fgd kep belum revisi

Upload: mylacutezz

Post on 10-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan fgd

TRANSCRIPT

FGD 1

Kekurangan Energi Protein

Oleh :Kelompok 9

Pembimbing :

dr. Sukma Sahadewa, SH. MH. M.Kes.LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2015

1. Skenario

Kekurangan Energi Protein

Di puskesmas Sukamaju Kecamatan Sukumanunggal Kabupaten Guyub Rukun, ditemukan data penyakit dalam waktu 5 tahun terakhir seperti tabel 1. Puskesmas akan menganalisa permasalahan kasus di puskesmas tersebut.

Sebagian besar penduduk di wilayah puskesmas Sukamaju bekerja sebagai petani dengan sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP.Sumber air yang dipakai untuk kehidupan sehari- hari berasal dari sungai yang ada di daerah tersebut.Kegiatan posyandu di wilayah Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik.

Tabel 1: data prevalensi KEP selama 5 tahun berturut- turut(2006-2010) di Puskesmas Sukamaju

20062007200820092010

KEP (BALITA)1%2%3%3,5%3,8%

2. Learning Objective

a. Mampu mengetahui masalah utama yang ada di Puskesmas Sukamaju

1. Menjelaskan definisi KEP

2. Menjelaskan penyebab kejadian KEP

3. Menjelaskan gejala klinis KEP

4. Menjelaskan penilaian status gizi terhadap KEP

5. Menjelaskan penatalaksanaan

b. Mampu menganalisis solusi pemecahan KEP

c. Mampu menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Kekurangan energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari(Supariasa, 2002). Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2002, prevalensi KEP di Indonesia mencapai 27,3%(Depkes, 2003).

Penyebab dari KEP ini adalah kurangnya konsumsi sumber protein yang berasal dari protein hewani dan nabati. Protein hewani mengandung protein cukup tinggi dan asam amino esensial yang lengkap, sehingga menjadi bahan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi(Winarno, 1993).Secara garis besar faktor-faktor yang menentukan status gizi khususnya anak balita adalah tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi, sosial budaya, geografi dan iklim, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan (Jelliffe, 1989). Sementara itu menurut UNICEF (1998) dalam Depkes (2005), KEP disebabkan oleh penyebab langsung dan tak langsung. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan penyebab tak langsung yaitu ketersediaan pangan, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih.Semua penyebab tak langsung ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan (Supariasa, 2002).

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan data Susenas (1999) diketahui bahwa prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 26,4%. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 24,9% dan gizi buruk yaitu sebesat 7,1%. Dari 5 juta anak balita Indonesia (27,5%) yang mengalami KEP terdapat 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak (8,3%) berstatus gizi buruk (Depkes, 2004).

Sementara itu menurut data Susenas tahun 2000 diketahui prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Indonesia adalah 17,13% dan 7,53% serta 19,3% dan 8% pada tahun 2002. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita KEP), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yaitu menjadi 19,2% dan 8,8%. Angka prevalensi KEP pada tahun 2002 sebesar 27,3% menjadi 27,5% dan 28% pada tahun 2005 (Depkes, 2006).

GAMBAR 1.1: Tabel Kejadian KEP di Jawa Timur

Kepala Seksi (Kasi) Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Sri Andari, mengatakan 3,1 persen balita tersebut sudah masuk dalam wilayah kekurangan gizi, namun belum sampai pada tahapan gizi buruk.

"Saat ini jumlah balita di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 140 ribu dan sebanyak 3,1 persen mengalami gizi buruk," katanya(http://www.antarajatim.com: 2011).

Banyak dampak merugikan yang diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu merosotnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan mental anak, serta merupakan salah satu penyebab dari angka kematian yang tinggi bila tidak segera ditangani (Sihadi, 2000).

Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan memperburuk kekurangan gizi. Infeksi dalam derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi, sedangkan malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini akan bertambah buruk bila keduanya terjadi dalam waktu bersamaan (Pudjiadi. 2000).

2. Rumusan Masalah

Apakah yang menjadi penyebab terjadi peningkatan KEP di Puskesmas Sukamaju ?3. Tujuan Penelitian

1. Identifikasi penyebab terjadinya KEP di desa Sukamaju

2. Menganalisis solusi pemecahan KEP

3. Menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Kausa dan Alternatif Kausa2.1.1 Analisa Secara Epidemiologi

What

Masalah meningkatnya prevalensi KEP setiap tahunnya di desa sukomaju kecamatan sukomanunggal kabupaten guyub rukunWhere

Desa sukomaju kecamatan sukomanunggal kabupaten guyub rukunWho

Kurangnya pendidikan penduduk di desa sukomaju kecamatan sukomanunggal kabupaten guyub rukunWhen

Prevalensi KEP lima tahun berturut-turut (tahun 2006 s/d tahun 2010)Why

Sebagian besar penduduk berpendidikan rendah (SD/SMP)

Sebagian besar penduduk berpendapatan rendah (petani)

Kegiatan posyandu tidak berjalan dengan baik

Karakteristik KEP dibagi menjadi empat faktor:a. Person

Kurangnya motivasi tenaga medis dalam melakukan penyuluhan dan kegiatan posyandu kepada masyarakat. Faktor lain yang juga berpengaruh karena pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan tingkat kesadaran untuk datang ke posyandu juga berkurang.b. Place

Sumber air yang dipakai untuk kehidupan sehari-hari berasal dari sungaic. Time

Faktor geografis menjadi alasan utama yang menyebabkan waktu yang diperlukan penduduk ke tempat pelayanan kesehatan lebih lama.2.1.2 Analisa Fish Bone

Diagram fishbone (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause and Effect Diagram atau Ishikawa Diagram diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah. Suatu tindakan dan langkah improvement akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah (Kusnadi, Eris. 2011).Didalam diagram fishbone penyebab biasanya berupa suatu permasalahan yang akan diperbaiki dan permasalahan tersebut ditempatkan pada kepala ikan. Penyebab dari masalah kemudian diletakkan sepanjang tulang, dan diklasifikasikan ke dalam tipe berbeda sepanjang cabang. Penyebab masalah berikutnya dapat ditempatkan disamping sisi cabang berikutnya.GAMBAR 1.2: FISH BOND KEP(2015)Aspek fish bone dalam permasalahan ini, yaitu:1. Person

a. Pendidikan SDM yang kurang di desa Sukamaju

b. Rendahnya motivasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu

c. Kurangnya empati tenaga medis terhadap masyarakat

d. Budaya masyarakat yang jarang makan protein hewani

2. Material

a. Obat kadaluarsa

b. Distribusi obat yang sulit

c. Obat kurang lengkap

d. Kurangnya sumber pangan hewani

3. Money

a. Pembiayaan operasional yang minim pada setiap puskesmas

b. Gaji karyawan puskesmas di bawah upah minimum kerja

c. Kurangnya pendapatan dari masyarakatd. Lapangan kerja terbatas.

4. Methode

a. Kurangnya sosialisasi KEP kepada masyarakatb. Tidak adanya reward kepada tenaga medi Tidak adanya penghargaan kepada tenaga puskesmas yang berprestasic. Keterlambatan kinerja dari petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini KEP

5. Environment

a. Letak geografi yang tidak strategis

b. Akses jalan yang kurang baik

c. Kurangnya sumber pangan hewani d. Sumber air berasal dari sungai yang digunakan untuk seluruh kebutuhan sehari-hari

2.2 Teori Motivasi Maslow2.2.1 Pengertian MotivasiMotivasi merupakan kondisi psikologis dari hasil interaksi kebutuhan karyawan dan faktor luar yang mempengaruhi perilaku seorang karyawan(Danim 2001 : 25). Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarahkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan (Berelson dan Stainer 2002 : 67).Dari definisi diatas, maka motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, masalah motivasi dapat dianggap simpel karena pada dasarnya manusia mudah dimotivasi, dengan memberikan apa yang diinginkannya.

2.2.2 TEORI MASLOW

Abraham Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi member motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang lebih kecil.

GAMBAR 1.3: Teori MaslowTeori Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko(1996), membagi kebutuhan manusia sebagai berikut: 1. Kebutuhan FisiologisKebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya. Dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah:

a. Gaji tidak sesuaib. Sandang, pangan, papan kurang atau kurang layakc. Situasi kondisi / jarak rumah yang jauhdari tempat kerja

2. Kebutuhan Rasa AmanKebutuhan fisiologis relative sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja. Dalam kasus ini, kebutuhan rasa aman terutama diperlukan oleh petugas yang bekerja di daerah rawan konflik yang sering terjadi kerusuhan.3. Kebutuhan SosialKebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya. Dalam kasus ini, dapat diidentifikasikan 2 hal yang mempengaruhi motivasi petugas puskesmas, yaitu:

a. Rasa kekeluargaan yang kurang antara sesama petugas puskesmas.b. Untuk petugas yang berasal dari luar pulau, susahnya akses komunikasi untuk dapat terhubung dengan keluarga didaerah asal.4. Kebutuhan PenghargaanKebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. Tidak adanya apresiasi dari atasan dan tidak adanya penghargaan dari masyarakat sekitar dapat menjadi penyebab dari rendahnya mutu puskesmas dalam kasus ini.

5. Kebutuhan Aktualisasi diriAktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senangakan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya. Penyebab rendahnya mutu petugas puskesmas dalam hal kebutuhan aktualisasi diri adalah dikarenakan tidak adanya kesempatan untuk memiliki jenjang karir yang lebih tinggi(Romi, H.2013).2.3 Teori Motivasi Hezberg

Menurut Herzberg ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu fakto rpenyebab kepuasan kerja (job satisfiers) dan faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfiers). Satisfiers disebut dengan istilah motivators dan dissatisfiers disebut dengan istilah hygiene factors.Faktor higiene mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidak-puasan kerja. Faktor hygiene bersifat ekstrinsik karena berasal dari luar diri individu. Faktor ini disebut hygiene karena apabila faktor ini tidak terpenuhi akan timbul ketidakpuasan dalam diri individu, namun apabila faktor ini terpenuhi belum tentu akan menimbulkan motivasi. Berikut yang termasuk hygiene faktor adalah:

a. Kebijakan perusahaan & administrasi (company policy and adminis-tration)b. Supervisi tehnik (supervision technical)c. Kondisi kerja (working condition)d. Hubungan antar pribadi (interpesonal relations)e. Gaji (salary)f. Keamanan kerjadan status (job security and status)Faktor penyebab kepuasan kerja (motivators) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja karyawan. Faktor motivator ini bersifat intrinsic karena berasal dari dalam individu. Faktor ini disebut motivator karena apabila faktor ini tidak terpenuhi, seorang individu tidak akan termotivasi (belum tentu mengalami ketidakpuasan), sedangkan apabila faktor ini terpenuhi, maka akan timbul motivasi. Berikut yang termasuk faktor motivator adalah:a. Prestasi (achievement)b. Pengakuan (recognition)c. Kerja itu sendiri (The work itself)d. Kemajuan (advancement)e. Tanggung jawab (responsibility)Dalam kasus ini, yang menjadi penyebab dari segi faktor hygiene adalah kurang harmonisnya hubungan antar sesama petugas atau petugas dengan atasan. Sedangkan yang menjadi penyebab faktor motivasional adalah:a. Pengakuan diri yang kurang dari masyarakat dan atasanb. Kurangnya tanggung jawab dalam mengerjakan pekerjaan sehingga pekerjaan tidak berhasil dan tidak sesuai dengan target(Wahyu, 2011)2.4 Prioritas Jalan Keluar (Subur Prayitno, dasar-dasar AKM,1997)1. Pemberian makanan tambahan 2. Meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP dengan memberikan penyuluhan.

3. Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan kunjungan rumah (puskel)5. Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit

6. Menambah kader dan tenaga kesehatan di puskesmas.7. Meningkatkan kinerja petugas puskesmas dengan memberikan pelatihan.

8. Meningkatkan sarana dan prasarana di puskesmas.No.Alternatif Jalan KeluarEfektivitasEfisiensiHasil

MIVC MxIxV

P=

C

1.Pemberian makanan tambahan444416

2.Meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP dengan memberikan penyuluhan.22232,67

3.Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.23336

4.Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan kunjungan rumah (puskel)23344,5

5.Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit33339

6.Menambah kader dan tenaga kesehatan di puskesmas21231,3

7.Meningkatkan kinerja petugas puskesmas dengan memberikan pelatihan.32234

8.Meningkatkan sarana dan prasarana di puskesmas.23344,5

P : Prioritas jalan keluar

M: Maknitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)

I: Implementasi, kelanggengan selesainya masalah.

V: Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah

C: Cost, biaya yang diperlukan.Maka Puskesmas Sukamaju mengambil / memilih program pemberian makanan tambahan pada penduduk di wilayah Puskesmas Sukamaju untuk menghindari meningkatnya kejadian KEP.Rencana Pelaksanaan Program Peningkatan Kinerja Petugas Puskesmas dengan Pemberian Makanan TambahanNo.KegiatanSasaran Target Volume kegiatanRincian pelaksanaanLokasi pelaksanaanTenaga pelaksanaJadwalKebutuhan pelaksanaan

1.

Pemberian makanan tambahan Khusus : : balita penderita KEP

Umum : : balita yang rentan

Balita

1x/bulanMembagikan makanan yang mengandung protein (susu, telor, kacang hijau, ikan)

Puskesmas, balai desa

Petugas Puskesmas (kader, perawat, bidan, dokter)

Setiap awal bulanMakanan berprotein tinggi

2

Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit Balita penderita KEP

Balita

Setiap sakitPengobatan KEP(10 prinsip dasar pengobatan rutin KEP)Puskesmas

Dokter, bidan, Perawat

Setiap sakit

Obat-obatan di sesuaikan berdasarkan derajat KEP

3

Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari penyakit.Masyarakat puskesmas sukamajuPenduduk2x/tahuna. Melakukan kerja bakti (membersihkan selokan, membuang sampah, membuang air limbah rumah tangga)

b. Menjaga agar makanan tidak terkontaminasiDi wilayah cakupan puskesmas sukamajuPetugas Puskesma,Tokoh Masyarakat, pendudukSetiap 6 bulan sekaliAlat-alat kebersihan rumah tangga

BAB IIIKESIMPULAN3.1 Kesimpulan

1. Penyebab tingginya kejadian KEP di Puskesmas Sukamaju : rendahnya pendidikan sebagian besar penduduk Kurangnya kesadaran penduduk akan pentingnya pelayanan kesehatan Rendahnya tingkat ekonomi sebagian besar penduduk Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan kepada masyarakat sekitar Letak geografi yang tidak strategis

Minimnya kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan di puskesmas.2. Penyebab rendahnya motivasi petugas puskesmas Sukamaju : Jumlah petugas puskesmas kurang

Petugas kurang kompeten Pembiayaan operasional yang minim pada setiap puskesmas

Tidak adanya penghargaan kepada tenaga puskesmas yang berprestasi

Minimnya kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan di puskesmas

3.2 Saran

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas Sukamaju direkomendasikan beberapa program :

1. Pelatihan tenaga kesehatan dan kader posyandu untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan yang dilaksanakan 4 kali setahun dengan sasaran 80% dari peserta pelatihan yang diadakan di balai desa. 2. Memberikan penghargaan kepada petugas dan kader posyandu yang teladan setiap tahunnya untuk meningkan motivasi kerja.3. Memberikan penyuluhan kepada penduduk wilayah Sukamaju utamanya ibu-ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi dan pengolahan makanann yang benar.4. Memberikan pelatihan keterampilan mandiri dan menganjurkan menambah usaha lain selain bertani misalnya, beternak.5. Meningkatkan mutu pelayanan dari puskesmas (puskel).DAFTAR PUSTAKA

DepartemenKesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 2005.

Jelliffe, D.B., &Jelliffe, E.F.P. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press.

Pudjiadi, S (2005). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Ed.4. Jakarta: PenerbitFakutas

KedokteranUniversitas Indonesia.

Sihadi.(2009). Kajian Profil Gizi Buruk Di Klinik Gizi Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi Dan Makanan Bogor. PERSAGI: Jurnal persagi.org/index.php?hal=8&jmlP=13

Susenas (2006).Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006, Berita Resmi

Statistik No. 47/IX/ 1 September 2006. Jakarta: Susenas.

Supariasa.(2002). Penilaian Status Gizi.Jakarta : EGC.

Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.http://www.antarajatim.com/lihat/berita/66070/31-persen-balita-sidoarjo-kurang-gizi EMBED Word.Document.12

1

CAUSENo RewardMETHODEMONEYKEKURANGAN ENERGI PROTEIN DI PKM SUKAMAJUPERSON

Pendidikan SDM kurang Budaya masyarakatrendahnya UMR

Kurangnya tenaga medisSosialisasi Kurang

Biaya operational PKM rendah

Keterlambatankinerja tenaga medisRendahnya motivasi dari masyarakat

Kurangnya empati dari tenaga medisPendapatan kurang

Lapangan kerja terbatas

Obat Kadaluarsa

LetakgeografisAkses jalan kurangDistribusi obat sulit

Obat kurang lengkap

Kurangnya sumber protein hewani Kurangnya sumber pangan hewani

Sumber air berasal dari sungaiMATERIAL

ENVIRONMENT