epilepsi

22
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari- hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. 2 Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. 3 Oleh karena itu, pada tinjauan kepustakaan ini akan dijabarkan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala, diagnosis, dan terapi epilepsi 1

Upload: meivril

Post on 23-Jun-2015

3.368 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit

yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan

penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga

sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan

sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk

menjauhi penderita epilepsi. 2

Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan

mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan

psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. 3 Oleh karena

itu, pada tinjauan kepustakaan ini akan dijabarkan tentang definisi, epidemiologi,

etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala, diagnosis, dan terapi epilepsi

1

Page 2: epilepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak

terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International

Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan

kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya

konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu

riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5

Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang

berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan

kejang.5

2.2 . EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,

sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka

epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

100/100,000.7

Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun

(262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut

Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta

angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai

16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 10

2.3. ETIOLOGI

2

Page 3: epilepsi

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

• Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari

penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan

biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil

• Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.

Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik,

malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan

peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

• Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi

mioklonik

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League

Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12

I . Kejang Parsial (fokal)

A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1.         Dengan gejala motorik

2.         Dengan gejala sensorik

3.         Dengan gejala otonomik

4.         Dengan gejala psikik

B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1.         Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

b. Dengan automatisme

2.         Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik,

tonik atau klonik)

1.         Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum

3

Page 4: epilepsi

2.         Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

3.        Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,

dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

A.       lena/ absens

B.       mioklonik

C.       tonik

D.       atonik

E. klonik

F.        tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

I. Berkaitan dengan letak fokus

A. Idiopatik

      Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

      Childhood epilepsy with occipital paroxysm

B. Simptomatik

o Lobus temporalis

o Lobus frontalis

o Lobus parietalis

o Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum

A. Idiopatik

      Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal

convulsions

      Benign myoclonic epilepsy in infancy

      Childhood absence epilepsy

      Juvenile absence epilepsy

      Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

      Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

      Other generalized idiopathic epilepsies

4

Page 5: epilepsi

B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

      West’s syndrome (infantile spasms)

      Lennox gastaut syndrome

      Epilepsy with myoclonic astatic seizures

      Epilepsy with myoclonic absences

C. Simtomatik

      Etiologi non spesifik

      Early myoclonic encephalopathy

      Specific disease states presenting with seizures

 

2.5. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi

yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter

inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang

menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah

melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut

glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi

yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil

pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.

Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan

berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi

membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion

Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan

depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan

terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron

merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah

bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga

inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga

sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron

5

Page 6: epilepsi

tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat

menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat

habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.13

Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

2.6 GEJALA

Kejang parsial simplek

Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:

- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

sebelumnya.

- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat

dijelaskan

6

Page 7: epilepsi

- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada

bagian tubih tertentu.

- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

- Halusinasi

Kejang parsial (psikomotor) kompleks

Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih

lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan

mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:

- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

pakaiannya

- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan

berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung

- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap

tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini

pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini

biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum

serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga

berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan

keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang

jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi

kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air

besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin

akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.14

7

Page 8: epilepsi

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan

hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis

menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,

meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan

obat-obatan tertentu.

Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:

- Pola / bentuk serangan

- Lama serangan

- Gejala sebelum, selama dan paska serangan

- Frekueensi serangan

- Faktor pencetus

- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

- Usia saat serangan terjadinya pertama

- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

8

Page 9: epilepsi

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab

terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai

pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan

perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat

menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan

pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis

epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG

dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya

kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau

metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer

otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding

seharusnya misal gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya

gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara

paroksimal.

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang

mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber

serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis

dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis

yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang

penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus

epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat

diperlukan pada persiapan operasi.

9

Page 10: epilepsi

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan

maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI

bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu

terapi pembedahan.

VIII. TERAPI

2.8 TERAPI

Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan

pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen

maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30

menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit

10

Page 11: epilepsi

Algoritme manajemen status epileptikus

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.

Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:

OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat

minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah

mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.

Terapi dimulai dengan monoterapi

Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai

dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma

ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

11

Page 12: epilepsi

Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar

terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak

dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila

kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada

EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai

penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+,

K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE

Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan

setelah 2 tahun bebas serangan .

Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya

setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis

semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari

satu OAE yang bukan utama

Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai

pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi

mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada

obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and

Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.17

12

Page 13: epilepsi

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

Mekanisme kerja OAE

13

Page 14: epilepsi

Obat epilepsi untuk anak18

14

Page 15: epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html

2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf

3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :

Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005.

p119-127.

4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric

Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007

5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15816939

6. M

7. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical

development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.

15

Page 16: epilepsi

8. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf

9. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm

10. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-

epilepsi-pada-anak-2

11. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/

Causesofepilepsy

12. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and

Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.

2005

13. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit.

Ed: 6. Jakarta: EGC

14. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

15. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

16. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

17. http://www.medscape.com/viewarticle/726809

18. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics.

Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)

16