farter 3 ht si peb (97) (2)

61
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III HIPERTENSI KRONIS SI PREEKLAMPSIA BERAT Disusun Oleh : KELOMPOK 3 KELAS B YESSY KHOIRIYANI G1F010008 JANESCA K. GINTING G1F010010 ALVIAN SAPUTRA G1F010016 MAYANI G1F010024 WIMALA PERMATASARI G1F010032 DEDY ISKANDAR G1F010034 OKTY FITRIA I. Z. G1F010054 NUR ALFIAH G1F010060 DEANTARI KARLIANA G1F010064 YOGA RIZKI P. G1F010066 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: wimalapermatasari

Post on 28-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

farmako terapi 3

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

HIPERTENSI KRONIS SI PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3 KELAS B

YESSY KHOIRIYANI G1F010008JANESCA K. GINTING G1F010010ALVIAN SAPUTRA G1F010016MAYANI G1F010024WIMALA PERMATASARI G1F010032DEDY ISKANDAR G1F010034OKTY FITRIA I. Z. G1F010054NUR ALFIAH G1F010060DEANTARI KARLIANA G1F010064YOGA RIZKI P. G1F010066

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASI

PURWOKERTO2013

ISI

1. Dasar Teori

Patofisiologi

Pre-eklamsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan

pembengkakan , dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).

Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat

setelah janin dan placenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi

wanita yang akan menderita pre eklamsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor

resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit, salah satunya

seperti yang dialami pasien, yaitu janin besar. Pada ibu yang mengalami

hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%. Pre

eklamsia tidak terpisahkan dari preeklamsia ringan sampai berat, HELLP

sindrom atau eklamsia (Bobak dkk, 2003).

Preeklamsia berat merupakan pre eklamsia dengan tekanan sistolik

>160 mmHg dan tekanan darah sistolik >110 mmHg disertai proteinuria lebih

dari 5 g / 24 jam (Prawirohardjo, 2008). Patofisiologi preeklamsia-eklamsia

setidaknya berkaitan dengan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal

pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah , vasodilatasi,

penurunan resistensi vaskuler sistemik (SVR), peningakatan curah jantung dan

penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre eklamsia volume plasma yang

beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan

hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun,

termasuk perfusi ke unit janin-utero placenta. Vasospasme sikliklebih lanjut

menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah

merah,sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasospasme merupakan

sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia.

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan

peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu

ketidaksembarangan antara protasiklik, prostaglandin dan tromboksan A2.

Selain kerusakan endotermal, spasme arterial turut menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan oedema dan lebih lanjut

menurunkan volume intravaskuler, mempredisposisi untuk mudah terkena

oedema paru (Bobak dkk, 2005). Pasien menunjukkann tekanan darah yang

tinggi di tanggal 30 Agustus – 1 September. Pasien mengalami HELLP dan

oedema.

Sindrom HELLP

HELLP adalah suatu keadaan hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan

jumlah trombosit yang rendah sudah sejak lama dikenal sebagai komplikasi

dari preeklamsi dan eklamsi. Pada penderita preeklamsia, sindrom HELLP

merupakan suatu gambaran adanya hemolisis, peningkatan enzim hati

(elevated Liver Enzym-EL) dan trombositopenia (low platelets-LP). Sindrom

HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trisemester dua sampai

beberapa hari setelah melahirkan.

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Sindrom ini

kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan

endotel mikrovaskuler dan aktivitas trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi

vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi di

kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai enemi hemolitik

mikroangiopati merupakan tanda khas. Pada sindrom HELLP , peningkatan

kadar enzim hati merupakan akibat sekunder akibat obstruksi aliran darah hati

oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal

intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati (AST , Bil direct ). Jadi

doketr mendiagnosis sindrom HELLP karena pasien mengalami penurunan

trombosit dan kadar AST nya juga tinggi, terjadi penurunan albumin juga

sehingga tekanan osmotik sel juga terganggu sehingga terjadi oedem.

Kerusakan endotelial akibat gejala preeklamsia juga menyebabkan oedem.

Kondisi pre eklamsia ditandai dengan kejadian hipertensi seperti yang dialami

pasien dan tidak dapat dipisahkan dari sindrom HELLP.

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang

spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga

didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu

kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus

(kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang

dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan.

Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau

parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu

kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi

trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan,

kebutuhan metabolik fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena

invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi

untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari

disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia.

Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau kembali (Cunningham,

2003).

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik

preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan

sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang

sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria ( didefinisikan sebagai › 300

mg/24 jam atau ≥ +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan

onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir

dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis

(Cunningham, 2003).

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada

kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi

endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit

saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju

filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis

hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.

Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan

pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan

anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam

rahim (Michael, 2007).

Perubahan pada organ-organ:

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeclampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya

berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh

larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai

ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham,

2003).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia

tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih

banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita

hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita

preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam

yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,

sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid,

dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.

Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas

normal (Simanjuntak, 1999).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.

Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-

okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang

mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan

ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah

dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina (Simanjuntak,

1999).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan

anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan

perdarahan (Simanjuntak, 1999).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan

eklampsia ;sering terjadi ningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjadi partus premature (Simanjuntak, 1999).

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya

disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa

juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Simanjuntak,

1999).

Gambaran Klinis Preeklampsia

1. Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal,

skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual

atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada

preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia

akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan

proteinuria bertambah meningkat (Simanjuntak, 1999).

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;

peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan

darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia

berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa

organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema

paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,

pendarahan otak (Michael, 2007).

Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

•Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau

lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine

kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

•Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati

• Pertumbuhan janin terhambat (Wiknjosastro, 1999).

Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut "penyakit teori";

namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori

sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori "iskemia

plasenta". Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang

berkaitan dengan penyakit ini. Adapun teori-teori tersebut adalah :

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada

endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel

endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal,

prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah

sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun.

Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak

50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Ahmed, 2008).

2. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun

humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya

pembentukan proteinuria (Ahmed, 2008).

3. Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat

pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia(Ahmed, 2008).

4. Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus (Ahmed, 2008).

5. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah (Ahmed, 2008).

6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting

dalam pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh

sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan

dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin

sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan

meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Ahmed, 2008).

Guideline Terapi

Algoritma

Tujuan utama dari manajemen pada wanita dengan kehamilan

hipertensi preeklampsia harus selalu keselamatan ibu dan kemudian

pengiriman yang matang bayi baru lahir yang tidak akan memerlukan intensif

dan berkepanjangan perawatan neonatal. Tujuan ini dapat dicapai dengan

merumuskan rencana pengelolaan yang memperhitungkan satu atau lebih hal

berikut: tingkat keparahan penyakit proses, janin usia kehamilan, ibu dan status

janin di saat evaluasi awal, kehadiran tenaga kerja, serviks Skor Bishop, dan

keinginan si ibu (Sibai,2003).

Perawatan yang optimal pada wanita yang menderita hipertensi

gestasional dan preeclampsia sebelum usia kehamilan 37 minggu masih

diperdebatkan. Masih adanya ketidak sepakatan mengenai manfaat rawat inap,

istirahat penuh, dan penggunaan obat antihipertensi (Sibai, 2003).

Penanganan konservatif bila kehamilan <35 minggu tanpa disertai

tanda-tanda impending eklampsia dan keadaan janin baik. Prinsip terapi serupa

dengan yang aktif, hanya tidak dilakukan terminasi kehamilan. Pemberian

MgSO4 2 mg dilanjutkan 2 g/jam dalam drip infus dekstrose 5% 500 mL/6 jam

dapat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan,

selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak ada perbaikan atau bila

dalam 6 jam selama pengobatan terdapat peningkatan tekanan darah, terapi

dianggap gagal dan dilakukan terminasi kehamilan (Mansjoer,2001).

Perlakuan yang dilakukan saat penderita preeclampsia berat masuk rumah sakit

adalah diberi IV MgSO4 untuk mencegah kejang dan obat antihipertensi untuk

menurunkan tekanan darah (tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg dan diastole 110

mmHg). Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk menjaga tekanan darah sistol

antara 140-155 mmHg dan diastole antara 90 dan 105 mmHg. Selama

dilakuakan penanganan, diamati kondisi ibu dan janin sehingga dapat diketahui

kapan janin dilahirkan. Untuk wanita dengan usia kehamilan 24-34 minggu

diberikan kortikosteroid untuk mempercepat kematangan paru janin, dua

suntikan harus diberikan 24 jam terpisah, dan manfaat penuh dari pengobatan

terjadi 48 jam setelah injeksi pertama. Pasien dengan usia kehamilan di bawah

23 minggu yang ditawarkan penghentian kehamilan. Pasien pada usia

kehamilan 23-32 minggu menerima perawatan individual berdasarkan respon

klinik selama observasi 24 jam. Jika tekanan darah memadai tes control dan

janin meyakinkan, maka penggunaan magnesium sulfat dihentikan. Kemudian

diamati resiko tinggi antepartum sampai kehamilan 34 minggu atau

pengembangan kematangan janin untuk dilahirkan. Selama rawat inap mereka

menerima obat antihipertensi, biasanya nifedipin oral (40-120 mg per hari)

ditambah labetalol (600-2400 mg per hari) untuk menjaga tekanan sistol 140-

155 mmHg dan tekanan diastole 90-105 mmHg. Kebanyakan pasien akan

melahirkan dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa pasien tetap

2. Paparan Kasus

A. Data Base Pasien (Subjektif)

- Inisial Pasien : Ny. SWN

- Umur : 37 tahun

- Jenis kelamin : perempuan

- BB/TB : 61 kg / 170 cm

- Keluhan utama : 2 minggu terakhir pasien mengeluhkan sesak

nafas, terutama saat pasien tidak jalan-jalan di pagi hari, gangguan pada

penglihatannya yang terlihat kabur

- Diagnosa : G3P1A1 34 minggu + HT kronis SI PEB + BJ

1800 gram (perawatan konservatif) + sesak nafas

- Riwayat Penyakit : HT sejak 5 tahun yang lalu, G3P1A1

B. Terapi yang Diberikan Dokter

C. Objektif

Data Klinik

Data

klinik

Nilai

norm

al

tanggal

(yang

pentin

g)

28/8 29/8 30/8 31/8 1/9 2/9 3/9 4/9 5/9 6/9 7/9

Kondi

si

umum

baik baik baik baik baik baik baik baik baik baik baik

HR 60-

100

dyt/

mnt

88 88 88 84 88 88 90 84 82 84 84-88

suhu 36- 37 37 36,5 36,5 37 36,5 37 37 37 37 36,5

37 0C

RR 16-

20

37 28 27 27 27 25 26 25 22 22 18

TD <120

/80

160/

100

150/

90

160/

100

140/

100

150/

80

140/

90

140/

100

150/

90

130/

90

130/

90

130/9

0

GCS 456 456 456 456 456 456 456 456

Edema

kaki

+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mual/

munta

h

-/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-

BAK 700-

2000

ml/hr

300

ml

850

ml

650

ml

750

ml

Gerak

janin

+ + + + + + + + + +

Data Laboratorium

NoDATA LABORATORIUM

(yang penting)Nilai Normal

Tanggal

28/8 30/8 3/9 6/9

1 GDA (Gula Darah Acak) < 100 mg/dL 83 103 72

2 AST 15 - 37 U/L 16 17 13

3 ALT 0 – 45 U/L 8 12 9

4 Creatinin 0,6 – 1,3 mg/dL 0,68 0,8 0,9

5 BUN 10 – 20 mg/dL 4,3 7 6

6 Cl 98 – 107 mmol/L 103 108 106

7 K 3,5 – 5,1 mmol/L 3,7 4,0 3,9

8 Na 136 – 145

mmol/L

123 134 149

9 WBC 4,5 – 10,5 x 7.7 9,38 7,61

103 /µl

10 RBC 4 – 6 x 106 /µl 3,76 3,99 3,7

11 HB 11 – 18 g/dL 11,6 12,2 11,4

12 HCT 35 – 60% 32,8 34,4 33,0

13 MCV 81,1 – 96 fL 87,3 86,3 89,1

`14 MCH 27 – 31,2 pg 30,9 30,6 30,8

15 MCHC 31,8 – 35,4 g/dL 35,4 35,4 34,6

16 RDW 11,5 – 14,5 % 12,2 11,1 11,4

17 PLT 150 – 450 x

103/µl

207 243 223

18 MPV (Mean Platelet Volume) 6,9 – 10,6 fL 7,9 8,35 8,66

19 Albumin 3,4 – 5 g/dL 2,86 3,3 3,1

20 Asam urat

21 LDH 240 – 480 U/L 451

22 Protein Urin 3-10 mg/dL (-) (+) 4-5 (+) 25

23 Protein (esbach) 0-0 0,05 g/24 jam

D. Assesment dan Plan

No Problem Paparan Problem Rekomendasi

1. Dosis berlebih Dosis SM 40% berlebih Dosis SM 40% yang

tadinya 10g IV diturunkan

menjadi 4g dan

pemberiannya diubah

menjadi IM ,karena dosis

pemeliharaan pada PEB

diberikan dengan SM 40%

4g dan diberikan secara

IM dan pemberiannya

tidak boleh lebih dari 3

hari (Marnoto,2000).

2. Dosis tidak tepat Dosis inj. Dexamethason

tidak tepat

Dexamethason dosis

dirubah menjadi 4 x 6 mg/

12 jam dan digunakan

selama 48 jam pertama

(Committee opinion,

2011) untuk

meningkatkan upaya

pematangan janin

(Leveno, 2003)

3. Terapi kurang

tepat

Robb dan folamil tidak

digunakan

Robb dan folamil tidak

digunakan dan diganti

dengan hemobion karena

kandungan hemobion

lebih lengkap. Kompisisi

hemobion adalah : ferros,

vit B12, asam folat, dan

asam askorbat.

E. Terapi yang direkomendasikan

F. Monitoring

Parameter Nilai Normal Jadwal Monitoring

TD 130/90 mmHg Sekali sehari

Elektrolit:

Na 136-145 mmol/L 3 hari sekali

Cl 3,5-5,1 mmol/L 3 hari sekali

K 98-107 mmol/L 3 hari sekali

BAK < 300 mL Setiap hari

Edema Setiap hari

Gerak Janin + Setiap hari

3. Pembahasan

Keterangan Data Klinik

- TD pada hari pertama mencapai 160/100 mmHg menunjukkan bahwa ibu

tersebut mengalami preeklampsia berat. Sedangkan hari berikutnya tekanan

darah turun menjadi 150/90 mmHg menunjukkan bahwa keadaan ibu

preeklampsia ringan, tetapi tekanan darah ibu masih naik turun dan masih

mengalami preeklampsia berat (Mansjoer, 2001).

- Edema terjadi karena Perubahan pada komposisi darah menyebabkan cairan

menyelinap ke dalam jaringan lebih banyak. Selain itu, rahim yang sedang

membesar akan menekan pembuluh darah vena di daerah panggul dan

pembuluh vena utama di tubuh bagian kanan. Tekanan tersebut

menyebabkan kembalinya darah dari kaki ke jantung menjadi lebih lambat,

sehingga memaksa cairan dari vena masuk ke jaringan otot di pergelangan

dan telapak kaki, maka terjadilah edema.

- RR mengalami kenaikan. Peningkatan respiration rate pada wanita hamil

adalah normal. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen

yang meningkat pada wanita hamil. Selain itu pada wanita hamil juga terjadi

peningkatan volume tidal untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang

bertambah pada wanita hamil.

- suhu ibu hamil akan meningkat karena metabolisme yang meningkat

sehingga panas yang terbentuk akan meningkat. Namun tubuh akan

berusaha mengeluarkan panas tersebut lewat vasodilatasi pembuluh darah

dan radiasi lewat pori-pori.

- BAK ibu hamil ≥ 300 mg menunjukkan bahwa ibu tersebut mengalami

preeklampsia berat (Mansjoer, 2001).

Keterangan Data Laboratorium

ALBUMIN

Fungsi utama albumin dalah pemeliharaan tekanan osmotik koloid

dalam ruang pembuluh darah dan ekstravaskuler (misalnya, urine, cairan

serebrospinal, dan cairan omniotic). Albumin merupakan sumber nutrisi dan

juga merupakan bagian dari sistem penyangga yang kompleks. Albumin

digunakan untuk mengevaluasi status gizi, kehilangan albumin dalam

penyakit akut, penyakit hati dan penyakit ginjal dengan proteinuria,

perdarahan, luka bakar, eksudat atau kebocoran di saluran pencernaan, dan

penyakit kronis lainnya (Fischbach, 2003).

Faktor yg berhubungan dg penurunan Albumin terjadi pada :

- Kehamilan ( trimester terakhir, karena meningkatnya volume plasma )

- Oral kontrasepsi (estrogen) dan obat lain

- Prolonged bed rest

- Cairan IV, hidrasi cepat, overhidrasi (Fischbach, 2003).

Dalam kasus ini penurunan albumin karena pasien tengah

mengalami kehamilan trimester akhir (33 minggu) karena meningkatnya

volume plasma.

BUN

Bersama dengan CO2, BUN merupakan produk akhir dari

metabolisme protein. Jumlah urea dikeluarkan bervariasi secara langsung

dengan asupan protein, meningkatnya ekskresi pada demam, diabetes, dan

peningkatan aktivitas kelenjar adrenal (Fischbach, 2003).

Tes untuk BUN, yang mengukur bagian nitrogen urea, digunakan

sebagai indeks fungsi glomerulus dalam produksi dan ekskresi urea.

Katabolisme protein yang cepat dan gangguan fungsi ginjal akan

menghasilkan tingkat BUN tinggi. BUN meningkat dipengaruhi oleh tingkat

nekrosis jaringan, katabolisme protein, dan tingkat di mana ginjal

mengekskresikan urea nitrogen. Pada penyakit ginjal kronis, tingkat BUN

berhubungan baik dengan gejala uremia daripada kreatinin serum

(Fischbach, 2003).

Nilai BUN mengalami penurunan biasanya terjadi pada akhir kehamilan

karena peningkatan volume plasma ( hydremia fisiologis ) (Fischbach,

2003).

AST

Aspartat transaminase (AST) adalah enzim yg ditemukan dalam

jaringan dengan aktivitas metabolisme yang tinggi, konsentrasi penurunan

AST ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, limpa,

dan paru-paru. Enzim dilepaskan ke dalam sirkulasi setelah cedera atau

kematian sel. Jumlah AST dalam darah secara langsung berkaitan dengan

jumlah sel yang mengalami kerusakan. Setelah kerusakan sel yang parah,

tingkat AST darah akan meningkat dalam 12 jam dan tetap tinggi selama

sekitar 5 hari (Fischbach, 2003).

Penurunan AST bisa terjadi antara lain :

Sedikit penurunan terjadi selama kehamilan, ketika ada metabolisme

piridoksin yg abnormal (Fischbach, 2003).

PROTEIN URIN

Adanya peningkatan jumlah protein dalam urin dapat menjadi

indikator penting dari penyakit ginjal. Ini mungkin merupakan tanda

pertama dari masalah serius dan dapat muncul sebelum gejala klinis lainnya.

Namun, ada kondisi fisiologis lainnya (misalnya, latihan, demam) yang

dapat menyebabkan ekskresi protein dalam urin meningkat. Juga, ada

beberapa gangguan ginjal di mana tidak ada proteinuria (Fischbach, 2003).

Protein Urin merupakan tanda khas dari PEB.

HCT

Hematokrit kata berarti "darah yang terpisah," yang menggaris

bawahi mekanisme tes karena plasma dan sel darah dipisahkan dengan

sentrifugasi (Fischbach, 2003).

Tes Hct merupakan bagian dari CBC. Tes ini secara tidak langsung

mengukur massa RBC. Hasilnya dinyatakan sebagai persentase volume sel

darah merah dikemas dalam darah utuh (PCV). Ini merupakan ukuran

penting dalam penentuan anemia atau polisitemia (Fischbach, 2003).

Biasanya, Hct yang sedikit menurun di hydremia fisiologis kehamilan

(Fischbach, 2003).

RBC

Fungsi utama dari sel darah merah (RBC atau eritrosit) yaitu untuk

membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan untuk mentransfer

karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Proses ini dicapai dengan cara

Hb dalam sel darah merah, yang berikatan dengan mudah dengan oksigen

dan karbon dioksida dan memberikan darah arteri berwarna merah cerah.

RBC berbentuk seperti disk cekung ganda, ini memberikan luas permukaan

lebih untuk Hb berikatan dengan oksigen (Fischbach, 2003).

Tes RBC, ukuran penting dalam evaluasi anemia atau polisitemia,

menentukan jumlah eritrosit dalam mikroliter (milimeter kubik) darah.

Anemia, suatu kondisi di mana terjadi penurunan jumlah eritrosit yang

beredar, jumlah Hb, atau volume sel dikemas (Hct). Anemia dikaitkan

dengan kerusakan sel, kehilangan darah, atau insufisiensi diet besi atau

vitamin tertentu yang penting dalam produksi sel darah merah (Fischbach,

2003).

Faktor yg berhubungan dg penurunan RBC :

Kehamilan: terjadi penurunan relatif dalam RBC ketika cairan tubuh

meningkat pada kehamilan, dengan jumlah normal eritrosit menjadi lebih

encer (Fischbach, 2003).

Red Cell Size Distribution Width (RDW)

Metode pengukuran otomatis sangat membantu dalam penyelidikan

beberapa gangguan hematologi dan memantau respon terhadap terapi. RDW

pada dasarnya merupakan indikasi dari tingkat anisocytosis (variasi normal

dalam ukuran sel darah merah). Sel darah merah yang normal memiliki

derajat sedikit variasi (Fischbach, 2003).

Tes RDW ini tidak membantu untuk orang-orang yang tidak

memiliki anemia, dan tidak diketahui penyebab turunnya RDW. RDW

biasanya meningkat jika terjadi defisiensi besi, defisiensi vit. B12 dan asam

folat (Fischbach, 2003).

Na+

Sodium adalah kation paling banyak (90% dari cairan elektrolit) dan

basis kepala darah. Fungsi utamanya dalam tubuh adalah untuk menjaga

tekanan osmotik kimia dan keseimbangan asam-basa dan mengirimkan

impuls saraf. Tubuh memiliki kecenderungan kuat untuk mempertahankan

isi dasar total, dan hanya sedikit perubahan yang ditemukan bahkan di

bawah kondisi patologis. Mekanisme untuk mempertahankan kadar natrium

konstan dalam plasma dan cairan ekstraselular termasuk aliran darah ginjal,

aktivitas enzim karbonik anhidrase, aldosteron, aksi steroid lain yang tingkat

plasma dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior, renin sekresi enzim,

ADH, dan sekresi vasopresin (Fischbach, 2003).

Hiponatremia (penurunan kadar natrium) mencerminkan kelebihan

relatif cairan tubuh daripada natrium (Fischbach, 2003).

Cl-

Klorida, elektrolit darah, adalah anion yang ada terutama di ruang

ekstraselular sebagai bagian dari natrium klorida atau asam klorida. Klorida

mempertahankan integritas selular melalui pengaruhnya terhadap tekanan

osmotik dan asam-basa dan keseimbangan air. Ia memiliki kekuatan timbal

balik dari peningkatan atau penurunan konsentrasi dalam menanggapi

konsentrasi anion lainnya. Pada asidosis metabolik, ada kenaikan timbal

balik dalam konsentrasi klorida jika konsentrasi bikarbonat turun. Demikian

pula, ketika aldosteron secara langsung menyebabkan peningkatan

reabsorpsi natrium (ion positif), efek tidak langsung adalah peningkatan

penyerapan klorida (ion negatif) (Fischbach, 2003).

NST test

Hasil tes NST mencerminkan fungsi batang otak janin, sistem saraf

otonom, dan hati (Fischbach, 2003).

American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG)menyatakan kriteria untuk NST reaktif (dengan atau tanpa

rangsangan): dua atau lebih percepatan FHR, memuncak setidaknya 15

denyut / menit di atas FHR dasar dan berlangsung setidaknya 15 detik dari

awal sampai awal, dalam waktu 20 menit (Fischbach, 2003).

Suatu NST nonreaktif (tes positif) terdiri dari kurang dari dua

percepatan FHR (kriteria ACOG). Jika janin tidak bereaksi dalam 20 menit

pertama, rangsangan harus diberikan. Tes ini dianggap reaktif jika setelah

perpanjangan sampai 40 menit, kriteria ACOG tidak terpenuhi. Perpanjang

ini meminimalkan kemungkinan kurangnya aktivitas tidur karena janin. Jika

pola FHR tidak jelas, tes ini dianggap tidak meyakinkan atau tidak

memuaskan (Fischbach, 2003).

Suatu hasil positif palsu dapat disebabkan oleh janin yg tidur,

kehamilan prematur, merokok sebelum NST, kelainan kongenital, atau

menggunakan ibu obat-obatan seperti depresan sistem saraf pusat atau beta

blocker (Fischbach, 2003).

Terapi Farmakologi

1. SM 20% 4g IV

Komposisi

4gram magnesium sulfat

Indikasi

Pre eklamsia berat

Cara Pemberian

dosis awal 4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena

sebanyak 1 g/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5

menit)

Alasan Pemilihan

pasien diberikan MgSO4 20% karena pasien didiagnosa mengalami pre

eklamsia berat , pemberian MgSO4 20% aman untuk ibu hamil karena

masuk kelas B sehingga aman untuk ibu hamil (Marnoto,2000)

2. SM 40% 4g IM

Komposisi

4 gram magnesium sulfat

Indikasi

Pre eklamsia berat

Cara pemberian

Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,

selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam (pemberian

MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari)

Alasan Pemilihan

pasien diberikan magnesium sulfat 40% secara IM sebagai terapi

pemeliharaan untuk menghilangkan pre eklamsia beratnya . Pemberian

hanya dilakukan 2 hari dan diberikan secara IM karena untuk perawatan

kenservatif dan untuk terapi pemeliharaan sebaiknya diberikan secara IM

(Marnoto,2000).

3. Folamil PO

Indikasi

Multivitamin dan mineral selama masa kehamilan dan masa menyusui yang

mengandung DHA untuk nutrisi otak.

Kandungan

beta-karoten 10000 iu, Kalsium Laktat 250 mg, Kalsium Pantotenat 7,5 mg,

Tembaga Sulfat 0,1 mg, Asam Folat 1 mg, Fe Fumarat 90 mg, Nikotinamida

20 mg, Kalium Iodida 100 µg, Natrium Fluorida 1 mg, Vitamin B1

monohidrat 10 mg, Vitamin B12 4 µg, Vitamin B2 2,5 mg, Vitamin B6 HCl

15 mg, Vitamin C 100 mg, Vitamin D 400 iu.

Dosis

Wanita hamil dan menyusui: 1 kapsul lunak per hari setelah makan.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas ke salah satu dari komponen Folamil.

Efek Samping

Belum ada keluhan efek samping yang serius pada penggunaan kapsul lunak

FOLAMIL GENIO pada dosis lazim yang direkomendasikan.

4. Robb (SF)

Indikasi

Obat ini merupakan suplemen besi yang digunakan untuk mengobati atau

mencegah kadar rendah zat besi (misalnya, untuk anemia atau selama

kehamilan). Besi adalah mineral penting yang dibutuhkan tubuh untuk

memproduksi sel darah merah dan menjaga Anda dalam kesehatan yang

baik.

Dosis

325 mg oral sekali sehari.. anemia selama kehamilan sebagai konsentrasi

hemoglobin kurang dari 100 g / L selama trimester pertama dan ketiga dan

kurang dari 105 g / L selama trimester kedua atau nilai hematokrit kurang

dari 32%.

Efek Samping

Sembelit, diare, kram perut, atau sakit perut mungkin terjadi. Efek ini

biasanya bersifat sementara dan akan hilang karena tubuh Anda

menyesuaikan obat ini.. Besi dapat menyebabkan tinja Anda berubah

menjadi hitam, efek yang tidak berbahaya.

5. Furosemide

Indikasi Obat :

Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan

penyakit hati, diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan antihipertensi

pada penanganan hipertensi (Lacy et al,2006)

Dosis Obat : 20-40 mg / dose, diberikan 1 x 20mg melalui IV (Lacy et

al,2006)

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap furosemid, atau komponen lain dalam sediaan atau

sulfonil urea, anuria, pasien koma hepatik atau keadaan penurunan elektrolit

parah sampai keadaannya membaik.

Efek samping :

Efek samping yang sering muncul, atau yang sering terjadi adalah

hipokalemia

Mekanisme Aksi

Inhibisi reabsorpsi natrium dan klorida pada lengkung Henle menaik dan

tubulus ginjal distal, mempengaruhi sistem co-transpor ikatan klorida,

selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan

kalsium (Lacy et al,2006)

Alasan pemilihan :

Untuk menangani udem, penggunaan furosemid sangat bisa membantu

mengatasi udem pasien, walaupun obat ini termasuk obat faktor C, tetapi

lebih dipikirkan risk and benefit nya.

Indeks Keamanan Pada Wanita Hamil

C: Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin

(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang

terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum

tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial

memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

Penggunaan furosemide, diuretik loop, pada kehamilan adalah

terbatas pada wanita dengan komplikasi edema paru, jantung penyakit,

retensi cairan yang berlebihan, atau penyakit ginjal. Furosemid juga

memiliki peran dalam pengelolaan hipertensi dalam periode setelah

melahirkan. Furosemide lebih sering digunakan daripada thiazide diuretik.

Beberapa penulis juga menyatakan bahwa diuretic dapat mempersulit

anestesi (Khedun, 1997).

Furosemide digunakan hari terakhir karena Indeks Keamanan Pada

Wanita Hamil termasuk dalam golongan C sehingga tidak digunakan setiap

hari. Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin

( teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang

terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum

tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial

memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin (WHO,2011).

6. Obimin

Kandungan

Vit A 6,000 u, vit B1 10 mg, vit B2 2.5 mg, vit B6 15 mg, vit B12 4 mcg,

vit C 100 mg, vit D 400 u, niacinamide 20 mg, Ca pantothenate 7.5 mg,

folic acid 1 mg, Fe fumarate 90 mg, Ca lactate 250 mg, copper 0.1 mg,

iodine 0.1 mg, Na fluoride 1 mg

Indikasi

Obimin-AF adalah vitamin & mineral yang dibutuhkan selama masa

kehamilan & menyusui. Membantu metabolisme zat-zat yang diperlukan

tubuh dalam sel-sel jaringan & membantu pembentukan darah. Untuk

Pengobatan & pencegahan defisiensi vitamin & mineral, seperti selama

masa kehamilan & menyusui.

Kontra Indikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat ini.

Perhatian

Penambahan fluorida tidak dianjurkan pada daerah dimana air minum telah

mengandung fluorida > 0,7 bagian / 1 juta.

Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan

Kemungkinan timbulnya feses berwarna hitam

Bila terlihat noda pada gigi, pengobatan dihentikan.

Dosis

1 tablet sehari atau sesuai petunjuk dokter

Penyajian

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

7. Calitab (CALC)

Kandungan

Per tablet : Dibasic Ca phosphate 200 mg, Ca lactate 100 mg, vit C 25 mg,

vit D3 100 iu.

Indikasi

Tambahan Kalsium saat hamil, menyusui, dan untuk anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan.

Kontra Indikasi

Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria, batu ginjal, gagal ginjal berat.

Perhatian

Pada dosis besar, awasi kadar Kalsium dalam serum & fungsi ginjal,

gangguan fungsi ginjal, riwayat batu ginjal, tumor yang bergantung pada

folat, hiperoksaluria.

Interaksi obat :

- mempertinggi efek glikosida Digitalis pada jantung.

- menghambat penyerapan Tetrasiklin.

Efek Samping

Sembelit/susah buang air besar, hiperkalsemia, dan hiperkalsiuria.

Kemasan

Tablet salut gula 100 biji.

Dosis

Dewasa : 3 kali sehari 1-2 tablet.

Penyajian

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan

8. Dexamethason

Indikasi obat :

Mempercepat pematangan paru janin dan menstabilkan sindrom HELLP.

Pada pre-eklampsia berat kortikosteroid hanya diberikan pada

kehamilan p r e t e rm < 34 minggu dengan t u juan un tuk

mema tangkan pa ru j an in . Semua kehamilan ≤ 34 minggu yang akan

diakhiri diberikan kortikosteroid dalam bentuk dexamethasone atau

betamethasone.

Dosis :

Na t i ona l I n s t i t u t e o f Hea l t h (NIH , 2000 ) mengan ju rkan

pembe r i an kortikosteroid pada semua wanita dengan usia

kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan preterm, termasuk

penderita pre-eklampsia berat. Pemberian dexamethasone 6 mg intra-vena

empat dosis dengan interval 12 jam. Dua suntikan harus diberikan 24 jam

terpisah, dan manfaat penuh dari pengobatan terjadi 48 jam setelah injeksi

pertama.

Kontraindikasi:

Hipersensitif terhadap deksametason atau komponen lain dalam formulasi;

infeksi jamur sistemik, cerebral malaria; jamur, atau penggunaan pada mata

dengan infeksi virus (active ocular herpes simplex) (Lacy et al,2006)

Efek samping :

Penimbunan garam, air dan kehilangan potassium  jarang terjadi bila

dibandingkan dengan beberapa glucocorticoid lainnya.

Penambahan nafsu makan dan berat badan lebbih sering terjadi

Mekanisme Aksi :

Mekanisme kerja kortikosteroid pada persalinan preterm adalah sebagai

berikut :

1. Pengaruh secara fisiologis : efek fisiologi glukokortikoid pada

perkembangan paru adalah meningkatkan surfraktan paru. Penelitian

awal yang dilakukan terhadap kelinci dan domba menunjukkan bahwa

glukokortikoid merangsang pembentukan struktur paru dan mulai timbul

produksi surfraktan paru. Secara histology dapat diamati sebagai

pendataran epitel, penipisan septum alveolus, peningkatan diferensiasi

sel. Selain itu efek terhadap surfraktan, glukokortikoid meningkatkan

compliance paru dan volume maksimal paru. Pemberian glukokortikoid

janin juga mengurangi kebocoran protein dan pembuluh pulmoner ke

ruang udara dan meningkatkan clearance cairan paru sebelum kelahiran

(Cunningham FG, et al, 2007)

2. Pengaruh secara biokomia: mekanisme dexamethason lainnya yaitu

meningkatkan kandungan protein surfraktan A,BC,D, sambil merangsang

aktifitas semua enzim penting untuk biosintesis fosfolipid. Karena itu,

konsentrasi fosfatidilkolin yang larut meningkat. Pada gilirannya hal ini

merangsang perkembangan badan-badan lamellar yang kemudian

disekresikan kedalam lumen ruang udara. Glukokortikoid mempunyai

efek-efek tambahan yang membantu pernafasan, dengan cara

meningkatkan aktifitas enzim anti oksidan dan menginduksi protein yang

terlibat dalam clearance cairan paru janin dan berlanjut dengan

memfasilitasi transisi dalam pernafasan setelah kelahiran (Cunningham et

al, 2007).

Alasan Pemilihan Obat :

Obat ini merupakan obat Kategori C, Obat ini dipilih karena melihat kondisi

pasien yang telah mengalami PEB dan kondisi usia kandungan yang belum

cukup sehingga tujuan terapi adalah untuk mematangkan paru dari janin.

9. IVFD RD-5

Suatu larutan jernih, tidak berwarna, steril dan bebas pirogen. Komposisi

setiap liter larutan mengandung 55 g glukosa anhidrat, 8,6 g natrium

klorida, 0,3 g kalium klorida dan 0,48 g kalsium klorida heksahidrat.

Digunakan sebagai penambah cairan dan elektrolit, serta sekaligus sebagai

sumber kalori atau dipakai untuk menambah volume cairan darah pada

keadaan dehidrasi, shock dan hemoragi. Dosis 10-20 ml x BB .

Alasan pemilihan:

Memperbaiki keadaan umum ibu dapat menggunakan Infus RD5% /

Dextran karena keluhan utama pasien adalah banyak keluar cairan sehingga

penggunaan infus rd 5 ini untuk menambah cairan serta elektrolit yang

terkandung didalamnya

10. Oksigen

Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard (Black, 1999).

IndikasiBerdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan, (3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2

melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar (Black, 1999).

Efek Samping

Depresi Ventilasi, Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi Keracunan O2

Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

11. Nifedipine

Indikasi:

Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris

setelah infark jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi.

Kontra Indikasi:

- Hipersensitivitas terhadap nifedipine.

- Karena pengalaman yang terbatas, pemberian nifedipine pada wanita

hamil hanya dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati.

Komposisi:

Tiap tablet selaput mengandung: Nifedipine 10 mg

Farmakologi:

Nifedipine merupakan antagonis kalsium (calcium channel

blocker) yang berefek mengurangi konsumsi oksigen jantung,

memperbaiki toleransi latihan pada pasien angina pektoris, mengurangi

kebutuhan nitrogliserin dan mengurangi perubahan iskemik jantung saat

beristirahat dan beraktivitas. Pada percobaan terhadap hewan,

menunjukkan perbaikan perfusi pada miokardium yang iskemik. Pada

angina Printzmetal dimana nyeri dada disebabkan oleh spasme koroner,

nifedipine terbukti merupakan terapi yang efektif. Nifedipine merupakan

anti hipertensi poten, dimana responnya lebih bermakna pada tekanan

darah inisial yang lebih tinggi. Pada individu dengan normotensif, tekanan

darahnya hampir tidak turun sama sekali. Pada pasien hipertensi,

nifedipine menurunkan resistensi perifer serta tekanan darah sistolik dan

diastolik, meningkatkan volume per menit dan kecepatan jantung, dan juga

mengurangi resistensi koroner, meningkatkan aliran koroner dan

menurunkan konsumsi oksigen jantung. Efek antihipertensi dari nifedipine

dalam dosis tunggal oral memberi onset sangat cepat dalam waktu 15 - 30

menit dan berlangsung selama 6 - 12 jam. Nifedipine cocok untuk terapi

hipertensi ringan, sedang dan berat. Terapi dapat dikombinasi dengan

betha-bloker, diuretik, metildopa atau klonidin. Pada kasus resistensi pada

betha-bloker atau terapi kombinasi betha-bloker dan diuretik, respon

positif dapat diperoleh dengan penambahan nifedipine dalam terapi.

Penambahan nifedipine secara oral pada krisis hipertensi akan

menurunkan tekanan darah dengan cepat dan efektif. Nifedipine juga

digunakan untuk terapi hipertensi nefrogenik, hiperaldosteronisme dan

feokromositoma. Berbeda dengan betha-bloker, nifedipine dapat

digunakan untuk pasien penderita asma karena tidak meningkatkan

disposisi obstruksi bronkial, juga tidak mengganggu sirkulasi prifer tetapi

sebaliknya memiliki aksi vasodilatasi. Nifedipine juga cocok digunakan

untuk pasien dengan klaudikasi atau sindrom Renaud yang diperburuk

oleh betha-bloker. Nifedipine tidak memberi efek ntiaritmia.

Pemberian nifedipine secara oral akan diabsorbsi dengan baik, 92 -

98% terikat oleh protein plasma dan diekskresi dalam bentuk metabolit

tidak aktif melalui urin. Nifedipine dalam dosis tunggal diekskresi sebesar

80% dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap farmakokinetik nifedipine.

Dosis:

- Dosis tunggal: 5 - 10 mg.

- Dosis rata-rata: 5 - 10 mg, 3 kali sehari.

Interval di antara 2 dosis pemberian tidak kurang dari 2 jam.

Efek Samping:

- Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit kepala

atau perasaan tertekan di kepala, flushing, pusing, gangguan lambung,

mual, lemas, palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai,

tremor, kram pada tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi

dermatologi.

- Sangat jarang terjadi, dilaporkan pada pemakaian nifedipine jangka

panjang terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali ketika pemakaian

nifedipine dihentikan.

- Efek samping berat yang memerlukan penghentian pengobatan relatif

jarang terjadi. Interaksi Obat:

- Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker mempotensi efek

antihipertensi nifedipine.

- Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker pada pasien

dengan insufisiensi jantung, terapi harus dimulai dengan dosis kecil dan

pasien harus dimonitor dengan sangat hati-hati.

- Penggunaan nifedipine bersamaan dengansimetidin (tidak pada ranitidin)

meningkatkan konsentrasi plasma dan efek antihipertensi nifedipine.

12. Metildopa

Indikasi

Hipertensi sedang sampai berat.

Kontra Indikasi

Feokromositoma, penyakit hati aktif, diskrasia darah.

Perhatian

Kerusakan hati atau ginjal, riwayat penyakit hati atau depresi mental,

menyusui.

Lakukan hitung darah dan tes fungsi hati selama 6-12 minggu pertama jika

terjadi demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Bisa mempengaruhi kemampuan untuk mengendarai atau mengoperasikan

mesin.

Interaksi obat :

- efek hipotensi dihilangkan oleh simpatomimetik, antidepresan trisiklik,

derivat Fenotiazin, obat-obat penghambat mono amin oksidase dan

dipertinggi oleh diuretika Tiazida, Levodopa, vasodilator, alkohol.

- bisa mempotensiasi aksi hipoglikemik Tolbutamida.

Efek Samping

Mengantuk, sedasi, sakit kepala, mulut kering, berat badan meningkat,

hidung tersumbat, mual, kelainan fungsi seksual.

Indeks Keamanan Pada Wanita Hamil

B: Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin

maupun penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak

memperlihatkan efek merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana

tidak ada penelitian terkendali yang mengkonfirmasi risiko pada wanita

hamil semester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trisemester

selanjutnya).

Dosis

3 kali sehari 1 tablet (250 mg).

Alasan penggunaan obat

Metildopa digunakan dengan dikombinasikan dengan nifedipine, hal ini

dilakukan karena tekanan darah yang tetap tinggi walau sudah diberi

nifedipine yang kerjanya menurunkan tekanan darah dengan cepat dan

efektif.

12. Hemobion

Komposisi

Setiap kapsul mengandung:Ferrous Fumarate 360 mg, Asam Folat 1,5 mg,

vitamin B12 15 meg, Calcium Carbonat 200 mg, Cholecalciferol 400 Mi,

Asam askorbat 75 mg (Anonim, 2010).

Indikasi

Anemia pada kehamilan dan menyusui, wanita hamil, anemia karena

kehilangan darah

Alasan

Pasien mengalami pendarahan sehingga anemia maka diobati hemobion

Dosis obat

100 mg/hari

Efek samping

Mual, muntah, pusing.

Aturan pemakaian

1x1 tablet, p.o, sesudah makan

Mekanisme

Anemia sering sekali dijumpai pada wanita hamil Hasil terbaik pada

pengobatan diperoleh bila diberikan zat besi, folic acid, dan vitamin B12.

Hemobion mengandung ferrous fumarate, folic acid dan vitamin B12 yang

sangat penting untuk pembentukan sel darah merah. Kebutuhan calcium

meningkat pada masa kehamilan dan defisiensi calcium sering dijumpai

pada bayi yang baru lahir. Calcium carbonate diubah menjadi bentuk yang

mudah larut di dalam usus sehingga mudah diabsorbsi. Selain itu

Hemobion mengandung cholecalciferol untuk meningkatkan absorbsi

calcium dari usus. Dengan demikian jumlah calcium cukup tersedia untuk

memenuhi kebutuhan yang meningkat darijanin dan kemudian pada bayi.

Ascorbic acid membantu mempertahankan zat besi dalam bentuk ferro

yang lebih mudah diabsorbsi dari saluran pencernaan Ascorbic acid juga

memperbaiki metabolisme, menjamin pertumbuhan yang baik dari tulang

dan gigi, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh sebab itu da pat

meningkatkan daya tahan tubuh pada pasienyang lemah.

Terapi Non Farmakologi

1. Diet albumin. Konsumsi putih telur dan makanan lain yang mengandung

albumin.

2. Fokus pada pelarangan beraktivitas berat

3. Memberi motivasi pada pasien

4. Bed rest (Dipiro, 2005).

MONITORING & KIE

Monitoring yang dilakukan menurut Manuaba (1998) berupa :

1. Melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan

kehamilan (antenatal care).

2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri.

3. Pemeriksaan laboratorium rutin dianjurkan untuk mengevaluasi perubahan

kondisi hematologi, ginjal dan hati yang berpengaruh terhadap prognosis

dan hasil akhir kehamilan baik pada ibu maupun janin.

4. Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema.

5. Pemeriksaan protein urin.

6. Control perkembangan bayi melalui USG juga perlu dilakukan untuk

memastikan pertumbuhan bayi tidak terhambat.

7. Melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

8. Bila keadaan ibu sudah membaik dan stabil, tetapkan suatu keputusan

apakah akan dilakukan terminasi kehamilan atau tindakan konservatif

dengan mempertimbangan usia kehamilan dan keadaan janin.

KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

Komunikasi, informasi, dan edukasi yang diberikan menurut McCarthy (2009)

yaitu :

1. Menghindari stress dan menenangkan diri.

2. Menghindari konsumsi garam dan dianjurkan memakan makanan bergizi.

3. Memberikan support mental pada pasien.

4. Evaluasi dari kontrol hipertensi untuk mencapai hasil yang optimal.

5. Edukasi mengenai peningkatan resiko preeklampsia, perubahan rencana

obat dan gaya hidup.

6. Penjelasan mengenai efek pada target organ pasien yang sudah mengalami

kerusakan target organ.

4. Hasil Diskusi

1. Kombinasi nifedipine dan methyldopa? Mengapa nifedipine dipakai

padahal dia golongan C?

Menurut WHO (2011) nifedipine mempunyai efek menurunkan tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan dengan hydralazine dan methyldopa.

Menurut jurnal dari American Heart Association , penggunaan nifedipine

dapat dikombinasikan dengan methyldopa, selain dapat menurunan tekanan

darah juga mempunyai efek yang menguntungkan pada jantung, EKG, dan

fundus (Guazzi et all, 2000).

2. Penggunaan Dexamethasone?

Menurut Sibai (2003) penggunaan steroid yaitu dexamethasone untuk

wanita dengan usia kehamilan 24-34 minggu diberikan kortikosteroid untuk

mempercepat kematangan paru janin, dua suntikan harus diberikan 24 jam

terpisah, dan manfaat penuh dari pengobatan terjadi 48 jam setelah injeksi

pertama.

3. Kapan bayi dilahirkan? Apakah perlu dilakukan terminasi kehamilan?

Menurut WHO (2011) wanita dengan preeclampsia berat, janin yang

masih hidup, dan umur kehamilan < 34 minggu, rekomendasi untuk

dilahirkan sangat rendah, kecuali jika hipertensinya tidak terkendali,

meningkatnya disfungsi organ atau gerak janin sudah tidak ada.

Jika janin kurang dari 34 minggu kehamilan dan persalinan dapat

ditangguhkan, kortikosteroid harus diberikan, meskipun setelah 24 jam

perawatan konservatif harus difikirkan ulang. Manajemen konservatif pada

kehamilan sangat awal dapat meningkatkan hasil perinatal tetapi harus hati-

hati dengan keselamatan ibu. Kelahiran harus ditentukan setelah

mempertimbangkan keadaan janin dan kondisi janin, bersama dengan

kemungkinan keberhasilan induksi persalinan setelah penilaian serviks.

Tahap ketiga harus dikelola dengan 5 unit intramuskular Syntocinon ®

(Alliance) atau 5 unit Syntocinon intravena diberikan perlahan-lahan.

Ergometrine atau syntometrine ® (Aliansi) tidak boleh diberikan untuk

pencegahan perdarahan, karena hal ini dapat lebih meningkatkan tekanan

darah. Persalinan harus direncanakan dengan baik, dilakukan pada hari

terbaik, yang dilakukan di tempat yang terbaik, dengan rute terbaik dan

dengan dukungan tim terbaik. Penundaan Beberapa jam 'dalam persalinan

dapat membantu jika memungkinkan neonatal menjadi lebih teratur atau

untuk membawa ibu ke tempat persalinan. Hal ini dimaksudkan agar ibu

stabil sebelum persalinan.

Bayi direkommendasikan dilahirkan jika usia kehamilan ibu lebih dari

34 minggu setelah keadaan ibu stabil dari preeklamsia. Jika kehamilan

kurang dari 34 minggu maka dapat diperpanjang sampai 24 jam, steroid

dapat diberikan untuk membantu pematangan pernafasan (paru) bayi

(RCOG, 2006).

4. Kenapa digunakan SM 20% dan 40 %?

Karena SM 20% digunakan untuk dosis awal diberikan secara IV selama 3-

5 menit, kemudian setelah 6 jam diberikan SM 40% sebagai dosis

pemeliharaan, diberikan setiap 6 jam dan pemberian tidak boleh lebih dari

3 hari (Martono, 2000).

5. Kenapa terjadi edema?

Edema terjadi karena perubahan pada komposisi darah menyebabkan cairan

menyelinap ke dalam jaringan lebih banyak. Selain itu Rahim yang sedang

membesar akan menekan pembuluh darah vena di daerah panggul dan

pembuluh vena utama di tubuh bagian kanan. Tekanan ini menyebabkan

kembalinya darah dari kaki ke jantung menjadi lebih lambat, sehingga

memakda cairan dari vena masuk ke jaringan oto di pergelangan dan

telapak kaki.

6. Kenapa furosemide diberikan diakhir saja?

Furosemide digunakan hari terakhir karena Indeks Keamanan Pada Wanita

Hamil termasuk dalam golongan C sehingga tidak digunakan setiap hari.

Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik

atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali

pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat

seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan

terhadap bahaya potensial pada janin (WHO,2011).

Daftar Pustaka

Ahmed M, 2008. Recent Trends in Management of Preeklampsia, Faculty of

medicine Ain Shams University.

Anonim. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 9. PT Buana Ilmu

Populer. Jakarta.

Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity

Of Care. W.B Sunders Company. 1999.

Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta.

Committee Opinion. 2011. Antenatal Corticosteroid Therapy for Fetal

Maturation. The American Collage of Obstetricians and Gynecologists.

Washington. Committee Opinion No. 475.

Cunningham FC, Gant NF, Lenevo KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Hypertensive

disorders in pregnancy. In : William Obstetriks 22nd ed, New York:

McGraw Hill: 2005 : 567-618.

Dipiro, Joseph T. et all. 2005. Pharmacoterapy; A Phatophysiologic Approach

Sixth Edition. Mc Grow Hill. New York.

Fischbach, Frances. 2003. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests 7th

Editio. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Philadelphia.

Guazzi, M. D. et all. Short-and Long-Term Efficacy of a Calcium-Antagonistic

Agent (Nifedipine) Combined With Methyldopa in the Treatment of Severe

Hypertension. American Heart Association, 7272 Greenville Avenue,

Dallas.

Khedun, S M., Moodley, J., Naicker, T, and Maharaj, B. 1997. Drug Management

of Hypertensive Disorders of Pregnancy. Universuty of Natal Medical

School, Durban, South Africa. Pharmacol. Ther. Vol. 74, No. 2 pp. 221-

258.

Lacy, CF, Amstrong LL. Goldman MP. Lance LL.2006. Drug Information

Handbook.14 edition, Lexi comp. North America.

Leveno, Kenneth J., et all. 2003. Obstetri Williams Panduan Ringkas. EGC.

Jakarta.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan &

Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Editor: Seriawan, Ed. I.

EGC. Jakarta.

Marnoto, BW. 2000. Masalah Bayi dari Ibu Penderita Gestosis. dalam:

Pusponegoro T. EPH Gestosis. Unit Perinatologi-Anak.RSAB Harapan

Kita. Jakarta.

McCarthy FG, Kenny LC, HmcCarthy FG, Kenny LC. 2009. Hypertension in

Pregnancy. Current Otretrics & Gynaecology; 16(3) : 315 -320.

Michael, Coppage K, Sibai B, Management of severe preeklampsia, in

Preeklampsia Etiology and Clinical Practise editor Lyall F, Belford M,

Cambridge University Press, 2007. Lyall, Fiona; and Belfort,. Pre-

eclampsia. Cambridge University Press, 2001. Cambridge Books Online.

Cambridge University Press. 07 April 2013.

http://dx.doi.org/10.1017/CBO9780511545634

Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. YBP-SP. Jakarta.

Royal Collage of Obstetricians and Gynaecologist. 2006. The Management of

Severe Pre-clampsia/Eclampsia. Setting Standart to Improve Women’s

Health. Guidlile no. 10 (A).

Sibai, Baha M. 2003. Diagnosis and Management of Gestasional Hypertension

and Preeclampsia. The American College of Obstetricians and

Gynecologists.. 102(1):188.

Simanjuntak JR, Evaluasi Kematian Maternal Penderita Preeklampsia Berat di

RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 1993-1997 Medan, Fakultas

Kedoketeran Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1999.

WHO. 2011. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre-

eclampsia and Eclampsia. World Health Organization Avenue Appia 20,

CH-1211 Geneva 27, Switzerland.

Wiknjosastro, H. 1999. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 281-308.