edisi i semester 1-2012 daftar isi - bappenas.go.id · jakarta. saat ini bank penyalur kur terdiri...

17

Upload: buicong

Post on 02-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAGIAN I – Perkembangan Koperasi dan UMKM

Perkembangan Koperasi

Perkembangan UMKM

Akses KUMKM ke Pembiayaan

BAGIAN II –ISU TERKINI

Revitalisasi Koperasi

BAGIAN III–TOKOH

Sri Edi Swasono: Kooperativisme dalam Revitalisasi Koperasi

BAGIAN IV–CERITA SUKSES

Koperasi Batur Jaya- “Koperasi Setangguh Logam”

DAFTAR ISI

E D I S I I S E M E S T E R 1 - 2 0 1 2

Penasehat : Ceppie Kurniadi Sumadilaga

Penanggung Jawab: Adhi Putra Alfian

Tim Redaksi: Roni Dwi Susanto

Leonardo A.A.T. Sambodo Mahastuti

Gusti Rosvia Wardhani Gayatri Waditra Nirwesti

Mariska Harry Lesmana

Alamat: Bappenas, Gedung Madiun Lt.6 Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta

10310, Indonesia

Telp: (+6221) 31934511 Email: [email protected]

Kata Pengantar Edisi Perdana Warta KUMKM diterbitkan dalam rangka Hari Koperasi yang ke-65 yang jatuh pada tanggal 12 Juli 2012. Tujuan penerbitan Warta KUMKM adalah sebagai media informasi yang menjadi bagian dari upaya pengenalan dan peningkatan pemahaman tentang perkembangan koperasi dan UMKM yang disajikan secara ringkas, padat, dan terkini. Media informasi ini terbit dua kali dalam setahun. Tema pada edisi pertama Semester I 2012 ini yaitu Revitalisasi Koperasi, yang sengaja dipilih untuk mengedepankan kesadaran pemangku kepentingan tentang kebutuhan perbaikan koperasi ke depan. Tema ini juga dipilih sejalan dengan penetapan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Internasional oleh PBB, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang peran dan kontribusi koperasi dalam penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan integrasi sosial. Untuk itu ulasan singkat mengenai revitalisasi koperasi ditampilkan pada edisi kali ini, serta dilengkapi dengan opini tokoh koperasi Indonesia mengenai isu-isu terkait perkoperasian dan satu kisah sukses koperasi di Indonesia. Tim Redaksi berharap dengan terbitnya media ini dapat memenuhi keingintahuan pembaca mengenai koperasi dan UMKM. Kami dari Tim Redaksi mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan dan selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, mohon maaf lahir dan batin.

Jakarta, Juli 2012 Redaksi 

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2

PERKEMBANGAN KOPERASI  

Koperasi  sebagai wahana usaha produktif masyarakat  terus mengalami perkembangan yang positif selama tiga tahun terakhir.Jumlah koperasi aktif terus meningkat  sehingga  pada  tahun  2011 mencapai  lebih  dari  188  ribu unit.Rata‐rata koperasi aktif memiliki  sekitar 164 anggota,  jauh  lebih  tinggi dibandingkan  dibandingkan  ketentuan minimal  anggota  koperasi  sebanyak 20 orang. Usaha koperasi juga terus berkembang dengan rata‐rata peningka‐tan volume usaha sebesar 9,4 persen. Manfaat yang diterima anggota dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU) juga meningkat rata‐rata 2,8 persen.  

 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2012) 

 Namun  kualitas  koperasi masih perlu diperbaiki; dimulai dari penataan 

koperasi  yang  sudah  tidak  aktif,  serta  pendampingan  bagi  koperasi  agar akuntabel  dalam melaporkan  kinerja  usahanya,  dan  disiplin  dalam melak‐sanakan  Rapat  Anggota  Tahunan  (RAT).    Penguatan manajemen  koperasi juga  masih  perlu  terus  ditingkatkan,  karena  saat  ini  baru  25,7  persen koperasi yang  sudah memiliki manajer. Anggota koperasi  juga perlu dididik tentang hak dan kewajibannya sehingga mampu berpartisipasi dalam mema‐

PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 3

jukan  koperasi.Pelaksanaan  Gerakan  Sadar  Koperasi  (Gemaskop)  dan  revi‐talisasi  koperasi  diharapkan  mampu  meningkatkan  kualitas  dan  kinerja koperasi,  serta minat masyarakat  untuk menjadikan  koperasi  sebagai wa‐hana peningkatan efisiensi dan posisi tawar usaha mereka. 

 Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (2012) *Keterangan: Perhitungan nilai PDB dan investasi didasarkan harga konstan tahun 2000, dan hasil perhitungan nilai PDB, ekspor dan  investasi pada ta‐hun 2011 belum dirilis  PERKEMBANGAN UMKM  

Jumlah UMKM yang merupakan 99,9 persen dari pelaku usaha di Indone‐sia menjadikan  UMKM  sebagai wujud  kehidupan  ekonomi  sebagian  besar rakyat Indonesia. UMKM juga menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 97,2 persen  total  tenaga kerja di  Indonesia pada  tahun 2011. Kontribusi UMKM dalam perekonomian tahun 2010 juga cukup besar, seperti yang ditunjukkan oleh sumbangan UMKM pada pembentukan PDB (57,8 persen), nilai ekspor non migas (15,8 persen), dan pembentukan modal tetap atau investasi (48,3 persen).  Kontribusi  yang  besar  tersebut  juga  diikuti  dengan  pertumbuhan tenaga kerja UMKM sebesar 3,4 persen, PDB sebesar 5,6 persen, nilai ekspor non migas sebesar 8,4 persen, dan  investasi sebesar 6,1 persen pada tahun 2009‐2010.  

PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 4

  

              Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (2012) 

 

AKSES KUMKM KE PEMBIAYAAN  

Akses  koperasi  dan  UMKM  (KUMKM)  kepada  pembiayaan merupakan salah satu  fokus perhatian dari upaya untuk meningkatkan kinerja koperasi dan produktivitas UMKM. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan inves‐tasi dibutuhkan oleh KUMKM untuk pengadaan bahan baku dan proses pro‐duksi,  penanganan  pasca  produksi,  pemasaran,  dan  standardisasi  produk. Namun  akses  KUMKM  pada  sumber‐sumber  pembiayaan  formal  pada umumnya masih  rendah  karena  adanya masalah  agunan,  suku  bunga, dan prosedur untuk mendapatkan kredit yang masih rumit. 

Salah satu upaya untuk meningkatkan akses KUMKM pada sumber pem‐biayaan  formal  (bank)  dilaksanakan melalui  Program  Kredit  Usaha  Rakyat (KUR).Dalam Program KUR, Pemerintah menyediakan dukungan penjaminan untuk  kredit  UMKM  yang  berasal  dari  dana  perbankan.  KUMKM  dapat mengakses KUR apabila usahanya  layak namun  tidak memiliki agunan yang cukup untuk dapat melakukan peminjaman kepada bank.Agunan pokok KUR 

PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

1.  Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 

2.  Petambangan dan Penggalian 3.  Industri Pengolahan 4.  Listrik, Gas dan Air Bersih 5.  Bangunan 6.  Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.  Pengangkutan dan Komunikasi 8.  Keuanganm Persewaan dan Jasa 

Perusahaan 9.  Jasa‐jasa Swasta 

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 5

adalah kelayakan usaha itu sendiri, sedangkan agunan tambahannya dijamin Pemerintah  sebesar  70  persen  dari  plafon  KUR,  kecuali  KUR  di  sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan  industri  kecil mendapat penjaminan  sebesar  80  persen.  Plafon  penyaluran  KUR  yaitu  (1)  setinggi‐tingginya  Rp.20  juta  untuk  KUR Mikro,  dan  (2)  di  atas  Rp.20  juta  sampai dengan Rp.500 juta untuk KUR Ritel. 

 

 Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2012)  Penyaluran  KUR  sejak  tahun  2007  sampai  dengan  30Juni  2012  telah 

mencapai hampir Rp.79,2 triliun, dan diterima oleh sekitar 6,64juta debitur, denganrata‐rata  kredit  sebesar  Rp.11,9  juta.  Tingkat  non‐performing  loan (NPL)KUR saat  ini hanya sebesar 3,4 persen. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM di sektor perdagangan, restoran dan hotel (58,6 persen) dan di sektor  pertanian  (16,9  persen).  Berdasarkan  wilayah,  KUR  sebagian  besar disalurkan  di  provinsi  dengan    populasi  KUMKM  terbesar  seperti  di  Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.  Saat  ini  bank  penyalur  KUR  terdiri  dari  7  bank  umum  (BNI,  BRI, Mandiri, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah) dan 26 Bank Pembangunan Daerah  (BPD). KUR  juga disalurkan melalui pola  linkage yang merupakan kerja sama antara bank dan lembaga keuangan mikro, termasuk koperasi.  

Bagi UMKM yang belum memiliki kelayakan usaha yang memadai untuk 

PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 6

mengakses  kredit  perbankan,  Pemerintah  juga  menyediakan  skema  pem‐biayaan dana bergulir yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Ber‐gulir  KUMKM  (LPDB‐KUMKM). Pada  tahun 2011  sekitar Rp.1,0  triliun dana bergulir telah disalurkan kepada 102.032 UMKM yang tersebar di 33 provinsi. Penyaluran dana bergulir  ini dilaksanakan melalui kerja  sama antara  LPDB‐KUMKM dan 656 mitra yang terdiri dari Koperasi Primer, Koperasi Sekunder, Perusahaan Modal Ventura (PMV), bank, serta kelompok UMKM Strategis.  

Dukungan pembiayaan dalam berbagai skema tersebut diharapkan dapat meningkatkan  kapasitas  KUMKM  untuk  secara  bertahap  “naik  kelas”  se‐hingga bisa mengakses kredit komersial yang disediakan bank umum.  Kajian yang dilakukan BRI dan UKM Center pada  tahun 2009 di antaranya menye‐butkan bahwa sekitar 400.000 debitur KUR sudah naik kelas dan dapat men‐gakses  kredit  komersial.  Jumlah  ini  tentunya  diharapkan  terus meningkat seiring  dengan meningkatnya  volume  penyaluran  KUR.Pada  saat  yang ber‐samaan, beberapa kelompok yang mendapatkan bantuan pendanaan melalui Program  PNPM  juga mulai  diarahkan  untuk mengakses  KUR  karena  usaha yang mereka jalankan sudah layak. 

 Sumber: Bank Indonesia (2012) 

 Sementara  itu, penyaluran kredit bank umum untuk UMKM  (kredit ko‐

mersial non‐KUR) pada tahun 2011 mencapai sebesar Rp.479,9 triliun, yang digunakan  untuk  modal  kerja  (78,6  persen)  dan  investasi  (21,3  persen). Kredit tersebut sebagian besar disalurkan untuk UMKM di sektor perdagan‐gan (46,8 persen) dan  jasa (18,5 persen).  

PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 7

1.  Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 

2.  Petambangan dan Penggalian 3.  Industri Pengolahan 4.  Listrik, Gas dan Air Bersih 5.  Bangunan 6.  Perdagangan, Hotel dan 

Restoran 7.  Pengangkutan dan Komunikasi 8.  Keuanganm Persewaan dan 

Jasa Perusahaan 9.  Jasa‐jasa Swasta 

Dinamika  perubahan  lingkungan  baik  global  maupun  domestik  yang begitu cepat dan bahkan acapkali tidak terduga, tentunya akan berimplikasi kepada  perkembangan  dan  keberadaan  dari  koperasi  di  Indonesia.  Jika dicermati pada tataran perkembangan koperasi secara makro yang ditandai dengan  jumlah  koperasi dan  jumlah  anggota  koperasi  serta  volume usaha, terasa  seperti  tidak  ada  yang  perlu  dipermasalahkan,  dimana  pada  tahun 2011  jumlah  koperasi  telah  mencapai  188.181  unit  dan  jumlah  anggota koperasi berkembang  cukup pesat mencapai  30,9  juta orang  serta  volume usaha  koperasi  baru  mencapai  Rp.  95,1  triliun.  Namun  ukuran‐ukuran tersebut  belumlah  dapat  merepresentasikan  kondisi  riil  dan  harapan masyarakat  dari  keberadaan  koperasi  di  Indonesia.  Padahal  koperasi kedepan  diharapkan  akan  semakin  meningkat  perannya  dalam pembangunan  ekonomi  termasuk  berperan  aktif  dalam  penanggulangan kemiskinan. 

Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi koperasi saat ini bertitik tolak dari masih  lemahnya  kualitas  tata  kelola  kelembagaan  koperasi  yang salah  satunya  ditandai  belum  solidnya  hubungan  antar  tingkatan  koperasi yaitu  koperasi  primer,  koperasi  sekunder  dan  koperasi  tersier;  belum meluasnya  diversifikasi  usaha  koperasi;  dan  rendahnya  kualitas  anggota koperasi  yang  ditandai  rendahnya  proporsi  koperasi  dalam melaksanakan Rapat Anggota Tahunan  (RAT) yang masih berkisar 43,4 persen pada  tahun 2011.  Hal  ini  berarti masih  lemahnya  kesadaran  akan  hak  dan  kewajiban sebagai  anggota  koperasi.  Akumulasi  ke‐3  (tiga)  permasalahan  pokok tersebut menyebabkan  secara  perlahan  tergerusnya  kemampuan  koperasi untuk  dapat  bertahan  dalam  menghadapi  perubahan  perekonomian  baik domestik maupun global. 

Banyak  hasil  penelitian  yang  dilakukan  berbagai  pihak  mengatakan bahwa  koperasi  yang berhasil memupuk  SHU besar, memiliki banyak  aset, modal  kuat,  menjadi  perusahaan  besar,  termasuk  mendapat  predikat terbaik,  belum  tentu  mampu  meningkatkan  kesejahteraan  anggotanya sehingga  tidak  ada  korelasi  yang  linier.  Bahkan  sebaiknya  jangan  dulu berbangga ketika koperasi memiliki banyak anggota atau unit usaha besar. Indikator keberhasilan koperasi bukan seperti itu, tetapi bagaimana koperasi bisa meningkatkan kesejahteraan anggotanya.   

Oleh  karena  itu,  peringatan  Harlah  ke  65  Koperasi  yang  jatuh  pada tanggal  12  Juli  2012  baru  lalu  dapat  dijadikan  momentum  untuk membulatkan  tekad  bagi  dimulainya  Revitalisasi  Koperasi  oleh  seluruh 

ISU TERKINI: REVITALISASI KOPERASI

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 8

pemangku  kepentingan  baik  bagi  gerakan  koperasi  maupun  Pemerintah sebagai Pembina Koperasi.  

Dalam  kamus besar Bahasa  Indonesia, Revitalisasi berarti proses,  cara, dan  perbuatan menghidupkan  kembali  suatu  hal  yang  sebelumnya  kurang berdaya.  Sehingga  Revitalisasi  Koperasi  perlu  difokuskan  untuk  dapat mengembalikan  jatidiri  koperasi  (nilai  dan  prinsip)  sebagai  pengemban amanah  untuk  memajukan  kesejahteraan  anggota  dan  sekaligus  menjadi lembaga usaha yang berbasis kepada kualitas tata kelola, partisipasi anggota, diversifikasi  usaha  dan  peningkatan  kompetensi  dari  seluruh  anggota koperasi. 

Seiring  dengan  momentum peringatan hari Koperasi ke‐65 dan siklus  perencanaan  lima  (5)  tahun mendatang  yaitu  untuk  periode 2015‐2019,  maka  adanya  suatu konsepsi  (blue  print)  dan  rencana aksi  (action  plan)  dari  Revitalisasi Koperasi,sebagai bagian yang  tidak terpisahkan  dari  Grand  Design Pembangunan  Koperasi  Indonesia, merupakan  kebutuhan  bersama bagi semua pemangku kepentingan untuk  mewujudkannya.  Hal  ini tentunya akan menjadi pijakan dan sekaligus  mendorong  adanya kesatuan gerak  langkah dari semua pihak yaitu para Pembina Koperasi dan Gerakan Koperasi baik di pusat maupun  di  daerah  dalam meningkatkan  peran  Koperasi  di masa mendatang. 

 Sekali  lagi  Viva  Koperasi  di  hari jadinya ke‐65.  Adhi Putra Alfian   

ISU TERKINI: REVITALISASI KOPERASI

Prinsip‐prinsip Koperasi (Pasal 5 UU 25/1992 tentang Perkoperasian): 1.  Keanggotaan bersifat sukarela 

dan terbuka 2.  Pengelolaan dilakukan secara 

demokratis 3.  Pembagian sisa hasil usaha dila‐

kukan secara adil sebanding den‐gan besarnya jasa usaha masing‐masing anggota 

4.  Pemberian balas jasa yang terba‐tas terhadap modal 

5.  Kemandirian 6.  Pendidikan perkoperasian 7.  Kerjasama antar koperasi  NIlai: Koperasi melandaskan nilai‐nilai menolong diri sendiri, bertanggung jawab  kepada diri sendiri, de‐mokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas. Berdasarkan tradisi para pendirinya, para anggota koperasi percaya pada nilai‐nilai etis: kejuju‐ran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan peduli pada orang lain. 

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 9

Kooperativisme dalam Revitalisasi Koperasi  

Dalam  perjalanannya,  koperasi  di  Indonesia  mengalami  pasang  surut mulai dari era kebangkitan koperasi pada masa Orde Lama hingga reformasi. Masa kejayaan koperasi melalui Koperasi Unit Desa  (KUD) di era Orde Baru seharusnya  mampu  mengantarkan  koperasi  Indonesia  sebagai  penggerak ekonomi  kerakyatan  yang  memang  sudah  mengakar  di  masyarakat  kita. Namun  realitas  berbicara  lain,  pergerakan  koperasi  kita  sangat  lambat bahkan mengalami stagnasi. Pencanangan Revitalisasi Koperasi oleh Presiden RI pada puncak peringatan Hari Koperasi Nasional pada 12  Juli  tahun 2011 yang  lalu merupakan momentum  dan memberikan  gairah  dan  tantangan tersendiri  dalam  membangkitkan  koperasi  ditengah  derasnya  laju individualisme  dan  liberalisasi.  Revitalisasi  Koperasi  dimaknai  sebagai rangkaian  kegiatan  yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah,  Gerakan Koperasi,  dan  pemangku  kepentingan  terkait  lainnya,  secara  terencana, terpadu,  terkoordinasi dan berkesinambungan untuk menggiatkan kembali, mengembangkan dan memperbaharui organisasi, permodalan, dan kegiatan usaha  koperasi  sesuai dengan  jatidiri  koperasi dalam  rangka meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian nasional. 

Beranjak  dari  landasan  pola‐pikir  konstitusi  Indonesia  yang  berdasar kooperativisme,  yaitu  paham  kebersamaan mutualism  and  brotherhood  – Pasal‐Pasal 33, 34, 27 ayat 2 UUD 1945, seharusnya masyarakat memandang bahwa efisiensi tidak hanya dapat dicapai melalui persaingan (di mana yang kuat  pasti  yang  menang,  yang  miskin  dan  lemah  pasti  tersingkir),  tetapi justru  bisa  dicapai  dengan  bekerjasama  yang  akan  menghasilkan  sinergi. Rumusan  Pasal  33  Ayat  1  juga  secara  jelas  menyatakan  bahwa “Perekonomian  disusun  sebagai  usaha  bersama  atas  asas  kekeluargaan”, yang  tak  lain menunjukkan  paham  ekonomi  nasional  kita mengutamakan kooperativisme.  Lebih  dari  itu  ditegaskan  dalam  penjelasan  Pasal  33:  ”…bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi…”. UUD 1945 Amandemen (2002)  tidak  memiliki  penjelasan,  tetapi  untuk  pasal  atau  ayat‐ayat  UUD 1945  (asli)  yang  tak  diamandemen,  penjelasan  tetap  berlaku.  Hal  ini dibenarkan oleh Prof. Maria Farida  (kini anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi).  Berarti  kata  ”koperasi”  tak  hilang.Perkataan  “perekonomian”, sebagaimana bunyi Ayat (1) Pasal 33 UUD 1945, tentu meliputi keseluruhan usaha  ekonomi,  formal–informal,  ekonomi  rakyat,  swasta,  BUMN,  dan koperasi. Keseluruhan itu harus disusun sebagai usaha bersama (mutualism) 

TOKOH: SRI EDI SWASONO

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 0

dan  asas  kekeluargaan  (brotherhood),  tidak  berkompetisi  untuk  saling mematikan. 

Konsekuensi  dari  pola  pikir  konstitusi  tersebut  yaitu  Pemerintah  harus menegakkan makna Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, yang artinya menghidupkan dan menyelenggarakan perekonomian berdasar paham kooperativisme dan menolak  neoliberalisme  kapitalistik.  Baru  sesudah  itu  secara  otomatis, Pemerintah tidak menganaktirikan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat, dan  secara  otomatis  pula  pemerintah  melakukan  fasilitasi  sebagai  upaya strategis membangun perekonomian nasional, bukan melakukan belas kasih (yang altruisme‐filantropis kepada ekonomi rakyat atau ekonomi koperasi).  

Apa  itu  ekonomi  rakyat?  Dan  mengapa  ekonomi  rakyat  merupakan bagian  strategis  dan  integratif  dalam  perekonomian  nasional?Ekonomi Rakyat  atau  grass‐roots  economy  adalah  derivat  dari  Doktrin  Kerakyatan Indonesia.  Ekonomi  rakyat  adalah  wujud  dari  ekonomi  berbasis  rakyat (people‐based  economy)  dan  ekonomi  terpusat  pada  kepentingan  rakyat (people‐based  economy)  dan  ekonomi  terpusat  pada  kepen‐tingan  rakyat (people‐centered  economy)  yang merupakan  inti  dari  Pasal  33  UUD  1945, terutama ayat  (1) dan ayat  (2),  “Perekonomian disusun  sebagai usaha ber‐sama berdasar atas asas keke¬luargaan;  (2) Cabang‐cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam‐nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar‐besar kemakmu‐ran rakyat.” 

Ekonomi  rakyat  adalah  riil  dan  konkret.  Oleh  karena  itu  lebih  tepat apabila  kita meninjaunya  dari  segi  kenyataan  yang  ada  secara  sederhana, melalui  common  sense,  yaitu  bahwa  kita memiliki  pertanian  rak‐yat,  per‐kebunan  rakyat,  perikanan  rakyat,  tambak  rakyat,  pelayar‐an  rakyat, kerajinan  rakyat,  industri  rakyat, peng‐galian  rakyat, pertambangan  rakyat, pertukangan rakyat, bahkan yang teramat penting bagi kehidupan sehari‐hari adalah bahwa kita memiliki dan hidup dari pasar‐pasar rakyat. Kita kenal pula ekonomi  rakyat  yang  berbasis  komoditi  seperti  kopra  rakyat,  kopi  rakyat, karet rakyat, cengkeh rakyat, tembakau rakyat, dan seterusnya, yang men‐‐jadi pe‐nyangga/sokoguru bagi industri prosesing di atasnya. 

Keberadaan  ekonomi  rakyat  justru  tidak  boleh  dilihat  dari  segi pemihakan semata‐mata, apalagi dari segi caritas‐filantropis. Ekonomi rakyat justru mempunyai  peran  strategis  di  dalam  sistem  dan  struktur  ekonomi daerah dan ekonomi nasional. Melaksanakan pembangunan ekonomi rakyat 

TOKOH: SRI EDI SWASONO

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 1

pada hakikatnya me‐laksanakan Doktrin Kebangsaan dan Doktrin Kerakyatan.  Makna ekonomi rakyat sebagai strategi pembangunan itu, antara lain:  

Pertama, dengan rakyat yang berkesempatan aktif dalam kegiatan ekonomi akan  lebih menjamin  nilai‐tambah  ekonomi  optimal  yang mereka  hasilkan dapat secara langsung diterima oleh rakyat. Pemerataan akan terjadi seiring dengan pertumbuhan.  Kedua, memberdayakan rakyat merupakan tugas nasional untuk meningkat‐kan produktivitas  rakyat  sehingga  rakyat  lebih  secara konkret menjadi aset aktif pembangunan. Subsidi dan proteksi kepada  rakyat untuk membangun diri  dan  kehidupan  ekonominya  merupakan  investasi  ekonomi  nasional dalam bentuk  investasi  sumber  insani manusia  (human  investment), bukan pemborosan atau inefficiency, serta mendorong tumbuhnya kelas menengah yang berbasis akar rumput (grass‐roots).  Ketiga, pembangunan  ekonomi  rakyat meningkatkan daya‐beli  rakyat  yang kemudian akan menjadi energi rakyat untuk lebih mampu membangun dirin‐yasendiri  (self‐empowering),  sehingga  rakyat mampu meraih  “nilai‐tambah ekonomi” dan sekaligus “nilai‐tambah sosial” (nilai‐tambah kemartabatan).  Keempat, pembangunan  ekonomi  rakyat  sebagai pemberdayaan  rakyat  se‐cara bersama‐sama  (berjemaah) akan merupakan peningkatan posisi  tawar kolektif  (collective  bargaining  position)  untuk  lebih mampu mencegah  ek‐sploitasi dan subordinasi ekonomi terhadap rakyat.  Kelima, dengan  rakyat  yang  lebih  aktif dan  lebih  produktif dalam  kegiatan ekonomi  maka  nilai‐tambah  ekonomi  akan  sebanyak  mungkin  terjadi  di dalam‐negeri dan untuk kepentingan ekonomi dalam‐negeri.  Keenam,  pembangunan  ekonomi  rakyat  akan  lebih menyesuaikan  kemam‐puan  rakyat  yang  ada  dengan  sumber‐sumber  dalam‐negeri  yang  tersedia (endowment  factor  Indonesia), artinya berdasar  strategi yang hanya meng‐gunakan  sumber‐sumber  lokal  (resources‐based)  dan  terpusat  pada  rakyat (people‐centered).  Ketujuh, pembangunan ekonomi  rakyat akan  lebih menyerap  tenaga  kerja. Kedelapan,  pembangunan  ekonomi  rakyat  akan  bersifat  lebih  “cepat menghasilkan” (quick‐yielding) dalam suasana ekonomi yang sulit dan langka modal.  

Pembangunan  perekonomian  rakyat  sebagai  sokoguru  perekonomian nasional  juga  akan meningkatkan  kemandirian  ekonomi  dalamnegeri,  akan menekan sebanyak mungkin ketergantungan akan kandungan impor (import‐contents) dan meningkatkan  kandungan domestik  (domestic‐contents) pro‐

TOKOH: SRI EDI SWASONO

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 2

duk‐produk  industri  dalam‐negeri,  yang  selanjutnya  akan  lebih  mampu mengembangkan pasaran dalamnegeri. Selanjutnya, pemberdayaan pereko‐nomian rakyat yang akan lebih mampu memperkukuh pasaran dalam‐negeri yang akan menjadi dasar bagi pengembangan pasaran luar negeri.  

Pembangunan  perekonomian  rakyat  juga  akan menjadi  akar  bagi  pen‐guatan  fundamental  ekonomi  nasional  dan menjadi  dasar  utama  bagi  re‐alisasi  nasionalisme  ekonomi. Dalam  konteks  ini,  pembangunan  perekono‐mian rakyat berbicara mengenai perlunya mempertahankan “daulat rakyat”, bukan “daulat pasar”. Misi pembangunan perekonomian  rakyat  juga meru‐pakan  misi  politik  dalam  melaksanakan  “demokratisasi  ekonomi”  sebagai sumber  rasionalitas bagi pengutamaan dan pemihakan kepada  rakyat kecil. Peninjauan ulang  strategi‐strategi pembangunan oleh Development  Strate‐gies Reconsidered, Overseas Development  Council  (1987)  dan  ajakan  yang mutakhir oleh  The  Frontiers of Development  Economics  (Meier &  Striglitz, 2001)  juga menegaskan  perlunya  pergeseran  paradigma‐paradigma  dalam pemikiran  ekonomi,  dimana  perekonomian  rakyat  memperoleh  tempat dalam rekonsiderasinya.  

Secara  keseluruhan, makna  ekonomi  rakyat  sebagai  strategi  pemban‐gunan akan lebih menjamin terjadinya pembangunan Indonesia, bukan seka‐dar pembangunan di Indonesia, dimana pembangunan bertumpu pada plat‐form  bahwa  yang  dibangun  adalah  rakyat,  bangsa  dan  negara.  Pada  ken‐yataannya,  ekonomi  rakyat  mampu  menghidupi,    memberikan  lapangan kerja dan juga memberi kehidupan murah (low cost economy dan low cost of living) bagi sebagian terbesar dari rakyat Indonesia, di tengah‐tengah pasang‐surutnya  sektor  perekonomian  formalmodern,  sejak  awal  kemerdekaan hingga saat ini.  

Pendekatan  kooperativisme  dalam  membangun  ekonomi  rakyat  akan menumbuhkan  kekuatan ekonomi berganda‐ganda  (sinergisme propagatif). Dan seterusnya, wadah ekonomi rakyat dengan peran strategis semacam ini haruslah  koperasi. Demikian  juga UKM‐UKM harus dibangun dalam  rangka peningkatan kemampuan dan kapasitas untuk bekerjasama di bawah payung koperasi/sistem  kooperatif,  kalau  tidak  akan menjadi  pembibitan  kapitalis‐kapitalis kecil. 

Pada peringatan 100 tahun International Cooperative Association/ICA di Manchester  tahun  1995  di mana  yang berbicara  sebagai  keynote  speakers ditentukan hanya dari dua negara, yaitu USSR dan Indonesia – di mana saya mewakili Indonesia, sudah saya tegaskan bahwa kesanggupan koperasi untuk 

TOKOH: SRI EDI SWASONO

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 3

menghadapi  globalisasi  tidak  perlu  dipertanyakan.  Namundua  tahun  lalu International Cooperative Alliance (ICA) menerbitkan  laporan mengenai 300 Koperasi‐Koperasi  Kelas  Dunia  dengan  omset  puluhan  milyar  US$,  tetapi Indonesia  tidak  satupun  dianggap memiliki  koperasi  kelas  dunia.  Koperasi maju di seluruh dunia kecuali di  Indonesia. Koperasi Jepang, Korea, Kanada, Inggris, negara‐negara Skandinavia, Jerman dst, dst maju karena  liberalisme tidak  sebrutal  dan  sepredatorik  sebagaimana  di  Indonesia.  Koperasi  di Indoneisa  cenderung  mementingkan  pertambahan  kuantitas,  meski  tidak semuanya dengan roh kooperativisme.  

Pak Harto pernah berhasil merevitalisasi koperasi sampai ke tahun 1996 karena  penegasan  ideologis  dan  praxis‐nya  yang  tegas.  Koperasi  Indonesia dengan  mudah  terevitalisasi  sendiri  secara  swadaya  dan  swakarsa  bila Pemerintah  mengakhiri  memelihara  neoliberalisme  yang  brutal  sesuai dengan konsepsi Konsensus Washington‐nya IMF dan Bank Dunia.  

Pertanyaannya  adalah  jika  koperasi  Indonesia  tidak  bisa maju  dengan model yang ada saat  ini, sudah benarkah paham dan kemampuan koopera‐tivisme diajarkan pada masyarakat di Indonesia? 

 ————————————————————————————————‐ 

 Sri Edi Swasono adalah Guru Besar Universitas Indonesia. Hasil wawancara tertulis dan saduran tulisan tokoh: “Koperasi dan Ekonomi Humanistik” dalam harian Kompas, dan “Koperasi dan Kooperativisme” dalam harian  Suara Pembaharuan,  Kamis 12 Juli 2012. 

TOKOH: SRI EDI SWASONO

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 4

Industri  logam  di  Indonesia  memiliki  sejarah  yang  panjang  dan mengalami  pasang  surut  sejak  tahun  1950‐an.  Awalnya  industri  logam diperuntukkan  bagi  pembuatan  alat‐alat  pertanian  yang  diproduksi  di DukuhBatur, Desa  Tegalrejo,  Kecamatan  Ceper,  Kabupaten  Klaten.  Industri ini  terus berkembang  seiring dengan bertumbuhnya  jumlah pengusaha  cor logam.  

Di  tempat yang  sama, pada  tahun 1976Koperasi Pusat Permesinan dan Pengerjaan  Logam  “Batur  Jaya”  didirikan  sebagai  wadah  bagi  ratusan pengusaha dan pengrajin logam cor. Kegiatan koperasi ini meliputi pekerjaan pengecoran  logam  dan  jasa  permesinan,  dengan  produk‐produk  seperti lampu  antik,  kursi  antik,  komponen  permesinan,  dan  kerajinan  logam lainnya.   

Seiring dengan perkembangan  industri  logam, Koperasi Batur Jaya tidak berkembang  sendiri,  tetapi  turut  bermitra  dengan  berbagai  lembaga, termasuk  universitas.  Kerjasama  bisnis  diantaranya  dilakukan  dengan Departemen  Pekerjaan  Umum  untuk  produksi  lampu  taman,  dan  PT.  KAI untuk  pembuatan  rel,  tapal  rem  dan  onderdil  kereta  api,  serta  dengan perusahan  besar  seperti  PT.  ASTRA  Internasional.  Peran  dunia  pendidikan pun  dekat  dengan  koperasi,  khususnya  Politeknik Manufaktur  Ceper  yang banyak membantu alih teknologi permesinan.  

Namun  berjaya  di  pasar  industri  logam  sebagai  pemasok  hampir  60 persen kebutuhan logam nasional tidak menjamin industri ini kebal terhadap krisis. Koperasi harus berjuang menghadapi berbagai  kondisi usaha  selama lebih dari empat puluh  tahun berkiprah. Contohnya saja, pada  tahun 2008, Koperasi  Batur  Jaya  ikut  terpuruk  akibat  krisis  ekonomi  global. Walaupun konsumsi  domestik  adalah  bagian  yang  dominan,  namun  kenaikan  harga bahan  baku,  dan  masalah  permodalan  menjadi  ganjalan  utama  para pengrajin dan pengusaha untuk bertahan. 

Kondisi sentra industri logam Ceper dibawah Koperasi Batur Jaya saat ini mungkin  belum  lagi  pulih  dan  sejaya  dahulu,  tetapi  para  pengrajin  tetap bertahan dan optimis untuk tetap berkarya seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian  nasional.  Bantuan  yang  tepat  sasaran  dibutuhkan,  dan pemerintah menjadi faktor yang paling berperan dalam kondisi krisis seperti ini.  Bantuan  sudah  diberikan  oleh  Kementerian  Perindustrian  dan Pemerintah Daerah melalui  alih  permesinan  dari manual menjadi  berbasis listrik. Diluar itu juga ada pembekalan organisasi koperasi melalui revitalisasi badan usaha dan pelatihan pemasaran dan komunikasi. 

CERITA SUKSES: “KOPERASI SETANGGUH LOGAM”

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 5

Ke depan, demi kelanjutan  industri  logam‐khususnyadi Ceper, Koperasi Batur Jaya  ingin  lebih dilibatkan dalam pembagian kerja, pemenuhan bahan baku, dan sinergi dalam pemasaran produk dari anggotanya. Koperasi Batur Jaya  yang  kini  beranggotakan  180  pengusaha  dan  pengrajin  bersedia memberikan  dukungan  untuk  pembuatan  komponen‐komponen  dalam pengembangan Mobil  Esemka  ke depan  (Esemka adalah nama mobil  hasil rakitan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Surakarta, Jawa Tengah yang  diluncurkan  pada  tahun  2012).  Kualitas  komponen  logam  yang dihasilkan para UKM Ceper sudah memenuhi standar industri dan tidak kalah secara  kualitas.  Alangkah  indahnya  bila  cita‐cita  pengrajin  dan  karya  anak bangsa  mendapat  dorongan  dan  dukungan  dari  pemerintah  untuk menghasilkan  produk  dan  menciptakan  pasar  yang  menjanjikan  untuk industri mobil yang 100 persen Indonesia.   

————————————————————————————————‐  Disarikan dari berbagai sumber 

CERITA SUKSES: “KOPERASI SETANGGUH LOGAM”

D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 6

Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/

Bappenas Gedung Madiun Lt.6

Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310, Telp: (+6221) 31934511

Email: [email protected]