukan adalah:

1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh

2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat

bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak.

Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat :

a. Bicara : 0-200 kuman, b. Batuk : 0-3500 kuman, c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman

3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus

dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi

karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah kedalam tanah.

4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain :

a. Menjemur peralatan tidur.

b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk.

c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman

di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman.

d. Makan makanan bergizi.

e. Tidak merokok dan minum-minuman keras.

f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur.

g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir dan memakai

sabun.

h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun. Tanpa

pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita Tuberkulosis Paru akan

meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25%

sebagai kasus kronik yang tetap menular (Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, 2011).

Page 17: Skenario FGD Tuberkulosis

2.2.5 Program penanggulangan TB

Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Untuk dapat memberikan

pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas menjalankan beberapa program pokok

salah satunya adalah program pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti

program penanggulangan TB Paru yang dilakukan dengan strategi DOTS dan

Penyuluhan Kesehatan. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB

mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.

Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit

Pelayanan Kesehatan) terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan

kesehatan dasar (Muninjaya, 2004; Depkes, 2007).

Strategi DOTS . Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment

Shortcourse) adalah penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan

kepada penderita TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan

dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan

menyembuhkan penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan

TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS

sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam

pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya

(Depkes, 2007). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu:

a. Komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.

b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan

tepat waktu dengan mutu terjamin.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara keseluruhan.

Page 18: Skenario FGD Tuberkulosis

Pengawas Minum Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah

pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO.

Untuk menjamin kesembuhan dan keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

Persyaratan untuk menjadi PMO yaitu seseorang yang dikenal, dipercaya dan

disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan

dihormati oleh penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia

membantu penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan

bersama-sama dengan penderita. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya

Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila

tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau anggota keluarga.

Seorang PMO mempunyai tugas untuk mengawasi penderita TB agar menelan

obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita

agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada

waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita

TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri

ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti

kewajiban penderita mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. Petugas

kesehatan harus memberikan informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk

disampaikan kepada penderita dan keluarganya bahwa TB disebabkan kuman bukan

penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, cara

penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya, cara

pemberian pengobatan penderit, pentingnya pengawasan supaya penderita berobat

secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke UPK (Depkes, 2007).

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar,

tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan melakukan suatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari

promosi kesehatan adalah rangkaian dari rangkaian kegiatan yang berlandaskan

prinsif-prinsif belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok, atau

masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara,

melindungi dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI, 2002;Effendy, 1998).

Page 19: Skenario FGD Tuberkulosis

Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru banyak

berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan

adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam

penanggulangan TB Paru. Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan

menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.

Penyuluhan langsung dapat dilakukan dengan perorangan atau kelompok.

Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media seperti: bahan cetak seperti

leaflet, poster atau spanduk, sedangkan bentuk media massa dapat berupa koran,

majalah, radio dan televisi.

Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung perorangan

sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita.

Penyuluhan langsung perorangan dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para

kader dan PMO. Pada kunjungan pertama ada beberapa informasi penting tentang TB

Paru yang dapat disampaikan pada penderita, antara lain: pengertian atau arti TB

Paru, penyebab TB Paru, cara penularan TB Paru dan resiko penularan TB Paru,

riwayat pengobatan sebelumnya, cara pengobatan TB Paru, pentingnya pengawasan

menelan obat. Sedangkan pada kunjungan berikutnya informasi yang dapat

disampaikan adalah cara menelan obat, jumlah obat dan frekuensi menelan obat, efek

samping dari OAT, pentingnya jadwal pemeriksaan ulang dahak, apa yang dapat

terjadi bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap.

Penyuluhan ini selain ditujukan kepada penderita, tetapi juga disampaikan

kepada keluarganya. Tujuannya supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur

sampai sembuh dan bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan

meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru. Penyuluhan

dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat

menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat

tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan

memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat disembuhkan. Bila

penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif

(Depkes RI, 2002).

Page 20: Skenario FGD Tuberkulosis

BAB III

RENCANA PROGRAM

Tabel Scoring Pioritas Pemecahan Masalah

No Kegiatan efektivitas Efisiensi Hasil

M I V C

1. Penyuluhan TB 4 3 4 3 16

2. Pembentukan

TIM PMO

4 4 5 4 20

3. Peningkatan

mutu pelayanan

kesehatan

4 3 3 3 12

4. Promosi

kesehatan

3 4 3 4 9

5. Kerja bakti 3 4 2 3 8

Keterangan :

P : Prioritas jalan keluar

M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini

dilaksanakan ( turunnya prevelensi dan besarnya masalah lain)

I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah

V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah

C : Cost, biaya yang diperlukan

Jadi dapat disimpulkan urutan prioritas, yaitu :

Penyuluhan TB

Pembentukan TIM PMO

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan

Promosi kesehatan

Page 21: Skenario FGD Tuberkulosis

N

O

Kegiatan Sasaran Target Volume

Kegiata

n

Rincian

Kegiatan

Lokasi

pelaksanaa

n

Tenaga

Pelaksan

a

Jadwal Kebutu

han

pelaksa

naan

1 Penyuluhan

TB

Warga desa

di

Kecamatan

sukamandi

Meningkat

kan

pengetahu

an tentang

TB

4 bulan

sekali

Pencega

han

Bahaya

pengobat

an

Balai desa Dokter

dan

petugas

kesehata

n PKM

Januari,

Mei,

Septemb

er

Pembic

ara,

materi,

konsum

si,sewa

lokasi

2 Pembentuka

n TIM PMO

Keluarga

penderita

TB dan

tenaga

kesehatan

Meningkat

kan

kualitas

PMO

Setiap

ada

pasien

baru

Mengaja

k dan

monitori

ng

keluarga

pasien,

kegiatan

PMO,

dan

evaluasi

hasil

kegiatan

PMO

Rumah

warga,

khususnya

pasien TB

Keluarga

pasien

dan

tenaga

medis

Relatif Tenaga

kesehat

an dan

dana

3 Peningkatan

mutu

pelayanan

kesehatan

Tenaga

medis,

pelayanan

fasilitas

kesehatan

Meningkat

kan

kinerja

tenaga

medis,

kualitas

pelayanan

kesehatan

6 bulan

per kali

Pelatihan

tenaga

medis,

monitori

ng

fasilitas

kesehata

n

Puskesmas Tenaga

medis,

dokter,

manajem

en

puskesm

as

Relatif Tenaga

kesehat

an dan

dana

Page 22: Skenario FGD Tuberkulosis

4 Promosi

kesehatan

Warga desa

di Kec.

Sukamandi

Meningkat

kan

pengetahu

an tentang

PHBS

1 kali Memberi

kan

pengetah

uan

tentang

PHBS

dan

pencegah

an

penulara

n TB,

serta

mudahny

akses ke

puskesm

as

terdekat

Balai desa Tenaga

kesehata

n dan

puskesm

as

1 kali Tenaga

kesehat

an,

dana,

poster,

masker

5 Kerja bakti Lingkungan

sekitar

tempat

tinggal

Meningkat

kan

kebersihan

lingkunga

n rumah

dan

sekitarnya

1

minggu

per kali

Gotong

royong,

dan

menyedi

akan

fasilitas

untuk

kebersih

an

lingkung

an

Di sekitar

tempat

tinggal

penduduk

Seluruh

warga

secara

bergantia

n

Setiap

hari

Minggu

Alat

kebersi

han,

dana,

alat

pembua

ngan

sampah

Page 23: Skenario FGD Tuberkulosis

1. Penyuluhan TB

Penyuluhan ini ditujukan untuk semua warga desa yang berada di Kecamatan

Sukamandi karena tingginya prevalensi TB pada daerah tersebut. Dengan adanya

penyuluhan, diharapkan agar bisa mengikuti penyuluhan tersebut dan menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Di mana pengetahuan mengenai pengertian, faktor

risiko, gejala-gejala, bahaya TB, pencegahan, pengobatan TB bisa diketahui oleh

warga desa. Agar upaya dalam penyuluhan TB ini dapat menurunkan tingginya

prevalensi TB di wilayah Puskesmas Sukamandi.

2. Pembentukan Tim PMO

Pembentukan TimPMO di wilayah PKM Sukamandi ditujukan untuk keluarga

pasien TB dan tenaga medis. Dengan adanya pembentukan tim ini diharapkan

kepatuhan dalam mengonsumsi obat lebih baik dan terjadwal. Sehingga pengobatan

efektif TB selama 6 bulan dapat menurunkan prevalensi TB. Selain itu juga dilakukan

monitoring pada kegiatan PMO itu sendiri guna mengevaluasi kelancaran tim PMO

dalam melaksanakan tugasnya.

3. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di wilayah PKM Sukamandi ditujukan

untuk tenaga medis dan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan dan ada pun kegiatannya yaitu pelatihan seluruh tenaga

puskesmas, peningkatan kualitas laboratorium, ketersediaan OAT bagi semua

penderita TB yang ditemukan, pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala

dan terus menerus. Dengan adanya beberapa kegiatan yang disebutkan di atas

diharapkan dapat menurunkan prevalensi TB

4. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan ini bertujuan untuk mengetahui PHBS (perilaku hidup

bersih dan sehat) melalui poster – poster, guna keluarga dapat menolong diri sendiri di

bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan masyarakat.

Selain itu juga memberikan kemudahan bagi pasien dan keluarga pasien untuk

mencegah tertularnya penyakit TB melalui pemberian masker, sehingga semua

masyarakat yang menderita TB sadar bahwa pentingnya mencegah itu lebih baik

daripada mengobati.

Page 24: Skenario FGD Tuberkulosis

5. Kerja Bakti

Salah satu faktor yang meningkatkan angka prevalensi penyakit menular,

khususnya TB adalah lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekitar yang kotor

dan padat. Penyebab penyakit TB ini adalah bakteri yang dapat berkembang biak

didaerah yang kotor, padat, kurangnya pencahayaan dan ventilasi yang kurang.

Dengan adanya program kerja bakti ini dapat meningkatkan kebersihan lingkungan

dan mencegah berkembang biaknya bakteri sehingga upaya kerja bakti ini dapat

menurunkan angka prevalensi TB di daerah tersebut.

Page 25: Skenario FGD Tuberkulosis

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulaan

Tingginya prevalensi TB di Kecamatan Sukamndi dipengaruhi beberapa faktor

risiko yaitu kurangnya penyuluhan TB, rendahnya peran PMO, kondisi lingkungan

yang buruk, kepadatan hunian dan kondisi sosial ekonomi menengah kebawah.

Kurangnya penyuluhan TB pada masyarakat di Kecamatan Sukamandi

mengakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB. Kondisi sosial

ekonomi yang rendah menyebabkan adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan

yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan menurun. Kondisi

lingkungan yang buruk dan kepadatan hunian dapat mempermudah proses penularan.

Faktor yang paling mempengaruhi prevalensi TB di Kecamatan Sukamandi

adalah rendahnya PMO di Kecamatan Sukamandi, karena diperlukan pengawasan

meminum obat yang dapat dilakukan oleh keluarga bila penderita merasa bosan atau

jenuh meminum obat.

Saran

1. Melakukan penyuluhan TB secara berkala di Kecamatan Sukamandi agar warga

mendapat pengetahuan yang cukup dan melakukannya dengan baik, yaitu meliputi

pengertian TB, gejala, cara penularannya, faktor risiko, bahaya, pengobatan dan

pencegahan TB.

2. Meningkatkan peran PMO untuk mengarahkan pasien agar mau mengkonsumsi

obat secara teratur sampai pengobatan selesai, menjelaskan tata cara minum obat

dan menjelaskan juga efek samping obat.

3. Meningkatkan peningkatan mutu kualitas pelayanan kesehatan baik pada

penyeddia layanan kesehatan maupun sarana dan prasarana yang menunjang

kinerja dalam pencegahan dan penanggulangan TB.

4. Mengadakan promosi kesehatan guna warga desa mengetahui kiat-kiat dalam cara

penularan, pencegahan, dan bahaya TB.

5. Menciptakan kondisi lingkungan yang sehat agar menghambat penularan TB di

lingkungan sekitar.

Page 26: Skenario FGD Tuberkulosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Crofton, A. Horne, M. Miller, F. Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika; 2002.

2. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI; 2011.

http://www.scribd.com/doc/127006223/DEPKES-RI-2011- Pedoman-Penanggulangan-

TB-di-Indonesia-pdf#. Diakses tanggal 10 desember 2013.

3. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Semarang: Erlangga; 2008.

4. Achmadi, UF. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : Universitas Indonesia

(UI Press); 2008.

5. Fatimah, S. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Tb Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan,

Gandrungmangun, Bantarsari) Tahun 2008. Semarang. Undip; 2008.

http://eprints.undip.ac.id/24695/1/SITI_FATIMAH.pdf. Diakses tanggal 27 Desember

2013

6. Bachtiar,I. Ibrahim, E. Ruslan. Hubungan Perilaku Dan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah

Dengan Kejadian Tb Paru Di Kota Bima Provinsi NTB. Makassar. Unhas; 2012.

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3935/Imam%20Bac htiar-

K11108031.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 27 Desember 27 2013

7. Naben, AX. Suhartono. Nurjazuli. Kebiasaan Tinggal Di Rumah Etnis Timor Sebagai

Faktor Resiko Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 12 No.

1/April 2013. Diakses tanggal 25 Maret 2014.

8. World Healty Organization. Global tuberculosis report 2013 : WHO.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/91355/1/9789241564656_eng.pdf. diakses

tanggal 5 juni 2014

9. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Depkes RI; 2013.

http://www.kemkes.go.id. Diakses tanggal 11 Desember 2013

10. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

http://www.terbitan.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 7 April 2014

Page 27: Skenario FGD Tuberkulosis

11 Priatin, W. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasaan Anggota Keluarga

Terhadap Penularan TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja II Kabupaten

Banyumas. http://portalgaruda.org. Jurnal Keperawatan Soedirman Vol. 2 No. 3

November 2007. diakses tanggal 18 Desember 2013

12. Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2006.

13. Musadad, A. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan Penularan TB Paru Kontak

Serumah. http://portalgaruda.org. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 5 No. 3 Desember

2006 : 486 – 496. Diakses tanggal 11 April 2014.

14. Notoatmojo, S. Prinsip -Prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta;

1997.

15. Notoatmojo, S. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka

Cipta; 2012. 26. Kamus V2.0 : Fen_Lis Project [computer program]. KBBI database pusat

bahasa english indonesia database : http://gkamus.sourceforge.net ; 2008

16. Wahyuni. Determinan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penularan Penyakit

TBC Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendosari. www.jurnal.stikesaisyiyah.ac.id. GASTER Vol.

4 No. 1 Februari 2008 : 178 – 183. Diakses tanggal 12 April 2014.

17. Tobing, T. L. pengaruh perilaku penderita TB paru dan kondisi rumah terhadap

pencegahan potensi penularan TB paru pada keluarga di kabupaten tapanuli utara.

[online]. 2009. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6656/1/09E01348.pdf

[diakses 25 agustus 2014]