perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id hubungan tingkat .../hubungan... · kalsitonin pada sel...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN OSTEOPOROSIS DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA
PRE-MENOPAUSE DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Rizka Febriani A.P.
G0009188
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah Subhannahu Wa Ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, kekuatan, dan kesabaran serta segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause di Kelurahan Jebres Surakarta”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dalam penyusunan, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan, bantuan dan dukungan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Maka penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD, KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan pengarahan dan bantuan. 3. Prof. Dr. KRMT. Tedja DO., dr., Sp.OG (K). selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi peneliti. 4. Margono, dr, M.KK. selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan motivasi bagi peneliti. 5. Dr. Supriyadi Hari, dr., Sp.OG. selaku Penguji Utama yang telah berkenan
menguji, memberikan saran dan nasehat bagi penulis. 6. Muh. Eko Irawanto, dr, Sp.KK. selaku Anggota Penguji yang telah berkenan
menguji, memberikan saran dan nasehat bagi penulis. 7. Warga Kelurahan Jebres Surakarta, khususnya posyandu lansia RT 24 yang
telah berkenan untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel 8. Sunhadi, dr, M.Kes serta Titiek Kastyani Widhias Tuti selaku Papa dan Mama
tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Rizko Putra Pradana, dr. selaku kakak tersayang, yang menjadi semangat untuk mengikuti jejaknya menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Kedokteran
10. Muhammad David Perdana Putra yang selalu menyemangati serta mendoakan terselesaikannya skripsi ini.
11. Sahabat seperjuangan Rohmah, Priyanka, Ridha, Astrid, Reyhan, Hima, saudara seperantauan PANACEA, serta seluruh mahasiswa S1 Pendidikan Dokter FK UNS 2006-2011 khususnya Pendidikan Dokter 2009, terima kasih atas doa, semangat, senyum, serta rasa kekeluargaan yang diberikan.
Surakarta, Agustus 2012
Rizka Febriani A.P.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Rizka Febriani Anggita Putri, G0009188, 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause di Kelurahan Jebres Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang : Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang, kepadatan tulang dan kemunduran struktur jaringan tulang. Osteoporosis banyak menyerang wanita yang sudah memasuki masa menopause, karena pada masa tersebut jumlah hormon estrogen berkurang dan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar kalsium darah (Javier, 2010). Oleh karena itu pengetahuan tentang osteoporosis sangat penting terutama pada wanita pre-menopause dan menopause untuk melakukan tindakan pencegahan dan mendeteksi dini adanya osteoporosis (Pakasi, 2000). Dari dasar tersebut, penulis berminat untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre-menopause di Kelurahan Jebres Surakata
Metode : Penelitian ini menggunakan korelasi. Pada penelitian ini populasinya adalah wanita pre-menopause di Kelurahan Jebres Surakata yang berjumlah 60 orang. Dalam penelitian ini menggunakan non probability quota sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner mengenai tingkat pengetahuan Osteoporosis dan perilaku pencegahan Osteoporosis. Data yang diperoleh dianalisis dengan Chi Kuadrat.
Hasil : Hasil penelitian didapatkan responden berjumlah 60 orang, 49 orang (81.6%) berpengetahuan baik. Sebagian besar dari responden berjumlah 32 orang (53.3%) berperilaku cukup baik. Ditemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan Osteoporosis dengan perilaku pencegahan Osteoporosis.
Simpulan : Data menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan Osteoporosis dengan perilaku pencegahan Osteoporosis pada wanita pre-menopause di Kelurahan Jebres Surakata.
Kata kunci : Tingkat Pengetahuan, Perilaku Pencegahan, Osteoporosis, Pre-menopause, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Rizka Febriani Anggita Putri, G0009188, 2012. The Relationship of Osteoporosis Knowledge Level with Osteoporosis Prevention Behaviors in Pre-menopausal Women of Village Jebres Surakarta. Mini thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Background : Osteoporosis is a disease characterized by low bone mass, bone density and structural deterioration of bone tissue. Osteoporosis is common in women who have entered menopause, because at that time the amount of the hormone estrogen decrease and lead to a decline in blood calcium levels (Javier, 2010). It is therefore very important knowledge of osteoporosis, especially in women pre-menopause and menopause to take action to prevent and detect the early presence of Osteoporosis (Pakasi, 2000). From this foundation, the authors are interested in conducting research to determine the relationship between Osteoporosis knowledge level with Osteoporosis prevention behaviors in pre-menopausal women of Village Jebres Surakarta. Methode : This study uses correlation. In this research population was pre-menopausal women in the village Jebres Surakata totaling 60 people. In this case, using a non-probability quota sampling. The research instrument used was a questionnaire concerning the level of osteoporosis knowledge and osteoporosis prevention behaviors. Data were analyzed by Chi Square. Result : The study found respondent numbered 60 people, 49 people (81.6%) knowledgwable either. Most of the respondent amounted to 32 people (53.3%) enough well behaved. Found a significant positive relationship between Osteoporosis knowledge level with Osteoporosis prevention behaviors. Conclusion : The data showed that there was a significant association between Osteoporosis knowledge level with Osteoporosis prevention behaviors in pre-menopausal women of Village Jebres Surakarta Key words : Knowledge Level, Prevention Behaviors, Osteoporosis, Pre-menopausal,
Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA …………………………………………………………..... vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………...... vii
DAFTAR TABEL …………………………………………….............. x
DAFTAR SKEMA....…………………………………………….......... xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................
xii
xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………. 1
B. Perumusan Masalah …………………………………… 3
C. Tujuan Penenlitian …………………………………….. 3
D. Manfaat Penelitian …………………………………….. 4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan................................................................
2. Perilaku.......................................................................
3. Osteoporosis................................................................
4. Pre-Menopause............................................................
5. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan
Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause Sindrom
Premenstruasi.............................................................
5
11
15
27
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
B. Kerangka Pemikiran …………………………………... 31
C. Hipotesis ………………………………………………. 32
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ………………………………………... 33
B. Lokasi Penelitian ………………………………………
C. Waktu Penelitian .............................................................
33
33
D. Pertimbangan Etik Penelitian .....……………………… 34
E. Subjek Penelitian …………………………………….... 35
F. Teknik Sampling .......................……………………….. 35
G. Rancangan Penelitian ..............................……………... 36
H. Uji Validitas ........................………………………........
I. Cara Kerja ......................................................................
40
40
J. Identifikasi Masalah Penelitian ....….............................. 41
K. Definisi Operasional Variabel ..………………………..
L. Teknik Analisis Data ......................................................
41
42
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian ………………….......... 44
B. Analisis Bivariat ..……………………………………... 49
BAB V. PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Data..........................................................
B. Keterbatasan Penelitian .................................................
53
63
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ………………………………………………. 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
B. Saran …………………………………………………... 66
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 69
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia....................... 44
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan... 45
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan............. 46
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Wanita Pre-Menopause
tentang Osteoporosis.......................................................................
47
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Wanita Pre-Menopause
terhadap Osteoporosis....................................................................
Tabel 4.6 Nilai Normalitas Data Primer..........................................................
Tabel 47 Tabel BxK, Variabel Tingkat Pengetahuan * Variabel Perilaku
Pencegahan......................................................................................
Tabel 4.8 Hasil Uji Chi-Square.......................................................................
Tabel 4.9 Hasil Koefisiensi Kontingensi........................................................
48
49
50
50
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR SKEMA
Skema 1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 31
Skema 2 Rancangan Penelitian........................................................................ 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Informed Consent .......................................................... 72
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................... 73
Lampiran 3 Lembar Kisi-Kisi Soal ................................................................ 74
Lampiran 4 Lembar Kuesioner ....................................................................... 76
Lampiran 5 Lembar Data Responden ............................................................. 85
Lampiran 6 Lembar Analisis Statistik Bivariat .............................................. 88
Lampiran 7 Lembar Surat Izin Penelitian ...................................................... 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AINS Anti Inflamasi Non Steroid
HRT Homone Replacing Therapy/Terapi Pengganti Hormon
KK Koefisien Kontingensi
mg/hari miligram per hari
p tingkat signifikansi α = 0,05
SPSS Statistical Product and Service Solution
X² Chi-Square/uji Chi kuadrat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Osteoporosis terjadi akibat ketidakseimbangan antara proses
demineralisasi yang lebih tinggi dan proses mineralisasi tulang. Begitu wanita
mencapai usia menopause, maka semakin menurun pula kadar kalsium dalam
tulang. Diduga hal ini berkaitan erat dengan kemampuan tubuh mensekresi
hormon estrogen. Hormon ini bekerja secara tidak langsung melalui pengaturan
produksi hormon lainya berdasarkan fungsi setiap hormon. Pada wanita dewasa
yang sehat, sekresi hormon kalsitonin juga dipengaruhi oleh adanya hormon
estrogen. Jadi, dengan menurunnya sekresi estrogen ini, pengendalian sekresi
kalsitonin pada sel parafolikuler tiroid menjadi terganggu. Maka pengeroposan
tulang terjadi pada wanita menopause (Javier, 2010). Sebelum terjadi fase
menopause biasanya didahului dengan fase pre-menopause. Bagi kebanyakan
perempuan, gejala pre-menopause akan mulai muncul pada rentang waktu usia
40 tahun akibat menurunya kadar estrogen yang menimbulkan gejala yang
sangat mengganggu aktivitas kehidupan wanita, termasuk hilangnya kesuburan
dan meningkatnya risiko osteoporosis pada kondisi menjelang menopause
(Proverawati, 2010).
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan rendahnya masa
tulang, kepadatan tulang dan kemunduran struktur jaringan tulang. Apabila
tidak dicegah atau ditangani, maka pengeroposan yang terus-menerus bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
menyebabkan tulang menjadi patah atau mengalami rasa sakit pada waktu
bergerak. Patah tulang ini bisa terjadi pada tulang punggung, pinggul,
pergelangan tangan, pergelangan kaki, tulang pangkal paha, dan tulang rusuk.
Patah tulang di usia lanjut akan menimbulkan permasalahan serta pengeluaran
biaya pengobatan yang besar bahkan ada kemungkinan menderita cacat
permanen (Javier, 2010). Osteoporosis banyak menyerang wanita yang sudah
memasuki masa menopause, karena pada masa tersebut jumlah hormon
estrogen berkurang dan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar kalsium
darah. Fakta tentang osteoporosis: lebih dari 75 juta orang di seluruh dunia
menderita osteoporosis dan tanda awal terjadinya osteoporosis ditemukan pada
kaum wanita. Kejadian osteoporosis tertinggi pada lanjut usia, dimana 1 dari 3
wanita dan 1 dari 5 pria dengan usia di atas 50 tahun mempunyai osteoporosis.
Karenanya para ahli tulang menyarankan, awal usia 30-an sebaiknya sudah
mulai merawat tulang dengan baik, terutama kaum wanita yang besar
kemungkinanya mengalami osteoporosis setelah masa menopause (Javier,
2010).
Kendati osteoporosis adalah penyakit degeneratif dan normalnya baru
muncul setelah berusia diatas 45 tahun, tetapi penyakit ini bisa menyerang
kaum muda yang gaya hidupnya cenderung tak sehat, seperti kebiasaan
merokok, malas berolahraga, minum kopi dalam dosis yang berlebihan yang
menyebabkan kurangnya penyerapan kalsium dalam tulang (Javier, 2010).
Oleh karena itu pengetahuan tentang osteoporosis sangat penting terutama pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
wanita pre-menopause dan menopause untuk melakukan tindakan pencegahan
dan mendeteksi dini adanya osteoporosis (Pakasi, 2000).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi periakunya,
semakin baik pengetahuan seseorang maka perilakunya juga akan semakin baik
dan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi tingkat pendidikan, sumber informasi,
dan pengalaman. (Notoatmodjo, 2009). Selain itu belum pernah diteliti
mengenai pengetahuan dan perilaku wanita pre-menopause dalam rangka
mencegah osteoporosis, maka peneliti ingin mengetahui tentang hubungan
pengetahuan tentang osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis
pada wanita pre-menopause sebagai salah satu informasi tambahan bagi
pengembangan ilmu kedokteran terutama meningkatkan peran serta dokter
dalam pencegahan serta penatalaksanaan osteoporosis.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian: Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan osteoporosis
dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre-menopause di
Kelurahan Jebres Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pengetahuan tentang osteoporosis dengan perilaku pencegahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
osteoporosis pada wanita pre-menopause.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji tingkat pengetahuan wanita di Kelurahan Jebres Surakarta
terhadap osteoporosis meliputi pengertian, gejala, penyebab, dan
pencegahan osteoporosis.
b. Mengkaji perilaku wanita pre-menopause untuk pencegahan
osteoporosis meliputi olahraga, konsumsi kalsium, vitamin D dan
menghindari kebiasaan merokok.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada
wanita pre-menopause.
2. Manfaat Aplikatif
a. Memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat tentang penyakit
osteoporosis.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha pencegahan dan
penatalaksanaan penyakit osteoporosis pada wanita pre-menopause.
c. Dapat dipergunakan sebagai bahan sumbangan pemikiran bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia yang
keberadaanya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai
bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari
kehendak atau kemauan (Notoatmodjo, 2009).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan tercakup dalam ranah kognitif berkenaan dengan
perilaku yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui dan
memecahkan masalah. Pengetahuan memiliki enam tingkatan yang
bergerak dari yang sederhana sampai yang tinggi dan komplek.
Tingkatan kemampuan itu adalah pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application) analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
1.) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan berhubungan dengan pada bahan yang sudah
dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain disebut recall (mengingat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kembali). Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas maupun
sempit, seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun apa yang
diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh
karena itu tingkatan ranah pengetahuan adalah rendah.
2.) Pemahaman (comprehention, understanding)
Pemahaman adalah kemampuan memahami arti suatu bahan
pelajaran seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang
sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada
pengetahuan.
3.) Penerapan (application)
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi
baru atau situasi yang kongkrit, seperti menerapkan suatu dalil,
metoda, konsep, prinsip, dan teori. Kemampuan ini lebih tinggi
nilainya dari pemahaman.
4.) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan atau
menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian
sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi
mengenal masalah-masalah, hubungan antarbagian, serta prinsip
yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
5.) Sintesis (synthesis)
Kemampuan sintesis merupakan kemampuan untuk
menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan, seperti
meluruskan tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari
berbagai informasi atau fakta. Jadi, kemampuan ini adalah
semacam kemampuan merumuskan suatu pola atau struktur baru
berdasarkan informasi atau fakta.
6.) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan
pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
dapat bersifat internal (seperti organisasinya) dan dapat bersifat
eksternal (relevansi untuk maksud tertentu) (Notoatmodjo, 2009).
c. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
4) Analisis (Analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu,
keluarga, dan masyarakat.
2) Persepsi
Persepsi yaitu mengenal dan memilih objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil
3) Motivasi
Merupakan suatu dorongan, keinginan dan tenaga penggerak
yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
dengan mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang
bermanfaat. Agar motivasi muncul diperlukan rangsangan dari
dalam dan dari luar individu
4) Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,
dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang
tertangkap oleh indera manusia (Notoatmodjo, 2009).
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain
meliputi lingkungan, sosial ekonomi kebudayaan dan informasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat
dan perilaku individu.
Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat untuk menilai
hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai dan
penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat yang akan
menghasilkan suatu pola hidup. Perilaku normal, kebiasaan, nilai yang
ada pada masyarakat dalam memandang suatu permasalahan
merupakan suatu hal yang umum atau sesuatu yang harus segera
dicarikan solusi penyelesaiannya.
Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan yang
dapat menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku. Pada
masalah kesehatan, informasi dapat berupa literatur, media cetak atau
elektronik, dari orang lain, atau dari penyuluhan mengenai hal tersebut.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di
atas (Notoatmodjo, 2009).
e. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Terbentuknya
suatu perilaku terutama pada orang dewasa didahului dengan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pengetahuan, selanjutnya menjadi sebuah sikap dan pada akhirnya
berubah menjadi perilaku. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2003):
1) Awareness (kesadaran)
Yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (obyek) terlebih dahulu.
2) Interest
Yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation
Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial
Orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Adoption
Subyek telah berperilaku baru dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Perilaku
a. Definisi dan Klasifikasi Perilaku
Perilaku dari sudut pandang biologis adalah suatu kegiatan atau
aktifitas organisme yang bersangkutan, yang mempunyai bentangan
sangat luas baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
langsung. Perilaku juga merupakan tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku
merupakan konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks,
yakni suatu pengorganisasian konsep psikologis oleh seseorang yang
memberikan predisposisi dalam melakukan responsi menurut cara
tertentu (Notoatmodjo, 2009).
Becker dalam Notoatmodjo (2009) mengklasifikasikan
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain:
1) Perilaku kesehatan (health behavior)
Yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Termasuk pencegahan penyakit, kebersihan perorangan, memilih
makanan, dan sanitasi.
2) Perilaku sakit (illness behavior)
Yaitu segala tindakan yang dilakukan seseorang individu
yang merasa sakit, untuk mengenal kesehatan dan rasa sakitnya,
kemampuan mengidentifikasi penyakit, penyebab, dan usaha
pencegahan.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Yaitu segala tindakan yang dilakukan individu saat sakit
untuk memperoleh kesembuhan.
Perilaku pencegahan merupakan salah satu bentuk perilaku
kesehatan yang akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku akan
berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat
sebagai keluaran (outcome).
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil
tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Pada dasarnya, tingkatan
pencegahan penyakit secara umum terdiri dari pencegahan tingkat
primer (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, pencegahan
tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan cacat dan
rehabilitasi.
Pada penelitian ini pencegahan osteoporosis lebih mengarah
pada pencegahan tingkat pertama/primer, karena yang berperan aktif
dalam tindakan pencegahan terjadinya suatu penyakit adalah
masyarakat. Sedangkan pada pencegahan tingkat kedua dan ketiga
dalam pelaksanaannya yang berperan aktif adalah tim kesehatan.
b. Bentuk Perilaku
Secara operasional respon perilaku dapat berbentuk:
1) Bentuk Pasif
Merupakan respon internal, yaitu terjadi dalam diri manusia,
tidak dapat dilihat oleh orang lain (tanggapan, berpikir, sikap batin
dan pengetahuan). Perilaku ini masih terselubung (covert
behavior).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2) Bentuk Aktif
Yaitu apabila dapat jelas diobservasi secara langsung.
Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (overt
behavior) (Notoatmodjo, 2009).
c. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Faktor intern
Mencakup pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi, dan
sebagainya yang berfungsi mengolah rangsangan dari luar.
Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviors). Persepsi merupakan
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Motivasi
diartikan sebagai dorongan bertindak untuk mencapai tujuan juga
dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul
karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi
berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakikatnya
merupakan faktor keturunan (Notoatmodjo, 2009).
2) Faktor ekstern
Meliputi lingkungan baik fisik maupun non fisik seperti
iklim, manusia, sosio-ekonomi, dan kebudayaan. Perilaku dibentuk
melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan lingkungannya. Mekanisme pertemuan kedua faktor
tersebut dalam pembentukan perilaku dilakukan melalui proses
belajar (Notoatmodjo, 2009).
3. Osteoporosis
a. Definisi dan Klasifikasi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa
tulang total yang secara progresif menjadi rapuh, porus dan mudah
patah (Brunner dan Suddarth, 2002).
Penyusutan kepadatan tulang mulai terjadi berangsur-angsur
sejak perempuan berusia 30 - 40 tahun dan osteoporosis mulai dapat
dijumpai kurang lebih 5 - 10 tahun setelah menopause (Dharmawan,
2004).
Osteoporosis adalah suatu kelainan yang ditandai berkurangnya
kekuatan tulang, sehingga menyebabkan meningkatnya risiko patah
tulang (fraktur). Kekuatan tulang ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kepadatan (densitas) tulang dan kualitas tulang. Densitas tulang dapat
diukur dengan berbagai macam cara, sedangkan kualitas tulang belum
dapat dinilai secara kuantitatif. Daerah yang paling sering timbul
keretakan di bagian pergelangan tangan, tulang belakang serta tulang
pinggul (Ulfah, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Osteoporosis dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
osteoporosis primer dan sekunder. Kedua jenis osteoporosis itu
dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1) Primer
Dikatakan osteoporosis primer bila penyebabnya tidak bisa
dihindari. Artinya, mau tidak mau seseorang akan menderita
osteoporosis, karena terikat faktor berikut:
a) Keturunan, ada orang yang secara keturunan memiliki tulang-
tulang yang lebih rapuh disbanding orang lain. Faktor
keturunan atau genetik berperan dalam penentuan masa
tulang. Jika ada salah satu anggota keluarga menderita
osteoporosis, kemungkinan keturunannya untuk menderita
osteoporosis mencapai lebih dari 50 persen.
b) Usia, secara progresif, tulang akan meningkat kepadatannya
sampai maksimal sekitar usia 34 tahun. Setelah itu, kepadatan
tulang akan berkurang secara perlahan. Karena itu, kepadatan
tulang harus dijaga sejak masih muda agar pada saat tua tidak
menderita osteoporosis.
c) Jenis kelamin, wanita lebih rentan terkena osteoporosis
daripada pria, karena pengaruh hormon estrogen yang
menurun sejak usia 35 tahun. Selain itu pada usia sekitar 45
tahun, wanita juga mengalami menopause, dimana hormon
estrogen makin banyak yang hilang. Padahal, hormon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
estrogen itulah yang membantu penyerapan nutrisi, termasuk
kalsium, yang dibutuhkan tulang.
d) Ras, wanita Asia lebih mudah terkena osteoporosis
disbanding wanita Afrika. Itu disebabkan secara umum
konsumsi kalsium wanita Asia sangat rendah, karena sekitar
90 persen mengalami intoleransi laktosa dan menghindari
produk hewani. Pembedaan yang mudah dan paling tampak
adalah wanita Asia yang berwajah dan berkulit oriental,
itulah yang akan lebih mudah terkena osteoporosis. Sedang
ras Negroid, mempunyai kepadatan tulang lebih tinggi
dibanding ras lainnya. Sehingga ras Negroid berpeluang lebih
kecil untuk menderita osteoporosis ketimbang ras lainnya
2) Sekunder
Dikatakan osteoporosis sekunder bila terjadi akibat faktor-
faktor yang sebenarnya bisa dihindari atau diubah, seperti berikut:
a) Pola makan yang tidak sehat, misalnya kurang konsumsi
vitamin D yang sangat penting bagi pembentukan tulang dan
jarang terkena sinar matahari.
b) Aktifitas fisik yang kurang atau kurang olahraga
c) Konsumsi alkohol, sebab alkohol dapat menghambat kalsium
akibat terjadinya gangguan pada usus halus. Hal itu tentu
sangat mempengaruhi kekuatan tulang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
d) Kebiasaan merokok, sebab nikotin dalam rokok bisa
mengurangi jatah kalsium yang diserap tulang. Selain itu,
nikotin membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam
tubuh berkurang, sehingga susunan sel tulang tidak kuat
dalam menghadapi proses pelapukan.
e) Konsumsi kafein, seperti minum teh atau soft drink. Sebab,
kafein dapat mengganggu penyerapan kalsium.
f) Lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi seseorang
terkena osteoporosis atau tidak. Lingkungan yang lebih
sedikit mengonsumsi kalsium, akan memperbesar peluang
terjadinya osteoporosis.
g) Penggunaan obat yang mengandung steroid, seperti pada
penderita asma dan batu ginjal juga berisiko tinggi
menyebabkan osteoporosis karena steroid dapat menghambat
penyerapan kalsium. Obat kortikosteroid yang sering
digunakan sebagai antiperadangan juga menyebabkan
osteoporosis karena menghambat pembentukan tulang
(Anonim, 2009).
b. Faktor Risiko Osteoporosis
Penyebab spesifik osteoporosis tidak diketahui, tetapi terdapat
faktor-faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
(Greenspan dan Baxter, 2000). Genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
aktivitas fisik mempengaruhi puncak masa tulang (Brunner & Suddarth,
2002).
Kekuatan masa tulang tergantung dari masa dan kerapatan
tulang. Kerapatan tulang tergantung dari jumlah kalsium, fosfor dan
mineral yang terkandung dalam tulang. Saat tulang kekurangan mineral,
kekuatannya menurun dan sruktur internal menjadi rapuh (Javier,
2010).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis adalah:
1) Genetik
Perbedaan genetik mempengaruhi kepadatan masa tulang,
misalnya pada ukuran tulang besar dan tulang kecil, defek pada
sintesis atau struktur kolagen.
2) Kalsium
Kalsium (Ca) disebut juga zat kapur. Fungsinya adalah suatu
mineral yang berperan dalam membentuk tulang dan gigi serta
memiliki peran vitalitas pada otot. Sebagian besar kalsium pada
tubuh disimpan dalam tulang. Gejala awal kekurangan kalsium
adalah malaise, banyak keringat, gelisah, sesak nafas,
berkurangnya daya tahan tubuh, anoreksia, sembelit, insomnia,
kram, dan kerapuhan tulang (Javier, 2010). Penyerapan kalsium di
usus dan reabsorpsi di ginjal tergantung pada estrogen. Itulah
sebabnya mengapa wanita paska-menopause mengalami
kehilangan kalsium melalui saluran kemih. Ini disertai absorpsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
yang tidak adekuat dari usus. Kadar serum normal dipelihara
melalui adsorpsi kalsium dari tulang. Pada akhirnya akan terjadi
osteopenia, osteoporosis dan fraktur jika kalsium yang diberikan
secara oral dan/atau parenteral tidak dapat memenuhi kebutuhan
ini. Dosis harian kalsium yang lebih tinggi dibutuhkan untuk
memelihara absorpsi intestinal dan mempertahankan kadar serum
kalsium yang normal pada wanita paska-menopause (Prince, 1997).
3) Estrogen
Berkurangnya masa tulang dipercepat setelah overektomi dan
selama masa menopause. Dosis estrogen mencegah atau
memperlambat penurunannya. Menopause mempunyai pengaruh
lebih besar pada kehilangan tulang daripada umur kronologis
(Greenspan dan Baxter, 2000).
4) Usia
Masa kalsium dalam tulang mencapai puncaknya pada usia
35 tahun. Setelah itu, akan terus menurun. Memang, secara alami
setiap 3-4 bulan tulang dirusak oleh tubuh bersamaan dengan
penggunaan kalsium yang cukup banyak. Namun, kemudian
terbentuk kembali kalsium tulang yang baru (Javier, 2010). Setelah
mencapai umur 40-45 tahun baik pria maupun wanita akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks. Kehilangan masa
tulang merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan usia.
Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan kalsitonin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(menghambat resorbsi tulang dan merangsang pembentukan
tulang), estrogen (menghambat pemecahan tulang). Terjadi
peningkatan hormon paratiroid (meningkatkan reasorbsi tulang)
(Burner dan Sudarth, 2001). Pada wanita yang telah mengalami
masa menopause, produksi hormon estrogen yang ikut membantu
penyerapan kalsium memang menurun secara drastis, sehingga
kalsium dalam tulang ikut berkurang. Akibatnya, tulang akan
kehilangan masa dalam jumlah besar, dan kekuatannya juga
merosot tajam. Sayangnya, pengeluaran kalsium dalam tubuh
wanita menopause lebih banyak daripada yang terbentuk kembali.
Dampaknya tulang-tulang lama menjadi rapuh dan keropos. Bila
kondisi ini tidak cepat ditanggulangi, maka risiko terjadinya patah
tulang akan sulit ditanggulangi (Javier, 2010).
5) Jenis kelamin
Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih
ekstensif daripada pria karena puncak masa tulang lebih rendah
serta terdapat efek kehilangan estrogen selama menopause, juga
disebabkan karena pada wanita pertumbuhan masa tulang terjadi
lebih lambat (Burner dan Sudarth, 2001).
6) Ras
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
wanita daerah timur lebih mudah menderita osteoporosis daripada
wanita kulit hitam (Anjarwati, 2010)
7) Vitamin D
Defisiensi Vitamin dapat terjadi pada lanjut usia. Hal ini
terjadi karena individu mengalami penurunan paparan sinar
matahari dan mengalami gangguan kemampuan untuk membentuk
prekursor vitamin D dalam kulit serta terdapat penurunan reseptor
vitamin D dalam duodenum. Keadaan ini menyebabkan resisitensi
usus terhadap kerja vitamin D aktif (1,25[OH]2D3) selanjutnya
absorbi kalsium terganggu yang menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder engan akibat penurunan kandungan tulang (Greenspan
dan Baxter, 2000)
8) Bahan katabolik endogen dan eksogen
Kortikosteroid berlebihan, hyperparatiroidisme,
hypertiroidisme, cushing syndrome menyebabkan kehilangan
tulang (Brunner & Suddarth, 2002).
9) Keadaan medis penyerta
Sindrom malabsorbsi, alkohol, gagal ginjal, intoleransi
laktosa, gangguan endokrin mempengaruhi pertumbuhan
osteoporosis. Obat-obatan (isoniasid, heparin, tetrasiklin)
mempengaruhi metabolisme kalsium (Brunner dan Suddarth,
2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
10) Merokok
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rokok berhubungan
dengan penurunan masa tulang dan kadar estrogen. Wanita paska-
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen
masih akan kehilangan masa tulang dan dapat diartikan memiliki
risiko tinggi terjadi osteoporosis (Lane, 2003).
11) Imobilisasi
Pembentukan tulang akan dipercepat dengan adanya stres,
berat badan, dan aktifitas otot. Imobilisasi mempengaruhi
terjadinya osteoporosis (Brunner dan Suddarth, 2002).
Immobilisasi dapat menurunkan masa tulang. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa kehilangan tulang post-menopause dapat
dicegah dengan latihan sedang (Greenspan dan Baxter, 2000).
c. Gejala Klinik
Tahap dini osteoporosis biasanya tanpa indikasi dan gejala
apapun. Tapi saat tulang mulai rapuh karena osteoporosis, gejala yang
timbul di antaranya:
1) Adanya keluhan sakit/nyeri punggung yang tidak jelas sampai
berat.
2) Terjadi patah tulang spontan, keretakan tulang belakang, pinggul,
pergelangan tangan dan tulang lainnya, dengan tanda adanya nyeri
hebat, mendadak dan terlokalisir.
3) Berkurangnya tinggi badan secara tiba-tiba (Pakasi, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sinar X
2) Laboratorium (kalium serum, fosfat, fosfatase alkali, kalium urine,
hematokrit, LED)
3) Absorbsiometri foton-tunggal (memantau masa tulang pada
kortikal dan sendi pergelangan tangan) (Brunner & Sudarth,2002)
e. Komplikasi
Komplikasi serius yang sering ditemui adalah kasus patah
tulang. Keretakan tulang sering muncul pada tulang belakang atau
pinggul, dan pergelangan tangan (Javier, 2010).
f. Pencegahan Osteoporosis
1) Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium
Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium dalam jumlah cukup
(susu, keju, ikan sarden, brokoli, kubis, tauge). Produk susu dan
sayuran hijau tua merupakan sumber yang baik. Makanan rendah
kalsium tinggi fosfor seperti pada daging merah dan minuman kola
sebaiknya dihindari. Pencapaian puncak masa tulang, semakin kecil
kemungkinan terkena di kemudian hari. Hal ini tergantung jumlah
kalsium yang dikonsumsi selama hidup dan olah raga yang
dilakukan. (Brunner dan Suddarth, 2002). Untuk memperlambat
terjadinya kekeroposan, wanita usia menopause membutuhkan
kalsium 1200-1500 mg/hari. Sementara pada anak-anak dan usia
lebih muda paling tidak 800 mg/hari. Wanita dan anak-anak juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
membutuhkan vitamin D3 yang ikut membantu agar penyerapan
kalsium dalam tubuh lebih banyak (Javier, 2010).
2) Olah raga.
Olah raga membantu tulang menjadi lebih kuat dan
memperlambat kerusakan tulang. Tarikan insersi otot pada tulang
panjang akan memperkuatnya dan memperlambat reabsorbsi
kalsium (Brunner dan Suddarth, 2002).
3) Menghindari kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Mekanisme efek rokok melibatkan perubahan metabolisme
estrogen di hepar dan penurunan jumlah jaringan lemak pada
perokok yang dapat menyebabkan penurunan konsentrasi estrogen
dalam sirkulasi (Greenspan dan Baxter, 2000). Konsumsi alkohol
berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan berkurangnya
masa tulang dan semakin memburuk pada wanita paska-
menopause. Alkohol dapat meracuni secara langsung jaringan
tulang melalui nutrisi yang buruk dan mendapat hampir seluruh
kalori dari alkohol. Selain itu, penyakit liver karena konsumsi
alkohol berlebihan dapat mengubah metabolisme vitamin D
sehingga penyerapan kalsium terganggu. Pengaruh alkohol yang
tidak terlalu berlebihan masih belum jelas mekanismenya (Lane,
2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4) Terapi pengganti hormon (HRT).
Terapi penggantian hormon (HRT) dapat digunakan pada
wanita saat menopause untuk memperlambat penurunan kandungan
tulang. Penggunaan terapi pengganti hormon dilakukan dengan
pengawasan dokter untuk menentukan tindakan yang terbaik.
Terdapat banyak bukti bahwa estrogen, jika dimulai pada
menopause, memperlambat penurunan kandungan tulang,
meningkatkan masa tulang, mencegah fraktur vertebra, panggul
dan osteoporosis. Penelitian terbaru menunjukkan estrogen akan
meningkatkan masa tulang femur. Penelitian observasional
Framingham mencatat suatu penurunan fraktur panggul untuk
wanita yang berumur 65-70 tahun (Greenspan dan Baxter, 2000).
HRT pernah dianggap sebagai Gold Standard untuk pengobatan
osteoporosis, tetapi dalam percobaan penelitian terbaru terdapat
keraguan mengenai penggunaan jangka panjang yang dapat
meningkatkan penyakit jantung koroner, stroke
dan kanker payudara. HRT masih akan menjadi obat
pilihan hanya jika tidak ada kontraindikasi (Edwards, 2003).
g. Penatalaksanaan
Obat-obat untuk penanganan osteoporosis antara lain kalsitonin,
natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer
menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau
intramuskular. Efek samping ringan dan hanya kadang-kadang dialami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(gangguan gastrointestinal, aliran panas dan frekuensi urin). Natrium
fluorida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang,
namun kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium
etidronat menghalangi reabsorbsi tulang osteoblastik (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Pengobatan rasa sakit juga diberikan untuk menangani nyeri
akut maupun kronik yaitu dengan anti inflamasi non steroid (AINS),
atau analgesi narkotik dalam kombinasi maupun tidak, dapat
menggunakan bantalan pemanas, pijatan dan penopang punggung.
Perawatan sakit kronis mencakup menguatkan otot ekstensor punggung
dan latihan seperti berjalan kaki yang meningkatkan keseimbangan.
Alat yang membantu cara berjalan dapat digunakan. Ahli terapi dapat
mengajarkan dalam aktifitas fisik penderita osteoporosis (Lane, 2003).
4. Pre-Menopause
Menopause merupakan perdarahan terakhir dari uterus yang
masih dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi biasanya terjadi
antara usia 45-55 tahun. Pre-menopause adalah masa 4-5 tahun
sebelum menopause, sedangkan paska-menopause adalah 3-5 tahun
setelah menopause (Pakasi, 2000). Menopause yang merupakan
penghentian menstruasi pada wanita biasanya terjadi sekitar umur 50
tahun (Dorland, 2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Estrogen mengalami penurunan yang tajam mulai usia 40 tahun
(10-15 tahun) sebelum menopause (pre-menopause), siklus haid
memanjang, tidak teratur sampai mati haid. Kadar estrogen yang
menurun, menyebabkan proses pematangan tulang terhambat serta
percepatan reabsorbsi tulang. Pengurangan masa tulang pada pre- dan
awal menopause akan terjadi perlahan–lahan, densitas tulang menurun
2-3%/tahun, tulang menjadi lemah (osteopenia). Dengan turunnya kadar
estrogen maka proses pematangan tulang (osteoblast) terhambat, dan
dua hormon yang berperan dalam proses ini , yaitu vitamin D dan PTH
(parathyroid hormon) juga menurun sehingga kadar mineral tulang
menurun. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka akan tercapai
keadaan osteoporosis, yaitu keadaan kadar mineral tulang yang
sedemikian rendah sehingga tulang mudah patah. Diketahui 85% wanita
menderita osteoporosis yang terjadi kurang lebih 10 tahun setelah
menopause (Pakasi, 2000).
5. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis
pada Wanita Pre-Menopause
Terbentuknya perilaku baru, terutama pada orang dewasa
dimulai pada domain pengetahuan/kognitif, dalam arti subjek tahu
terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi dan objek di
luarnya (Notoatmodjo, 2009). Pengetahuan akan berpengaruh kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
perilaku yang selanjutnya berpengaruh dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Berdasarkan penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2009)
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Dari uraian di atas dan hasil penelitian yang menyangkut
hubungan pengetahuan dengan perilaku dapat diasumsikan bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan prilaku seseorang.
Dalam kenyataannya wanita (terutama paska-menopause)
berisiko lebih besar mengalami osteoporosis dari pada pria dengan usia
yang sama. Setiap wanita akan mengalami menopause. Estrogen
mengalami penurunan yang tajam mulai umur 40 tahun (10-15 tahun)
sebelum menopause (pre-menopause). Kadar estrogen yang menurun,
menyebabkan proses pematangan tulang terhambat serta percepatan
reabsorbsi tulang. Pengurangan masa tulang pada pre- dan awal
menopause akan terjadi perlahan–lahan, densitas tulang menurun 2-3%/
tahun, tulang menjadi lemah (osteopenia). Wanita masa menopause,
saat terjadi penurunan estrogen, kehilangan masa tulang lebih cepat 1-
3% per tahun. Menopause mempercepat kehilangan masa tulang dan
meningkat dengan bertambahnya umur, akan berlanjut terus-menerus
selama tahun-tahun paska-menopause. Apabila berlanjut terus akan
mencapai keadaan osteoporosis. Upaya pencegahan dapat dilakukan,
apabila tidak diupayakan dengan serius maka proses pengeroposan akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
terus berlanjut sampai tulang menjadi patah. Nutrisi (terutama asupan
kalsium) yang cukup dan olah raga dalam usia-usia produktif akan
membentuk kekuatan tulang sebelum perubahan hormonal pada saat
menopause (Javier, 2010).
Dari uraian di atas maka peranan pengetahuan tentang
osteoporosis dan pencegahannya terutama pada wanita pre-menopause
penting dilakukan untuk mencegah terjadinya osteoporosis paska-
menopause. Dengan pengetahuan, seorang wanita akan dapat membuat
langkah-langkah tertentu dalam hal pencegahan terjadinya osteoporosis,
dan juga dapat meningkatkan kesadaran wanita akan masalah yang akan
dihadapi sehingga persiapan pencegahan lebih baik dari pengobatan
akan berhasil (Pakasi, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
B. Kerangka Pemikiran
Faktor Intern:
Pengetahuan
1. Pengetahuan tentang osteoporosis (pengertian, etiologi, gejala, pencegahan)
2. Pemahaman tentang osteoporosis (etiologi, gejala, pencegahan)
Penerapan tentang pencegahan osteoporosis 1. Analisis 2. Sintesis 3. Evaluasi 4. Persepsi 5. Emosi 6. Motivasi
Faktor Ekstern:
Lingkungan Fisik
Lingkungan Non Fisik a. Iklim b. sosial, ekonomi c. budaya
Pengetahuan
Wanita
Pre-Menopause
Perila
k
Mencegah Tidak Mencegah
Tidak Terjadi
Osteoporosis
Derajat Kesehatan
Meningkat
Risiko terjadi
osteoporosis
Derajat Kesehatan
Menurun
Perilaku pencegahan osteoporosis:
1) Olah Raga 2) Konsumsi
Kalsium 3) Vitamin D 4) Menghindari
merokok
Baik Cukup Kurang
Baik Cukup Kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
C. Hipotesis
Hipotesis kerja penelitian ini adalah:
Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan
perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre-menopause di Kelurahan
Jebres Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analitik observasional dengan studi pendekatan cross sectional, yaitu melakukan
pengamatan terhadap subyek penelitian, mengelompokkannya, dan melakukan
analisis tanpa memberikan suatu perlakuan/intervensi. Pengukuran variabel
dilakukan pada satu saat dan hanya satu kali (Sastroasmoro, 2008).
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di daerah Kelurahan Jebres
Surakarta. Dengan menemui responden pada acara-acara pertemuan warga
seperti pertemuan kader, kunjungan ke Posyandu, maupun ke rumah responden.
Pengumpulan data dilakukan pada setiap saat dalam tenggang waktu 3 bulan
atau hingga responden mencapai 60 orang berdasarkan rumus rule of thumb
dengan jumlah sampel minimal 30 orang.
C. WAKTU PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan pada setiap saat dalam tenggang waktu 3
bulan atau hingga responden mencapai 60 orang berdasarkan rumus rule of
thumb dengan jumlah sampel minimal 30 orang. Penelitian dilakukan pada bulan
Maret-Mei 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
D. PERTIMBANGAN ETIK PENELITIAN
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden, tujuannya
adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti
maka harus menandatangani lembar persetujuan, jika menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
haknya
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama lengkap subyek dalam lembar pengumpulan data
(kuesioner) yang diisi oleh subyek, lembar tersebut hanya diberi lembar
kode tertentu.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh
peneliti dan hanya untuk kepentingan peneliti saja.
4. Penyajian data
Data yang diperoleh diidasarkan dari hasil pengolahan dan
analisis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan tekstuler dan
diberikan interpretasi data, selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap
subvariabel yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
E. SUBJEK PENELITIAN
1. Populasi Sumber
Populasi yang akan diteliti adalah wanita pre-menopause yang
berusia 40-50 tahun di Kelurahan Jebres Surakarta.
2. Kriteria Inklusi
a. Wanita pre-menopause di Kelurahan Jebres Surakarta
b. Usia 40-50 tahun
c. Berpendidikan minimal SMA
d. Bersedia menjadi responden
3. Kriteria Eksklusi
a. Wanita menopause
b. Wanita yang menggunakan terapi pengganti hormon
c. Bukan merupakan warga Kelurahan Jebres Surakarta
d. Tidak bersedia menjadi responden
F. TEKNIK SAMPLING
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Non probability quota sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang
didasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan dan tidak didasarkan pada
strata atau daerah. Teknik sampling ini dilakukan dengan cara menghubungi
subyek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi sampai terpenuhinya
jumlah (quotum) yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dilakukan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
setiap saat sampai jumlah sampel tercapai yaitu 60 orang berdasarkan rumus
rule of thumb dengan jumlah sampel minimal 30 orang.
Kuesioner disebarkan oleh peneliti dengan menemui responden pada
berbagai acara seperti pertemuan kader, kunjungan ke Posyandu maupun
kunjungan ke rumah responden.
G. RANCANGAN PENELITIAN
1. Pengolahan Data Tingkat Pengetahuan
Setelah data terkumpul melalui angket kemudian dilakukan
penilaian dengan skor dimana setiap jawaban dari pertanyaan diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
bobot 1 jika menjawab dengan benar dan 0 jika menjawab salah pada
masing-masing ranah. Penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan
(tertinggi, yaitu 20 dari 10) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya
berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut
(Arikunto, 1998):
Keterangan:
N = Prosentase hasil
Sm = Skor tertinggi
Sp = Skor yang didapat
Kemudian hasil pengukuran dari pengetahuan dikelompokkan
dengan mengklasifikasikan menjadi 3 kategori jenjang ordinal yaitu
(Arikunto, 1998):
76-100% = Baik
60-75% = Cukup
0-59% = Kurang Baik
2. Pengolahan Data Perilaku
Data terkumpul melalui angket atau kuesioner yang mengacu
pada check list. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan penilaian
dengan skor dimana setiap jawaban dari pertanyaan diberi bobot 3 jika
Sp
N = ¾ X 100%
Sm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
menjawab selalu, 2 jika menjawab sering, 1 jika menjawab kadang-
kadang, 0 jika menjawab tidak pernah untuk jenis pertanyaan positif.
Sebaliknya untuk jenis pertanyaan negatif penilain dengan skor 0 jika
menjawab selalu, 1 jika menjawab sering, 2 jika menjawab kadang-
kadang, dan 3 jika menjawab tidak pernah.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut (Arikunto, 1998):
Keterangan:
N = Prosentase hasil
Sm = Skor tertinggi
Sp = Skor yang didapat
Kemudian hasil pengukuran dari perilaku dikelompokkan
dengan mengklasifikasikan menjadi 3 kategori jenjang ordinal yaitu
(Arikunto, 1998):
76-100% = Baik
60-75% = Cukup
0-59% = Kurang Baik
Sp
N = ¾ X 100%
Sm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kriteria untuk interpretasi data distribusi frekuensi hasil
penelitian adalah sebagai berikut (Arikunto, 1998):
100% = Seluruhnya
76-99% = Hampir seluruhnya
51-75% = Sebagian besar
50% = Setengahnya
26-49% = Hampir setengahnya
1-25% = Sebagian kecil
0% = Tidak satupun
3. Pengolahan Data untuk Asosiasi Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku
Pencegahan Osteoporosis
Keseluruhan data yang diolah kemudian selanjutnya dianalisis
dengan uji independen antara dua faktor, yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan atau kaitan antarfaktor. Ada atau tidak kaitan di
antara faktor-faktor tersebut, jika ternyata tidak ada kaitan maka faktor-
faktor itu bersifat independen atau bebas. Dalam analisis hubungan
pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis digunakan
metode untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji Chi Kuadrat
(Chi-Square), karena bertujuan untuk mengetahui hubungan
(association) antara dua variabel dan mempunyai jenis data berbentuk
kategorik (Arikunto, 1998). Dalam analisis hubungan pengetahuan dan
perilaku dengan menggunakan uji Chi Kuadrat (Chi-Square), dilakukan
melalui program SPSS for Windows Release 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
H. UJI VALIDITAS
Angket atau kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah
digunakan sebelumnya oleh Inung Sholikha, Ns.Kep dalam skripsi yang
berjudul “Tingkat Pencegahan dan Pengetahuan Osteoporosis pada Wanita
Menopause di Wilayah Puskesmas Arjuno Malang”. Uji validitas ulang ini
dimaksud agar pertanyaan yang dimuat dalam kuesioner dapat
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji
validitas ulang dalam penelitian ini menggunakan content validity yang akan
dilakukan oleh pakarnya Prof. Dr. KRMT. Tedja DO., dr., Sp.OG(K).
I. CARA KERJA
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Peneliti meminta surat izin penelitian ke bagian skripsi yang ditujukan ke
penanggung jawab Kelurahan Jebres Surakarta untuk melakukan penelitian
di daerah tersebut.
2. Setelah mendapatkan izin, peneliti mendapatkan surat pengantar yang dapat
dipergunakan dalam pembagian kuesioner pada berbagai acara warga yang
memiliki keterkaitan dengan sampel yang diperlukan dalam penelitian.
3. Kemudian peneliti memilih dan memastikan responden memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi untuk dapat dimasukkan dalam
sampel.
4. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis
data yang telah dipilih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
J. IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN
1. Variabel Bebas : Tingkat pengetahuan wanita pre-menopause tentang
osteoporosis.
2. Variabel Terikat : Perilaku wanita pre-menopause terhadap pencegahan
osteoporosis.
K. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
1. Pengetahuan tentang osteoporosis yang dimaksud pada penelitian ini adalah
segala sesuatu yang telah diketahui oleh wanita pre-menopause (usia 40-50
tahun) tentang osteoporosis meliputi pengertian, gejala, penyebab, dan
pencegahan osteoporosis di Kelurahan Jebres Surakarta. Pengukuran
dilakukan dengan instrumen angket / kuesioner dan hasilnya didasarkan
pada kriteria baik (76-100%), cukup (60-75%), dan kurang baik (0-59%).
Skala: Kategorikal
2. Perilaku wanita pre-menopause yang dimaksud peneliti adalah tindakan
wanita pre-menopause (usia 40-50 tahun) dalam rangka mencegah
terjadinya osteoporosis yaitu dengan olah raga, konsumsi kalsium, vitamin
D serta menghindari kebiasaan merokok. Pengukuran perilaku dilakukan
dengan instrumen angket/kuesioner berbentuk check list dan hasilnya
didasarkan pada kriteria baik (76-100%), cukup (60-75%), dan kurang baik
(0-59%).
Skala: Kategorikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3. Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan masa tulang
yang berisiko terjadi patah tulang.
4. Wanita pre-menopause adalah wanita yang berumur 40-50 tahun yang
belum mengalami menopause.
L. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan Kolmogorov-
Smirnov, karena jumlah sampel >50 orang.
2. Dalam analisis hubungan pengetahuan osteoporosis dan perilaku
pencegahan osteoprosis dengan menggunakan uji Chi Kuadrat (Chi-
Square), untuk melihat kekuatan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontingensi dengan derajat kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan
hubungan p (tingkat signifikansi α = 0,05) dilakukan melalui program SPSS
for Windows Release 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan yaitu
di Kelurahan Jebres Surakarta mulai bulan April-Juni 2012. Jumlah sampel yang
didapatkan sesuai dengan besar sampel yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
kriteria yaitu 60 responden. Data diambil dengan menggunakan instrumen
berupa kuesioner untuk mengetahui pengetahuan tentang osteoporosis dan
perilaku pencegahan osteoporosis. Pengambilan data dilaksanakan pada
pertemuan kader, kunjungan ke posyandu, dan secara langsung mengunjungi
rumah responden yang telah disesuaikan dengan kriteria inklusi. Peneliti telah
menjelaskan terlebih dahulu tentang garis besar pengisian angket kepada
responden. Saat pengisian angket, peneliti menunggu responden dan memberi
penjelasan jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti responden.
Pada Bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan pada tiap variabel dalam penelitian pada wanita pre menopause yang
meliputi pengetahuan tentang osteoporosis, perilaku pencegahan osteoporosis
serta tentang hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan
osteoporosis pada wanita pre menopause. Hasil penelitian disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian diinterpretasikan sesuai data tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
A. KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
Karakteristik sampel penelitian yang diperoleh dengan kuesioner pada
penelitian ini didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel. Tabel tersebut
menunjukkan karakteristik sampel penelitian menurut usia (Tabel 4.1),
pekerjaan (Tabel 4.2), pendidikan (Tabel 4.3), tingkat pengetahuan osteoporosis
(Tabel 4.4), dan perilaku pencegahan osteoporosis (Tabel 4.4).
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Bedasarkan Usia
No Usia Frekuensi (f) Prosentase
1 40 – 45 tahun 26 43,3%
2 46 – 50 tahun 34 56,7%
Jumlah 60 100%
(Data Primer, 2012)
0
10
20
30
40
40-45 tahun 46-50 tahun
26
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Berdasarkan data yang telah diperoleh (Tabel 4.1) didapatkan bahwa
sebagian besar (56,7%) responden berusia antara 46-50 tahun dan hampir
setengahnya (43,3%) responden berusia antara 40-45 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Bedasarkan Status Pekerjaan
No Status Pekerjaan Frekuensi (f) Prosentase
1 Ibu Rumah Tangga (RT) 35 58,3%
2 Wiraswasta 19 31,6%
3 PNS 4 6,7%
4 POLWAN 1 1,7%
5 Pemuka Agama 1 1,7%
Jumlah 60 100%
(Data Primer, 2012)
0
10
20
30
40
Status Pekerjaan
35
19
41 1
Ibu RumahTangga
Wiraswasta
PNS
POLWAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Pada tabel 4.2 data yang telah diperoleh didapatkan bahwa sebagian
besar (58,3%) responden tidak bekerja dan hampir setengahnya (41,7%)
responden bekerja.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Bedasarkan Pendidikan
No Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase
1 SMA 48 80%
2 Perguruan Tinggi 12 20%
Jumlah 60 100%
(Data Primer, 2012)
48
120
102030405060
Pendidikan
SMA
PerguruanTinggi
Berdasarkan data yang telah diperoleh pada tabel 4.3 didapatkan
bahwa hampir seluruhnya (80%) responden berpendidikan SMA dan sebagian
kecil (20%) responden berpendidikan perguruan tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Wanita Pre-Menopause
tentang Osteoporosis.
No Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase
1 Kurang Baik 1 1,7%
2 Cukup Baik 10 16,7%
3 Baik 49 81,6%
Jumlah 60 100%
(Data Primer, 2012)
49
10 1
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Pada tabel 4.4 dengan data yang telah diperoleh didapatkan bahwa
hampir seluruhnya (81,6%) responden mempunyai pengetahuan baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (16,7%) responden mempunyai pengetahuan cukup
baik dan sisanya 1,7% responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang
osteoporosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Wanita Pre-Menopause
terhadap Osteoporosis.
No Perilaku Pencegahan Frekuensi (f) Prosentase
1 Kurang Baik 12 20%
2 Cukup Baik 32 53,3%
3 Baik 16 26,7%
Jumlah 60 100%
(Data Primer, 2012)
16
32
12
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Berdasarkan data yang telah diperoleh (Tabel 4.5) didapatkan bahwa
hampir seluruhnya (53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden mempunyai perilaku baik dan
sisanya 20% responden memiliki perilaku kurang baik terhadap pencegahan
osteoporosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
B. ANALISIS BIVARIAT
Hasil uji normalitas skor tingkat pengetahuan Osteoporosis dan
perilaku pencegahan Osteoporosis dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov karena jumlah sampel >50, dalam hal ini menunjukkan bahwa
keduanya tidak terdistribusi normal. Skor tingkat pengetahuan osteoporosis
memiliki p = 0,000 dan skor perilaku pencegahan osteoporosis memiliki p =
0,000.
Tabel 4.6 Nilai Normalitas Data Primer
Skala ukur Skor normalitas Kesimpulan
Umur Responden 0,000 Sebaran data tidak normal
Pekerjaan Responden 0,000 Sebaran data tidak normal
Pendidikan
Responden
0,000 Sebaran data tidak normal
Tingkat Pengetahuan 0,000 Sebaran data tidak normal
Perilaku Pencegahan 0,000 Sebaran data tidak normal
(Data Primer, 2012)
Karena keduanya tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji non-
parametrik Chi-Square (X2) untuk mengetahui apakah ada hubungan antara skor
tingkat pengetahuan osteoporosis dan perilaku pencegahan osteorprosis. Dari
hasil perhitungan didapatkan X2 hitung sebesar 15,697. Setelah itu dilanjutkan
dengan menentukan X2 tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, a =
5%, df = (jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (3-1) x (3-1) = 2x2 = 4. Hasil
diperoleh untuk X2 tabel sebesar 9,488 (lihat pada lampiran). Kriteria pengujian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
didapatkan bahwa H0 ditolak karena nilai X2 hitung > X2 tabel yaitu 15,697 >
9,488. Hasil ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
skor tingkat pengetahuan osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis.
Tabel 4.7 Tabel BxK, Variabel Tingkat Pengetahuan * Variabel Perilaku
Pencegahan
Tingkat Pengetahuan Perilaku Pencegahan
Total Kurang Cukup Baik
Kurang 3 4 5 12
Cukup 3 13 6 22
Baik 0 6 20 26
Total 6 23 31 60
(Data Primer, 2012)
Tabel 4.8 Hasil uji Chi-Square
Value Df Signifikansi
Pearson Chi-
Square
15,697 4 0,003
Likelihood Ratio 17,504 4 0,002
Linear-by-linear
Association
9,459 1 0,002
N of Valid Cases 60
(Data Primer, 2012)
Setelah itu Koefisien Kontingensi (KK) digunakan untuk mengetahui
keeratan hubungan antara variabel baris dan kolom. Dalam kasus ini untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
mengetahui keeratan hubungan antara pengetahuan osteoporosis dengan perilaku
pencegahan osteoporosis dapat diamati pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Koefisiensi Kontingensi
Value Signifikansi
Koefisiensi
Kontingensi
0,455 0,003
N of Valid Cases 60
(Data Primer, 2012)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai kontingensi adalah
0,455. Kriteria hubungan antarvariabel adalah bahwa semakin mendekati nilai 1,
maka hubungan yang terjadi semakin erat, dan jika mendekati 0 maka hubungan
semakin lemah. Karena nilai mendekati 1 maka pada penelitian ini terdapat
hubungan yang erat antara variabel tingkat pengetahuan osteoporosis dan
perilaku pencegahan osteoporosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
tentang osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre-
menopause dengan mengkaji tingkat pengetahuan 60 responden wanita di
Kelurahan Jebres Surakarta terhadap osteoporosis meliputi pengertian, gejala,
penyebab, dan pencegahan osteoporosis serta perilaku wanita pre-menopause
untuk pencegahan osteoporosis meliputi olahraga, konsumsi kalsium, vitamin D
dan menghindari kebiasaan merokok. Pada penelitian ini telah terdapat
instrumen baku sebagai acuan penyusunan angket pada variabel pengetahuan
dan perilaku berdasarkan berupa angket dalam skripsi yang berjudul “Tingkat
Pencegahan dan Pengetahuan Osteoporosis pada Wanita Menopause di Wilayah
Puskesmas Arjuno Malang” oleh Inung Sholikha, Ns.Kep. Serta tetap dilakukan
uji validitas ulang pada angket oleh Prof. DR. KRMT. Tedja DO., dr.,
Sp.OG(K).
Dalam Bab ini, akan dibahas mengenai interpretasi hasil analisis data
penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian dilakukan
dengan membandingkan hasil penelitian dengan tinjauan pustaka dan hasil
penelitian yang relevan. Kemudian untuk keterbatasan penelitian dibahas dengan
membandingkan proses penelitian yang telah dilalui dengan kondisi ideal yang
seharusnya dicapai juga di dalamnya terdapat implikasi penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
diuraikan bagi pengembangan lebih lanjut pelayanan kesehatan, masyarakat, dan
penelitian. Berikut ini akan dibahas satu per satu.
A. HASIL ANALISIS DATA
1. Pengetahuan Wanita Pre-Menopause tentang Osteoporosis
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa total pengetahuan yang
dimiliki wanita pre menopause tentang osteoporosis, dari 60 responden
didapatkan bahwa hampir seluruhnya (81,6%) responden mempunyai
pengetahuan baik tentang osteoporosis, sebagian kecil (16,7%)
responden mempunyai pengetahuan cukup baik dan sisanya 1,7%
responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang osteoporosis..
Pengetahuan dengan kriteria baik yang diperoleh hampir seluruh
responden bisa dipengaruhi oleh faktor informasi yang diterima baik
secara formal maupun informal. Dapat juga merupakan sesuatu yang
berkenaan dengan bahan yang telah dipelajari sebelumnya atau
mengingatkan kembali (recall) dan pengetahuan dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikan, usia, pengalaman, sosial budaya dan sosial
ekonomi (Sudirman, 1998). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
berdasarkan Tabel 4.3, yaitu tentang distribusi frekuensi karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden
berpendidikan SMA. Melalui jenjang pendidikan formal tersebut,
responden akan mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang suatu
obyek dalam hal ini kesehatan wanita terutama osteoporosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Responden akan mendapatkan informasi atau pengetahuan baru baik
dari jenjang pendidikan maupun secara mandiri, salah satu cara
mendapatkan pengetahuan yaitu dengan pendidikan formal melalui
sekolah dan pendidikan non formal melalui jenjang luar sekolah, seperti
pendidikan pelatihan, kursus, tukar pikiran, belajar melalui buku serta
media komunikasi yang menunjang. Begitu juga bahwa semakin
terdidiknya seseorang maka semakin baik pengetahuannya tentang
kesehatan dan sebaliknya (Friedman, 1998).
Hasil penelitian ini juga ditunjang dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Inung Sholikha, Ns.Kep, bahwa 93% responden
juga memiliki pengetahuan baik tentang osteoporosis (Inung, 2005).
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal telah dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan (Notoatmojo, 2003).
Faktor usia dapat berpengaruh terhadap pengetahuan (Sudirman,
1998). Responden dalam penelitian ini telah dikarakteristikkan umur
40 sampai dengan 50 tahun dalam hal ini termasuk usia madya dini dan
masih dalam usia produktif. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak
ada penurunan pada usia ini (Hurlock, 1994). Adanya faktor lingkungan
pekerjaan akan mendukung penyebaran informasi serta tuntutan
menjaga kesehatan fisik di lingkungan sosial kerja mendorong sebagian
besar responden menambah wawasan dan pengetahuan tentang
osteoporosis.
Dari hasil penelitian ini masih didapatkan sebagian kecil dari
responden memiliki pengetahuan tentang osteoporosis dengan kriteria
cukup ataupun kurang. Hal ini dapat terjadi oleh karena kemungkinan
tidak adekuatnya informasi yang diterima oleh responden sehingga
kemampuan untuk memahami arti suatu bahan yang kemudian
menafsirkannya pada suatu situasi yang kongkrit masih belum
sempurna yaitu dalam kategori cukup baik dan kurang baik.
Berdasarkan keterangan dari responden, selama ini belum pernah
dilakukan penyuluhan secara khusus oleh petugas kesehatan dari
instansi terkait tentang osteoporosis dan pencegahannya. Responden
lebih banyak memperoleh informasi secara mandiri.
Fenomena yang seringkali terjadi di masyarakat, wanita pre-
menopause hanya melakukan obrolan singkat, penjelasan minimal dan
hanya mencoba-coba tanpa timbul dorongan atau motif berbuat sesuatu.
Permasalahan seringkali dianggap belum saatnya diketahui sehingga
berlalu begitu saja tanpa dikenal dan dianggap penting jika usia sudah
lanjut (Lane, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre Menopause
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.5 didapatkan bahwa hampir
sebagian besar (53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik
tentang pencegahan osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden
mempunyai perilaku baik dalam pencegahan osteoporosis, dan sisanya
20% responden memiliki perilaku kurang baik terhadap pencegahan
osteoporosis.
Perilaku pencegahan osteoporosis yang dilakukan responden
sebagian besar masih tergolong cukup dan hanya sebagian kecil
responden mempunyai perilaku dengan kriteria baik. Perilaku ini dapat
dipengaruhi oleh konsistensi informasi yang dimiliki wanita pre
menopause masing-masing berbeda. Jika informasi yang dimiliki
kurang memadai dan bersifat sementara maka tidak dapat menjadi
landasan yang kuat yang mendukung tindakan secara optimal (Azwar,
1998).
Begitu pula hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian lain
dengan 61,4% responden melakukan perilaku pencegahan osteoporosis
dengan kriteria cukup. Meskipun perilaku pencegahan osteoporosis
yang dilakukan wanita pre menopause sebagian besar masih tergolong
cukup dan hanya sebagian kecil yang tergolong baik tetapi tetap sesuai
dengan yang diharapkan yaitu responden telah melakukan tindakan
pencegahan osteoporosis meskipun belum optimal (Inung, 2005). Hal
ini didukung dengan data hasil penelitian yaitu rata-rata responden telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
melakukan perilaku pencegahan dengan kriteria baik dalam hal tidak
merokok dan mendapat vitamin D yang cukup serta telah melakukan
perilaku pencegahan dalam hal kebutuhan kalsium dengan rata-rata
kriteria cukup baik.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku tersebut akan
bersifat langgeng apabila didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif. Selain pengetahuan, perilaku juga dipengaruhi oleh
emosi, motivasi, sikap dan faktor lingkungan yang kemungkinan lebih
dominan pengaruhnya sehingga perilaku yang dilakukan belum optimal
meskipun pengetahuan yang dimiliki sudah baik. Faktor lain yang
berpengaruh adalah fasilitas, merupakan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan untuk terwujudnya tindakan/perbuatan
nyata (Notoatmojo, 2003).
Dari hasil penelitian masih didapatkan sebagian kecil perilaku
pencegahan osteoporosis yang dilakukan masih kurang baik.
Kemungkinan dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, emosi, motivasi,
sikap, dan faktor lingkungan yang juga kurang adekuat. Pengetahuan
yang dimiliki belum berpengaruh dalam jangka waktu menengah
(intermediate impact) terhadap timbulnya perilaku pencegahan yang
dilakukan (Notoatmojo, 2003). Kepercayaan yang dimiliki tidak
terpolakan dalam pikiran sehingga tidak dapat menjadi landasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pengetahuan yang kuat bagi terbentuknya tindakan yang positif (Azwar,
2002).
Faktor usia juga berpengaruh, pada usia 40-50 tahun termasuk
usia menghadapi menopause dimana gejala menopause mulai dirasakan.
Adanya faktor emosi pada diri wanita dapat berpengaruh terhadap
perilaku. Perubahan fisik disertai dengan perubahan pikiran dan emosi
dapat menimbulkan stres dan berhubungan erat dengan keadaan jasmani
individu (Yatim, 2001). Masalah kesehatan pada usia madya mencakup
kecenderungan untuk mudah lelah, sakit pada otot, kepekaan kulit,
kehilangan selera makan, serta insomnia. Sehingga pada usia madya
wanita lebih banyak menggunakan waktu untuk menonton pertandingan
olah raga daripada aktif dalam olah raga itu sendiri (Hurlock, 1994).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang perilaku pencegahan
osteoporosis dengan olah raga, didapatkan bahwa rata-rata responden
memiliki kriteria kurang dalam melakukan senam/olah raga untuk
pencegahan osteoporosis.
3. Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Perilaku
Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre Menopause
Berdasarkan hasil analisis yaitu hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis, disimpulkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan
perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre menopause di
Wilayah Puskesmas Ngoresan Kelurahan Jebres Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Menurut teori dijelaskan bahwa perilaku dimulai dari domain
pengetahuan/kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi dan objek di luarnya. Pengetahuan akan
berpengaruh terhadap perilaku dan perilaku akan dapat langgeng jika
dilandasi oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2003). Penelitian lain yang
berkaitan dengan masalah osteoporosis yang telah dilakukan oleh Ali
NS (1992) pada wanita post-menopause didapatkan bahwa perilaku
pencegahan osteoporosis mempunyai korelasi yang bermakna dengan
pengetahuan.
Pada hasil penelitian ini, ditemukan hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Hal ini
didukung dari data hasil penelitian pada tabel kontingensi bahwa
terdapat hubungan antara teori dengan hasil penelitian.
Hasil dari penelitian kali ini sebanding dengan penelitian
sebelumnya dalam “Tingkat Pencegahan dan Pengetahuan Osteoporosis
Pada Wanita Menopause di Wilayah Puskesmas Arjuno Malang”,
meskipun pada penelitian Inung Sholikha belum mendapatkan hasil
yang optimal, dimungkinkan karena perbedaan lokasi penelitian yang
melibatkan perbedaan pengetahuan yang diberikan oleh pihak
pelayanan kesehatan dalam hubungan dengan osteoporosis. Juga akibat
daerah yang dipilih untuk penelitian sebelumnya merupakan daerah
terpencil yang jauh dari jangkauan informasi secara luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Pengetahuan dapat menimbulkan perilaku baru untuk waktu
relatif lama. Pengetahuan sebagai hasil memperoleh informasi dapat
berpengaruh terhadap timbulnya perilaku sebagai dampak jangka
menengah (intermediate impact). Informasi yang tidak adekuat dan
bersifat sementara tidak dapat menjadi landasan yang kuat untuk
mendukung perilaku. Informasi/pengetahuan akan lebih bersifat
permanen bila didapatkan dari pendidikan daripada perolehan
pengetahuan dengan cara lain seperti informal dan mandiri
(Notoatmojo, 2003).
Adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor predisposisi
selain pengetahuan yang kemungkinan lebih dominan yaitu sikap,
kepercayaan, emosi, motivasi dan tradisi di mana faktor tersebut tidak
diteliti pada penelitian ini. Perilaku merupakan konsep yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yaitu suatu pengorganisasian proses
psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk
melakukan respon menurut cara tertentu terhadap suatu objek
(Notoatmojo, 2003).
Perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh
kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan, dan kurang berdasar pada pengetahuan (Notoatmojo, 2003).
Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil
tindakan pencegahan, meskipun gangguan kesehatan sama. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
didasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain
untuk menghadapi gangguan.
Adanya stimulus (objek) akan menimbulkan pengetahuan baru
yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap. Faktor
emosi, keyakinan dan berfikir mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya sikap. Stimulus juga dapat memberikan respon yang lebih
jauh lagi yaitu tindakan/perilaku. Namun demikian di dalam kenyataan
stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan
tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau bertingkah laku baru
tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang
diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus
dilandasi oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmojo, 2003).
Tradisi juga berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku. Hal
ini didukung dari hasil wawancara tidak terstruktur dengan responden,
bahwa sebagian masyarakat menganggap salah satu tindakan
pencegahan osteoporosis seperti senam/olah raga tidak sesuai dengan
tradisinya karena dianggap kurang sopan dan melakukan gerakan-
gerakan tubuh tertentu yang semestinya diharamkan. Sehingga
pencegahan-pencegahan osteoporosis tertentu tidak dapat dilakukan.
Motivasi/dorongan dari masyarakat untuk melakukan perilaku
pencegahan juga berpengaruh. Motivasi yang kurang menyebabkan
seseorang tidak melakukan tindakan tertentu untuk pencegahan. Hal ini
juga dipengaruhi oleh tersedianya waktu. Berdasarkan keterangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
responden dari wawancara tidak terstruktur didapatkan bahwa
meskipun responden telah memiliki pengetahuan tentang osteoporosis,
namun karena tidak ada waktu luang untuk melakukan perilaku
pencegahan osteoporosis terutama dalam melakukan senam/olah raga
karena kesibukan bekerja. Hal ini didukung oleh data hasil penelitian
pada Tabel 4.2 bahwa hampir separuh (41,7%) responden bekerja.
Faktor yang kedua adalah anabling factor yaitu ketersediaan
sumber/fasilitas yang memadai. Dalam penelitian ini berkaitan dengan
tempat/pusat informasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam hal
informasi tentang osteoporosis dan koordinasi langkah melakukan
tindakan pencegahan osteoporosis, dalam kenyataannya belum
didapatkan penyuluhan karena masih merupakan rencana penyuluhan
pada posyandu lansia yang didapatkan di lingkungan sekitar
masyarakat.
Berdasarkan tindakan yang belum terlaksana berupa
penyuluhan tentang osteoporosis dan pencegahannya dari tenaga
kesehatan ke masyarakat untuk menguatkan pengetahuan dan perilaku.
Sehingga responden tidak optimal dalam menerima informasi dan
dalam melakukan perilaku pencegahan osteoporosis. Sehingga faktor
yang kemungkinan berpengaruh adalah reinforcing factor (sikap dan
perilaku petugas). Bentuk reinforcing factor dapat seperti pemberian
penyuluhan dan perilaku pencegahan yang dapat dilakukan
(Notoatmojo, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
B. KETERBATASAN PENELITIAN
Hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan
karena adanya beberapa keterbatasan penelitian yang terletak pada variabel
pengetahuan, tempat penelitian, jumlah sampel, metode pengukuran perilaku dan
angket penelitian.
Pada variabel bebas peneliti hanya meneliti salah satu dari faktor intern
yang mempengaruhi perilaku. Pada tempat penelitian, karena besarnya populasi
yang ada di Wilayah Puskesmas Ngoresan, menyebabkan pengambilan sampel
didasarkan pada populasi target (yang dapat dijangkau peneliti) menggunakan
salah satu kelurahan yang ada di wilayah tersebut yang mempunyai karakteristik
hampir sama. Hal ini bertujuan agar jumlah sampel yang diperoleh dapat lebih
representatif, sehingga hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre
menopause, hanya berlaku bagi Kelurahan Jebres khususnya daerah Surya yang
ada di Wilayah Puskesmas Ngoresan Surakarta dan tidak berlaku secara
menyeluruh di semua Wilayah Puskesmas Ngoresan. Pengukuran pada variabel
perilaku hanya menggunakan metode angket/kuesioner, tidak dilakukan cross
check dengan cara observasi karena luasnya tempat penelitian, besarnya sampel,
dan keterbatasan waktu dan biaya, sehingga hasil data yang diperoleh kurang
objektif.
Dengan keterbatasan-keterbatasan ini dan hasil penelitian yang memiliki hubungan
maka disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk lebih mengungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku selain pengetahuan yaitu
persepsi, motivasi, emosi, dan sikap ataupun faktor eksternal lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan data yang telah disajikan dalam Bab sebelumnya beserta
analisis dan interpretasinya, maka dapat di simpulkan bahwa:
1. Tingkat pengetahuan wanita pre-menopause tentang osteoporosis
Pengetahuan wanita pre-menopause tentang osteoporosis yang
meliputi pengertian, gejala, penyebab dan pencegahan osteoporosis
berdasarkan data yang telah diperoleh didapatkan bahwa hampir
seluruhnya (81,6%) responden mempunyai pengetahuan baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (16,7%) responden mempunyai pengetahuan
cukup baik dan sisanya 1,7% responden memiliki pengetahuan kurang
baik tentang osteoporosis.
2. Perilaku pencegahan wanita pre-menopause terhadap osteoporosis
Perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre-menopause
berdasarkan data yang telah diperoleh didapatkan bahwa hampir
seluruhnya (53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik tentang
osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden mempunyai perilaku baik
dan sisanya 20% responden memiliki perilaku kurang baik terhadap
pencegahan osteoporosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. Hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan
Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis
dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pre menopause di
Wilayah Puskesmas Ngoresan, Kelurahan Jebres, Surakarta.
B. SARAN
1. Untuk Masyarakat
Masyarakat khususnya wanita pre menopause (usia 40-50 tahun)
hendaknya dapat mempertahankan pengetahuan karena hampir
seluruhnya mempunyai kriteria baik dan sebaiknya perlu meningkatkan
perilaku pencegahan osteoporosis agar lebih optimal. Meningkatkan
perilaku dapat dilakukan dengan cara mencari berbagai informasi
tentang pencegahan osteoporosis secara lebih lengkap terutama dalam
hal manfaat melakukan pencegahan osteoporosis karena dari hasil
penelitian sebagian besar belum melakukan pencegahan secara optimal.
2. Untuk Tenaga Kesehatan
Melakukan promosi kesehatan (health promotion). Pendidikan
kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup
yang berkaitan dengan pencegahan osteoporosis. Dalam pemberian
informasi-informasi tentang kesehatan diperlukan komunikasi.
Komunikasi diperlukan untuk mengkondisikan faktor prediposisi.
Adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang tidakan tertentu,
kurang kuatnya landasan pengetahuan yang dimiliki tentang suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
penyakit. Untuk berkomunikasi yang efektif, para petugas kesehatan
perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya
Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat. Untuk
memperoleh perubahan perilaku yang diharapkan secara efektif
diperlukan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber-sumber
dan fasilitas tersebut dapat digali dan dikembangkan dari masyarakat itu
sendiri. Misalnya dengan cara membentuk senam kelompok khusus
untuk pencegahan osteoporosis, dan mendatangkan pembicara dari
tenaga ahli yang berkaitan dengan penyakit dalam program penyuluhan
kesehatan. Para tenaga kesehatan sebaiknya dibekali ilmu
Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat.
Petugas kesehatan sebaiknya menguasai berbagai macam latar
belakang sosial budaya masyarakat yang bersangkutan untuk
melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan.
3. Untuk Penelitian Selanjutnya
Disarankan kelanjutan penelitian ini tidak hanya terbatas pada
Wilayah Puskesmas Ngoresan Kelurahan Jebres Surakarta tetapi dapat
mewakili seluruh masyarakat Surakarta dengan penelitian yang sama
tetapi variabel bebas meliputi seluruh faktor intern yang mempengaruhi
perilaku (pengetahuan, persepsi, motivasi, emosi, dan sikap). Penelitian
lain yang dapat disarankan peneliti adalah penelitian tentang perbedaan
pengetahuan dan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
tingkat pendidikan yang berbeda (SD sampai dengan Perguruan
Tinggi).