efektivitas beberapa jenis antibiotik terhadap ... · pada meningkatnya foodborne disease akibat...

47
EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIK TERHADAP Campylobacter jejuni YANG DIISOLASI DARI KARKAS AYAM DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI OLEH: MUH. AQSHAR MARSANI O 111 10 132 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: docong

Post on 09-Apr-2019

242 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIK TERHADAP

Campylobacter jejuni YANG DIISOLASI DARI KARKAS AYAM

DI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

OLEH:

MUH. AQSHAR MARSANI

O 111 10 132

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS ANTIBIOTIK TERHADAP

Campylobacter jejuni YANG DIISOLASI DARI KARKAS AYAM

DI KOTA MAKASSAR

MUH. AQSHAR MARSANI

O 111 10 132

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Muh. Aqshar Marsani

NIM : O111 10 132

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

a. Karya skripsi saya adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab

hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia

dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan

seperlunya.

Makassar, 27 Juli 2015

Muh. Aqshar Marsani

ABSTRAK

MUH. AQSHAR MARSANI. Efektivitas Beberapa Jenis Antibiotik Terhadap

Campylobacter jejuni yang Diisolasi dari Karkas Ayam di Kota Makassar.

Dibimbing oleh Lucia Muslimin dan Muh. Akbar Bahar

Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Belum memadainya

sarana dan prasarana peternakan berpengaruh terhadap mutu dan keamanan

daging ayam. Usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan terutama

produk peternakan perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian foodborne disease.

Salah satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan adalah dengan

melakukan uji keberadaan mikroba patogen pada bahan pangan asal ternak,

seperti Campylobacter jejuni yang merupakan bakteri enterik patogen pada

manusia dan hewan. Batas maksimum cemaran mikroba Campylobacter sp. dalam

pangan kategori daging ayam segar, beku (karkas dan tanpa tulang) dan cincang

adalah negatif/25 g (BSN, 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri

Campylobacter jejuni pada karkas ayam dan melakukan uji sensitivitas beberapa

jenis antibiotik untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat bakteri

Campylobacter jejuni dari karkas ayam. Sebanyak 30 sampel karkas ayam yang

diperoleh dari pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar kemudian

diteliti di laboratorium. Isolasi dan identifikasi dilakukan mulai dari penyuburan

bakteri pada media Preston campylobacter selective broth, kultur bakteri pada

media Preston campylobacter selective agar, pewarnaan gram, uji biokimia dan

identifikasi dengan sistem vitek 2.

Pengujian sensitivitas antibiotik menggunakan eritromisin, siprofloksasin,

klorampenikol dan doksisiklin. Interpretasi hasil disesuaikan dengan standar

interpretasi clinical laboratory standart institute (CLSI, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat kontaminasi bakteri Campylobacter

jejuni pada karkas ayam yang dipasarkan di pasar tradisional kota Makassar, yaitu

sebanyak 1 (3,3%) sampel positif dari 30 total sampel karkas ayam yang diambil

dari beberapa pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. Uji efektivitas

antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin masih sensitif

terhadap isolat bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa satu

sampel positif Campylobacter jejuni dan antibiotik eritromisin, siprofloksasin,

klorampenikol dan doksisiklin masih sensitif terhadap isolat bakteri

Campylobacter jejuni

Kata kunci : Karkas ayam, Campylobacter jejuni, foodborne disease, pasar

tradisional, pasar modern, uji efektivitas, antibiotik.

ABSTRACT

MUH. AQSHAR MARSANI. The effectiveness Several Types of Antibiotics

against Campylobacter jejuni was Isolated from a chicken Carcass in Makassar

city. Suvervised by Lucia Muslimin and Muh. Akbar Bahar

Chicken meat is one of the commodities needed by community as a some

of animal protein. The Efforts to improve a quality and safety of farm products,

especially poultry product must be done to reduce the incident of bacterial

foodborne diseases. One of them is to test the presence of microbial pathogen on

meat such as Campylobacter jejuni. The maximum limits of Campylobacter sp.

impurities in category fresh chicken, frozen meat (carcass and boneless) and

chopped is negative/25 g (BSN, 2009).

The aim of this study was to detect of isolated Campylobacter jejuni in

chiken carcass and to test sensitivity of isolated Campylobacter jejuni against

several types of antibiotics. As much as 30 samples of chicken carcass were

collected from traditional market and modern market in Makassar and were

examined in the laboratory. The Issolation and identification of Campylobacter

jejuni were performed by using selective medium and liquid broth Preston

campylobacter selective broth, growth on Preston campylobacter selective agar,

gram stain, biochemical test and identification with vitek 2 system.

Antibiotic sensitivity testing used some antibiotics, i.e., erythromycin,

ciprofloxacin, doxycycline and chloramphenicol. Based on the result of

interpretation was the Clinilical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2014).

The results of this research showed there was a contamination of

Campylobacter jejuni in one sample from traditional market and which others

were negative. The contamination of Campylobacter jejuni in chiken carcass from

traditional market in Makassar city, as much as 1 (3,3%) positive sample out of 30

total samples was collected from some traditional markets and modern markets in

Makassar city. The sensitivity test result indicated that isolated Campylobacter

jejuni was sensitive against erythromycin, ciprofloxacin, doxycycline and

chloramphenicol.

Based on the results it can be concluded that Campylobacter jejuni is

found in a chicken meat from traditional market and this bacteria is still sensitive

against.

Keywords : Chicken carcass, Campylobacter jejuni, foodborne disease, traditional

markets, modern markets, effectiveness test, antibiotic.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah

dan petunjuk yang senantiasa diberikan, demikian juga shalawat dan salam

penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik.

Akhirnya penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas

beberapa jenis antibiotik terhadap Campylobacter jejuni yang diisolasi dari

karkas ayam di Kota Makassar” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedokteran Hewan dari Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis merasa

sangat bersyukur dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta ayahanda Drs. H. Marsani Muhammad (Alm) dan

ibunda Dra. Hj. Murni Idrus atas doa dan dukungannnya yang tidak pernah

putus.

2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran

Hewan Universitas Hasanuddin dan pembimbing utama dalam penelitian dan

penyusunan skripsi.

3. Muh. Akbar Bahar, S.Si, Apt, M.Pharm.Sc selaku pembimbing anggota atas

dedikasi ilmu, waktu, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing mulai

dari usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Prof. Dr. Ir.H. Effendi Abustam, M.Sc dan Abdul Wahid Djamaluddin,

S.Farm, Apt selaku dosen penguji atas motivasi, saran, dan kritiknya kepada

penulis.

5. Dr. Rizalinda Sjahril, M.Sc, Ph.D dan staf bagian mikrobiologi Rumah Sakit

Pendidikan Universitas Hasanuddin, drh. Titis Furi D. dan paramedik

laboratorium bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros yang telah membantu

selama penelitian.

6. Seluruh dosen serta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran

Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses

pendidikan.

7. Rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2010 yang semuanya sangat

berpengaruh telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama

mengikuti pendidikan di kedokteran hewan Universitas Hasanuddin dan

membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam

melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

8. Teman seperjuangan di Laboratorium Fatmasari

9. Sahabat SMA yang selalu mendukung Amelia, Nisa, Ita, Fidah, Alif, Andika,

Hendra, Awal Ramadan terimaksih atas suntikan semangatnya.

10. Zulfikar Basrul, Fatmasari, Andi Dytha, Riska Wahyuni, Anna Angriana,

Suci Rahmadani, Noer Khalid Chaidir Zakaria, St. Mughniati, Degi Prasetya,

Aldy Derianto, Fachira Ulfa Makmur, Rahayu Anggreini, Nurul Mute, Nayah

anwar. Salam lestari teman-teman, terimakasih atas kerjasamanya.

11. Teman, sahabat, keluarga KKN SEBATIK 85 yang sudah berhamburan di

penjuru negeri, kisah sukses kalian sangat memacu penulis agar penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini dengan segera.

12. Keluarga kunang-kunang Forum Indonesia Muda khususnya FIM 17, Fasil 5

5, Api 2 serta FIM Ewako yang telah memberikan motivasi inspirasi untuk

berkarya dan bermanfaat serta semangat baru untuk penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga spiritual GEMA FOSMA 165 yang selalu mengingatkan,

memberikan pandangan positif dan mendoakan penulis agar skripsi ini

dimudahkan.

14. Dan penghargaan setinggi – tingginya kepada semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyajikan skripsi ini dengan baik,

namun penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar bisa lebih baik

kedepannya. Besar harapan penulis, semoga penulisan skripsi ini dapat berguna

bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran hewan sehingga dapat

bermanfaat untuk masyarakat luas.

Makassar, 27 Juli 2015

Penulis

1

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL 3

DAFTAR GAMBAR 3

DAFTAR LAMPIRAN 3

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 6

1.6 Keaslian Penelitian 6

1.7 Hipotesis 6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karkas Ayam 7

2.2 Mikrobiologis Daging Ayam 8

2.3 Campylobacter jejuni 10

2.4 Campylobacteriosis 12

2.5 Antibiotik 13

2.6 Alur Penelitian 16

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 17

3.2 Materi Penelitian 17

3.2.1 Sampel 17

3.2.2 Alat 17

3.2.3 Bahan 18

3.3 Metode Penelitian 18

3.3.1 Pengambilan Sampel Karkas Ayam 18

3.3.2 Persiapan Media Isolasi 18

3.3.3 Persiapan Sampel 19

3.3.4 Isolasi Campylobacter jejuni 19

3.3.5 Identifikasi Campylobacter jejuni 19

3.3.5.1 Pewarnaan Bakteri 19

3.3.5.2 Uji Katalase 19

3.3.5.3 Uji Oxidase 20

3.3.5.4 Uji TSIA 20

3.3.5.5 Uji Glukosa 20

3.3.5.6 Uji SIM 20

3.3.5.7 Uji Urease 20

3.3.5.8 Identifikasi dengan Vitek 2 System 20

3.3.6 Pengawetan Isolat Campylobacter jejuni 21

3.3.7 Uji Sensitivitas Antibiotik 21

3.3.8 Analisis Data 21

2

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keberadaan Campylobacter jejuni pada Karkas Ayam 22

4.2 Isolasi dan Identifikasi Campylobacter jejuni 24

4.3 Pengujian Kepekaan Campylobacter jejuni terhadap Antibiotik 28

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 35

3

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan

SNI No. 08.1.1-7388-2009 9

Tabel 2. Standar kepekaan antibiotik 21

Tabel 3. Hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel

karkas ayam 22

Tabel 4. Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap isolat Campylobacter jejuni

dari karkas ayam 28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bakteri Campylobacter 11

Gambar 2. Kondisi karkas ayam yang dipasarkan dikedua jenis pasar 24

Gambar 3. Koloni Campylobacter jejuni pada media spesifik

Preston Campylobacter Agar 25

Gambar 4. Morfologi Campylobacter jejuni dengan pewarnaan gram

(pembesaran 1000x) 25

Gambar 5. Uji Katalase, Uji Oksidase 26

Gambar 6. Uji TSIA, Uji Glukosa, Uji Urease, Uji SIM 26

Gambar 7. Hasil identifikasi dengan menggunakan sistem Vitek 2 27

Gambar 8. Zona hambat isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam 28

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel

karkas ayam 35

4

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan asal ternak seperti susu, daging, dan telur merupakan

sumber protein yang kebutuhan setiap tahunnya meningkat. Saat ini tuntutan

masyarakat terhadap kualitas bahan pangan yang dikonsumsi juga semakin

meningkat. Bahan pangan asal ternak yang banyak mengandung protein

merupakan bahan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi oleh cemaran

mikroba baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen. Kontaminasi oleh

mikroba pada bahan pangan menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan dan

dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan

mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit.

Aspek keamanan pangan yang kurang menjadi perhatian telah berdampak

pada meningkatnya foodborne disease akibat mikroba patogen yang ada pada

bahan pangan. Salah satu gejala foodborne disease akibat mikroba patogen adalah

diare. Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dan kasus

Campylobacteriosis di beberapa negara telah banyak dilaporkan. Daging ayam

telah dilaporkan sebagai sumber infeksi Campylobacter jejuni pada manusia.

Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan,

proses penyimpanan sebelum sampai ke konsumen, dan proses pemasakan sangat

memengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan

(Studahl dan Andersson, 2000).

Usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan terutama produk

peternakan perlu dilakukan untuk mengurangi kejadian foodborne disease. Salah

satu usaha meningkatkan kualitas dan keamanan pangan adalah dengan

melakukan uji keberadaan mikroba patogen pada bahan pangan asal ternak,

seperti Campylobacter jejuni yang merupakan bakteri enterik patogen pada

manusia dan hewan (Andriani dkk., 2013).

Infeksi Campylobacter jejuni pada manusia menyebabkan gastroenteritis

dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. Campylobacter

jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin

Escherichia coli (Poloengan dkk., 2005). Campylobacter jejuni kini dikenal

sebagai patogen enterik yang penting. Sebelum tahun 1972, bakteri ini merupakan

patogen utama penyebab keguguran dan enteritis pada sapi dan kambing. Bakteri

ini menyebabkan lebih banyak penyakit dibandingkan shigella dan salmonella.

Tiap orang dapat terinfeksi Campylobacter jejuni, namun anak-anak dibawah 5

tahun dan orang dewasa (15 tahun - 29 tahun) lebih rentan terinfeksi dibanding

kelompok umur lain (BSN, 2009). Pada umumnya infeksi Campylobacteriosis

merupakan infeksi yang sifatnya self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan

antibiotika. Dalam beberapa kasus infeksi dapat bersifat invasif dan sangat berat

sehingga memerlukan antibiotika yaitu eritromisin atau fluoroquinolon. (Yenni

dan Herwana, 2007). Eritromisin dapat dipilih untuk menanggulangi

Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. Antibiotika lainnya yang dapat

digunakan adalah gentamisin, furazolidone, doksisiklin dan kloramfenikol

(Poloengan dkk., 2005).

5

Bakteri ini merupakan bakteri emerjing pada dasawarsa terakhir, sejak

banyak ditemukannya spesies yang resisten terhadap antibiotik (Marinou et al.

2012). Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman

terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan

kejadian infeksi. Dengan semakin banyaknya penggunaan antibiotik pada saat

sekarang ini, maka diperkirakan bakteri Campylobacter sp. akan jauh lebih

banyak yang resisten terhadap antibiotik (Poloengan dkk., 2005).

Uji kepekaan antimikroba dapat membantu memandu terapi yang tepat

(NCEZID, 2014). Penggunaan antibiotik yang tepat akan sangat membantu pasien

dalam proses penyembuhan baik dari segi biaya maupun waktu penyembuhan.

Penggunaan antibiotik tidak tepat dapat menimbulkan masalah besar berupa

muncul dan berkembangnya bakteri kebal antibiotik atau dengan kata lain

terjadinya resistensi antibiotik (Decroli dkk., 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa:

1. Apakah karkas ayam yang dipasarkan di beberapa pasar tradisional dan

modern kota Makassar terkontaminasi oleh bakteri Campylobacter jejuni?

2. Bagaimanakah sensitivitas antibiotik eritromisin, siprofloksasin,

kloramfenikol dan doksisiklin terhadap bakteri Campylobacter jejuni dari

sampel karkas ayam?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mendeteksi keberadaan bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam di

beberapa pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar.

1.3.2 Tujuan Khusus Melakukan uji sensitivitas antibiotik (eritromisin, siprofloksasin,

klorampenikol dan doksisiklin) untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat

bakteri Campylobacter jejuni dari karkas ayam.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu

Dapat digunakan sebagai informasi bagi pengembangan penelitian dalam

upaya mendeteksi keberadaan bakteri patogen Campylobacter jejuni sebagai salah

satu agen foodborne desease dan memberikan gambaran mengenai efektivitas

antibiotik untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Merupakan salah satu usaha untuk mengurangi atau menekan tingkat

resistensi bakteri akibat pemakaian antibiotik yang tidak rasional terhadap

Campylobacteriosis pada hewan dan manusia.

6

1. 5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya pada jenis-jenis antibiotik, antara

lain eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai efektivitas beberapa jenis antibiotik terhadap

Campylobacter jejuni pada karkas ayam belum pernah dilaporkan di Kota

Makassar.

1.7 Hipotesis

1. Ditemukan adanya kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam.

2. Antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin masih

sensitif terhadap Campylobacter jejuni.

7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karkas Ayam

Karkas ayam merupakan bentuk komoditi ayam potong yang paling

banyak dan umum diperdagangkan. Definisi karkas ayam pedaging menurut SNI

01-3924-1995 ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului,

dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta

kedua kakinya (BSN, 1995).

Daging ayam yang dijual di pasar tradisional, masih memiliki mutu yang

beragam karena umumnya tidak dilakukan sortasi kualitas. Kerusakan dapat

terjadi karena proses pemotongan dan memar pada daging. Daging ayam dapat

disajikan dalam tiga bentuk, yaitu segar biasa, segar dingin dan beku. Daging

ayam segar biasa dijual dalam bentuk utuh yaitu sudah tidak ada bulunya tetapi

masih ada kaki, kepala dan jeroan. Daging ayam segar dingin dan beku dijual

dalam bentuk karkas yaitu tanpa bulu dan telah dihilangkan jeroan, kepala dan

kaki (Deptan, 2007).

Daging ayam merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Belum memadainya

sarana dan prasarana peternakan berpengaruh terhadap mutu dan keamanan

daging ayam. Aspek keamanan pangan yang kurang menjadi perhatian telah

berdampak pada meningkatnya foodborne disease akibat mikroba patogen yang

ada pada bahan pangan. Salah satu gejala foodborne disease akibat mikroba

patogen adalah diare (Khoiruddin, 2008).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas daging ayam adalah

antemortem, proses pemotongan dan lama penanganan selama postmortem. Lama

penanganan selama postmortem selain berpengaruh terhadap kualitas fisik dan

kimia, juga berpengaruh terhadap kualitas mikrobiologi daging ayam (Sukamto

dkk., 2001). Kualitas karkas ayam dipengaruhi oleh pengeluaran darah,

pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, waktu pemotongan dan cara pemotongan

(Veerkamp, 2000). Pengeluaran jeroan yang kurang hati-hati dapat

mengakibatkan kontaminasi mikroba terhadap karkas. Kontaminan ini umumnya

berupa mikroflora yang ditemukan pada ileum dan caecum.

Pengolahan ayam merupakan proses pengubahan ayam menjadi karkas

dan atau daging. Proses ini sangat rawan terhadap kontaminasi mikroorganisme

karena seluruh tahapan menggunakan air sebagai media pengolahan dan

pembersihan. Mikroorganisme ini dapat merusak atau menyebabkan penurunan

mutu karkas atau daging sehingga secara langsung dapat mempengaruhi kualitas

fisik dan kimia daging (Matulessy, 2011).

Menurut Doyle (1989), karkas ayam merupakan salah satu sumber utama

untuk isolasi Campylobacter jejuni yang dapat menyebabkan infeksi pada

manusia. Khoiruddin (2008) dalam penelitiannya menunjukkan, tingkat prevalensi

cemaran Campylobacter jejuni dari 84 sampel karkas ayam yang diambil dari

berbagai pasar tradisional dan modern di wilayah Bogor dan Jakarta diketahui

bahwa tingkat prevalensi Campylobacter jejuni di wilayah Bogor secara

keseluruhan sebesar 29,2%. Sedangkan untuk wilayah Jakarta, secara keseluruhan

tingkat prevalensi Campylobacter jejuni adalah sebesar 44,4%. Andriani dkk

8

(2013) juga melaporkan dalam penelitiannya dengan metode konvensional,

sampel karkas ayam yang diambil di pasar tradisional dan swalayan dari beberapa

kota yaitu Bogor, Sukabumi, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, menunjukkan bahwa

dari 59 isolat Campylobacter sp. yang diperoleh dari tahun 2009 sampai 2011,

sebanyak 48 (81,4%) merupakan isolat Campylobacter jejuni.

2.2 Mikrobiologis Daging Ayam

Salah satu indikator keamanan dan mutu pangan adalah adanya

kontaminasi mikroorganisme pada makanan. Pengaruh suatu organisme terhadap

keamanan pangan tergantung pada jumlah organisme yang tersedia, Daging segar

umumnya tercemar oleh mikroorganisme. Pencemaran mikroorganisme dapat

berasal dari lingkungan dan peralatan yang digunakan pada saat proses

pengolahan. Perkembangan mikroorganisme pada daging dipengaruhi oleh faktor-

faktor seperti faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi kadar

air, pH, nilai nutrisi daging, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi

penghalang atau penghambat. Faktor ekstrinsik meliputi temperatur, kelembaban

relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging, misalnya karkas

utuh atau karkas potongan, daging cacahan atau daging giling (Lechowich, 1971;

Aberle et al., 2001).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

dalam pangan adalah nilai pH. Mikrorganisme umumnya dapat tumbuh pada

kisaran pH 3-6. Sebagian besar bakteri memiliki pH optimum, yaitu sekitar 6,5-

7,5. Bakteri tidak dapat tumbuh baik pada pH di bawah 5,0 atau di atas 8,5 kecuali

bakteri asam asetat dan bakteri oksidasi sulfur (Fardiaz, 1992). Daging dalam

keadaan normal memiliki pH ultimat 5,3-5,7. Kondisi tersebut kurang

menguntungkan bagi sebagian besar bakteri karena umumnya bakteri tumbuh

optimal pada pH 7 (Aberle et al., 2001). Nilai pH pasca mati akan ditentukan

oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis

anaerob dan hal ini akan terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan

atau takut pada hewan sebelum dipotong (Lawrie, 2003). Nilai pH daging yang

telah mengalami penyembelihan akan terjadi penurunan karena terjadi

penimbunan asam laktat dalam jaringan otot akibat proses glikolisis anaerob

(Aberle et al., 2001). Penurunan pH daging ayam akan mencapai nilai 5,8-5,9

setelah melewati fase postmortem selama 2-4,5 jam (Snyder dan Orr, 1964).

Kecepatan penurunan nilai pH sangat dipengaruhi oleh temperatur sekitarnya.

Peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan nilai pH yang lebih cepat

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Nilai pH karkas dapat menurun dengan cepat

hingga mencapai 5,4-5,5 selama beberapa jam setelah pemotongan, sehingga akan

dicapai nilai pH akhir antara 5,3-5,6. Penurunan nilai pH karkas postmortem

mempunyai hubungan erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan).

Temperatur tinggi pada dasarnya meningkatkan laju penurunan nilai pH

sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan nilai pH. Pengaruh

temperatur terhadap perubahan nilai pH postmortem adalah sebagai akibat

pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem (Soeparno,

1998).

Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari infeksi ternak

hidup dan kontaminasi daging postmortem. Pencemaran permukaan daging dapat

9

terjadi saat penyembelihan hingga daging dikonsumsi (Hansson, 2001). Sumber

kontaminasi mikroba pada daging unggas dibedakan menjadi dua faktor, yaitu

faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah kontaminan yang telah ada

pada tubuh ayam selama dipotong, seperti infeksi dari ternak hidup, sedangkan

faktor ekstrinsik adalah kontaminan tambahan dari luar setelah ayam dipotong,

seperti kontaminasi daging postmortem (Jay, 2000). Pelaksanaan pemotongan dan

penanganan yang kurang baik selama postmortem dapat meningkatkan

kontaminasi mikroba dan mengurangi masa simpan (Kaudia, 2001). Pembekuan

dilakukan untuk memperpanjang masa simpan, dengan tujuan membatasi aktivitas

mikroorganisme, reaksi-reaksi enzimatik, kimia dan kerusakan fisik. Karkas utuh

yang di simpan pada suhu 4 oC dapat tatap dalam keadaan baik selama tiga hari,

sedangkan penyimpanan pada suhu -35 oC dapat bertahan sampai satu tahun dan

Sembilan bulan untuk karkas yang dipotong-potong (Hardjosworo dan

Rukmiasih, 2000). Pembekuan mampu memusnahkan sebagaian besar bakteri

patogen dan memperlambat/menghambat pertumbuhan sejumlah mikroorganisme.

Namun pembekuan tidak membunuh semua mikroorganisme. Mikroorganisme

banyak juga dapat bertahan hidup pada proses pembekuan dan bertumbuh setelah

penyegaran kembali (Matulessy, 2011). Batas maksimum cemaran mikroba

daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan SNI No. 08.1.1-7388-

2009

Kategori Pangan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum

Daging ayam segar, beku

(karkas dan tanpa tulang)

dan cincang

ALT (30 oC, 72 jam) 1 x 106 koloni/g

Koliform 1 x 102 koloni/g

Escherichia coli 1 x 101 koloni/g

Salmonella sp. Negatif/25 g

Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g

Campylobacter sp. Negatif/25 g

Sumber: BSN (2009)

Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong,

tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan

berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay, 1997). Sumber kontaminasi

mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang

tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan

dan penyimpanan. Mikroba yang mencemari karkas dapat berupa mikroorganisme

pembusuk yang dapat menurunkan mutu dan kelayakan karkas serta berpengaruh

terhadap nilai ekonomis. Mikroba lainnya adalah mikroba patogen yang dapat

membahayakan kesehatan manusia. Data yang diperoleh dari Food Safety

Inspection Servise (FSIS) yang telah melakukan penyelidikan tentang

mikroorganisme produk hewan, memperlihatkan bahwa terdapat enam bakteri

patogen yang sering terdapat pada daging ayam. Bakteri patogen tersebut adalah

Salmonella sp., Escherichia coli O157:H7, Listeria monocytogenes, Clostridium

perfringens, Staphylococcus aureus dan Campylobacter sp. (Dreesen, 1998).

Menurut Poeloengan dan Noor (2003), Campylobacter jejuni

mengkontaminasi karkas ayam bagian punggung hingga tunggir lebih tinggi jika

dibandingkan dengan bagian dada, paha, dan hati-ampela ayam. Hal ini terjadi

10

kemungkinan karena pada waktu memproses ayam mulai dari pengulitan bulu

sampai eviserasi (pengeluaran organ) sangat mudah sekali terjadi kontaminasi dari

saluran pencernaan. Selama proses pemotongan, bakteri Campylobacter jejuni

akan menyebar ke karkas ayam. Campylobacter jejuni pada karkas dapat

dipengaruhi oleh proporsi dari flock yang terinfeksi, faktor musim dan cuaca,

peralatan untuk memproses karkas, teknik sampling dan isolasi (Shane, 2000).

Level Campylobacter jejuni pada karkas dan produknya sangat dipengaruhi oleh

penanganan dan penyimpanan (Palumbo, 1984). Menurut Fournaud et al., (1978),

kontaminasi bakteri pada karkas dapat terjadi melalui bantuan udara dan

kondensasi akibat perbedaan antar temperatur ternak dengan temperatur ruangan

pemotongan pada saat pengulitan ternak.

2.3 Campylobacter jejuni

Campylobacter sp. pada awalnya disebut vibrio, karena bentuknya yang

bergelombang dan seperti spiral. Pada awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan

dalam genus Campylobacter sp. (Cappucino dan Sterman, 1993). Hal ini

didasarkan atas ditemukannya fakta bahwa Campylobacter sp. tidak dapat

memfermentasikan karbohidrat selayaknya bakteri vibrio lainnya dan

Campylobacter juga mengandung basa guanin dan sitosin pada DNA-nya (Doyle,

1989). Menurut Debruyne et al., (2008) genus Campylobacter termasuk ke dalam

famili Campylobacteraceae. Genus ini terdiri dari 14 spesies yang beberapa

diantaranya patogen bagi manusia.

Klasifikasi Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Epsilonproteobacteria

Ordo : Campylobacterales

Famili : Campylobacteraceae

Genus : Campylobacter

Spesies : Campylobacter jejuni

Karakteristik morfologi dari spesies Campylobacter yaitu berukuran

sangat kecil (lebar 0,2 sampai 0,5 µm dan panjang 0,5 sampai 5 µm), berbentuk

batang bergelombang, tipis, ada juga yang berbentuk zig-zag atau seperti spiral,

tidak membentuk spora, merupakan bakteri gram negatif, katalase positif, dapat

mereduksi nitrat, dan sangat motil yaitu dengan menggunakan flagel yang

terdapat pada satu atau dua ujung tubuhnya. Campylobacter jejuni tidak dapat

memfermentasi karbohidrat, sehingga energi diperoleh dari asam amino atau dari

komponen-komponen intermediet pada siklus asam trikarboksilat (Stern et al.,

1992). Campylobacter umumnya motil dan 20% Campylobacter jejuni adalah

tidak motil. Sel yang sudah tua dan cedera (injured) akan mengalami penurunan

motilitas dan terjadi perubahan bentuk menjadi bulat (BSN, 2008).

11

Gambar 1. Bakteri Campylobacter (Anonim, 2011)

Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan identifikasi,

Campylobacter merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat

tumbuh optimal dengan kadar oksigen rendah. Komposisi gas atmosfer untuk

pertumbuhan Campylobacter jejuni yaitu 5% O2, 10% CO2, dan 85% N2 (Stern et

al., 1992). Campylobacter jejuni relatif rentan serta sensitif terhadap stress

lingkungan seperti kadar oksigen 21%, pengeringan, pemanasan, disinfektan,

kondisi asam (BSN, 2009).

Campylobacter bersifat mikroaerofilik, sehingga pertumbuhannya lambat.

Oleh karena itu apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan

antibiotika untuk mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga

mengalahkan Campylobacter sendiri (Dharmojono, 2001). Banyak media yang

telah dikembangkan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni dengan tingkat

keberhasilan yang beragam. Salah satu media yang diketahui mempunyai tingkat

keberhasilan yang cukup tinggi untuk isolasi bakteri tersebut adalah Preston

selective media yang diformulasikan oleh Bolton dan Robertson (1982). Media ini

dipilih karena cocok untuk isolasi Campylobacter jejuni dari semua tipe specimen

baik dari manusia, mamalia, ayam dan juga dari lingkungan (Supartono, 2001).

Pada media pertumbuhan, semua Campylobacter sp. tumbuh dengan baik pada pH

5,5-8,0 dan keberadaan NaCl 1,75%. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan

Campylobacter jejuni yaitu pada kisaran 6,5-7,5 dan tidak tumbuh pada pH di

bawah 4,9 (Stern et al., 1992). Campylobacter jejuni dapat tumbuh pada suhu 37 oC dan dapat tumbuh lebih baik pada suhu 42 oC dalam suasana mikroaerofilik.

Pengeraman pada suhu 42 oC akan menghambat pertumbuhan banyak kuman

lainnya, sehingga akan memudahkan identifikasi Campylobacter jejuni (Hu dan

Kopecko, 2003). Identifikasi pada medium padat (Skirrow agar atau agar lainnya

yang mengandung darah) karakteristik koloni Campylobacter sedikit merah muda,

bulat, cembung, halus dan mengkilat, dengan tepi biasa (OIE, 2008). Sedangkan

menurut Supartono (2001) dalam penelitiannya menggunakan medium Preston

Campylobacter agar karakterisitik koloni halus, cembung, mengkilat, berwarna

putih keabu-abuan dan non hemolitik.

Menurut McClure dan Blackburn (2003), umumnya Campylobacter sp.

tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella sp. tetapi

bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah.

Pada karkas ayam, Campylobacter dapat bertahan hidup namun tidak mampu

bereplikasi (Wesley, 2009). Campylobacter jejuni dapat bertahan hidup 2-4

minggu di bawah lembab, kondisi pengurangan oksigen pada 4 °C. Mereka juga

12

bisa bertahan 2-5 bulan pada -20 °C, tetapi hanya beberapa hari pada suhu kamar.

Tekanan lingkungan, seperti paparan udara, pengeringan, pH rendah, pemanasan,

pembekuan, dan penyimpanan berkepanjangan, merusak sel dan menghambat

pemulihan untuk tingkat yang lebih besar daripada kebanyakan bakteri (BAM,

2001).

2.4 Campylobacteriosis

Campylobacter sp. merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit

Campylo-bacteriosis. Penyakit ini bersifat zoonosis yaitu dapat menular dari

hewan ke manusia. Gejala utama yang ditimbulkan oleh Campylobacter sp.

adalah gangguan pencernaan, maka biasanya penyakit ini diberi nama tambahan

menjadi gastrointestinal campylobacteriosis. Bakteri Campylobacter sp. juga

menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing

manis atau kanker (Poloengan dkk., 2005). Hampir semua jenis Campylobacter

sp. yang tergolong bakteri katalase positif dapat menyebabkan penyakit atau

infeksi pada manusia maupun pada hewan ternak. Dari semua jenis

Campylobacter, Campylobacter jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi

yaitu sekitar 80 - 90% kasus Campylobacteriosis (BAM, 2001).

Campylobacter jejuni merupakan bakteri enterik yang patogen pada

manusia dan hewan (Andriani dkk., 2013). Campylobacter dapat menyerang

berbagai jenis hewan diantaranya kucing, anjing, sapi, kambing, ferret, mink,

unggas, hewan laboratorium dan manusia (Poloengan dkk., 2005). Campylobacter

jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam. Sumber terjadinya infeksi

pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dari infeksi day of chick

(DOC) dari ayam dewasa, kontaminasi pakan, dan kontaminasi air (Shane, 2000).

Campylobacter jejuni pada ternak ayam terdapat di dalam sel epitel dan sel

monokulear dari lamina propria yang dapat menyebabkan jejenum dan ileum

rusak parah. Pada umumnya Campylobacter pada ternak unggas (ayam, kalkun)

terjadi subklinis ditandai dengan turunnya produksi telur secara drastis, kurus,

kering, layu (shriveled), pial bersisik (scaly combs), tidak berdaya dan

menyendiri. Dalam pemeriksaan histopatologik ditemukan perdarahan dan

daerah-daerah nekrotik dalam jaringan hati, ascites dan hydropericardium, ginjal

pucat dan membesar. Campylobacteriosis pada peternakan unggas dapat disebut

avian vibrionic hepatitis atau avian infectious hepatitis (Poloengan dkk., 2005).

Campylobacter jejuni tidak menyebabkan penyakit klinis pada hewan dewasa

kecuali untuk kasus-kasus sporadis abortus di ruminansia dan kasus yang sangat

jarang terjadi hepatitis di burung unta (OIE, 2008).

Ayam semasa hidup pada peternakan yang terinfeksi dapat menyebabkan

kontaminasi pada daging yang dihasilkan. Proses penyiapan daging ayam yang

meliputi proses penyembelihan, pendinginan, proses penyimpanan sebelum

sampai konsumen, dan proses pemasakan sangat memengaruhi jumlah

kontaminan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan. Daging ayam merupakan

sumber kontaminasi yang terbanyak dapat menularkan Campylobacter sp. pada

manusia (Studahl dan Andersson, 2000). Kontaminasi feses ke daging (terutama

daging unggas) selama pemrosesan dianggap menjadi sumber utama penyakit

yang berkaitan dengan makanan manusia. Pada manusia, infeksi ekstraintestinal,

13

termasuk bakteremia, dapat terjadi dan beberapa gejala sisa dari infeksi, seperti

polineuropati, meskipun jarang, bisa serius (OIE, 2008).

Tiap orang dapat terinfeksi Campylobacter jejuni, namun anak-anak

dibawah 5 tahun dan orang dewasa (15-29 tahun) lebih rentan terinfeksi dibanding

kelompok umur lain. Infeksi oleh Campylobacter jejuni menyebabkan diare yang

berlendir dan kadang mengandung darah serta lekosit fekal. Gejala lain yang

sering menyertainya ialah demam, sakit perut, mual, sakit kepala dan nyeri otot.

Gejala infeksi pada umumnya terjadi 2-5 hari setelah makanan yang tercemar

dicerna. Sakit dirasakan selama 7-10 hari, namun kemungkinan untuk kambuh

bisa terjadi lagi (25% kasus). Dosis infeksi Campylobacter jejuni cenderung kecil.

jumlah 400-500 sel bakteri dapat menyebabkan penyakit pada beberapa individu,

namun beberapa individu memerlukan jumlah sel lebih besar. Diare berdarah

disebabkan karena sifat Campylobacter yang invasif yaitu dapat masuk ke lapisan

usus halus dan mengeluarkan toksin yang merusak mukosa usus tersebut (BSN,

2009). Campylobacter jejuni menghasilkan toksin cytotonic yang memiliki

kesamaan imunologi untuk toksin kolera. Toksin ini mungkin bertanggung jawab

atas diare yang berhubungan dengan edema submukosa (Shane, 2000).

Mekanisme patogenik Campylobacteriosis belum sepenuhnya dipahami,

tetapi diketahui beberapa faktor virulensi dari Campylobacter jejuni berperan

penting dalam proses infeksi, diantaranya kemampuan motilitas, kemotaksis dan

produksi racun. Kemampuan motilitas memiliki peran yang sangat penting dalam

virulensi karena diperlukan untuk menembus lapisan dinding usus. Ketika

kemampuan motilitas bakteri hilang, maka infeksi yang terjadi juga hilang (Cox et

al., 2010). Campylobacter jejuni mampu memproduksi beberapa toksin, utamanya

enterotoksin dan sitotoksin, akan tetapi bagaimanapun peran toksin-toksin ini

dalam menimbulkan penyakit belum dapat dipahami (Poloengan, 2005).

2.5 Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi

yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang

diguanakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia,

ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat

tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik

untuk hospes. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan

ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai bakterisid. Kadar minimal

yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya,

masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh

minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari

bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi

KHM (Setiabudy, 2007).

Obat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat

pertumbuhan atau dapat membunuh mikroorganisme lain. Menurut daya

membunuh bakteri antibiotik dibagi dalam antibiotik spekrum ciut (narrow

spectrum), antibiotik spektrum luas (broad spectrum), antibiotik spektrum

sebagian atau khusus (part spectrum). Mekanisme aktivitas obat ini dengan

melakukan penghambatan sintesis materi-materi penting dari bakteri yaitu

14

terhadap dinding sel (penicillin, cefalosporin), terhadap membran sel (nystatin,

amfoterisin B), terhadap protein sel (chloramphenicol, tetracyclin, lincocin,

golongan aminoglikosida, dan makrolida), dan terhadap asam-asam inti yaitu

RNA (Rifampisin dan Mytomicin) (Anief, 1996).

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan menjadi

beberpa golongan, yaitu golongan betalaktam: penisilin, sefalosporin,

karbapenem, monobaktam; golongan aminoglikosid: streptomisin, gentamisin,

kanamisin, amikasin, tobramisin, netilmisin, neomisin; golongan tetrasiklin:

tetrasiklin, klortrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin, minosiklin, tigesiklin,

doksisiklin; golongan makrolid: Eritromisin, spiramisin, roksitromisin,

klaritromisin, dan azitromisin; golongan kloramfenikol: kloramfenikol,

tiamfenikol. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon: asam nalidiksat, asam

pipemidat, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, mofsiklosasin,

siprofloksasin.

Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman

terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan

kejadian infeksi. Resistensi biasanya terjadi setelah kontak berulang antara kuman

dengan antimikroba. Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik disebabkan

karena bakteri tersebut mempunyai gen yang mampu mengkode sintesis protein

atau enzim yang dapat menyebabkan inaktiva antibiotik tersebut. Gen seperti itu

dapat ditemukan pada kromosom atau plasmid, plasmid merupakan molekul DNA

yang berlokasi diluar kromosom, plasmid seringkali dianggap sebagai penyebab

penyempitan spektrum antibiotik. Dikenal dua jenis plasmid: plasmid R dan

plasmid F. Plasmid mempunyai ukuran bervariasi dan dapat berpindah dari satu

spesies bakteri ke spesies lainnya sambil membawa kemampuannya untuk

mengkode sifat resisten terhadap lebih dari satu jenis antibiotik, sehingga bakteri

tersebut dapat mempunyai sifat resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik

(Hseueh et al., 2005; Fong et al., 2008).

Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu anti

mikroba melalui 3 mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di

dalam sel mikroba, inaktivasi obat, mikroba mengubah tempat ikatan (binding

site) antimikroba. Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara vertikal

(diturunkan ke generasi berikutnya) atau yang lebih sering terjadi ialah secara

horizontal dari suatu sel donor. Dilihat dari segi bagaimana resistensi dipindahkan

maka dapat dibedakan empat cara yaitu mutasi, transduksi, transformasi dan

konjugasi. Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik

adalah penggunaan antimikroba yang sering, penggunaan antimikroba yang

irasional, penggunaan antimikroba baru yang berlebihan, penggunaan antimikroba

untuk jangka waktu lama, penggunaan antimikroba untuk ternak. Kurang lebih

separuh dari produksi antibiotik di dunia digunakan untuk suplemen pakan ternak.

Kadar antibiotik yang rendah pada ternak memudahkan tumbuhnya kuman-kuman

resisten. Beberapa contoh kuman yang diduga menjadi resisten dengan cara ini

ialah VRE (vancomycin – resistant enterococci), Campylobacter sp. dan

Salmonella sp. (Setiabudy, 2007).

Prevalensi Campylobacter jejuni yang mengalami resistensi terhadap

antimikroba ditemukan meningkat di berbagai negara di dunia. Resistensi yang

timbul ini ternyata berkaitan dengan penggunaan antimikroba di peternakan untuk

memacu pertumbuhan ternak dan mengobati penyakit infeksi pada ternak. Di

15

Amerika Serikat resistensi Campylobacter sp. terhadap quinolon meningkat

secara tajam dalam waktu singkat. Menurut FDA (2000), timbulnya resistensi

Campylobacter sp. terhadap fluoroquinolon didapatkan dari konsumsi ayam yang

makanannya dicampur antibiotika agar ternak menjadi gemuk, atau antibiotika ini

diberikan untuk mengobati penyakit infeksi unggas. Resistensi terhadap quinolon

dilaporkan dari banyak negara di dunia, baik negara industri maupun negara

berkembang. Paparan terhadap flourokuinolon, baik pada manusia maupun pada

hewan, dapat menginduksi terjadinya resistensi pada Campylobacter sp.

Campylobacter jejuni menunjukkan peningkatan resistensi terhadap seftriakson,

norfloksasin, dan siprofloksasin, tapi masih sensitif terhadap eritromisin (Yenni

dan Herwana 2007).

Dalam penelitian Tjaniadi et al (2003) mengatakan banyak isolat

Campylobacter jejuni resisten terhadap ampisilin, trimetoprim, sulfametoksazol,

tetracyclin, sefalotin, ceftriaxone, dan flourokuinolon. Pola resistensi yang sama

telah dilaporkan di Thailand, di mana resistensi terhadap siprofloksasin sekarang

menjadi perhatian utama. Kejadian resistensi Campylobacter sp. terhadap

flourokuinolon telah meningkat dari 40% pada tahun 1993 menjadi 84% pada

tahun 1995. Selain itu laporan dari Quebec (Kanada) menunjukkan, bahwa

resistensi terhadap siprofloksasin telah meningkat tiga kali lipat pada periode dari

tahun 1985 hingga 1997. Resistensi siprofloksasin terhadap Campylobacter jejuni

di Indonesia meningkat dari 0% pada tahun 1997 menjadi 43% pada tahun 2000.

Tjaniadi et al (2003) dalam penelitiannya menunjukkan, tidak ada strain

Campylobacter ditemukan resisten terhadap eritromisin. Temuan ini sesuai

dengan laporan dari Quebec, (Kanada) tetapi bertentangan dengan laporan

sebelumnya dari Thailand (1985-1997), yang menunjukkan bahwa resistensi

terhadap eritromisin antara strain Campylobacter.

16

2.6 Alur Penelitian

Pengambilan Sampel

Media

Campylobacter

Positif

Isolasi dan Identifikasi

(pada media spesifik, pewarnaan gram, uji biokimia

dan uji konfirmasi identifikasi dengan sistem vitek 2)

Negatif

Uji Sensitivitas

Analisis Data

Kesimpulan

17

3. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksankan pada bulan Desember 2014. Pengambilan

sampel dilakukan di pasar tradisional dan pasar modern Kota Makassar. Pengujian

sampel dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros dan

Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah karkas ayam yang

terdapat di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan 30 sampel yang diambil secara acak di 5 pasar

tradisional dan 5 pasar modern. Pada setiap pasar diambil 3 sampel secara acak,

penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer WT

(1963).

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

t = merupakan jumlah jumlah kelompok percobaan

n = merupakan jumlah sampel tiap kelompok

(t-1) (n-1) ≥ 15

(10-1) (n-1) ≥ 15

9n-9 ≥ 15

9n ≥ 15 + 9

9n ≥ 24/9

n ≥ 2,6 = 3

n ≥ 3 (tiap pasar)

10 pasar x 3 = 30 sampel

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting bedah,

timbangan, cawan petri, erlenmeyer, pipet steril, tabung rekasi dan rak,

mikropipet dan tips, kapas, aluminium foil, pipet tetes, bunsen, jarum ose, swab

steril, gas generating kits untuk Campylobacter, anaerobic jars, stomacher,

plastik steril, autoklaf, waterbath kertas label, mikroskop, gelas preparat,

inkubator 37 oC – 42 oC, vitek 2 system (Biomerieux), botol 5 ml - 10 ml,

refrigerator, coolbox, jangka sorong.

18

3.2.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, Nutrient

Broth No. 2, Campylobacter Agar Base, darah domba lisis, Preston

Campylobacter Selective Supplement (polymixin B, rifampicin, trimetoprim,

cyclohexemide), Preston Campylobacter Growth Suplement (Sodium pyruvate,

Sodium Metabisulfite, Ferrous sulfate), Brain Heart Infusion Broth, Brain Heart

Infusion Agar, disk antibiotik (eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol,

doksisiklin), alkohol, spiritus, minyak imersi, NaCl, crystal violet, lugols iodine,

iodine acetone, safranin.

3.3 Metode Penelitian

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini, meliputi tahap pengambilan sampel

karkas ayam, tahap persiapan media isolasi, tahap persiapan sampel, isolasi dan

identifikasi Campylobacter jejuni, serta pengawetan isolat Campylobacter jejuni

dan uji sensitivitas antibiotik (eritromisin, siprofloksasin, kloramfenikol,

doksisiklin).

3.3.1 Pengambilan Sampel Karkas Ayam

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli karkas ayam

bagian punggung hingga tunggir per sampel untuk sampel dari pasar tradisional

dan satu paket potongan karkas ayam yang telah dikemas untuk sampel dari pasar

modern (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan kedalam plastik steril

yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari

lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool box menuju

laboratorium untuk dianalisis.

3.3.2 Persiapan Media Isolasi

Media yang digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter jejuni pada

penelitian ini yaitu Campylobacter Agar Base, Nutrien Broth, darah domba lisis

5%, 1 vial Preston Campylobacter Growth Supplement dan 1 vial Preston

Campylobacter Selective Supplement yang sebelumnya dilarutkan dengan 2 ml

campuran aceton dan aquadest steril dengan perbandingan 1 : 1.

Media dibuat dengan cara melarutkan 18,5 gr Campylobacter Agar Base

kedalam 475 ml aquadest (Preston campylobacter selective agar) dan 12,5 gr

Nutrient Broth No. 2 kedalam 475 ml aqudest (Preston campylobacter selective

broth). Untuk membantu proses pelarutan media, dilakukan pemanasan diatas hot

plate sambil dilakukan pengadukan. Setelah media larut dalam aquadest,

kemudian dilakukan proses sterilisasi media menggunakan autoklaf pada suhu

121 oC selama 15 menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril

untuk media agar dan botol kecil steril yang tertutup untuk media broth. Proses

plating dapat dilakukan setelah suhu media turun mencapai suhu ± 50 oC dengan

sebelumnya ditambahkan dengan 5% darah domba lisis, 1 vial Preston

Campylobacter Growth Supplement dan 1 vial Preston Campylobacter Selective

Supplement (Supartono, 2001).

19

3.3.3 Persiapan Sampel

Sampel karkas ayam yang diambil dari masing-masing pasar, dianalisis

keberadaan Campylobacter jejuni nya dengan menggunakan media isolasi yang

telah disiapkan sebelumnya. Sebelum sampel digunakan, perlu dilakukan

persiapan sampel terlebih dahulu untuk mengkondisikan sampel agar

Campylobacter jejuni dapat diisolasi.

Sebanyak 25 gr bagian karkas ayam ditimbang, dimasukkan kedalam

plastik steril dan ditambahkan 10 ml nutrient broth dan dihaluskan menggunakan

stomacher selama 1 menit.

3.3.4 Isolasi Campylobacter jejuni

Karkas ayam yang telah dihaluskan kemudian diambil cairannya sebanyak

2-3 ml dan disuspensikan kedalam botol berisi 5 ml Preston Campylobacter

selektif broth. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 oC selama 48 jam

dibawah kondisi mikroaerofilik. Kondisi mikroaerofilik dapat dicapai dengan

menggunakan bantuan gas generating kits.

Dari cairan hasil inkubasi kemudian dilakukan penggoresan pada media

Preston Campylobacter selektif agar. Penggoresan dilakukan dengan teknik gores

kuadran. Teknik gores kuadran bertujuan untuk mendapatkan koloni

Campylobacter jejuni yang terpisah, sehingga memberi kemudahan saat proses

identifikasi. Setelah itu, media yang sudah digores diinkubasi pada temperatur 42 oC selama 24 jam sampai dengan 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik.

3.3.5 Identifikasi Campylobacter jejuni

Setelah inkubasi akan diketahui ada tidaknya Campylobacter jejuni pada

sampel karkas ayam dengan cara melakukan pengamatan pada koloni yang

tumbuh. Koloni yang tumbuh pada media agar sedikit merah muda, bulat

cembung, halus dan mengkilat (OIE, 2008). Berwarna putih keabu-abuan dan non

hemolitik (Supartono, 2001). Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan di bawah

mikroskop serta melakukan beberapa uji pengidentifikasian (uji katalase,

oksidase, TSIA, glukosa, SIM, urease dan Vitek 2 System).

3.3.5.1 Pewarnaan Bakteri

Pewarnaan bakteri dilakukan untuk membantu pengamatan terhadap

morfologi bakteri yang ada pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni.

Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan gram menggunakan crystal violet,

lugols iodine, iodine acetone, dan safranin. Pada pengecatan Gram

Campylobacter sp. berbentuk spiral atau melengkung dan termasuk gram negatif

(BSN, 2008).

3.3.5.2 Uji Katalase

Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni.

Pada uji katalase, sebanyak 1-2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni

dipindahkan kedalam gelas preparat. Kemudian kedalam gelas preparat diteteskan

larutan H2O2 tepat diatas koloni. Setelah diteteskan larutan H2O2, koloni yang

positif Campylobacter jejuni akan kelihatan muncul gelembung gas (O2) yang

menunjukkan bakteri positif terhadap uji katalase.

20

3.3.5.3 Uji Oxidase

Uji ini dilakukan dengan menggunakan strip oxidase dengan cara

mengambil koloni yang diduga Campylobacter jejuni kemudian diusapkan pada

strip oxidase. Jika bekas usapan pada strip berubah menjadi ungu, maka kultur

positif uji oxidase. Campylobacter jejuni positif pada uji oxidase.

3.3.5.4 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Inokulasikan pada media TSIA dari kultur broth dengan cara menusuk

kebagian tegak dan menggoreskan pada bagian yang miring. Setelah itu

diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 hari dalam kondisi mikroaerofilik.

Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring berwarna merah

(basa) dengan tidak memproduksi H2S (BSN, 2008).

3.3.5.5 Uji Glukosa

Biakan bakteri diambil menggunakan jarum ose secara aseptis. Bakteri

ditumbuhkan pada medium glukosa yang ada dalam tabung reaksi. Tabung reaksi

ditutup dengan kapas kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 4 hari dalam

kondisi mikroaerofilik. Campylobacter spp tidak menggunakan glukosa atau gula

lainnya, ditandai dengan tidak adanya perubahan media pada tabung (BSN, 2008).

3.3.5.6 Uji Sulfur Indol Motility (SIM)

Medium SIM ditusuk dengan jarum ose yang telah dicelupkan kedalam

kultur isolat Bacillus cereus, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24

jam dan diamati tipe pertumbuhan yang terjadi sepanjang garis tususkan. Mikroba

yang motil akan tumbuh secara difusi menjauhi garis tusukan tersebut.

3.3.5.7 Uji Urease

Bakteri diinokulasikan dengan menggunakan ose kedalam media urea

kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil positif

menunjukkan perubahan warna media menjadi merah muda. Bakteri

Campylobacter jejuni menunjukkan hasil negatif.

3.3.5.8 Identifikasi dengan Vitek 2 System

Siapkan tabung yang berisi NaCl fisiologis. Hasil kultur pada media

pertumbuhan di suspensikan ke dalam Nacl fisiologis dengan tingkat kekeruhan

setara dengan standar 3,0 McFarland. Masukkan card pada tabung yang telah

dibuat suspensi. Masukkan tabung pada alat vitek 2 yang terlebih dahulu di input

data-datanya ke dalam komputer. Selanjutnya card secara otomatis diproses

dalam ruang vakum dan di inkubasi pada 37 oC selam 6 jam.

Card berisi 30 tes biokimia dalam kategori 11 glikosidase dan peptidase

tes, 10 tes pengasaman, 5 tes alkalinisasi, dan lain-lain 4 tes. Pembacaan berselang

setiap 15 menit diperbolehkan untuk identifikasi setelah 6 jam (Valenza et al.,

2007).

21

3.3.6 Pengawetan Isolat Campylobacter jejuni Koloni yang positif Campylobacter jejuni setelah diidentifikasi dengan

Vitek 2 kemudian diperbanyak atau disegarkan dengan menggunakan Brain Heart

Infusion Broth. Perbanyakan dilakukan dengan cara memindahkan 1-2 loop koloni

positif Campylobacter jejuni kedalam 10 ml Brain Heart Infusion Broth. Setelah

itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 oC dibawah kondisi mikroaerofilik selama 24

– 48 jam. Campylobacter jejuni dalam media Brain Heart Infusion Broth setelah

inkubasi dapat disimpan pada refrigerator (suhu sekitar 4 oC) selama 7 hari

(Khoiruddin, 2008).

3.3.7 Uji Sensitivitas Antibiotik

Setelah diperoleh biakan Campylobacter jejuni, dilakukan inokulasi

bakteri pada larutan NaCl fisiologis dengan menggunakan penyetaraan 0,5 Mc.

Farland dan dengan menggunakan swab steril, suspensi yang telah dibuat

kemudian diratakan diatas permukaan media Heart Infusion Agar yang

mengandung 5% darah. Kemudian letakkan kertas cakram/disk antibiotik

eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin di atas permukaan

media. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 42 oC selama 24 jam sampai

dengan 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Setelah inkubasi lihat adanya zona

hambat yang mengelilingi kertas cakram. Tentukan bakteri uji sensitive,

intermediate atau resisten terhadap antibiotik dengan menggunakan tabel standar

interpretasi yang telah ditentukan oleh Clinical Laboratory Standard Institute

(CLSI) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar kepekaan antibiotik

Zona Diameter

(mm)

Antibiotik Kode disk Sensitive Intermediet Resisten

Eritromisin E-15 ≥ 23 14-22 ≤ 13

Siprofloksasin CIP-5 ≥ 21 16-20 ≤ 15

Klorampenikol C-30 ≥ 18 13-17 ≤ 12

Doksisiklin DO-30 ≥ 14 11-13 ≤10

Sumber: Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2014)

3.3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian yang dianalisis berupa deteksi bakteri Campylobacter

jejuni dan diameter zona hambat antibiotik terhadap bakteri yang telah diisolasi

dari sampel karkas ayam.

22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keberadaan Campylobacter jejuni pada karkas ayam

Karkas ayam banyak terdapat dipasar tradisional maupun pasar modern

(supermarket). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri

Campylobacter jejuni pada kedua jenis pasar tersebut dan melakukan uji

sensitivitas antibiotik untuk mengetahui efektivitasnya terhadap isolat bakteri

Campylobacter jejuni dari karkas ayam. Pada penelitian ini, total sampel karkas

ayam yang diteliti adalah 30 sampel, dari masing-masing sampel diambil

sebanyak 25 g untuk selanjutnya diteliti keberadaan Campylobacter jejuni nya di

Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Maros dan Laboratorium

Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil isolasi

identifikasi Campylobacter jejuni dari karkas ayam pada penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 3. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran mikroba

Campylobacter sp. dalam pangan kategori daging ayam segar, beku (karkas dan

tanpa tulang) dan cincang adalah negatif/25 g.

Tabel 3. Hasil isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam

No Jenis Pasar Kode

Sampel

Hasil uji

(/25 g karkas ayam)

1 PT A-1 Positif

A-2

A-3

Negatif

Negatif

2 PT B-1 Negatif

B-2

B-3

Negatif

Negatif

3 PT C-1 Negatif C-2

C-3

Negatif

Negatif 4 PT D-1 Negatif

D-2

D-3

Negatif

Negatif

5 PT E-1 Negatif E-2

E-3

Negatif

Negatif 6 PM F-1 Negatif F-2

F-3

Negatif

Negatif 7 PM G-1 Negatif G-2

G-3

Negatif

Negatif 8 PM H-1 Negatif

H-2

H-3

Negatif

Negatif

9 PM I-1 Negatif I-2 Negatif

23

I-3 Negatif

10 PM J-1 Negatif J-2

J-3

Negatif

Negatif

Ket: PT (Pasar Tradisional); PM (Pasar Modern)

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil bahwa 1 (3,3%) sampel dari 30

sampel yang diambil dari sepuluh pasar, positif teridentifikasi Campylobacter

jejuni yang berasal dari pasar tradisional (A-1). Selanjutnya data lengkap hasil

isolasi identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam pada penelitian

ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Campylobacter jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam.

Sumber terjadinya infeksi pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dari

infeksi day old chick (DOC) dari ayam dewasa, kontaminasi pakan, dan

kontaminasi air. Campylobacter jejuni pada karkas dapat dipengaruhi oleh

proporsi dari flock yang terinfeksi, faktor musim dan cuaca, peralatan untuk

memproses karkas (Shane, 2000). Pada penelitian ini, lingkungan yang kotor

hingga kurangnya higienitas pengolahan ayam menjadi karkas diduga menjadi

salah satu penyebab bakteri Campylobacter jejuni dapat terdeteksi di pasar

tradisional.

Hampir semua kios penjualan daging ayam di kelima pasar tradisional

yang dijadikan tempat pengambilan sampel memiliki sanitasi yang buruk. Pada

umumnya para pedagang memiliki stok ayam hidup yang siap dipotong dan

ditempatkan di kios mereka dalam kondisi kandang yang kotor dan sempit serta

berdekatan dengan tempat pemotongan. Sebelum jadi karkas, ayam hidup

diproses ditempat mulai dari penyembelihan hingga pencucian kemudian dijual

terbuka dengan hanya ditempatkan diatas meja dalam kondisi basah dan lembab.

Hal ini yang dapat mengkontaminasi karkas ayam yang dijual di pasar tradisional.

Menurut Studhal dan Andresson (2000), Ayam semasa hidup pada peternakan

yang terinfeksi dapat menyebabkan kontaminasi pada daging yang dihasilkan.

Proses penyiapan daging ayam yang meliputi proses penyembelihan, pendinginan

dan proses penyimpanan dapat mempengaruhi jumlah kontaminan dan kualitas

daging ayam yang dihasilkan. Di pasar tradisional, pengkondisian suhu rendah

hanya dilakukan pada karkas ayam yang tidak habis terjual pada hari itu juga.

Menurut BAM (2001), Campylobacter jejuni dapat bertahan hidup 2-4 minggu

pada kondisi lembab dan kondisi pengurangan oksigen pada 4 oC tetapi hanya

beberapa hari pada suhu kamar.

Pada pasar modern, karkas ayam dijual dalam bentuk sudah dikemas

dalam steroform dan ditutup dengan wraping plastic. Karkas ayam tersebut

disimpan dan dikondisikan pada suhu rendah dalam refrigerator. Pada penelitian

ini Campylobacter jejuni tidak terdeteksi pada pasar modern (supermarket). Hal

ini dikarenakan karkas ayam yang dipasarkan di pasar modern mulai dari

penyiapan hingga penataan dilakukan dengan baik dibandingkan dari pasar

tradisional. Selain itu karkas ayam yang dijual di pasar modern (supermarket)

didatangkan dari distributor dalam kondisi beku. Menurut Stern et al. (1992)

Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan. Karkas yang

dibekukan dan kemudian dicairkan kembali juga panas akan mengurangi nilai

24

recovery Campylobacter jejuni pada karkas. Perbedaan penyiapan karkas ayam

pada kedua jenis pasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Pasar Modern Pasar Tradisional

Gambar 2. Kondisi karkas ayam yang dipasarkan di kedua jenis pasar

(dokumentasi pribadi)

Tingkat keberhasilan untuk mengisolasi bakteri Campylobacter jejuni

sangat dipengaruhi oleh media yang digunakan, temperatur, lama inkubasi dan

juga kondisi atmosfernya. Hal ini terjadi karena bakteri Campylobacter jejuni

sangat fragile dan sensitif terhadap oksigen.

4.2 Isolasi dan Identifikasi Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni adalah bakteri yang mudah rusak dan sangat sensitif

terhadap oksigen serta suhu ruang, oleh karena itu untuk isolasi secara optimal

diperlukan media selektif. Isolasi Campylobacter jejuni selain membutuhkan

medium selektif untuk tumbuhnya juga perlu penambahan darah lisis dan

suplemen antibiotik. Pada penelitian ini, kultur bakteri dilakukan dengan

menggunakan media Preston Campylobacter Agar. Media selektif dari Preston ini

diperkaya oleh penyubur dan antibiotik sebagai suplemen tambahan. Kandungan

antibiotiknya terdiri dari polymixin B, Rifampicin, Trimethoprim lactate dan

cycloheximide. Adanya antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan

bakteri lain seperti Bacillus sp. dan Proteus sp. sehingga memudahkan untuk

isolasi Campylobacter jejuni. Selain itu didalam media ini juga ditambahkan

darah domba lisis, penambahan darah lisis ini bertujuan untuk menetralisasi

produk racun yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun

udara. Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa

peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media

akibat reaksi kimia yang dikatalisis oleh cahaya (Bolton dan Robertson, 1982).

Darah lisis yang mengandung ion Fe dapat meningkatkan sifat aerotolerant

Campylobacter jejuni (Stern dan Kazmi, 1989). Gambaran karakteristik koloni

bakteri yang tumbuh pada media spesifik ini terlihat berwarna putih keabu-abuan,

cembung, mengkilat, halus, berbentuk bulat dan non hemolitik (Gambar 3).

25

Gambar 3. Koloni Campylobacter jejuni pada media spesifik Preston

Campylobacter Agar

Koloni terpisah dari hasil kultur pada media Preston Campylobacter Agar

diambil, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan gram untuk selanjutnya

diidentifikasi secara mikroskopik. Pewarnaan gram dilakukan untuk melihat

morfologi bakteri, selain itu juga untuk membedakan kelompok bakteri gram

positif dan gram negatif. Campylobacter jejuni termasuk kelompok bakteri gram

negatif. Jenis gram dan bentuk morfologi bakteri yang diduga Campylobacter

jejuni pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi Campylobacter jejuni dengan pewarnaan gram

(pembesaran 1000x)

Dari hasil pengamatan dibawah mikroskop, terlihat morfologi bakteri

berbentuk batang melengkung atau spiral, seperti huruf S dan termasuk bakteri

gram negatif. Bakteri gram negatif kehilangan crystal violet ketika dicuci dengan

iodine acetone dan ketika diberi larutan pemucat safranin, sel akan menyerap zat

pewarna ini sehingga sel tampak bewarna merah, sedangkan bakteri gram positif

mempertahankan zat pewarna ungu kristal sehingga sel berwarna ungu tua.

Terjadi perbedaan warna sel ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam struktur

kimiawi permukaan sel bakteri (Pelczar dan Chan, 2007).

26

Kemudian proses identifikasi dilanjutkan dengan uji biokimia diantaranya

uji katalase, uji oksidase hasil pengujian dapat dilihat (Gambar 5), uji TSIA, uji

glukosa, uji SIM (Gambar 6) dan identifikasi dengan mengguanakan sistem Vitek

2 (Gambar 7).

Gambar 5. Uji Katalase, Uji Oksidase

Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2 pada koloni yang diduga

Campylobacter jejuni dan hasil yang ditunjukkan, terbentuk gelembung gas saat

ditetsi H2O2. Hal ini karena Campylobacter jejuni merupakan bakteri katalase

positif, artinya bakteri ini mampu memproduksi enzim katalase yang dapat

mengkatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen

peroksida (H2O2) dan superoksida biasanya dihasilkan oleh bebrapa bakteri dari

reaksi reduksi senyawa oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi

Campylobacter jejuni (Khoiruddin, 2008). Pada uji oksidase koloni yang dicurigai

kemudian diusap pada strip oxidase dan menunjukkan hasil positif dengan adanya

perubahan warna menjadi ungu pada bekas usapan di strip oksidase.

Campylobacter jejuni positif pada uji katalase dan oksidase (BSN, 2008). Hampir

semua jenis Campylobacter sp. yang tergolong katalase positif dapat

menyebabkan penyakit pada manusia maupun pada hewan ternak (BAM, 2001).

Gambar 6. Uji TSIA, Uji Glukosa, Uji Urease, Uji SIM (urutan dari bagian kiri)

Campylobacter jejuni pada media TSIA bagian tegak dan miring

berwarna merah (basa) dengan tidak memproduksi H2S. Pada uji glukosa,

Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat sehingga

memperlihatkan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan media pada

tabung, sedangakan pada uji urease menunjukkan hasil negatif dengan tidak

27

terjadinya perubahan warna pada media dan pada uji SIM memperlihatkan hasil

sulfur negatif, indol negatif dan motilitas positif. Campylobacter jejuni umumnya

motil dan 20 % Campylobacter jejuni adalah tidak motil. Sel yang sudah tua dan

cedera (injured) akan mengalami penurunan motilitas (BSN, 2008).

Setelah uji konfirmasi katalase, oksidase, TSIA, glukosa, urease, SIM.

Koloni yang berwarna putih keabu-abuan, cembung, mengkilat, halus, berbentuk

bulat dan non hemolitik dengan gambaran morfologi bakteri berbentuk batang

melengkung atau spiral, seperti huruf S, kemudian diuji dengan menggunakan

sistem Vitek 2 sebagai tahap identifikasi akhir pada penelitian ini. Hasil

identifikasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil identifikasi dengan menggunakan sistem Vitek 2

28

4.3 Pengujian Kepekaan Campylobacter jejuni terhadap antibiotik

Bakteri Campylobacter jejuni yang telah diisolasi dari karkas ayam pada

penelitian ini, diuji sensitivitasnya terhadap beberapa jenis antibiotik diantaranya

eritromisin, siprofloksasin, kloramfenikol, dan doksisiklin. Dari hasil pengujian

diketahui isolat bakteri Campylobacter jejuni sensitif terhadap keempat antibiotik

tersebut (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap isolat Campylobacter

jejuni dari karkas ayam

Isolat

Zona

(mm)

1

Eritromisin

15µg

2

Siprofloksasin

5µg

3

Klorampenikol

30µg

4

Doksisiklin

30µg

PS 1

42

(S)

44

(S)

36

(S)

43

(S)

Ket: (S) = Sensitif

(1) (2) (3) (4)

Gambar 8. Zona hambat isolat Campylobacter jejuni dari karkas ayam

Resistensi antimikroba dari bakteri merupakan suatu masalah kesehatan

masyarakat yang sifatnya global. Masalah ini menjadi bertambah penting dalam

hal pengobatan infeksi enterik. Meningkatnya resistensi kuman enterik secara

progresif di negara-negara berkembang menimbulkan keprihatinan yang besar

pada banyak pihak dan menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius.

Eritromisin, doksisiklin dan klorampenikol dapat dipilih untuk

menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia (Poloengan dkk.,

2005). Menurut Yenni dan Herwana (2007), pada umumnya infeksi

Campylobacteriosis merupakan infeksi yang sifatnya self-limiting dan tidak

memerlukan pengobatan antibiotika. Dalam beberapa kasus infeksi dapat bersifat

invasif dan sangat berat sehingga memerlukan antibiotika yaitu eritromisin atau

fluoroquinolon, dalam hal ini siprofloksasin. Sedangkan menurut Tjaniadi (2003)

dalam penelitiannya mengatakan banyak isolat Campylobacter jejuni yang

resisten terhadap siprofloksasin.

Dalam penelitian ini tidak ditemukan isolat Campylobacter jejuni yang

resisten terhadap eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol, dan doksisiklin. Hal

29

ini menunjukkan bahwa keempat antibiotik tersebut masih efektitf untuk

menanggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia di Kota Makassar.

Namun meski demikian pengawasan terhadap penggunaan antibiotik tersebut

tetap perlu dilakukan, karena pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat

mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan mengubah flora normal

penderita sehingga meningkatkan kejadian infeksi. Prevalensi Campylobacter

jejuni yang mengalami resistensi terhadap antimikroba ditemukan meningkat di

berbagai negara di dunia. Resistensi yang timbul ini ternyata berkaitan dengan

penggunaan antimikroba di peternakan untuk memacu pertumbuhan ternak dan

mengobati penyakit infeksi pada ternak (Yenni dan Herwana, 2007). Kadar

antibiotik yang rendah pada ternak dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten.

30

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang

dipasarkan di pasar tradisional kota Makassar, yaitu sebanyak 1 (3,3%) sampel

positif dari 30 total sampel karkas ayam yang diambil dari beberapa pasar

tradisional dan pasar modern Kota Makassar.

2. Bakteri Campylobacter jejuni yang diisolasi pada penelitian ini masih sensitif

terhadap antibiotik eritromisin (42 mm), siprofloksasin (44 mm),

klorampenikol (36 mm) dan doksisiklin (43 mm).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan peningkatan pengawasan kualitas dan keamanan pangan oleh

pemerintah setempat terhadap produk hasil ternak serta sosialisasi kepada para

pedagang dan masyarakat mengenai sanitasi dan penanganan karkas ayam

yang baik untuk mencegah foodborne diseases.

2. Antibiotik eritromisin, siprofloksasin, klorampenikol dan doksisiklin masih

efektif dan dapat dipilih untuk menanggulangi Campylobacteriosis pada ayam

dan manusia.

31

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW. Hedrick HB, Judge MD, Markel

RA. 2001. Principles of Meat Science. 4th Edition. Kendall/Hutt

Publishing Co, Iowa.

Andriani, Soedarwanto M, Setiyaningsih S, Kusuma Ningrum HD. 2013. Kajian

Risiko Campylobacter sp. Pada Ayam Panggang. J Med Vet Indones

[Internet]. [diunduh 2014 Jul 8]; 7(1):Bogor

Andriani, Sudarwanto M, Setiyaningsih S, Kusumaningrum HD. 2013. Isolasi

Campylobacter dari karkas ayam menggunakan metode konvensional dan

polymerase chain reaction. J. Teknol Indust Pangan. 24(1):27-32. doi:

10.6066/jtip.2013.24.1.27.

Anief M. 1996. Penggolongan obat berdasarkan khasiat dan penggunaan. Ed ke-4.

Yogyakarta (ID): Gadja mada university press. hlm.16.

Anonim. 2011. Campylobacter jejuni. [diunduh 25 Juli 2014] Tersedia pada http://www.bacteriainphotos.com/campylobacter%20jejuni.html

[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Campylobacter.

http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm0

72616.htm [16 Juli 2014].

Bolton FJ. Dan Robertson L. 1982. J. Clin. Pathol. 35. 462-467.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3924-1995. Karkas ayam

pedaging. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode pengujian

cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya.

Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009. Batas maksimum

cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta (ID): BSN.

Cappucino JG. dan Sterman N. 1993. Microbiology: A Laboratory Manual.

Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts.

[CLSI] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2014. Performance

Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Second

Informational Supplement. West Valley (US): Clinical and Laboratory

Standards Institute.

Cox NA, Richardson LJ, Musgrove MT. 2010. Campylobacter jejuni and other

Campylobacters. Di dalam: Juneja VK, Sofos JN, editor. Pathogens and

Toxins in foods: Challenges and interventions. Washington DC: ASM Pr.

hlm 20-22.

Debruyne L, Gevers D, Vandamme P. 2008. Taxonomy of the family

Campylobacteraceae. Di dalam: Nachamkin I,Szymanski CM, Blaser MJ,

editor. Campylobacter. Ed ke-3. Washington, DC: ASM Pr. hlm 3-26.

Decroli E, Karimi J, Manaf A, Syahbuddin S. 2008. Profil ulkus diabetik pada

penderita rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M Djamil

Padang. MKI (Majalah Kedokteran Indonesia). hlm. 58.

Dharmojono. 2001. Limabelas penyakit menular dari binatang ke manusia.

Milenia Populer, Jakarta.

Doyle MP. 1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute.

University of Wisconsin-Madison New York.

32

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Daging ayam sumber protein hewani

yang murah dan mudah didapat. http//www.yogya.litbang.deptan.go.id [20

Juli 2014].

Dreesen DW. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System as a

Preventive Tool. Food Safety Symposium-post-harvest. JAVMA 213 :

1741-1744.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas dan Gizi Institut

Pertanian Bogor. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

FDA. 2000. Human health impact of flourokuinolon resistant Campylobacter

jejuni infection attributed to the consumtion of chicken. Washington DC:

United States Federal Drugs Administration.

Federer WT. 1967. Experimental design : theory and application. New York : The

Macmillan Company.

Fong IW, Darlica K. 2008. Emerging infectious diseases of the 21st century. Di

dalam: Fong IW, Darlica K. Antimicrobial resistance and implications for

the twenty-first century. New York : Springer Science.

Fournaud J, Graffino C, Rosset R, Ddan Jacque R. 1978. Contamination

microbienne des carcasses à Iʹabattoir. Di dalam: Abustam E. 2012. Ilmu

Daging; aspek produksi, kimia, biokimia dan kualitas. Makassar (ID):

Masagena Pr. hlm. 5.

Hansson IB. 2001. Microbiological meat quality in high and low capacity

slaughterhouse in Sweden. J Food Prot. 64: 820-825.

Hardjosworo dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan produksi daging unggas.

Jakarta (ID). Swadaya Pr.

Hseueh RP, Chen HW, Luh TK. 2005. Relationships between antimicrobial use

and antimicrobial resistance in Gram-negative bacteria causing nasocomial

infections from 1991-2003 at a university hospital in Taiwan. International

Journal of ntimicrobial Agents 26: 463-472.

Hu L, dan Kopecko DJ. 2003. Campylobacter spesies. Di dalam:Miliotis MD dan

Bier JF, editor. Internasional handbook of foodborne pathogens. Marcel

Dekker Inc., New York.

Jay JM. 1997. Modern Food Microbiology. Ed ke-5. New York: Chapman and

Hall.

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Maryland: Aspen Publisher,

Inc. Gaithersburg.

Kaudia TJ. 2001. The effect of chemical treatment on life broilers before slaughter

and slaughter condition microbial quality and self life of broiler meat.

Journal of Food Technology Africa. 6: 78-82.

Khoiruddin MN. 2008. Penentuan prevalensi cemaran Campylobacter jejuni

sampel potongan karkas ayam di wilayah Bogor dan Jakarta dengan

metode modifikasi BAM 2001 [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian

Bogor.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Jakarta (ID):

Universitas Indonesia Pr.

Lechowich RV. 1971. Microbiology of meat. Di dalam:Price JF dan Schweigert,

editor. The science of meat and meat products. Ed ke-2.San Fransisco:

Freeman WH and Co.

33

Marinou I, Bersimis S, Ioannidis A, Nicolau C, Mitroussia-Ziouva AM, Legakis

NJ, Chatzipanagiotou S. 2012. Identification and antimicrobial resistance

of Campylobacter species isolated from animal sources. Front Microbiol

3: 1-6. DOI: 10.3389/fmicb.2012.00058.

Matulessy DN. 2011. Analisis mikrobiologis karkas ayam broiler beku yang

beredar di pasar tradisional Halmahera utara. J Agroforestri. 4(1):65-72.

McClure P dan Blackburn C. 2003. Campylobacter and Arcobacter. Di dalam:

Blackburn C dan McClure PJ, editor. Foodborne pathogens hazards, risk

analysis and control. Cambrige (England): Woodhead Publishing Limited.

Muchtadi TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk laboratorium ilmu pengetahuan

bahan pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[NCEZID] National Center For Emerging and Zoonotic Infectious Disease. 2014.

Campylobacter.http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/Cam

pylobacter/ [25 Juli 2014].

[OIE] Office International des Epizooties. 2008. Campylobacter jejuni and

Campylobacter Coli.

Palumbo SA. 1984. Heat injury and repair in Campylobacter jejuni. Appl.

Environ. Microbiol. 48: 477.

Pelczar MJ dan Chan ECS. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UIP. Jakarta.

Poloengan M, Noor SM. 2003. Isolasi Campylobacter jejuni pada daging ayam

dari pasar tradisional dan supermarket. Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 522-526.

Poloengan M, Noor SM, Komala I, Andriani. 2005. Patogenesis Campylobacter

terhadap hewan dan manusia Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan

Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian

dan pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 82-90.

Setiabudy R. 2007. pengantar antimikroba, antimikroba lain. Di dalam: Gunawan

SG, Nafrialdi RS, Elysabeth, editor. Farmakologi dan terapi. Jakarta (ID).

Badan penerbit FKUI.

Shane SM. 2000. Campylobacter infection of commercial poultry. Rev. sci. tech.

Off. int. Epiz. 19 (2):376-395.

Snyder ES, Orr HL. 1964. Poultry meat: processing, quality factors, yields.

Ontario Agr. Departemen Publishing, Ontario.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-3. Yogyakarta (ID): Gajah

Mada University Pr.

Stern NJ. dan Kazmi SU. 1989. Campylobacter jejuni. Di dalam Foodborne Doyle

MP (ed). Bacterial Pathogens. Marcell Dekker Inc., New York.

Stern NJ, Patton CM, Doyle MP, Park CE, dan McCardell BA. 1992.

Campylobacter. Di dalam: Vanderzant C dan Splittstoesser DF, editor.

Compendium of methods for the microbial examination of

foods.Washington: Amiracan Public Health Association.

Studahl A, Andersson Y. 2000. Risk factors for indigenous campylobacter

infection: a Swedish case-control study. Epidemiol.Infect. 125 (2):269-

275.

34

Sukamto H, Widayaka K, Tugiyanti E. 2001. Keempukan daging ayam broiler

dibawah pengaruh umur pemotongan dan umur daging. Jurnal Peternakan

Tropik. 1: 1. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tepat

Guna (LP2T2P).

Supartono. 2001. Teknik isolasi Campylobacter jejuni dari usus ayam penderita

sindroma kekerdilan. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, Machpud N, Komalarini S, Santoso W,

Simanjuntak CH, Punjabi N, Campbell JR, Alexander WK et al. 2003.

Antimicrobial resistance of bacterial pathogens associated with diarrheal

patients in Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg. 68(6):666–670.

Valenza G, Ruoff C, Vogel U, Frosch M, Abele-Horn M. 2007. Microbiological

evaluation of the new VITEK 2 Neisseria-Haemophilus identification

card. J Clin Microbiol 45(11): 3493-3497

Veerkamp C. 2000. Influence of slaughter process on yield and quality of poultry

products. Poultry International. 39: 30-36.

Wesley I. 2009. Public health impact of foodborne illness: impetus for the

international food safety effort; food safety issues and the microbiology of

poultry. Di dalam: Heredia N, Wesley I, dan Garc’ia S, editor.

Microbiologically Safe Foods New Jersey: J Wiley Publ. hlm 5-6; 171-

172.

Yenny, Herwana E. 2007. Resistensi dari bakteri enterik: aspek global terhadap

antimikroba. Universa Medicina. 26: 46-56.

35

LAMPIRAN

1. Hasil isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni dari sampel karkas ayam

K

O

D

E

S

A

M

P

E

L

KOLONI DI MEDIA

PRESTON

CAMPYLOBACTER

AGAR

G

R

A

M

M

O

R

F

O

L

O

G

I

K

A

T

A

L

A

S

E

O

K

S

I

D

A

S

E

TSIA

Basa/

basa

≠H2S

G

L

U

K

O

S

A

U

R

E

A

S

E

SIM

VITEK 2

KET

S

I

M

A-1

Putih keabu-abuan, cembung, mengkilat,

halus, bulat, kecil dan

non hemolitik

-

Batang melengkung/

spiral, seperti

huruf (s)

+

+

+

-

-

-

-

+

Campylobacter jejuni ssp jejuni

Campylobacter jejuni

A-2

Putih, bulat, cembung, bertumpuk, mukoid,

menghemolisis

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

A-3

Putih, bulat, kecil, mukoid

+

Kokus

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

B-1

Putih, bulat, mukoid,

pertumbuhan menyebar

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

B-2

Putih, bulat, kecil -

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

B-3

Abu-abu, bulat, kecil,

cembung

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

C-1

Putih, bulat, besar

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

36

C-2

Putih, bulat, besar, tidak beraturan

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

C-3

Abu-abu, bulat, kecil,

menghemolisis

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

D-1

Putih, bulat, besar

+

Diplokokus

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

D-2

Putih, bulat, besar

+

Kokus

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang sesuai

D-3

Abu-abu kehijauan,

bulat, kecil, cembung, tidak beraturan, mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

E-1

Putih, bulat, kecil

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

E-2

Putih keabu-abuan, bulat, kecil

+

Kokus

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

E-3

Abu-abu kehijauan,

bulat, kecil

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

F-1

Putih, bulat, besar, tidak

beraturan

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

F-2

Putih keabu-abuan,

bulat, mukoid

-

Basil

melengkung

+

+

-

Tidak dilanjutkan

karena pada uji

TSIA

menunjukkan

hasil basa dengan memproduksi

H2S

37

F-3

Abu-abu kehijauan, bulat, kecil, bertumpuk

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

G-1

Putih, bulat, cembung,

kecil

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

G-2

Putih keabu-abuan,

pertumbuhan koloni melebar tidak berbentuk

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

G-3

Abu-abu kehijauan,

bulat, kecil,

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

H-1

Putih keabuan, bulat, mengkilat, mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

H-2

Putih keabuan, bulat, cembung, mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

H-3

Abu-abu kehijauan,

bulat, kecil, cembung,

mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

I-1

Putih, berawan, bulat,

kecil, mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

I-2

Putih, bulat, kecil,

mukoid, koloni bertumpuk

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

I-3

Abu-abu kehijauan, bulat, kecil

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena koloni

yang terlihat

tidak menciri dan tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

38

J-1

Putih, bulat, besar, mukoid

-

Basil

Tidak dilanjutkan karena tidak

ditemukan

gambaran morfologi yang

sesuai

J-2

Putih keabuan, bulat,

kecil

-

Basil

Tidak dilanjutkan

karena tidak

ditemukan gambaran

morfologi yang

sesuai

J-3

Abu-abu kehijauan,

bulat, kecil, mukoid, bertumpuk

+

Kokus

Tidak dilanjutkan

karena tidak ditemukan

gambaran

morfologi yang sesuai

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muh. Aqshar Marsani,

lahir pada tanggal 26 Februari 1992 di Kota Ujung

Pandang, Sulawesi Selatan. Anak ke lima dari lima

bersaudara dari pasangan suami istri, bapak Marsani

Muhammad dan ibu Murni Idrus. Menamatkan pendidikan

Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal di Ujung

Pandang Cabang Parang Layang pada tahun 1998.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar

Negeri Sudirman I Kecamatan Ujung Pandang tahun 2004.

Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Makassar tahun

2007. Kemudian terakhir menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Makassar, pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima sebagai

mahasiswa di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran,

Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan internal maupun external

kampus seperti magang profesi, kepanitian, serta berbagai seminar dan workshop,

menjadi ketua lembaga Badan Perwakilan Himpunan Mahasiswa Kedokteran

Hewan (BP-HIMAKAHA) Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode

2012-2013, membentuk wadah organisasi minat profesi satwa liar Universitas

Hasanuddin (OWL UNHAS) lingkup PSKH FKUH. Serta aktif dalam berbagai

forum organisasi external kampus diantaranya menjadi Koordinator Divisi Sosial

Forum Silaturahim Mahasiswa 165 Wilayah Sulawesi Selatan Periode 2013-2014,

dan pada tahun 2015 menjadi Koordinator Regional Makassar Forum Indonesia

Muda 17.