epilepsi makalah
DESCRIPTION
SANTRANSCRIPT
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi yang berjudul “EPILEPSY” ini.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi.
saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi seluruh mahasiswa Farmasi bahkan masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya besar harapan saya kiranya
makalah ini dapat membantu teman-teman.
Manado, 17 April 2013
Penyusun
Farmakoterapi - Epilepsy
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................ 1
Daftar Isi ....................................................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………….……… 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi ……………………………………….……………...…………………………... 5
2.2 Pengertian………………………………………………….…..…………………….…... 6
2.3 Patofisiologi ……………………………………………………………………...…….... 8
2.4 Gejala …………………………………………………...……………………………….. 9
2.5 Manifestasiklinik ……………………...………………………………………………....10
2.6 Diagnosis ………………………………………………………………………………...11
2.6.1 Diagnosis Banding ………………………………………………………………. 12
2.7 Penatalaksana/terapi …………………..…………………………………………………12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 21
3.2 Saran ……………………………………………………………………………………..21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 22
Farmakoterapi - Epilepsy
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat
episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita
epilepsy.
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan
ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya
bangkitan. Selain itu penyebab epilepsy cukup beragam; cedera otak, keracunan, stroke, infeksi,
infestasi parasit, tumor otak. Epilepsy dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur
berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsy meliputi 1-2% dari populasi. Secara
umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsy menunjukkan pola bimodal: puncak
insidensi terdapat pda golongan anak dan usia lanjut.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik
dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure
walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir.
Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk
akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%)
penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan
pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk
di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).
Farmakoterapi - Epilepsy
4
1.2 TUJUAN
1. Apa yang dimaksud epilepsy ?
2. Sebutkan penyebab dari epilepsy ?
Farmakoterapi - Epilepsy
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah
epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi
pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam
klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua
tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis
yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada
CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas.
Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan.
Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi
sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan
pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan
ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai
resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan
ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan.
Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
Farmakoterapi - Epilepsy
6
1. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari
neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang
otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
2. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan
kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita
merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah
kepala, terutama pengedipan mata.
3. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regional setempat pada
korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak.
Epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.
2.2 Pengertian
Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem syaraf otak manusia karena terjadinya
aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai
reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran, kejang-
kejang dan atau kontraksi otot. Epilepsi atau yang sering kita sebut ayan atau sawan tidak
disebabkan atau dipicu oleh bakteri atau virus dan gejala epilepsi dapat diredam dengan bantuan
orang-orang yang ada disekitar penderita.
Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun walaupun dari
garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi. Epilepsi tidak bisa menular ke orang
lain karena hanya merupakan gangguan otak yang tidak dipicu oleh suatu kuman virus dan
bakteri. Dengan pengobatan secara medis baik dokter maupun rumahsakit bisa membantu
penderita epilepsi untuk mengurangi serangan epilepsi maupun menyembuhkan secara penuh
epilepsi yang diderita seseorang.
Farmakoterapi - Epilepsy
7
Jenis-Jenis / Macam-Maca Tipe Penyakit Epilepsi :
A. Epilepsi Umum
1. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran secara tiba-
tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah
beberapa saat bisa kembali normal melakukan aktivitas semula.
2. Epilelpsi Grand Mal
Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana penderitanya
hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa
dari mulut.
3. Epilepsi Myoklonik Juvenil
Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi
singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang
menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain
sebagainya.
B. Epilepsi Parsial (Sebagian)
1. Epilepsi Parsial Sederhana
Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan
gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam
hitungan menit atau jam.
2. Epilepsi Parsial Kompleks
Farmakoterapi - Epilepsy
8
Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang dimulai
dengan gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat,
seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan
penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang, dan lain
sebagainya (otomatisme).
2.3 Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang
disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada
permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang
ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel
terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan
sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang
menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat
merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler.
Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik
berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar
neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem
inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas
muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi
terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara
neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin
Farmakoterapi - Epilepsy
9
sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan
glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau
rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.
Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh
sel akan melepas muatan listrik.
2.4 Gejala
A. Kejang Parsial Simplek
Adalah kejang yang disebabkan gangguan otak di salah satu sisi otak yang hanya terbatas
dibagian itu saja. Kejang yang terjadi tergantung bagian mana dari otak yang terkena. Jika bagian
tangan, maka hanya tangan yang akan mengalami sensasi gerakan abnormal.
B. Kejang Parsial Kompleks
hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita
menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan,
mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan
dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan
penyembuhan total.
C. Kejang Konvulsif
Awalnya gangguan muatan listrik mengenai satu bagian otak kemudian menyebar ke
seluruh bagian otak yang lain.
D. Kejang Petit mal
Pasien hanya menatap, kelopak matanya bergetar, otot wajahnya berkedut-kedut selama
10-30 detik. Penderita tidak berespon terhadap lingkungannya. Biasanya kejang jenis ini dialami
pada masa kanak-kanak sebelum usia 5 tahun.
Farmakoterapi - Epilepsy
10
E. Status Epileptikus
Pasien mengalami kejang terus-menerus tanpa diselingi oleh pemulihan kesadaran atau
fase kelelahan oleh pasien. Pasien mengalami kejang terus menerus, kontraksi otot yang kuat
termasuk otot pernapasan sehingga biasanya menimbulkan gangguan pernapasan.
2.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan. Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional
yang terlibat. Kejang :
manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral. kejadian
kejang yang terjadi berulang (kambuhan)
Kelainan gambaran EEG.
Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya).
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.
Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada
keadaan normal.
Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak
ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.
Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
Gigi geliginya terkancing
Hitam bola matanya berputar- putar
Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
2.6 Diagnosis
Farmakoterapi - Epilepsy
11
Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor
penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat
menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan
pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau
orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya.
Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur
dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk
menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma
sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan.
Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok
neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang
terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi
kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan
penyakit demielinisasi.
2.6.1 Diagnosis Banding
Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren,
TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak
dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar.
Farmakoterapi - Epilepsy
12
Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus
hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial
sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan
mengalami penderita lanjut usia.
Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop
attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop,
migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient
global amnesia.
2.7 Penatalaksanaan/Terapi
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang
yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses
patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat
terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun,
selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin.
Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya,
frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk
anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan
dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin,
Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15
mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam
lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800
mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi serangan
umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai
frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan hasil yang baik, yang
Farmakoterapi - Epilepsy
13
buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan
sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara
banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi
serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson
motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan
dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah
dengan antikonvulsan lain.
Keputusan memulai pengobatan dengan antiepilepsi dan pemilihan pengobatan
tergantung kepada frekuensi kejang, adanya gangguan secara neurologi, teridentifikasinya
sindrom epilepsy dan harapan terhadap anak kehidupannya. Untuk anak kebanyakan, epilepsy
dikontrol dengan pemberian antiepilepsi tunggal. Tujuan dari pengobatan adalah untuk
mencegah kejang berulang dengan memberikan dosis pengobatan yang efektif dari satu atau
lebih obat antiepilepsi. Penyesuaian dosis dengan hati-hati penting . dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan secara bertahap sampai kejang terkontrol atau atau efek samping yang signifikan.
Pendekatan Umum Pendekatan umum terapi meliputi identifikasi tujuan, penilaian tipe
kejang dan frekuensi terjadinya kejang, pengembangan rencana perawatan dan rencana evaluasi
lanjutan. Selama fase penilaian, sangat kritis untuk menemukan diagnosis yang akurat terhadap
tipe kejang dan menentukan jenis obat epilepsi yang cocok. Karakteristik pasien seperti umur,
kondisi medis, kemampuan untuk menyelesaikan pengobatan, juga perlu ditelusuri karena hal
tersebut bisa mempengaruhi pemilihan obat atau membantu menerangkan alasan ketidakpatuhan
pasien untuk melanjutkan terapi, respon yang kurang terhadap pengobatan dan efek samping
yang tidak diharapkan. Jika keputusan telah dibuat untuk memulai terapi obat epilepsi, biasanya
monoterapi lebih disukai, dan biasanya 50% sampai 70% dari semua pasien epilepsi bisa
terkontrol dengan terapi suatu obat. Meski demikian, banyak juga pasien yang tidak bebas
kejang. Dari 35% pasien dengan control yang tidak memuaskan, 10% biasanya bisa dikontrol
dengan kombinasi 2 obat. Dari sisanya 25%, 20% nya tetap tidak terkontrol meskipun dengan
terapi kombinasi.
Penghentian Obat Antiepilepsi Terapi Obat Antiepilepsi untuk mengontrol kejang
Farmakoterapi - Epilepsy
14
kemungkinan bisa tidak diberikan seumur hidup. Polifarmasi bisa dikurangi dan beberapa pasien
bisa berhenti. Dalam pengurangan polifarmasi, obat yang kurang tepat untuk tipe kejang (atau
obat memberikan efek samping yang buruk) harus dihentikan penggunaannya. Dalam beberapa
kasus, pengurangan jumlah obat epilepsi yang diterima pasien bisa mengurangi efek samping
dan bisa meningkatkan kemampuan kognitif. Faktor-faktor yang bisa menghentikan pemakaian
obat antiepilepsi meliputi periode bebas kejang 2-4 tahun, control kejang komplek dalam onset 1
tahun, dan onset kejang setelah umur 2 tahun tetapi sebelum umur 35 tahun, dan pengujian
neurologi yang normal serta EEG9.
Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi pada kasus epilepsy mencakup diet, operasi dan stimulasi vagus nerve.
Stimulasi vagus nerve merupakan tindakan implantasi medis yang disetujui oleh FDA untuk
penggunaannya sebagai terapi penunjang dalam mengurangi frekuensi kejang pada dewasa dan
remaja dengan usia lebih dari 12 tahun dengan onset kejang parsial9.
Mekanisme kerja sebagai antikejang dari VNS belum diketahui pada manusia, tetapi studi pada
hewan mengindikasikan bahwa VNS mempunyai banyak aktivitas. Studi pada manusia
memperlihatkan bahwa VNS mengubah konsentrasi cairan serebrospinal terhadap penghambatan
dan stimulasi neurotransmitter dan aktivitas pada area spesifik otak yang mengatur aktivitas
kejang melalui peningkatan aliran darah9. Operasi merupakan terapi pilihan pada pasien tertentu
dengan epilepsy focal yang susah disembuhkan. Keberhasilan dilaporkan pada 80-90% terpilih
untuk operasi. Dapat terlihat bahwa pembedhan bisa mengurangi resiko kematian, tetapi juga
meningkatkan depresi dan kecemasan pada pasien epilepsi.
Terapi Farmakologi
Penanganan yang optimal terhadap epilepsi memerlukan terapi anti epilepsi yang
disesuaikan untuk masing-masing individu khususnya pada kelompok pasien tertentu (seperti
anak, wanita yang beresiko melahirkan dan orang tua). Terapi lebih diutamakan dengan satu
Farmakoterapi - Epilepsy
15
jenis obat berdasarkan pada tipe kejang dan resiko terjadinya efek samping obat9.
Obat-obat Antiepilepsi
1. Carbamazepine
Carbamazepin (CBZ) merupakan derivat iminostibene yang berhubungan dengan
antidepresan trisiklik yang digunakan untuk mengobati tonik klonik . Range teraupetik CBZ
yang diterima untuk pengobatan kejang adalah 4-12 mg/ml. ikatan protein plasma berbeda pada
masing-masing pasien hal ini karena CBZ terikat pada albumin dan α1-acid glycoprotein (AAG).
Pada pasien yang konsentrasinya normal ikatan proteinnya adalah 75-80%. AAG meningkat
pada pasien stress, penyakit seperti trauma, gagal jantung dan infark miokard. Pada pasien ini
ikatan proteinnya sampai 85-90%. Walaupun ikatan protein plasma CBZ tinggi tetapi sulit untuk
dilepaskan oleh obat lain2.
Farmakologi dan mekanisme kerja:
Mekanisme nyata Carbamazepine menakan kejang belum jelas, walaupun CBZ diyakini
dapat menghambat channel Na9.
Farmakokinetika:
Absorpsi CBZ dalam bentuk tablet lambat dan tidak teratur karena memiliki kelarutan
yang rendah. CBZ tidak melewati firs past metabolism. Makanan dapat meningkatkan
bioavailabilty dari obat. Bentuk suspense lebih cepat diabsorpsi dari pada bentuk tablet. CBZ
juga tersedia dalam bentuk tablet lepas lambat dan lepas control. CBZ lebih bersifat lipofil.
Lebih dari 98-99 % dari dosis CBZ yang diberikan dimetabolisme di hati, khususnya dengan
CYP3A4. Metabolit umum dari CBZ adalah carbamazepine-10,11-epokside yang mempunyai
aktivitas antikonvulsan pada hewan dan manusia. CBZ bersifat autoinduksi.
Efek Samping Obat:
Metabolit CBZ adalah karbamazepin-10,11-epoxide yang memiliki efek dan juga bersifat
toksik. Konsentrasi epoxide ini bisa lebih tinggi pada pasien dengan penginduksi enzim dan bisa
lebih rendah pada pasien dengan inhibitor enzim. Gejala yang berhubungan dengan efek samping
Farmakoterapi - Epilepsy
16
obat antara lain mual, muntah, letargi, dizziness, diplopia, unsteadiness, ataksia, dan
incoordination. Carbamazepin sendiri juga menginduksi enzim metabolisme hati2
Parameter monitor klinik yang harus diukur pada pasien ini adalah
efek samping yang berhubungan dengan konsentrasi
karena carbamazepin memiliki efek antidiuretik yang berhubungan dengan penurunan kadar
hormon antidiuretik, beberapa pasien mungkin mengalami hiponatrium selama penggunaan
terapi jangka panjang, dan konsentrasi serum natrium perlu di ukur secara periodic.
Efek samping hematologi dapat dibagai menjadi dua yaitu:
a. Leukopenia yang terjadi pada kebanyakan pasien yang tidak membutuhkan intervensi terapi
b. Efek hematologi yang berat dan membutuhkan terapi untuk dihentikan yaitu
trombositopenia, leukopenia (sel darah putih kurang dari 2500 cell/mm2) atau netrofil kurang
dari 1000 cel/mm2 atau anemia. Efek samping yang jarnag bisa menyebabkan anemia
aplastik, dan agranulositosis.
Obat menginduksi hepatitis juga pernah dilaporkan pada pasien yang menggunakan CBZ2.
2. Phenobarbital
Mekanisme kerja:
Menghentikan kejang dengan menurunkan eksitasi postsinaptik, kemungkinan melalui
respon stimulasi inhibitor GABAergic post sinaptik9. Efek antikonvulsi yang selektif terutama
diberikan oleh gugus 5-fenil. Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada semua
tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik, walaupun demikian efek yang terjadi
mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa
efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturate membantu
kerja GABA sebagian menyerupai benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat
sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturate dapat menimbulkan depresi
SSP yang berat7.
Farmakoterapi - Epilepsy
17
Phenobarbital meningkatkan ambang kejang dengan berinteraksi dengan reseptor GABA
untuk memfasilitasi fungsi saluran Cl- intrasel, menghambat saluran Ca yang mengaktivasi
tegangan tinggi. Beberapa aktivitas obat disebabkan oleh kemampuannya menghambat receptor
AMPA (amino-3-hydroxy-5-methylisoxazol-4-propionic acid) dan reseptor kainate8.
Efek samping fenobarbital yang umum adalah ataxia, sakit kepala, sedasi, konfusi, dan letargi,
nausea, irritabilitas dan hiperaktif, gangguan berpikir dan memori. Penggunaan jangka lama
mengakibatkan defisiensi asam folat dan efek samping yang jarang menyebabkan anemia
megaloblastik. Tujuan terapi antikejang ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan
meningkatkan kualitas hidup, dengan efek samping yang minimum. Parameter klinik yang harus
dimonitor pada pemakaian obat ini antara lain efek samping, gastrointestinal upset (mual,
muntah) ketika menggunakan obat ini. Reaksi idiosinkratik (sangat jarang) yaitu connective
tissue disorder, lesi kulit dan blood dyscrasia2.
Parameter farmakokinetik klinik dasar dari fenobarbital sebagai berikut :
Dieliminasikan terutama melalui (65-70%) melalui metabolisme hati menjadi metabolit
inaktif. Lebih kurang 30-35% fenobarbital dikeluarkan melalui urin dalam bentuk yang tidak
berubah . Ekresi renal terhadap unchanged fenobarbital tergantung kepada pH, pada pH basa
akan meningkatkan klirens ginjal.
Fenobarbital terikat dengan protein plasma sekitar 50%
Bioavailabilitas oral fenobarbital mencapai 100%2 Clearence rate (Cl) fenobarbital untuk
anak adalah 8 mL/jam/kg, volume distribusinya adalah 0.7 L/kg dan T1/2 nya adalah 60 jam
pada anak-anak. Fenobarbital merupakan penginduksi yang poten terhadap obat yang
dimetabolisme dihati yaitu enzim CYP1A2, CYP2C9, dan CYP3A4. Oleh karena itu perlu
diperhatikan interaksi obat yang mungkin muncul pada pasien yang menggunakan obat ini.
Berikut adalah obat-obat yang clearencenya meningkat karena pemakaian bersama dengan
fenobarbital yaitu karbamazepin, lamotigrin, asam valproat, siklosporin, nifedipin, diltiazem,
verapamil, kontrasepsi oral, antidepresan trisiklik, quinidin, teofilin dan warfarin2.
Toleransi terhadap barbiturate dapat terjadi secara farmakodinamik dan farmakokinetik.
Farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek dan berlangsung lebih lama daripada
Farmakoterapi - Epilepsy
18
toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan
lebih kuat daripada efek antikonvulsinya. Penderita yang toleran terhadap barbiturat juga toleran
terhadap senyawa yang mendepresi SSP, seperti alcohol. Bahkan dapat juga terjadi toleransi
silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang berbeda seperti opioid7.
Keuntungan:
Phenobarbital mempunyai farmakokinetika linear dimana jika dosis digandakan, maka
konsentrasi serum juga akan meningkat dua kali lipat. Obat tersedia dalam bentuk oral, solid,
oral liquid, IM, IV. Harga obat mudah dijangkau9.
Kerugian:
ESO yang sangat signifikan. Obat ini dapat menginduksi enzim dan berinteraksi dengan
banyak obat yang dimetabolisme oleh enzim Cytochrome P450. Phenobarbital mempunyai
waktu paruh yang panjang9.
3. Ethosuximide
Mekanisme kerja:
Menghambat enzim NHDPH –aldehyd reductase, inhibisi sistem Na K ATPase,
menurunkan aktivasi arus Na menghambat channel Ca2+ yang tergantung pada channel K+,
inhibisi arus Ca2+ tipe T9.
Farmakokinetik:
Metabolisme terjadi di hati melalui hidroksilasi, menghasilkan metabolit inaktif9.
Farmakoterapi - Epilepsy
19
Efek samping obat:
Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah (lebih dari 40 %)
efek ini dapat diminimalisir dengan pemberian dosis yang lebih kecil dan frekuensi pemakaian
yang lebih sering. Efek samping lain meliputi mengantuk, lelah, lethargy, pusing, cegukan dan
sakit kepala. Efek yang jarang timbul adalah reaksi idiosinkratik, seperti ruam, lupus dan
kelainan darah9.
Keuntungan:
Obat ini sangat befektif pada pengobatan pilepsi tanpa kejang, mempunyai toleransi yang
baik dan mempunyai interaksi farmakokinetik9.
Kerugian:
Obat ini mempunyai efektifitas spektrum yang sempit9.
4. Felbamate
Mekanisme kerja:
Bekerja sebagai antagonis reseptor glisin pada reseptor N-methyl D-aspartat (NMDA).
Aksi ini menghambat inisiasi dan perkembangan kejang. Obat ini juga menghambat peningkatan
stimulasi NMDA/glycine pada Ca2+ intrasel9.
Farmakokinetik:
Absorbsi felbamate cepat dan baik. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan dan
antasid. 40-50 % dosis felbamate dimetabolisme melalui hidroksilasi dan konyugasi di hati.
Metabolisme dieksresikan melalui urin. Felbamate menggambarkan farmakokinetik linier9
Efek samping obat:
Farmakoterapi - Epilepsy
20
Anorexia, turunnya berat badan, insomnia, mual, sakit kepala. Anorexia dan turunnya
berat badan terjadi terutama pada anak-anak dan pasien dengan intake kalori yang sedikit9.
Keuntungan:
Felbamate mempunyai mekanisme kerja yang unik. Obat ini dapat digunakan untuk
pengobatan kejang atonik dan efektif pada pengobatan kejang parsial9.
Kerugian:
Penggunaan felbamate dibatasi pada pasien dengan anemia aplastik dan hepatotoksisitas
BAB III
Farmakoterapi - Epilepsy
21
PENUTUP & KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan
dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal
dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi
apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik
dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure
walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan
otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin
juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum
diketahui.
3.1 Saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena
epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.
DAFTAR PUSTAKA
Farmakoterapi - Epilepsy
22
Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2009
Http//Pengertian, Jenis/Macam, dan Pengobatan Penyakit Epilepsi.web.//
www.google.co.id //2010
Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian Rakyat, Jakarta.
Farmakoterapi - Epilepsy